Anda di halaman 1dari 87

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada zaman sekarang, bangsa Indonesia masih menghadapi tantangan

untuk mengejar ketertinggalan masalah pendidikan, serta untuk mewujudkan

kesejahteraan bangsa, mengharuskan dikembangkannya konsep pembangunan

yang bertumpu pada manusia dan masyarakat. Pendidikan merupakan salah

satu faktor penting untuk memajukan suatu bangsa. Melalui pendidikanlah

sumber daya manusia dicetak. Apabila mutu pendidikan berkualitas pula lah

sumber daya manusia yang dihasilkan. Dengan memiliki sumber manusia

yang berkualitas maka dapat mempercepat pembangunan bangsa.

Pendidikan penentu kualitas maju mundurnya suatu bangsa untuk

mencitakan suatu kehidupan yang lebih baik pendidikan diharapkan sebagai

penggerak perkembangan karakter. Undang-Undang memberikan landasan-

landasan bagi pelaksana pendidikan di Indonesia baik dalam hal akar,

pendidikan maupun fungsi dan tujuan pendidikan ketiga hal tersebut yakni

akar, fungsi, dan tujuan pendidikan hendaknya menyatu dalam proses

mengembangkan potensi peserta didik sesuai dengan kepribadian dicita-

citakan (Sarbaini, 2012: 1).

Pendidikan berkenaan dengan kehidupan etika, moral, fisik, mental

dan emosional, kepuasan personal setiap individu sesuai dengan

kemampuannya, kerja pengalaman dalam masyarakat. Pendidikan

memberikan kesempatan berkembang secara maksimal, mempelajari

peristiwa masa lalu, kesempatan aktif dan kreatif. Pendidikan demikian adalah
2

pendidikan karakter dan tingkah laku yang intern dengan kepribadian

manusia.

Bimbingan dan konseling ialah upaya bantuan yang diberikan oleh

konselor pada peserta didik dalam mengatasi kesulitan belajar yang dialami

oleh peserta didik termasuk untuk meningkatkan kepercayaan diri. Salah satu

layanan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kepercayaan diri adalah

layanan bimbingan kelompok

Seorang guru Bimbingan dan Konseling wajib memberikan layanan

bimbingan kepada siswanya. Hal ini terkait dengan kebutuhan siswa di

sekolah. Layanan bimbingan kelompok merupakan salah satu bantuan dalam

situasi kelompok yang diberikan oleh guru BK kepada siswa untuk membahas

masalah-masalah atau kebutuhan yang dihadapi siswa (Puspita, 2016:18).

SMA Negeri 4 Banjarbaru adalah salah satu sekolah menengah atas

negeri di kota Banjarbaru. Ada sekitar 875 siswa yang bersekolah di tempat ini

dan mereka semua bersifat heterogen, mereka mempunyai kebiasaan yang

berbeda-beda baik dari cara bergaul, mematuhi peraturan, maupun cara

belajar. Berdasarkan hasil pengamatan selama peneliti, peneliti menemukan

fenomena siswa yang masih kurang dalam percaya diri. Hal ini peneliti

temukan pada saat observasi salah satu kelas di SMA Negeri 4 Banjarbaru,

yaitu kelas X IPS 3. Observasi yang dilakukan menghasilkan kesimpulan

beberapa siswa di kelas tersebut memiliki kepercayaan diri yang rendah.

Mereka kurang mampu mengaktualisasikan diri karena sepertinya mempunyai

keyakinan diri dan lingkungan yang rendah. Ada juga yang terlihat malu-malu,

takut saat ditanya guru, takut saat tampil di depan kelas karena merasa malu

jika salah.
3

Percaya diri adalah salah satu sifat yang mampu mendorong kita

melakukan sesuatu (Darmanto, 2012: 173). Individu yang merasa yakin atas

kemampuan mereka sendiri serta memiliki harapan yang realistis bahkan pada

saat harapannya tidak tercapai dia tetap percaya diri dan berpikir positif dapat

menerimanya. Selain itu percaya diri mampu menjadi stimulus yang

mendorong individu untuk mampu bertindak t anpa ragu-ragu.

‘Malu’ ‘takut ditanya guru’ ‘takut salah’, dan takut yang lainnya

sebenarnya merupakan salah satu contoh bentuk dari kurang percaya diri

yang dialami siswa. Penyebab siswa kurang percaya diri adalah akibat dari

kejadian buruk di masa kanak-kanak yang membuatnya acuh, sering dimarahi

oleh orangtuanya, dan faktor-faktor yang bergantung pada latar belakang dan

status seseorang, lingkungan, hubungan dengan dunia luar.

Siswa yang mengalami masalah kurang percaya diri merasa dirinya

rendah, tidak yakin dengan kemampuan dirinya sendiri, dan selalu merasa

salah dalam berpenampilan, tidak berharga , tidak ada artinya dan tidak

berdaya menghadapi tindakan orang lain. Peserta didik cenderung mungkin

menghindari situasi komunikasi dan lebih memilih untuk menyendiri. Mereka

cenderung takut orang lain akan mengejeknya atau menyalahkan.

Apabila rasa kurang percaya diri ini tidak diatasi dan tidak

mendapatkan perhatian secara khusus dan mendapatkan penanganan dari

guru khususnya guru bimbingan dan konseling maka bisa menghambat proses

belajar peserta didik dan menghambat perkembangan peserta didik dalam

meraih peserta yang optimal.

Dampak yang bisa dialami peserta didik jika percaya dirinya kurang
4

adalah keadaan akan menjadi gawat, saat kurangnya kepercayaan diri ini

memenuhi kondisi psikis peserta didik. Beberapa bahkan sampai mengalami

stress yang ujung-ujungnya dapat menimbulkan kasus bunuh diri. Misalnya

kasus yang dialami siswa berinisial FW. Gara-gara takut tak lulus UN seorang

peserta didik SMP di Pondokpetir, Bojongsari, Depok memilih mengakhiri

hidup dengan cara gantung diri di rumahnya. Kaka korban menjelaskan,

adiknya begitu serius menghadapi UN sehingga dia giat belajar. “Dia giat

belajar karena takut engga lulus UN”. Kaka korban mengatakan, dua minggu

lalu FW kembali menyampaikan rasa kekhawatirannya tidak lulus UN. Namun,

tiga hari menjelang acara perpisahan di sekolahnya , FW berubah sikap

menjadi pendiam. Ketua Komnas Perlindungan Anak, menyatakan bahwa

bertambahnya kasus pelajar bunuh diri karena takut tidak lulus UN membuat

pemerintah harus mengevaluasi besar-besaran UN. Ditambahkan Ketua

Komnas Perlindungan Anak, UN membuat siswa menjadi tertekan, baik itu

sebelum maupun sesudah pelaksanaan UN. Dengan begitu kejiwaan siswa

menjadi terganggu. (Kompas.com: 2013).

Dalam penelitian ini peneliti memilih layanan bimbingan kelompok

dengan menggunakan teknik experiential learning untuk memperkuat

bimbingan yang dilakukan. Demi membantu meningkatkan kepercayaan diri

siswa. Bimbingan dengan teknik experiential learning pembelajaran yang

mengaktifkan proses pembelajaran untuk membangun pengetahuan dan

keterampilan melalui pengalaman secara langsung.

Dalam Experiential Learning pengalaman mempunyai peran sentral

dalam proses belajar. Dalam teori Experiential Learning, belajar merupakan


5

proses dimana pengetahuan diciptakan melalui transformasi pengalaman

(experience). Experiential Learning secara harfiah berarti belajar dari aktifitas

mengalami dan merefleksikan apa yang telah dipelajari. Experiential bukan

sekedar mendengarkan tetapi lebih pada mensimulasikan situasi kehidupan

nyata, misalnya bermain peran, dan berpartisipasi dalam permainan. Tujuan

teknik Experiential Learning adalah Baharudin dan Wahyuni (2012:165)

menyatakan bahwa tujuan dari model ini adalah untuk mempengaruhi siswa

dengan tiga cara, yaitu mengubah struktur kognitif siswa, mengubah sikap

siswa, dan memperluas keterampilan-keterampilan siswa yang telah ada,

Ketika elemen tersebut saling berhubungan dan mempengaruhi

secara keseluruhan, tidak terpisah-pisah karena apabila salah satu elemen

tidak ada maka kedua elemen lainnya tidak akan efektif. Model Experiential

Learning memberi kesempatan kepada siswa untuk memutuskan pengalaman

apa yang menjadi fokus mereka. Keterampilan-keterampilan apa yang mereka

ingin kembangkan, dan bagaimana cara mereka membuat konsep dari

pengalaman yang mereka alami tersebut.

Peneliti juga menemukan beberapa hasil penelitian yang medukung

penelitian ini, diantaranya penelitian yang telah dilakukan Ruri Puspita Sari

yaitu Upaya Meningkatkan Kepercayaan Diri Melalui Bimbingan Kelompok

Menggunakan Teknik Experiental Learning Pada Siswa SMP (Penelitian Tindakan

Bimbingan dan Konseling pada Siswa kelas VIII SMP Taman Dewasa Ibu Pawiyatan Tahun

Ajaran 2015/2016) yang menyimpulkan suatu metode belajar di mana siswa

terlibat secara personal belajar sehingga siswa mengalami apa yang mereka

pelajari yang diharapkan dapat membangun pengetahuan yang diperoleh dari


6

perpaduan antara memahami mentransformasi pengalaman.

Dengan demikian diharapkan pengguna bimbingan kelompok dengan

teknik experiential learning ini akan mampu meningkatkan kepercayaan diri

pada siswa di SMA Negeri 4 Banjarbaru. Mengacu pada penjelasan terdahulu

peneliti tertarik melakukan judul “Upaya Meningkatkan Kepercayaan Diri

Melalui Bimbingan Kelompok Menggunakan Teknik Experiential Learning

pada Siswa Kelas X IPS 3 di SMA Negeri 4 Banjarbaru”.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan

yang menjadi fokus penelitian ini dapat dijabarkan menjadi beberapa

rumusan masalah yaitu:

1. Bagaimana gambaran aktivitas peneliti pada layanan bimbingan kelompok

menggunakan teknik Experiential Learning untuk meningkatkan

kepercayaan diri siswa kelas X IPS 3 di SMA Negeri 4 Banjarbaru?

2. Bagaimana cara menggunakan layanan bimbingan kelompok

menggunakan teknik Experiential Learning untuk meningkatkan

kepercayaan diri siswa kelas X IPS 3 di SMA Negeri 4 Banjarbaru?

3. Bagaimana peningkatan kepercayaan diri siswa melalui Teknik

Experiential Learning untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa kelas

X IPS 3 di SMA Negeri 4 Banjarbaru?


7

C. Tujuan penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas maka tujuan dari

penelitian ini adalah:

1. Mengetahui gambaran aktivitas peneliti pada layanan bimbingan

kelompok menggunakan teknik Experiential Learning untuk meningkatkan

kepercayaan diri siswa kelas X IPS 3 di SMA Negeri 4 Banjarbaru

2. Mengetahui cara menggunakan layanan bimbingan kelompok

menggunakan teknik Experiential Learning untuk meningkatkan

kepercayaan diri siswa kelas X IPS 3 di SMA Negeri 4 Banjarbaru

3. Mengetahui peningkatan kepercayaan diri siswa melalui Teknik

Experiential Learning untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa kelas

X IPS 3 di SMA Negeri 4 Banjarbaru

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi semua pihak, terutama

pihak-pihak yang memiliki hubungan dengan permasalahan dalam penelitian

ini. .

1. Guru BK

sebagai bahan informasi untuk membimbing dan mengarahkan peserta

didik untuk meningkatkan kepercayaan diri menggunakan bimbingan

kelompok teknik Experiential Learning.

2. Guru/Tenaga pendidikan

Sebagai informasi untuk memaksimalkan kinerjanya dalam mendidik

siswa di dalam kelas, serta memberikan informasi bahwa guru mata

pelajaran dapat bekerjasama dengan guru bk sekolah dalam membantu

menyelesaikan permasalahan siswa.


8

3. Siswa

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bimbingan dan manfaat

kepada siswa bahwa pelaksanaan bimbingan kelompok teknik Experiential

Learning dapat meningkatkan kepercayaan diri.

4. Peneliti

Sebagai bekal ilmu pengetahuan dan dapat mengaplikasikan layanan

bimbingan kelompok teknik Experiential Learning dapat meningkatkan

kepercayaan diri dan sebagai bekal apabila peneliti terjun ke lapangan.

5. FKIP ULM Banjarmasin

Sebagai informasi data ilmiah dalam rangka pengembangan ilmu

pengetahuan dan kualitas pendidikan serta dapat dijadikan bahan

perbandingan untuk peneliti selanjutnya.


9

BAB II

KAJIAN TEORETIK

A. Kepercayaan diri

1. Pengertian Kepercayaan diri

Percaya diri (self confident) adalah salah satu sifat yang mampu mendorong

kita melakukan sesuatu. Selalu aktif dan tidak dihantui oleh berbagai macam

pikiran negatif yang merugikan. Meskipun kemampuan yang kita miliki serba

terbatas, hal itu bisa dihilangkan dengan cara menanamkan kepercayaan terhadap

diri sendiri serta keyakinan yang kuat. Maka, apapun bentuknya jika didasari oleh

pikiran yang jernih dan penuh dengan perhitungan, akan lebih bermakna

(Darmanto, 2012: 173).

Orang-orang yang memiliki keyakinan yang tinggi adalah orang yang telah

mempertimbangkan informasi, mengenai keyakinan dirinya sendiri dalam

mempertimbangkan untung dan rugi dalam bertindak. Tidak hanya itu, ia juga

telah mempertimbangkan sejauh mana dirinya dalam mengatur setiap perilaku.

Jika kita berperilaku demikian, artimya kita telah memiliki keyakinan yang baik

dalam melakukan setiap tugas, mencapai suatu tujuan, dan mengantisipasi

rintangan. Kita termasuk dalam bagian manusia yang mudah mengontrol setiap

hal yang dapat memengaruhi hidup (Saputra, 2017 : 39). \

Oxford Advanced Learner’s Dictionary mendefinisikan kepercayaan diri

(confidence) sebagai percaya pada kemampuan kita sendiri untuk melakukan

sesuatu dan berhasil. Pendapat lain yang menyatakan hal serupa seperti di atas

yakni Goleman bahwa kepercayaan diri adalah kesadaran yang kuat tentang harga

dan kemampuan diri sendiri (Yofita, 2013: 62-63).


10

Secara khusus, Pearce mengemukakan bahwa kepercayaan diri berasal dari

tindakan, kegiatan, dan usaha untuk bertindak bukannya menghindari keadaan dan

bersifat pasif. Pernyataan tersebut kemudian diperkuat oleh Hakim yang

menyatakan bahwa kepercayaan diri adalah keyakinan seseorang terhadap segala

aspek kelebihan yang dimilikinya dan membuat kemampuan untuk mencapai

berbagai tujuan hidup (Yofita, 2013: 63).

Dengan kata lain, seseorang dapat dikatakan percaya diri jika seseorang berani

melakukan sesuatu hal yang baik bagi dirinya sesuai dengan pengetahuan dan

kemampuan diri. Selain itu, anak pun mampu melakukannya tanpa ragu selalu

berpikir positif (Yofita, 2013: 63).

Angelis pun berpendapat kepercayaan diri merupakan hal yang dengannya

mampu menyalurkan segala sesuatu yang diketahui dan dikerjakannya.

Kepercayaan diri juga dapat diartikan sebagai sikap positif seorang individu yang

memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif terhadap diri

sendiri maupun terhadap lingkungan atau situasi yang dihadapinya (Yofita, 2013:

63).

2. Aspek-aspek Kepercayaan Diri

Seseorang atau individu yang memiliki rasa percaya diri, maka seseorang

tersebut akan merasa yain dengan kemampuan yang dimilikinya. Sehingga bisa

menyelesaikan masalahnya karena tahu apa yang didasari keyakinan akan

kemampuannya. Individu tersebut bertanggung jawab akan keputusannya yang

telah diambil serta mampu menatap fakta dan realita secara objektif yang didasari

keterampilan. Hal tersebut merupakan aspek yang terkandung dalam rasa percaya

diri.

Untuk lebih jelasnya bisa dilihat melalui uraian sebagai berikut.


11

a. Keyakinan akan kemampuan diri, yaitu sikap positif mengenai dirinya

bahwa ia paham dengan apa yang dilakukannya.

b. Optimis, yaitu sikap positif seseorang yang selalu berpandangan baik

dalam menghadapi segala hal tentang diri, harapan dan kemampuan.

c. Objektif, yaitu seseorang yang percaya diri memandang permasalahan atau

sesuatu sesuai dengan kebenaran pribadi atau menurut dirinya sendiri.

d. Bertanggung jawab, yaitu kesediaan seseorang untuk menanggung segala

sesuatu yang telah menjadi konsekuensinya.

e. Rasional, yaitu analisis terhadap suatu masalah, suatu hal, suatu kejadian

dengan menggunakan pemikiran yang dapat diterima oleh akal dan sesuai

dengan kenyataan.

Jadi, seseorang atau individu yang memiliki rasa percaya diri yaitu seseorang yang

memiliki rasa keyakinan akan kemampuan diri, optimis, objektif, bertanggung jawab

serta memiliki pemikiran rasional (Widjaja, 2016: 61-62).

3. Faktor-faktor yang memengaruhi rasa percaya diri

Percaya diri adalah kemampuan berpikir rasional. Ini berupa keyakinan-

ketyakinan, ide-ide, dan proses berpikir yang tidak mengandung unsur keharusan

yang menuntut individu. Sehingga, ketika menghadapi problem atau persoalan,

kita mampu berpikir, menilai menimbang, menganalisis, memutuskan, dan

melakukan. Rasa percaya diri merupakan dimensi evaluatif yang menyeluruh dari

diri. Rasa percaya diri juga disebut sebagai harga diri atau gambaran diri.

Dalam hidup, sangat diperlukan sekali kepercayaan terhadap diri sendiri untuk

mencapai sebuah kesuksesan. Kunci untuk mendapatkan kepercayaan diri adalah

dengan memahami diri sendiri. Individu harus yakin akan kemampuan dan potensi

yang ada dalam dirinya. Jangan sampai rasa pesimis dan cemas selalu menghantui
12

perasaan. Rasa percaya diri dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat

digolongkan menjadi dua, yaitu faktor internal dan daktor eksternal.

Untuk lebih jelasnya bisa dilihat dalam uraian berikut.

a. Faktor internal

Faktor internal ini terdiri dari beberapa hal penting di dalamnya. Hal-hal yang

dimaksud tersebut di antaranya adalah sebagai berikut.

1) Konsep diri

Terbentuknya percaya diri pada seseorang diawali dengan

perkembangan konsep diri yang diperoleh dalam pergaulan suatu

kelompok. Konsep diri merupakan gagasan tentang dirinya sendiri.

Individu yang mempunyai rasa rendah diri biasanya mempunyai

konsep diri negatif. Sebaliknya, individu yang mempunyai rasa percaya

diri akan memiliki konsep diri positif.

2) Harga diri

Harga diri yaitu penilaian yang dilakukan terhadap diri sendiri.

Individu yang memiliki harga diri tinggi akan menilai pribadi secara

rasional dan benar lagi dirinya serta mudah mengadakan hubungan

dengan individu lain. Individu yang mempunyai harga diri tinggi

cenderung melilhat dirinya sebagai individu yang berhasil percaya

bahwa usahanya mudah menerima orang lain, sebagaimana menerima

dirinya sendiri.

3) Kondisi fisik

Perubahan kondisi fisik juga berpengaruh pada rasa percaya diri.

Ketidakmampuan fisik dapat menyebabkan rasa rendah diri yang


13

kentara. Penampilan fisik merupakan penyebab utama rendahnya harga

diri dan percaya diri seseorang.

4) Pengalaman hidup

Kepercayaan diri yang diperoleh dari pengalaman mengecewakan,

biasanya paling sering menjadi sumber timbulnya rasa rendah diri.

Apalagi jika pada dasarnya individu memiliki rasa tidak aman, kurang

kasih sayang, dan kurang perhatian.

b. Faktor eksternal

Faktor eksternal ini juga terdiri dari beberapa hal penting di dalamnya. Hal-hal

yang dimaksud tersebut di antaranya adalah sebagai berikut :

1) Pendidikan

Pendidikan memengaruhi percaya diri seseorang atau invidu. Tingkat

pendidikan yang rendah cenderung membuat individu merasa di bawah

kekuasaan yang lebih pandai, sebaliknya individu yang pendidikannya

lebih tinggi cenderung akan menjadi mandiri dan tidak perlu

bergantung pada individu lain. Individu tersebut akan mampu

memenuhi keperluan hidup dengan rasa percaya diri dan kekuatannya

dengan memperhatikan situasi dari sudut kenyataa.

2) Pekerjaan

Bekerja dapat mengembangkan kreativitas dan kemandirian serta rasa

percaya diri. Rasa percaya diri dapat muncul dengan melakukan

pekerjaan, selain materi yang diperoleh. Kepuasan dan rasa bangga

didapat karena mampu mengembangkan kemampuan diri.


14

3) Lingkungan

Lingkungan di sini merupakan lingkungan keluarga, sekolah, dan

masyarakat. Dukungan yang baik yang diterima dari lingkungan

keluarga seperti anggota keluarga yang saling berinteraksi dengan baik

akan memberi rasa nyaman dan percaya diri yang tinggi. Begitu juga

dengan lingkungan masyarakat semakin bisa memenuhi norma dan

diterima oleh masyarakat, maka harga diri juga akan berkembang lebih

baik (Widjaja. 2016: 63-68).

4. Indikator Kepercayaan Diri

Setiap insan memiliki rasa kepercayaan diri yang berbeda. Ada yang tinggi

rasa kepercayaan dirinya, ada pula yang rendah. Ada banyak faktor yang

mempengaruhi kepercayaan diri tidak begitu saja melekat pada anak dan juga

bukan merupakan bawaan lahir. Kepercayaan diri terbentuk karena proses belajar

bagaimana merespon berbagai rangsangan dari luar dirinya melalui interaksi

dengan lingkungannya. Secara harfiah kepercayaan diri tidak hanya dipengaruhi

oleh kedua orangtua, tetapi dapat juga dipengaruhi oleh lingkungan sekitar seperti

masyarakat, guru, pengasuh, media, dan lain sebagainya (Yofita, 2013: 67-68).

Adapun beberapa indikator individu yang memiliki rasa percaya diri, di

antaranya adalah sebagai berikut.

a) Percaya pada kemampuan sendiri, yaitu suatu keyakinan atas diri

sendiri terhadap segala fenomena yang terjadi yang berhubungan

dengan kemampuan individu untuk mengevaluasi serta mengatasi

fenomena yang terjadi tersebut (Widjaja, 2016:53)

b) Bertindak mandiri dalam mengambil keputusan. Yaitu dapat bertindak

dalam mengambil keputusan terhadap diri yang dilakukan secara


15

mandiri atau tanpa adanya keterlibatan orang lain dan mampu untuk

meyakini tindakan yang diambil.

c) Memiliiki rasa positif terhadap diri sendiri. Yaitu adanya penilaian

yang baik dari dalam diri sendiri baik dari pandanagn maupun tindakan

yang dilakukan yang menimbulkan rasa positif terhadap diri dan masa

depannya.

d) Berani mengungkapkan pendapat. Adanya suatu sikap untuk mampu

mengutarakan sesuatu dalam diri yang ingin diungkapkan kepada

orang lain tanpa adanya paksaan atau rasa yang dapat menghambat

pengungkapan tersebut.

e) Bersikap tenang dalam mengerjakan sesuatu.

f) Mempunyai potensi dan kemampuan yang memadai.

g) Mampu menetralisir ketegangan yang muncul dalam situasi tertentu

(Widjaja, 2016:54).

5. Tingkah Laku Orang yang Tidak Percaya Diri

Individu yang memiliki rasa rendah diri atau tidak percaya diri, individu

tersebut akan menjadi pribadi yang tidak mandiri dan individu tersebut akan

bergantung pada orang lain. Kelemahan yang dimiliki oleh seseorang baik berasal

dari luar maupun dari dalam dirinya dapat menimbulkan perasaan rendah diri.

Orang yang merasa rendah diri dapat nampak dari tingkah lakunya. Setiawan

Pongky (2014: 21) menyebutkan tingkah laku orang yang rendah diri antara lain

sebagai berikut:

a. Penyendiri

Selalu menyendiri dan menarik diri dari pergaulan. Orang yang

menganggap dirinya tidak mempunyai kemampuan yang berarti biasanya


16

tidak mau bergaul dan menarik diri dari pergaulan. Mereka mungkin

menganggap dirinya tidak berharga dibanding orang lain yang mereka

anggap lebih baik dalam setiap aspek.

b. Ragu

Selalu ragu dalam bertindak. Orang yang merasa tidak memiliki

kemampuan yang berarti akan selalu ragu-ragu dalam bertindak, perasaan

seperti itu akan merugikan diri sendiri.

c. Lemah dalam persaingan

Orang yang kurang percaya diri tidak ingin bersaing postif. Ia merasa tidak

mampu untuk mengikuti persaingan seperti orang lain. Karena ia merasa

tidak mempunyai kemampuan atas dirinya sendiri.

d. Tidak sportif

Orang yang kurang percaya diri menolak untuk berpartisipasi dalam semua

jenis kompetisi, di mana kemampuan mereka akan diuji melawan orang

lain. Meski ia melakukannya, sikap yang suka mencela sepertinya akan

muncul. Meski begitu, dia sangat menikmati kemenangan, waktu itu

mungkin bukan atas usahanya sendiri.

e. Sangat sensitif

Orang yang memiliki rasa kurang percaya diri, maka orang tersebut akan

sangat sensitif terhadap pujian dan kritikan. Jika dipuji, dia akan

mempertanyakan ketulusan dari orang yang memuji, dan jika dikritik, dia

akan segera mempertahankan diri dan tidak bisa merespon humor ringan

dengan baik.
17

f. Rendah diri

Orang yang rendah diri juga takut untuk mencoba sesuatu yang baru,

karena jauh di dalam hatinya dia sangat takut membuat kesalahan sehingga

akan terus menerus teringat dengan kesalahan tersebut (Puspita, 2016: 14-

16).

B. Model Bimbingan dan Konseling yang Digunakan

1. Layanan Bimbingan Kelompok

Bimbingan kelompok adalah layanan bimbingan yang diberikan dalam

suasana kelompok. Gazda (1978) mengemukakan bahwa bimbingan kelompok

di sekolah merupakan kegiatan informasi kepada sekelompok siswa untuk

membantu mereka menyusun rencana dan keputusan yang tepat. Gazda juga

menyebutkan bahwa bimbingan kelompok diselenggarakan untuk memberikan

informasi yang bersifat personal, vokasional, dan sosial (Prayitno, 2015: 309-

310).

Layanan bimbingan kelompok yaitu layanan bimbingan yang

memungkinkan sejumlah peserta didik secara bersama-sama memperoleh

berbagai bahan dari narasumber tertentu (terutama dari pembimbing atau

konselor) yang berguna untuk menunjang kehidupannya sehari-hari baik

individu maupun sebagai pelajar, anggota keluarga dan masyarakat serta untuk

pertimbangan dalam pengambilan keputusan (Sukardi, 2010: 64).

Strategi dalam meluncurkan layanan bimbingan dan konseling adalah

bimbingan kelompok. Bimbingan kelompok dimaksudkan untuk mencegah

berkembangnya masalah atau kesulitan pada diri konseli (siswa). Isi kegiatan

bimbingan kelompok terdiri atas penyampaian informasi yang berkenaan


18

dengan masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi dan masalah sosialyang tidak

disajikan dalam bentuk pelajaran (Juntika, 2010: 17).

Wardati dan Jauhar (2011 : 105) menyatakan bimbingan kelompok yaitu

layanan yang membantu peserta didik dalam mengembangkan pribadi,

kemampuan hubungan sosial, kegiatan belajar, karier atau jabatan dan

pengambilan keputusan serta melakukan kegiatan tertentu melalui dinamika

kelompok.

Dari keempat pendapat diatas dapat dikemukakan bahwa bimbingan

kelompok adalah layanan yang diberikan kepada sekelompok siswa berupa

penyampaian informasi memecahkan masalah bersama-sama yang

menghambat perkembangan belajar, sosial, pribadi serta karier.

2. Tujuan Layanan Bimbingan dan Konseling

Tohirin (2007:172) secara umum tujuan layanan bimbingan kelompok

bertujuan untuk mengembangkan kemampuan bersosialisasi, khususnya

kemampuan berkomunikasi peserta layanan (siswa). Secara lebih khusus,

layanan bimbingan kelompok bertujuan untuk mendorong pemgembangan

perasaan, pikiran, persepsi, wawasan dan sikap yang menunjang perwujudan

tingkah laku yang lebih efektif, yakni peningkatan kemampuan berkomunikasi

baik verbal maupun nonverbal para siswa.

Sukardi (2010:221) tujuan yang ingin dicapai melalui diskusi kelompok

ialah:

1) Siswa memperoleh informasi yang berharga dari teman diskusi dan

pembimbing diskusi. Pengalaman yang baik maupun buruk dan pendapat

dari teman, banyak membantu perkembangan pribadi siswa. Informasi

mungkin bersifat praktis, sederhana dan langsung dapat dimanfaatkan,


19

misalnya cara menghafal sajak-sajak Chairul Anwar. Namun, ada juga

informasi yang bersifat kompleks dan manfaatnya tidak langsung

diketahui, misalnya tentang keberhasilan membiasakan diri menepati

rencana belajar.

2) Membangkitkan motivasi dan semangat siswa untuk melakukan sesuatu

tugas. Bial siswa mula-mula enggan mengerjakan sesuatu tugas, misalny

membuat ringkasan tentang isi bacaan setelah diskusi tentang manfaat

membuat ringkasan. Begitu juga terhadap hal-hal yang semula ditolak,

kurang diminati, kurang dipahami, bahkan mungkin semula yang dibenci

dapat berubah untuk dicintai dan dikerjakan.

3) Mengembangkan kemampuan siswa berpikir kritis, mampu melakukan

analisis dan sintesis atas data atau informasi yang diterimanya. Dalam

diskusi siswa memperoleh berbagai informasi yang mungkin saling

bertentangan, berhubungan, atau saling menunjang. Siswa secara bertahap

akan mampu menanggapi secara kritis dan lambatlaun mampu membuat

analisis serta mensistesiskan informasi yang diterimanya. Contoh: melalui

diskusi, siswa dapat memilih cara mempelajari mata pelajaran matemtika

yang paling tepat bagi dirinya. Untuk dapat memilih, ia telah melakukan

analisis dan sintesis tentang berbagai cara mempelajari mata peljaran

matematika.

4) Mengembangkan keterampilan dan keberanian siswa untuk

mengemukakan pendapat dengan jelas, terarah dan berisi, apalagi para

siswa. Dalam diskusi, siswa dibimbing untuk berani dan terampil

menyampaikan pengalaman dan gagasannya secara teratur, sehingga

mudah dipahami orang lain.


20

5) Membiasakan kerjasama di antara siswa, diskusi pada hakikatnya sama

dalam mengumpulkan dan tukar menukar pengalaman serta gagasan.

Melalui diskusi, siswa dibina memperhatikan kepentingan orang lain,

menghargai pendapat orang lain, dan menerima keputusan bersama.

3. Bentuk-bentuk Layanan Bimbingan Kelompok

Nurihsan (2010: 23) menyatakan bimbingan kelompok dilaksanakan

dalam tiga kelompok yaitu kelompok kecil (2-6 orang), kelompok sedang (7-12

orang) dan kelompok besar (13-20 orang) ataupun kelas (20-40 orang).

Pemberian informasi dalam bimbingan kelompok terutama dimaksudkan

untuk meningkatkan pemahaman tentang kenyataan, aturan-aturan dalam

kehidupan dan cara-cara yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan tugas

serta meraih masa depan dalam studi karir ataupun kehidupan. Aktivitas

kelompok diarahkan untuk memperbaiki dan mengembangkan pemahaman

diri dan pemahaman lingkungan, penyesuaian diri serta pengembangan diri.

4. Tahap-tahap Layanan Bimbingan Kelompok

Menurut Panduan Operasional Penyelengaraan Bimbingan dan

Konseling di Sekolah Menengah atas (SMA) oleh Kemendikbud (2016) yaitu:

1. Pra Bimbingan

a) Menyusun RPL bimbingan kelompok,

b) Pembentukan kelompok (forming)

2. Pelaksanaan

a) Pembukaan

b) Menciptakan suasana saling mengenal, hangat dan rileks,


21

c) Menjelaskan tujuan dan manfaat bimbingan kelompok secara

singkat,

d) Menjelaskan peran masing-masing anggota dan pembimbing pada

proses bimbingan kelompok yang akan dilaksanakan,

e) Menjelaskan aturan kelompok dan mendorong anggota untuk

berperan penuh dalam kegiatan kelompok.

f) Memotivasi anggota untuk saling mengungkapkan diri secara

terbuka,

g) Memotivasi anggota untuk mengungkapkan harapannya dan

membantu merumuskan tujuan bersama.

3. Transisi

a) Melakukan kegiatan selingan berupa permainan kelompok,

b) Mereview tujuan dan kesepakatan bersama,

c) Memotivasi anggota untuk terlibat aktif mengambil manfaat dalam

tahap inti,

d) Mengingatkan anggota bahwa kegiatan akan segera memasuki tahap

inti

4. Inti

a) Mendorong tiap anggota untuk mengungkapkan topik yang perlu

dibahas,

b) Menetapkan topik yang akan diintervensi sesuai dengan tujuan

bersama,

c) Mendorong tiap anggota untuk terlibat aktif saling membantu,

d) Melakukan kegiatan selingan yang bersifat menyenangkan

mungkin perlu diadakan,


22

e) Mereview hasil yang dicapai dan menetapkan pertemuan

selanjutnya.

5. Penutupan

a) Mengungkapkan kesan dan keberhasilan yang dicapai oleh setiap

anggota,

b) Merangkum proses dan hasil yang dicapai,

c) Mengungkapkan kegiatan lanjutan yang penting bagi anggota

kelompok,

d) Menyatakan bahwa kegiatan akan segera berakhir,

e) Menyampaikan pesan dan harapan.

6. Pasca Bimbingan

a) Mengevaluasi perubahan yang dicapai,

b) Menetapkan tindak lanjut kegiatan yang dibutuhkan,

5. Teknik Experiential Learning

1) Pengertian Teknik Experiential Learning

Konsep Experiential Learning pertama kali dicetuskan oleh Kolb (1984).

Kolb mengatakan “Experiential Learning: Experience as the source of learning

and development”. Dalam pernyataan tersebut, makna pengalaman nyata

peserta didik. Peserta didik berperan secara aktif mengeksplorasi, dan

membuat catatan tentang peristiwa yang terjadi.

Experiential Learning adalah proses belajar, proses perubahan yang

menggunakan pengalaman sebagai media belajar atau pembelajaran bukan

hanya materi yang bersumber dari buku atau pendidik. Experiential Learning

adalah pembelajaran yang dilakukan melalui refleksi dan juga melalui suatu

proses pembuatan makna dari pengalaman langsung. Experiential Learning


23

berfokus pada proses pembelajaran untuk masing-masing individu.

Experiential Learning ini bertitik tumpu pada teori humanistik. Teori ini

menjelaskan bahwa dalam belajar manusia mempunyai potensi-potensi dasar

atau tertentu yang harus dikembangkan ( fathurrohman, 2015:128-130).

Experiential Learning adalah suatu pendekatan yang dipusatkan pada

peserta didik yang dimulai dengan landasan pemikiran bahwa orang-orang

belajar terbaik itu dari pengalaman dan hal ini sesuai dengan ungkapan the

experience is the best teacher. Kemudian, untuk pengalaman belajar yang

benar-benar efektif, harus menggunakan seluruh roda belajar, dari pengaturan

tujuan, melakukan observasi dan eksperimen, memeriksa ulang, dan

perencanaan tindakan. Apabila proses ini telah dilalui memungkinkan peserta

didik untuk belajar keterampilan baru, sikap baru atau bahkan cara berpikir

baru.

Jadi, Experiential Learning adalah suatu bentuk kesengajaan yang tidak

disengaja. Contohnya, ketika peserta didik dihadapkan pada game Spider Web

atau jaring laba-laba. Tugas kelompok adalah menyeberang jaring yang

lubangnya pas dengan badan kita, namun tidak ada satu orang pun yang boleh

menyentuh jaring tersebut. Tugas yang diberikan tidak akan berhasil dilakukan

secara individual karena sudah diciptakan untuk dikerjakan bersama. Untuk

mencapai kerjasama yang baik, pasti akan timbul yang namanya komunikasi

antar anggota kelompok. Lalu muncullah secara alami orang yang berpotensi

menjadi seorang inisiator, leader, komunikator, ataupun karakter-karakter

lainnya. Contoh lainnya adalah ketika mendapat permasalahan uji coba

amilium. Pada uji coba tersebut peserta didik yang disuruh praktik langsung
24

akan memperoleh pengalaman dan pengetahuan yang lebih daripada yang

hanya memerhatikan saja.

PENGALAMAN

IMPLEMENTASI REFLEKSI
PENGALAMAN
Siklus model experiential learning
KONSEP
PENGALAMAN
2) Tujuan Teknik Experiential Learning

Baharudin dan Wahyuni (2012: 165) menyatakan bahwa tujuan dari model

ini adalah untuk mempengaruhi siswa dengan tiga cara, yaitu mengubah struktur

kognitif siswa, mengubah sikap siswa, memperluas keterampilan-keterampilan siswa

yang telah ada. Ketiga elemen tersebut saling berhubungan dan mempengaruhi

secara keseluruhan, tidak terpisah-pisah, karena apabila salah satu elemen tidak ada,

maka kedua elemen lainnya tidak akan efektif. Teknik experiential learning

memberi kesempatan kepada siswa untuk memutuskan pengalaman apa yang terjadi

fokus mereka, keterampilan-keterampilan apa yang mereka ingin kembangkan, dan

bagaimana cara mereka membuat konsep dari pengalaman yang mereka alami

tersebut. Hal ini berbeda dengan pendekatan belajar tradisional di mana siswa

menjadi pendengar pasif dan hanya guru yang mengendalikan proses belajar tanpa

melibatkan siswa.

3) Manfaat Teknik Experiential Learning

Manfaat model experiential learning secara individual antara lain:

a. Meningkatkan kesadaran akan rasa percaya diri,

b. Meningkatkan kemampuan berkomunikasi, perencanaan dan pemecahan masalah,


25

c. Menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan untuk menghadapi situasi yang

buruk,

d. Menumbuhkan dan meningkatkan rasa percaya antar sesama anggota kelompok,

e. Menumbuhkan dan meningkatkan semangat kerjasama dan kemampuan untuk

berkompromi,

f. Menumbuhkan dan meningkatkan komitmen dan tanggung jawab,

g. Menumbuhkan dan meningkatkan kemauan untuk memberi dan menerima

bantuan,

h. Mengembangkan ketangkasan, kemampuan fisik dan koordinasi.

4) Kelebihan dan Kelemahan Teknik Experiential Learning

Kelebihan dari teknik ini adalah dapat dirasakan bahwa pembelajaran lewat

pengalaman lebih efektif dan mencapai tujuan secara maksimal. Beberapa manfaat

teknik Experiential Learning dalam membangun dan meningkatkan kerjasama

kelompok antara lain adalah:

a. Mengembangkan dan meningkatkan rasa saling ketergantungan antarsama

anggota kelompok,

b. Meningkatkan keterlibatan dalam pemecahan masalah dan pengambilan

keputusan,

c. Mengidentifikasi dan memanfaatkan bakat tersembunyi dan kepemimpinan,

d. Meningkatkan empati dan pemahaman antarsesama anggota kelompok

Kelemahan dari teori ini adalah, yaitu sulit dimengerti sehingga masih sedikit yang

mengaplikasikan teknik pembelajaran ini (Faturrohman, 2015: 138).

5) Tahap-tahap Teknik Experiential Learning

Adapun tahapan dalam Kolb’s Experiential Learning (Majid : 2014) yaitu :


26

a. Pengalam konkret. Pada tahap ini pembelajar disediakan stimulus yang mendorong

mereka melakukan sebuah aktivitas. Aktivitas ini bisa berangkat dari suatu

pengalaman yang pernah dialami sebelumnya, baik formal maupun informal, atau

situasi yang realistik. Aktivitas yang disediakan bisa di dalam ataupun di luar

kelas, dan dikerjakan oleh pribadi atau kelompok.

b. Refleksi observasi. Pada tahap ini pembelajar mengamati pengalaman dari aktivitas

yang dilakukan dengan menggunakan pancaindra maupun dengan bantuan alat

peraga. Selanjutnya pembelajar merefleksikan pengalamannya,, dari hasil refleksi

ini mereka menarik pelajaran. Dalam hal ini, proses refleksi akan terjadi bila guru

mampu mendorong murid untuk mendeskripsikan kembali pengalaman yang

diperolehnya, mengomunikasikan kembali, dan belajar dari pengalaman tersebut.

c. Penyusunan konsep abstrak. Setelah melakukan observasi dan refleksi, maka pada

tahap pembentukan konsep abstrak, pembelajar mulai mencari alasan dan

hubungan timbal balik dari pengalaman yang diperolehnya. Selanjutnya pembelajar

mulai mengonseptualisasi suatu teori atau model dari pengalaman sebelumnya.

Pada fase ini dapat ditentukan apakah terjadi pemahaman baru atau proses belajar,

maka pembelajar akan mampu mengungkapkan aturan-aturan umum untuk

mendeskripsikan pengalaman tersebut, pembelajar menggunakan teori yang ada

untuk menarik simpulan terhadap pengalaman yang diperoleh, dan pembelajar

mampu menerapkan teori yang terabstraksi untuk menjelaskan pengalaman

tersebut.

d. Active experiementation atau aplikasi. Pada tahap ini pembelajar mencoba

merencanakan bagaimana menguji keampuhan model atau teori untuk menjelaskan

pengalaman baru yang akan diperoleh selanjutnya (Kolb dalam Mardana. 2004).

Pada tahap aplikasi akan terjadi proses belajar bermakna, karena pengalaman yang
27

diperoleh pembelajar sebelumnya dapat diterapkan pada pengalaman atau situasi

problematika yang baru. Setiap individu memiliki keunikan sendiri dan tidak

pernah ada dua orang yang memiliki pengalaman hidup yang sama persis. Dua

anak yang tumbuh dalam kondisi dan lingkungan yang sama dan mendapat

perlakuan yang sama, belum tentu akan memiliki pemahaman, pemikiran, dan

pandangan yang sama terhadap dunia sekitarnya. Masing-masing memiliki cara

pandang sendiri terhadap peristiwa yang dilihat dan dialaminya.

C. Rencana Pemecahan Masalah

Adapun langkah-langkah bimbingan kelompok menurut Panduan

Operasional Penyelengaraan Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah atas

(SMA) oleh Kemendikbud (2016) yaitu:

1) Pra Bimbingan

a. Menyusun RPL bimbingan kelompok,

b. Pembentukan kelompok (forming)

2) Pelaksanaan

a) Pembukaan

1) Menciptakan suasana saling mengenal, hangat dan rileks,

2) Menjelaskan tujuan dan manfaat bimbingan kelompok secara singkat,

3) Menjelaskan peran masing-masing anggota dan pembimbing pada

proses bimbingan kelompok yang akan dilaksanakan,

4) Menjelaskan aturan kelompok dan mendorong anggota untuk

berperan penuh dalam kegiatan kelompok.

5) Memotivasi anggota untuk saling mengungkapkan diri secara terbuka,

6) Memotivasi anggota untuk mengungkapkan harapannya dan

membantu merumuskan tujuan bersama.


28

b) Transisi

1) Melakukan kegiatan selingan berupa permainan kelompok,

2) Mereview tujuan dan kesepakatan bersama,

3) Memotivasi anggota untuk terlibat aktif mengambil manfaat dalam

tahap inti,

4) Mengingatkan anggota bahwa kegiatan akan segera memasuki

tahap inti

c) Inti

1) Mendorong tiap anggota untuk mengungkapkan topik yang perlu

dibahas,

2) Menetapkan topik yang akan diintervensi sesuai dengan tujuan

bersama,

3) Mendorong tiap anggota untuk terlibat aktif saling membantu,

4) Melakukan kegiatan selingan yang bersifat menyenangkan

mungkin perlu diadakan,

5) Mereview hasil yang dicapai dan menetapkan pertemuan

selanjutnya.

d) Penutupan

1) Mengungkapkan kesan dan keberhasilan yang dicapai oleh setiap

anggota,

2) Merangkum proses dan hasil yang dicapai,

3) Mengungkapkan kegiatan lanjutan yang penting bagi anggota

kelompok,

4) Menyatakan bahwa kegiatan akan segera berakhir,

5) Menyampaikan pesan dan harapan.


29

3) Pasca Bimbingan

1) Mengevaluasi perubahan yang dicapai,

2) Menetapkan tindak lanjut kegiatan yang dibutuhkan,

3) Menyusun laporan bimbingan kelompok,

4) Dalam pelaksanaan bimbingan kelompok, guru bimbingan dan konseling

atau konselor menyusun kelengkapan berupa RPL dan laporan pelaksanaan.

Adapun tahapan dalam Kolb’s experiential learning (Majid : 2014) yaitu :

a. Aktivitas ini bisa berangkat dari suatu pengalaman yang pernah dialami

sebelumnya, baik formal maupun informal, atau situasi yang realistik.

Aktivitas yang disediakan bisa di dalam ataupun di luar kelas, dan

dikerjakan oleh pribadi atau kelompok.

b. Selanjutnya pembelajar merefleksikan pengalamannya,, dari hasil

refleksi ini mereka menarik pelajaran. Dalam hal ini, proses refleksi

akan terjadi bila guru mampu mendorong murid untuk mendeskripsikan

kembali pengalaman yang diperolehnya, mengomunikasikan kembali,

dan belajar dari pengalaman tersebut.

c. Selanjutnya pembelajar mulai mengonseptualisasi suatu teori atau

model dari pengalaman sebelumnya. Pada fase ini dapat ditentukan

apakah terjadi pemahaman baru atau proses belajar, maka pembelajar

akan mampu mengungkapkan aturan-aturan umum untuk

mendeskripsikan pengalaman tersebut, pembelajar menggunakan teori

yang ada untuk menarik simpulan terhadap pengalaman yang diperoleh,

dan pembelajar mampu menerapkan teori yang terabstraksi untuk

menjelaskan pengalaman tersebut.


30

d. Pada tahap aplikasi akan terjadi proses belajar bermakna, karena

pengalaman yang diperoleh pembelajar sebelumnya dapat diterapkan

pada pengalaman atau situasi problematika yang baru. Setiap individu

memiliki keunikan sendiri dan tidak pernah ada dua orang yang

memiliki pengalaman hidup yang sama persis. Dua anak yang tumbuh

dalam kondisi dan lingkungan yang sama dan mendapat perlakuan yang

sama, belum tentu akan memiliki pemahaman, pemikiran, dan

pandangan yang sama terhadap dunia sekitarnya. Masing-masing

memiliki cara pandang sendiri terhadap peristiwa yang dilihat dan

dialaminya.

Langkah-langkah bimbingan kelompok dengan teknik experiential

learning untuk meningkatkan kepercayaan diri. Uraian kegiatan dalam

pelaksanaan tindakan dapat dijelaskan sebagai berikut (Puspita, 2016: 22-

23).

1. Kegiatan pendahuluan

a. Memberi salam

b. Berdoa

c. Menciptakan suasana kehidupan bimbingan kelompok dengan

menanyakan kabar

d. Perkenalan

e. Menjelaskan tujuan dari kegiatan yang akan dilaksanakan

f. Menyampaikan asas-asas bimbingan kelompok

g. Menyampaikan kontrak waktu

h. Permainan (ice breaking)

i. Menanyakan kesiapan siswa mengikuti kegiatan selanjutrnya


31

2. Kegiatan inti

a. Layanan bimbingan kelompok dengan menggunakan teknik experiential

learning adalah teknik pendekatan belajar melalui pengalaman yang

disajikan dalam kelompok, sehingga siswa dapat meningkatkan peran

sosial dan membentuk relasi antar siswa yang satu dengan yang lainnya.

Layanan bimbingan kelompok dengan menggunakan teknik experiential

learning bertujuan untuk meningkatkan akan rasa percaya diri siswa,

siswa dapat memecahkan masalah yang terjadi di dalam kelompok,

menumbuhkan dan meningkatkan rasa percaya antar sesama anggota

kelompok. Teknik experiential learning dalam layanan bimbingan

kelompok sangat efektif digunakan kepada siswa yang memiliki masalah

kurang percaya diri. Karena di dalam kelompok siswa harus bisa

meningkatkan semangat kerjasama dan kemampuan untuk berkompromi

antar teman kelompok. Selain itu, siswa dapat berbicara di depan umum

karena setelah kegiatan selesai siswa dapat menceritakan pengalaman

yang terkait dengan kegiatan tersebut.

b. Bentuk pelaksanaan teknik experiential learning dalam layanan

bimbingan kelompok adalah kegiatan belajar sebagai pengalaman sesuai

dengan topik bimbingan yang akan dilaksanakan, sehingga siswa dapat

memperoleh makna dan pengalaman dari kegiatan tersebut. Peneliti

menyiapkan media belajar yang digunakan dalam memberi bimbingan

kelompok. Misalnya peneliti menggunakan media kertas dan pulpen dan

topik bimbingan yang akan dibawakan oleh guru adalah siapa aku, jadi

peneliti bisa meminta masing-masing siswa menuliskan sifat-sifat positif


32

yang diketahui oleh semua orang lain dan sifat yang tidak diketahui oleh

semua orang lain. Selanjutnya masing-masing siswa menuliskan sifat-

sifat positif teman kelompoknya. Ini poin positif untuk siswa agar siswa

bisa lebih mengenal diri sendiri baik dari pribadi sendiri maupun dari

teman-teman. Selain itu, siswa dapat memandang dirinya secara positif

sehingga siswa bisa percaya diri dalam menjalankan aktivitasnya sehari-

hari.

c. Dalam pelaksanaan kegaitan experiential learning, peneliti dapat

meminta siswa menceritakan pengalaman positif apa saja yang

didapatkan selama mengikuti kegiatan.

3. Kegiatan penutup

a. Membuat kesimpulan

b. Mengemukakan kesan dan pesan dari hasil kegiatan

c. Membuat kesepakatan bersama untuk menentukan pertemuan

selanjutnya

d. Berdoa bersama untuk mengakhiri kegiatan.


33

D. Kerangka Berpikir
Percaya diri adalah salah satu sifat yang mampu mendorong kita melakukan sesuatu. Selalu aktif dan tidak
1. Bagan Kerangka Berpikir
dihantui oleh berbagai macam pikiran negatif.yang merugikan.

Ciri-ciri tidak percaya diri yang didapati Langkah pemberian layanan bimbingan kelompok menggunakan
sebelum diberikan layanan yaitu, exrperiential learning
1. Penyendiri a. Pembukaan
2. Ragu 1) menciptakan suasana saling mengenal, hangat dan
3. Lemah dalam persaingan rileks
4. Tidak sportif 2) menjelaskan tujuan dan manfaat bimbingan
5. Sangat sensitif kelompok secara singkat
6. Rendah diri 3) menjelaskan peran masing-masing anggota dan
pembimbing pada proses bimbingan kelompok yang
akan dilaksanakan
4) menjelaskan aturan kelompok dan mendorong
Kepercayaan diri siswa sesudah diberikan
layanan : anggota untuk beperan penuh dalam kegiatan kelompok
a) Percaya pada5) kemampuan
memotivasi sendiri,
anggotayaituuntuk saling mengungkapkan
diri secaraatas
suatu keyakinan terbukadiri sendiri
terhadap segala fenomenaanggota
6) memotivasi yang terjadi
untuk mengungkapkan harapan
yang berhubungan denganmerumuskan
dan membantu kemampuantujuan bersama
individu untuk mengevaluasi serta
b. Transisi
mengatasi fenomena yang terjadi
1) melakukan kegiatan selingan berupa permainan
tersebut (Widjaja, 2016:53)
b) Bertindak kelompok
mandiri dalam mengambil
keputusan.2) mereview
Yaitu tujuan dandalam
dapat bertindak kesepakatan bersama
mengambil3) keputusan
memotivasi terhadap
anggota untukdiri terlibat aktif mengambil
yang dilakukan
manfaatsecara mandiri
dalam tahap inti atau
tanpa adanya keterlibatan orang
4) mengingatkan anggotalainbahwa kegiatan akan segera
dan mampu memasuki tahap inti tindakan
untuk meyakini
yang diambil.
c. Inti
c) Memiliiki rasa positif terhadap diri
1) mendorong
sendiri. Yaitu tiap anggota
adanya penilaian yang untuk mengungkapkan topic
yang perlu
baik dari dalam diri dibahas
sendiri baik dari
pandanagn2) maupun
menetapkan topic yang
tindakan yang akan diintervensi sesuai
dilakukan dengan
yang tujuan
menimbulkan
bersama rasa
positif terhadap
3) mendoro diritiapdan masauntuk terlibat aktif saling
anggota
depannya. membantu
d) Berani mengungkapkan pendapat.
4) melakukan kegiatan selingan yang bersifat
Adanya suatu sikap untuk mampu
menyenangkan
mengutarakan sesuatu dalam mungkin perlu diadakan
diri yang
ingin diungkapkan kepada orang lain dicapai dan menetapkan
5) mereview hasil yang
pertemuan
tanpa adanya paksaanselanjutnya
atau rasa yang
dapat d. menghambat
Penutupa pengungkapan
tersebut. 1) mengungkapkan kesan dan keberhasilan yang dicapai
e) Bersikap tenang dalam
oleh setiap mengerjakan
anggota
sesuatu.
2) merangkum
potensi danproses dan hasil yang dicapai
f) Mempunyai kemampuan
3)mengungkapkan
yang memadai. kegiatan lanjutan yang penting bagi
anggota kelompok
g) Mampu menetralisir ketegangan yang
muncul 4)dalam
menyatakan situasi
bahwatertentu
kegiatan akan segera berakhir
(Widjaja, Menyampaikan
2016:54). pesan dan harapan
34

Jadi dengan teknik ini diharapkan siswa mampu percaya diri dengan teman
2. Deskripsi Kerangka
sekelasnya dan Berpikir
lingkungan sekolah
Percaya diri (self confident) adalah suatu sifat yang mampu mendorong kita

melakuka sesuatu dan tidak dihantui oleh berbaga macam pikiran negative yang

merugikan, dengan menanamkan kepercayaan terhadap diri sendiri serta

keyakinan yang kuat. Maka, apapun bentuknya jika didasari oleh pikiran jernih

dan penuh dengan perhitungan, akan lebih bermakna.

Individu yang memiliki kepercayaan diri yang rendah akan menjadi tidak

mandiri dan akan bergantung kepada orang lain, kelemahan yang dimiliki

seseorang tersebut akan menimbulkan perasaan renda diri. Hal tersebut dapat

terlihat dari tingkah lakunya anatara lain :

a. Penyendiri

Orang yang menganggap dirinya tidak mempunyai kemampuan yang

berarti biasanya tidak mau bergaul dan menarik diri dari pergaulan.

b. Ragu

Orang yang merasa tidak memiliki kemampuan yang berarti akan selalu

ragu-ragu dalam bertindak.

c. Lemah dalam persaingan

Merasa tisak mampu untuk mengikuti persaingan seperti orang lain, maka

ia merasa tidak mempunyai kemampuan atas dirinya

d. Tidak sportif

Orang yang tidak memiliki kepercayaan diri menolak untuk bersaing

dengan orang lain karena kemampuannya akan diuji, sehingga sikap

mencelanya akan muncul dan menikmati kemenanganya bukan dari atas

kemampuannya
35

e. Sangat sensitive

Seseorang yang akan sensitive atas pujian dan kritikan dari komentar

orang lain terhadap dirinya

f. Rendah diri

Orang yang rendah diri takut untuk mencoba sesuatu yang baru karena

takut akan membuat kesalahan sehingga terus menerus mengingat kesalaha

tersebut

Kemudian peneliti mengajukan solusi berupa penelitian tindakan dengan

langkah pemberian layanan bimbingan kelompok menggunakan experiental

learning :

a. Pembukaan

1) menciptakan suasana saling mengenal, hangat dan rileks

2) menjelaskan tujuan dan manfaat bimbingan kelompok secara singkat

3) menjelaskan peran masing-masing anggota dan pembimbing pada proses

bimbingan kelompok yang akan dilaksanakan

4) menjelaskan aturan kelompok dan mendorong anggota untuk beperan

penuh dalam kegiatan kelompok

5) memotivasi anggota untuk saling mengungkapkan diri secara terbuka

6) memotivasi anggota untuk mengungkapkan harapan dan membantu

merumuskan tujuan bersama

b. Transisi

1) melakukan kegiatan selingan berupa permainan kelompok

2) mereview tujuan dan kesepakatan bersama

3) memotivasi anggota untuk terlibat aktif mengambil manfaat dalam tahap

inti
36

4) mengingatkan anggota bahwa kegiatan akan segera memasuki tahap inti

c. Inti

1) mendorong tiap anggota untuk mengungkapkan topic yang perlu dibahas

2) menetapkan topic yang akan diintervensi sesuai dengan tujuan bersama

3) mendoro tiap anggota untuk terlibat aktif saling membantu

4) melakukan kegiatan selingan yang bersifat menyenangkan mungkin perlu

diadakan

5) mereview hasil yang dicapai dan menetapkan pertemuan selanjutnya

d. Penutupan

1) mengungkapkan kesan dan keberhasilan yang dicapai oleh setiap anggota

2) merangkum proses dan hasil yang dicapai

3)mengungkapkan kegiatan lanjutan yang penting bagi anggota kelompok

4) menyatakan bahwa kegiatan akan segera berakhir

Menyampaikan pesan dan harapan

Sehingga mendapatkan kepercayaan diri yang harapan oleh peneliti peneliti

setelah dilakukan layanan bimbingan kelompok menggunakan exrperiential

learning :

a. Percaya pada kemampuan sendiri, yaitu suatu keyakinan atas diri sendiri

terhadap segala fenomena yang terjadi yang berhubungan dengan

kemampuan individu untuk mengevaluasi serta mengatasi fenomena yang

terjadi tersebut (Widjaja, 2016:53)

b. Bertindak mandiri dalam mengambil keputusan. Yaitu dapat bertindak dalam

mengambil keputusan terhadap diri yang dilakukan secara mandiri atau tanpa

adanya keterlibatan orang lain dan mampu untuk meyakini tindakan yang

diambil.
37

c. Memiliiki rasa positif terhadap diri sendiri. Yaitu adanya penilaian yang baik

dari dalam diri sendiri baik dari pandanagn maupun tindakan yang dilakukan

yang menimbulkan rasa positif terhadap diri dan masa depannya.

d. Berani mengungkapkan pendapat. Adanya suatu sikap untuk mampu

mengutarakan sesuatu dalam diri yang ingin diungkapkan kepada orang lain

tanpa adanya paksaan atau rasa yang dapat menghambat pengungkapan

tersebut.

e. Bersikap tenang dalam mengerjakan sesuatu.

f. Mempunyai potensi dan kemampuan yang memadai.

g. Mampu menetralisir ketegangan yang muncul dalam situasi tertentu (Widjaja,

2016:54).

Dapat disimpulkan yaitu dengan dilaksanakannya bimbingan kelompok

menggunakan teknik experiental learning dapat meningkatkan kepercayaan diri

siswa kelas X IPS 3 di SMA Negeri 4 Banjarbaru

E. Penelitian yang Relevan

Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu membandingkan

beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan judul penelitian ini. Hal ini

bertujuan untuk memperoleh dukungan data.

Penelitian Ruri Puspita Sari (2016). Hasil penelitian menunjukkan adanya

peningkatan percaya diri siswa dari kondisi awal sebelum diberi tindakan yaitu

rata-rata 57, menjadi 62, 6 pada siklus 1 dan pada siklus 2 meningkat menjadi 63,

5.

Penelitian Diva Widyaningtyas dan M. Farid (2014). Hasil penelitian

menunjukkan ada perbedaan kepercayaan diri antara kelompok eksperimen yang

mendapat treatment experiential learning dengan kelompok kontrol yang tidak


38

mendapat treatment. Hasil tersebut menunjukkan bahwa experiential learning

berpengaruh terhadap kepercayaan diri dan kerjasama tim remaja.

Penelitian Ade Syarifah (2012). Hasil penelitian ini yaitu kepercayaan diri

siswa dapat ditingkatkan melalui metode experiential learning. Peningkatan

kepercayaan diri dibuktikan dengan perolehan rata-rata pre test sebesar 95,00 dan

135, 03 adanya peningkatan sebesar 40,03 poin.

Penelitian Yusika Dwi Marthafani (2014). Hasil penelitian menunjukkan

adanya peningkatan antara pre-test dan post-test, di mana terdapat penaikan skor

item dan skor subjek pada setiap siklusnya. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat

adanya peningkatan kepercayaan diri secara signifikan pada siswa kelas VIII A

SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta.


39

BAB III
METODE PENELITIAN

A. PENDEKATAN DAN JENIS PENELITIAN

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif merupakan salah

satu pendekatan yang secara primer menggunakan paradigma pengetahuan

berdasarkan pandangan konstruktif (seperti makna jamak dari pengalaman

individual, makna yang secara sosial dan historis di bangun dengan maksud

mengembangkan suatu teori pola) pandangan advokasi/ partisipasitori (seperti,

orientasi politik, isu, kolaborasi atau orientasi perubahan) atau keduanya .

pendekatan ini juga menggunakan strategi penelitian seperti daratif,

fenomenologis, etnografis, studi grounded theory, atau studi kasus. Peneliti

mengempulkan data penting secara terbuka terutama di maksudkan untuk

mengembangkan tema-tema dari data.

Sementara jenis penelitian pada penelitian ini adalah penelitian tindakan.

Hopkin (1993) penelitian tindakan adalah suatu proses yang dirancang untuk

memberdayakan semua partisipan proses ( siswa, guru, dan peserta lainnya)

dengan maksud untuk meningkatkan praktik yang di selenggarakan di dalam

pengalaman pendidikan (Emzir,2015 :223).

Penelitian tindakan kelas mempunyai fokus terapan, di mana peneliti

mengumpulkan data berdasarkan pada metode kuantitatif ataupun metode

kualitatif atau bahkan kedua-duanya. Bagaimanapun juga, apa yang dituju atau

yang dilakukan peneliti terutama yang berkaitan dengan isu-isu khusus, praktis

tak lain adalah berusaha mencapai dan menemukan suatu solusi terhadap
40

problema yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas

dituntut untuk selalu memperbaiki proses pelaksanaan pembelajaran dengan

cara mengkaji isu-isu, atau problem yang dihadapi dalam pembelajaran

( Djunaidi,2008: 5-6).

Menurut Djunaidi (2008:28-29) Penelitian Tindakan Kelas dilaksanakan demi

perbaikan atau peningkatan praktik pembelajaran secara berkesinambungan,

yang pada dasarnya melekat pada terlaksananya misi professional pendidikan

yang diemban guru. Tujuan utaman Penelitian Tindakan Kelas demi perbaikan

dan peningkatan layanan professional guru dalam menangani proses

pembelajaran dapat dicapai dengan melakukan refleksi untuk mendiagnosis

keadaan. Tujuannya adalah mengembangkan keahlian guru-dosen sebagai profesi

pendidikan, sebab tugas utama guru-dosen adalah mengajar, dan tiap metode

penelitian manapun yang mereka gunakan tidak mengubah profesi dan etika

pendidikan (Dimyati.1990).

Prosedur kerja dalam penelitian tindakan ini meliputi tahap perencanaan,

pelaksanaan tindakan, pengamatan dan refleksi. Penelitian ini dilaksanakan dalam

2 siklus. Sebelum masuk ke siklus 1, dilakukan observasi terlebih dahulu untuk

mengetahui situasi kelas dan kepercayaan diri siswa.

Pelaksanaan

Perencanaan Siklus I Pengamatan

Refleksi

Pelaksanaan

Siklus II Pengamatan
Perencanaan

Refleksi
41

Prosedur Penelitian Tindakan Kelas

2. Pra siklus

Saat pra siklus dilakukan oleh peneliti perilaku siswa saat di kelas dan

membagikan angket untuk mengetahui tingkat percaya diri siswa di kelas.

3. Siklus 1

a. Tahap perencanaan

1) Mempersiapkan RPL. Topik yang disiapkan adalah “Kepercayaan

Diri”. Topik ini diberikan agar siswa dapat mengetahui apa itu percaya

diri. .

2) Mempersiapkan jenis dan alat permainan

3) Mempersiapkan instrumen penelitian berupa lembar observasi

b. Tahap pelaksanaan

1) Pengenalan awal dan penjelasan mengenai materi dengan topik percaya

diri.

2) Tanya jawab dan penjelasan singkat terkait dengan materi yang

disampaikan

3) Melaksanakan kegiatan

4) Refleksi kegiatan yang telah dilaksanakan

5) Penutupan berupa pengisian angket percaya diri.

Waktu yang digunakan dalam pelaksanaan sesuai dengan yang ada pada

RPL. Terlampir catatan waktu dalam RPL 45 menit.

c. Tahap pengamatan
42

Pada tahap ini mengamati proses jalannya bimbingan kelompok.

Pengamatan dilakukan guna mendapatkan rekam data mengenai layanan

bimbingan kelompok yang telah dilaksanakan.

d. Tahap refleksi

Pada tahap penelitian ini, dan mitra kolaboratif berdiskusi mengenai proses

jalannya bimbingan kelompok yang telah dilaksanakan. Melalui data

observasi maka akan didapatkan rekam data untuk mendukung angket

kepercayaan diri. Diharapkan melalui diskusi ini, peneliti mendapatkan

umpan balik sehingga akan didapatkan hasil refleksi yang akan digunakan

seabagi upaya perbaikan siklus selanjutnya.

4. Siklus II

Setelah melakukan refleksi dan evaluasi dari upaya perbaikan siklus I maka

disusun upaya perbaikan siklus II sebagai berikut:

a) Tahap perencanaan

1) Menyiapkan RPL sebagai skenario proses jalannya layanan

bimbingan kelompok. Topik yang akan digunakan pada siklus ini

ialah aku dan kelebihanku. Topik ini diberikan agar siswa

mengetahui dan sadar akan potensi yang dimilikinya.

2) Menyiapkan instrumen penelitian lembar observasi.

b) Tahap pelaksanaan

Pelaksanaan upaya perbaikan siklus II dilakukan sesuai tahapan

dalam RPL dengan memperhatikan hasil refleksi pada siklus I. Layanan

bimbingan kelompok pada siklus II diharapkan proses metode


43

experiential learning yang terjadi lebih padu, siswa lebih terlibat dalam

seluruh kegiatan, dan aktif.

c) Tahap pengamatan

Tahap ini, mitra kolaboratif mengamati proses jalannya kegiatan

layanan bimbingan kelompok.

d) Tahap refleksi

Seperti upaya perbaikan siklus I, setelah selesai pelaksanaan, bersama

mitra kolaboratif melakukan diskusi untuk mendapatkan umpan balik dari

upaya perbaikan yang telah dilaksanakan.

B. Setting Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 4 Banjarbaru. Masalah yang menjadi

perhatian pada penelitian ini adalah bagaimana meningkatkan kepercayaan diri

siswa. Alasan memilih sekolah ini adalah di sekolah inilah peneliti dulu sekolah

sehingga memudahkan peneliti dalam menggali data yang diperlukan.

1) Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di SMA Negeri 4 Banjarbaru yang beralamat

di Jl. Sriwijaya

2) Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah sumber dimana data dapat diperoleh. Subjek

penelitian ini adalah siswa kelas X IPS 3 di SMA Negeri 4 Banjarbaru.

3) Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah kepercayaan diri siswa kelas X IPS 3 SMA Negeri 4
44

Banjarbaru.

C. Skenario Tindakan

Pada penelitian tindakan ini direncanakan menggunakan dua siklus, yaiyu

siklus I dan siklus II. Setiap siklus ada empat tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan,

pengamatan, dan refleksi.

1. Perencanaan Tindakan

Rencana tindakan dilakukan sebagai bentuk persiapan dalam melakukan

tindakan. Adapun rencana tindakan dalam penelitian sebagai berikut:

a. Peneliti membuat lembar observasi untuk mengidentifikasi peserta didik yang

kiranya mengalami kurang kepercayaan diri.

b. Menyusun rancangan kegiatan bimbingan kelompok menggunakan teknik

experiential learning

c. Menyiapkan lembar observasi untuk pelaksanaan tindakan

d. Menyiapkan jadwal kegiatan serta tempat kegiatan

e. Meminta guru bk ataupun teman sejawat untuk menjadi observer

f. Menyiapkan hal-hal yang terkait dengan pra bimbingan seperti menyiapkan

RPL dan pembentukan kelompok

2. Pelaksanaan Tindakan

Setelah menyusun rencana tindakan, kegiatan berikutnya adalah

mengimplementasikan tindakan dan mengamati hasilnya (aktivitas pengajar atau

guru, siswa, dan suasanan kelompok).

a. Pembukaan

1) Menciptakan suasana saling mengenal, hangat, dan rileks,

2) Menjelaskan tujuan dan manfaat bimbingan kelompok secara singkat,


45

3) Menjelaskan peran masing-masing anggota dan pembimbing pada proses

bimbingan kelompok yang akan dilaksanakan.

4) Menjelaskan aturan kelompok dan mendorong anggota untuk berperan

penuh dalam kegiatan kelompok

5) Memotivasi anggota untuk saling mengungkapkan diri secara terbuka

6) Memotivasi anggota untuk mengungkapkan harapannya dan membantu

merumuskan tujuan bersama

b. Transisi

1) Melakukan kegiatan selingan berupa permainan kelompok,

2) Mereview tujuan dan kesepakatan bersama,

3) Memotivasi anggota untuk terlibat aktif mengambil manfaat dalam tahap

inti,

4) Mengingatkan anggota bahwa kegiatan akan segera memasuki tahap inti

c. Inti

1) mendorong tiap anggota untuk mengungkapkan topic yang perlu dibahas

2) menetapkan topic yang akan diintervensi sesuai dengan tujuan bersama

3) mendoro tiap anggota untuk terlibat aktif saling membantu

4) melakukan kegiatan selingan yang bersifat menyenangkan mungkin perlu

diadakan

5) mereview hasil yang dicapai dan menetapkan pertemuan selanjutnya

d. Penutupan

1) Mengungkapkan kesan dan keberhasilan yang dicapai oleh setiap anggota,

2) Merangkum proses dan hasil yang dicapai,

3) Mengungkapkan kegiatan lanjutan yang penting bagi anggota kelompok,

4) Menyatakan bahwa kegiatan akan segera berakhir,


46

5) Menyampaikan pesan dan harapan.

3. Pengamatan (observasi)

Kegiatan observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan.

Pada tahap ini, data-data tentang pelaksanaan tindakan dan rencana yang

sudah dibuat, serta dampaknya terhadap proses dan hasil bimbingan dan

konseling dikumpulkan dengan bantuan instrumen pengamatan yang

dikembangkan. Peneliti boleh dibantu oleh pengamat dari luar (teman sejawat

atau pakar pendidikan).

a. Selama pelaksanaan peneliti melakukan pengamatan terhadap aktivitas

siswa.

b. Observasi dilanjutkan setelah selesai pelaksanaan bimbingan kelompok

teknik experiential learning untuk mengetahui apakah ada perubahan

(peningkatan) pada kemandirian belajar siswa. Hal ini bisa dilakukan

dengan melihat catatan pada daftar cek monitor siswa.

4. Refleksi

Tahap ini meliputi kegiatan: menganalisis, memaknai, menjelaskan, dan

menyimpulkan data yang diperoleh dari pengamatan. Hasil refleksi ini

dijadikan dasar untuk menyusun perencanaan tindakan siklus berikutnya.

a. Peneliti menganalisis hasil observasi dan mencari sejauh apa perubahan

perilaku siswa dan melihat presentasi perubahannya.

b. Apabila sudah mencapai target atau kriteria, maka penelitian ini dapat

dinyatakan berhasil, artinya teknik bimbingan kelompok dapat

meningkatkan kepercayaan diri siswa.

c. Apabila belum mencapai target peningkatan seperti yang telah ditetapkan,

maka dilanjutkan kegiatan siklus selanjutnya.


47

D. Teknik Pengumpulan Data

a. Populasi Penelitian

Sapari (dalam mahmud, 2011: 154) Populasi adalah keseluruhan

objek penelitian, bisa berupa manusia, gejala, benda, pola, sikap,

tingkah laku dan sebagainya yang menjadi objek penelitian. Adapun

populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X IPS 3 di

SMA Negeri 4 Banjarbaru.

No Kelas Siswa Jumlah

Laki-laki Perempuan

1 X IPS 3 10 12 22

b. Sampel Penelitian

Sampel merupakan suatu bagian dari suatu populasi. Sampel pada penelitian ini

dapat dilihat dari tabel berikut. (Cahyana 2015: 39)

Kelas Populasi Jumlah sampel

X IPS 3 22 6

c. Teknik Penarikan Sampel

Teknik pengambilan sampling dalam penelitian ini adalah purposive sampling

teknik sampling tersebut sesuai dengan karakter dari penelitian kualitatif. Dari

istilahnya dapat menggambarkan bahwa purposivei mensyaratkan responden atau

subjek yang sesuai dengan tujuan penelitian (Herdiansyah, 2015: 176).


48

Pemilihan sekelompok subjek dalam purposive sampling, didasarkan atas ciri-

ciri tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri

populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Dengan kata lain unit sampel yang

dihubungi disesuaikan dengan kriteria-kriteria tertentu yang diterapkan

berdasarkan tujuan penelitian ( Margono, 2014: 128).

d. Instrumen Data

1) Observasi

Penelitian yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan terhadap

objek, baik secara langsung maupun tidak langsung, lazimnya menggunakan

teknik yang disebut dengan observasi. Observasi merupakan teknik

pengamatan dan pencatatan sistematis dari fenomena-fenomena yang diselidiki.

Observasi dilakukan untuk menemukan data informasi dari gejala atau

fenomena (kejadian atau peristiwa) secara sistematis dan didasarkan pada

tujuan penyelidikan yang telah dirumuskan (Mahmud, 2011: 168)

2) Kuesioner

Kuesioner atau angket merupakan metode pengumpulan data untuk memahami

individu dengan cara memberikan suatu daftar pertanyaan tentang sebagai aspek

kepribadian individu (Rahardjo & Gudnanto, 2013: 94). Adapun kuesioner yang

digunakan merupakan kuesioner yang digunakan merupakan kuesioner tertutup, di

mana menggunakan pernyataan-pernyataan tertutup. Responden tinggal memilih

jawaban-jawaban yang sudah disediakan. Kuesioner yang digunakan pada

penelitian ini adalah kuesioner baku yaitu menggunakan skala Rosenberg dengan

15 pernyataan.
49

E. Indikator Keberhasilan

1. Indikator aktivitas peneliti, yakni pada lembar aktivitas konselor peneliti

minimal harus berada dalam kategori cukup baik dalam pelaksanaan

kegiatan konseling.

2. Indikator aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran yakni siswa

minimal harus berada dalam kategori aktif.

3. Indikator keberhasilan pengguna teknik experiential learning yaitu

dilihat pada siklus I siklus II dan siklus III dengan tiga kali pertemuan,

apabila dalam setiap kali pertemuan terdapat siswa yang mengalami

peningkatan kepercayaan diri maka dikatakan berhasil dan pertemuan

diakhiri, namun jika belum ada peningkatan penggunakan teknik

experiential learning masih dalam kategori kurang.

F. Analisis Data

Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah bentuk kualitatif yaitu

data yang digunakan untuk permintaan informasi yang bersifat menerangkan

dalam bentuk uraian yang berupa penjelasan, meskipun dalam penjelasan tersebut

kadang-kadang dijumpai pula bentuk angka yang merupakan rangkaian dalam

penjelasannya.

Analisis data adalah proses menyeleksi, memfokuskan, menyederhanakan,

mengabstraksikan, mengorganisasikan secara urut atau sistematis, dan rasional

untuk menampilkan bahan-bahan yang dapat digunakan untuk menyusun jawaban

terhadap tujuan penelitian tindakan kelas. Analisis data yang bersifat kualitatif

dapat dilakukan melalui tiga tahapan yaitu reduksi data, paparan data, dan

penyimpulan ( Arifah, 2017: 84).


50

1. Interval skor kriteria aktivitas peneliti

a. Skor maksimal = jumlah butir penilaian x skor tertinggi

= 19 x 4 = 76

b. Skor minimal = jumlah butir penilaian x skor terendah

= 19 x 1 = 19

c. Interval skor = = 14,25

2. Interval skor kriteria aktivitas siswa

a. Skor maksimal = jumlah butir penilaian x skor tertinggi

= 3 x 4 = 12

b. Skor minimal = jumlah butir penilaian x skor terendah

=3x1 =3

c. Interval skor = = 2,25

3. Interval skor kriteria penilaian peningkatan kepercayaan diri melalui layanan

bimbingan kelompok dengan teknik experiential learning

a. Skor maksimal = jumlah butir penilaian x skor tertinggi

= 7 x 4 = 28

b. Skor minimal = jumlah butir penilaian x skor terendah

=7x1=7

c. Interval skor = = 5,25


51

4. Persentase

Tabel

Kriteria Penilaian aktivitas peneliti

Kategori skor Kategori interval kriteria


61,76 – 76 81,26 – 100 Sangat baik
47,51 – 61,75 62,51 – 81,25 Baik
33,26 – 47,50 43,76 – 62,50 Cukup baik
19 – 33,25 25 – 43,75 Kurang baik

Tabel

Kriteria Penilaian aktivitas siswa

Kategori skor Kategori interval kriteria


9,76 – 12 81,26 – 100 Sangat baik
7,51 – 9,75 62,51 – 81,25 Baik
5,26 – 7,50 43,76 – 62,50 Cukup baik
3 – 5, 25 25 – 43,75 Kurang baik

Tabel

Kriteria Penilaian peningkatan kepercayaan diri melalui layanan bimbingan

kelompok dengan teknik experiential learning

Kategori skor Kategori interval kriteria


22,76 – 28 81,26 – 100 Sangat baik
17,51 – 22,75 62,51 – 81,25 Baik
12,26 – 17,50 43,76 – 62,50 Cukup baik
7 – 12,25 25 – 43,75 Kurang baik
52

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Prosedur Penelitian

Pelaksanaan tindakan siklus I berlangsung pada hari Rabu, 13 Februari 2021. jumlah

siswa yang hadir pada saat siklus I sebanyak 22 orang. Pada pelaksanaan tindakan,

peneliti membuat rincian kegiatan sebagai berikut:

1) Tahap Perencanaan

Sebelum melaksanakan tindakan siklus 1, terlebih dahulu disusun rencana kegiatan

berupa penggunaan Rencana Pelaksanaan Layanan (RPL). Metode yang digunakan untuk

menyampaikan materi bimbingan yaitu experiential learning. Peneliti yang juga

bertindak sebagai guru pembimbing dalam kelas menyiapkan media yang diperlukan.

Topik yang diberikan

a) Kegiatan Awal

Pada kegiatan awal, peneliti membuka kegiatan dengan salam pembuka dan

memberikan pengantar tentang metode serta materi yang akan diberikan. Peneliti juga

menjelaskan tugas yang harus dikerjakan siswa selama kegiatan berlangsung.

b) Kegiatan Inti

Pada siklus I, peneliti memberikan materi dalam kelompok besar, pada saat itu yang

hadir berjumlah 22 orang. Materi yang diberikan mengenai “menumbuhkan kepercayaan


53

dri” menggunakan media kertas dan alat tulis. Sebelum memulai kegiatan, peneliti

memberikan pengantar singkat tentang kegiatan yang dilaksanakan. Peneliti membagikan

kertas berjumlah lima lembar pada masing-masing siswa lalu menjelaskan aturan dan

waktu pengerjaan. Siswa diperbolehkan memulai menulis beberapa sifat yang masing-

masing siswa pikir dan diketahui oleh orang-orang lain (daerah terbuka) serta beberapa

sifat yang masing-masing siswa pikir tidak diketahui oleh orang-orang lain yang hadir di

sini (Daerah tersembunyi) di selembar kertas.

Setelah siswa selesai menulis siswa, siswa yang berada di dalam kelas dibagi

menjadi 5 kelompok dan dibagi secara acak agar siswa tidak memilih-memilih teman dan

mampu beradaptasi dengan teman sekelompoknya. Masing-masing peserta mengambil

lima lembar kertas. Masing-masing siswa menuliskan dua sifat positif teman-teman

sekelompok di setiap kertas. Selanjutnya, masing-masing siswa menuliskan dua sifat

positif teman-teman sekelompok di setiap kertas. Selanjutnya, masing-masing siswa

menuliskan dua sifat positif yang diketahui oleh orang lain (daerah tersembunyi).

sesudah siswa selesai siswa dapat mengumpulkan semua kertas, selanjutnya peneliti

mengocok kertas tersebut dan meletakkan di tengah kelompok dengan bagian yang

bertuliskan nama masing-masing siswa menghadap ke bawah. Secara bergiliran, masing-

masing siswa mengambil satu kertas sampai kertas itu habis dan membacakan isinya

tanpa melihat nama pemiliknya.

Tabel 4.1

Tahapan langkah experiential learning dalam layanan bimbingan kelompok

TAHAPAN URAIAN

Pengalaman Siswa terlibat dalam kegiatan keinsafan


jendela johari tersebut
Refleksi Siswa membagikan hasil pengalaman dari
kegiatan yang telah dialami kepada teman-
54

teman kelompok
Konsep Siswa diajak untuk membantu dan
memecahkan masalah secara bersama
sehingga siswa dapat memaknai tanggapan-
tanggapan yang muncul.
Implementasi Siswa sungguh-sungguh menangkap manfaat
bimbingan yang baru ia jalani, serta
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

c) Kegiatan Penutup

Peneliti memberikan peneguhan pada masing-masing siswa dan menyimpulkan

keseluruhan kegiatan, meminta siswa menuliskan refleksi pribadi dan mengisi

kuesioner percaya diri siswa.

d) Tahap Refleksi dan Evaluasi

Pada tahap ini dilakukan pengolahan data hasil observasi perilaku siswa dan angket

percaya diri siswa untuk memperoleh data yang akurat dan dapat dijadikan acuan untuk

penelitian tindakan siklus selanjutnya. Hasil refleksi dan evaluasi pada siklus I ini adalah

peneliti kesulitan manajemen kelas, dan masih ada beberapa siswa yang pasif maka untuk

siklus berikutnya dibuat perubahan dan sebaiknya mengajak siswa ikut terlibat aktif dari

berbagai kegiatan yang diberikan.

B. Hasil Pelaksanaan Tindakan

4.1.1 Siklus 1

Tema : Kepercayaan Diri

Bahasan : Menumbuhkan Kepercayaan Diri

Waktu : 10:20 s/d 11:05

Tanggal : Rabu, 10 Februari 2021

Tempat : Ruang Pramuka

Pada proses siklus 1 ini yang dilakukan adalah dengan cara sebagai berikut:
55

1) Perencanaan Tindakan Bimbingan Kelompok Menggunakan Teknik Experiential

Learning

Proses perencanaan yang dilakukan pada Bimbingan Kelompok Menggunakan

Teknik Experiential Learning ini yang dilakukan adalah dengan cara menetapkan

layanan bimbingan kelompok yang akan diberikan kepada siswa bermasalah dalam hal

kurangnya termotivasi dalam belajar pada saat mata pelajaran berlangsung. Kemudian

membuat rencana tindakan dalam bentuk mengindentifikasi siswa yang bermasalah

yaitu 22 orang dengan mempersiapkan Slide, gambar, teks bacaan untuk memberikan

siswa kepercayaan diri pada siswa dalam memahami masalah diri mereka dalam belajar

sehingga mereka dapat termotivasi dalam belajar. Membuat RPL yang sesuai dengan

layanan yang diberikan kepada anak.

2) Pelaksanaan Bimbingan Kelompok Menggunakan Teknik Experiential Learning

Pada pelaksanaan yang dalam Bimbingan Kelompok Menggunakan Teknik

Experiential Learning pada proses konseling kepada siswa sebagai berikut:

a) Tahap permulaan, yaitu tahap yang dilakukan sebagai upaya untuk menumbuhkan

minat bagi terbentuknya kelompok yang meliputi pemberian penjelasan tentang

adanya layanan Bimbingan Kelompok Menggunakan Teknik Experiential Learning

bagi para siswa, penjelasan pengertian, tujuan dan kegunaan Bimbingan Kelompok

Menggunakan Teknik Experiential Learning, ajakan untuk memasuki dan mengikuti

kegiatan, serta kemungkinan adanya kesempatan dan kemudahan bagi

penyelenggaraan Bimbingan Kelompok Menggunakan Teknik Experiential

Learning.

b) Tahap transisi, merupakan masa setelah proses pembentukan dan sebelum masa

bekerja (kegiatan). Tahap ini yang merupakan proses dua bagian, yang ditandai

dengan ekspresi sejumlah emosi dan interaksi anggota.


56

c) Tahap kegiatan sering disebut juga sebagai tahap bekerja, tahap penampilan, tahap

tindakan, dan tahap pertengahan yang merupakan inti kegiatan Bimbingan

Kelompok Menggunakan Teknik Experiential Learning, sehingga memerlukan

alokasi waktu yang terbesar dalam keseluruhan kegiatan Bimbingan Kelompok

Menggunakan Teknik Experiential Learning.

d) Tahap pengakhiran, yaitu memberi kesempatan pada anggota kelompok untuk

memperjelas arti dari pengalaman mereka, untuk mengkonsolidasi hasil yang

mereka buat, dan untuk membuat keputusan mengenai tingkah laku mereka yang

ingin dilakukan di luar kelompok dan dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan kepada siswa maka dapat diketahui

sebagai berikut:

1) Perkembangan Kepercayaan Diri Siswa kelas XI melalui Bimbingan Kelompok

Menggunakan Teknik Experiential Learning Kelas X IPS 3 di SMA Negeri 4

Banjarbaru.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan kepada siswa terutama yang

berhubungan dengan cara guru dalam memberikan respon siswa setelah diberikan

Bimbingan Kelompok Menggunakan Teknik Experiential Learning tentang

masalah kepercayaan diri dalam yaitu :

Tabel 4.4
Perkembangan Kepercayaan Diri Selama Bimbingan Kelompok Menggunakan
Teknik Experiential Learning
Siklus 1
Keyakinan Memahami Berkomunikasi
dalam Masalah selama proses
Kelompok kepercayaan pembelajaran
diri dalam
belajar
No Nama Jlh
1 Abdul Karimul Hakim 1 1 1 3
2 Ahmad Baihaki 1 2 1 4
3 Ahmad Rajinuddin 1 1 2 4
57

Ahmad Zainuddin
2 1 1
4 Apriadi 4
5 Arif Rahman 1 2 1 4
6 Budi Santoso 1 1 2 4
7 Devi Septiani 1 1 1 3
8 Halimatus Sadiyah 2 2 1 5
9 Hami Said 1 1 2 4
10 Hansna Kamalia 1 1 1 3
11 Herlina Hidayati 1 2 1 4
12 Ismi Wardani 2 1 2 5
13 Jamah Sari 1 2 1 4
14 Juwairiah 1 2 1 4
15 Rahma zianti Putri 2 1 2 5
16 Rahman Abdullah 1 1 2 4
17 Ridha Wati 2 2 2 6
18 Saban Ansyari 1 1 2 4
19 Siti Rahmah Zulfa 1 1 1 3
20 Siti Salmiah 1 1 1 3
21 Sahrida Putri 2 2 1 5
22 Taufik Rahman 1 1 2 4
  Jumlah 28 30 31 89
  Rata-rata 1.27 1.36 1.41 4.05
% (Rata-rata x 100 / 4
  skor penilaian tertinggi 31.8% 34.1% 35.2%  
% (Rata-rata x 100 / 12
  (4 skor x 3 aktivitas)       33.7%

Keterangan:
Nilai 1 = Tidak Berkembang
Nilai 2 = Cukup Berkembang
Nilai 3 = Berkembang
NIlai 4 = Sangat Berkembang

Berdasarkan pengamatan terhadap siswa pada saat mengikuti kegiatan

layanan Konseling Kelompok diperoleh temuan bahwa siswa kurang berkembang

kepercayaan diri mereka karena siswa kurang memperhatikan apa yang

disampaikan oleh guru BK selaku peneliti dalam menyadarkan diri mereka agar

dapat memahami proses bimbingan yang diinginkan dalam kegiatan tersebut.

Siswa juga masih kurang mampu meyakinkan diri mereka dalam kelompok

terutama dalam proses pembelajaran sehingga dapat memberikan kepada siswa


58

kemampuan dan kepercayaan diri mereka dalam proses pembelajaran tersebut.

Pada proses Bimbingan Kelompok Menggunakan Teknik Experiential Learning

yang dilaksanakan bahwa selama ini siswa terutama pada saat proses Bimbingan

Kelompok Menggunakan Teknik Experiential Learning yang diharapkan adalah

tersebut agar dapat memberikan kepercayaan diri mereka dalam proses belajar.

Mereka masih kurang berkembang dengan baik terutama dalam hal memahami apa

yang diberikan selama proses tersebut.

Siswa juga kurang memahami masalah kepercayaan diri mereka dalam

belajar hasil dari pengamatan yang telah dilakukan bahwa hanya mencapai 31,8%.

Kemudian siswa yang memahami masalah kepercayaan diri hanya mencapai

34,1%. Siswa yang kurang berkomunikasi dalam kelompok terutama pada saat

mereka merasakan dalam bentuk diskusi dikelompok mereka atau dengan teman

satu kelompok mereka yaitu 35,2%.

Berdasarkan hasil kesimpulan dari semua perkembangan kepercayaan diri

siswa setelah diberikan layanan Bimbingan Kelompok Menggunakan Teknik

Experiential Learning pada siklus 1 masih dianggap kurang berhasil karena

kepercayaan diri mereka masih kurang. Informasi yang didapatkan dari guru kelas

masing-masing siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Informasi yang

didapatkan tersebut menjadi bahan pertimbangan peneliti dalam mengulangi

layanan Bimbingan Kelompok Menggunakan Teknik Experiential Learning yang

akan diberikan kepada siswa selama proses tersebut dilaksanakan sehingga mereka

mendapatkan perkembangan kepercayaan diri dalam belajar lagi saat di dalam

kelas dan menghadapi pelajaran yang diberikan oleh guru.


59

Berdasarkan hasil penelitian secara keseluruhan tingkat perkembangan

kepercayaan diri siswa masih belum berkembangan dengan baik karena hanya

mencapai hasil secara persentasi yaitu 33.7%.

2) Peningkatan Rasa Percaya Diri Siswa kelas XI melalui layanan Bimbingan

Kelompok Menggunakan Teknik Experiential Learning Kelas X IPS 3 di SMA

Negeri 4 Banjarbaru.

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan selama proses layanan

Bimbingan Kelompok Menggunakan Teknik Experiential Learning dilakukan

kepada siswa terutama dalam hal meningkatkan rasa kepercayaan diri siswa dalam

belajar sebagai berikut:

Tabel 4.5
Hasil Kuesioner Peningkatan Rasa Percaya Diri Siswa kelas XI melalui layanan Bimbingan
Kelompok Menggunakan Teknik Experiential Learning Kelas X IPS 3 di SMA Negeri 4
Banjarbaru
Pilihan Jawaban
Total
No Indikator Pertanyaan SS KK J TP
siwa
F % F % F % F %
1 Pemahaman diri 0 0 1 4.5 2 9.1 19 86 22
3 Berfikir positif, 0 0 2 9.1 2 9.1 18 82 22
4 Komunikasi, 0 0 1 4.5 1 4.5 20 91 22
5 Ketegasan, 0 0 2 9.1 1 4.5 19 86 22
6 Penampilan diri, dan 0 0 2 9.1 2 9.1 18 82 22
Pengendalian
7 0 0 1 4.5 4 18 17 77 22
perasaan
  Jumlah   0   41   55   505  
Rata-rata (Jumlah /
0   5.8   7.8   72
  7 pertanyaan )    

Setelah diberikan kuesioner diberikan kepada siswa maka dapat diketahui

dari masing-masing pertanyaan yang diobservasi selama kegiatan penelitian


60

tindakan bimbingan konseling kepada siswa. Hasil rata-rata dari peningkatan

percaya diri siswa setelah diberikan Bimbingan Kelompok Menggunakan Teknik

Experiential Learning pada saat di dalam kelas diketahui bahwa tingkat

peningkatan dari siswa masih kurang karena dilihat dari respon mereka yang

menyatakan secara persentasi yang termasuk dalam kategori kadang-kadang

percaya diri mereka berjumlah 5.8% dan yang termasuk pernah ada percaya diri

pada diri mereka yaitu 5,8% yang masih kadang-kadang tingkat kepercayaan diri

mereka ada, dan mereka lebih banyak tidak pernah ada kepercayaan diri mereka

yaitu 72% tidak ada peningkatan kepercayaan diri mereka.

Hasil penelitian bahwa masih ada siswa yang kurang dalam hal memberikan

kepercayaan diri pada siswa dalam belajar terutama dalam hal yang masih tidak

termotivasi dalam belajar. Maka dari itu perlu ditingkatkan lagi pada siklus

berikutnya.

3) Refleksi Siklus 1

Hasil evaluasi yang telah dilaksanakan pada siklus 1 tentang masalah

kepercayaan diri dalam diketahui bahwa kepercayaan diri dalam siswa masih

kurang karena pada hasil penelitian diketahui kemampuan mereka dalam belajar

kurang. Dari hasil tes yang telah diberikan kepada siswa kemampuan dalam belajar

membuat mereka kurang dalam memberikan motivasi kepada siswa. Konseling

secara kelompok yang diberikan oleh peneliti masing kurang dalam

pelaksanaannya pada proses pembelajaran di dalam kelompok.

Siswa masih merasa canggung dalam kelompok tersebut untuk

menggungkapkan permasalahan diri mereka dalam proses pembelajaran sehingga

mereka tidak dapat menemukan permasalahan pada diri mereka sehari-hari dalam
61

proses pembelajaran yang dilaksanakan di dalam kelas. Mereka juga kurang

merasakan pemecahan yang dihadapi mereka dengan adanya Bimbingan

Kelompok Menggunakan Teknik Experiential Learning tersebut. selama

Bimbingan Kelompok Menggunakan Teknik Experiential Learning dilaksanakan

siswa juga kurang memahami masalah kepercayaan diri mereka dalam belajar hasil

dari pengamatan yang telah dilakukan bahwa hanya mencapai 31.8%. Kemudian

siswa yang memahami masalah kepercayaan diri hanya mencapai 34.1%. Siswa

yang kurang berkomunikasi dalam kelompok terutama pada saat mereka

merasakan dalam bentuk diskusi dikelompok mereka atau dengan teman satu

kelompok merek yaitu 35.2%.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kepercayaan diri mereka dalam

belajar masih kurang mampu. Siswa masih kurang karena mereka kurang mampu

menjelaskan pelajaran dengan baik kemudian kurang mampu dalam hal

memberikan pemahaman bagi diri mereka sendiri tentang cara belajar terutama

dalam melaksanakan menjelaskan tentang masalah pembelajaran yang diberikan

oleh guru. Siswa juga masih kurang mampu menyebutkan tentang masalah yang

berhubungan dengan bentuk pemerintahan yang diharapkan oleh guru selama

proses pembelajaran tersebut.

Oleh karena itu, peneliti harus lebih aktif lagi dalam membimbing siswa

dalam kelompok agar mereka dapat memahami dengan baik tentang tujuan dari

Bimbingan Kelompok Menggunakan Teknik Experiential Learning tersebut agar

mereka dapat mencapai hasil maksimal dalam proses belajar saat belajar di kelas

dengan semua guru mata pelajaran. Perlu ada perbaikan lagi pada siklus 2 akan

datang tentang cara penyampaian proses Bimbingan Kelompok Menggunakan

Teknik Experiential Learning kepada siswa tersebut.


62

4.1.2 Siklus 2

Tema : Kepercayaan diri

Bahasan : Semua Berawal Dari Percaya Diri

Waktu : 10:15 s/d 11:00

Tanggal : Kamis, 18 Februari 2021

Tempat : Ruang Pramuka

Pada proses siklus 2 ini yang dilaksanakan adalah pada anak yang bermasalah dalam

hal mereka kurang kepercayaan diri dalam dengan teman sebaya mereka terutama dalam

hal menghormati dan tidak menggangu teman mereka selama berada disekolah baik

dengan teman sekelas atau dengan teman yang bukan teman dengan kelas mereka. Pada

proses siklus 2 ini yang dilakukan adalah dengan cara sebagai berikut:

1) Perencanaan Tindakan Bimbingan Kelompok Menggunakan Teknik Experiential

Learning

Pada proses Bimbingan Kelompok Menggunakan Teknik Experiential Learning

ini yang dilakukan adalah dengan cara menetapkan layanan kelompok yang akan

diberikan kepada siswa bermasalah dalam hal kurangnya kepercayaan diri dalam

mereka dalam bergaul dengan teman sebaya mereka di sekolah. Kemudian membuat

rencana tindakan dalam bentuk mengindentifikasi siswa yang bermasalah yaitu 14

orang dengan mempersiapkan media agar menyadarkan mereka dalam memahami

bahwa kepercayaan diri dalam sangat penting dilakukan dalam hal bergaul. Membuat

RPL yang sesuai dengan layanan yang diberikan kepada anak. Kegiatan ini sama

dengan siklus 1 karena masih belum berhasil di siklus 1, maka dilanjutkan kesiklus 2

ini.
63

2) Pelaksanaan Bimbingan Kelompok Menggunakan Teknik Experiential Learning

Proses pelaksanaan yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:

a) Tahap permulaan, yaitu tahap yang dilakukan sebagai upaya untuk menumbuhkan

minat bagi terbentuknya kelompok yang meliputi pemberian penjelasan tentang

adanya layanan Bimbingan Kelompok Menggunakan Teknik Experiential

Learning bagi para siswa, penjelasan pengertian, tujuan dan kegunaan Bimbingan

Kelompok Menggunakan Teknik Experiential Learning, ajakan untuk memasuki

dan mengikuti kegiatan, serta kemungkinan adanya kesempatan dan kemudahan

bagi penyelenggaraan Bimbingan Kelompok Menggunakan Teknik Experiential

Learning.

b) Tahap transisi, merupakan masa setelah proses pembentukan dan sebelum masa

bekerja (kegiatan). Tahap ini yang merupakan proses dua bagian, yang ditandai

dengan ekspresi sejumlah emosi dan interaksi anggota.

c) Tahap kegiatan sering disebut juga sebagai tahap bekerja, tahap penampilan,

tahap tindakan, dan tahap pertengahan yang merupakan inti kegiatan Bimbingan

Kelompok Menggunakan Teknik Experiential Learning, sehingga memerlukan

alokasi waktu yang terbesar dalam keseluruhan kegiatan Bimbingan Kelompok

Menggunakan Teknik Experiential Learning.

d) Tahap pengakhiran, yaitu memberi kesempatan pada anggota kelompok untuk

memperjelas arti dari pengalaman mereka, untuk mengkonsolidasi hasil yang

mereka buat, dan untuk membuat keputusan mengenai tingkah laku mereka yang

ingin dilakukan di luar kelompok dan dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan kepada siswa maka dapat diketahui

sebagai berikut:
64

1) Perkembangan kepercayaan diri selama proses Bimbingan Kelompok

Menggunakan Teknik Experiential Learning Kelas X IPS 3 di SMA Negeri 4

Banjarbaru.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan kepada siswa

terutama yang berhubungan dengan cara guru dalam memberikan respon siswa

setelah diberikan layanan kelompok tentang masalah kepercayaan diri dalam

yaitu:

Tabel 4.6
Perkembangan kepercayaan diri selama proses Bimbingan Kelompok Menggunakan
Teknik Experiential Learning Kelas X IPS 3 di SMA Negeri 4 Banjarbaru Siklus 2

Keyakinan Memahami Berkomunikasi


dalam Masalah selama proses
Kelompok kepercayaan pembelajaran
diri dalam
belajar
No Nama Jlh
1 Abdul Karimul Hakim 2 2 3 7
2 Ahmad Baihaki 2 2 2 6
3 Ahmad Rajinuddin 2 2 2 6
4 Ahmad Zainuddin Apriadi 2 1 3 6
5 Arif Rahman 2 3 3 8
6 Budi Santoso 1 2 3 6
7 Devi Septiani 1 1 1 3
8 Halimatus Sadiyah 3 3 2 8
9 Hami Said 3 1 3 7
10 Hansna Kamalia 2 2 3 7
11 Herlina Hidayati 2 3 3 8
12 Ismi Wardani 2 3 3 8
13 Jamah Sari 3 2 2 7
14 Juwairiah 2 2 1 5
15 Rahma zianti Putri 1 3 3 7
16 Rahman Abdullah 2 2 2 6
65

17 Ridha Wati 3 3 3 9
18 Saban Ansyari 2 2 2 6
19 Siti Rahmah Zulfa 2 3 3 8
20 Siti Salmiah 2 2 3 7
21 Sahrida Putri 2 2 2 6
22 Taufik Rahman 2 2 2 6
  Jumlah 45 48 54 147
  Rata-rata 2.05 2.18 2.45 6.68
% (Rata-rata x 100 / 4 skor
  penilaian tertinggi 51.1% 54.5% 61.4%  
% (Rata-rata x 100 / 12 (4
  skor x 3 aktivitas)       55.7%

Keterangan:
Nilai 1 = Tidak Aktif
Nilai 2 = Cukup Aktif
Nilai 3 = Aktif
NIlai 4 = Sangat Aktif

Hasil layanan Bimbingan Kelompok Menggunakan Teknik Experiential

Learning yang telah dilakukan diketahui bahwa ada peningkatan perkembangan

kepercayaan diri siswa, namun masih ada kekurangan terutama dalam hal

memahami masalah kepercayaan diri mereka dalam belajar hasil dari pengamatan

yang telah dilakukan bahwa hanya mencapai 51,1%. Kemudian siswa yang

memahami masalah kepercayaan diri hanya mencapai 54,5%. Siswa yang kurang

berkomunikasi dalam kelompok terutama pada saat mereka merasakan dalam

bentuk diskusi dikelompok mereka atau dengan teman satu kelompok mereka

pada saat proses pembelajaran berlangsung yaitu 61,4%. Hasil dari siklus 2 ini

siswa mulai ada terlihat perkembangan kepercayaaan diri mereka dalam

memahami masalah yang berhubungan dengan hasil dari cara mereka dalam

belajar di dalam kelas dan mereka mulai termotivasi dalam belajar setelah

diberikan layanan Bimbingan Kelompok Menggunakan Teknik Experiential

Learning.
66

Hasil keseluruhan dari siklus 2 maka dapat diketahui bahwa hasil dari

peningkatan kepercayaan diri mereka setelah diberikan layanan konseling kepada

siswa yang bermasalah dalam belajar terutama yang kurang termotivasi yaitu

55.7%, yaitu ada peningkatan dari pada siklus 1 yaitu siswa sudah mulai pecaya

diri dalam belajar dan mereka sudah berusaha saat belajar di dalam kelas mulai

aktif mengikuti pelajaran di dalam kelas.

Maka dari hasil tersebut diketahui hasil dari aktivitas saat siswa dalam

Bimbingan Kelompok Menggunakan Teknik Experiential Learning masih

termasuk kurang baik sehingga tidak merubah motivasi mereka dalam belajar.

2) Peningkatan Perkembangan Kepercayaan Diri

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan selama proses layanan

kelompok dilakukan kepada siswa terutama dalam hal meningkat rasa

kepercayaan diri dalam mereka dalam bergaul dengan teman sebaya sebagai

berikut:

Tabel 4.7
Hasil observasi dari Peningkatan Perkembangan kepercayaan diri selama proses
Bimbingan Kelompok Menggunakan Teknik Experiential Learning Kelas X IPS 3 di
SMA Negeri 4 Banjarbaru

Pilihan Jawaban
Total
No Aktivitas SS KK J TP
siwa
F % F % F % F %
1 Pemahaman diri 4 18 9 41 6 27 3 14 22
3 Berfikir positif, 4 18 8 36 3 14 4 18 22
4 Komunikasi, 4 18 7 32 6 27 5 23 22
5 Ketegasan, 3 14 9 41 7 32 3 14 22
6 Penampilan diri, dan 6 27 4 18 8 36 4 18 22
7 Pengendalian perasaan 4 18 2 9.1 12 55 4 18 22
  Jumlah   114   177   191   105  
  Rata-rata   16%   25%   27%   15%  
67

Hasil observasi yang diamati kepada 22 orang setelah diberikan layanan

kelompok siswa diketahui bahwa Siswa yang merasa selalu percaya diri yaitu 16%.

Kemudian siswa yang merasa percaya diri mereka kadang-kadang yaitu 25%.

Kemudian siswa yang merasa jarang percaya dirinya karena masalah mereka dalam

belajar yaitu 27%. Siswa yang percaya diri mereka masih tidak pernah ada dalam

diri mereka berjumlah 15%.

Berdasarkan hasil rata-rata dari peningkatan percaya diri siswa setelah

diberikan Bimbingan Kelompok Menggunakan Teknik Experiential Learning pada

saat di dalam kelas diketahui bahwa tingkat peningkatan dari siswa mulai ada

perkembangan kepercayaan diri mereka dalam belajar. Hal ini berarti pada siklus 2

ada peningkatan dari kepercayaan diri dalam belajar.

Hasil penelitian bahwa masih ada siswa yang kurang dalam hal termotivasi

dalam belajar terutama dalam hal yang masih tidak termotivasi dalam belajar.

Maka dari itu perlu ditingkatkan lagi pada siklus berikutnya. Hasil aktivitas belajar

mereka mulai lebih baik dan memberikan keterangan yang lebih baik dalam

memberikan pemahaman kepada siswa untuk termotivasi dalam belajar.

3) Refleksi Siklus 2

Hasil penelitian siklus 2 diketahui bahwa siswa masih kurang termotivasi

dalam proses pembelajaran dikarenakan dari hasil belajar dan respon siswa dalam

memahami guru dalam pembelajaran kelompok dapat diketahui kurang adanya

kepercayaan diri dalam hanya sebagian mereka saja yang mampu melaksanakan

tugas yang diberikan guru dan berperilaku dalam proses pembelajaran. Bimbingan

secara kelompok yang diberikan oleh peneliti masih kurang dalam pelaksanaannya

pada proses pembelajaran di dalam kelompok.

Siswa masih merasa canggung dalam kelompok tersebut untuk


68

mengungkapkan permasalahan diri mereka dalam belajar penyebab mereka kurang

termotasi dalam belajar, mereka tidak dapat menemukan permasalahan pada diri

mereka sehari-hari dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan di dalam kelas.

Mereka juga kurang merasakan pemecahan yang dihadapi mereka dengan adanya

Bimbingan Kelompok Menggunakan Teknik Experiential Learning tersebut. Selama

Bimbingan Kelompok Menggunakan Teknik Experiential Learning oleh peneliti

hanya mencapai 56%. Kemudian siswa yang memahami masalah belajar hanya

mencapai 61.3%. Siswa yang ketekunan menghadapi tugas yang tidak mereka sukai

yaitu 61.3%. Siswa yang ketekunan menghadapi tugas saat peneliti memberikan soal

mata pelajaran yang tidak mereka sukai yaitu 44%. Maka dari hasil tersebut

diketahui hasil dari aktivitas saat siswa dalam Bimbingan Kelompok Menggunakan

Teknik Experiential Learning masih termasuk kurang baik sehingga tidak merubah

motivasi mereka dalam belajar

Berdasarkan hasil belajar siswa baik secara kelompok dan individual masih

kurang mencapai nilai KKM 75 karena nilai rata-rata siswa hanya mencapai 61,

maka dari itu perlu ada perbaikan lagi pada siklus berikutnya agar dapat mencapai

hasil KKM yang diharapkan dalam penelitian tindakan kelas ini. Berdasarkan hasil

penelitian diketahui bahwa kemampuan belajar siswa masih kurang karena mereka

kurang mampu menjelaskan pelajaran dengan baik kemudian kurang mampu dalam

hal memberikan pemahaman bagi diri mereka sendiri tentang cara belajar terutama

dalam melaksanakan menjelaskan tentang masalah pembelajaran yang diberikan

oleh guru. Siswa juga masih kurang mampu menyebutkan tentang masalah yang

berhubungan dengan bentuk pemerintahan yang diharapkan oleh guru selama proses

pembelajaran tersebut.

Oleh karena itu, peneliti harus lebih aktif lagi dalam membimbing siswa dalam
69

kelompok agar mereka dapat memahami dengan baik tentang tujuan dari Bimbingan

Kelompok Menggunakan Teknik Experiential Learning tersebut agar mereka dapat

mencapai hasil maksimal dalam proses belajar saat belajar di kelas dengan semua

guru mata pelajaran. Perlu ada perbaikan lagi pada siklus 2 akan datang tentang cara

penyampaian proses Bimbingan Kelompok Menggunakan Teknik Experiential

Learning kepada siswa tersebut.

4.1.3 Siklus 3

Tema : Kepercayaan Diri

Bahasan : Aku dan Kelebihanku

Waktu : 11:20 s/d 12:05

Tanggal : Selasa, 16 Maret 2021

Tempat : Ruang Pramuka

Pada proses silkus 3 ini yang dilaksanakan adalah pada anak yang bermasalah dalam

hal mereka kurang motivasi belajar dengan teman sebaya mereka terutama dalam hal

menghormati dan tidak menggangu teman mereka selama berada di sekolah baik dengan

teman sekelas atau dengan teman yang bukan teman dengan kelas mereka. Pada proses

siklus 1 ini yang dilakukan adalah dengan cara sebagai berikut:

1) Perencanaan Tindakan Bimbingan Kelompok Menggunakan Teknik Experiential

Learning

Pada proses Bimbingan Kelompok Menggunakan Teknik Experiential Learning

ini yang dilakukan adalah dengan cara menetapkan layanan kelompok yang akan

diberikan kepada siswa bermasalah dalam hal kurangnya motivasi belajar mereka

dalam bergaul dengan teman sebaya mereka di sekolah. Kemudian membuat rencana

tindakan dalam bentuk mengindentifikasi siswa yang bermasalah yaitu 14 orang

dengan mempersiapkan media agar menyadarkan mereka dalam memahami cara


70

memberikan kepercayaan diri bagi mereka agar dapat terkepercayaan diri dalam

sangat penting dilakukan dalam hal bergaul. Membuat RPL yang sesuai dengan

layanan yang diberikan kepada anak.

2) Pelaksanaan Bimbingan Kelompok Menggunakan Teknik Experiential Learning

Proses pelaksanaan yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:

a) Tahap permulaan, yaitu tahap yang dilakukan sebagai upaya untuk

menumbuhkan minat bagi terbentuknya kelompok yang meliputi pemberian

penjelasan tentang adanya layanan Bimbingan Kelompok Menggunakan Teknik

Experiential Learning bagi para siswa, penjelasan pengertian, tujuan dan

kegunaan Bimbingan Kelompok Menggunakan Teknik Experiential Learning,

ajakan untuk memasuki dan mengikuti kegiatan, serta kemungkinan adanya

kesempatan dan kemudahan bagi penyelenggaraan Bimbingan Kelompok

Menggunakan Teknik Experiential Learning.

b) Tahap transisi, merupakan masa setelah proses pembentukan dan sebelum masa

bekerja (kegiatan). Tahap ini yang merupakan proses dua bagian, yang ditandai

dengan ekspresi sejumlah emosi dan interaksi anggota.

c) Tahap kegiatan sering disebut juga sebagai tahap bekerja, tahap penampilan,

tahap tindakan, dan tahap pertengahan yang merupakan inti kegiatan Bimbingan

Kelompok Menggunakan Teknik Experiential Learning, sehingga memerlukan

alokasi waktu yang terbesar dalam keseluruhan kegiatan Bimbingan Kelompok

Menggunakan Teknik Experiential Learning.

d) Tahap pengakhiran, yaitu memberi kesempatan pada anggota kelompok untuk

memperjelas arti dari pengalaman mereka, untuk mengkonsolidasi hasil yang

mereka buat, dan untuk membuat keputusan mengenai tingkah laku mereka
71

yang ingin dilakukan di luar kelompok dan dilakukan dalam kehidupan sehari-

hari.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan kepada siswa maka dapat diketahui

sebagai berikut:

a. Perkembangan kepercayaan diri Siswa kelas X melalui layanan Bimbingan

Kelompok Menggunakan Teknik Experiential Learning Kelas X IPS 3 di SMA

Negeri 4 Banjarbaru.

Berdasarkan hasil penelitian tentang masalah perkembangan kepercayaan

diri siswa selama diberikan Bimbingan Kelompok Menggunakan Teknik

Experiential Learning kepada 14 orang siswa yang diberikan layanan tersebut

maka dapat diketahui bahwa:

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan kepada siswa

terutama yang berhubungan dengan cara guru dalam memberikan respon siswa

setelah diberikan layanan Bimbingan Kelompok Menggunakan Teknik

Experiential Learning tentang masalah kepercayaan diri dalam yaitu:

Tabel 4.8
Perkembangan Kepercayaan diri siswa Selama Bimbingan Kelompok Menggunakan
Teknik Experiential Learning Siklus 3
Keyakinan Memahami Berkomunikasi
dalam Masalah selama proses
Kelompok kepercayaan pembelajaran
diri dalam
belajar
No Nama Jlh
1 Abdul Karimul Hakim 4 3 3 10
2 Ahmad Baihaki 3 3 4 10
3 Ahmad Rajinuddin 4 3 4 11
4 Ahmad Zainuddin Apriadi 4 3 4 11
5 Arif Rahman 4 3 4 11
6 Budi Santoso 3 4 4 11
72

7 Devi Septiani 3 3 3 9
8 Halimatus Sadiyah 4 3 4 11
9 Hami Said 3 4 4 11
10 Hansna Kamalia 3 3 3 9
11 Herlina Hidayati 3 3 4 10
12 Ismi Wardani 3 3 4 10
13 Jamah Sari 4 4 3 11
14 Juwairiah 4 4 4 12
15 Rahma zianti Putri 4 3 3 10
16 Rahman Abdullah 3 4 3 10
17 Ridha Wati 4 4 4 12
18 Saban Ansyari 4 4 4 12
19 Siti Rahmah Zulfa 4 3 4 11
20 Siti Salmiah 4 4 4 12
21 Sahrida Putri 3 4 4 11
22 Taufik Rahman 4 4 4 12
  Jumlah 79 76 82 237
  Rata-rata 3.59 3.45 3.73 10.8
% (Rata-rata x 100 / 4
  skor penilaian tertinggi 89.8% 86.4% 93.2%  
% (Rata-rata x 100 / 12 (4
  skor x 3 aktivitas)       89.8%

Keterangan:
Nilai 1 = Tidak Aktif
Nilai 2 = Cukup Aktif
Nilai 3 = Aktif
NIlai 4 = Sangat Aktif

Hasil pengamatan yang telah dilakukan pada siklus 3 diketahui bahwa

ada perkembangan kepercayaan diri siswa dalam belajar, hasil pengamatan

tersebut peneliti mangamati secara langsung melihat aktivitas siswa pada proses

pembelajaran.

Hal dapat diketahui bahwa siswa telah mampu memahami masalah

kepercayaan diri mereka dalam belajar, karena mereka mampu mengatasi

kepercayaan diri mereka untuk menghadapi prsoes pembelajaran dengan baik.

Hasil dari pengamatan yang telah dilakukan bahwa hanya mencapai 89.8%.

Kemudian siswa yang memahami masalah kepercayaan diri hanya mencapai


73

86.4%. Siswa yang kurang berkomunikasi dalam kelompok terutama pada saat

mereka merasakan dalam bentuk diskusi dikelompok mereka atau dengan teman

satu kelompok merek yaitu 93.2%.

Hasil keseluruhan dari siklus 3 maka dapat diketahui bahwa hasil dari

peningkatan kepercayaan diri mereka setelah diberikan layanan konseling kepada

siswa yang bermasalah dalam belajar terutama yang kurang termotivasi yaitu

89.8%. yaitu ada peningkatan dari pada siklus 3 yaitu siswa sudah pecaya diri

dalam belajar dan mereka sudah berusaha saat belajar di dalam kelas mulai aktif

mengikuti pelajaran di dalam kelas.

Hasil Bimbingan Kelompok Menggunakan Teknik Experiential Learning

yang telah dilaksanakan agar siwa mempunyai kepercayaan diri mereka dalam

belajar. Maka dari hasil tersebut diketahui hasil dari aktivitas saat siswa dalam

Bimbingan Kelompok Menggunakan Teknik Experiential Learning sudah

berkembang dengan baik terutama dalam menerima proses pembelajaran yang

diinginkan. Siswa yang dibimbing tersebut telah mempunyai kemampuan diri

dalam memberanikan diri untuk maju ke depan kelas walau terkadang mereka

bermasalah dalam belajar.

b. Peningkatan Rasa Percaya Diri Siswa kelas XI melalui layanan Bimbingan

Kelompok Menggunakan Teknik Experiential Learning Kelas X IPS 3 di SMA

Negeri 4 Banjarbaru.

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan selama proses layanan

kelompok dilakukan kepada siswa terutama dalam hal meningkatkan

kepercayaan diri mereka dalam belajar mereka sebagai berikut:

Tabel 4.9
Hasil kuesioner keseulurahan Peningkatan Rasa Percaya Diri Siswa
Pilihan Jawaban
No Aktivitas Total siwa
SS KK J TP
74

F % F % F % F %
1 Pemahaman diri 20 91 2 9.1 0 0 0 0 22
3 Berfikir positif, 21 95 1 4.5 0 0 0 0 22
4 Komunikasi, 20 91 2 9.1 0 0 0 0 22
5 Ketegasan, 21 95 1 4.5 0 0 0 0 22
6 Penampilan diri, dan 20 91 2 9.1 0 0 0 0 22
Pengendalian
7 21 95 1 4.5 0 0 0 0 22
perasaan
  Jumlah   559   41   0   0  
  Rata-rata   80%   5.8%   0   0  

Hasil penelitian pada siklus 3 hasil rata-rata dari peningkatan percaya diri

siswa setelah diberikan Bimbingan Kelompok Menggunakan Teknik

Experiential Learning pada saat di dalam kelas diketahui bahwa tingkat

peningkatan dari siswa sudah ada peningkatan yang signifikan dalam proses

kepercayaan diri mereka dalam belajar karena dilihat dari respon mereka yang

menyatakan secara persentasi yaitu sudah ada yang selalu percaya diri dalam

belajar yaitu 80% yang telah mencapai yang diharapkan dalam Bimbingan

Kelompok Menggunakan Teknik Experiential Learning tersebut. Kemudian

yang menjawab kadang-kadang yaitu 5.8%. Kemudian mereka lebih banyak

tidak pernah ada kepercayaan diri tidak ada lagi. Hal ini berarti pada siklus 3

ada peningkatan dari kepercayaan diri dalam belajar.

Hasil penelitian bahwa siswa telah termotivasi dalam belajar terutama

dalam merubah perilaku mereka dalam belajar. Peneliti telah mampu

memberikan motivasi dan merasakan kepercayaan diri mereka dalam mengikuti

pelajaran yang diberikan kepada mereka selama di dalam kelas untuk belajar.

Oleh karena berdasarkan informasi dari guru mata pelajaran dimana siswa

tersebut telah diberikan bimbingan oleh peneliti. Berdasarkan laporan dari guru

mata pelajaran bahwa semua siswa telah termotivasi dalam belajar dan mereka
75

berubah dari perilaku mereka di dalam kelas.

3) Refleksi Siklus 3

Hasil evaluasi yang telah dilaksanakan pada siklus 3 tentang masalah

kepercayaan diri siswa dalam belajar di dalam kelas diketahui bahwa siswa mampu

dalam meningkatkan kepecayaan diri mereka dalam proses belajar terutama dalam

hal meningkatkan kemampuan mereka untuk berkomunikasi dengan teman mereka

dan guru dalam kelas. Hasil bimbingan layanan kelompok memberikan efek yang

baik dalam belajar karena mereka merasakan bahwa dengan cara tersebut dapat

memberikan kepercayaan diri mereka dan saling mendengarkan apa yang mereka

rasakan selama ini terutama dalam memahami apa yang disampaikan guru dalam

proses pembelajaran.

Siswa masih sudah tidak lagi merasa canggung dalam kelompok tersebut

untuk menggungkapkan permasalahan diri mereka dalam proses pembelajaran

sehingga mereka tidak dapat menemukan permasalahan pada diri mereka sehari-hari

dalam proses pembelajaran yang dilaksankaan di dalam kelas. Mereka juga mampu

merasakan ada pemecahan masalah yang mereka hadapi dalam meningkatkan

kepercayaan diri mereka sehingga mereka dapat memahami apa diinginkan dalam

proses pembelajaran yang diinginkan saat Bimbingan Kelompok Menggunakan

Teknik Experiential Learning.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kemampuan mereka dalam

mematik tugas dan tanggung jawab mereka sebagai siswa yaitu belajar, dapat

mereka emban dengan baik karena mereka telah mampu berusaha dengan baik

dalam menjelaskan dan memahami pelajaran yang diinginkan dalam belajar.

Kemampuan dari belajar mereka juga sudah baik, karena mereka mampu

menjelaskan pelajaran dengan baik kemudian mampu dalam hal memberikan


76

pemahaman bagi diri mereka sendiri tentang cara belajar terutama dalam

melaksanakan menjelaskan tentang masalah pembelajaran yang diberikan oleh guru.

Siswa mampu menyebutkan tentang masalah yang berhubungan dengan bentuk

perintah yang diharapkan oleh guru selama proses pembelajaran tersebut.

C. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan kepada siswa maka dapat

dijelaskan bahwa hasil penelitian pada siklus 1 diketahui bahwa kepercayaan diri dalam

siswa masih kurang karena mereka kurang mampu dalam memahami kelompok layanan

yang telah diberikan peneliti kepada mereka sehingga rasa kepercayaan diri siswa dalam

belajar mereka masih tidak ada perubahan yang khusus terutama dalam hal memberikan

bantuan kepada siswa. Karena dengan adanya bantuan tersebut siswa dapat membuat

mereka lebih percaya diri dalam menghadapi masalah baik di sekolah atau di luar sekolah.

Berdasarkan hasil penelitian ini tentang meningkatakan kepercayaan diri dalam

siswa underachiever pada siswa X melalui layanan Bimbingan Kelompok Menggunakan

Teknik Experiential Learning didapat hasil bahwa kepercayaan diri dalam siswa

underachiever dapat ditingkatkan melalui layanan Bimbingan Kelompok Menggunakan

Teknik Experiential Learning. Layanan Bimbingan Kelompok Menggunakan Teknik

Experiential Learning ini dilaksanakan sebanyak dua siklus. Siklus 2 digunakan sebagai

penyempurna pada siklus 1. Pelaksanaan layanan Bimbingan Kelompok Menggunakan

Teknik Experiential Learning diikuti oleh 4 anggota kelompok dan peneliti sebagai

pemimpin kelompok. Anggota kelompok terdiri dari 19 siswa yang masih kurang

kepercayaan diri mereka dalam belajar dan 3 siswa yang memiliki kepercayaan diri dalam

tertinggi dan kepercayaan diri mereka tinggi di kelas saat proses pembelajaran

dilaksanakan. Kondisi awal yang terjadi bahwa siswa yang kurang dalam kepercayaan diri

dalam belajar terutama pada siswa underachiever sebelum dilakukan layanan Bimbingan
77

Kelompok Menggunakan Teknik Experiential Learning memiliki rata-rata kepercayaan

diri mereka dalam belajar masih kurang.

Setelah diberikan layanan Bimbingan Kelompok Menggunakan Teknik Experiential

Learning pada siklus 3 dengan metode ceramah dan diskusi dan materi layanan

menumbuhkan semangat belajar dan kepercayaan diri dalam belajar selama tiga kali

pertemun diakhiri dengan pengisian skala kepercayaan diri dalam guna mengetahui tingkat

kepercayaan diri dalam saat itu, diketahui dari hasil analisis terjadi peningkatan pada

kepercayaan diri dalam siswa underachiever sebesar 90%, rata-rata tingkat kepercayaan

diri dalam siswa underachiever menjadi 60.71% pada kategori sedang. Tingkat

kepercayaan diri dalam masing-masing siswa underachiever pada siklus 1.

Hal ini berarti bahwa pada awal dari pertemuan dikarenakan tidak ada peningkatan

sebab siswa masih kurang mampu memberikan andil kepada siswa yang bermasalah dari

segi Bimbingan Kelompok Menggunakan Teknik Experiential Learning kepada mereka.

padahal Bimbingan Kelompok Menggunakan Teknik Experiential Learning ini sangat

penting bagi siswa yang bermasalah sehingga dapat mempertemukan antar mereka dan

saling berbagi satu sama lain tentang masalah yang dihadapi siswa selama ini.

Penelitian Maisaroh (2018) menjelaskan bahwa Penanganan Guru Bimbingan Dan

Konseling Dalam Mengatasi Masalah Siswa di SMK Bhakti Bangsa Banjarbaru, hasil

penelitian menunjukkan bahwa Upaya yang sudah dilakukan mengatasi masalah siswa

dengan prosedur dalam proses penanganan masalah yaitu mencari penyebab terjadinya

masalah kemudian memberikan nasehat arahan dan bimbingan agar siswa mampu

memahami dan kesalahan yang sama tidak terulang kembali. Dan dalam proses

penanganannya tidak lepas dari kerja sama dengan pihak sekolah seperti wali kelas, wakil

kepala sekolah bagian kesiswaan, serta Kepala sekolah. Sebenarnya layanan kosenling

yang dilakukan sekolah tersebut adalah untuk menangani siswa yang bermasalah sehingga
78

dapat dicarikan solusinya agar mereka tidak nakal lagi saat berada di sekolah atau di luar

sekolah.

Menurut Dahlan, S. 2014. dalam bukunya Bimbingan dan Konseling di Sekolah.

Yogyakarta: Graha Ilmu Banyak permasalahan yang terjadi dikalangan anak remaja SMA

maupun SMK karena masa remaja adalah masa akan beralihnya ketergantungan hidup

kepada orang lain. Para remaja mulai menentukan jalan hidupnya. Selama menjalani

pembentukan kematangan dalam sikap, berbagai perubahan kejiwaan terjadi, bahkan

mungkin kegoncangan. Kondisi semacam ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan dimana

dia tinggal. Pada sisi lain remaja seringkali tidak mempunyai tempat mengadu untuk

memecahkan masalah yang dihadapinya. Sehingga sebagai pelarian remaja seringkali

terjerumus, seperti merokok, mabukmabukan, narkotika, seks bebas, dan tindakan

kriminalitas lainnya

Meskipun sudah ada peningkatan pada tingkat kepercayaan diri dalam siswa

underachiver setelah diberikan layanan Bimbingan Kelompok Menggunakan Teknik

Experiential Learning pada siklus 1, namun hasil rata-rata nya masih dalam kategori

sedang dan masih ada 1 anggota yang masih dalam kategori rendah. Oleh karena itu,

peneliti perlu dilakukan siklus 2. Dalam siklus 2 ini peneliti dengan kolaborator dan

observer menyepakati akan melakukan siklus 2 lagi, hal ini mengingat masih ada 4

indikator kepercayaan diri dalam tinggi yang belum terlakasana. Refleksi dari siklus 1

digunakan sebagai acuan dalam merancang dan melaksanakan siklus 2. Pada siklus 2

peneliti menggunakan metode video dan diskusi dengan materi layanan pengaruh

kepercayaan diri terhadap prestasi akademik siswa, kepercayaan diri dalam dan

kreativitas. Siklus 2 yang telah dilaksanakan, pada siklus 3 diakhiri dengan pengisian

kembali skala kepercayaan diri dalam untuk mengetahui tingkat kepercayaan diri dalam

siswa setelah diberilakan layanan Bimbingan Kelompok Menggunakan Teknik


79

Experiential Learning pada siklus 2. Berdasarkan hasil analisis skala kepercayaan diri

dalam pada post-test 2, rata-rata tingkat kepercayaan diri dalam siswa underachiever

meningkat menjadi 79% dengan kriteria tinggi.

Tingkat motivasi siswa underachiever setelah siklus 2 ini menjadi mulai tinggi.

Berdasarkan hasil pelaksanaan layanan Bimbingan Kelompok Menggunakan Teknik

Experiential Learning pada siklus 1 dan siklus 2, kepercayaan diri dalam siswa

underachiever menjadi meningkat. Hal ini dibuktikan hasil perhitungan deskriptif

presentase skala kepercayaan diri dalam menunjukkan peningkatan yang signifikan.

Sebelum diberikan tindakan berupa layanan Bimbingan Kelompok Menggunakan Teknik

Experiential Learning rata-rata siswa tingkat kepercayaan diri siswa yang masih dilihat

kurang terutama dalam memahami pelajaran yang dikehendaki oleh guru, namun setelah

diberikan layanan Bimbingan Kelompok Menggunakan Teknik Experiential Learning

selama 6 kali pertemuan rata-rata tingkat kepercayaan diri belajar siswa underachiever

menjadi tinggi. Selain dari hasil perhitungan deskriptif presentase skala kepercayaan diri

siswa dalam belajar baik, peningkatan siswa juga dapat terlihat dari hasil observasi yang

dilaksanakan selama kegiatan belajar mengajar di kelas dengan bantuan guru kelas XI

sebagai kolaborator. Peningkatan siswa yang dapat terlihat antara lain adalah siswa

menjadi lebih berani dalam berpendapat, siswa lebih rajin dalam mengerjakan tugas-tugas,

siswa lebih tepat waktu dalam mengumpulkan tugas, siswa terlihat lebih bersemangat

mengikuti kegitan belajar mengajar, dan lain sebagainya. Hal tersebut menunjukkan

bahwa tingkat kepercayaan diri dalam siswa underachiever pada kelas XI SMA Negeri 1

Amuntai meningkat setelah mendapatkan layanan Bimbingan Kelompok Menggunakan

Teknik Experiential Learning. Dengan kata lain kepercayaan diri dalam siswa

underachiever dapat ditingkatkan melalui layanan Bimbingan Kelompok Menggunakan

Teknik Experiential Learning yang tepat.


80

Sebenarnya Bimbingan Kelompok Menggunakan Teknik Experiential Learning ini

penting artinya bagi siswa terutama pada siswa yang bermasalah. Mereka bisa saling

sharing dan saling bertukar pendapat satu sama lain sehingga dapat menemukan solusi

yang dari masalah yang mereka hadapi selama ini. Pada dasarnya Materi Bimbingan

Kelompok Menggunakan Teknik Experiential Learning dapat mencakup hal-hal sebagai

berikut (Prayitno dalam Vitalis, 2008:64):

1. Pemahaman dan pengembangan sikap, kebiasaan, bakat, minat, dan penyalurannya

2. Pemahaman kelemahan diri dan penanggulangannya, pengenalan kekuatan diri dan

perkembangannya

3. Perencanaan dan aktualisasi diri

4. Mengembangkan kemampuan berkomunikasi, menerima atau menyampaikan

gagasan, ide, opini, perilaku, dan hubungan sosial

5. Mengembangkan hubungan dengan peer group, baik di sekolah maupun di luar

sekolah

6. Mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar, disiplin belajar, dan berlatih, serta

melatih teknik-teknik penguasaan materi pelajaran

7. Pemahaman kondisi fisik, sosial, dan budaya dalam kaitannya dengan orientasi belajar

di Perguruan Tinggi

8. Mengembangkan kecenderungan karier yang menjadi pilihannya

9. Orientasi dan informasi karier, dunia kerja, dan prospek masa depan

10. Pemantapan dalam mengambil keputusan dalam rangka perwujudan diri.

Oleh karena itu konseling layanan kelompok adalah memberikan kepada siswa agar

tidak bermasalah dalam keseharian mereka, sebenarnya awal seorang siswa nakal atau

tidak patuh dengan peraturan atau tidak percaya diri karena mereka merasa bahwa yang

terjadi dalam hidup mereka, Hasil penelitian Jarkawi (2018) tentang Perilaku Meroko
81

Remaja Awal Pada Pendidikan Formal Banjarmasin Indonesia, Remaja awal merupakan

tahapan menentukan perkembangan pada tahap dalam kelompok. Meroko pada remaja

awal dilakukan dimulai dengan ingin mencoba atau mengikuti gaya dan lagak teman

meroko. Dengan metode survey terhadap 1660 responden sebagai partisipan remaja awal

dari usia 11 tahun sampai dengan 17 tahun, duduk di kelas VII, kelas VIII, kelas IX pada

tahun 2017 untuk Sekolah Menengah Pertama Negeri dan Swasta sebanyak 30 sekolah,

pada Madrasyah Ttsanawiyah Negeri dan Swasta sebanyak 16 sekolah,menunjukkan

bahwa remaja awal meroko sebesar 43.98 % melakukan perilaku meroko.8,70 % sekolah

katagori sangat tinggi.

Hal in berarti bahwa seorang siswa akan berperilaku menyimpang saat mereka

kurang terawasi dengan baik dan mereka tidak ada teman untuk diajak bicara. Sebenarnya

kepercayaan diri seorang siswa akan tergantung dari kemampuan mereka dalam

memahami masalah yang terjadi dalam dirinya sehingga dapat lebih baik dalam

memahami kepercayaan diri akan datang. Jarkawi dan Zainal Fauzi (2018), Penyuluhan

Tentang Cara Meningkatkan Kepercayaan Diri Siswa Dengan Fun Game Pada

Musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling Mts Kota Banjarmasin, hasil kegiatan

pengabdian ini adalah dengan adanya Kegiatan pengabdian kepada masyarakat MGBK

MTs kota Banjarmasin dengan teknik fun game dapat meningkatkan kepercayaan diri

guru-guru dan siswa-siswi MTs. Sehubungan dengan penelitian ini bahwa kepercayaan

diri pada dasarnya merupakan keyakinan dalam diri seseorang untuk dapat menanggapi

segala sesuatu dengan baik sesuai dengan kemampuan diri yang dimiliki. Mastuti (2008 :

13) menyatakan “kepercayaan diri adalah sikap positif seorang individu yang

memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri

maupun terhadap lingkungan/situasi yang dihadapinya”. Wiranegara (2010 : 3)

menyatakan bahwa: “Kepercayaan diri sebenarnya adalah karakter seseorang dengan


82

kepercayaan positif terhadap dirinya sehingga ia bisa mengontrol hidup dan

rencanarencananya. Orang yang percaya diri adalah seseorang yang tahu kemampuan

dirinya dan menggunakan kemampuannya untuk berbuat sesuatu. Orang yang percaya diri

akan mengambil setiap keuntungan dan kesempatan yang ada di depan matanya”.

Hasil penelitian menjukkan bahwa layanan Bimbingan Kelompok Menggunakan

Teknik Experiential Learning merupakan suatu kegiatan kelompok dimana pimpinan

kelompok menyediakan kelompok-kelompok dan mengarahkan diskusi agar anggota

kelompok menjadi lebih social atau membantu anggota-anggota kelompok mencapai

tujuan-tujuan bersama (Mungin Eddy Wibowo, 2005). Sejalan dengan pendapat Hasibuan

dan Moedjiono (2009), diskusi kelompok merupakan suatu proses penglihatan dua atau

lebih individu yang berinteraksi secara verbal saling berhadapan muka mengenai tujuan

atau sasaran yang sudah tertentu melalui cara tukar menukar kelompok.

Maka dapat disimpulkan bahwa dengan adanya bimbingan kelompok dapat

meningkatkan kepercayaan diri dalam siswa dalam menghadapi masalah pembelajaran.


83

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitan maka dapat disimpulakan bahwa

1. Aktivitas peneliti pada layanan bimbingan kelompok menggunakan teknik Experiential

Learning untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa kelas X IPS 3 di SMA Negeri 4

Banjarbaru selama ini sudah baik dengan melaksanakan proses bimbingan bagi siswa

yang bermasalah dalam belajar mereka.

2. Cara menggunakan layanan bimbingan kelompok menggunakan teknik Experiential

Learning untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa kelas X IPS 3 di SMA Negeri 4

Banjarbaru selama penelitian iswa pada saat mengikuti kegiatan layanan Konseling

Kelompok diperoleh bahwa kepercayaan diri dalam kelas X IPS 3 di SMA Negeri 4

Banjarbaru termasuk meningkat dan baik.


84

3. Peningkatan kepercayaan diri siswa melalui Teknik Experiential Learning untuk

meningkatkan kepercayaan diri siswa kelas X IPS 3 di SMA Negeri 4 Banjarbaru ada

peningkatan perkembangan kepercayaan diri siswa dalam belajar sehingga mereka

terdorong untuk belajar dan tidak malu lagi maju ke depan kelas serta tidak lagi merasa

canggung pada saat mereka salah dalam menjawab pertanyaan yang berberikan oleh

guru kepada mereka

5.2 Saran-saran

Berdasarkan hasil kesimpulan maka disarankan yaitu:

1. Bagi sekolah hendaknya dapat memberikan kepercayaan diri dalam setelah diberikan

Bimbingan Kelompok Menggunakan Teknik Experiential Learning kepada siswa yang

bermasalah dalam belajar.

2. Bagi pembimbing hendaknya dapat mengarahkan dan membimbing siswa yang kurang

termotivasi dalam proses pembelajaran terutama dalam hal belajar semua mata

pelajaran.

3. Bagi orang tua hendaknya dalam mengawasi anaknya dalam belajar dan memahami

masalah mereka dalam memahami pelajaran salama berada di rumah agar mereka dapat

percaya diri dalam melaksanakan tugas yang telah diberikan kepada mereka.

4. Bagi siswa hendaknya dapat merubah cara belajar mereka agar lebih termotivasi dalam

belajar setelah diberikan Bimbingan Kelompok Menggunakan Teknik Experiential

Learning ini kepada siswa.


85

DAFTAR RUJUKAN

Ali, M. (2014). Memahami Riset Perilaku dan Sosial. Jakarta : PT. Cahaya Prima Sentosa.

Arifah, F. N. (2017). Panduan Menulis Penelitian Tindakan Kelas & Karya Tulis Ilmiah
Untuk Guru. Yogyakarta: Araska .
Darmadi, H. (2010). Pengantar Pendidikan . Bandung: Alfabeta, cv.

Darmanto. (2012). Mengaktifkan Alam Bawah Sadar Manusia Refleksi Menuju Kepribadian
yang Lebih Sempurna . Jakarta: Suka Buku .
Emzir. (2015). Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta:

Rajawali Pers.

Ghony, D. (2008). Penelitian Tindakan Kelas. Malang: UIN-Malang Press.

Herdiansyah, H. (2015). Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu Psikologi . Jakarta :

Salemba Humanika .

Mahmud. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: CV Pustaka Setia

Margono, S. (2014). Metodologi Penelitian Pendidikan . Jakarta : Rineka Cipta.

Nurihsan, A. J. (2010). Strategi layanan Bimbingan dan Konseling . Bandung : PT Refika

Aditama.

Prayitno. (2015). Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta .


86

Rahayu, A. Y. (2013). Menumbuhkan Kepercayaan Diri Melalui Kegiatan Bercerita . Jakarta

: Indeks.

Saputra, E. (2017). Berani Berkarakter Positif. Jakarta : Bumi Aksara.

Sarbaini, & Z. A. (2013). Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan TInggi.

Banjarmasin : UPT MKU (MPK-MBB) Universitas Lambung Mangkurat.

Sukardi, D. K. (2010). Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di

Sekolah . Jakarta: Rineka Cipta.

Suriansyah, A. (2011). Landasan Pendidikan. Banjarmasin: Comdes.

Surya, M. (2003). Teori-Teori Konseling. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.

Tohirin. (2009). Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah . Jakarta: RajaGrafindo

Persada.

Widjaja, H. (2016). Berani Tampil Beda Percaya Diri. Yogyakarta: Araska.

Sutoyo, Anwar. (2014). Pemahaman Individu Observasi, Checklist, Interviu, Kuesioner,

Sosiometri. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Sari, Puspita Ruri. (2016). Upaya Peningkatan Percaya Diri Siswa Melalui Bimbingan

Kelompok dengan Menggunakan Metode Experiential Learning Pada Siswa SMP kelas VIII

SMP Taman Dewasa Ibu Pawiyatan Tahun Ajaran 2015/2016. Yogyakarta (Universitas

Sanata Dharma): Tidak diterbitkan.


87

Anda mungkin juga menyukai