Anda di halaman 1dari 24

Faktor yang mendorong dan menghambat perkembangan

pendidikan matematika
Dalam perkembangan pendidikan matematika ada faktor yang
mendorong dalam mempengaruhi keberhasilan tersebut , tapi ada juga
menjadi penghambat dalam keberhasilan tersebut. Saat ini kita akan bahas
terlebih dahulu faktor yang menghambat.Hambatan perkembangan belajar
bukan suatu hambatan tunggal, tetapi merupakan kategori umum dari
pendidikan khusus yang terdiri dari hambatan dalam beberapa dari tujuh
bidang khusus ini, yaitu:

1. bahasa reseptif (memaknai apa yang didengar)

2. bahasa ekspresif (bicara)

3. keterampilan dasar membaca

4. memahami bacaan

5. ekspresi tulisan

6. hitungan matematik

7. berpikir matematik.

Bentuk lainnya dari hambatan ini yang sering terjadi antara lain
kurangnya keterampilan sosial dan gangguan emosi atau perilaku seperti
hambatan pemusatan perhatian (ADD/Attention Deficit Disorder). Hambatan
perkembangan belajar tidak sama dengan ketidakmampuan membaca atau
disleksia meskipun ini sering disalah artikan seperti itu. Tetapi apabila kita
kaji lebih jauh, sebenarnya sangat banyak informasi yang ada berkenaan
dengan hambatan perkembangan belajar tersebut, berhubungan dengan
kesulitan membaca, dan banyak anak-anak dengan kesulitan belajar yang
kekurangan utamanya dalam membaca.

Suatu bagian yang penting dari definisi hambatan perkembangan


belajar menurut the IDEA (the Individuals with Disabilities Education Act)
adalah bukan termasuk atau tidak dapat dihubungkan terutama dengan
tunagrahita (Mentally Retarded), gangguan emosi dan perilaku (tunalaras),
perbedaan budaya, atau kondisi lingkungan atau ekonomi yang tidak
menguntungkan. Dalam hal ini, konsep hambatan perkembangan belajar itu
fokus pada ketidaksesuaian antara prestasi akademik seorang anak dengan
kemampuan dia yang kelihatan dan aktivitasnya dalam belajar. Diperjelas
oleh hasil penelitian Zigmond (2003: 72), bahwa hambatan ini merupakan
refleksi masalah belajar yang tidak terduga dalam suatu kemampuan anak
yang nampak.

Jadi masalah yang berhubungan dengan hambatan perkembangan


belajar pada umumnya meliputi validitas yang diperkirakan akan terjadi,
kesulitan dalam identifikasi dan pembelajaran pada anak hambatan
perkembangan belajar, melakukan identifikasi, klasifikasi, pelaksanaan
intervensi dan membedakan jenis-jenis hambatan belajar (seperti: hambatan
membaca, menulis, dan matematik itu sendiri) yang berhubungan dengan
anak-anak tersebut menjadi tidak optimal.

Selain dari pada itu semua, ada juga faktor yang mendorong dalam
matematika,yaitu adanya motivasi belajar daripada siswa itu sendiri.Dimana
motivasi belajar dibagi menjadi dua jenis yaitu:

1. Motivasi ekstrinsik
Motivasi ini disebabkan oleh kejadian oleh kejadian atau ganjaran dari luar
diri siswa yang tidak terkait dengan situasi belajar itu sendiri,artinya apa
yang dipelajari tidak ada hubungan dengan tujuan yang ingin
diraihnya.Termasuk dalam motivasi belajar matematika yang ekstrinsik
antara lain:
a. Belajar matematika karena untuk memenuhi tugas dan kewajiban guru.
b. Belajar matematika karena menghindari hukuman.
c. Belajar matematika demi untuk mendapatkan hadiah.
d. Belajar matematika karena ingin meningkatkan gengsi.
e. Belajar matematika demi memperoleh pujian orang lain.
2. Motivasi intrinsik
Motivasi ini adalah adanya motif-motif yang aktif dan berfungsinya tidak
perlu dirangsang dari luar.Termasuk dalam motivasi belajar matematika yang
intrinsik antar lain:
a. Belajar matematika karena rasa ingin mengetahui tentang matematika.
b. Belajar matematika karena hasrat untuk berprestasi di bidang matematika
secara baik.
c. Belajar matematika karena ingin memperoleh kepuasaan diri.
d. Belajar matematika karena ingin bisa mencapai hasil yang diinginkan.

"PERKEMBANGAN PENGAJARAN MATEMATIKA DI


DALAM NEGERI DAN LUAR NEGERI." Transcript
presentasi:
1 PERKEMBANGAN PENGAJARAN MATEMATIKA DI DALAM NEGERI DAN LUAR
NEGERI
2 PERKEMBANGAN PENGAJARAN MATEMATIKA DI DALAM NEGERI Awal
Pembaharuan Di Indonesia, nama matematika berangsur-angsur digunakan sejak tahun 1970

3 Langkah awal dalam pembaharuan itu dilakukan dengan memilih buku sumber utama
matematika yaitu belajar berhitung, terbitan departemen P dan K tahun 1970 dengan buku
pendamping Didaktik berhitung, terbitan Bhatara tahun 1969. Kedua buku itu disusun oleh Dr.
Supartinah Pakasi. Penggunaan buku itu hanya 1 jilid saja.

4 Langkah berikutnya, setelah penggunaan buku belajar berhitung adalah menterjemahkan buku
Entebbe Mathematics Series (buku matematika modern untuk SD) yang kemudian menghasilkan
12 buku murid dan 12 buku pedoman khusus ditambah dengan sebuah buku pedoman umum.
Penterjemahan baru selesai sekitar tahun 1972- 1973. ( pengajaran matematika modern praktis
menggantikan pengajaran berhitung di SD sejak tahun itu )

5 Meskipun kurikulum 1968 sudah ditinggalkan, namun resminya peralihan dari belajar
berhitung ke pengajaran matematika modern adalah tahun 1975, sejak diberlakukannya
kurikulum 1975. Materi yang termuat dalam matematika modern : Himpunan Macam-macam
bilangan Bilangan dasar non decimal Aritmetika jam Pengantar teori kemungkinan
Pengerjaan hitung Geometri

6 Pengajaran matematika tradisional Materi : Bilangan asli beserta operasi hitungnya, bilangan
cacah beserta operasi hitungnya, bilangan rasional beserta operasi hitungnya, sampai dengan
bilangan real beserta operasi hitungnya. Tujuan dari pengajaran berhitung lama adalah untuk
melatih otak, yang sifatnya drill.

7 Pengajaran matematika tradisional Di awal abad ke-20, terdapat faham baru yang dilontarkan
oleh E.Thorndike. Thorndike merumuskan teori pengaitan. Dalam proses belajar-mengajar yang
dilandasi teori ini, guru memberikan rangsangan atau stimulus berupa pertanyaan, baik
pertanyaan yang sifatnya menelusuri pengetahuan yang telah diperoleh, maupun pertanyaan
tentang pendapat siswa terhadap suatu masalah tertentu. Dengan adanya stimulus itu maka akan
muncul respon dari siswa. Jika proses ini dilakukan secara berulang, maka penguasaan bahan
akan tercapai. Faham thorndike -- Drill --- Keterampilan berhitung \( - ) : penalaran siswa
terhadap suatu konsep kurang mendapat perhatian

8 Beberapa kelemahan pengajaran matematika tradisional Keterampilan berhitung dan proses


menghafal yang sifatnya mekanis lebih diutamakan tanpa usaha mendalami pengertiannya
Pengajaran matematika lama (berhitung) kurang memberi rangsangan pada siswa untuk
memotivasi dan memacu keingintahuan pada diri mereka. Siswa kurang banyak diberi
kesempatan untuk memahami konsep yang diberikan, tapi lebih disibukkan pada penghafalan,
dan latihan keterampilan Materi dalam berhitung lama tidak berkesinambungan

9 Dalam berhitung lama topik matematika yang diberikan kurang ada hubungan dengan
penerapan dalam kehidupan sehari-hari e.g: statistika kurang banyak diberikan, tidak ada
penjelasan tentang bangun ruang, Berhitung lama kurang memperhatikan ketepatan bahasa
penalaran siswa terhadap konsep yang sesungguhnya kurang mendapat perhatian.
10 Perkembangan Pengajaran Matematika di Luar Negeri Sampai tahun 1950 bahkan
sebelumnya di Amerika Serikat sudah ada kesepahaman bersama bahwa : pengajaran
matematika tidak berhasil pada umumnya siswa takut terhadap pelajaran matematika dan tidak
menyukainya banyak sekali orang dewasa yang tidak mampu mempertahankan kemampuan
yang telah dimilikinya. (menurut Morris Kline, yang dikutip oleh Ruseffendi)

11 Penyebab Pembaharuan Pengajaran Matematika di AS

12 Pada pertengahan abad ke 20 di Amerika Serikat terdapat beberapa proyek pengajaran


matematika: UICSM (The University of illinois comittee on school Mathematics) oleh Beberman
pada tahun 1952. UICSM Merupakan proyek pembaharuan matematika yang menekankan pada
pengertian dan penemuan yang kemudian merupakan cikal bakal matematika modern (New
Math) SMSG (School Mathematics Study Group) oleh Dr. E Begle tahun 1958

13 CIRI CIRI MATEMATIKA MODERN 1.Menekankan pada pengertian dan metode


penemuan Pada matematika modern siswa harus mengerti materi matematika baru kemudian di
hapal 1.Matematika modern (NeW MaTh) memuat materi baru Materi baru yang termuat
adalah : bilangan dasar non desimal aritmetika jam/modular teori himpunan aljabar abstrak
logika matematika aljabar boole Statistika Probabilitas topologi

14 CIRI CIRI MATEMATIKA MODERN 3. Pendekatan materi dalam matematika modern


adalah matematika deduktif. Baik dalam kurikulum Amerika Serikat maupun kurikulum 1975,
geometri yang diajarkan merupakan geometri deduktif, sedangkan aritmetika dan aljabar tidak
diberikan secara deduktif. Pada matematika modern pendekatan deduktif ini tidak saja dalam
geometri tetapi juga dalam aritmetika dan aljabar. Namun pengajaran matematika pada anak usia
dini masih tetap menggunakan pendekatan induktif.

15 CIRI CIRI MATEMATIKA MODERN 4. Dalam matematika modern ketepatan bahasa


sangat diperhatikan 5. Matematika modern sangat menekankan pada struktur. Terlihat dengan
adanya pendalaman struktur aljabar yang memuat sifat komutatif, assosiatif, unsur satuan, unsur
invers, unsur komplemen, operasi biner dan operasi invers. Materi-materi ini termuat dalam
penjelasan topik- topik seperti : Ring, grup, dan field.

16 Pembelajaran Matematika Masa Kini

17 Pembelajaran matematika tahun 80-an dikaitkan dengan kemajuan teknologi

18 CIRI CIRI PEMBELAJARAN MATH MASA KINI 1.Kalkulator dan komputer harus
digunakan semaksimal mungkin 2.Pembelajaran matematika harus menggunakan pendekatan
pemecahan masalah 3.Semua siswa harus mendapatkan pembelajaran matematika lebih lama
4.Guru-guru matematika harus meningkatkan diri 5.Pembelajaran matematika harus efektif dan
efisien 6.Evaluasi harus dengan alat ukut yang lebih luas dari pada oleh alat evaluasi
konvensional

19 PEMBELAJARAN MATEMATIKA MASA KINI DI INDONESIA 1.Pembelajaran


matematika berdasarkan kurikulum 1984 * Menganut prinsip CBSA * Penambahan materi
seperti komputer dan aritmetika sosial * Beberapa alasan perubahan kurikulum 1975 menjadi
1984 pada bidstud math di SLTA adalah : 1. Materi yang terlalu padat 2. Adanya perbedaan
kemajuan teknologi pada tiap daerah 3. Adanya kesenjangan antara kurikulum dalam
pelaksanaanya di sekolah dengan kebutuhan di lapangan 4. Belum ada kesesuaian antara materi
pada kurikulum dengan tahap kemampuan anak didik

20 2. Pembelajaran Matematika Berdasarkan kurikulum 1994 Kurikulum 1994 ini disusun untuk
mweujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan siswa dan
kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan IPTEK
serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang pendidikan. Pada kurikulum 1994, berhitung
mendapatkan porsi dan penekanan utama

21 2. Pembelajaran Matematika Berdasarkan KBK Dengan KBK, pembelajaran matematika saat


ini diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan matematika, pemahaman matematika,
kemampuan terhadap nilai, sikap dan minat PD supaya dapat melakukan sesuatu dalam bentuk
kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan. Proses pembelajaran di SD berdasarkan KBK
menggunakan pendekatan induktif dan pada jenjang yang lebih tinggi dengan pendekatan
deduktif.

22 Keunggulan pembelajaran matematika berdasarkan KBK : 1.Pembelajaran matematika


bersifat kontekstual (alamiah) untuk mengembangkan berbagai kompetensi matematika sesuai
dengan kompetensi masing-masing anak didik. 2.Anak didik merupakan subjek atau pelaku
belajar 3.Pembelajaran matematika berdasarkan KBK dapat menjadi dasar pengembagan
kemampuan pada bidang lain seperti ekonomo, IPA, dll. 4.Pembelajaran matematika berdasarkan
KBK bersifat realistik
Perkembangan Pembelajaran Matematika Di Indonesia
1. Pembelajaran Matematika Tradisional
PembelajaranMatematika di Indonesia sudah lama ada jadi kita akan membahas terlebih
dahulu secara trdisionalnya. Berawal sejak Indonesia terlepas dari penjajahan kolonial, maka
mulailah berbenah diri menyusun sebuah program pendidikan untuk rakyatnya. Matematika
adalah salah satu mata pelajaran yang diletakan sebagai mata pelajaran wajib bagi peserta didik
pada setiap tingkatan, mulai dari tingkat dasar, menengah sampai pada tingkatan atas. Pada saat
itu matematika lebih memfokuskan pada konsep hitung dan cara menghitung. Materi-materi
yang diberikan seakan sudah menjadi konsensus pada masyarakat, sehingga jika ada perubahan-
perubahan maka munculah protes-protes terhadap pendidikan matematika.
Untuk pertama kali yang diperkenalkan kepada siswa adalah bilangan asli dan
membilang, kemudian penjumlahan dengan jumlah kurang dari sepuluh, pengurangan yang
selisihnya positif dan lain sebagainya. Ada beberapa ciri dalam pendidikan matematika
tradisional menekankan pada hafalan daripada pengertian. Sehingga pembelajaran matematika
pada masa itu menekankan bagaimana sesuatu itu dihitung bukan mengapa sesuatu itu
dihitungnya demikian, lebih mengutamakan kepada melatih otak bukan kegunaan, bahasa/istilah
dan simbol yang digunakan tidak jelas, urutan operasi harus diterima tanpa alasan, dan lain
sebagainya. Operasi hitung pada masa itu terfokus pada perkalian, pembagian, penjumlahan dan
pengurangan. Proses dimana melakukan operasi hitung mulai dari mendahulukan perkalian
kemudian pembagian, penjumlahan dan pengurangan. Namun pada tahun 1974 operasi hitung ini
tidak lagi kuat, banyak kasus yang dapat melemahkan pendapat tersebut.
Sedang pada sekolah tingkat menengah materi yang diajarkan adalah Aljabar dan
Goemetri bidang. Geometri ini diajarkan secara terpisah dengan Geometri ruang selama tiga
tahun. Sedangkan yang diberikan di sekolah menengah atas adalah aljabar, geometri ruang,
goneometri, geometri lukis, dan sedikit geometri analitik bidang. Geometri ruang tidak diajarkan
serempak dengan geometri ruang, geomerti lukis adalah ilmu yang kurang banyak diperlukan
dalam kehidupan sehingga menjadi abstrak dikalangan siswa.
a. Perkembangan pembelajaran matematika 1947-1964
Awalnya pada tahun 1947, kurikulum saat itu diberi nama Rentjana Pelajaran1947. Pada
saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial
Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya. Rentjana
Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena
suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan maka
pendidikan sebagai development conformism lebih menekankan pada pembentukan karakter
manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini.
Setelah Rentjana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami
penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum
ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus
ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran
yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem
kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran
kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai
keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD.

b. Perkembangan pembelajaran matematika pada tahun 1968


Perkembangan pembelajaran matematika pada tahun 1968 mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut:
a) Dalam pengajaran Geometri, penekanan lebih pada keterampilan berhitung. Misalnya
menghitung luas bangun geometri datar atau volume bangun geometri ruang bukan pada
penngertian bagaimana rumus-rumus untuk perhitungan itu di peroleh. (Ruseffendi, 1985,h.33)
b) Lebih mengutamakan hafalan yang sifatnya mekanis daripada pengertian (Ruseffendi,1979,h.2)
c) Program berhitung kurang memperhatikan aspek kontinuitas dengan materi pada jenjang
berikutnya, serta kurang terkait dengan dunia luar (Ruseffendi,1979,h.4)
d) Penyajian materi kurang memberikan peluang untuk tumbuhnya motivasi serta rasa ingin tahu
anak (Ruseffendi,1979,h.5)
Jika dilihat dari ciri-ciri pengajaran matematika dimulai dengan penjelasan singkat yang
disertai tanya jawab dan penyajian contoh serta dilanjutkan dengan pengerjaan soal-soal latihan
baik yang bersifat prosedural atau penggunaan rumus tertentu. Dalam proses pengajaran
pengerjaan soal-soal latihan merupakan kegiatan yang diutamakan dengan maksud untuk
memberi penguatan pada apa yang sudah dicontohkan guru di depan kelas. Dengan demikian,
latihan untuk menghafal fakta dasar, algoritma, atau penggunaan rumus-rumus tertentu dapat
dilakukan melalui pengerjaan soal-soal yang diberikan.
Dalam teori Belajar Skinner (dalam Ruseffendi, 1998,h.171), untuk menguatkan pemahaman
siswa tentang apa yang baru dipelajari, maka setelah terjadinya proses stimulus-respon yang
antara lain berupaya tanya jawab dalam proses pengajaran harus dilanjutkan dengan memberikan
penguatan antara lain berupa latihan soal-soal. Dengan demikian teori belajar yang dominan
digunakan dalam implementasi kurikulum matematika 1968 adalah Teori Belajar Skinner.

c. Kelemahan Kelemahan Pembelajaran Matematika Tradisional


Dalam penerapan pengajaran matematika tradisional terdapat berbagai kelemahan baik itu
dalam materi yang disampaikan maupun dalam proses kegiatan belajar-mengajarnya. Beberapa
kelemahan itu antara lain adalah :
a) Keterampilan berhitung dan proses menghafal yang sifatnya mekanis lebih diutamakan tanpa
usaha mendalami pengertiannya.
b) Pada pengajaran matematika tradisional siswa diharuskan menguasai dan menghafalkan
perkalian dan penjumlahan bilangan-bilangan kecil diluar kepala. Bagi siswa yang tidak mampu
berbuat demikian maka akan dikategorikan sebagai siswa yang bodoh. Teknik menghafal
perkalian bilangan-bilangan kecil dimaksudkan untuk mempermudah melakukan perkalian dari
bilangan-bilangan yang lebih besar dengan lebih cepat.
c) Operasi perkalian antara pecahan lebih mengutamakan hafalan cara-cara yang biasa dipakai.
Namun penalaran siswa terhadap konsep yang sesungguhnya kurang mendapat perhatian.
Misalnya dalam pembagian pecahan 5/7 dengan 5/8, biasanya siswa diajarkan secara langsung
dengan melakukan langkah-langkah seperti berikut : 3/7 : 5/8 = 3/7 x 8/5 = 24/35
d) Siswa umumnya tidak pernah mengetahui mengapa langkah demikian itu benar dan
diperbolehkan. Demikian pula sifat apa yang digunakan dalam operasi pembagian itu tidak
pernah diketahuinya, konsep atau hukum apa yang digunakan untuk mendapatkan hasil tersebut
tidak pernah diungkapkan. Dengan demikian menghafal lebih diutamakan daripada pengertian
itu sendiri.
e) Pengajaran matematika lama (berhitung) kurang memberi rangsangan pada siswa untuk
bermotivasi dan memacu keingintahuan pada diri mereka.
f) Siswa biasanya disibukkan dengan metode menghafal dan latihan keterampilan sehingga kurang
diberi kesempatan untuk memahami konsep dan pengertian tentang materi yang diberikan.
Mereka tidak secara tuntas mendalami pengertian konsep karena rasa ingin tahu dan penasaran
siswa tidak dapat tersalurkan sehingga mereka kurang termotivasi untuk mempelajarinya.
g) Materi dalam berhitung lama tidak berkesinambungan
h) Terdapat materi atau topik pada tingkat atas yang belum pernah diajarkan pada pelajaran tingkat
sebelumnya sehingga siswa akan merasa asing dengan dengan materi yang diberikan sehingga
kurang bisa dikuasainya.
i) Dalam berhitung lama topik matematika yang diberikan kurang ada hubungan dengan
penerapan dalam kehidupan sehari-hari.
j) Materi yang disajikan pada umumnya kurang behubungan dengan kehidupan sehari-hari, begitu
pula sebaliknya banyak materi yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari malah tidak
diajarkan pada siswa. Misalnya dalam ilmu berhitung lama tidak banyak mempelajari statistik
padahal dalam kehidupan sehari-hari sering digunakan. Begitu pula dalam pelajaran bangun
ruang biasanya diajarkan menghitung luas bangun yang teratur bentuknya seperti kubus, balok,
dan sebagainya, tetapi jarang sekali diajarkan cara menghitung luas bangun yang bentuknya
tidak beraturan padahal sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari.
Berhitung lama kurang memperhatikan ketepatan bahasa.
k) Dalam berhitung sering digunakan istilah-istilah yang keliru. Misalnya angka 6 disebut bilangan
padahal 6 adalah lambang bilangan. Demikian pula dalam segitiga sering dikatakan luas segitiga
padahal seharusnya adalah luas daerah segitiga.

2. Pembelajaran Matematika Modern


Kita sekarang beranjak ke pendidikan matematika modern setelah kita tadi membahas
pendidikan matematika tradisional. Pendidikan modern dimulai karena adanya perkembangan
teknologi di negara-negara maju yang menyebabkan kurangnya kemampuan orang-orang untuk
menangani teknologgi tersebut.
Pendidikan matematika modern di Indonesia resminya dimulai pada tahun 1975 yang
disusun untuk menutupi kekurangan dari pembelajaran matematika yang banyak menerapkan
hafalan daripada menerapkan pengertian, kontinuitas dan tidak merangsang pemikiran siswa.
Adapun karakteristik kurikulum 1975 adalah:
a. Memuat topik-topik dan pendekatan baru. Topik-topik baru yang muncul adalah himpunan,
statistik dan probabilitas, relasi, sistem numerasi kuno, penulisan lambang bilangan non desimal.
b. Pembelajaran lebih menekankan pembelajaran bermakna dan berpengertian dari pada hafalan
dan ketrampilan berhitung.
c. Program matematika sekolah dasar dan sekolah menengah lebih continue
d. Pengenalan penekanan pembelajaran pada struktur
e. Programnya dapat melayani kelompok anak-anak yang kemampuannya hetrogen.
f. Menggunakan bahasa yang lebih tepat.
g. Pusat pengajaran pada murid tidak pada guru.
h. Metode pembelajaran menggunakan meode menemukan, memecahkan masalah dan teknik
diskusi.
i. Pengajaran matematika lebih hidup dan menarik.

3. Pembelajaran Matematika Masa Kini


Setelah adanya kurikulum 1975 dilanjutkan kembali dengan kurikulum 1980 yang
merupakan awal dari pendidikan masa kini. Pada tahun 1980 terjadi lagi revolusi dalam
pendidikan matematika di indonesia walau tak sedasyat sebelumnya. Penyebabnya sama yaitu
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemudian pada tahun 1984 indonesia meluncurkan
kurikulum 1984
Alasan dalam menerapkan kurikulum baru tersebut antara lain, adanya sarat materi,
perbedaan kemajuan pendidikan antar daerah dari segi teknologi, adanya perbedaan kesenjangan
antara program kurikulum di satu pihak dan pelaksana sekolah serta kebutuhan lapangan dipihak
lain, belum sesuainya materi kurikulum dengan tarap kemampuan anak didik. Dan, cara belajar
siswa aktif menjadi karakter yang begitu melekat erat dalam kurikulum tersebut.
Pada kurikulum ini sekolah dasar diberikan materi aritmatika dan menengah atas diberi
pembelajaran komputer. Sementara itu langkah-langkah agar pelaksanaan kurikulum berhasil
adalah melakukan hal-hal sebagai berikut;
a. Guru supaya meningkatkan profesinalisme
b. Dalam buku paket harus dimasukkan kegiatan yang menggunakan kalkulator dan komputer
c. Sikronisasi dan kesinambungan pembelajaran dari sekolah dasar dan sekolah lanjutan
d. Pengevaluasian hasil pembelajaran
e. Prinsip cara belajar siswa aktif di pelihara terus
Sejak awal dekade tahun 1990an mulai berkembangnya PMR (Pembelajaran Matematika
Realistik). Dimana Indonesia bekerja sama dengan Belanda untuk menindak lanjuti metode ini.
Menurut Freudenthal matematika sebaiknya diajarkan dengan mengaitkannya dengan realitas
sejalan dengan pengalaman murid serta relefan terhadap masyarakat. Bahan pelajaran hendaknya
diatur sedemikian rupa sehingga para siswa berpeluang menemukan kembali (guided re-
invention ) matematika atau rumusnya. Ini berarti bahwa dalam pendidikan matematika, pusat
perhatian bukanlah pada matematika sebagai suatu produk yang siap pakai melainkan pada
kegiatan, pada proses mematematisasi.
Lalu dirumuskan ke dalam dua jenis matematisasi : secara vertical dan secara horizontal.
Dalam matematisasi horisontal, permasalahan dalam kehidupan sehari-hari (real) berusaha
dirumuskan atau diterjemahkan ke dalam bahasa atau rumus matematika. Sedangkan
matematisasi vertikal berarti kita bekerja dalam sistem matematika itu sendiri; jadi permasalahan
sudah dirumuskan dalam bahasa atau rumus matematika dan diselesaikan secara matematika.
Namun pengertian realistik di sini sering disalahartikan. Pengertian realistik dalam
pendidikan matematika realistik bukan hanya karena bahan pelajaran terkait dengan dunia
real/nyata tetapi karena tekanannya pada permasalahan yang bagi murid terasa real/nyata. Ini
berarti bahwa permasalahan tidak perlu berasal dari dunia nyata tapi juga mungkin dari dunia
fantasi tapi dapat dibayangkan oleh siswa. PMR bukan suatu produk yang telah selesai tapi
masih banyak ruang untuk berkembang sesuai dengan tuntutan budaya setempat dan jaman.
Kurukulum 1994
Pada tahun 1994 kegiatan metematika internasional begitu marak diadakan, seperti
olimpiade-olimpiade matematika. Indonesia juga tidak ketinggalan mengikuti olimpiade namun
jarang mendapatkan medali. Karena itulah disusun kurikulum 1994. Kurikulum ini memiliki
kekhasan struktur materi sudah disesuaikan dengan psikologi perkembangan anak, materi
keahlian seperti komputer semakin mendalam, model-model pembelajaran matematika
kehidupan disajikan dalam berbagai pokok bahasan. Intinya pembelajaran matematika saat itu
mengedepankan tekstual materi namun tidak melupakan hal-hal kontekstual yang berkaitan
dengan materi. Soal cerita menjadi sajian menarik disetiap akhir pokok bahasan, hal ini diberikan
dengan pertimbangan agar siswa mampu menyelesaikan permasalahan kehidupan yang dihadapi
sehari-hari.
Kurikulum 2004
Setelah beberapa dekade menjalankan kurikulum 1994, indonesia mengganti kurikulum
menjadi kurikulum 2004. Dimana dulu guru yang selalu aktif dalam kegiatan belajar mengajar,
seperti menberi materi, contoh dll.
Secara khusus model pembelajaran matematika dalam kurikulum tersebut mempunyai
tujuan antara lain;
a. Melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan
penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkankesamaan, perbedaan, konsistensi dan
iskonsistensi
b. Mengembangkan aktifitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan
mengembangkan divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta
mencoba-coba.
c. Mengembangkan kemampuan memcahkan masalah Mengembangkan kewmapuan
menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan
lisan, catatan, grafik, diagram, dalam menjelaskan gagasan.

C. Tujuan Pembelajaran Matematika


Tujuan pembelajaran matematika adalah terbentuknya kemampuan bernalar pada siswa
yang tercermin melalui kemampuan berpikir kritis, logis, sistematis, dan memiliki sifat obyektif,
jujur, disiplin, dalam memecahkan suatu permasalahan baik dalam bidang matematika maupun
bidang lain dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun tujuan lain yaitu:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan
konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah;
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat
generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika;
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, marancang model
matematika, menyelesaikan model dan menafsirka solusi yang diperoleh;
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan symbol, table, diagaram, atau media lain untuk
memperjelas keadaan atau masalah;
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin
tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam
pemecahan masalah (Depdiknas, 2006). Berdasarkan tujuan tersebut pemerintah telah melakukan
pembaharuan dan usaha untuk melakukan perbaikan pada system pendidikan, seperti
penyempurnaan kurikulum, dengan meningkatkan kemampuan guru melalui penataran.
D. Pendekatan Pembelajaran Matematika
Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME), pertama kali berkembang pada
tahun 1970-an. Freudhental adalah pertama yang mengembangkannya.Menurut pandangannya
matematika memiliki nilai kemanusian maka pembelajarannya harus dikaitkan dengan realita.
Dekat dengan pengalaman anak serta relevan untuk kehidupan masyarakat.Matematika adalah
sesuatu aktivitas manusia, Matematika ditemukan sendiri oleh siswa, guru membimbing siswa
dengan guided reinvention dan diakhiri adanya proses matematisasi.
Pendekatan open ended, pertama kali dikembangkan oleh Becker dan Simada (1997) di
Jepang. Ciri utama open ended adalah suatu masalah diformulasikan sedemikian sehingga
memiliki kemungkinan variasi jawaban benar baik dari segi aspek cara atau pun hasilnya.
Pendekatan Kontekstual, pendekatan ini berasal dari Amerika adalah suatu pendekatan
yang memungkinkan terjadinya proses belajar dan didalamnya siswa dimungkinkan menerapkan
pemahaman serta kemampuan akademik mereka dalam berbagai variasi konteks, di dalam
maupun luar kelas, untuk menyelesaikan permasalahan nyata atau diasumilasikan baik secara
sendiri-sendiri atau kelompok.
Pembelajaran berbasis masalah. Pembelajaran berbasis masalah merupakan strategi yang
dimulai dengan menghadapkan siswa pada masalah nyata atau masalah yang diasimilasikan.
Belajar dengan Multi Konteks. Belajar dengan multi konteks yang didasarkan pada teori
belajar dan teori kognisi saat ini mengisyaratkan bahwa pengetahauan dan belajar hendaknya
diperoleh serta dilakukan melalui suatu pengkondisian yang melibatkan konteks sosial dan fisik.
Self Regulated Learning, mencakup tiga karakteristik sentral yaitu (1) kesadaran berpikir
(2) penggunaan strategi dan (3) pemeliharaan motivasi. Authentic Assesment adalah suatu
assesment yang lebih berorientasi pada proses sehingga pelaksanaannya menyatu dengan proses
pembelajaran. Kelemahan dan kelebihan siswa dapat dilihat oleh guru sehingga menjadi bahan
refleksi siswa dengan gurunya.
Lesson Study pertama kali dikembangkan di Jepang merupakan model pembinaan profesi
pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan
prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar.

E. Masalah Utama Dalam Pendidikan Matematika di Indonesia


Pendidikan di Indonesia belum seperti yang diharapkan, karena lembagalembaga
pendidikan belum mampu menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas.
Bahkan pendidikan nasional pun dinilai gagal membangun karakter bangsa. Hal ini terbukti dari
rendahnya nilai hasil ujian nasional, terutama nilai bidang studi matematika. Padahal matematika
adalah bidang studi yang mendasari semua disiplin ilmu.
Berdasarkan data Institute of Education (2003), hasil penelitian statistik yang dilakukan
secara internasional dalam Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS)
menunjukan bahwa Indonesia pada peringkat ke-34 dari 45 negara untuk penguasaan pelajaran di
bidang matematika. Score Indonesia (411) masih berada di bawah Singapura (605) dan Malaysia
(508), tetapi tetap berada di atas Filipina (378).
Dua masalah utama dalam pendidikan matematika di Indonesia adalah rendahnya prestasi
siswa (rendahnya daya saing siswa diajang Internasional dan rendahnya nilai rata-rata
EBTANAS murni nasional khususnya matematika) serta kurangnya minat mereka dalam belajar
matematika (matematika dianggap sulit dan diajarkan dengan metode yang tidak menarik karena
guru menerangkan, sedangkan siswa hanya mencatat). Diduga, pendekatan pembelajaran
matematika di Indonesia masih menggunakan pendekatan tradisional atau mekanistik. Yang
menekankan pada latihan mengerjakan soal atau drill and practice, prosedur serta penggunaan
rumus. Siswa kurang terbiasa memecahkan masalah atau aplikasi yang banyak di sekeliling
mereka. Sementara itu banyak negara telah mereformasi sistim pendidikan matematika dari
pendekatan tradisional ke arah aplication based curricular, yaitu mendekatkan matematika ke
alam nyata bagi siswa melalui aplikasi atau masalah kontekstual yang bermakna serta proses
yang membangun sikap siswa ke arah yang positif tentang matematika.
Sebagai contoh: Jepang menggunakan open indeed approach pendekatan yang
menekankan pada soal aplikasi yang memungkinkan banyak solusi dan strategi. United State of
America (USA) dengan standar yang dibuat National Council of Teacher Mathematics (NCTM),
yakni standar yang terkenal dengan lima keterampilan prosesnya yaitu matematika adalah
communication, reasoning, connection, problem solving, dan understanding; Belanda
mengembangkan RealisticMathematics Education (RME) sejak 1970. Pendekatan yang
dilakukan oleh ketiga negara tersebut relatif hamper sama seperti: penekanan pada materi
aplikasi atau kehidupan sehari-hari, fokus pada keaktifan siswa (student-centered), serta
penekanan pada soal yang mempunyai variasi strategi dan solusi. Atas pertimbangan berhasilnya
negara-negara lain dalam meningkatkan mutu pembelajaran matematika, maka pemerintahan
Indonesia sejak tahun 1998 mulai mempersiapkan perubahan Kurikulum 1994 menjadi
Kurikulum Berbasis Kompetensi. Secara konseptual, Kurikulum 1994 berbasis pencapaian
tujuan (Objective Based Curriculum) dan Kurikulum 2004 berbasis kompetensi (Competency
Based Curriculum ) Maksudnya, pendidikan diarahkan untuk membentuk pribadi anak sebagai
individu yang mempunyai potensi dan bakat.
Kinerja adalah penampilan hasil karya personel baik kuantitas maupun kualitas dalam
suatu organisasi dan merupakan penampilan individu maupun kelompok kerja personil.
Deskripsi dari kinerja menyangkut 3 komponen penting yaitu:
1. Tujuan: Penentuan tujuan dari setiap unit organisasi merupakan strategi yang digunakan untuk
meningkatkan kerja.
2. Ukuran: Dibutuhkan ukuran apakah seorang personel telah mencapai kinerja yang diharapkan,
untuk itu kuantitatif dan kualitatif standar kinerja untuk setiap tugas dan jabatan personel
memegang peranan penting;
3. Penilaian: Penilaian kinerja secara reguler yang dikaitkan dengan proses pencapaian tujuan
kinerja setiap personel.
Pengertian kinerja dengan deskripsi tujuan, ukuran operasional, dan penilaian regular
mempunyai peran penting dalam merawat dan meningkatkan motivasi personel. Tenaga
profesional adalah sumber daya terbaik suatu organisasi sehingga evaluasi kinerja mereka
menjadi salah satu variabel yang penting bagi efektifitas organisasi. Dalam pendidikan, sangatlah
penting untuk memiliki instrumen penilaian kinerja yang efektif bagi tenaga kerja profesional
yang menjadi bagian terpenting dalam upaya manajemen untuk meningkatkan kinerja organisasi
yang efektif. Menurut teori Gibson, ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi perilaku
kerja dan kinerja yaitu: variabel individu, variabel organisasi dan variabel psikologis.
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Kata pembelajaran adalah terjemahan dari instruction, yang banyak dipakai dalam
dunia pendidikan di Amerika Serikat. Istilah ini banyak dipengaruhi oleh aliran psikologi
kognitif-wholistik, yang menempatkan siswa sebagai sumber dari kegiatan.
Dalam istilah pembelajaran yang lebih dipengaruhi oleh perkembangan hasil-hasil
teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan belajar, siswa diposisikan sebagai subyek
belajar yang memegang peranan yang utama, sehingga dalam setting proses belajar mengajar
siswa dituntut beraktivitas secara penuh bahkan secara individual mempelajari bahan pelajaran.
Pendidikan matematika di Indonesia itu sudah ada sejak dahulu jadi kita membagi dalam
dua bagian yaiti pendidikan matematika tradisional dan pendidikan matematika modern. Adapun
tujuan diadakan nya pembelajaran matematika yaitu terbentuknya kemampuan bernalar pada
siswa yang tercermin melalui kemampuan berpikir kritis, logis, sistematis, dan memiliki sifat
obyektif, jujur, disiplin, dalam memecahkan suatu permasalahan baik dalam bidang matematika
maupun bidang lain dalam kehidupan sehari-hari.
Pendekatan Pembelajaran Matematika yang digunakan di Indonesia dan penilaiannya
dengan teori belajar yang mendukungnya meliputi pendekatan realistic mathematics education
(RME), pendekatan open ended, pendekatan kontekstual, pembelajaran berbasis masalah, belajar
dengan multi konteks, self regulated learning, authentic assessment, dan lesson study.
Pendidikan di Indonesia belum seperti yang diharapkan, karena lembagalembaga
pendidikan belum mampu menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas.
Bahkan pendidikan nasional pun dinilai gagal membangun karakter bangsa.

B. Saran
1. Sebagai geneasi muda Indonesia kita harus meningkatkan mutu pendidikan terutama dalam
bidang matematika.
2. Sebagai pendidik harus lebih kreatif dalam memilih metode pembelajaran supaya peserta didik
tidak merasa jenuh dan tidak takut untuk belajar matematika.

DAFTAR PUSTAKA

Admin, (2011). Perkembangan Pembelajaran Matematika di Indonesia. [Online]


Tersedia: http://Perkembangan Pembelajaran Matematika di Indonesia.htm. [10 November 2011]

Astiti Rahayu, (2012).Perkembangan Pengajaran Matematika didalam Negeri. [Online]


Tersedia: http://Perkembangan Pengajaran Matematika//astitirahayusblog (1447).htm.[11
Januari 2012].
Perkembangan Kurikulum Matematika di Indonesia
Diatas telah dijelaskan perkembangan kurikulum di Indonesia. Dilihat dari masing-masing
kurikulum pasti terdapat ciri khas masing-masing. Ciri khas ini memungkinkan adanya
perbedaan pembelajarannya dalam kurikulum tersebut. Begitu juga dengan pembelajaran
matematika. Sehingga dengan mempelajari perekembangan kurikulum, dapat diketahui
perkembangan pembelajaran matematika. Secara singkat perkembangan pembelajaran
matematika dapat dibagi sebagai berikut:
1. Pembelajaran Matematika Pertama (1947-1974)
Setelah Indonesia terlepas dari penjajahan kolonial, pemerintah berbenah diri menyusun program
pendidikan. Matematika diletakkan sebagai salah satu mata pelajaran wajib. Saat itu
pembelajaran matematika lebih ditekankan pada ilmu hitung dan cara berhitung. Urutan-urutan
materi seolah-olah telah menjadi konsensus masyarakat. Karena seolah-olah sudah menjadi
konsensus maka ketika urutan dirubah sedikit saja protes dan penentangan dari masyarakat
begitu kuat. Untuk pertama kali yang diperkenalkan kepada siswa adalah bilangan asli dan
membilang, kemudian penjumlahan dengan jumlah kurang dari sepuluh, pengurangan yang
selisihnya positif dan lain sebagainya. Kekhasan lain dari pembelajaran matematika tradisional
adalah bahwa pembelajaran lebih menekankan hafalan dari pada pengertian, menekankan
bagaimana sesuatu itu dihitung bukan mengapa sesuatu itu dihitungnya demikian, lebih
mengutamakan kepada melatih otak bukan kegunaan, bahasa/istilah dan simbol yang digunakan
tidak jelas, urutan operasi harus diterima tanpa alasan, dan lain sebagainya. Urutan operasi
hitung pada era pembelajaran matematika tradisional adalah kali, bagi, tambah dan kurang.
,maksudnya bila ada soal dengan menggunakan operasi hitung maka perkalian harus didahulukan
dimanapun letaknya baru kemudian pembagian, penjumlahan dan pengurangan. Urutan operasi
ini mulai tahun 1974 sudah tidak dipandang kuat lagi banyak kasus yang dapat digunakan untuk
menunjukkan kelemahan urutan tersebut.
Contoh
12:3 jawabanya adalah 4, dengan tanpa memberi tanda kurung , soal di atas ekuivalen dengan
9+3:3, berdasar urutan operasi yaitu bagi dulu baru jumlah dan hasilnya adalah 10. Perbedaan
hasil inilah yang menjadi alasan bahwa urutan tersebut kurang kuat.
Sementara itu cabang matematka yang diberikan di sekolah menengah pertama adalah aljabar
dan geometri bidang. Geometri ini diajarkan secara terpisah dengan geometri ruang selama tiga
tahun. Sedangkan yang diberikan di sekolah menengah atas adalah aljabar, geometri ruang,
goneometri, geometri lukis, dan sedikit geometri analitik bidang. Geometri ruang tidak diajarkan
serempak dengan geometri ruang, geomerti lukis adalah ilmu yang kurang banyak diperlukan
dalam kehidupan sehingga menjadi abstrak dikalangan siswa.
2. Pembelajaran Matematika Pertengahan I (1975-1984)
Dikenal dengan pengajaran matematika modern resminya dimulai setelah adanya kurikulum
1975. Model pembelajaran matematika modern ini muncul karena adanya kemajuan teknologi, di
Amerika Serikat perasaan adanya kekurangan orang-orang yang mampu menangani sejata, rudal
dan roket sangat sedikit, mendorong munculnya pembaharuan pembelajaran matematika. Selain
itu penemuan-penemuan teori belajar mengajar oleh J. Piaget, W Brownell, J.P Guilford, J.S
Bruner, Z.P Dienes, D.Ausubel, R.M Gagne dan lain-lain semakin memperkuat arus perubahan
model pembelajaran matematika. W Brownell mengemukakan bahwa belajar matematika harus
merupakan belajar bermakna dan berpengertian. Teori ini sesuai dengan terori Gestalt yang
muncul sekitar tahun 1930, dimana Gestalt menengaskan bahwa latihan hafal atau yang sering
disebut drill adalah sangat penting dalam pengajaran namun diterapkan setalah tertanam
pengertian pada siswa.
Dua hal tersebut di atas memperngaruhi perkembangan pembelajaran matematika dalam negeri,
berbagai kelemahan seolah nampak jelas, pembelajaran kurang menekankan pada pengertian,
kurang adanya kontinuitas, kurang merangsang anak untuk ingin tahu, dan lain sebagainya.
Ditambah lagi masyarakat dihadapkan pada kemajuan teknologi. Akhirnya Pemerintah
merancang program pembelajaran yang dapat menutupi kelemanahn-kelemahan tersebut,
munculah kurikulum 1975 dimana matematika saat itu mempnyai karakteristik sebagai berikut :
1. Memuat topik-topik dan pendekatan baru. Topik-topik baru yang muncul adalah himpunan,
statistik dan probabilitas, relasi, sistem numerasi kuno, penulisan lambang bilangan non desimal.
2. Pembelajaran lebih menekankan pembelajaran bermakna dan berpengertian dari pada hafalan
dan ketrampilan berhitung.
3. Program matematika sekolah dasar dan sekolah menengah lebih continue.
4. Pengenalan penekanan pembelajaran pada struktur.
5. Programnya dapat melayani kelompok anak-anak yang kemampuannya hetrogen.
6. Menggunakan bahasa yang lebih tepat.
7. Pusat pengajaran pada murid tidak pada guru.
8. Metode pembelajaran menggunakan meode menemukan, memecahkan masalah dan teknik
diskusi.
9. Pengajaran matematika lebih hidup dan menarik.
3. Pembelajaran Matematika Pertengahan II (1984-1994)
Pembelajaran matematika masa kini adalah pembelajaran era 1980-an. Hal ini merupakan
gerakan revolusi matematika kedua, walaupun tidak sedahsyat pada revolusi matematika pertama
atau matematika modern. Pengajaran matematika diluar negeri ditandai oleh beberapa hal yaitu
adanya kemajuan teknologi muthakir seperti kalkulator dan komputer.
Perkembangan matematika di luar negeri tersebut berpengaruh terhadap matematika dalam
negeri. Di dalam negeri, tahun 1984 pemerintah melaunching kurikulum baru, yaitu kurikulum
tahun 1984. Alasan dalam menerapkan kurikulum baru tersebut antara lain, adanya sarat materi,
perbedaan kemajuan pendidikan antar daerah dari segi teknologi, adanya perbedaan kesenjangan
antara program kurikulum di satu pihak dan pelaksana sekolah serta kebutuhan lapangan dipihak
lain, belum sesuainya materi kurikulum dengan tarap kemampuan anak didik.
CBSA (cara belajar siswa aktif) menjadi karakter yang begitu melekat erat dalam kurikulum
tersebut. Dalam kurikulum ini siswa di sekolah dasar diberi materi aritmatika sosial, sementara
untuk siswa sekolah menengah atas diberi materi baru seperti komputer. Hal lain yang menjadi
perhatian dalam kurikulum tersebut, adalah bahan bahan baru yang sesuai dengan tuntutan di
lapangan, permainan geometri yang mampu mengaktifkan siswa juga disajikan dalam kurikulum
ini.
Sementara itu langkah-langkah agar pelaksanaan kurikulum berhasil adalah melakukan hal-hal
sebagai berikut:
1. Guru supaya meningkatkan profesinalisme.
2. Dalam buku paket harus dimasukkan kegiatan yang menggunakan kalkulator dan computer.
3. Sikronisasi dan kesinambungan pembelajaran dari sekolah dasar dan sekolah lanjutan.
4. Pengevaluasian hasil pembelajaran.
5. Prinsip CBSA di pelihara terus.
4. Pembelajaran Matematika Kekinian(1994-1999)
Kegiatan matematika internasional begitu marak di tahun 90-an. Walaupun hal itu bukan hal
yang baru sebab tahun tahun sebelumnya kegiatan internasional seperti olimpiade matematika
sudah berjalan beberapa kali. Sampai tahun 1977 saja sudah 19 kali diselenggarakan olimpiade
matematika internasional. Saat itu Yugoslavia menjadi tuan rumah pelaksanaan olimpiade, dan
yang berhasil mendulang medali adalah Amerika, Rusia, Inggris, Hongaria, dan Belanda.
Indonesia tidak ketinggalan dalam pentas olimpiade tersebut namun jarang mendulang medali.
(tahun 2004 dalam olimpiade matematika di Athena, lewat perwakilan siswa SMU 1 Surakarta
atas nama Nolang Hanani merebut medali). Keprihatinan tersebut diperparah dengan kondisi
lulusan yang kurang siap dalam kancah kehidupan. Para lulusan kurang mampu dalam
menyelsaikan problem-probelmke hidupan dan lain sebagainya. Dengan dasar inilah pemerintah
berusaha mengembangkan kurikulum baru yang mampu membekali siswa berkaitan dengan
problem-solving kehidupan. Lahirlah kurikulum tahun 1994.
Dalam kurikulm tahun 1994, pembelajaran matematika mempunyai karakter yang khas, struktur
materi sudah disesuaikan dengan psikologi perkembangan anak, materi keahlian seperti
komputer semakin mendalam, model-model pembelajaran matematika kehidupan disajikan
dalam berbagai pokok bahasan. Intinya pembelajaran matematika saat itu mengedepankan
tekstual materi namun tidak melupakan hal-hal kontekstual yang berkaitan dengan materi. Soal
cerita menjadi sajian menarik disetiap akhir pokok bahasan, hal ini diberikan dengan
pertimbangan agar siswa mampu menyelesaikan permasalahan kehidupan yang dihadapi sehari-
hari.
5. Pembelajaran Matematika Sekarang (1999-Sekarang)
Setelah beberapa dekade dan secara khusus sepuluh tahun berjalan dengan kurikulum 1994,
pola-pola lama bahwa guru menerangkan konsep, guru memberikan contoh, murid secara
individual mengerjakan latihan, murid mengerjakan soal-soal pekerjaan rumah hanya kegiatan
rutin saja disekolah, sementara bagaimana keragaman pikiran siswa dan kemampuan siswa
dalam mengungkapkan gagasannya kurang menjadi perhatian. Para siswa umumnya belajar
tanpa ada kesempatan untuk mengkomunikasikan gagasannya, mengembangkan kreatifitasnya.
Jawaban soal seolah membatasi kreatifitas dari siswa karena jawaban benar seolah-olah hanya
otoritas dari seorang guru.
Pembelajaran seperti paparan di atas akhirnya hanya menghasilkan lulusan yang kurang terampil
secara matematis dalam menyelesaikan persoalah-persoalan seharai-hari. Bahkan pembelajaran
model di atas semakin memunculkan kesan kuat bahwa matematika pelajaran yang sulit dan
tidak menarik.
Tahun 2004 pemerintah melaunching kurikulum baru dengan nama kurikulum berbasis
kompetesi. Secara khusus model pembelajaran matematika dalam kurikulum tersebut
mempunyai tujuan antara lain:
1. Melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan
penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkankesamaan, perbedaan, konsistensi dan
iskonsistensi.
2. Mengembangkan aktifitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan
mengembangkan divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta
mencoba-coba.
3. Mengembangkan kemampuan memcahkan masalah.
4. Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan
antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan, grafik, diagram, dalam menjelaskan gagasan.
Sementara itu secara umum prinsip dasar dari kurikulum tersebut adalah bahwa setiap siswa
mampu mempelajari apa saja hanya waktu yang membedakan mereka dalam ketuntasan belajar.
Siswa tidak diperkenankan mengikuti pelajaran berikutnya sebelum menuntaskan pelajaran
sebelumnya. Dengan demikian remedial-remedial akan seringa dijumpai terutama siswa yang
sering tidak tuntas dalam belajarnya.
Pada masa ini juga muncul kurikulum baru, yaitu KTSP. Dalam kurikulum ini model
pembelajarannya hampir sama dengan kurikulum KBK. Bedanya krikulum ini pmerintah hanya
menyediakan standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam setipa pelajaran. Guru diberikan
wewenang bagaimana cara pembelajarannya, asal tetap mengacu terhadap standar kompetensi
dan kompetensi dasar yang sudah ditetapkan.
D. Pembelajaran Matematika Masa Depan
Dari penjelasan diatas mengenai perkembangan pembelajaran matematika dalam setiap
kurikulum menunjukan adanya kekurangan, meskipun disatu sisi perkembangan pembelajaran
matematika tersebut dimaksudkan untuk memperbaiki pembelajaran matematika dalam
kurikulum sebelumnya. Sehingga dari itu semua dapat dijadikan refleksi pembelajaran
matematika untuk masa depan.
Dalam upaya mencapai keinginan dan harapan itu, serangkaian kebijakan dan reformasi di
bidang pendidikan, khususnya pembelajaran makin terus dikembangkan. Salah satunya melalui
efektifitas pembelajaran pendidikan matematika di sekolah-sekolah diarahkan kepada wahana
pendidikan untuk mengembangkan semua potensi yang dimiliki peserta didik dalam bentuk
pengetahuan, kemampuan dan keterampilan dasar matematika agar setiap orang yang
mempelajari matematika menjadi warga negara yang melek matematika.
Pada akhir abad 21, organisasi pendidikan se dunia, yaitu UNESCO telah menetapkan empat
pilar utama pendidikan, yakni learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to
live together in peace and harmony. Keempat pilar tersebut bukan merupakan suatu urutan,
melainkan saling melengkapi satu dengan yang lainnya, sehingga dalam pembelajaran di tiap
jenjang pendidikan guru dapat menciptakan suasana belajar yang memuat keempat pilar tersebut
secara bersama-sama dan seimbang.
1. Melalui proses learning to know, secara umum siswa diharapkan memiliki pemahaman dan
penalaran terhadap produk dan proses matematika (apa, bagaimana, dan mengapa) yang
memadai sebagai bekal melanjutkan studinya dan atau menerapkannya dalam kehidupan sehari-
hari.
2. Proses learning to do diharapkan memberi kesempatan kepada siswa memiliki keterampilan
dan mendorong siswa mau melaksanakan proses matematika dalam bentuk doing math yang
memadai dan memacu peningkatan perkembangan intelektualnya. Beberapa alasan mengapa
belajar matematika melakukan proses learning to do. Pertama, pembelajaran matematika
berorientasi pada pendekatan konstruktivisme, di mana siswa membentuk pengetahuannya
sendiri melalui proses asimilasi dan akomodasi. Kedua, pada dasarnya matematika merupakan
proses yang aktif baik secara fisik maupun mental, proses dinamik, dan proses generatif.
3. Dalam melaksanakan proses matematika (doing math) secara bersamaan, siswa diharapkan
pula menghayati pilar ketiga, yaitu learning to be. Selanjutnya, dengan learning to be siswa
diharapkan memahami, menghargai atau mempunyai apresiasi terhadap nilai-nilai dan keindahan
akan produk dan proses matematika yang ditunjukkan melalui sikap yang ulet, bekerja keras,
sabar, disiplin dan percaya diri.
4. Pelaksanaan belajar matematika yang berorientasi pada learning to do dan learning to be, baik
dalam bentuk belajar kelompok, atau klasikal merupakan latihan belajar dalam suasana learning
to live together in peace and harmony. Penciptaaan suasana belajar yang demikian menurut pilar
keempat ini memberi kesempatatan kepada siswa untuk dapat belajar dan bekerja sama, saling
menghargai pendapat orang lain, menerima pendapat yang berbeda, belajar mengemukakan
pendapat dan atau bersedia sharing ideas dengan orang lain dalam melaksanakan tugas-tugas
matematika, khususnya tugas-tugas lain yang lebih luas. Dengan kata lain, suasana belajar
matematika yang berorientasi pada pilar learning to live together in peace and harmony
diharapkan bahwa siswa mampu bersosialisasi dan berkomunikasi dalam matematika.

Jadi pembelajaran matematika masa depan itu adalah pembelajaran yang dimana setelah siswa
diajari, siswa itu dapat mengerti ranah epistimologi, ontologi dan aksiologi dari matematika.
Sehingga mereka memandang matematika tidak hanya sebagai kumpulan rumus, aksioma-
aksioma logis, simbol-simbol dan lain sebagzinya. Tetapi mereka benar-benar bisa mengerti
aplikasi dari matematika setelah mereka faham betul matematika. Tentunya pembelajaran
tersebut tetap memperhatikan perkembangan zaman (teknologi).

Anda mungkin juga menyukai