Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Teori belajar pada dasarnya menjelaskan tentang bagaimana proses belajar
terjadi pada seorang individu. Yang berarti, teori belajar akan membantu
dalm membantu dan memahami bagaimana proses belajar terjadi pada seseorang.
Pemahaman

pada

teori

belajar

akan

membantu

seorang

guru

dalam

menyelenggarakan proses pembelajaran dengan aktif, inovatif, kreatif, efisien, dan


menyenangkan (PAIKEM) (Winasaputra dkk, 2009).
Banyak teori-teori menyangkut dengan proses belajar, salah satunya
adalah Teori Behavior. Teori ini di gagas oleh seorang psikolog John B. Watson
pada tahun 1913 dalam karangannya Psychology as the behaviorist views it.
Dalam karangan tersebut Watson menjelaskan soal tingkah-laku (Yudhawati dan
Haryanto, 2011).
Menurut pandangan psikologi yang dikemukakan oleh John Watson
belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dengan respon.
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika yang bersangkutan dapat
menunjukan perubahan tingkah laku. Menurut teori ini yang penting dalam belajar
adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Teori belajar
menurut John Watson memandang bahwa belajar adalah mengubah tingkah laku
siswa dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dan
tugas guru adalah mengontrol stimulus dan lingkungan belajar agar perubahan
mendekati tujuan yang diinginkan (Yudhawati dan Haryanto, 2011).
Dari permasalahan yang telah disebutkan diatas, penulis menyusun
makalah yang berjudul Teori Belajar Behaviorisme: Watson dan tujuan dari
menulis makalah ini adalah diharapkan pembaca mengetahui teori belajar
behaviorisme, mengetahui teori stimulus-respon Watson, mengetahui kekurangan
dan kelebihan teori belajar Watson, mengetahui penerapan teori belajar Watson.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun permasalahan yang akan dibahas pada makalah ini, yaitu:
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan teori belajar behaviorisme?
1.2.2 Bagaimana teori stimulus-respon Watson?
1.2.3 Apa kekurangan dan kelebihan dari teori belajar Watson?
1.2.4 Bagaimana penerapan teori belajar Watson?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1.3.1 Mengetahui pengertian teori belajar behaviorisme
1.3.2 Mengetahui teori stimulus-respon Watson
1.3.3 Mengetahui kekurangan dan kelebihan teori belajar Watson
1.3.4 Mengetahui penerapan teori belajar Watson
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari makalah ini adalah sebagai
berikut :
1.4.1 Untuk Penulis
Menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis sendiri.
1.4.2

Untuk Mahasiswa
Menambah wawasan dan pengetahuan bagi para mahasiswa yang
membaca makalah ini serta bisa dijadikan motivasi untuk menerapkan
teori belajar Watson

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Behaviorisme
Behaviorisme adalah merupakan teori yang didasarkan pada perubahan
tingkah laku yang bisa diamati (Smith, 2009). Dalam teori behaviorisme, analisis

perilaku yang dapat diukur. Para ahli lebih mengenal dengan nama teori belajar
karena seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar. Belajar artinya perubahan
perilaku

organisme

sebagai

pengaruh

lingkungan.

Behaviorisme

tidak

mempersoalkan baik buruknya perilaku manusia tetapi hanya ingin mengetahui


bagaimana perilaku dikendalikan oleh faktor lingkungan (Sobur, 2009).
Dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi
behaviorisme dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini
berpendapat bahwa tingkah laku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan
tingkah laku adalah hasil belajar. Hubungan stimulus dan respon cenderung
diperkuat bila akibat menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya
tidak memuaskan (Sobur, 2009).
Pada umumnya teori belajar yang termasuk ke dalam behaviorisme
memandang manusia sebagai organisme yang netral-pasif- reaktif terhadap stimuli
di sekitar lingkungannya. Orang akan bereaksi jika diberi rangsangan oleh
lingkungan luarnya. Demikian juga jika stimulus dilakukan secara terus menerus
dan dalam waktu yang cukup lama, akan berakibat berubahnya perilaku individu.
Syarat terjadinya proses belajar dalam pola hubungan S-R ini adalah adanya
unsur: dorongan (drive), rangsangan (stimulus), respons, dan penguatan
(reinforcement).
Terdapat 3 prinsip dalam aliran behaviorisme (Atkinson, dkk., 1999) :
1.

Menekankan respon terkondisi sebagai elemen atau pembangun pelaku.


Kondisi adalah lingkungan external yang hadir dikehidupan. Perilaku muncul

sebagai respon dari kondisi yang mengelilingi manusia dan hewan.


2. Perilaku adalah dipelajari sebagai konsekuensi dari pengaruh lingkungan maka
sesungguhnya perilaku terbentuk karena dipelajari. Lingkungan terdiri dari
pengalaman baik masa lalu dan yang baru saja, materi fisik dan sosial.
Lingkungan yang akan memberikan contoh dan individu akan belajar dari
semua itu.
3. Memusatkan pada perilaku hewan. Manusia dan hewan sama, jadi mempelajari
perilaku hewan dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku manusia.
2.2 Teori Stimulus-Respons John Watson

John Watson adalah seorang tokoh aliran behavioristic yang datang


sesudah Thorndike. Watson dilahirkan 9 Januari 1878 dalam sebuah keluarga
miskin. Orang tuanya adalah Emma Watson dan Kesiah Pickens Butler Watson. Ia
dibesarkan di Travelers Rest, Carolina Selatan dengan lima saudara lainnya. Dia
adalah anak keempat dari enam dari mereka. Pada tahun 1920, John Watson dan
asisten sekaligus istrinya Rosalie Rayner melakuakan satu studi penelitian paling
terkenal dari abad yang lalu. Penelitiannya bertujuan untuk mengetahui kondisi
respons emosional parah pada bayi berusia sembilan bulan, Little Albert. Dia
menetapkan bahwa putih, benda berbulu seperti kelinci tidak akan mengganggu
bayi. Tetapi ketika ia dipasangkan dengan stimulus netral dengan stimulus
bersyarat, itu menciptakan ketakutan pada bayi. Watson menciptakan stimulusrespon baru. Ketika Albert melihat, benda putih berbulu, ia akan merasa takut
karena ia terkait mereka dengan efek negatif. Watson meninggal di New York
City pada 25 September 1958 pada usianya yang ke 80 tahun karena penyakit
sirosis hati.
Pada tahun 1919, pakar psikologi berkebangsaan AS, J.B. Watson dalam
bukunya Psychology from the Standpoint of a Behaviorist mengkritisi metode
introspektif dalam pakar psikologi yaitu metode yang hanya memusatkan
perhatian pada perilaku yang ada atau berasal dari nilai-nilai dalam diri pakar
psikologi itu sendiri (Sobur, 2009). Dalam karyanya ini Watson menetapkan dasar
konsep utama dari aliran behaviorisme :
a.

Psikologi adalah cabang eksperimental dari natural science. Posisinya


setara dengan ilmu kimia dan fisika sehingga introspeksi tidak punya tempat
di dalamnya.

b.

Sejauh ini psikologi gagal dalam usahanya membuktikan jati diri sebagai
natural science. Salah satu halangannya adalah keputusan untuk menjadikan
bidang kesadaran sebagai obyek psikologi. Oleh karenanya kesadaran/mind
harus dihapus dari ruang lingkup psikologi.

c.

Obyek studi psikologi yang sebenarnya adalah perilaku nyata.


Menurut teori Watson, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan

respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku
yang dapat diamati (observabel) dan dapat diukur. Dengan kata lain, walaupun ia

mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama


proses belajar, namun ia menganggap hal-hal tersebut sebagai factor yang tak
perlu diperhitungkan. Ia tetap mengakui bahwa perubahan-perubahan mental
dalam benak siswa itu penting, namun semua itu tidak dapat menjelaskan apakah
seseorang telah belajar atau belum karena tidak dapat diamati (Budiningsih,
2005).
Watson berprinsip hanya menggunakan eksperimen sebagai metode untuk
mempelajari kesadaran. Watson mempelajari penyesuaian organisme terhadap
lingkungannya, khususnya stimuli khusus yang menyebabkan organisme tersebut
memberikan respons. Kebanyakan dari karya-karya Watson adalah komparatif
yaitu membandingkan perilaku berbagai binatang. Karya-karyanya sangat
dipengaruhi karya Ivan Pavlov. Namun pendekatan Watson lebih menekankan
pada peran stimuli dalam menghasilkan respons karena pengkondisian,
mengasimilasikan sebagian besar atau seluruh fungsi dari refleks. Karena itulah,
Watson dijuluki sebagai pakar psikologi S R (stimulus-response) (Atkinson,
dkk., 1999).
Pandangan John Watson
Ada Sembilan pandangan atau teori yang dikemukakan oleh John Watson
ini, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Psikologi mempelajari stimulus dan respons (S-R Psychology). Yang
dimaksud dengan stimulus adalah semua obyek di lingkungan, termasuk
juga perubahan jaringan dalam tubuh. Respon adalah apapun yang
dilakukan sebagai jawaban terhadap stimulus, mulai dari tingkat sederhana
hingga tingkat tinggi, juga termasuk pengeluaran kelenjar. Respon ada yang
overt dan covert, learned dan unlearned.
2. Tidak mempercayai unsur herediter (keturunan) sebagai penentu perilaku.
Perilaku manusia adalah hasil belajar sehingga unsur lingkungan sangat
penting. Dengan demikian pandangan Watson bersifat deterministik,
perilaku manusia ditentukan oleh faktor eksternal, bukan berdasarkan free
will.
3. Dalam kerangka mind-body, pandangan Watson sederhana saja. Baginya,
mind mungkin saja ada, tetapi bukan sesuatu yang dipelajari ataupun akan

dijelaskan melalui pendekatan ilmiah. Jadi bukan berarti bahwa Watson


menolak mind secara total. Ia hanya mengakui body sebagai obyek studi
ilmiah. Penolakan dari consciousness, soul atau mind ini adalah ciri utama
behaviorisme dan kelak dipegang kuat oleh para tokoh aliran ini, meskipun
dalam derajat yang berbeda-beda. Pada titik ini sejarah psikologi mencatat
pertama kalinya sejak jaman filsafat Yunani terjadi penolakan total terhadap
konsep soul dan mind. Tidak heran bila pandangan ini di awal mendapat
banyak reaksi keras, namun dengan berjalannya waktu behaviorisme justru
menjadi populer.
4. Sejalan dengan fokusnya terhadap ilmu yang obyektif, maka psikologi harus
menggunakan metode empiris. Dalam hal ini metode psikologi adalah
observation, conditioning, testing, dan verbal reports.
5. Secara bertahap Watson menolak konsep insting, mulai dari karakteristiknya
sebagai refleks yang unlearned, hanya milik anak-anak yang tergantikan
oleh habits, dan akhirnya ditolak sama sekali kecuali simple reflex seperti
bersin, merangkak, dan lain-lain.
6. Sebaliknya, konsep learning adalah sesuatu yang vital dalam pandangan
Watson, juga bagi tokoh behaviorisme lainnya. Habits yang merupakan
dasar perilaku adalah hasil belajar yang ditentukan oleh dua hukum utama,
recency dan frequency. Watson mendukung conditioning respon Pavlov dan
menolak law of effect dari Thorndike. Maka habits adalah proses
conditioning yang kompleks. Ia menerapkannya pada percobaan phobia
(subyek Albert). Kelak terbukti bahwa teori belajar dari Watson punya
banyak kekurangan dan pandangannya yang menolak Thorndike salah.
7. Pandangannya tentang memory membawanya pada pertentangan dengan
William James. Menurut Watson apa yang diingat dan dilupakan ditentukan
oleh seringnya sesuatu digunakan/dilakukan. Dengan kata lain, sejauhmana
sesuatu dijadikan habits. Faktor yang menentukan adalah kebutuhan.
8. Proses thinking and speech terkait erat. Thinking adalah subvocal talking.
Artinya proses berpikir didasarkan pada keterampilan berbicara dan dapat
disamakan dengan proses bicara yang tidak terlihat, masih dapat
diidentifikasi melalui gerakan halus seperti gerak bibir atau gesture lainnya.

9. Sumbangan utama Watson adalah ketegasan pendapatnya bahwa perilaku


dapat dikontrol dan ada hukum yang mengaturnya. Jadi psikologi adalah
ilmu yang bertujuan meramalkan perilaku. Pandangan ini dipegang terus
oleh banyak ahli dan diterapkan pada situasi praktis. Dengan penolakannya
pada mind dan kesadaran, Watson juga membangkitkan kembali semangat
obyektivitas dalam psikologi yang membuka jalan bagi riset-riset empiris
pada eksperimen terkontrol.
Percobaan John Watson
Pada

dasarnya

Watson

melanjutkan

penelitian

Pavlov.

Dalam

percobaannya, Watson ingin menerapkan classical conditioning pada reaksi


emosional. Hal ini didasari atas keyakinannya bahwa personalitas seseorang
berkembang melalui pengkondisian berbagai refleks (Atkinson, dkk., 1999).
Dalam suatu percobaan yang kontroversial di tahun 1921, Watson dan
asisten risetnya Rosalie Rayner melakukan eksperimen terhadap seorang balita
bernama Albert. Pada awal eksperimen, balita tersebut tidak takut terhadap tikus.
Ketika balita memegang tikus, Watson mengeluarkan suara dengan tiba-tiba dan
keras. Balita menjadi takut dengan suara yang tiba-tiba dan keras sekaligus takut
terhadap tikus. Akhirnya, tanpa ada suara keras sekalipun, balita menjadi takut
terhadap tikus (Atkinson, dkk., 1999).
Kesimpulan Watson
Meskipun eksperimen Watson dan rekannya secara etika dipertanyakan,
hasilnya menunjukkan untuk pertamakalinya bahwa manusia dapat belajar takut
terhadap stimuli yang sesungguhnya tidak menakutkan. Namun ketika stimuli
tersebut berasosiasi dengan pengalaman yang tidak menyenangkan, ternyata
menjadi menakutkan. Eksperimen tersebut juga menunjukkan bahwa classical
conditioning mengakibatkan beberapa kasus fobia (rasa takut), yaitu ketakutan
yang yang tidak rasional dan berlebihan terhadap objek-objek tertentu atau situasisituasi tertentu. Pakar psikologi sekarang dapat memahami bahwa classical
conditioning dapat menjelaskan beberapa respons emosional seperti kebahagiaan,
kesukaan, kemarahan, dan kecemasan yaitu karena orang tersebut mengalami
stimuli khusus. Sebagai contoh, seorang anak yang memiliki pengalaman
menyenangkan dengan roller coaster kemungkinan belajar merasakan kesenangan

justru karena melihat bentuk roller coaster tersebut. Bagi seorang dewasa yang
menemukan sepucuk surat dari teman dekat di dalam kotak surat, hanya dengan
melihat alamat pengirim yang tertera disampul surat kemungkinan menimbulkan
perasaan senang dan hangatnya persahabatan (Sobur, 2009).
Pakar psikologi menggunakan prosedur classical conditioning untuk
merawat fobia (rasa takut) dan perilaku yang tidak diinginkan lainnya seperti
kecanduan alkohol dan psikotropika. Untuk merawat fobia terhadap objek-objek
tertentu, pakar psikologi melakukan terapi dengan menghadirkan objek yang
ditakuti oleh penderita secara berangsur-angsur dan berulang-ulang ketika
penderita dalam suasana santai. Melalui fase eliminasi (eliminasi stimulus
kondisi), penderita akan kehilangan rasa takutnya terhadap objek tersebut. Dalam
memberikan perawatan untuk pecandu alkohol, penderita meminum minuman
beralkohol dan kemudian menenggak minuman keras tersebut sehingga
menyebabkan rasa sakit di lambung. Akhirnya ia merasakan sakit lambung begitu
melihat atau mencium bau alkohol dan berhenti meminumnya. Keefektivan dari
terapi seperti ini sangat bervariasi bergantung individunya dan problematika yang
dihadapinya (Fajar, 2010).
2.3 Kelebihan dan Kekurangan Teori Watson
Kelebihan
1.

Setiap teori dilandaskan dengan eksperimen atau penelitian sehingga lebih

akurat dan dapat dipercaya.


2. Secara keseluruhan konsep konsep yang ada pada teori tersebut cukup
mudah dipahami.
Kekurangan
1.
2.

Karya karyanya yang masih dipengaruhi oleh Ivan Pavlov


Eksperimennya masih dipercayakan secara etika

2.4 Penerapan Teori Belajar Watson


Konsep stimulus diterapkan dalam proses pembelajaran dalam bentuk
penjelasan tentang tujuan, ruang lingkup, dan relevansi pembelajaran, dan dalam
bentuk penyajian materi. Sementara itu, konsep respons diterapkan dalam bentuk
jawaban siswa terhadap soal-soal tes dan atau ujian setelah materi disajikan, atau

hasil karya siswa setelah prosedur pembuatan karya disampaikan (Winasaputra


dkk, 2009). Proses pembelajaran juga akan berjalan dengan baik jika ada
dorongan atau kebutuhan yang jelas dari pihak guru maupun siswa. Hal ini
dioperasionalkan dalm bentuk tujuan intruksional atau tujuan pembelajaran
(umum maupun khusus), yang harus dapat diukur sehingga perubahan perilaku
siswa dapat jelas terlihat sebagai akibat dari proses pembelajaran. Dalam
perencanaan pembelajaran, guru menuliskan tujuan instruksional atau tujuan
pembelajaran yang umum maupun yang khusus. Agar dapat diukur dan bersifat
operasional, penulisan tujuan pembelajaran selalu menggunakan kata kerja
operasional yang dapat diukur. Hal ini merupakan bentuk penerapan konsep
observable behaviour (Muhibbin, 2006).
Respons yang diharapkan dimunculkan siswa sebagai hasil belajar
haruslah sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Dengan
demikian, jelaslah dapat terlihat apa-apa yang akan dicapai dari suatu proses
pembelajaran, atau dengan kata lain, respons siswa sudah dapat diramalkan hanya
dengan membaca atau melihat tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Perbedaan
antara hasil belajar yang dicapai siswa dengan tujuan yang telah ditetapkan
menunjukkan tingkat keberhasilan suatu proses pembelajaran (Yudhawati dan
Haryanto, 2011).

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Behaviorisme adalah merupakan teori yang didasarkan pada perubahan
tingkah laku yang bisa diamati.
2. Teori stimulus-respon Watson belajar merupakan akibat adanya interaksi
antara stimulus dengan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu
jika yang bersangkutan dapat menunjukan perubahan tingkah laku.
Menurut teori ini yang penting dalam belajar adalah input yang berupa
stimulus dan output yang berupa respon.

3. Kelebihan teori Watson: Setiap teori dilandaskan dengan eksperimen atau


penelitian sehingga lebih akurat dan dapat dipercaya, secara keseluruhan
konsep konsep yang ada pada teori tersebut cukup mudah dipahami.
Kekurangan teori Watson : Karya karyanya yang masih dipengaruhi oleh
Ivan Pavlov, dan eksperimennya masih dipercayakan secara etika.
4. Penerapan teori belajar Watson adalah sebagai berikut, dalam perencanaan
pembelajaran,

guru

menuliskan

tujuan

instruksional

atau

tujuan

pembelajaran yang umum maupun yang khusus. Agar dapat diukur dan
bersifat operasional, penulisan tujuan pembelajaran selalu menggunakan
kata kerja operasional yang dapat diukur. Hal ini merupakan bentuk
penerapan konsep observable behaviour.
3.2 Saran
Beberapa saran dan rekomendasi kepada:
1. Penulis
Makalah ini diharapkan untuk diperbaiki lagi agar lebih berguna dan
bermanfaat bagi pembaca.
2. Mahasiswa dan Siswa
Makalah ini dapat dijadikan sebagai sumber pembelajaran bagi
mahasiswa dan siswa, sumber infromasi, dan dapat digunakan sebagai
referensi.

DAFTAR RUJUKAN
Atkinson, Rita L., dkk. 1999. Pengantar Psikologi Jilid 1. Jakarta : Penerbit
Erlangga.
Budiningsih, C. Asri. 2005. Belajar & Pembelajaran. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Fajar, S. 2010. Teori Belajar. Semarang : Universitas Negeri Semarang.
Muhibbin, Syah. 2006. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung:
Remaja Rosdakarya
Smith, Mark K. 2009. Teori Pembelajaran dan Pengajaran. Yogyakarta : Mieza
Media Pustaka.
Sobur, Alex. 2009. Psikologi Umum. Bandung : Pustaka Setia.
Winasaputra, dkk. 2009. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas
Terbuka.
10

Yudhawati, Ratna dan Haryanto, Dani. 2011. Teori-Teori Dasar Psikologi


Pendidikan. Jakarta : Prestasi Pustaka.

11

Anda mungkin juga menyukai