Anda di halaman 1dari 15

Jumal Bimbingan dan Konseling "PSIKOPEDAGOGIA" 2013, Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP UAD

2013, Vol. II, No. 2 ISSN : 2301-6167

Hubungan Pola Asuh Otoritatif, Kontrol Diri, Ketrampilan Komunikasi dengan, Agresivitas
Siswa

Relationship Parenting Authoritative, Self-Control, Communication Skills with, Aggressiveness


on Student

Dr. AM Diponegoro
Muhammad Abdul Malik
Magister Psikologi UAD

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola asuh otoriatif, kontrol difi,
ketrampilan komunikasi dengan agresivitas secara terpisah. Metode pengumpulan data
dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala Agresivitas, skala Pola asuh
Otoritatif, skala Kontrol difi, dan Skala Ketrampilan Komunikasi yang disusun sendiri.
Model skala yang digunakan adalah skala Liken. Dalam penelitian ini populasinya
adalah siswa SMA kelas X, yang berjumlah 7 kelas dengan jumlah keseluruhan 229
siswa dengan rumus slovien Pengambilan sampel dalam penelitian ini berjumlah 70
siswa dari 229 siswa yang ada, sehingga diharapkan sampel yang ditetapkan sudah
representatif. Hasil penelitian menyebutkan variabel yang memberikan kontribusi
terbesar adalah variabel Ketrampilan Komunikasi (X3) yaitu sebesar 13,44%, kemudian
Pola Asuh (X1) dengan kontribusi 10,11% dan variabel Kontrol Din ( X2) memilki
kontribusi 3,92%. Hasil analisis pertama memperoleh nilai F = 7,211, p = 0,000 (p <
0,05), dan R2 = 0,213. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara pola asuh
otoritatif (X1), kontrol diri (X2), dan ketrampilan komunikasi (X3) secara bersama-
sama terhadap agresivitas (Y).

Kata Kunci : Pola Asuh, Kontrol Diri, Komunikasi, Agresifitas

Abstract

This study aims to determine the relationship of authoritarian parenting, Difi control,
communication skills with aggressiveness separately. Data collection method in this
research is to use the aggressiveness scale, scale Authoritative parenting style, scale
Difi Control and Communication Skills Scale were compiled. Model scale used is the
scale Liken. In this study population were high school students of class X, which
amounted to 7 classes with a total of 229 students with slovien formula samples in this
study were 70 students out of 229 students there, so expect the sample set is
representative. The results mentioned variables that provide the greatest contribution is
variable Communication Skills (X3) that is equal to 13.44%, and Parenting (X1) with a
contribution of 10.11% and a variable control Din (X2) have the contribution of 3.92%.
The results of the first analysis to obtain the value of F = 7.211, p = 0.000 (p <0.05),
and R2 = 0.213. This indicates that there is a correlation between authoritative
parenting style (X1), self-control (X2), and communication skills (X3) jointly against
aggressiveness (Y).

Keywords: Parenting, Self-Control, Communications, aggressiveness

101
Jumal Bimbingan dan Konseling "PSIKOPEDAGOGIA" 2013, Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP UAD
2013, Vol. II, No. 2 ISSN : 2301-6167

1. Pendahuluan atau objek tak bernyawa) atau


Agresivitas di kalangan remaja tertutup pada diri sendiri sebagai
menjadi perhatian banyak kalangan suatu wicara mandiri yang
baik dalam masyarakat maupun di maladaptif. Anak yang agresif selalu
dunia pendidikan. Perilaku kekerasan memiliki kecenderungan untuk
ini memberikan citra potret buram menguasai segala keadaan.
bagi dunia pendidikan. Aksi-aksi Pola asuh orang tua memberikan
kekerasan yang sering dilakukan warna dalam konsep diri seorang
remaja sebenarnya adalah perilaku individu, Perlakuan yang diberikan
agresi dari diri individu atau oleh orangtua pada masa kecil
kelompok. Agresi sendiri menurut seorang individu akan memberikan
Myer (2012) mendefinisikan pengalaman yang membentuk konsep
agresivitas sebagai perilaku fisik atau din individu dalam mensikapi
yang bertujuan untuk menyakiti orang lingkungannya. Keluarga memiliki
atau menyebabkan kerusakan fungsi tidak hanya terbatas pada
padabenda. penerus keturunan raja namun juga
Dan sebuah jajak pendapat sebagai fungsi pendidikan. Anak
Kompas bulan Oktober 2012, dengan merupakan bagian dari keluarga yang
responden di 12 kota di Indonesia, secara sosial dan psikologis tidak
diketahui sebanyak 17,5 % responden terlepas dan pembinaan dan
mengakui bahwa saat dibangku SMA, pendidikan orang tua, masyarakat dan
sekolahnya pernah terlibat tawuran lembaga pendidikan. Pembinaan dan
antar pelajar. Tidak sedikit pula pendidikan terhadap Individu
responden atau keluarga responden tergambar dalam pola asuh orang tua.
yang mengakui pada masa bersekolah Oleh sebab itu, orang tua hams
terlibat tawuran atau perkelahian menyadari bahwa pola asuh sangat
masaal antar pelajar, jumlahnya berpengaruh terhadap konsep diri
mencapai 6,6 % atau sekitar 29 seorang individu.
responden. Di antara pelajar laki-laki, Kontrol diri yang baik sangat
tawuran seperti sudah menjadi tradisi diperlukan remaja untuk
yang hams dilakukan. Kalau tidak mengendalikan emosi dalam
ikut tawuran, tidak jantan, tidak mengatur perilakunya agar tidak
keren, tidak mengikuti perkembangan berperilaku agresif. Kontrol diri
zaman, atau banyak lagi anggapan merupakan kemampuan individu
lain. untuk mengendalikan emosi,
Di SMA Negeri 4 Yogyakarta dorongan-dorongan dari dalam
juga terjadi pemukulan teman dalam dirinya untuk mengatur proses-proses
satu kelas, hanya gara-gara tidak mau fisik, psikologis, perilaku dalam
membelikan es campur. Catatan lain menyusun, membimbing, mengatur
dan gum Bimbingan dan Konseling, dan mengarahkan bentuk perilaku
beberapa siswa SMA Negeri 4 yang positif agar dapat diterima
Yogyakarta mengejar dan memukuli dalam lingkungan sosial (Feist, 2008
siswa sekolah lain karena dianggap ).
berteriak dengan cara tidak sopan di Ketrampilan komunikasi mutlak
lingkungan SMA Negeri 4 dibutuhkan dalam melakukan
Yogyakarta (Catatan BK, 2013). interaksi dengan lingkungan sekitar,
Menurut Rogers (2004) agresi kemampuan untuk menyampaikan
verbal dapat bersifat terbuka dan menerima pesan harus dikuasai
(terhadap anak lain agar proses hubungan sosial dapat
berjalan dengan baik. Bila pesan tidak

102
PSIKOPEDAGOGIA ISSN: 2301-6167

diterima dengan benar maka akan dapat dilihat dan diamati, karena
berakibat konflik dalam proses memiliki bentuk yang jelas, yaitu
interaksi. bentuk fisik (pukulan, tendangan),
Menurut Elksnin dan Elkisnin dan verbal (cacian, hujatan, makian).
(dalam Hertinjung, 2006) ketrampilan Agresif dapat didefinisikan juga
komunikasi yaitu salah satu sebagai suatu tindakan yang memiliki
ketrampilan yang diperlukan untuk maksud dan tujuan untuk melukai
menjalin hubungan sosial baik. orang atau objek lain dan hal itu
Kemampuan komunikasi ini tentunya dilakukan dengan kesengajaan (Sears,
dapat dilihat dari beberapa bentuk dkk, 2000, h.4). Seorang ahli
yaitu mendengar responsif, mengatakan bahwa agresivitas bukan
mempertahankan perhatian dalam sekedar agresif yang berbentuk fisik
pembicaraan dan memberikan umpan yang bermanifestasi dengan cara
balik terhadap lawan bicara. Menurut menendang, memukul, atau
Elksnin dan Elkisni (Hertinjung, menghajar saja, tetapi ada kriteria-
2006) ketrampilan komunikasi kriteria tertentu yang dipakai untuk
merupakan salah satu ciri-ciri memahami dan mengerti bahwa
ketrampilan sosial. sesuatu itu merupakan agresivitas
Kemampuan mendengar secara atau bukan(Mappiere, 2002, h.88).
responsif adalah kemampuan untuk Bentuk-bentuk agresivitas yang
dapat merespon setiap pesan yang diarahkan keluar maupun ke dalam
diberikan orang lain secara merupakan gejala umum tingkah laku
proporsional sesuai dengan pesan agresif, hal ini dapat diarahkan keluar
yang disampaikan. Pemilihan kata maupun ke dalam diri seseorang
yang tepat dalam berkomunikasi seperti bertindak kasar sehingga
tentunya akan menciptakan suasana menyakiti orang lain, berkelahi,
yang nyaman dalam melakukan membuat onar di sekolah, mengolok-
proses iteraksi sosial. olok secara berlebihan, mengabaikan
perintah dan melanggar peraturan.
2. Studi Literatur Agresivitas juga melibatkan
Myer (2012) mendefmisikan setiap bentuk penyiksaan psikologis
agresivitas sebagai perilaku fisik atau atau emosional seperti
verbal yang bertujuan untuk mempermalukan, menakut-nakuti
menyakiti orang atau menyebabkan atau mengancam (Breskwell dikutip
kerusakan pada benda. Hal senada Berkowitz, 2003). Penjelasan
juga diungkapkan oleh oleh Baron mengenai agresi banyak dikemukakan
(2003) mengemukakan agresi adalah oleh banyak ahli psikologi. Namun
tingkah laku yang diarahkan kepada pada dasarnya mereka memiliki
tujuan menyakiti makhluk hidup lain kesamaan pendapat bahwa agresif
yang ingin menghindari perlakuan adalah tingkah laku seseorang untuk
semacam itu. Definisi dari Baron ini menyerang, menyakiti, dan melukai
mencakup empat faktor tingkah laku, orang lain atau objek secara fisik
yaitu: tujuan untuk melukai atau maupun psikis. Suatu unsur penting
mencelakakan, individu yang menjadi dari agresi yang harus ada yaitu
pelaku, individu yang menjadi adanya tujuan atau kesengajaan dalam
korban, dan ketidak inginan si korban melakukannya.
menerima tingkah laku si pelaku, Dan berbagai teori yang ada
Baron menambahkan bahwa perilaku dapat disimpulkan bahwa agresivitas
agresif dapat dilakukan secara fisik adalah perilaku fisik atau verbal yang
maupun mental. Dengan demikian

103
ISSN: 2301-6167

bertujuan untuk menyakiti orang atau untuk mendapatkan hukuman dengan


menyebabkan kerusakan pada benda. hukuman tersebut dapat mengurangi
Sikap agresif secara internal rasa bersalah dalam dirinya.
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Keempat, usia dan jenis kelamin,
Pertama kepribadian, kepribadian dijelaskan oleh Hessel (Hurlock,1996)
seorang individu dibentuk oleh remaja usia 14 tahun memasuki masa
lingkungan dengan belajar sosial perubahan yang rawan dan mudah
sehingga konsep diri, kontrol diri dan marah sering tidak memperhatikan
regulasi diri sangat banyak norma dan mudah melakukan perilaku
dipengaruhi oleh lingkungan individu agresif. Menurut American
tumbuh dan berkembang. Psychology Association (Sarwono
Kemampuan individu mengontrol diri 1996) Adanya hormon testoteron pada
sendiri dipengaruhi oleh budaya laki-laki mengakibatkan laki-laki lebih
dilingkungan. Markus & Nurius Secara eksternal agresiftas dipengaruhi
(Calhoun & Acoceila dalam Irawan, oleh faktor-faktor
2013) juga merinci aspek-aspek diri Kelima, deindividuasi,
pada lima aspek, yaitu: (1) aspek diri- mengurangi atau menyingkirkan
fisik (aspek tubuh yang di dalamnya peranan beberapa aspek dalam
berlangsung berbagai aktivitas individu yakni identitas dan
biologis), (2) aspek diri-sebagai- personalitas. Deindividuasi memiliki
proses (berupa: akal, emosi, dan peran besar keleluasan individu dalam
perilaku), (3) aspek diri-sosial melakukan agresi.
(potensi untuk berinteraksi dengan Keenam, pola asuh (Interaksi
orang lain), (4) aspek konsep-diri, dan parental) Cole (dalam Widyaningrum
(5) cita-diri (apa yang 1998) penolakan orangtua terhadap
diharapkan/diinginkan). anak akan nampak dalam sikap
Kedua hubungan interpersonal, bermusuhan, tidak memberikan
hubungan interpersonal mencakup kasihsayang, mengkritik dan mencela
ketrampilan berkomunikasi, seorang akan mengakibatkan periaku agresif
individu yang memiliki ketrampilan dalam diri anak. Menurut Baumrind
komunikasi yang kurang baik akan (dalam Santrock, 2007: 167) terdapat
memicu agresivitas dalam hubungan empat tipe pola asuh yaitu pola asuh
dengan orang lain, sebaliknya bila otoritarian, pola asuh otoritatif,
memiliki ketrampilan komunikasi permisif yang mengabaikan dan
yang baik maka akan mengakibatkan Permisif yang menuruti. Darr tipe
agresivitas yang rendah. pola asuh menurut Baumrind diatas
Ketiga frustasi adalah kondisi pola asuh orang tua yang otoritatif
dimana individu tidak dapat mencapai (demokratis) merupakan pola asuh
keinginan atau gagal mencapai tujuan yang paling tepat, karena dalam pola
yang diinginkan atau mengalami asuh otoritatif orang tua mendorong
hambatan dalam kebebasan bertindak. anak untuk mandiri namun masih
Menurut Dollar Miller (Sarwono menerapkan batas dan kendali pada
1996) agresi dipicu oleh frustasi tindakan anak.
merupakan pelampiasan perasaan Ketujuh, interaksi teman sebaya,
frustasi menurut Lee (dalam Wungu, 1998)
Menurut Schneiders remaja yang tumbuh dalam yang
(Widyaningrum 1998) rasa bersalah agresivitas maka individu tumbuh
dan agresi sangat berhubungan karena menjadi agresif, agar individu dapat
rasa bersalah merangsang kebutuhan diterima oleh lingkungannya.
hukuman. Individu berperilaku agresif

104
PSIKOPEDAGOGIA ISSN: 2301-6167

Alkohol dan obat-obatan, emosional remaja karena kelwirga


menurut Phill dan Ross (dalam sebagai lingkungan yang paling dekat
Brigham, 1991) alkohol dalam dosis yang mempengaruhinya dalam
tinggi akan meningkatkan kehidupan sehari-hari. Steinberg
kemungkinan respon agresif. (dalam Sari, 2008) mendefinisikan
Pengaruh obat dalam taraf pola kepengasuhan orangtua
ketergantungan akan sering terlibat merupakan sekumpulan sikap
dalam tindakan kriminalitas yang orangtua terhadap anak yang
menggunakan kekeresan untuk dapat diekpresikan melalui cara
memenuhi kebutuhan dana untuk berkomunikasi dan menciptakan
membeli obat terlarang. suasana emosional.
Kedelapan, suhu udara, menurut Menurut Baumrind (dalam
Sarwono (1996) suhu udara Santrock 1998) pola asuh otoritatif
mempunyai pengaruh terhadap adalah cara orang tua mendorong
tingkah laku, Pada suhu udara yang anak untuk mandiri namun tetap
tinggi akan mengakibatkan orang meletakan batasan dan kendali atas
menjadi gelisah dan mudah marah anak. Interaksi verbal sangat
maka mempunyai peluang yang besar dibutuhkan dalam sebagai upaya
untuk melakukan tindakan agresif. menunjukkan kehangatan dalam dan
Faktor lain Baron dkk (dalam persahabatan dalam mengasuh anak.
Baron dan Byrne, 1984) mengatakan Orangtua biasa melakukan proses
bahwa faktor lingkungan memberikan pendekatan verbal kepada anak untuk
pengaruh terhadap perilaku agresif memberikan kehangatan dan
seperti, suhu udara, kesesakan, keakraban hubungan. Komunikasi
kebisingan, polusi udara, ion negatif akrab diciptakan untuk
udara. Faktor yang menimbulkan mengembangkan suasana
agresivitas adalah pola asuh orang kebersamaan yang tidak memberikan
tua, Orang tua memiliki kewajiban batas namun dalan suasana yang
untuk menyiapkan anaknya dalam bertanggungjawab. Anak-anak yang
menghadapi kehidupan yang akan tumbuh dalam pola asuh otoritatif
dilaluinya tentunya dengan mendidik, cenderung lebih mampu
memberikan contoh, dan bertanggungjawab dan mampu
mengarahkan tingkahlaku agar dapat melakukan proses sosialisasi dengan
sesuai dengan norma yang lingkungan
diharapakan oleh orangtua. Interaksi Dariyo (2004) mengemukakan
secara terus menerus dalam bahwa pola asuh otoritatif anak dan
membantu anak dalam menyiapkan orangtua memiliki kedudukan
perilaku yang sesuai dengan harapan sejajar. Suatu kegiatan dilakukan
orangtua membutuhkan proses yang dengan secara bersama-sama
baik. Pola asuh orangtua merupakan merencanakan kegiatan dan
pola interaksi antara orangtua dan membuat keputusan dengan
anak yang dapat mempengaruhi mempertimbangkan kedua belah
pembentukan kepribadian, tujuan pihak yang berperan untuk
pengasuhan ini adalah anak diajarkan mensukseskan kegiatan tersebut.
untuk mampu bersosialisasi dengan Anak diberikan kebebasan dalam
mengajarkan anak bagaimana mengambil keputusan secara
menjadi bagaian sebuah masyarakat bertaggung jawab walau tentunya
(Andayani & Koenjoro, 2004) dalam kendali orang tua agar anak
Pola asuh akan mempengaruhi tidak mengambil keputusan secara
proses pembentukan kemandirian sembrono tanpa memiliki

105
ISSN: 2301-6167

pertimbangan yang akurat. Akibat emosi serta doronga-dorongan dalam


pola asuh ini anak akan tumbuh dirinya menw-ut Gillion (dalam
sebagai individu yang bertanggung Gunarsa 2009) menyatakan bahwa
jawab terhadap tindakan yang kontrol diri adalah kemampuan
dilakukan. individu yang terdiri tiga aspek yaitu
Dan pengertian para ahli, kemampuan mengendalikan atau
peneliti membuat kesimpulan bahwa memahami tingkah laku yang
pola asuh otoritatif adalah pola asuh bersifat menyakiti atau merugikan
yang memberikan pola hubungan orang lain, Kemampuan bekerjasama
yang hangat, mandiri dan bebas dengan oranglaindan kemampuan
dalam mengambil setiap keputusan untuk mengikuti peraturan yang
dengan memberikan batasan yang berlaku serta kemampuan untuk
jelas, dan bertanggung jawab artinya mengungkapkan keinginan atau
apa yang dilakukan hams dapat perasaan kepada orang lain tanpa
dipertanggunjawabkan kepada orang menyakiti atau menyinggung
tua. perasaan orang lain tersebut.
Faktor yang lain yang Berdasarkan definisi-definisi
mengakibatkan agresivitas adalah yang ada maka peneliti
kontrol diri Rodin (dalam Widiana menyimpulkan bahwa kontrol diri
dkk, 2004) mengungkapkan bahwa adalah kemampuan rmenyusun,
kontrol diri adalah perasaan membimbing, mengatur dan
seseorang dapat membuat keputusan mengarahkan perilaku yang
dan mengambi tindakan yang efektif membawa kearah positif agar dapat
untuk menghasilkan akibat yang mengambil keputusan dan tindakan
diinginkan dan menghindari akibat yang efektif untuk mendapatkan
yang tidak diinginkan. Goldfried & akibat yang diinginkan tanpa
Merbaum (dalam Ghufron dan menyinggung perasaan orang lain.
Risnawita 2010) mendefmisikan Hubungan interpersonal
kontrol diri sebagai suatu didalamnya ada ketrampilan
kemampuan untuk menyusun, komunikasi Santrock (2007)
membimbing, mengatur, dan menyatakan bahwa ketrampilan
mengarahkan bentuk perilaku yang komunikasi adalah ketrampilan yang
dapat membawa individu kearah diperlukan dalam berbicara,
konsekwensi positif. mendengar, mengatasi hambatan
Messina dan Messina (dalam komunikasi verbal, memahami
Gunarsa, 2009) menyatakan bahwa komunikasi non verbal dan mampu
kontrol diri adalah seperangkat memecahkan konflik secara
tingkah laku yang berfokus pada konstruktif Eggen (dalam Liliweri
keberhasilan mengubah diri pribadi, 1997) berpendapat bahwa
perasaan mampu pada diri sendiri. ketrampilan komunikasi adalah
Kebebasan untuk menentukan arah kemampuan anak dalam
tujuan sesuai dengan keinginan dan menggunakan pengetahuannya dalam
kemampuan diri dan kemampuan teknik komunikasi verbal, non
untuk memisahkan antara perasaan verbal, dan melalu media komunikasi
dan pikiran rasional serta seperngkat secara efektif untuk mempertahankan
tingkah laku yang berfokus kepada keaktifan dalam bertanya, kolaborasi
diri sendiri. dan interaksi murid yang sifatnya
Hurlock (2000) menyatakan mendukung di dalam kelas.
kontrol diri berkaitan dengan Menurut Elkisnin dan Elkisnin
bagaimana indivdu mengendalikan (dalam Hertinjung, 2006) ketrampilan

106
PSIKOPEDAGOGIA ISSN: 2301-6167

komunikasi yaitu suatu ketrampilan Pada aitem favorable, jawaban sangat


yang diperlukan untuk menjalin sesuai (STS) diberi skor 4, Sesuai (S)
hubungan sosial yang baik. diberi skor 3, Tidak sesuai (TS) diberi
Kemampuan komunikasi ini tentunya skor 2, dan Sangat tidak sesuai (STS)
dapat dilihat dalam beberapa bentuk diberi skor 1. Sementara pada
antara lain: menjadi pendengar yang jawaban Unfavorable STS diberi skor
responsif, mempertahankan perhatian 4, Tidak sesuai (TS) diberi skor 3,
dalam pembicaraan dan memberikan Sesuai (S) diberi skor 2, dan Sangat
umpan balik terhadap lawan bicara. sesuai (SS) dibei skor I.
Berdasarkan definisi yang ada Skala Agresivitas dan
dapat disimpulkan bahwa ketrampilan ketrampilan komunikasi
komunikasi adalah Kemampuan menggunakan jawaban (S) Sering,
untuk berbicara, mendengar secara (K) Kadang-kadang, (J) Jarang, (TP)
responsif, mempertahankan perhatian Tidak Pernah. Pada aitem favorable
dalam pembicaraan, memberikan (S) Sering diberi skor 4, ((K) Kadang-
umpan balik terhadap lawan bicara kadang diberi skor 3, (J) Jarang diberi
dan mengatasi mendengar secara skor 2, (TP) Tidak Pernah diberi skor
responsif, mempertahankan perhatian 1. Sementara untuk jawaban
dalam pembicaraan, memberikan unfavorable (S) Sering diberi skor 1,
umpan balik terhadap lawan bicara ((K) Kadang-kadang diberi skor 2, (J)
dan mengatasi hambatan komunikasi Jarang diberi skor 3, (TP) Tidak
verbal dan kemampuan memahami Pernah diberi skor 4 dan sebaliknya
komunikasi non verbal semakin tinggi skor yang diperoleh
subyek mengindikasikan tingginya
3. Metode Penelitian Pola asuh Otoritatif, Kontrol difi, dan
Dalam penelitian ini populasinya Ketrampilan Komunikasi
adalah siswa SMA N 4 Yogyakarta
kelas X, yang berjumlah 7 kelas 4. Hasil Dan Pembahasan
dengan jumlah keseluruhan 229 siswa Penelitian menggunakan teknik
dengan rumus slovien Pengambilan analisis regresi ganda dengan
sampel dalam penelitian ini berjumlah menggunakan uji asumsi terlebih
70 siswa dari 229 siswa yang ada, dahulu.
sehingga diharapkan sampel yang Uji Asumsi Normalitas
ditetapkan sudah representatif. Uji normalitas untuk mengetahui
Metode pengumpulan data dalam apakah gejala yang diselidiki yaitu
penelitian ini adalah dengan pola asuh otoritatif, Kontrol diri,
menggunakan skala Agresivitas, skala Ketrampilan Komunikasi, dan
Pola asuh Otoritatif, skala Kontrol Agresivitas penyebarannya
diri , dan Skala Ketrampilan berdistribusi normal atau tidak. Uji
Komunikasi yang disusun sendiri. normalitas dalam penelitian ini
Model skala yang digunakan adalah dilakukan dengan menggunakan uji
skala Likert, dengan empat alternatif. one sample Kolmogorov-Smirnov
Skala pola asuh otoritatif dan Test. Normalitas data akan terpenuhi
kontrol diri menggunakan jawaban jika probabilitas atau p > 0,05.
(STS) sangat tidak sesuai, (TS) Tidak Berdasarkan analisis didapatkan
sesuai, (S) Sesuai, (SS) sangat sesuai. rangkuman hasil sebagai berikut :

107
ISSN: 2301-6167

Tabel 14: Rangkuman hasil analisis uji Normalitas Sebaran


No Variabel N P Sig Keterangan
1 Pola Asuh Otoritatif 70 0.467 P >0,05 Normal
2 Kontrol Difi 70 0,183 P >0,05 Normal
3 Ketrampilan Komunikasi 70 0.080 P >0,05 Normal
4 Agresivitas 70 0.607 P >0,05 Normal

Tabel di atas menunjukkan atau tidak secara signifikan. Uji ini


bahwa P-value yaitu Asymp. Sig. biasanya digunakan sebagai
(2-tailed) pada masing-masing prasyarat dalam analisis korelasi
variabel P > 0,05. Berdasarkan hal atau regresi linear.Pengujian pada
tersebut maka dapat disimpulkan SPSS dengan menggunakan Test
bahwa residual telah memenuhi for Linearity dengan taraf
asumsi distribusi normal. signifikansi 0,05. Dua variabel
dikatakan mempunyai hubungan
Uji Linieritas yang linier bila signifikansi
Uji linearitas bertujuan untuk (Linearity) kurang dari 0,05.
mengetahui apakah dua variabel Berdasarkan analisis didapatkan
mempunyai hubungan yang linear hasil sebagai berikut :

Tabel 15: Rangkuman hasil analisis Uji Linieritas hubungan


No Variabel N Harga F P Sig Keterangan
1 Pola Asuh Otoritatif 70 155,452 0,000 P >0,05 Linier
2 Kontrol Difi 70 190,455 0,000 P >0,05 Linier
3 Ketrampilan Komunikasi 70 31,719 0,000 P >0,05 Linier

Berdasarkan tabel di atas dapat tidaknya penyimpangan asumsi


diketahui bahwa nilai signifikansi klasik multikolinearitas yaitu
pada variabel Pola asuh otoritatf adanya hubungan linear antar
sebesar 0,000, Kontrol diri sebesar variabel independen dalam model
0,000, dan Ketrampilan regresi. Prasyarat yang harus
Komunikasi Linearity sebesar terpenuhi dalam model regresi
0,000. Karena signifikansi dari adalah tidak adanya
masing-masing P < 0,05, maka multikolinearitas. Ada beberapa
linieritas terpenuhi. metode pengujian yang bisa
digunakan diantaranya yaitu
Uji Multikolinieritas dengan melihat nilai inflation
Uji multikolinearitas digunakan factor (VIF) pada model regresi
untuk mengetahui ada atau

Tabel 16 :Rangkuman hasil pengujian Multikolinieritas


No Variabel N Tolerance VIF Sig Keterangan
1 Pola Asuh Otoritatif 70 0.930 1.075 VIF < 5 Non Multikolinieritas
2 Kontrol Din 70 0.989 1.011 VIF < 5 Non Multikolinieritas
3 Ketrampilan
70 0.939 1.065 VIF < 5 Non Multikolinieritas
Komunikasi

Dari tabel di atas dapat Pola Asuh Otoritatif antar variabel


diketahui nilai variance inflation independent tidak terjadi persoalan
factor (VIF) dan tiga variabel yaitu multikolinearitas.

108
PSIKOPEDAGOGIA ISSN: 2301-6167

Uji Heterokedastisitas lebih kecil dan 5, sehingga bisa


Heteroskedastisitas adalah suatu diduga bahwa mengkorelasikan
keadaan dimana masing –masing antara absolut residual hasil regresi
kesalahan (residual) mempunyai dengan semua variable bebas. Bila
varian yang berlainan. signifikansi hasil korelasi lebih
Heteroskedastisitas diuji dengan besar dari 0,05 (5%) berarti non
menggunakan uji koefisien korelasi heteroskedastisitas atau homoske-
Rank Spearman yaitu sebesar dastisitas. Hasil uji
1,075, Kontrol Diri sebesar1,011, heteroskedastisitas ditunjukkan
dan Ketrampilan Komunikasi pada tabel di bawah ini
sebesar 1,065 yang menunjukkan

Tabel 17 :Uji Heterokedastisitas


No Variabel N Abs res Sig Keterangan
1, Pola Asuh Otoritatif 70 0.226 P >0,05 Non Heterokedastisitas
2. Kontrol Diri 70 0.746 P >0,05 Non Heterokedastisitas
3 Ketrampilan 70 0,065 P< 0,05 Non Heterokedastisitas
Komunikasi

Berdasarkan tabel di atas Asuh otoritatif Kontrol diri dan


menunjukkan tidak terjadi masalah Ketrampilan Komunikasi mampu
heterokedastisitas, melainkan non menjelaskan sebesar 21% terhadap
heterokedastisitas Agresivitas . Sedangkan sisanya
(homoskedastisitas), pengaruh sebesar 79% dijelaskan oleh
variabel independen (Xi,karena variabel lain yang tidak diteliti.
nilai signifikansi pada masing- Persamaan regresi linier
masing variabel menunjukkan p > berganda yang diperoleh dan
0.05 perhitungan SPSS maka di
Analisis Determinasi (R2) dapatkan model persamaan regresi
Analisis determinasi dalam linier berganda sebagai berikut :
regresi linear berganda digunakan Y = 9,364 + 0,252 Xl + -0,235
untuk mengetahui prosentase X2 + 0,467 X3
sumbangan X2, Xi) secara Konstanta sebesar 9,364,
serentak terhadap variabel koefisien Xl(Pola Asuh Otoritatif)
dependen (Y). Koefisien ini sebesar 0,252, koefisien X2
menunjukkan seberapa besar (Kontrol Diri ) sebesar-0,235, dan
prosentase variasi variabel koefisien X3 (Ketrampilan
independen yang digunakan dalam Komunikasi) sebesar 0,467
model mampu menjelaskan variasi Persamaan regresi tersebut berarti
variabel dependen. Dari nilai bahwa antara Pola Asuh Otoritatif,
Koefisien determinasi R2 (Adjusted Kontrol Diri,dan Keterampilan
R Square) diperoleh angka sebesar Komunikasi secara bersama-sama
0,213 atau (21%). Hal ini berpengaruh terhadap Agresivitas.
menunjukkan bahwa prosentase Adanya peningkatan Xl (Pola Asuh
sumbangan pengaruh variable Otoritatif), X2 Kontrol Diri), dan
independen Pola Asuh Otoritatif X3 (Keterampilan Komunikasi),
(X1), Kontrol Diri (X2), dan maka akan diikuti oleh rendahnya
Ketrampilan Komunikasi (X3) Agresivitas
terhadap variabel dependen Untuk mengetahui variabel
Agresivitas (Y) sebesar 21%. Pola Independent mana yang

109
ISSN: 2301-6167

memberikan kontibusi terbesar sederhana terhadap variabel terikat


terhadap variabel Dependent atau diketahui dari kuadrat korelasi
dilakukan dengan mengetahui sederhana variabel bebas dan
kontribusi masing-masing variabel terikat. Kontribusi didapatkan
Independent terhadap variable dengan melakukan pengkuadratan
dependent. Kontribusi masing- nilai r karena ada nilai r yang minus
masing variabel diketahui dari sehingga didapatkan sumbangan
koefisien determinasi regresi yang kongkrit

Tabel 18 Kontribusi Variabel


Variabel r r2 Kontribusi (%)
Pola Asuh (X1) 0.318 0.1011 10.11. %
Kontrol Diri(X2) -0.198 0.0392 3.92%
Ketrampilan Komunikasi (X3) 0.380 0.1444 14.44 %

110
PSIKOPEDAGOGIA ISSN: 2301-6167

Dan tabel di atas diketahui bahwa Perilaku agresif dipengaruhi oleh


variabel yang memberikan kontribusi banyak hal termasuk di dalamnya pola
terbesar adalah variabel Ketrampilan asuh orangtua, Pola asuh memberikan
Komunikasi (X3) yaitu sebesar proses pembentukan kognisi individu
13,44%, kemudian Pola Asuh (X1) yang hidup dalam lingkungan tersebut
dengan kontribusi 10,11% dan (Rahayuningsih, 2012) seorang remaja
variabel Kontrol Diri ( X2 ) memilki akan belajar dari lingkungan tempat
kontribusi 3,92%. tumbuh kembangnya sebagai sumber
Hasil analisis pertama belajar untuk bersikap, remaja yang
memperoleh nilai F = 7,211, p = 0,000 tumbuh dan berkembang dalam
(p < 0,05), dan R2 = 0,213. Hal ini lingkungan penuh pengertian maka
menunjukkan bahwa terdapat korelasi anak juga akan menjadi pribadi yang
antara pola asuh otoritatif (X1), memiliki toleransi terhadap orang di
kontrol diri (X2), dan ketrampilan sekitarnya, demikian juga
komunikasi (X3) secara bersama-sama sembaliknya bila dibesarkan dengan
terhadap agresivitas (Y). Hipotesis penuh ancaman dan kekerasan maka
yang pertama yang berbunyi "ada remaja akan akan belajar untuk
peran negatif antara pola asuh bertengkar dan berkelahi.
otoritatif, kontrol diri, dan ketrampilan Pola asuh otoritatif memberikan
komunikasi terhadap agresivitas " suasana yang hangat dan pengertian
diterima. sesuai dengan kemampuan anak
Prosentase sumbangan pengaruh sehingga terjalin suasana hubungan
variabel independen pola asuh sosial yang nyaman, Orangtua
otoritatif (X1), kontrol diri (X2), dan membuat tuntutan yang sesuai engan
ketrampilan komuniksi (X3) terhadap batas wajar disisi yang lain
variabel dependen agresivitas (Y) menunjukan kehangatan dan kasih
sebesar 21%. Pola asuh otoritatif, sayang, mendengarkan keluhan
kontrol diri, dan ketrampilan dengan sabar dan anak diberi
komunikasi mampu menjelaskan kesempatan untuk ikut dalam
sebesar 21% terhadap agresivitas. membuat keputusan (Baumrind dalam
Sedangkan sisanya sebesar 79% Berk, 2000).
dijelaskan oleh variabel lain yang Pola asuh otoritatif memberikan
tidak diteliti. Model persamaan regresi sumbangan untuk menekan tingkat
linier berganda yang diperoleh adalah: agresivitas remaja karena remaja
Y = 9,364 + 0,252 X1 + -0,235 belajar dari lingkungan yang
X2 + 0,467 X3 diciptakan oleh orangtua yang
Konstanta sebesar 9,364, memberikan pengertian dan
koefisien X1 (Pola Asuh) sebesar kemampuan untuk membangun
0,252 koefisien X2 (Kontrol ) sebesar toleransi dengan lingkungan di
-0,235 dan koefisien X3 (Ketrampilan sekitarnya hal ini juga di telah
Komunikasi) sebesar 0,467. dibuktikan dalam penelitian ini pada
Persamaan regresi tersebut Pola Asuh pengujian kedua hipotesis yaitu Uji
Otoritatif, Kontrol Difi, dan terhadap variabel pola asuh otoritatif
Ketrampilan Komunikasi secara (X1) didapatkan 2, 379 dengan
bersama-sama berpengaruh terhadap signifikansi t hitung sebesar 0.020
Agresivitas. Adanya peningkatan X1 Karena t Intung lebih besar t Label
(Pola Asuh), X2 (Kontrol Difi), dan (2,379 >2.007) atau signifikansi t <
X3 (Ketrampilan Komunikasi), maka dari 5% (0,020 < 0,05), maka Secara
akan menekan peningkatan parsial pola Asuh (X1) berpengaruh
Agresivitas.

111
ISSN: 2301-6167

secara signifikan terhadap agresivitas Santrock (2007) menyatakan


(Y). bahwa ketrampilan komunikasi adalah
Penelitian ini sejalan dengan ketrampilan yang diperlukan dalam
penelitian yang dilakukan oleh berbicara, mendengar, mengatasi
Rahayuningsih (2012) yang hambatan komunikasi verbal,
menemukan bahwa pola asuh orangtua memahami komunikasi non verbal dan
yang memberikan perlakuan dan mampu memecahkan konflik secara
komunikasi yang baik, maka konstruktif. Ketika seorang individu
terbentunya perilaku agresi fisik / memiliki kemampuan untuk
verbal pada anak yang rendah. memecahkan konflik maka tidak akan
Rodin (Widiana dkk, 2004) terjadi perilaku agresivitas kepada
mengungkapkan bahwa kontrol diri orang lain sehingga kemampuan untuk
adalah perasaan seseorang dapat melakukan proses komunikasi yang
membuat keputusan dan mengambil baik dengan didasari oleh ketrampilan
tindakan yang efektif untuk komunikasi akan menekan terjadinya
menghasilkan akibat yang diinginkan perilaku agresif sesuai dengan hasil
dan menghindari akibat yang tidak penelitian dengan melakukan uji
diinginkan, perilaku agresif sebagai terhadap variabel ketrampilan
tindakan merusak atau menyakiiti komunikasi (X3) didapatkan t hittmg
oranglain adalah sebagai tindakan sebesar 2,848 dengan signifikansi
yang merugikan oranglain dan 0,006. Karena t hitting lebih besar t
tindakan yang tidak terkontrol. table (2,848 >2,007) atau signifikansi t
Individu yang mampu mengambil < dari 5% (0,006< 0,05), maka Ho
tindakan yang efektif tentu tidak akan ditolak dan Ha diterima. Secara parsial
melakukan perilaku agresif. ketrampilan komunikasi (X3)
Berdasarkan teori tersebut maka berpegaruh secara signifikan terhadap
kontrol diri berpengaruh terhadap agresivitas (Y).
agresivitas remaja. Kemampuan untuk Dari penjelasan yang ada dapat
melakukan kontrol diri yang baik akan disimpulkan bahwa ketrampilan
menekan perilaku agresif sebagaimana komunikasi memiliki pengaruh
dalam uji parsial variabel kontrol diri terhadap agresivitas sesuai dengan
dengan taraf signifikansi 0,043. data statistic yang ada. Maka
Karena t signifikansi t < dari 5% ketrampilan komunikasi juga
(0,043 < 0,05), maka kontrol diri memberikan sumbagan pada proses
berpengaruh terhadap agresivitas untuk menekan agresivitas penelitian
secara signifikan.Hal senada juga yang menguatkan adalah penelitian
terjadi pada penelitian yang dilakukan yang dilakukan oleh fatmawati (2010)
oleh Prasetya (2010) yang dengan hasilpenelitian menunjukkan
menunjukkan Hubungan antara bahwa terdapat pengaruh yang
Kontrol diri dengan agresivitas signifikan dari keterampilan
supporter sepakbola dengan Hasil uji komunikasi interpersonal dan
ada hubungan negatif yang sangat komunikasi kelompok secara
signifikan antara kontrol diri dengan bersama-sama terhadap resolusi
agresivitas pada remaja putri (r=0,598 konflik, yang dibuktikan dengan nilai
dengan p=0.000. Semakin tinggi Fregresi = 51,446, yang lebih besar
kontrol diri maka semakin rendah dari nilai F tabel dalm signifikansi 5%
agresivitas pada remaja putri, begitu yaitu sebesar 4,02. Nilai F yang positif
juga sebaliknya semakin rendah menunjukkan adanya hubungan yang
kontrol diri maka semakin tinggi bersifat positif. Untuk mengetahui
agresivitas pada remaja putri. kontribusi Variabel Independent yang

112
PSIKOPEDAGOGIA ISSN: 2301-6167

paling dominan terhadap variabel skala Kontrol difi, dan Skala Ketrampilan
Dependent, Komunikasi yang disusun sendiri. Model
Dari tabel sumbangan variabel di skala yang digunakan adalah skala Liken.
atas diketahui bahwa variabel yang Dalam penelitian ini populasinya adalah
memberikan kontribusi terbesar siswa SMA kelas X, yang berjumlah 7
adalah variabel ketrampilan kelas dengan jumlah keseluruhan 229
komunikasi (X3) yaitu sebesar siswa dengan rumus slovien Pengambilan
14,44%, kemudian pola asuh (X1) sampel dalam penelitian ini berjumlah 70
dengan kontribusi 10,11% dan siswa dari 229 siswa yang ada, sehingga
variabel Kontrol Diri (X2) memilki diharapkan sampel yang ditetapkan sudah
kontribusi 3,92%.
representatif. Hasil penelitian
Ketrampilan komunikasi memiliki
menyebutkan variabel yang memberikan
sumbangan yang paling besar terhadap
kontribusi terbesar adalah variabel
agresivitas. Menurut DeVito (1995)
mengungkapkan beberapa hal lain Ketrampilan Komunikasi (X3) yaitu
yang berhubungan dengan sebesar 13,44%, kemudian Pola Asuh (X1)
kemampuan dalam menjalin dengan kontribusi 10,11% dan variabel
komunikasi salah satunya adalah Kontrol Din ( X2) memilki kontribusi
Interaction management, yaitu adanya 3,92%. Hasil analisis pertama memperoleh
aturan main dalam menjalin nilai F = 7,211, p = 0,000 (p < 0,05), dan
komunikasi interpersonal seperti R2 = 0,213. Hal ini menunjukkan bahwa
gerakan mata, tubuh dan wajah, terdapat korelasi antara pola asuh otoritatif
ekspres, vokal, serta mempertahankan (X1), kontrol diri (X2), dan ketrampilan
kelancaran komunikasi. Hal ini komunikasi (X3) secara bersama-sama
menunjukkan bahwa interaksi terhadap agresivitas (Y).
komunikasi adalah sebagai bagian dari
kontrol perilaku yang nampak 6. Referensi
langsung dari seorang individu yang Albert D. (2012). Patterns of
dapat langsung dilihat oleh individu Adolescents' Beliefs About
yang lain sehingga orang yang mampu Fighting and Their Relation to
berkomunikasi dengan baik tentunya Behavior and Risk Factors for
mampu mengontrol perilaku minimal Aggression.J Abnorm Child
dalam berkomunikasi dan Psychol. 40:787-802.
menggunakan pemilihan kata dan Andayani, B& Koentjoro (2004)
bahasa non verbal yang baik. Remaja Psikologi keluarga anayah menuju
yang memiliki ketrampilan coparenting. Jakarta: PT. Delta
komunikasi yang baik tentunya akan Persada.
mampu mengontrol perilaku dan Andrew M. (2010). Patterns of
kognitifnya dalam menyampaikan Physical and Relational Aggression
pesan yang yang akan disampaikan in a School-Based Sample of Boys
kepada orang lain. and Girls J Abnorm Child Psychol
38:433-445.
5. Kesimpulan Arikunto, S. (2010). Menejemen
Penelitian ini bertujuan untuk Penelitian. Jakarta: Renika Cipta.
mengetahui hubungan pola asuh otoriatif, Azwar, S. (2010). Penyusunan Skala
kontrol difi, ketrampilan komunikasi Psikologi. Yogyakarta: Pustaka
dengan agresivitas secara terpisah. Metode Pelajar.
pengumpulan data dalam penelitian ini Azwar, S. (2012). Validitas dan
adalah dengan menggunakan skala Reliabilitas. Yogyakarta: Pustaka
Agresivitas, skala Pola asuh Otoritatif, Pelajar.

113
ISSN: 2301-6167

Bandura, A. (2004) Sosial Learning Psikologi perkembangan. Jakarta:


Theory. EnglewoodClifs, New PT BPK Gunung Mulia.
Jersey: Prentice-Hall, Inc. Hanif. (2005). Perbedaan Tingkat
Baron, RA., Byrne, D. (1984) Agresivitas SMU Muhammadiyah
Understanding human Interaktion 1 Yogyakarta berdasarkan pola
fourth edition. Massachusets: Allyn asuh dan jenis pekerjaan orangtua.
and Bacon inc. Humaniora, Vol. 6, No. 2, 2005:
Baron,A., R & Byrne, D. (2005). 144154.
Psikologi Sosial Edisi 10. Jakarta: Hertinjung, Sri. Wisnu. Partini.
Erlangga. Pranisti,
Berkowitz, L. (2003). Emotional Hurlock E.B. (2002) Perkembangan
Behavior: Mengenali Perilaku dan anak jilid 1 Jakarta: PT Gelora
Tindakan Kekerasan di Lingkungan Aksara Pratama.
Sekitar Kita dan Cara Judith. R (2001). Agresion in toddler:
Penanggulangannya. Buku Kesatu. Association with parenting and
AlihBahasa : Hartatni Woro marital relation. Journal of genetic
Susiatni. Jakarta: PPM. psychologyvol 162 No 2 hal 228-
Brigham. (1991). Sosial Psychologi. 241
Second edition. Canada: John Liliweri A (1997). Komunikasi antar
Willey and son Pribadi. Bandung: CitraAditia.
Dariyo A (2004) Psikologi Myers.D.G (2012). Psikologi Sosial.
perkembangan remaja. Bogor Buku kedua. Alih Bahasa: Aliya
Selatan: Ghalia Indonesia. Tusyani dkk. Jakarta: Salemba
De vito (1995). The Interpersonal humanika.
Communication Book. (7th Prasetya, A (2010) Hubungan antara
Edition). New York :Harper Kontro ldiri dengan agresivitas
Collins College Publisher. Flippo, supporter sepak bola. Skripsi (tidak
E.B. diterbitkan) Yogyakarta:
Dinar, Wiwin (2006).Ketrampilan Universitas Islam Indonesia.
anak pra sekolah ditinjau dari Priyatno, D. (2010). Paham Analisa
interaksi guru-siswa Model Statistik Data Dengan SPSS.
mediated learning Experience. Yogyakarta : Media Kom.
Jurnal penelitian Humaniora No 9 Rakhmat.J. (1992) Psikologi
Hal 67-69: Universitas komunikasi. Bandung: Rosdakarya.
Muhammadiyah Surakarta. Santrock J.W. (1998) adolescence by
Edy, Irawan. (2013). Efektivitas the McGraw-Hill: Companies Inc.
Teknik Bimbingan Kelompok Santrock J.W. (200) Perkembanga
untuk Meningkatkan Konsep Diri anak Jakarta: Erlangga.
Remaja. PSIKOPEDAGOGIA Santrock J.W. (2007) Remaja Edisil l
Jurnal Bimbingan dan Konseling, Jilid 1 Jakarta: Erlangga.
Vol.2 (1): 32-46. Sarafino, E.P. (1990). Health
Fatmawati A (2010) Komunikasi Psycology: Biopsycososial
Interpersonal, Komunikasi interaction, Singapore: John Willey
Kelompok Resoles Ikonflik. Skripsi & Son.
tidak diterbitkan. Surakarta: Sari D.p. (2008) Pola asuh orang tua
Universitas Muhammadiyah dalam mengembang kan perilaku
Surakarta. anak. Fokus Volume VIII No 2:
Gunarsa .S.D (2004). Dari anak 127130.
sampa iusia lanjut: Bungarampai

114
PSIKOPEDAGOGIA ISSN: 2301-6167

Sarwono. (1992) .Teori Psikologi orang tua dan solidaritas teman


Sosial. Jakarta : Raja Grafindo sebaya. Skripsi. (Tidak diterbitkan)
Persada. Semarang: Universitas Katholik
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Soegi jopranoto.
Pendidikan (Pendekatan Wungu. (1998). Kecenderungan
Kuantitatif, kualitatif, dan R & D). agresif remaja tuna rungu ditinjau
Bandung: Alfabeta. dari segi ukuran keluarga. Skripsi.
Suryabrata,S. (2005) Pengembangan (Tidak diterbitkan) Semarang:
alat ukur Psikologis. Yogyakarta: Universitas Katholik Soegij
Andi offset. opranoto .
Widiana, H. Herawati S., & Hidayat Yeni M (2011) Bermain role playing
R. (2004) Kontrol diri dan untuk meningkatkan ketrampilan
kecenderungan kencanduan komunikasi siswa TK. Skripisi
internet. Humanitas: Indonesia (Tidak Diterbitkan) Yogyakarta.
Psycological journal Vol IX No:6 Universitas Ahmad Dahlan.
hal 57-63. Yusuf.S. (2000). Psikologi
Widyaningrum. (1998). perkembangan anak dan remaja.
Kecenderungan agresif remaja Bandung: Remaja Rosdakarya.
ditinjau dari persepsi penerimaan

115

Anda mungkin juga menyukai