Anda di halaman 1dari 30

LANDASAN KEPENDIDIKAN

LANDASAN FILOSOFIS PENDIDIKAN MATEMATIKA

makalah
diajukan guna memenuhi mata kuliah Landasan Kependidikan

Dosen Pengampu:
Dr. Nanik Dr. Nanik Yuliati, M.Pd.
Dr. Erfan Yudianto, S.Pd, M.Pd.
Dr. Didik Sugeng Pambudi, M.S.

Disusun Oleh:

Abdillah Putra Maulana NIM 210220101003

Meilysa Ajeng Kartika Putri NIM 210220101006

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2021
LANDASAN KEPENDIDIKAN
LANDASAN FILOSOFIS PENDIDIKAN MATEMATIKA

makalah
diajukan guna memenuhi mata kuliah Landasan Kependidikan

Dosen Pengampu:
Dr. Nanik Dr. Nanik Yuliati, M.Pd.
Dr. Erfan Yudianto, S.Pd, M.Pd.
Dr. Didik Sugeng Pambudi, M.S.

Disusun Oleh:

Abdillah Putra Maulana NIM 210220101003

Meilysa Ajeng Kartika Putri NIM 210220101006

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2021

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena berkat Rahmat dan Karunia-
Nya, kami dapat menyelesaikan makalah berjudul “Landasan Filosofis
Pendidikan Matematika” tepat pada waktunya. Penulis mengucapkan terima
kasih kepada Ibu Dr. Nanik Yuliati, M.Pd., Bapak Dr. Didik Sugeng Pambudi,
M.S. dan Bapak Dr. Erfan Yudianto, M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah
Landasan Kependidikan.
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis
mohon maaf apabila dalam terdapat banyak kekurangan dan penulis
mengharapkan saran dan kritik dari berbagai pihak untuk dapat
menyempurnakan makalah ini.

Jember, 27 Oktober 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii


DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................1
1.3 Tujuan .....................................................................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN ........................................................................................ 3
2.1 Landasan Filosofis Pendidikan .............................................................................3
2.2 Filsafat Matematika ...............................................................................................3
2.2.1 Pengertian Filsafat ............................................................................................................3
2.2.2 Pengertian Matematika ....................................................................................................4
2.2.3 Pengertian Filsafat Matematika .....................................................................................4
2.3 Hakikat Pengetahuan Matematika .......................................................................5
2.3.1 Karakteristik Matematika ................................................................................................6
2.3.2 Objek Kajian Matematika ...............................................................................................9
2.3.3 Sistem dan Struktur Matematika ................................................................................ 10
2.4 Aspek Estetis dari Matematika ........................................................................... 11
2.5 Macam – Macam Aliran Filsafat Matematika ................................................... 12
2.5.1 Logisme ............................................................................................................................ 12
2.5.2 Formalisme ...................................................................................................................... 14
2.5.3 Intuisionisme ................................................................................................................... 17
2.6 Implikasi Landasan Filosofis dalam Pembelajaran Matematika ..................... 18
2.6.1 Number Sense dan Symbol Sense ............................................................................... 20
2.6.2 Abstrak-Konkret-Abstrak ............................................................................................. 21
2.7 Strategi Pembelajaran Matematika Berdasarkan Perbedaan Pandangan
Filsafat Matematika ................................................................................................... 22
BAB 3 PENUTUP ................................................................................................ 24
3.1 Kesimpulan ........................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 26

iv
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Filsafat berasal dari kata Yunani filosofia, yang berasal dari kata kerja
filosofein yang berarti mencintai kebijaksanaan. Filsafat juga berasal dari kata
Yunani philosophis yang berasal dari kata kerja philein yang berarti
mencintai, atau philia yang berarti cinta dan shopia berarti kebijaksanaan. hal
ini juga melahirkan kata dalam bahasa inggris philosophy yang diterjemahkan
sebagai cinta terhadap kebijaksanaan.
Filsafat matematika adalah cabang filsafat yang mengkaji anggapan
filsafat, dasar – dasar, dampak – dampak matematika. Tujuan dari filsafat
matematika adalah untuk memberikan rekaman sifat dan metodologi
matematika dan untuk memahami kedudukan matematika di dalam kehidupan
manusia. Dalam hal ini filsafat matematika tidak menambahkan sejumlah
teorema matematika baru atau teori, jadi filosofi matematika bukanlah
matematikanya, akan tetapi sebuah refleksi tentang matematika.
Matematika dan filsafat memiliki hubungan yang cukup erat,
dibandingkan ilmu lainnya, karena filsafat merupakan pangkal untuk
mempelajari ilmu dan matematika adalah ibu dari segala ilmu. Sudah
semestinya sebagai guru matematika yang profesional harus memiliki
landasan filosofis yang kuat dalam tugas mengajarnya.
Oleh karena itu, dalam memahami landasan filosofis pendidikan
matematika nantinya dalam makalah ini akan dibahas beberapa topik terkait
yang meliputi pengertian filsafat matematika, aliran filsafat matematika,
hakikat matematika, implikasi landasan filosofis dalam pembelajaran
matematika, Aspek estetis dari matematika dan strategi pembelajaran
matematika berdasarkan perbedaan pandangan filsafat yang digunakan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam
pembuatan makalah ini sebagai berikut.
a. Apakah yang dimaksud dengan landasan filosofis pendidikan?

1
b. Apa yang dimaksud dengan filsafat matematika?
c. Bagaimana hakikat pengetahuan matematika?
d. Bagaimana aspek estetis dari matematika?
e. Apa saja macam aliran dalam filsafat matematika?
f. Bagaimana implikasi landasan filosofis dalam pembelajaran
matematika?
g. Bagaimana strategi pembelajaran matematika berdasarkan perbedaan
pandangan filsafat yang digunakan?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dalam pembuatan
makalah ini sebagai berikut.
a. Mengetahui mengenai landasan filosofis pendidikan
b. Mengetahui mengenai filsafat matematika.
c. Mengetahui hakikat pengetahuan matematika.
d. Mengetahui mengenai aspek estetis dari matematika.
e. Mengetahui macam – macam aliran populer dalam filsafat
matematika.
f. Mengetahui secara mendalam tentang implikasi landasan filosofis
dalam pembelajaran matematika.
g. Mengetahui secara jelas mengenai strategi pembelajaran matematika
berdasarkan perbedaan pandangan filsafat yang digunakan.

2
BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Landasan Filosofis Pendidikan


Landasan filosofis pendidikan adalah seperangkat asumsi yang bersumber
dari filsafat yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan. Pengertian lain mengenai
Landasan Filosofis adalah landasan yang berkaitan dengan makna atau hakekat
pendidikan (Maunah, 2009). Landasan filosofis pendidikan berisi tentang gagasan-
gagasan atau konsep-konsep yang bersifat normatif atau preskriptif. Landasan
filosofis pendidikan dikatakan bersifat normatif atau preskriptif, sebab landasan
filosofis pendidikan tidak berisi konsep-konsep tentang pendidikan apa adanya
(faktual), melainkan berisi tentang konsep-konsep pendidikan yang seharusnya
atau yang dicita-citakan (ideal), yang disarankan oleh filsuf tertentu.
2.2 Filsafat Matematika
2.2.1 Pengertian Filsafat
Filsafat populer di Yunani sekitar abad 9 SM. Secara Etimologis,
istilah filsafat (Inggris: philosophy; Arab: falsafah) berasal dari dua kata
dalam bahasa Yunani kuno, yaitu philein atau philos yang berarti cinta
atau sahabat, dan sophia atau sophos yang berarti kebijaksanaan. Dengan
demikian, secara etimologis philosophia (filsafat) berarti love of wisdom
atau cinta kepada kebijaksanaan atau sahabat kebijaksanaan. Kata filsafat
dalam bahasa Indonesia, philosophy dalam bahasa Inggris dan filsafah dalam
bahasa Arab dengan wazan atau timbangan kata fa’lala, fa’lalah dan fi’laal
memiliki makna dan maksud yang sama, hanya saja intonasi dan
penyebutannya berbeda.
Kata philosophos awalnya dikemukakan dan digunakan oleh
heraklitus (540-480 SM). Menurutnya, harus mempunyai pengetahuan
luas akan cinta pada kebenaran dan mulai benar – benar jelas digunakan
pada masa kaum sofist (kaum cendekiawan) dan sokrates yang memberi
arti philosgophein sebagai penguasaan secara sistematis terhadap
pengetahuan teoritis.
Secara terminologis, filsafat dipahami dalam banyak pengertian.
Banyaknya macam pengertian filsafat, memotivasi perlunya memilih salah

3
satu atau lebih aliran yang sesuai degan bidang ilmu yang terkait dengan
filsafat itu sendiri. Menurut Suriasumantri (2003), filsafat diartikan
sebagai suatu cara berpikir yang radikal, menyeluruh, dan mengupas
sesuatu yang sedalam – dalamnya. Secara umum, filsafat dapat diartikan
sebagai suatu kajian yang kritis dan rasional untuk menjawab pertanyaan
tentang sesuatu yang menyeluruh, mendalam, dan mendasar.
Filosof Francis Bacon (1561-1626) tokoh pembarut zaman
renaissance dari Inggris, menyebutkan filsafat sebagai “The Great Mother
of The Science” yang berarti ibu teragung dari ilmu pengetahuan. Jadi
semua cabang ilmu termasuk matematika dianggap dari ibu dan bapak
yang sama, yaitu filsafat.
2.2.2 Pengertian Matematika
Matematika berasal dari istilah latin yaitu mathematica yang
awalnya mengambil dari istilah Yunani yaitu mathematike yang berarti
relating to learning yang berkaitan dengan hubungan pengetahuan. Dalam
bahasa Prancis les mathematiques yang berarti belajar. Berdasarkan asal
usulnya matematika adalah pengetahuan yang diperoleh dari hasil belajar.
James dan James (Erman Suherman, 2001) menyatakan bahwa
matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran,
konsep – konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan
jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang meliputi aljabar,
analisis, dan geometri.
Berdasarkan Elea Tinggih (Erman Suherman, 2001), matematika
berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar. Hal ini
dimaksudkan bukan berarti ilmu lain diperoleh tidak melalui penalaran,
akan tetapi dalam matematika lebih menekankan aktivitas dalam dunia
penalaran, sedangkan ilmu lain lebih menekankan hasil observasi atau
eksperimen disamping penalaran.
2.2.3 Pengertian Filsafat Matematika
Filsafat matematika adalah cabang ilmu filsafat yang memiliki
tujuan untuk merefleksikan/merenungkan dan menjelaskan hakikat
matematika. Hal ini merupakan kasus khusus dari kegunaan epistemologi

4
yang bertujuan menjelaskan pengetahuan manusia secara umum.
Pertanyaan – pertanyaan yang diajukan dalam filsafat matematika seperti
berikut: Apa dasar dari pengetahuan matematika? Apa hakikat kebenaran
matematika? Apa yang mencirikan matematika? Apa pembenaran
kebenaran matematika? Mengapa kebenaran matematika dianggap sebagai
kebenaran yang mendasar?
Sebuah pendekatan yang diadopsi secara luas terhadap epistemologi
adalah menganggap bahwa pengetahuan dalam bidang apapun diwakili
oleh serangkaian dalil atau serangkaian proposisi, bersama dengan
serangkaian prosedur untuk membuktikannya atau menyajikan bukti pada
suatu pernyataan. Atas dasar ini, pengetahuan matematika terdiri dari
serangkaian proposisi/serangkaian teorema beserta dengan
pembuktiannya. Semula bukti – bukti matematika hanya didasarkan pada
akal saja tanpa bantuan data empiris, ilmu matematika dianggap sebagai
pengetahuan yang paling penting dari semua pengetahuan. Secara
tradisional, filsafat matematika adalah untuk memberikan dasar kepastian
pengetahuan matematika, artinya menyediakan sebuah sistem di mana di
dalamnya pengetahuan matematika dapat ditampilkan untuk membangun
kebenaran dengan sistematis. Hal ini tergantung pada asumsi yang
diadopsi baik secara implisit atau eksplisit. Peran filsafat matematika
adalah untuk memberikan landasan yang sistematis dan absolut untuk
pengetahuan matematika, yang diperuntukkan dalam nilai kebenaran
matematika.

2.3 Hakikat Pengetahuan Matematika


Pengetahuan adalah keyakinan yang dibenarkan. Lebih tepatnya, bahwa
pengetahuan awalnya terdiri dari dalil yang dapat diterima, asalkan terdapat
alasan memadai untuk menegaskannya. Sebelum menyelidiki sifat
pengetahuan matematika, perlu mempertimbangkan sifat pengetahuan pada
umumnya, melalui pertanyaan, Apakah pengetahuan? Pertanyaan tentang apa
merupakan inti dari filsafat dan ilmu matematika memainkan peranan penting.
Jawaban standar dari filsafat atas pertanyaan tersebut adalah pengetahuan

5
adalah keyakinan yang dibenarkan. Lebih tepatnya, pengetahuan awalnya
terdiri dari dalil yang dapat diterima (dipercaya) asalkan terdapat alasan
memadai untuk menegaskannya (Sheffler, 1965; Chisholm, 1966;
Woozley,1949).
Pengetahuan diklasifikasikan berdasarkan pada pernyataan tersebut.
Sebuah pengetahuan apriori terdiri dari proporsi yang ditegaskan berdasarkan
pemikiran sendiri, tanpa pengamatan dari dunia. Sedangkan, pengetahuan
aposteriori terdiri dari proporsi yang menjelaskan pada dasar pengalaman,
yaitu pada pengamatan dunia (Woozley, 1949). Pengetahuan matematika
termasuk ke dalam pengetahuan apriori karena terdiri dari proposisi yang
menjelaskan atas dasar alasan saja. Alasan termasuk logika deduktif yang
digunakan sebagai definisi, hubungannya dengan aksioma matematika atau
postulat adalah sebagai dasar untuk menyimpulkan pengetahuan matematika.
Berdasarkan hal tersebut, pengetahuan dasar matematika yaitu dasar untuk
menyatakan kebenaran proposisi matematika, terdiri dari bukti deduktif.
Dalam pembahasan mengenai hakikat pengetahuan matematika, akan
dibahas mengenai karakteristik matematika, objek kajian matematika serta
sistem dan struktur matematika.
2.3.1 Karakteristik Matematika
Matematika memiliki pengertian yang beragam, sehingga cukup sulit
untuk mendapatkan pengertian yang tunggal. Akan tetapi dapat
dirumuskan karakteristik matematika, meliputi memiliki objek abstrak,
bertumpu pada kesepakatan, berpola pikir deduktif, memiliki simbol –
simbol yang kosong dari arti, memperhatikan semesta pembicaraan, dan
konsisten dalam sistemnya. Berikut akan diuraikan masing – masing
karakteristik matematika tersebut dengan contohnya.
a. Memiliki Objek Abstrak
Objek dasar yang dipelajari dalam matematika adalah suatu yang
abstrak atau sering disebut objek mental. Objek itu merupakan objek
pikiran. Fakta, konsep, prinsip dan operasi merupakan contoh dari
objek dasar matematika. Dari objek dasar itulah dapat disusun pola
dan struktur matematika.

6
b. Bertumpu Pada Kesepakatan
Dalam matematika kesepakaran merupakan tumpuan yang amat
penting. Lambang bilangan seperti 1,2,3 merupakan contoh
kesepakatan dalam matematika, begitu juga dengan penggunaan kata
“satu” untuk lambang “1” atau “sama dengan” untuk “=” juga
merupakan suatu kesepakatan. Kesepakatan yang amat mendasar
adalah aksioma dan konsep primitif. Dalam geometri dikenal aksioma
yang menyatakan bahwa “melalui dua buah titik yang berbeda hanya
dapat dibuat tepat satu garis”. Dari pernyataan tersebut langsung
tergambar nilai kebenarannya yakni, “benar”. Adapun contoh konsep
primitif yang tidak perlu didefinisikan adalah “titik” dan “garis”.
c. Berpola Pikir Deduktif
Matematika sebagai ilmu hanya diterima jika berpola pikir deduktif,
yang berpangkal dari hal yang bersifat umum diterapkan dan
diarahkan kepada hal yang bersifat khusus. Contohnya seorang siswa
yang telah memahami konsep “lingkaran”, ketika berada di dapur ia
dapat menggolongkan peralatan dapur yang berbentuk lingkaran dan
bukan lingkaran. Ketika siswa tersebut dapat menunjukkan peralatan
yang berbentuk lingkaran dan bukan, maka siswa tersebut telah
menggunakan pola pikir deduktif secara sederhana.
d. Memiliki Simbol – Simbol yang Kosong dari Arti
Dalam matematika banyak simbol yang digunakan, baik berupa huruf
maupun bukan, simbol dalam matematika ini dapat membentuk
model matematika berupa persamaan, pertidaksamaan, bangun
geometri dan sebagainya. Contoh simbol yang kosong dari arti adalah
huruf yang dipergunakan dalam model persamaan 𝑥 + 𝑦 = 𝑧 belum
tentu bermakna atau berarti bilangan. Demikian juga tanda + bukan
berarti operasi tambah untuk dua bilangan. Makna “huruf” dan
“tanda” itu tergantung dari masalah yang mengakibatkan
terbentuknya model itu. Jadi secara umum huruf dan tanda dalam
model 𝑥 + 𝑦 = 𝑧 masih kosong dari arti, terserah kepada yang akan
memanfaatkan model-model metematika itu. Hal ini justru

7
memungkinkan campur tangan matematika ke dalam berbagai
pengetahuan. Kekosongan arti itu memungkinkan matematika
memasuki medan garapan ilmu ekonomi, teknik, bahkan ilmu bahasa
(linguistik).
e. Memperhatikan Semesta Pembicaraan
Pernyataan tentang kekosongan arti simbol dan tanda dalam
matematika sebagaimana disebutkan sebelumnya, ditunjukkan
dengan jelas bahwa penggunaan matematika diperlukan kejelasan
lingkup model yang dipakai. Jika berbicara mengenai bilangan, maka
simbol – simbol itu diartika suatu bilangan. Jika berbicara
transformasi, simbol – simbol itu diartikan suatu transformasi.
Lingkup pembicaraan itulah yang disebut dengan semesta
pembicaraan. Benar atau salahnya maupun ada tidaknya suatu
penyelesaian suatu model matematika ditentukan oleh semesta
pembicaraannya. Contoh, dalam semesta himpunan bilangan bulat,
persamaan 3𝑥 + 5 = 6 tidak memiliki selesaian. Persamaan 3𝑥 +
5 = 6 memiliki selesaian jika semesta pembicaraannya himpunan
1
bilangan real, dimana selesaiannya adalah 𝑥 = 3 yang merupakan

anggora himpunan bilangan real.


f. Konsisten dalam Sistemnya
Dalam matematika terdapat banyak sistem. Ada sistem yang
mempunyai kaitan satu sama lain, ada juga sistem yang dapat
dipandang terlepas satu sama lain. Misalnya dikenalnya sistem –
sistem aljabar dan geometri. Sistem aljabar dan geometri tersebut
dipandang terlepas satu sama lain, tetapi dalam sistem aljabar sendiri
terdapat beberapa subsistem yang lebih kecil yang terkait satu sama
lain. Dalam aljabar terdapat sistem aksioma dari group, sistem
aksioma dari ring, sistem aksioma dari field dan sebagainya. Tiap-
tiap sistem aksioma itu memiliki keterkaitan tertentu. Dalam tiap
sistem dan strukturnya berlaku ketaatasasan atau konsistensi. Hal ini
dapat dikatakan bahwa diantara sistem dan strukturnya tidak boleh
kontradiksi. Suatu teorema ataupun suatu definisi harus

8
menggunakan istilah atau konsep yang telah ditetapkan terlebih
dahulu. Konsistensi itu berlaku baik dalam makna maupun dalam hal
penilaian kebenarannya
2.3.2 Objek Kajian Matematika
Objek kajian matematika, menurut Gagne (1983) terdapat objek
langsung dan tak langsung. Objek langsungnya berupa fakta, konsep,
prinsip dan keterampilan. Sedangkan objek tak langsungnya adalah
kemampuan yang secara tak langsung akan dipelajari siswa ketika
mempelajari objek langsung matematika seperti kemampuan berpikir
logis, kemampuan memecahkan masalah, sikap positif terhadap
matematika, ketekunan serta ketelitian. Berikut akan dibahas mendetail
mengenai objek langsung ebrupa fakta, konsep, prinsip dan keterampilan.
a. Fakta
Fakta adalah kesepakatan (konvensi) dalam matematika seperti
lambang, notasi, ataupun aturan. Lambang “1” untuk menyatakan
banyaknya sesuatu yang tunggal merupakan contoh fakta dalam
matematika. Demikian juga lambang “+”, “–” , “×” untuk operasi
penjumlahan, pengurangan dan perkalian. Aturan urutan operasi
merupakan contoh fakta dalam matematika.
b. Konsep
Konsep adalah ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk
mengklasifikasi suatu objek dan menerangkan apakah objek tersebut
merupakan contoh atau bukan dari ide tersebut. dalam mempelajari
matematika, terdapat banyak konsep seperti bilangan, persegi
panjang, bola, lingkaran, segitiga, sudut siku – siku dan lain
sebagainya. Siswa dikatakan telah mempelajari konsep segitiga jika
ia telah dapat membedakan mana segitiga dan bukan.
c. Prinsip
Prinsip adalah suatu pernyataan yang memuat hubungan antara dua
konsep atau lebih. Luas segitiga merupakan contoh dari prinsip
matemtika. Pada rumus luas segitiga, terdapat beberapa konsep yang
digunakan, yaitu konsep luas, konsep panjang alas segitiga, dan

9
konsep tinggi segitiga. Seorang siswa dinyatakan telah memahami
prinsip luas segitiga, jika siswa tersebut, mengingat rumus luas
segitiga, memahami beberapa konsep yang digunakan serta lambang
atau notasinya, dan dapat menggunakan rumus atau prinsip yang
bersesuaian pada situasi yang tepat.
d. Keterampilan
Keterampilan adalah suatu prosedur atau aturan untuk mendapatkan
suatu hasil tertentu. Seorang siswa dinyatakan belum menguasai
suatu keterampilan jika ia tidak menghasilkan suatu penyelesaian
yang benat atau tidak dapat menggunakan dengan tepat suatu
prosedur atau aturan yang ada. Seorang siswa dinyatakan telah
menguasai suatu keterampilan jika ia dapat menggunakan dengan
tepat suatu prosedur atau aturan dan dapat menghasilkan suatu
penyelesaian dengan benar.
2.3.3 Sistem dan Struktur Matematika
Sistem diartikan sebagai sekumpulan unsur atau elemen yang terkait
satu sama lain dan mempunyai tujuan tertentu. Unsur atau elemen dalam
sistem itu sangat tergantung kepada semesta pembicaraan. Sistem
aksioma, misalnya unsurnya adalah aksioma. Dalam matematika terdapat
juga sistem geometri, sistem bilangan, sistem persamaan dan sebagainya.
Dalam hal ini, struktur merupakan suatu sistem yang didalamnya memuat
hubungan yang hirarki. Suatu sistem aksioma yang diikuti dengan
teorema-teorema yang dapat diturunkan dari padanya membentuk suatu
struktur. Di dalam suatu struktur matematika yang lengkap terdapat
”konsep primitif”, ”aksioma”, ”konsep lain yang didefinisikan” dan
”teorema”.
Aksioma diperlukan untuk menghindari berputar – putarnya
pembuktian, sedangkan konsep primitif diperlukan untuk menghindari
berputar – putarnya pendefinisian. Aksioma juga disebut postulat atau
pernyataan pangkal (pernyataan yang kebenarannya tidak perlu
dibuktikan). Konsep primitif yang juga disebut sebagai undefined term
merupakan unsur yang tidak perlu didefinisikan. Beberapa aksioma dapat

10
membentuk suatu sistem aksioma yang selanjutnya dapat menurunkan
berbagai teorema. Dalam aksioma tertentu terdapat konsep primitif
tertentu. Dari satu atau lebih konsep primitif dapat dibentuk konsep, baru
mulai pendefinisian. Suatu struktur matematika dapat ditunjukkan dengan
skema berikut ini,

Gambar 1. Struktur Matemtika


Cara membuat skema itu dapat berbeda namun pada intinya sama.
Lajur kiri adalah lajur yang memuat pernyataan (aksioma sering disebut
pernyataan pangkal) dan lajur kanan adalah lajur konsep atau pengertian
(konsep primitif sering disebut juga pengertian pangkal). Beberapa
aksioma, yang terdiri atas beberapa pernyataan dapat membentuk suatu
sistem, apabila memenuhi syarat (1) independen atau bebas, tidak ada
satupun dari keempat aksioma itu dapat diperoleh atau diturunkan dari
aksioma lain, (2) konsisten, tidak ada satupun dari keempat aksioma itu
bertentangan atau kontradiksi dengan aksioma lain, dan (3) lengkap
artinya beberapa aksioma itu dapat dibentuk atau diturunkan teorema –
teorema baru.

2.4 Aspek Estetis dari Matematika


Mempelajari dan mengkaji matematika tentunya memerlukan kehati –
hatian, dan harus dinikmati karena matematika merupakan suatu karya seni
yang besar mengandung keindahan. Misalkan dalam bidang geometri yang
memerlukan kehati – hatian dalam menggambar suatu bangun ruang (di dunia

11
nyata seperti gedung dan lain sebagainya) baik yang dua dimensi, tiga dimensi,
empat dimensi, maupun yang multi dimensi. Jika salah menggambarnya maka
output yang dihasilkan tidak bermanfaat, sebaliknya gambarnya bagus maka
output yang dihasilkan bagus, indah dan bermanfaat bagi manusia dalam
kehidupannya.
Keindahan dapat tercapai dengan adanya ide yang orisinil penuh kehati –
hatian, tercemerlangnya jalan pikiran, dan ciri lainnya dalam matematika. Ciri
seni dan sifat indah merupakan aspek estetis dari matematika yang juga
ditelaah dalam filsafat matematika. Keindahan matematika juga sangat
berkaitan dengan bentuk benda yang simetris, asimetris, anti simetris, dan
keteraturan yang meliputi susunan indah secara sistematis baik berkaitan
dengan bilangan, space, dan time yang mempengaruhi kehidupan manusia
akhir – akhir ini.

2.5 Macam – Macam Aliran Filsafat Matematika


2.5.1 Logisme
Logisme memandang bahwa matematika sebagai bagian dari logika.
Penganut aliran ini antara lain G. Leibniz, G. Frege (1893), B. Russel
(1919), A.N. Whitehead dan R. Carnap (1931). Pengakuan Betrand Russel
menerima logisme adalah yang paling jelas dan dalam rumusan yang
sangat eksplisit. Dua pernyataan penting yang dikemukakannya, yaitu (1)
semua konsep matematika secara mutlak dapat disederhanakan pada
konsep logika; (2) semua kebenaran matematika dapat dibuktikan dari
aksioma dan aturan melalui penarikan kesimpulan secara logika semata.
Tesis ini muncul sebagai upaya untuk meletakkkan pondasi matemtika ke
tempat yang paling dasar dan paling dalam. Pondasi matematika yang saat
ini digunakan dibangun dengan sistem bilangan real, didorong ke sistem
bilangan asli, dan akhirnya didorong lagi ke teori himpunan.
Tujuan kedua klaim tersebut adalah jika seluruh matematika dapat
diekspresikan ke dalam term – term logika secara murni dan dapat
dibuktikan menggunakan prinsip logika, maka kepastian pengetahuan
matematika dapat direduksi ke dalam logika. Tugas logisisme adalah

12
menyediakan dasar logika untuk pengetahuan matematika secara pasti dan
meyakinkan serta mengukuhkan kembali kemutlakan kepastian dalam
matematika.
Logisme ini dipelopori oleh filsuf Inggris Betrand Arthur William
Russel. Russel mengembangkan kajian yang dilakukan Frege dan juga
Dedekind (1831-1916) adalah salah satu matematikawan besar abad 19
yang memberi sumbangan sangat penting dan berguna sepanjang zaman
tentang teori bilangan dan aljabar. Frege dipandang sebagai filsof pendiri
aliran ini. Pada tahun 1903 terbitlah buku Russel yang berjudul The
Participles of Mathematics yang berpegang pada matematika murni
semata – mata terdiri atas deduksi – deduksi dengan prinsip – prinsip
logika dari prinsip – prinsip logika. Dengan demikian matematika dan
logika merupakan bidang yang sama karena seluruh konsep dan dalil
matematika dapat diturunkan dari logika.
Dalam sebuah karya tulis lainnya Russel menegaskan hubungan
antara matematika dan logika itu sebagai berikut:
“But both have developed in modern times: logic has becomes
mathematical and mathematics has become more logical. The
consequence is that it has now become wholly impossible to draw a line
between the two; in fact, the two are one. The differ as boy and man: logic
is the youth of matematics and mathematics is the manhood of logic”
Awalnya logika dan matematika lahir dalam konteks yang sangat
berbeda, tetapi perkembangan selanjutnya matematika semakin logis dan
logika matematis dan tidak ada benang merah antara logika dengan
matematika. Menurut Frege, sifat – sifat sistem bilangan dapat direduksi
ke dalam proposisi – proposisi logika. Frege menegaskan dengan sangat
bahwa matematika adalah deskripsi dari suatu dunia ideal. Menurut Frege,
matematika memerlukan suatu landasan dalam suatu bahasa logis, dalam
rangka untuk melindungi intuisi yang tidak perlu, yang dapat masuk
penalaran matematis dan membuat kerancuan dalam bukti – bukti. Frege
menginginkan bukti – bukti tersebut tersusun atas rangkaian penalran yang
jelas dan tanpa gap. Hukum dasar Frege untuk melengkapi reduksi dari

13
matematika ke logika. Frege mengatur untuk menurunkan prinsip – prinsip
aritmetika peano dari hukum dasar – dasar dari suatu sistem logika.
Russel menunjukkan bahwa Frege’s Basic Law V mengandung
kontradiksi. Alasan yang dikemukakan oleh Russel kemudian hari dikenal
sebagai Paradoks Russel. Menurut Russel, prinsip logika yang digunakan
oleh Frege tidak mencukupi untuk melakukan penalaran deduktif bagi
semua hukum – hukum dasar aritmetika. Frege’s Basic Law
V memerlukan hubungan dengan semua hukum yang ada dalam
matematika, ada suatu kelas entitas matematika yang hukum tersebut
berlaku. Selanjutnya hasil kerja Frege oleh Russel dan Whitehead
dikembangkan lebih lanjut dan hasilnya dituangkan dalam buku Principia
Mathematica yang menyimpulkan bahwa matematika adalah perluasan
dari logika dan seluruh aritmetika dapat direduksi ke logika (Russel,
1902).
Hilbert, pendiri aliran formalisme, tidak setuju bahwa konsep
matematika dapat direduksi menjadi konsep logika. Menurutnya, tidak
semua logika ada kaitannya dengan matematika. Kritik terhadap pendapat
Russel juga datang dari muridnya sendiri sekaligus koleganya di Trinity
College yaitu Wittgenstein. Wittgenstein berusaha membawa konsep
matematika dari Frege melalui bahasa ilmiah. Ia mengkritik padangan
Russel dengan pernyataan “Russel must be wrong, because he had to
mention the meaning of signs when establishing the rules for them”.
Menurut Wittgenstein kesalahan Russel adalah meyebutkan makna tanda
ketika menetapkan aturan – aturan. Simbol logis yang digunakan oleh
Russel adalah suatu bahasa yang tidak lepas dari kesalahan. Dalam rangka
untuk menghilangkan kesalahan harus digunakan dengan suatu simbol
dengan tidak menggunakan tanda yang sama dalam simbol yang berbeda
dengan tidak menggunakan tanda dengan cara yang sama yang maknanya
berbeda.
2.5.2 Formalisme
Aliran formalisme dalam matematika dapat dilacak pada Bishop
Barkeley, tetapi pencetus utamanya adalah David Hillbert (1862-1943),

14
pada tahun 1925, diteruskan oleh J. Von Neumann tahun 1931 dan H
Curry tahun 1951. Menurut aliran ini sifat alami dari matematika adalah
sistem lambang yang formal. Matematika bersangkutpaut dengan sifat –
sifat struktural dari simbol – simbol dan proses pengolahan terhadap
lambang lambang itu. Simbol – simbol dianggap mewakili berbagai
sasaran yang menjadi obyek matematika. Bilangan – bilangan misalnya
dipandang sebagai sifat – sifat struktural yang paling sederhana. Dengan
simbolis abstrak yang dilepaskan dari sesuatu tertentu dan hanya
menujukkan bentuknya saja, aliran ini berusaha menyelidiki berbagai
sistem matematika. Adapun aliran ini menyatakan bahwa “Mathematics is
the science of formal systems”.
Aliran formalisme, menganjurkan pendekatan murni abstrak,
berangkat dari prinsip awal, dan mendeduksi segalanya dari prinsip awal
tersebut. karya – karya yang dihasilkannya sama sekali tidak mempunyai
(dan memang tidak perlu mempunyai) hubungan dengan ilmu pengetahuan
di dunia nyata, sesuatu yang sangat membanggakan aliran ini. Menurut
aliran formalisme, matematika sekadar rekayasa simbol berdasarkan aturan
tertentu untuk menghasilkan sistem pernyataan tautologis, yang memiliki
konsistensi internal, tetapi kosong dair makna. Matematika direduksi
hanya menjadi sebuah permainan intelektual. Dalam bahasa populer,
formalisme memandang matematika sebagai permainan formal penuh
makna yang dimainkan dengan lambang – lambang diatas kertas
menggunakan aturan tertentu.
Tesis aliran formalisme ada dua, yaitu (1) matematika murni dapat
diekspresikan dalam bentuk sistem formal yang kosong dari arti, dan di
dalamnya mengandung kebenaran matematika yang direpresentasikan
dalam bentuk teorema formal, dan (2) untuk menunjukkan bahwa sistem
formal yang dibangun bebas dari segala macam kontradiksi dan paradoks,
digunakan alat yang disebut meta-matematika dengan cara
mendemonstrasikan bahwa term-termnya bebas dari inkonsistensi.

15
Pandangan Hilbert yang menyatakan bahwa matematika adalah suatu
permainan formal dengan simbol, berimplikasi bahwa orang yang
memahami matematika harus menguasai aturan permainan yang
membolehkan kegiatan operasi dengan simbol tetapi mengabaikan intuisi.
Pada tahun 1929, Wittgenstein melakukan diskusi dengan Waissmann
tentang pemikiran Hilbert dan Brouwer. Menurut Wittgenstein, dalam
permainan formal dengan menggunakan simbol juga tetap memerlukan
”the intuition of symbol”. Walaupun dalam pemikirannya banyak ide dari
aliran formalisme digunakan oleh Wittgenstein, tetapi tidak seluruh
gagasan formalisme karena formalisme berusaha mengurangi praktik
untuk memanipulasi simbol tak bermakna dan menolak atau
menghilangkan penggunaan kegiatan manusia.
Secara ringkas, tesis kaum formalis adalah membangun matematika
yang berpusat pada penggunaan sistem lambang formal. Programnya
adalah membangun konsistensi seluruh matematika dengan menggunakan
teori bukti. Tesisnya bahwa matematika harus dikonstruksi kembali atas
dasar kaidah konsistensi dengan lambang – lambang formal.
Kaum formalis memandang matematika sebagai koleksi
perkembangan abstrak, di mana term – term matematika hanyalah lambang
– lambang dan pernyataan adalah rumus – rumus yang melibatkan
lambang – lambang tersebut. Dasar untuk aritmatika tidak terletak pada
logika tetapi pada koleksi tanda-tanda pralogis (tidak sesuai dengan
logika) atau lambang-lambang dalam seperangkat operasi dengan tanda-
tanda ini. Oleh karena itu, menurut aliran Formalisme, matematika
kosong dari muatan konkrit dan hanya memuat elemen-elemen lambang
ideal, sehingga membangun konsistensi dari berbagai cabang matematika
menjadi sangat penting. Tanpa disertai bukti konsistensi, seluruh
penyelidikan matematika tidak berarti sama sekali. Dengan tesis kaum
Formalis ini, perkembangan matematika aksiomatis terdorong ke puncak
kejayaan tertinggi.

16
2.5.3 Intuisionisme
Intuisionisme adalah aliran filsafat dalam tradisi Kant bahwa semua
pengetahuan manusia diawali oleh intuisi, menghasilkan konsep-konsep,
dan diakhiri dengan ide-ide. Aliran intuisionisme berpandangan
matematika sebagai suatu aktifitas pemikiran manusia yang terbatas dari
bahasa dan basisnya adalah filsafat tentang fikiran. Matematika yang
paling dasar terletak pada intuisi paling dalam (primitive intuition).
Implikasi dari pandangan intuitisme adalah membawa kepada suatu bentuk
matematika yang kontruktif dengan meninggalkan banyak dari bagian
klasik. Implikasi yang lain adalah kepercayaan pada suatu filsafat tentang
pemikiran memasukkan atau memperkenalkan keistimewaan atau ciri-ciri
yang tidak ada dalam matematika klasik dengan bentuk dari matematika
konstruktif. Matematika intutionik, matematika yang landasan filosofinya
berdasar pada pandangan Brouwer, tidak tepat dikatakan sebagai bagian
dari matematika klasik. Menurut Brouwer, matematika adalah kreasi
pikiran manusia. Bilangan, misalnya, hanyalah entitas mental, yang tidak
akan pernah ada, kecuali dalam pikiran manusia yang memikirkannya.
Ketetapan dalil – dalil matematika terletak pada akal manusia
(human intelect) dan tidak pada simbol – simbol di atas kertas. Matematika
menurut aliran ini didasarkan pada suatu intuisi dasar (basic intuititon).
Intuisi pada hakikatnya sebagai suatu aktivitas berpikir yang tak
bergantung pada pengalaman, bebas dari bahasa simbol dan bersifat
objektif.
Pada dekade pertama pada abad 20, sebagian komunitas matematika
bersimpati terhadap pendapat intuitionisnes. Banyak tokoh seperti
Wittgenstein, Hersh dan Ernest yang memiliki pandangan yang sejalan
dengan pendapat aliran intuitisionisme, bahwa matematika merupakan
hasil kegiatan pikiran manusia dan merupakan ciptaan manusia.
Wittgenstein menolak pendapat bahwa intuisi diperlukan pada setiap
langkah pada urutan bilangan. Menurut Wittgenstein (1953), “not the
intuition was neede at very stage, but that a new decision was needed ad
every stage”. Nampaknya Wittgenstein berfikir bahwa intuisi tidak selalu

17
hadir dalam pikiran manusia walaupun yang bersangkutan
menghendakinya.
Tokoh lain yang memberi kritik terhadap intuitionisme adalah Hersh
Reuben Hersh, lahir tahun 1927, adalah seorang akademisi dan
matematikawan Amerika, yang dikenal karena karyanya dalam hakikat,
praktik, dan dampak sosial dari matematika. Keberatan Hersh terhadap
intuitionisme, ia mengadopsi pandangan antropologis bahwa intuisi dari
bilangan asli adalah sederhana bukan universal (Hersh, 1997).
Aliran intuisionime tidak memandang kebenaran matematis sebagai
struktur objektif seperti pendapat aliran formalisme dan logisisme.
Menurut aliran ini matematika tidak akan dapat seluruhnya dilambangkan.
Berpikir matematis tidak tergantung pada bahasa tertentu yang digunakan
untuk mengungkapkannya. Bagi kaum intuisionis, suatu himpunan tidak
boleh dipikirkan sebagai koleksi yang telah siap jadi, akan tetapi harus
dipandang sebagai hukum yang elemen – elemennya dapat atau harus
dikonstruksi selangkah demi selangkah. Konsep himpunan seperti ini
dapat membebaskan matematika dari kemungkinan terjadinya kontradiksi,
sepert munculnya kontradiksi pada pernyataan “himpunan semua
himpunan”.

2.6 Implikasi Landasan Filosofis dalam Pembelajaran Matematika


Pada dasarnya pola pikir matematika sebagai ilmu adalah deduktif. Sifat
atau teorema yang ditemukan secara induktif dan empiris harus dibuktikan
kebenarannya dengan langkah – langkah deduktif sesuai dengan strukturnya.
Dalam matematika sekolah, kalaupun siswa pada akhirnya tetap diharapkan
mampu untuk berfikir deduktif, namun dalam proses pembelajarannya dapat
digunakan pola pikir induktif. Pola pikir ini digunakan sebagai bentuk
penyesuaian dengan tahap perkembangan intelektual siswa.
Pola induktif dan empiris dalam pembelajaran matematika pada tahap
tertentu sangat diperlukan. Karakteristik objek matematika yang abstrak,
menuntut guru untuk memilih pola – pola pembelajaran yang dapat membantu
siswa untuk belajar matematika. Sifat abstrak objek matematika tersebut tetap

18
ada pada matematika sekolah. Hal itu merupakan salah satu penyebab sulitnya
seorang guru mengajarkan matematika sekolah. Seorang guru harus berusaha
untuk mengurangi keabstrakan dari objek matematika, sehingga dapat
memudahkan siswa untuk memahami pelajaran matematika. Dengan demikian,
seorang guru matematika harus mengusahakan agar fakta, konsep, prinsip, dan
keterampilan (operasi) dalam matematika itu terlihat konkret sesuai dengan
perkembangan nalar siswa. Pada jenjang Sekolah Dasar atau sederajat, sifat
konkret objek matematika diusahakan lebih banyak porsinya dibandingkan
jenjang sekolah yang lebih tinggi. Semakin tinggi jenjang sekolahnya, semakin
besar porsi sifat abstraknya. Pembelajaran matematika tetap diarahkan kepada
pencapaian kemampuan berfikir abstrak peserta didik.
Dalam pembelajaran matematika pola pikir deduktif sangat penting dan
merupakan salah satu tujuan yang bersifat formal, yang memberi tekanan
kepada penataan nalar. Namun demikian, dalam pembelajaran matematika
terutama di jenjang SD/MI, SMP/MTs, masih sangat memerlukan penggunaan
pola pikir induktif. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam segi penyajian
matematika di kedua jenjang pendidikan tersebut perlu dimulai dengan contoh
– contoh, yaitu hal – hal yang khusus, selanjutnya secara bertahap menuju
kepada suatu kesimpulan atau sifat yang umum. Simpulan itu dapat saja berupa
definisi ataupun teorema yang diangkat dari contoh – contoh tersebut.
Suatu teorema yang diperoleh dengan cara induktif, jika kondisi siswa
memungkinkan, dapat dibuktikan kebenarannya secara deduktif dapat
diperkenalkan melalui penggunaan definisi ataupun teorema tersebut dalam
penyelesaian masalah. Pada jenjang SMP/MTs untuk menyajikan topik – topik
tertentu tidak harus menggunakan pola pikir induktif. Pengenalan pola pikir
deduktif sudah dapat dimulai secara terbatas dan selektif, sedangkan pada
jenjang sekolah menengah khususnya SMA/MA, tentunya penggunaan pola
pikir induktif dalam penyajian sesuatu topik sudah semakin dikurangi. Pola
number sense dan symbol sense serta pola abstrak-konkret-abstrak, dapat
digunakan sebagai referensi dalam pembelajaran matematika di sekolah.

19
2.6.1 Number Sense dan Symbol Sense
Dalam menentukan materi matematika untuk setiap jenjang sekolah
akan lebih baik jika dipahami benar matematika yang dapat dipandang
sebagai titik peralihan. Tentu saja hal tersebut terkait erat dengan tujuan
institusional yang ditetapkan untuk dicapai. Namun tidaklah mudah
terlihat materi yang dapat dipandang sebagai titik peralihan. Banyak
pendidik (mahasiswa) yang tidak menyadari adanya materi matematika
yang merupakan titik peralihan dari “aritmetika” ke “aljabar”, dan dari
“aljabar” ke “kalkulus” meskipun telah terampil menyelesaikan soal – soal
tersebut.
Dalam pelajaran kalkulus jelas banyak dijumpai bentuk – bentuk
aljabar seperti fungsi, polinom atau suku banyak, dan sebagainya. Tetapi
kalkulus sendiri berbicara tentang pendekatan – pendekatan suatu nilai
yang diawali dengan bagian hitung differensial. Ini hanya mungkin bila
ada materi peralihan yang menjembatani bagian matematika yang baru
dengan bagian matematika yang lain. Guru dapat mengatur
pembelajarannya dengan lebih berhati – hati.
Bagaimana dengan “Aritmetika” dan “Aljabar”? Aritmetika dan
aljabar yang dimaksud adalah yang menjadi inti pelajaran matematika di
jenjang pendidikan dasar, bukan dalam arti yang lebih tinggi seperti
“aritmetika transfinit” ataupun “aljabar abstrak”. Dalam aritmetika lebih
ditekankan pada sifat – sifat bilangan. Pada aljabar, meskipun masih
didominasi oleh penggunaan bilangan, sudah banyak digunakan simbol –
simbol yang tidak langsung berupa bilangan. Muncullah pertanyaan,
adakah materi atau objek matematika yang dapat dipandang sebagai titik
peralihan dari aritmetika ke aljabar? Objek matematika yang dapat
dipandang sebagai titik peralihand ari aritmetika ke aljabar adalah
“variabel” atau sering juga disebut “peubah”. Variabel atau peubah adalah
suatu simbol atau tanda yang belum menunjukkan anggota tertentu dari
suatu himpunan. Himpunan yang dimaksud biasanya masih hanya
himpunan bilangan. Notasi atau penulisan variabel itu dapat
beranekaragam. Pada tahap awal tidak perlu langsung menggunakan huruf,

20
dapat berupa tanda, misalnya  atau  atau titik – titik kosong untuk
diisi yang dapat diucapkan dengan kata ”berapa?” Setelah siswa
memahami kegunaan tanda – tanda itu barulah diubah menjadi huruf
𝑥, 𝑦 dan sebagainya. Penggunaan huruf sebaga variabel akan semakin
banyak dalam pelajaran aljabar SMP/MTs, yang umumnya masih
terbatas diartikan bilangan yang belum tertentu atau belum diketahui.
Pada jenjang SD/MI penekanan materi masih terbatas pada
aritmetika. Pengetahuan tentang bilangan tidak selalu dikaitkan dengan
operasi atau pengerjaan hitung, sehingga digunakan istilah “number sense”
atau “pemahaman bilangan” atau “kepekaan atas bilangan”. Dengan
demikian number sense meliputi hitung menghitung dan penggunaan
bilangan yang tidak perlu dijumlah ataupun dikurangi dan sebagainya.
Penggunaan bilangan tanpa pengerjaan hitung dapat dijumpai pada
pemberian nomor rumah, nomor telepon, menentukan perkiraan tertentu
dan lain – lain.
Kalau di SD/MI penekanan kepada “number sense” maka di
SMP/MTs penekanakn kepada “symbol sense” karena simbol – simbol
yang tidak selalu berarti bilangan itu banyak digunakan dalam matematika
di SMP/MTs. Bagian ini merupakan pendasaran matematika yang teramat
penting dikarenakan dengan beragamnya semesta, memungkinkan
matematika digunakan di berbagai bidang kerja atau keilmuan.
2.6.2 Abstrak-Konkret-Abstrak
Dalam pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa objek
matematika itu abstrak. Bilangan adalah konsep abstrak. Segitiga adalah
konsep abstrak. Kata “bilangan” dan “segitiga” adalah nama satu konsep.
Bilangan dan segitiga itu hanya ada di pikiran manusia. Selain itu juga
telah dikemukakan bahwa ke-abstrakan objek matematika itulah yang
merupakan penyebab mendasar guru tidak mudah mengajar matematika.
Sesuai dengan keperluan dapat dilakukan penggolongan yang lebih
cermat, khususnya kalau akan mengajarkan suatu topik. Kecermatan itu
misalnya, konkret → semi konkret/semi abstrak → abstrak. Hal ini dapat
dilihat seperti contoh berikut.

21
Seorang guru akan memperkenalkan kepada siswanya tentang
bangun ruang kubus beserta ciri – cirinya. Guru tersebut meminta siswa
untuk mengamati benda di lingkungan rumahnya/kelas, kemudian guru
tersebut menunjuk benda di sekitar yang berbentuk menyerupai kubus.
Kemudian, guru melanjutkan penjelasan dengan menggunakan ”alat
peraga/kerangka kubus”. Tentu saja langkah itu masih cukup konkret
meski sudah lebih abstrak dari pada melihat benda sekitar yang berbentuk
kubus. Selanjutnya gutu melanjutkan dengan ”menggambar kubus” untuk
lebih memantapkan pengertian tentang kubus, berarti guru tersebut sudah
melangkah lebih abstrak. Demikian selanjutnya jika hanya menggunakan
”tulisan kubus” bahkan ”kata kubus” saja berarti sudah abstrak. Hal ini
berarti, untuk menjelaskan mengenai bangun ruang kubus dapat ditempuh:
Benda kubus → kerangka kubus → gambar kubus → tulisan/kata kubus
Manakah yang akan dipakai sebagai titik tolak sangat tergantung dari
sifat topik yang akan disampaikan serta keadaan lingkungan tempat
belajarnya. Dengan analog di atas, guru matematika dituntut memikirkan
dan melakukan usaha yang kreatif agar dapat “mengkonkretkan” objek
matematika yang absatrak itu sehingga dapat mudah ditangkap dan
dipahami oleh siswanya. Namun untuk pelajaran matematika harus
diakhiri dengan kemampuan melakukan abstraksi. Proses abstrak →
konkret → abstrak ini merupakan tugas penting guru matematika dan
bukan tugas matematikawan.

2.7 Strategi Pembelajaran Matematika Berdasarkan Perbedaan


Pandangan Filsafat Matematika
Setelah memahami hakikat matematika berdasarkan perbedaan pandangan
para filsafat, maka muncullah pertanyaan bagaimana membelajarkan
matematika kepada siswa di kelas. Melakukan pembelajaran matematika
dengan menggunakan salah satu landasan aliran filsafat secara ekstrim dengan
mengabaikan aliran filsafat lain bukanlah cara yang konstruktif. Dalam
memahami matematika, setiap aliran filsafat tentunya memiliki kelebihan dan
kekurangan. Dalam pembelajaran matematika guru dituntut untuk secara

22
kreatif dan bertanggung jawab menggunakan kelebihan suatu pandangan
filsafat untuk menutup kelemahan pandangan aliran filsafat lain.
Guru yang memandang matematika hanya sebagai kumpulan angka –
angka dan rumus – rumus, secara tidak sengaja telah terjebak dalam aliran
formalisme matematika secara ekstrim. Guru yang demikian, akan
mengajarkan prosedur – prosedur matematika dengan mengabaikan
kebermaknaan matematika yang syarat dengan logika. Namun demikian,
penggunaan logika yang ebrlebihan atas dasar aliran logisisme akan
mengabaikan bahwa matematika dikonstruksi dengan basis kesepakatan dalam
suatu semesta pembicaraan. Sementara itu, menggunakan landasan
intuisionisme dengan mengabaikan struktur dan logika matematika akan
berakibat menurunkan kredibilitas dan universalitas kebenaran matematika
sebagai ilmu. Sehingga menggunakan pandangan dari ebrbagai aliran filsafat
dalam pendidikan dan pembelajaran matematika akan memperkaya khazanah
wawasan guru dalam menjalankan profesinya. Kekayaan pemahaman yang
mendalam dan radikal tentang matematika, bagi pendidik merupakan salah satu
modal utama untuk mencapai tujuan pendidikan dan pembelajaran matematika.

23
BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan tentang Landasan Filosofis Pendidikan
Matematika yang telah di uraikan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut.

1. Landasan filosofis pendidikan adalah seperangkat asumsi yang


bersumber dari filsafat yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan.
Landasan filosofis pendidikan dikatakan bersifat normatif atau
preskriptif,sebab landasan filosofis pendidikan tidak berisi konsep –
konsep tentang pendidikan apa adanya, melainkan konsep yang seharusnya
atau dicita – citakan, yang disarankan oleh filsuf tertentu.

2. Filsafat matematika adalah cabang ilmu filsafat yang memiliki tujuan


untuk merefleksikan/merenungkan dan menjelaskan hakikat
matematika. Secara tradisional, filsafat matematika adalah untuk
memberikan dasar kepastian pengetahuan matematika, artinya
menyediakan sebuah sistem di mana di dalamnya pengetahuan
matematika dapat ditampilkan untuk membangun kebenaran dengan
sistematis.

3. Pengetahuan adalah keyakinan yang dibenarkan. Lebih tepatnya, bahwa


pengetahuan awalnya terdiri dari dalil yang dapat diterima, asalkan
terdapat alasan memadai untuk menegaskannya. Pengetahuan
matematika termasuk apriori karena terdiri dari proposisi yang
menjelaskan atas dasar alasan saja.

4. Mempelajari dan mengkaji matematika tentunya memerlukan kehati –


hatian, dan harus dinikmati karena matematika merupakan suatu karya
seni yang besar mengandung keindahan. Misalkan dalam bidang
geometri, benda yang simetris, asimetris, antisimetris dan lain – lain.

5. Terdapat aliran terpopuler dalam filsafat matematika. Adapun aliran


tersebut antara lain, logisisme yang dipelopori oleh filsuf Inggris
Betrand Arthur William Russel, formalisme yang berusaha menyelidiki

24
berbagai sistem matematika dan intuisionisme yang tidak memandang
kebenaran matematis sebagai struktur objektif seperti pendapat aliran
formalisme dan logisisme.

6. Pada dasarnya pola matematika sebagai ilmu adalah deduktif. Sifat


atau teorema yang ditemukan secara induktif dan empiris harus
dibuktikan kebenarannya dengan langkah – langkah deduktif sesuai
dengan strukturnya. Dalam matematika sekolah, kalaupun siswa pada
akhirnya tetap diharapkan mampu berpikir deduktif, namun dalam
proses pembelajarannya dapat digunakan pola pikir induktif.

7. Melakukan pembelajaran matematika dengan menggunakan salah satu


landasan aliran filsafat secara ekstrim dengan mengabaikan aliran
filsafat lain bukanlah cara yang konstruktif. Dalam memahami
matematika, setiap aliran filsafat tentunya memiliki kelebihan dan
kekurangan. Dalam memahami matematika, setiap aliran filsafat
tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga guru dituntut
sekreatif mungkin menggunakan kelebihan dan mempertimbangkan
kekurangan dalam melaksanakan pembelajaran.

25
DAFTAR PUSTAKA

Ernest, P. (1991). The Philosophy of Mathematics Education. Taylor & Franshis


e-Library Group.
Gagne, R. M. (1983). The Condition of Learning. Japan: Holt Sounders.
Gie, T. L. (1985). Filsafat Matematika. Yogyakarta: Penerbit Supersukses.
Mustangin. (2016). Landasan Filosofis Pendidikan Matematika dan Implikasinya
dalam Pembelajaran. Kuliah Umum UIN Suka 2016. Malang : Universitas
Islam Malang.
Shapiro, S. (2000). Thinking About Mathematics:The Phiosophy of Mathematics.
New York: Oxford University.
Suriasumantri, J. S. (2003). Filsafat Ilmu:Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.

26

Anda mungkin juga menyukai