Anda di halaman 1dari 15

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Kata menyontek mungkin sudah tidak asing lagi bagi pelajar dan mahasiswa. Setiap orang pasti ingin mendapat nilai yang baik dalam ujian, dan sudah tentu berbagai macam cara dilakukan untuk mencapai tujuan itu. Masalah menyontek selalu terkait dengan tes atau ujian. Banyak orang beranggapan menyontek sebagai masalah yang biasa saja, namun ada juga yang memandang serius masalah ini. Fenomena ini sering terjadi dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah atau madrasah, tetapi jarang kita dengar masalah menyontek dibahas dalam tingkatan atas, cukup diselesaikan oleh guru atau paling tinggi pada tingkat pimpinan sekolah atau madrasah itu sendiri. Sudah dimaklumi bahwa orientasi belajar siswa-siswi di sekolah hanya untuk mendapatkan nilai tinggi dan lulus ujian, lebih banyak kemampuan kognitif dari afektif dan psikomotor, inilah yang membuat mereka mengambil jalan pintas, tidak jujur dalam ujian atau melakukan praktek menyontek. Menyontek adalah kebiasaan yang sering terjadi di seluruh penjuru dunia. Baik di Indonesia atau di negara belahan dunia manapun akan terjadi. Tidak hanya anak-anak, mahasiswa bahkan pendidikan S2 dan S3 sering diwarnai budaya seperti ini.. Budaya menyontek yang mewarnai kehidupan siswa maupun mahasiswa harus dihapuskan. Sebab, menyontek merupakan manifestasi ketidakjujuran, yang pada akhirnya memunculkan perilaku moral dan tanggung jawab yang tdak bagus. Jika budaya menyontek tidak diberantas, sekolah dan kampus menjadi bagian dari pembibitan moral yang dekstruktif di Indonesia. Kejujuran merupakan barang langka di Indonesia kini. Banyak orang pintar yang lulus perguruan tinggi, tapi sangat langka orang pintar yang jujur. Di sejumlah kasus permasalahan bangsa seperti korupsi, ternyata pelakunya adalah orang intelektual yang terpandang dari segi kecendekiawanannya.

Semaraknya perilaku menyontek telah menyulitkan guru mengukur tingkat keberhasilan pendidikan. Menyontek berakibat sulitnya mengukur kadar kesuksesan proses belajar-mengajar. Perilaku menyontek yang dilakukan siswa atau mahasiswa, merupakan perbuatan membohongi diri sendiri. Jika dibiarkan, maka banyak pihak yang dirugikan. Rekan yang disontek tentunya telah terampas keadilan dan kemampuannya. Ketika siswa yang disontek belajar siang malam, tetapi penyontek yang suka hura-hura dengan gampangnya mencuri hasil kerja keras temannya. Menyontek akan menghilangkan rasa percaya diri siswa. Bila kebiasaan tersebut berlanjut maka percaya diri akan kemampuan diri luntur sehingga semangat belajar jadi hilang. Siswa akan terkungkung oleh pendapatnya sendiri, yang merasuki alam pikirnya bahwa untuk pintar tidak bisa dengan belajar, tapi menyontek.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diambil beberapa rumusan masalah, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Apa pengertian menyontek? Apa saja yang termasuk kategori menyontek? Apakah faktor-faktor yang menyebabkan siswa menyontek? Bagaimanakah cara mengatasi agar siswa tidak menyontek? Apa beda menyontek di Indonesia dengan di luar negeri? Apakah ada hubungan antara menyontek dengan korupsi?

C. Tujuan Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu kita bisa mengetahui tentang pengertian menyontek, kategori menyontek, faktor-faktor yang menyebabkan siswa menyontek, cara mengatasi agar siswa tidak menyontek, beda 1

menyontek di Indonesia dengan di luar negeri, dan hubungan antara menyontek dengan korupsi.

BAB II ISI

A. Pengertian Menyontek Menyontek atau menjiplak atau ngepek menurut Kamus Bahasa Indonesia karangan W.J.S. Purwadarminta adalah mencontoh, meniru, atau mengutip tulisan, pekerjaan orang lain sebagaimana aslinya. Dalam artikel yang ditulis oleh Alhadza (2004) kata menyontek sama dengan cheating. Beliau mengutip pendapat Bower (1964) yang mengatakan cheating adalah perbuatan yang menggunakan cara-cara yang tidak sah untuk tujuan yang sah/terhormat yaitu mendapatkan keberhasilan akademis atau menghindari kegagalan akademis. Sedang menurut Deighton (1971), cheating adalah upaya yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan keberhasilan dengan cara-cara yang tidak fair (tidak jujur). Menurut Suparno (2000). Segala sistem dan taktik penyontekan sudah dikenal siswa. Sistem suap agar mendapat nilai baik, juga membayar guru agar membocorkan soal ulangan, sudah menjadi praktik biasa dalam dunia pendidikan di Indonesia. Jadi, dapat disimpulkan bahwa menyontek adalah suatu perbuatan atau cara-cara yang tidak jujur, curang, dan menghalalkan segala cara untuk mencapai nilai yang terbaik dalam ulangan atau ujian pada setiap mata pelajaran.

B. Kategori Menyontek Menyontek dapat dikatagorikan dalam dua bagian yaitu pertama menyontek dengan usaha sendiri dan kedua dengan kerjasama. Usaha sendiri disini adalah dengan membuat catatan sendiri, buka buku, dengan alat bantu lain seperti membuat coretan-coretan di kertas kecil, rumus di tangan, di kerah baju, bisa juga dengan mencuri jawaban teman. Kerjasama dengan teman dengan cara

membuat kesepakatan terlebih dahulu dan membuat kode-kode tertentu atau meminta jawaban kepada teman. Dalam makalah yang ditulis Alhadza (2004) yang termasuk dalam kategori menyontek antara lain adalah meniru pekerjaan teman, bertanya langsung pada teman ketika sedang mengerjakan tes/ujian, membawa catatan pada kertas, pada anggota badan atau pada pakaian masuk ke ruang ujian, menerima dropping jawaban dari pihak luar, mencari bocoran soal, arisan (saling tukar) mengerjakan tugas dengan teman, menyuruh atau meminta bantuan orang lain dalam menyelesaikan tugas ujian di kelas atau tugas penulisan paper dan take home test.

C. Faktor-faktor yang Menyebabkan Siswa Menyontek 1. Faktor siswa : a. Siswa yang sudah memliki kebiasaan Siswa yang sudah terbiasa menyontek akan mengentengkan materi pelajaran, karena dia menganggap walaupun tidak belajar mereka juga dapat memperoleh nilai yang baik dengan menyontek atau umumnyab mencari jalan pintas supaya nilai mereka memuaskan. b. Siswa yang tidak belajar atau malas belajar Siswa kebanyakan malas belajar karena terlalu asik dengan kegiatan mereka yang lain. Apalagi, pada zaman seperti ini, teknologi semakin maju dan membuat mereka sibuk akan kemajuan teknologi itu sendiri dan melupakan kewajiban mereka. Ada juga yang merasa ketinggalan zaman bila tidak mengikuti perkembangan yang ada. c. Siswa yang kurang percaya diri Kebanyakan, para siswa merasa kurang percaya diri akan kemampuan dirinya sendiri. Mereka juga berpikir bahwa jawabannya itu kurang tepat dan merasa ragu-ragu dengan jawabannya itu. Hal ini juga bisa dikarenakan kurangnya siswa memahami materi pelajaran.

d. Siswa memiliki teman untuk berbagi jawaban. Mempunyai teman untuk berbagi jawaban merupakan hal yang dibutuhkan oleh para siswa. Kebiasaan ini dilakukan karena menjadi sesuatu hal yang sudah menjadi tradisi di kalangan siswa siswi jaman sekarang. e. Siswa yang terlalu mengandalkan teman. Siswa yang menyontek biasanya teralu menganggap bahwa jawaban temannya selalu benar. Padahal itu belum tentu. 2. Faktor Guru : a. Guru yang kurang tegas pada murid. Hal ini membuat siswa akan menganggap remeh sang guru dan dia akan merasa bahwa dia bebas menyontek dari temannya dan mengira gurunya tida akan menghukum atau memberi sanksi. b. Guru yang mematok nilai tinggi. Ini akan membuat siswa merasa tertekan dan akan berusaha menghalalkan segala cara untuk mendapat nilai yang menjadi titik aman atau diatas patokan nilai yang ditetapkan sang guru. c. Guru yang memanjakan murid. Hal ini juga akan membuat siswa akan menganggap remeh sang guru karena ia mengira gurunya akan memanjakannya dan tidak akan melakukan apa-apa atas apa yang ia lakukan. d. Guru yang dalam menyampaikan materi kurang jelas. Guru yang dalam mengajar kurang jelas akan membuat siswa-siswinya kurang paham dan kurang mendalami materi yang dijelaskan sang guru. Sehingga saat ulangan sang siswa kebingungan pada materi yang diujikan dan mengambil jalan pintas yang lebih mudah dan praktis daripada belajar, yaitu menyontek jawaban temannya.

3. Faktor Materi Pelajaran : a. Belum tuntasnya materi pelajaran. Belum terselesainya materi pelajaran merupakan salah satu faktor yang nantinya,beum tuntasnya materi pelajaran membuat siswa tidak mengerti bahan yang nantinya diujikan b. Jumlah materi terlalu banyak. Faktor ini tak kalah pentingnya dengan faktorpertama,jika jumlah materi yang diujikan terlalu banyak maka siswa juga akan merasa terbebani dengan itu,tak heran beberapa siswa memilih membuat kepekan,untuk mempermudah proses menjawab soal 4. Faktor Penilaian : a. Standart nilai yang terlalu tinggi. Standart nilai yang terlalu tinggi juga menyebabkan siswa melakukan aksi menyontek untuk mendapat nilai yang maksimum. b. Perbedaan skor tiap soal. Tak jarang soal yang lebih sulit adalah soal yang memiliki skor yang cukup banyak,sangat menggiurkan bagi siswa,dan jika pada soal tersebut salah maka tak heran nantinya kalau sang siswa mendapat nilai yang kurang memuaskan. 5. Faktor Orang Tua : a. Kurangnya pengawasan orang tua. Orang tua yang terlalu yakin dan percaya akan anaknya, membuat orang tua jarang mengawasi anaknya dalam belajar. Sehingga anaknya dapat menyalahgunakan kepercayaan orang tuanya. b. Terlalu menuntut anak. Kebanyakan, orang tua terlalu menuntut anaknya untuk mendapat nilai yang bagus. Bisa karena orang tua gengsi, atau sebagainya. Tapi orang tua tersebut tidak pernah mencoba untuk membimbing anaknya dalam belajar.

Sehingga anaknya merasa tertekan dan akhirnya menggunakan segala cara untuk memenuhi target nilai orang tua. c. Kurangnya kepedulian orang tua. Umumnya orang tua memiliki kesibukan masing-masing dengan karirnya. Sehingga orang tua jarang mengawasi perilaku dan kebiasaan anaknya. Dan akhirnya anaknya pun tidak peduli dengan nilainya, karena orang tua itu sendiri juga tidak peduli dengan nilai anaknya. d. Kurangnya prinsip kejujuran dalam keluarga. Prinsip kejujuran dalam keluarga sebenarnya sudah ditanamkan, namun terkadang dalam kenyataannya orang tua melanggar prinsip tersebut. Hal ini menyebabkan tertanamnya prinsip kejujuran dalam diri anak berkurang. Sehingga anak menjadi meremehkan prinsip kejujuran itu sendiri. (Harsono, 2007: 87).

D. Cara Mengatasi Agar Siswa Tidak Menyontek Untuk menghilangkan kebiasaan menyontek memang sulit, karena : 1. sudah terbentuk dari perilaku yang berlangsung lama 2. kepercayaan diri yang ngedrop, jadi meskipun sudah belajar kalau tidak nyontek teman kurang pas rasanya 3. perilaku instan, mungkin karena sering mengalami dan melihat hal-hal yang instan 4. kerjasama yang salah pengertian, jadi salah juga dalam penerapan 5. tidak menyadari apa artinya ilmu bermafaat 6. terlalu mementingkan nilai formalitas yang tertulis di ijazah atau buku raport dibandingkan ilmu yang seharusnya dikuasai 7. merupakan gambaran dari mental cengeng dan ingin enaknya saja 8. didukung lingkungan, dengan pengawasan yang longgar saat ujian memotivasi peserta sharing jawaban

9. belum merasakan akibat dari kebiasaan menyontek, ini dilontarkan oleh alumni yang sudah merasakan sulitnya mempelajari ilmu lebih lanjut tanpa modal kemampuan awal yang memadai. Budaya menyontek memang sudah mendarah daging di Indonesia. Jadi, perlu penanganan dari semua pihak untuk mengatasinya.

- Pertama dari pihak pengajar atau guru, harus bertidak tegas saat ujian dengan cara benar-benar mengawasi murid-muridnya saat ujian serta memberikan sangsi yang benar-benar tegas dan membuat jera baik kepada yang mencontek dan yang memberikan contekan

- Lebih sering mengadakan ujian lisan. dengan begitu murid-murid tidak punya pilihan lain selain belajar dan percaya pada diri sendiri. Mungkin dengan begitu lama kelamaan para murid jadi lebih terbiasa untuk percaya pada dirinya sendiri. - Untuk para murid, jangan takut melaporkan kecurangan yang dilakukan oleh teman. Karena ada beberapa murid yang tidak mau melaporkan temannya yang mencontek karena alasan solidaritas dan sebagainya.

- Untuk orang tua dan guru, harus menanamkan sikap jujur dan percaya diri sejak dini kepada anak. Tetapi bukan cuma sekedar teori, tetapi juga menunjukkan teladan atau contoh yang baik. Budaya tersebut bisa dihilangkan dengan berbagai cara seperti : 1. Harus percaya diri saat mengerjakan soal-soal 2. membiasakan membaca doa terlebih dahulu sebelum mengerjakan soal 3. Konsen / focus terhadap soal 4. biasakanlah mengerjakan yang mudah dulu kemudian yang sulit 5. terus optimis (http://tunggulsma1.blogspot.com/2008/11/cara- mengatasi-wabahmenyontek.html).

10

E. Beda Menyontek di Indonesia dengan di Luar Negeri Pernah ada suatu kasus di negara Jepang, seorang pelajar mencontek ketika ujian untuk masuk universitas. Hal itu diketahui saat pelajar itu sudah resmi diterima sebagai mahasiswa di sana. Berita itu langsung menyebar luas dan masuk surat kabar. Pelajar tersebut dikeluarkan dari universitasnya secara tidak hormat dan menderita rasa malu yang sangat. Ada juga kasus lain, ini terjadi di Indonesia. Waktu terjadinya ketika akan diadakan ujian tingkat Nasional bagi kelas 3 SMA. Departemen Pendidikan memberikan standar yang dianggap terlalu tinggi bagi hasil ujian akhir, sehingga standar untuk lulus menjadi demikian sulit. Akhirnya, diambillah jalan pintas oleh pihak sekolah untuk membiarkan muridnya mencontek di saat UAN agar dapat mencapai hasil sesuai target kelulusan. Bahkan, secara sengaja dan terangterangan pengawas keluar di waktu ujian agar siswa bisa saling menyontek dan bertanya pada teman-temannya. Ironis, bukan? Kita bisa melihat dua kasus yang serupa, tetapi tidak sama ini. Di negara Jepang, menyontek untuk lulus ujian malah memberi efek malu dan sanksi sosial yang luar biasa sampai-sampai si pelajar dikeluarkan. Di Indonesia, mencontek menjadi solusi agar bisa lulus dari ujian yang dianggap "neraka". Bahkan, untuk memberikan citra baik, sekolah pun memfasilitasi mencontek sehingga terlihat hal itu menjadi boleh, bahkan wajib kalau kepepet. Wah, sungguh mengerikan. Contoh lainnya yaitu yang terjadi di Monash University, Amerika. Di kampus ini budaya anti menyontek menjadi prinsip utama para mahasiswanya. Dalam sejarah program pasca sarjana di Monash, hanya terjadi satu kasus menyontek. Ternyata mahasiswa yang menyontek itu berasal dari Indonesia. Sebagai hukumannya, mahasiswa program magister asal Indonesia itu dikeluarkan secara tidak terhormat dari Monash University. Sungguh memalukan. (http://aneh22.blogspot.com/2009/03/menyontek-perilaku-yang-menyebalkan.html)

11

Bandingkan pula dengan yang terjadi di Indonesia. Kalau diperhatikan sejak Ujian Nasional sebagai faktor penentu kelulusan seorang siswa dari sekolah yang ditetapkan oleh pemerintah, terjadi banyak kasus yang mana guru menjadi tim sukses. Mereka sebagai pengawas ujian, bukannya mengawasi jalannya ujian agar berjalan tertib dan aman, tetapi malahan memberikan jawaban kepada para peserta. Antarpengawas terjadi pemahaman TST (tahu sama tahu). Mengapa itu mereka lakukan? Banyak pihak beralasan; agar siswanya lulus ujian, karena kalau tidak dibantu akan banyak yang tidak lulus. Akibatnya, reputasi sekolahnya pun bisa hancur. Lebih-lebih sekolah swasta yang kualitasnya biasa saja (standar) yang mana mati hidupnya sangat bergantung pada penerimaan jumlah siswanya. Dalam kasus ini sebenarnya seperti melihat lingkaran setan. Karena, banyak pihak menyatakan guru ditekan oleh kepala sekolah. Sedangkan kepala sekolah mengaku ditekan oleh ketua yayasan atau atasan langsungnya, seperti kepala dinas pendidikan atau kepala kantor cabang departemen yang ada di kabupaten yang menangani pendidikan. Dalam kasus ini, menyontek justru terjadi secara massif, dan bahkan semi legal, karena justru disponsori oleh para pengawas itu sendiri. Ketika standar nilai yang ditetapkan pemerintah terlalu tinggi dijadikan sebagai alasan dan pembenaran memberikan sontekanyang dalam pandangan saya standar tersebut masih terlalu rendahmaka mestinya standar itu ditetapkan lebih tinggi lagi. Katakanlah standar nilai dengan skala 0-10, maka yang lulus ujian adalah mereka yang mendapatkan nilai 75 persen atau 7,5. Seandainya mereka menganggap musthail, pertanyaan yang mestinya ditujukan pada pengelola sekolah adalah, Selama ini mereka ngapain aja? Mengapa siswa belajar tiga tahun sampai tidak siap menghadapi soal ujian nasional? Yang salah siapa? Apa gurunya? Apa bahan ajarnya? Apa metodenya? Atau, sarananya? Dan, janganlah menyalahkan siswa karena siswa datang ke sekolah adalah untuk belajar. Belajar yang menurut KKBI adalah proses perubahan tingkah laku, baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik.

12

Dan, janganlah pula menyalahkan soalnya yang terlalu tinggi. Dalam sebuah kesempatan pejabat Pusat Kurikulum Departemen Pendidikan Nasional pernah menyakatan bahwa soal matematika SD kelas 6 di Indonesia adalah yang paling mudah se-ASEAN. Bagaimana jika dibandingkan dengan kawasan lain? Bagaimana bila dibandingkan seasia? Sedunia? Wajarlah demikian, sehingga sampai-sampai Human Development Index (HDI) Indonesia merupakan yang paling rendah. Bahkan, katanya berada pada titik nadir, yaitu lebih rendah daripada Vietnam, negara yang belum terlalu lama bangkit dari sisa-sisa reruntuhan perang bersenjata melawan hegemoni Amerika Serikat (AS) (http://www.andaluarbiasa.com/psikologi-nyontek).

F. Hubungan antara Menyontek dengan Korupsi Budaya menyontek yang mewarnai kehidupan siswa maupun mahasiswa harus dihapuskan. Sebab, menyontek merupakan manifestasi ketidakjujuran, yang pada akhirnya memunculkan perilaku korupsi. Jika budaya menyontek tidak diberantas, sekolah dan kampus menjadi bagian dari pembibitan koruptor di Indonesia. Demikian pendapat Dr. K.H. Mukhtar Khalid dan Ir. H. Ceppy Nasahi Ma'soem, M.S., dalam acara peringatan maulid Nabi Muhammad saw., di kampus Al Ma'soem, kemarin. Menurut Mukhtar Khalid, kejujuran merupakan barang langka di Indonesia kini. Banyak orang pintar yang lulus perguruan tinggi, tapi sangat langka orang pintar yang jujur. Di sejumlah kasus korupsi, ternyata pelakunya adalah orang pintar yang notabene terpandang dari segi kecendekiawanannya. Jika dia pejabat, maka pejabat yang pintar. Kepandaiannya digunakan untuk melakukan korupsi. Yang lebih memprihatikan lagi pada umumnya pelaku korupsi beragama Islam yang terdidik, tutur Mukhtar Khalid.

13

Dalam pandangan Ceppy Nasahi, semaraknya perilaku menyontek telah menyulitkan guru mengukur tingkat keberhasilan pendidikan. Menyontek berakibat sulitnya mengukur kadar kesuksesan proses belajar-mengajar. Membohongi diri Perilaku menyontek yang dilakukan siswa atau mahasiswa, menurut Ceppy Nasahi, pada hakikatnya merupakan perbuatan membohongi diri sendiri. Jika dibiarkan, maka banyak pihak yang dirugikan. Rekan yang disontek tentunya telah terampas kemampuannya. Menyontek cenderung serumpun dengan perbuatan korupsi. Ketika masih belajar di sekolah dan di kampus sudah gemar menyontek, maka itu pertanda ketika sudah menjadi 'orang' bekerja di suatu instansi akan cenderung melakukan korupsi, ujar Ceppy. Seraya menyebutkan sejumlah kasus korupsi yang terjadi di berbagai instansi, termasuk sekolah dan kampus, Ceppy berpendapat, sulitnya

pemberantasan kasus korupsi karena korupsi tumbuh dan berkembang secara massal dan sejak dini di bangku sekolah serta kampus. Karenanya, di sekolah Al Ma'soem, dilarang siswa menyontek. Yang menyontek akan meraih sanksi 100 poin yang bermakna dikeluarkan dari sekolah, ujar Ceppy.
(http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/042007/04/0704.htm).

14

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Berdasarkan pada uraian di atas, maka dapat kita ambil beberapa kesimpulan, yaitu: 1. Menyontek merupakan suatu perbuatan atau cara-cara yang tidak jujur, curang, dan menghalalkan segala cara untuk mencapai nilai yang terbaik dalam ulangan atau ujian pada setiap mata pelajaran. 2. Menyontek merupakan suatu perbuatan yang tercela dan menimbulkan berbagai dampak negatif, diantaranya yaitu semakin berkurangnya rasa percaya diri. 3. Menyontek sudah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat Indonesia dan ini sudah menjadi budaya yang turun-temurun dari generasi ke generasi. 4. Menyontek merupakan masalah semua pihak karena pendidikan adalah suatu sistem sehingga pemecahan masalahnya harus melibatkan seluruh pihak yang terkait. 5. 6. Menyontek merupakan akar dari tindak korupsi yang terjadi di Indonesia. Budaya menyontek harus dimusnahkan dari bumi Indonesia agar tercipta SDM yang berkualitas.

B. Saran Menyontek merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dari pendidikan Indonesia. Untuk itu, budaya menyontek ini harus dimusnahkan sampai ke akar-akarnya. Setiap pihak harus bahu-membahu untuk memberantas budaya ini. Karena pendidikan merupakan suatu sistem, maka seluruh elemen yang terkait harus berkomitmen untuk mengatasi masalah ini. Kalau ada satu pihak saja yang tidak mau ambil bagian, maka budaya menyontek di Indonesia tidak akan bisa dihapuskan. Untuk itu, kita harus mulai dari diri kita sendiri. Kita 14

15

harus berjanji pada diri kita sendiri untuk tidak mencontek dan meyakini bahwa mencontek merupakan perbuatan yang memalukan dan tidak berguna. Jika semuanya sudah dimulai dari kesadaran diri sendiri, Insya Allah budaya menyontek akan semakin berkurang seiring berjalannya waktu.

Anda mungkin juga menyukai