Anda di halaman 1dari 51

Dalam rangka memperingati Hari Guru Nasional Tahun 2019 yang lalu PPPPTK IPA telah

meluncurkan program Didamba (Diklat Daring Masif dan Terbuka ) sebagai salah satu program
yang didedikasikan bagi guru-guru IPA di Indonesia. Program inovasi PPPPTK IPA ini di luncurkan
oleh Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Dr. Supriono M.Ed. Pada tanggal 7 Januari 2020,
Program Didamba ini secara resmi mulai dilaksanakan.
Diklat daring inovasi PPPPTK IPA ini merupakan alternatif solusi bagi guru untuk meningkatkan
kompetensi dan profesionalisme tanpa dibatasi oleh keterbatasan dana dan waktu. Diklat daring
yang ditawarkan kepada guru bersifat terbuka. Guru yang ingin meningkatkan profesionalismenya
dapat mendaftarkan sendiri untuk mengikuti diklat daring pada
laman pkb.p4tkipa.kemdikbud.go.id/mooc.
Guru dari mana saja kapan saja yang ingin meningkatkan pengetahuannya dapat mendaftar pada
mata diklat yang disediakan di portal e-training PPPPTK IPA tanpa harus mengeluarkan dana.
Sistem Pembelajaran daring didesain dan dikembangkan dengan menggunakan konsep-konsep
yang digunakan secara massif dan terbuka atau dikenal dengan Diklat Didamba.
Kegiatan Diklat Didamba Angkatan 6 (enam) berlangsung tanggal 18 s.d 31 Maret 2021 selama 12
hari setara dengan 36 JP dengan asumsi pembelajaran 3 JP perhari. Kegiatan ini bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan PTK IPA dalam melaksanakan tugasnya melalui peningkatan
kompetensi serta memiliki performa sebagai pendidik dan pemimpin bagi peserta didik dan warga
sekolah.
Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini adalah ; 1). meningkat kompetensi profesional dan atau
pedagogik peserta dalam pembelajaran IPA atau fisika, kimia, biologi sesuai kelas yang diikuti 2).
Meningkatkan kompetensi peserta dalam mengembangkan media pembelajaran IPA berbasis TIK.

Peraturan Pemerintah No 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi menyebutkan


pemerintah bertanggung jawab memberikan komunikasi, informasi dan edukasi terkait
kesehatan reproduksi remaja melalui proses pendidikan formal dan nonformal  serta kegiatan
pemberdayaan remaja. Oleh karena itu diperlukan sebuah acuan bagi guru untuk
menyampaikan materi kesehatan reproduksi dan keterampilan sosial bagi siswa. 

2. KONSEP DIRI

Komponen Konsep Diri

Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar atau tidak sadar
termasuk persepsi dan perasaan tentang ukuran dan bentuk, fungsi, penampilan dan potensi
tubuh saat ini dan masa lalu. Ideal Diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus
berperilaku sesuai dengan standar pribadi. Standar ini berhubungan dengan tipe orang atau
sejumlah aspirasi cita-cita nilai yang dicapai. Ideal diri mulai berkembang pada masa kanak-
kanak yang dipengaruhi oleh orang penting dari dirinya yang memberikan tuntutan atau harapan.
Ini diperlukan oleh individu untuk memacu dirinya ke tingkat yang lebih baik. 
Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa
jauh perilaku memenuhi ideal diri. Penerimaan diri tanpa syarat sebagai individu yang berarti
walaupun salah, gagal atau kalah. Harga diri diperoleh dari penghargaan diri sendiri dan dari
orang lain yaitu perasaan dicintai, dihargai dan dihormati. Jika individu selalu berhasil maka
cenderung mempunyai harga diri yang tinggi dan jika individu sering mengalami kegagalan
maka cenderung mempunyai harga diri yang rendah. 

Dasar konsep diri positif adalah penerimaan diri. Kualitas ini lebih mengarah pada kerendahan
hati dan kedermawanan dari pada keangkuhan dan keegoisan. Orang yang mengenal dirinya
dengan baik merupakan orang yang mempunyai konsep diri yang positif.

Konsep diri positif akan bersikap optimis, percaya diri sendiri dan selalu bersikap positif
terhadap segala sesuatu, juga terhadap kegagalan yang dialami. Kegagalan tidak dipandang
sebagai akhir segalanya, namun dijadikan sebagai penemuan dan pelajaran berharga untuk
melangkah ke depan. Individu yang memiliki konsep diri positif akan mampu menghargai
dirinya sendiri.

Remaja

Pada masa remaja, perubahan biologis, psikologis, dan sosial terjadi dengan pesat. Hal ini
menuntut perubahan perilaku remaja untuk menyesuaikan diri dengan kondisi mereka saat ini.
Pada beberapa remaja, proses penyesuaian ini bisa berlangsung tanpa masalah berarti karena
mereka berhasil mengenali identitas diri dan mendapat dukungan sosial yang cukup. Kedua hal
tersebut penting berperan dalam penyesuaian diri remaja. Namun sebagian remaja yang lain
dapat mengalami persoalan penyesuaian diri. Kesulitan penyesuaian diri remaja biasanya diawali
dengan munculnya perilaku-perilaku yang berisiko menimbulkan persoalan psikososial remaja
baik pada level personal maupun sosial.

Di Indonesia diketahui sebagian remaja terlibat dalam perilaku-perilaku berisiko terhadap


kesehatan mentalnya, seperti: mengebut dan berakibat kecelakaan; kekerasan/tawuran/
bullying/perundungan; kekerasan dalam berteman dengan lain jenis; kehamilan yang tidak
direncanakan; perilaku seks berisiko; terkena infeksi menular seksual termasuk HIV- AIDS;
merokok dan penyalahgunaan alkohol pada usia dini; penggunaan ganja dan zat-zat adiktif
lainnya.

Perilaku berisiko remaja membuat mereka sering dicap sebagai anak remaja bermasalah dan
akhirnya mereka diperlakukan secara negatif dari lingkungan sosialnya. Perilaku berisiko remaja
adalah bentuk perilaku yang dapat membahayakan kesehatan dan kesejahteraan (well-being)
remaja, bahkan beberapa bentuk perilaku berisiko dapat merugikan orang lain.

Perlakuan negatif pada remaja yang ‘dicap’ bermasalah dapat terjadi karena disebabkan
pemahaman yang kurang tepat atas perilaku berisiko. Sering perilaku berisiko hanya dilihat
sebagai akibat kenakalan remaja semata, akibatnya orang segera mengambil keputusan untuk
”memperbaiki” si remaja bermasalah. Perilaku berisiko remaja yang disebabkan oleh gangguan
penyesuaian diri muncul karena dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri remaja (internal) maupun
faktor dari luar diri (eksternal).
Faktor internal meliputi:Problem psikologis dan sosial yang sedang dihadapi.

1. Menghadapi masa remaja yang penuh tantangan membuat remaja rentan        menghadapi
tekanan, akibatnya dapat muncul persoalan psikologis seperti        stres dan depresi.
Belum lagi jika ditambah remaja dengan kebutuhan                khusus dan gangguan
psikopatologis.
2. Kontrol diri yang lemah. Remaja yang tidak terbiasa mengendalikan diri dan
mempertahankan usaha      untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi, cenderung mudah
terlena untuk        mendapatkan kenikmatan instan dengan melakukan perilaku berisiko,
yang      justru pada akhirnya malah menambah persoalan baru.

Beberapa faktor eksternal diantaranya adalah:

1. Persoalan keluarga. Pendidikan nilai yang salah di keluarga, problem komunikasi antar
anggota      keluarga, atau perselisihan keluarga bisa memicu perilaku negatif pada           
remaja. Hubungan orang tua-anak yang kurang harmonis dan otoriter              membuat
remaja sulit terbuka menyampaikan persoalan yang dihadapinya        pada orang tua,
akibatnya anak kesulitan menyelesaikan persoalannya dan        terjerumus dalam perilaku
berisiko.
2. Pengaruh negatif teman sebaya. Sikap dan perilaku teman sebaya yang negatif juga
dapat mempengaruhi         perilaku remaja. Upaya remaja untuk dapat diterima di
kelompok sebayanya     membuat mereka mudah terpengaruh dan sulit menolak ajakan
teman,             bahkan untuk hal yang dapat merugikan diri atau orang di sekitarnya.
3. Pengaruh negatif komunitas. Kemiskinan, kurangnya akses pendidikan, komunitas yang
acuh dan permisif     pada pelanggaran dapat membuat remaja lebih rentan terjerumus
dalam           perilaku berisiko dan menghambat perkembangan diri remaja.

          Dengan mengetahui berbagai faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi problem
remaja, maka penting kita pahami bahwa penanganannya perlu dilakukan secara menyeluruh.
Bukan hanya remaja yang ditarget untuk ”dirubah” tapi juga lingkungan sekitarnya yang juga
turut mempengaruhi munculnya perilaku berisiko tersebut. Contohnya: perilaku kecanduan yang
disebabkan oleh ketidakmampuan remaja mengelola stres dari problem keluarga dan tekanan
sosial dari teman sebaya, maka harus dihadapi dengan cara mengembangkan kemampuan
pengelolaan persoalan keluarga dan sikap asertif pada teman sebaya; dan lebih jauh lagi perlu
mempertimbangkan pembuatan kebijakan sosial untuk menghadapi persoalan kecanduan di
sekolah dan di masyarakat. Karena tidaklah mungkin menghadapi persoalan perilaku berisiko
remaja tanpa koordinasi dan kerjasama antar berbagai pihak yang terlibat, dalam hal ini orang
tua dan keluarga, sekolah, lingkungan rumah, serta masyarakat. Pemahaman komprehensif ini
selayaknya menjadi dasar cara kita menghadapi    perilaku berisiko remaja di masyarakat
Indonesia.

1. PENDAHULUAN
1.2. KELUARGA
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan
beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam
keadaan saling ketergantungan.

 Pada dasarnya ada delapan tugas pokok keluarga sebagai berikut:

1. Pemeliharaan fisik dan kesehatan para anggota keluarga

2. Pemeliharaan sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga

3. Pembagian tugas masing-masing anggota keluarga

4. Sosialisasi antar anggota keluarga

5. Pengaturan jumlah anggota keluarga

6. Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga

7. Penempatan anggota-anggota keluarga dalam masyarakat yang lebih luas

8. Membangkitkan dorongan dan semangat para anggotanya

Fungsi yang dijalankan keluarga adalah:

1.   Fungsi Pendidikan dilihat dari bagaimana keluarga mendidik dan menyekolahkan


anak untuk mempersiapkan kedewasaan dan masa depan anak

2.   Fungsi Sosialisasi dilihat dari bagaimana keluarga mempersiapkan anak menjadi


anggota masyarakat yang baik

3.   Fungsi Perlindungan dilihat dari bagaimana keluarga melindungi anak sehingga


merasa terlindung dan aman

4.   Fungsi Perasaan dilihat dari bagaimana dapat merasakan perasaan dan suasana hati
anak dan anggota yang lain dalam berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama
anggota keluarga. Sehingga saling pengertian satu sama lain dalam menumbuhkan
keharmonisan dalam keluarga
5.   Fungsi Agama dilihat dari bagaimana keluarga memperkenalkan dan mengajak anak
dan anggota keluarga lain melalui kepala keluarga menanamkan keyakinan yang
mengatur kehidupan kini dan kehidupan lain setelah dunia

6.   Fungsi Ekonomi dilihat dari bagaimana kepala keluarga mencari penghasilan,


mengatur penghasilan sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan-
kebutuhan keluarga

7.   Fungsi Rekreatif dilihat dari bagaimana menciptakan suasana yang menyenangkan


dalam keluarga, seperti acara nonton TV bersama, bercerita tentang pengalaman
masing-masing, dan lainnya

8.   Fungsi Biologis dilihat dari bagaimana keluarga meneruskan keturunan sebagai


generasi selanjutnya

9.   Memberikan kasih sayang, perhatian, dan rasa aman di antara keluarga, serta
membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga

Tugas dan Tanggung Jawab Keluarga

Keluarga yang memiliki anak remaja tentunya mempunyai peran/tanggung jawab yang
disesuaikan dengan perubahan fisik dan psikososial yang sedang terjadi pada remaja.

Peran/tanggungjawab keluarga/orangtua terhadap anak remaja:

●      Memahami tentang perubahan (tumbuh-kembang) remaja.

●      Bisa menjadi pendengar aktif (orangtua bisa berperan sebagai sahabat).

●      Menerapkan dan mendorong anak berdisiplin.

●      Komunikatif dan tanggap terhadap kebutuhan/permasalahan remaja.

●      Membangun suasana harmonis.

●      Menjadi role model.

●      Tidak menghakimi/menasehati, harus memahami perubahan/pubertas yang terjadi,


dll
●      Membimbing anak mencari teman sejati.

●      Mengetahui teman-teman anak.

●      Mengetahui aktivitas anak/anggota keluarga

Remaja juga mepunyai tanggung jawab/peran remaja dalam keluarga, antara lain:

1.     Terbuka terhadap permasalahan yang sedang dihadapi.

2.     Komunikasi efektif dengan keluarga/orangtua.

3.     Mandiri

Suprajitno (2004) menyatakan bahwa fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga


mempunyai

tugas di bidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan, meliputi:

1.    Mengenal masalah kesehatan keluarga

Kesehatan  merupakan  kebutuhan  keluarga  yang  tidak  boleh  diabaikan  karena 


tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti dan karena kesehatanlah kadang
seluruh kekuatan  sumber  daya  dan  dana  keluarga  habis.  Orang  tua  perlu 
mengenal  keadaan kesehatan  dan perubahan-perubahan yang dialami anggota
keluarga. Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak
langsung menjadi perhatian orang tua/keluarga. Apabila menyadari adanya perubahan
keluarga, perlu dicatat kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi, dan seberapa
besar perubahannya.

2.   Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga

Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat
sesuai dengan keadaan keluarga dengan pertimbangan siapa diantara keluarga yang
mempunyai kemampuan memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga. Tindakan
kesehatan yang dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan
dapat dikurangi atau bahkan teratasi. Jika keluarga mempunyai keterbatasan dapat
meminta bantuan kepada orang di lingkungan tinggal keluarga agar memperoleh
bantuan.

3.   Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan


Seringkali keluarga telah mengambil tindakan yang tepat dan benar, tetapi keluarga
memiliki  keterbatasan  yang  telah  diketahui  keluarga  sendiri.  Jika  demikian, 
anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan perlu memperoleh tindakan
lanjutan atau perawatan agar masalah yang lebih parah tidak terjadi. Termasuk
memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan disekitarnya bagi keluarga.

4.   Membekali anak remajanya dengan pengetahuan kesehatan reproduksi

Keluarga bertanggung jawab untuk membekali anak remajanya dengan pengetahuan


kesehatan reproduksi sedini mungkin untuk pembentukan nilai-nilai yang positif
menyangkut kesetaraan gender, mencegah kekerasan seksual, serta membantu anak
remajanya dalam pembuatan keputusan yang sehat dan bertanggung jawab terutama
untuk pencegahan risiko kesehatan reproduksi termasuk HIV dan AIDS.

Situasi dalam keluarga dapat sangat beragam, sehingga terkadang ada yang bentuknya
dapat mendukung pengembangan diri remaja, namun ada juga yang justru
menghambat. Berikut beberapa tips yang dapat diberikan kepada remaja, dalam
menghadapi berbagai situasi keluarga tersebut. Selain itu, tips-tips ini dapat juga
diberikan atau didiskusikan dengan orangtua. Jika diskusi ini dapat terjalin, maka
diharapkan orangtua dapat lebih terbuka pada perubahan yang dialami remaja dan
pentingnya situasi keluarga yang baik untuk dapat mendukung perkembangan
pertumbuhan remaja.

Tips-tips bagi remaja dalam menghadapi berbagai situasi anggota keluarga.

1.     Keluarga harmonis tapi tidak terbuka (tabu membicarakan kesehatan reproduksi).

 Sampaikan kepada anggota keluarga bahwa seiring pertambahan usia menuju


kedewasaan, banyak perubahan yang terjadi pada fisik, psikologis dan mental (disebut
pubertas). Hal ini alamiah dan terjadi pada semua orang.
 Ceritakan bahwa semakin bertambah usia maka semakin banyak tantangan yang
dihadapi dalam berperilaku yang lebih sehat. Ceritakan contoh-contoh pengalaman yang
terjadi disekitar rumah, sekolah atau lingkungan bermain, seperti: ajakan merokok, dsb.
 Ajak anggota keluarga untuk bercerita bagaimana pengalaman mereka dulu ketika
menghadapi masa remajanya. Tanyakan apa yang membuat mereka bertahan dan
melalui masa remajanya dengan baik. Ini dilakukan untuk membiasakan anggota
keluarga saling bercerita pengalaman sehingga mendorong untuk lebih terbuka.
 Minta dukungan keluarga untuk membantu kita tetap berperilaku yang sehat dan tidak
mudah terpengaruh bahkan bisa lebih percaya diri untuk menginspirasi orang lain untuk
hidup sehat.
 Sampaikan bahwa keluarga adalah tempat utama kita belajar tentang pengetahuan,
nilai-nilai dan perilaku dalam hidup. Oleh sebab itu, keterbukaan keluarga dalam
membicarakan kesehatan reproduksi sangat penting untuk melalui masa remaja dengan
baik.
 Sampaikan kepada anggota keluarga bahwa remaja seiring pertambahan usia menuju
kedewasaan, banyak perubahan yang terjadi pada fisik, psikologis dan mental yang
disebut pubertas.

2.     Keluarga harmonis tapi ada yang berperilaku negatif (misalnya: orang tua merokok,
kakak sering mabuk, dsb)

 Cari waktu yang tepat untuk berdiskusi dari hati ke hati dengan anggota keluarga yang
memiliki perilaku negatif
 Sampaikan bahwa hal paling membahagiakan dalam keluarga adalah bahwa kita saling
menyayangi, mendukung dan peduli satu sama lain. Sampaikan juga bahwa dalam
keluarga, kita saling belajar dan memberikan contoh perilaku yang baik bagi anggota
keluarga lain
 Nyatakan perasaan kita tentang perilaku negatif dari anggota keluarga tersebut.
Sampaikan empati dan rasa sedih ketika kita mengetahui dan melihat ada anggota
keluarga yang melakukan perilaku yang membahayakan dirinya.
 Sampaikan bahwa kita akan lebih bahagia ketika mengetahui anggota keluarga hidup
sehat dan positif.
 Tanyakan apa yang bisa kita atau anggota keluarga lain bantu untuk membuat anggota
keluarga yang berperilaku negatif tersebut berubah untuk hidup lebih sehat
 Ajak seluruh anggota keluarga untuk peduli dan menyampaikan dukungan kepada
anggota keluarga yang berperilaku negatif untuk berubah dan mempraktekkan pola
perilaku hidup sehat

3.     Keluarga sibuk

 Cari waktu yang tepat ketika anggota keluarga sedang berkumpul (misalnya ketika waktu
makan malam) untuk menyampaikan bahwa perhatian, kasih sayang, kepedulian dan
kebersamaan dalam keluarga adalah penting. Untuk itu minta anggota keluarga
meskipun sibuk tetap memiliki waktu bersama untuk berkomunikasi antar anggota
keluarga seperti saat makan malam dan membicarakan hal-hal penting yang terjadi pada
anggota keluarga
 Aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan positif lainnya untuk membangun
konsep diri yang positif, rasa berharga dan percaya diri yang menjadi bekal untuk hidup
lebih positif
 Bangun lingkar pertemanan yang positif dan bisa saling mendukung untuk melakukan
perilaku yang positif dan sehat
 Dekatkan diri kepada keluarga yang lebih luas yang dapat dipercaya seperti: om dan
tante untuk tempat curhat jika dibutuhkan dan dukungan untuk membangun perilaku
yang positif dan sehat

 
4.     Keluarga yang terpecah/tidak harmonis (broken home)

 Tanamkan nilai positif dalam diri bahwa meskipun keluarga kita tidak harmonis bukan
berarti hidup kita tidak berharga dan kemudian bisa melakukan pelarian untuk
melakukan perilaku-perilaku negatif yang tidak sehat.
 Cari waktu yang tepat untuk berdiskusi dengan anggota keluarga mengenai pentingnya
keharmonisan dan kasih sayang dalam keluarga
 Bangun hubungan yang lebih baik dengan keluarga yang lebih luas (seperti: om dan
tante terdekat) sebagai tempat bercerita dan mendapatkan dukungan dalam
menghadapi masa remaja secara lebih baik
 Temukan teman dan sahabat yang baik yang bisa saling mengingatkan dan curhat serta
bergaullah secara positif
 Aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan positif lainnya untuk membangun
konsep diri yang positif, rasa berharga dan percaya diri yang menjadi bekal untuk hidup
lebih positif
 Berceritalah kepada guru yang kita percaya di sekolah mengenai situasi yang kita hadapi
dan hal-hal yang kemungkinan bisa mendorong kita melakukan perilaku negatif
sehingga guru bisa memberikan dukungan yang diperlukan.

1. PENDAHULUAN

1.3. PERTEMANAN DAN KASIH SAYANG


Membangun Hubungan Interpersonal

Hampir semua orang, mempunyai hubungan interpersonal untuk menjadi bahagia.


Hubungan interpersonal adalah hubungan antara individu yang satu dengan individu
yang lain. Kegiatan seperti bekerja sama, melakukan kegiatan secara bersama, curhat
dengan orang lain dikategorikan sebagai hubungan interpersonal. Hubungan
interpersonal timbul akibat rasa ketertarikan dengan orang lain. Rasa tertarik bukan
hanya didefinisikan sebagai cinta atau suka melainkan juga melalui rasa empati.
Contohnya adalah pertemanan atau persahabatan.

Melakukan hubungan interpersonal sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat.


Tak terbayangkan bila kita hidup tanpa melakukan hubungan interpersonal. Beberapa
alasan yang dapat menimbulkan hubungan interpersonal adalah rasa ketertarikan yang
positif, adanya kesamaan, efek timbal balik yang memberikan keuntungan positif serta
perasaan nyaman bisa saling berbagi. Hubungan interpersonal memiliki banyak
manfaat, salah satunya adalah dukungan sosial. Setelah kita melakukan hubungan
interpersonal maka kita dapat lebih percaya diri dan semangat dalam menghadapi suatu
hal.

Membangun Pertemanan
Menurut Santrock (2007), teman sebaya (peer) adalah anak-anak atau remaja yang
memiliki tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama. Cukup banyak istilah yang
dipakai dalam pertemanan. Ada yang menyebut teman atau sahabat.

Empat fungsi hubungan teman sebaya, mencakup:

1. Hubungan teman sebaya sebagai sumber emosi (emotional resources), baik untuk
memperoleh rasa senang maupun untuk beradaptasi terhadap stres;
2. Hubungan teman sebaya sebagai sumber kognitif (cognitive resources) untuk pemecahan
masalah dan mendapatkan pengetahuan;
3. Hubungan teman sebaya sebagai konteks di mana keterampilan sosial dasar (misalnya
keterampilan komunikasi sosial, keterampilan kerjasama dan keterampilan masuk
kelompok) diperoleh atau ditingkatkan;
4. Hubungan teman sebaya sebagai landasan untuk terjalinnya bentuk-bentuk hubungan
lainnya (misalnya hubungan dengan saudara kandung) yang lebih harmonis. Hubungan
teman sebaya yang berfungsi secara harmonis di kalangan anak-anak prasekolah telah
terbukti dapat memperhalus hubungan antara anak-anak itu dengan adiknya.

Selagi masih remaja, kita perlu terus menjalin persahabatan dengan teman sebaya. Ini
adalah salah satu cara untuk mengembangkan diri. Beberapa manfaat yang bisa
diperoleh antara lain:

 Biasanya dengan sahabat kita bisa berbicara terbuka dan jujur. Hal ini memberikan
kemampuan kita untuk peka pada kekuatan, kelemahan, kebutuhan, dan keinginan
orang lain. Persahabatan memungkinkan kita untuk saling berbagi dalam banyak hal,
termasuk persoalan yang bersifat pribadi. Persahabatan dapat memberikan kesempatan
bagi kita  untuk menggali dan mengenali diri sendiri.
 Kepekaan kita karena persahabatan akan dapat meningkatkan rasa empati atau dapat
merasakan apa yang dirasakan orang lain. Kebersamaan dengan teman menjadikan kita
akan merasa memperoleh dukungan, termasuk saat kita sedang bermasalah atau
sewaktu mengalami stres.
 Sikap positif yang ada pada kita seperti disiplin, rajin belajar, patuh pada orang tua, bisa
ditiru atau diikuti oleh sahabat maupun sebaliknya. Kalau kita melakukan hal baik, akan
terlihat baik di mata teman.

Selain hal-hal positif yang ditimbulkan dari persahabatan dengan teman sebaya ada
juga ternyata aspek negatifnya antara lain:

 Karena ingin diakui atau diterima oleh teman, kita kadang melakukan hal-hal yang
kurang pas. Karena takut dibilang aneh, walau salah, kita tetap lebih menerima pendapat
teman dibanding pilihan kita sendiri
 Kita juga jadi suka termakan tren. Kalau teman lain membeli sepatu atau tas baru
misalnya, terkadang kita pun tidak mau kalah dan ingin mengikutinya
 Kadang karena terlalu sering bersama teman, kita jadi tidak punya cukup waktu untuk
melakukan hal-hal lain yang menarik. Termasuk jadi jarang ketemu keluarga

 
Apa Itu Cinta ?

            Cinta adalah salah satu bentuk dari emosi dan perasaan yang dimiliki setiap
orang. Makna cinta bagi remaja berbeda-beda, ada yang memberi arti cinta sebatas rasa
kasih sayang sebagaimana yang diberikan oleh orang tua, karena pengalaman yang
dimiliki memang sebatas itu. Tapi ada juga yang memberi arti cinta sebagai perasaan
ketertarikan terhadap orang lain, bahkan sampai muncul rasa ingin memiliki, karena ada
pengalaman hidup yang membuat dia nyaman. Seseorang yang sama bisa saja memberi
arti cinta yang berbeda di situasi atau suasana hati yang berbeda. Misalnya, seorang
remaja yang baru bertengkar dengan pacar akan memaknai cinta sebagai sesuatu yang
mungkin negatif. Sebaliknya, jika remaja yang lain yang sedang dibuai kasih sayang,
mungkin akan memberi arti cinta dengan sejuta rasa yang menyenangkan. Karena cinta
adalah bagian dari emosi, maka remaja sangat perlu memahami perubahan emosi dan
mengelolanya ketika mereka mencintai seseorang. Cinta dapat ditujukan kepada banyak
hal misalnya: cinta kepada keluarga, cinta kepada teman, cinta kepada orang lain
menarik hati, cinta kepada diri sendiri, cinta kepada negara, dan lain-lain.

            Cinta dapat memberikan dampak positif bagi remaja, yaitu memberikan
semangat dan motivasi untuk meraih cita-cita ke depan, selain juga membuat remaja
menjadi lebih peduli terhadap diri sendiri dan orang lain. Sudah seharusnya pula cinta
selalu memberikan dampak positif bagi kehidupan pribadi maupun orang yang dicintai.
Namun, terkadang cinta juga dapat memberikan dampak negatif, misalnya:

1)     Cinta semu;

Dalam kehidupan sehari-hari, kadang remaja terjebak oleh cinta yang semu seperti cinta
pada artis idola, atau ngefans. Sebenarnya ini wajar namun terkadang remaja menjadi
tidak obyektif seperti membenarkan semua yang dilakukan oleh idola padahal yang
dilakukan adalah hal yang negatif. Idola menjadi acuan dan ditiru perilakunya.
Sebenarnya ini adalah cara remaja untuk menutupi ketidakmampuan dan
ketidakpercayaan diri. Segala hal yang positif selalu ditampakkan melalui tokoh idola,
bukan dari dalam diri remaja sendiri.

2)     Mencintai secara berlebihan

Mencintai secara berlebihan dapat membuat seseorang menjadi ketergantungan,


misalnya diekspresikan dengan “aku tak bisa hidup tanpamu”. Selain itu juga cinta yang
berlebihan membuat remaja merasa memiliki sampai mengatur hidup orang yang dia
cintai. Cinta seperti itu dapat menimbulkan tindakan yang akan menyakiti baik terhadap
diri sendiri atau terhadap orang yang dicintai. Hubungan pertemanan yang sangat dekat
juga dapat mengakibatkan terjadinya hubungan seksual
 

Kekerasan dalam Hubungan Interpersonal

            Tindakan kekerasan dalam suatu hubungan nyatanya bukan hanya melanda
pasangan yang sudah menikah saja atau yang lebih kita kenal dengan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga (KDRT). Tindakan kekerasannya tidak mesti berupa kekerasan fisik, tapi
juga sikap memaksa dan mengontrol teman dekat yang terlalu berlebihan. Berbagai
akibat yang dialami korban kekerasan dalam hubungan sangatlah beragam, di
antaranya adalah: trauma berkepanjangan, tidak berani menjalin hubungan baru, dan
merasa rendah diri.

            Aturan yang bisa diaplikasikan dalam tindak kekerasan ketentuan-ketentuan


umum seperti pasal-pasal 351-358 KUH Pidana. Sedangkan jika korbannya masih di
bawah umur, bisa dikenai ketentuan Undang Undang Perlindungan Anak No. 35 tahun
2014 perubahan atas Undang-Undang 23 tahun 2002. Tuntutan ganti rugi dari kasus
kekerasan dapat menggunakan pasal 1365 KUH Perdata (Tiap perbuatan melawan
hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang karena salahnya
menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut)

1. PENDAHULUAN

1.4. TOLERANSI DAN MENGHARGAI


Saling Menghargai

Di dalam kehidupan ini kita harus membangun sikap saling menghargai antara sesama
manusia. Sikap saling menghargai akan menciptakan kehidupan yang aman, tentram
dan indah. Sikap menghargai adalah sikap toleransi sesama umat manusia, menerima
perbedaan antara setiap manusia sebagai hal yang wajar dan tidak melanggar hak asasi
manusia lain. Sikap ini adalah sikap damai, dimana seseorang menganggap keberadaan
orang lain sebagai bagian dari lingkungan sama seperti dirinya, tidak saling bermusuhan
atau merugikan antar sesama manusia, tidak membeda-bedakan warna kulit (ras), tidak
menganggap bahwa dirinya adalah manusia yang hebat dibandingkan manusia yang
lain dan tidak menganggap manusia lain itu lebih rendah. Menghargai orang lain,
sebagai salah satu unsur kecerdasan moral adalah elemen yang penting untuk kita
tanamkan sejak dini. Dengan bisa menghargai orang lain, kita bisa menjadi manusia
yang lebih baik dan terpuji.

Stigma dan Diskriminasi


Kata “stigma” berasal dari Yunani, untuk menyebut bekas luka akibat kulit ditempel besi
panas yang dilakukan pada budak, penjahat atau orang-orang yang dianggap kriminal
lainnya, sehingga mudah diidentifikasi sebagai orang yang hina atau harus dijauhi.
Stigma juga bisa diartikan sebagai “label” untuk orang-orang yang tidak dikehendaki.

Dalam pengertian yang sederhana, stigma adalah sikap negatif yang terkait dengan
keyakinan atau pengetahuan seseorang. Stigma sosial adalah tidak diterimanya
seseorang pada suatu kelompok karena kepercayaan bahwa orang tersebut melawan
norma yang ada. Stigma sosial sering menyebabkan pengucilan seseorang ataupun
kelompok. Stigma bisa diartikan pandangan negatif atau prasangka buruk misalnya
terhadap anak luar nikah, homoseksual, Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA), dll.

Sedangkan diskriminasi adalah perilaku atau aksi yang dilakukan. Dengan demikian asal-
usul terjadinya “stigma” dan “diskriminasi” adalah dari pandangan negatif terhadap
orang atau kelompok tertentu yang dianggap mempunyai sesuatu yang tidak baik dan
dianggap bertentangan dengan pandangan kelompok mayoritas. Upaya
menghilangkannya tentu dengan menghapus pandangan negatif tersebut melalui
peningkatan pengetahuan masyarakat.

Stigma yang ada dalam masyarakat dapat menimbulkan diskriminasi. Diskriminasi


terjadi ketika pandangan-pandangan negatif mendorong orang atau lembaga untuk
memperlakukan seseorang secara tidak adil yang didasarkan pada prasangka mereka,
bisa jadi akan status HIV seseorang, pilihan identitas gender, korban kekerasan seksual,
dsb. Walaupun semua orang seharusnya mampu menikmati hak asasinya, tetapi kita
tidak selalu dapat melakukannya.

Diskriminasi adalah tindakan yang memperlakukan satu orang atau satu kelompok
secara kurang adil atau kurang baik daripada orang atau kelompok yang lain.
Diskriminasi dapat dilakukan oleh individu, kelompok, atau kebijakan dan praktik
organisasi atau layanan masyarakat.

Mengapa kita perlu bersama-sama menghilangkan stigma dan diskriminasi?

 Stigma dan diskriminasi membuat remaja yang menjadi korban maupun keluarganya
merasa takut atau malu untuk mengakui dan mencari bantuan. Mereka tidak mau pergi
ke rumah sakit atau mencari informasi lebih lanjut
 Stigma dan diskriminasi membuat pencegahan risiko reproduksi dan seksual, termasuk
HIV-AIDS tidak efektif. Karena calon korban dianggap kelompok tertentu sehingga
kelompok lain merasa dirinya aman
 Stigma dan diskriminasi bisa membunuh pelan-pelan. Mengambil hal terbaik dari diri
seseorang termasuk semangat untuk memperjuangkan masa depan
 Stigma dan diskriminasi menutup akses remaja yang menjadi korban terhadap
pelayanan kesehatan yang dibutuhkan.
 Stigma dan diskriminasi bisa dilawan dengan mengkampanyekan dukungan bagi korban
termasuk mendidik masyarakat memahami situasi dan dampak stigma dan diskriminasi
terhadap seseorang.

Menangani Stigma dan Diskriminasi pada Beberapa Situasi di sekolah

Siswa dengan Kehamilan Tidak Diinginkan

 Selalu lihat mereka dalam perspektif sebagai korban.


 Bangun lingkungan tanpa stigma dan diskriminasi disekolah sehingga guru dan siswa
lainnya tidak memberikan ejekan, kata-kata sinis yang dapat membuat siswa dengan
kehamilan yang tidak diinginkan menjadi lebih terpuruk dan melakukan tindakan
lanjutan yang mungkin saja berdampak buruk bagi dirinya.
 Pahami bahwa apapun yang telah terjadi pada siswa dengan kehamilan yang tidak
diinginkan, tidak menghilangkan hak mereka untuk mendapatkan pendidikan. Oleh
sebab itu, mengeluarkan mereka dari sekolah bukanlah solusi. Lakukan konseling dan
berikan mereka cuti sekolah sehingga proses kelahiran selesai
 Undang orang tua siswa tersebut ke sekolah dan lakukan konseling tentang bagaimana
menyikapi situasi ini secara bijak
 Bangun kesepakatan diantara guru bagaimana melihat situasi ini secara lebih positif dan
bijak
 Sampaikan didalam kelas mengenai situasi yang terjadi dan bagaimana kasus tersebut
bisa menjadi bahan pelajaran bagi siswa lain untuk melindungi diri dari kehamilan yang
tidak diinginkan. Fokuskan pada kasus yang dialami dan bukan orang yang
mengalaminya
 Tawarkan kepada siswa yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan jika butuh
pendamping untuk mendapatkan konseling lanjutan dan layanan pada Puskesmas PKPR
terdekat

Siswa dengan Penyalahgunaan Napza

 Selalu lihat mereka dalam perspektif sebagai korban.


 Lakukan konseling terhadap siswa tersebut untuk mengetahui alasan mereka
menggunakan Napza.
 Undang orang tua siswa tersebut ke sekolah untuk mendapatkan konseling dan dorong
agar anak mereka mendapatkan terapi yang dibutuhkan.
 Lakukan pendidikan pencegahan penyalahgunaan Napza disekolah sehingga siswa lain
tidak menjadi korban. Minta siswa untuk melaporkan kepada guru disekolah jika
mengetahui ada teman mereka yang menjadi penyalahgunaan Napza.
 Jika diketahui ada siswa yang menjadi bandar (penjual) Napza maka sebaiknya segera
laporkan kepada polisi untuk tindakan hukum karena sudah berhubungan dengan
pelanggaran hukum yang merusak orang lain serta sindikat yang lebih besar.

Siswa dengan HIV positif (Orang dengan HIV dan AIDS/ ODHA)

 Selalu lihat mereka dalam perspektif sebagai korban.


 Pahami bahwa HIV tidak menular lewat pertemanan, interaksi sehari-hari termasuk
makan bersama dan berkegiatan bersama.
 Pastikan siswa di sekolah untuk mengetahui apa itu HIV dan AIDS, cara penularan dan
pencegahan serta membangun dukungan terhadap ODHA tanpa stigma dan
diskriminasi.
 Jika ada siswa yang diketahui adalah ODHA maka kita tidak perlu mengumumkannya di
sekolah. Dekati siswa tersebut dan ajak berdialog bahwa kita sebagai guru akan
menerima berbagai kondisi siswa dan akan mendukung mereka untuk menghadapi
situasi mereka lebih baik tanpa memberikan rasa terpojok terhadap siswa tersebut.
Tawarkan jika dia butuh tempat curhat maka guru siap kapanpun dibutuhkan.
 Selalu pantau situasi disekolah jika ada guru atau siswa lain yang mengetahui status HIV
siswa tersebut dan memberikan stigma serta diskriminasi terhadapnya.
 Bangun nilai-nilai atau peraturan sekolah yang bebas dari stigma dan diskriminasi
terhadap siapapun.

Perilaku Bullying / Perundungan dalam pertemanan

Menurut kamus Webster, makna dari kata bullying adalah penyiksaan atau pelecehan
yang dilakukan tanpa motif tapi dengan sengaja dilakukan berulang-ulang terhadap
orang yang lebih lemah. Adapun menurut Yayasan SEJIWA, bullying adalah suatu situasi
dimana terjadinya penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan orang/kelompok kepada
seseorang hingga membuat korban merasa terintimidasi. Secara umum bullying dapat
diartikan sebagai sikap agresi dari seseorang atau kelompok dengan tujuan untuk
menyakiti orang lain baik secara fisik maupun mental.

Jenis Bullying/Perundungan
Olweus (1993), mengkategorikan dua jenis bullying terdiri dari Direct Bullying yaitu
intimidasi secara fisik dan verbal serta Indirect Bullying berupa kekerasan mental melalui
isolasi secara sosial.

 Bullying fisik yaitu perlakuan kasar secara fisik yang dapat dilihat secara kasat mata
seperti menjambak rambut, kerah baju, menampar, menendang dll
 Bullying verbal yaitu perlakuan kasar yang dapat didengar seperti memalak, mengancam,
memaki, mencemooh, memfitnah dll
 Bullying mental yaitu perlakuan kasar yang tidak dapat dilihat dan didengar seperti
mengucilkan, memandang sinis dll.

Pelaku Bullying/Perundungan

Terjerumusnya seorang anak menjadi pelaku bullying bisa dipicu oleh multi faktor
diantaranya dia mencontoh perilaku salah satu anggota keluarga yang juga pelaku
bullying. Selanjutnya dia mengaktualisasikan diri di lingkungan yang mendukung seperti
di sekolah yang melakukan pembiaran pada perilaku bullying.

Korban Bullying/Perundungan

Anak yang terlihat lebih lemah secara umum, seperti: lugu, miskin, lemah fisiknya dan
nampak berbeda seringkali menjadi korban bullying. Penderitaan ternyata tidak hanya
dialami oleh si korban saja, seringkali orangtua mengalami hal yang sama terutama
mengalami tekanan mental akibat perilaku bullying yang dilakukan pada buah hatinya.

Faktor Pendukung Budaya Bullying

Masih lekatnya keyakinan sebagian masyarakat bahwa sebaik-baiknya pola asuh anak
adalah dengan menerapkan disiplin tinggi disertai kekerasan demi pencapaian sukses si
anak. Anak-anak yang terbiasa mendapat perlakuan kasar dari orangtuanya, tanpa sadar
dia akan meniru dan menerapkan sikap kasar dalam perilakunya sehari-hari hingga
mendorong terjadinya perilaku bullying kepada orang lain.

Banyak anak korban keretakan rumah tangga melampiaskan rasa frustasinya dengan
melakukan agresi (serangan) kepada orang lain terutama kepada orang yang
dianggapnya lemah dan tak akan mampu melawan.

Sebagian masyarakat menganggap praktek bullying adalah proses alamiah dalam fase
tumbuh kembang seorang anak dimana perlakuan tersebut justru akan memperkuat
mental korban dan pelaku. Tak heran banyak anak merasa bangga menjadi pelaku
bullying karena mengalami pembiaran dan pembenaran oleh orangtua, guru dan
lingkungannya. ”Kamu jangan lebay deh...cengeng amat sih baru dikata-katain segitu
saja sudah melempem...sudah cuekin saja atau kamu lawan sekalian...!!” itulah kata-kata
yang sering diucapkan orangtua ataupun guru saat mendengar pengaduan praktek
bullying dari anak.

Orangtua atau guru sering tidak tahu bahwa pelaku bullying biasanya senang
berkelompok dan kalaupun sendirian, biasanya sikap pelaku sangat brutal dan
menghalalkan segala cara. Hal ini jelas semakin mempersulit si korban untuk membela
diri. Akhirnya praktek bullying semakin merajalela dan sulit diberantas karena adanya
dukungan pembenaran dari berbagai pihak.

Akibat Bullying

Para korban bullying biasanya mengalami guncangan jiwa hingga mengalami depresi,
prestasi akademis menurun drastis, malas pergi kesekolah, menjadi penakut, sering
marah-marah, mudah tersinggung, sering berbohong, menarik diri dari pergaulan dan
bahkan banyak yang mencoba bunuh diri. Mereka juga seringkali tidak memiliki
keberanian untuk membela diri atau melaporkan ulah pelaku kepada pihak sekolah atau
orangtuanya karena beranggapan bagai menelan simalakama, bila melapor belum tentu
menyelesaikan persoalan karena acapkali justru si korban disalahkan karena dianggap
terlalu lemah atau pelaku semakin agresif demi membalas dendam karena telah
dilaporkan.

Pencegahan dan Penanganan Bullying

Kasih sayang orangtua yang proporsional dalam proses tumbuh kembang anak serta
dukungan penuh pada potensinya sangatlah penting. Hal ini akan menumbuhkan rasa
percaya diri dan memenuhi kepuasan batin pada anak hingga mereka akan tumbuh
menjadi anak yang cerdas dan berakhlak mulia. Tanamkan kesadaran pada anak untuk
menghargai privasi orang lain, bahwa tak seorangpun berhak mengganggu ketenangan
hidup orang lain dan perilaku agresi adalah sebuah pelanggaran hukum yang dapat
dituntut di muka pengadilan.

Orangtua korban wajib memberi dukungan dan perlindungan kepada anaknya untuk
memulihkan rasa percaya diri serta keberanian untuk melindungi diri dan menolak
praktek bullying.
Berbagai cara bisa dilakukan untuk mencegah perilaku bullying antara lain dengan
melaporkan ke pihak sekolah agar si pelaku diberi peringatan. Bila ulah pelaku sudah
sangat mengganggu dan setelah dilakukan teguran secara persuasif namun tidak juga
terjadi perbaikan, jangan ragu-ragu, dilaporkan saja ke aparat kepolisian.

Mendeteksi Kekerasan

            Kekerasan berdampak pada berbagai aspek kehidupan yang membutuhkan daya
adaptasi yang luar biasa dan menimbulkan distres serta gejala pasca trauma. Anak
memiliki ciri temperamen dan perasaan yang unik, sehingga dapat memberikan reaksi
yang berbeda terhadap trauma atau tekanan yang sama. Anak mungkin akan
mengekspresikan masalah melalui kata-kata, keluhan fisik atau tingkah laku yang tidak
sesuai dengan tahapan perkembangannya. Gejala yang mungkin muncul:

1. Ketakutan

     ●     Takut akan reaksi keluarga maupun teman-teman.

     ●     Takut orang lain tidak akan mempercayai keterangannya.

     ●     Takut melaporkan kejadian yang dialaminya.

     ●     Takut terhadap pelaku.

     ●     Takut ditinggal sendirian.

     ●     Reaksi emosional lain sperti syok, rasa tidak percaya, marah, malu,                     
menyalahkan diri sendiri, kacau, bingung, histeris yang menyebabkan                sulit
tidur (insomnia), hilang nafsu makan, mimpi buruk, selalui ingat                  peristiwa itu

2. Siaga berlebihan (mudah kaget, terkejut, curiga).

3. Panik.

4. Berduka (perasaan sedih terus menerus).

 
Beberapa indikator fisik yang bisa diamati:

1.     Memar dan bilur

 Pada wajah, bibir/mulut, bagian tubuh lainnya seperti di punggung, bokong, paha, betis,
dll
 Terdapat baik memar/bilur yang baru maupun yang sudah mulai menyembuh
 Corak-corak memar/bilur yang menunjukkan benda tertentu yang dipakai untuk
kekerasan.

2.     Luka lecet dan luka robek

3.   Patah tulang

 Patah tulang pada anak biasanya terjadi pada usia di bawah tiga tahun.
 Patah tulang baru & lama (dalam penyembuhan) yang ditemukan bersamaan
 Patah tulang ganda.
 Patah tulang spiral pada tulang-tulang panjang lengan dan tungkai.
 Patah tulang pada kepala, rahang dan hidung serta patahnya gigi

4.   Luka bakar

 Bekas sundutan rokok luka bakar pada tangan, kaki, atau bokong akibat kontak bagian -
bagian tubuh tersebut dengan benda panas.
 Bentuk luka yang khas sesuai dengan bentuk benda panas yang dipakai untuk
menimbulkan luka tersebut.

5.   Cedera pada kepala

 Perdarahan (hematoma) subkutan dan atau subdural, yang dapat dilihat pada foto
rontgen
 Bercak/area kebotakan akibat tertariknya rambut
 Terdapat cedera baik yang baru atau berulang

 6.   Lain-lain

 Dislokasi/lepas sendi pada sendi bahu atau pinggul (kemungkinan akibat tarikan)
 Tanda-tanda luka yang berulang

1. PENDAHULUAN
1.5. PERKAWINAN DAN PENGASUHAN
Perkawinan adalah pengikatan janji atau komitmen yang dilaksanakan oleh dua orang
dengan maksud meresmikan ikatan perkawinan secara norma agama, norma hukum,
dan norma sosial. Perkawinan memiliki banyak ragam dan variasi menurut tradisi suku
bangsa, agama, budaya, maupun kelas sosial. Penggunaan adat atau aturan tertentu
kadang-kadang berkaitan dengan aturan atau hukum agama tertentu pula.

Pengesahan secara hukum suatu perkawinan biasanya terjadi pada saat dokumen
tertulis yang mencatatkan perkawinan ditanda-tangani.

Pertimbangan-pertimbangan yang harus dipikirkan orang yang berniat kawin atau


menikah antara lain:

 Ada alasan yang kuat untuk menikah. Masalah yang paling utama adalah keyakinan.
Harus ada alasan yang kuat kenapa kita menikah dan membina rumah tangga. Apa yang
ingin diperoleh? Apa kebaikannya bagi kita, pasangan dan keluarga? Jika jawabannya
belum bisa kita dapatkan, atau tidak realistis, lebih baik kita tunda dulu
 Harus siap berbagi. Kita harus menerima kenyataan bahwa kita akan tinggal bersama
dengan orang yang dicintai dan harus mau bekerja sama dalam suka maupun duka.
Yang harus kita sadari adalah kita tidak hanya berbagi tempat, namun juga emosi, waktu,
perhatian dan hal-hal yang abstrak dimana ukuran masing-masing orang tidak sama
 Bersedia untuk berpikiran terbuka. Kita harus bisa berpikiran terbuka supaya dapat
menyelesaikan masalah yang timbul dalam rumah tangga. Tidak ada rumah tangga yang
mulus-mulus saja tanpa masalah. Biasakan untuk bertukar pikiran dengan pasangan
sehingga kita bisa terbantu dalam menyelesaikan masalah
 Bersedia berkompromi. Toleransi dan mengerti apa yang pasangan rasakan itu sangat
penting, terutama saling menghargai pribadi masing-masing. Kita mungkin punya
agenda, pendapat atau prinsip sendiri, namun jangan lupakan bahwa pasangan anda
juga memiliki hal yang sama namun berbeda isinya.
 Siap untuk hal-hal yang mungkin tidak nyaman. Segala tindakan pasti ada resikonya,
termasuk menikah. Perkawinan bisa membuka topeng masing-masing, dimana itu
dipakai ketika saling mengenal sebelum menikah dulu. Jika sudah memutuskan untuk
menikah, maka kita harus siap untuk menerima resiko paling buruk mengenai sikap
pasangan
 Siap menjadi orang tua. Dalam perkawinan tentu saja pasangan menginginkan anak
sebagai pelengkap rumah tangga. Penting untuk menanyakan diri serta pasangan
apakah sudah siap menjadi orang tua yang merawat, melindungi dan membesarkan
anak-anak

 
Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP)

Permasalahan kependudukan pada dasarnya terkait dengan kuantitas, kualitas dan


mobilitas penduduk. Undang-Undang No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga telah mengamanatkan perlunya
pengendalian kuantitas, peningkatan kualitas dan pengarahan mobilitas penduduk agar
mampu menjadi sumber daya yang tangguh bagi pembangunan dan ketahanan
nasional.

Salah satu program pembangunan yang berkaitan dengan kependudukan adalah


Program Keluarga Berencana yang bertujuan mengendalikan jumlah penduduk
diantaranya melalui program Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP). Pendewasaan Usia
Perkawinan diperlukan karena dilatarbelakangi beberapa hal sebagai berikut:

1. Semakin banyaknya kasus perkawinan usia dini.


2. Banyaknya kasus kehamilan tidak diinginkan
3. Banyaknya kasus perkawinan usia dini dan kehamilan tidak diinginkan menyebabkan
pertambahan penduduk makin cepat (setiap tahun bertambah sekitar 3,2 juta jiwa)
4. Karena pertumbuhan penduduk tinggi, kualitasnya rendah
5. Menikah dalam usia muda menyebabkan keluarga sering tidak harmonis, sering cekcok,
terjadi perselingkuhan, terjadi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), rentan terhadap
perceraian.

Beberapa persiapan yang dilakukan dalam rangka berkeluarga antara lain:

1. Persiapan fisik, biologis


2. Persiapan mental
3. Persiapan sosial dan ekonomi
4. Persiapan pendidikan dan keterampilan
5. Persiapan keyakinan dan atau agama

Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) adalah upaya untuk meningkatkan usia pada
perkawinan pertama, sehingga mencapai usia minimal pada saat perkawinan yaitu 21
tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki.

Tujuan program pendewasaan usia perkawinan adalah memberikan pengertian dan


kesadaran kepada remaja agar didalam merencanakan keluarga, mereka dapat
mempertimbangkan berbagai aspek berkaitan dengan kehidupan berkeluarga, kesiapan
fisik, mental, emosional, pendidikan, sosial, ekonomi serta menentukan jumlah dan jarak
kelahiran. Tujuan PUP seperti ini berimplikasi pada perlunya peningkatan usia kawin
yang lebih dewasa.

Program Pendewasaan Usia Kawin dan Perencanaan Keluarga merupakan kerangka dari
program pendewasaan usia perkawinan. Kerangka ini terdiri dari tiga masa reproduksi,
yaitu:

1.     Masa Menunda Perkawinan dan Kehamilan

Beberapa alasan medis secara objektif dari perlunya penundaan usia kawin pertama dan
kehamilan pertama bagi istri yang belum berumur 20 tahun adalah: 1) Kondisi rahim
dan panggul belum berkembang optimal sehingga dapat mengakibatkan risiko
kesakitan serta kematian pada saat persalinan, nifas dan bayinya; 2) Kemungkinan
timbulnya risiko medik sebagai berikut:

 Keguguran
 Preeklamsia (tekanan darah tinggi, edema, proteinuria)
 Eklamsia (keracunan kehamilan)
 Timbulnya kesulitan persalinan
 Bayi lahir sebelum waktunya (prematur)
 Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
 Fistula Vesikovaginal (merembesnya air seni ke vagina)
 Fistula Retrovaginal ( keluarnya gas dan feses/tinja ke vagina)
 Kanker leher rahim

2.     Masa Menjarangkan Kehamilan

Masa menjarangkan kehamilan terjadi pada periode Pasangan Usia Subur (PUS) yang
berada pada umur 20-35 tahun. Diketahui bahwa PUS sebaiknya melahirkan pada
periode umur 20-35 tahun, sehingga resiko-resiko medik yang diuraikan diatas tidak
terjadi. Dalam periode 15 tahun (usia 20-35 tahun) dianjurkan untuk memiliki 2 anak.

Untuk menjarangkan kehamilan dianjurkan menggunakan alat kontrasepsi. Pemakaian


alat kontrasepsi pada tahap ini dilaksanakan untuk menjarangkan kelahiran agar ibu
dapat menyusui anaknya dengan cukup banyak dan lama. Semua kontrasepsi, yang
dikenal sampai sekarang dalam program Keluarga Berencana Nasional, pada dasarnya
cocok untuk menjarangkan kelahiran. Akan tetapi dianjurkan setelah kelahiran anak
pertama langsung menggunakan alat kontrasepsi spiral (IUD).

3.     Masa Mencegah Kehamilan


Masa pencegahan kehamilan berada pada periode PUS berumur 35 tahun keatas. Sebab
secara empirik diketahui melahirkan anak diatas usia 35 tahun banyak mengalami resiko
medik. Pencegahan kehamilan adalah proses yang dilakukan dengan menggunakan alat
kontrasepsi. Kontrasepsi yang akan dipakai diharapkan berlangsung sampai umur
reproduksi dari PUS yang bersangkutan yaitu sekitar 20 tahun dimana PUS sudah
berumur 50 tahun.

Peran Orang Tua dalam Pengasuhan Anak

Setiap orang tua dalam menjalani kehidupan berumah tangga tentunya memiliki tugas
dan peran yang sangat penting, ada pun tugas dan peran orang tua terhadap anaknya
antara lain:

1. Melahirkan
2. Mengasuh
3. Membesarkan
4. Mengarahkan menuju kepada kedewasaan serta menanamkan norma-norma dan nilai-
nilai yang berlaku

Dalam berbagai penelitian para ahli dapat dikemukakan beberapa hal yang perlu di
berikan oleh orang tua terhadap anaknya, sebagai mana diungkapkan sebagai berikut:

1. Respek dan kebebasan pribadi


2. Jadikan rumah tangga nyaman dan menarik
3. Hargai kemandiriannya
4. Diskusikan tentang berbagai masalah
5. Berikan rasa aman, kasih sayang, dan perhatian
6. Anak-anak perlu di mengerti
7. Beri contoh perkawinan yang bahagia

Menurut UU Perlindungan Anak No. 35 Tahun 2014 perubahan atas Undang-Undang 23


Tahun 2002, terdapat beberapa hak anak:

 Setiap anak berhak menyatakan pendapat dan didengar pendapatnya.


 Setiap Anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakat.
 Setiap Anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan
seksual dan Kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama
peserta didik, dan/atau pihak lain.

Pentingnya Mengakhiri Perkawinan Dini


Dampak perkawinan dini yang terjadi di masyarakat sangat beragam, hal tersebut
seperti termuat di bawah ini:

1.     Dampak Hukum :

Pelanggaran terhadap Undang-undang. Adanya pelanggaran terhadap Undang-undang


(UU) di Indonesia, antara lain: No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 7 (1)
Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak
wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Pasal 6 (2), untuk melangsungkan perkawinan
seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin kedua orang tua.

UU No. 35 tahun 2014 perubahan atas Undang-Undang 23 tahun 2002 tentang


Perlindungan Anak Pasal 26 (1) orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:

 Mengasuh,memelihara, mendidik dan melindungi anak.


 Menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya
 Mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak. UU No.21 tahun 2007 tentang
Penghapusan Tidak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO) patut ditengarai adanya
penjualan/pemindah tanganan antara kyai dan orang tua anak yang mengharapkan
imbalan tertentu dari perkawinan tersebut.

Amanat Undang-undang tersebut di atas bertujuan melindungi anak, agar anak tetap
memperoleh haknya untuk hidup, tumbuh dan berkembang serta terlindungi dari
perbuatan kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi.

2.     Dampak fisik atau biologis

Secara biologis, alat-alat reproduksi anak masih dalam proses menuju kematangan
sehingga belum siap untuk melakukan hubungan seks dengan lawan jenisnya, apalagi
jika sampai hamil kemudian melahirkan. Jika dipaksakan justru akan terjadi trauma,
perobekan yang luas dan infeksi yang akan membahayakan organ reproduksinya
sampai membahayakan jiwa anak.

Dari segi nutrisi, masa remaja merupakan masa tumbuh kembang dan tulang-tulang
belum menutup sempurna jadi masih perlu gizi untuk tumbuh dirinya. Jika hamil pada
usia remaja maka gizi akan terbagi sehingga remaja akan mengalami masalah gizi
demikian juga bayinya.

3.     Dampak psikologis
Secara psikis, anak juga belum siap dan mengerti tentang hubungan seks, sehingga
akan menimbulkan trauma psikis berkepanjangan dalam jiwa anak yang sulit
disembuhkan. Anak akan murung dan menyesali hidupnya yang berakhir pada
perkawinan yang dia sendiri tidak mengerti atas putusan hidupnya. Selain itu, ikatan
perkawinan akan menghilangkan hak anak untuk memperoleh pendidikan (Wajib Belajar
9 tahun), hak bermain dan menikmati waktu luangnya serta hak-hak lainnya yang
melekat dalam diri anak.

4.     Dampak sosial

Fenomena sosial ini berkaitan dengan faktor sosial budaya dalam masyarakat patriarki
yang bias gender, yang menempatkan perempuan pada posisi yang rendah dan hanya
dianggap pelengkap seks laki-laki saja. Kondisi ini sangat bertentangan dengan ajaran
agama apapun termasuk agama Islam yang sangat menghormati perempuan
(Rahmatan lil Alamin). Kondisi ini hanya akan melestarikan budaya patriarki yang bias
gender yang akan melahirkan kekerasan terhadap perempuan.

5.     Dampak perilaku seksual menyimpang

Adanya perilaku seksual yang menyimpang yaitu perilaku yang gemar berhubungan
seks dengan anak-anak yang dikenal dengan istilah pedofilia. Perbuatan ini jelas
merupakan tindakan ilegal (menggunakan seks anak), namun dikemas dengan
perkawinan seakan- akan menjadi legal. Hal ini bertentangan dengan UU. No. 35 Tahun
2014 perubahan atas UU No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak khususnya pasal
81, ancamannya pidana penjara maksimum 15 tahun, minimum 5 tahun dan pidana
denda maksimum 5 milyar rupiah.

6.     Rentan KDRT

Diperkirakan sebanyak 44 persen anak perempuan yang menikah dini mengalami


kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dengan tingkat frekuensi tinggi (temuan Plan).
Sisanya, 56 persen anak perempuan mengalami KDRT dalam frekuensi rendah.

7.     Risiko terkena penyakit dan meninggal

Menurut medis, pada perempuan di bawah usia 18 tahun, sangat rentan terkena kanker
serviks (kanker mulut rahim). Pada anak perempuan berusia 10-14 tahun memiliki
kemungkinan meninggal lima kali lebih besar, selama kehamilan atau melahirkan,
dibandingkan dengan perempuan berusia 20-25 tahun. Sedangkan, anak yang menikah
pada usia 15-19 tahun memiliki kemungkinan dua kali lebih besar.
8.     Terputusnya akses pendidikan

Walau berdasarkan data empiris ada pasangan yang menikah dini tetapi berhasil
melanjutkan pendidikannya dengan sukses, namun mayoritas pasangan yang menikah 
dini tidak mampu melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi terutama di
daerah-daerah. Hanya 5,6 persen yang masih melanjutkan.

9.     Risiko yang diakibatkan oleh Usia Perkawinan Anak

Komplikasi saat kehamilan dan melahirkan adalah penyebab kedua terbesar untuk anak
perempuan berusia 15 dan 19 tahun. Anak perempuan yang menikah sebelum usia 18
tahun berpeluang 4 kali lebih rendah untuk menyelesaikan pendidikan menengah atau
setara

1. KESEHATAN REPRODUKSI

1.1. PUBERTAS
Pertumbuhan Fisik dan Psikis Pada Remaja Laki-Laki Dan Perempuan Pada
Pubertas

Pubertas adalah masa ketika seorang anak mengalami perubahan fisik, psikis, dan
pematangan fungsi seksual. Pada masa ini memang pertumbuhan dan perkembangan
berlangsung dengan cepat. Masa pubertas dalam kehidupan kita biasanya dimulai saat
berumur 8 hingga 10 tahun dan berakhir lebih kurang di usia 15 hingga 16 tahun.

Seorang anak akan menunjukkan tanda-tanda awal dari pubertas, seperti suara yang
mulai berubah, tumbuhnya rambut-rambut pada daerah tertentu dan payudara
membesar untuk perempuan. Untuk seorang anak perempuan, tanda-tanda itu biasanya
muncul pada usia 10 tahun ke atas dan pada anak laki-laki, biasanya lebih lambat, yaitu
pada usia 11 tahun ke atas.  

 Pertumbuhan Fisik Pada Remaja

Pertumbuhan fisik yang spesifik pada remaja baik laki-laki maupun perempuan adalah
kecepatan tumbuhnya (growth spurt). Pada saat ini pertumbuhan tinggi badan (linier)
terjadi amat cepat. Perbedaan pertumbuhan fisik laki-laki dan perempuan adalah pada
pertumbuhan organ seksual dan organ reproduksinya, dimana akan diproduksi hormon
yang berbeda, penampilannya yang berbeda, serta bentuk tubuh yang berbeda akibat
berkembangnya tanda seks sekunder.
Pada remaja perempuan, pertumbuhan pesat umumnya terjadi pada usia 10-11 tahun.
Tanda awal pubertas pada remaja perempuan adalah adanya pertumbuhan payudara,
dimana daerah puting susu dan sekitarnya mulai membesar. Selain payudara membesar,
mulai muncul rambut pubis (kemaluan). Pada sepertiga remaja perempuan,
pertumbuhan rambut pubis terjadi sebelum tumbuhnya payudara, rambut ketiak dan
rambut badan. Rambut badan mulai tumbuh pada usia 12-13 tahun, tumbuhnya rambut
badan bervariasi. Pengeluaran sekret vagina pada usia 10-13 tahun. Keringat ketiak
mulai diproduksi pada usia 12-13 tahun, karena berkembangnya kelenjar apokrin yang
juga menyebabkan keringat ketiak mempunyai bau yang khas. Pada remaja perempuan,
menstruasi umumnya terjadi pada usia 11-14 tahun.

Menstruasi adalah peristiwa keluarnya cairan darah dari vagina dimana darah tersebut
merupakan lapisan dinding rahim yang meluruh bersama sel telur yang sudah matang
namun tidak dibuahi. Menstruasi yang pertama kali dialami oleh remaja perempuan
disebut menarche.  Selanjutnya pematangan seksual penuh remaja perempuan terjadi
pada usia 16 tahun.

Pada remaja laki-laki, pertumbuhan pesat umumnya terjadi pada usia 12-13 tahun,
dimana penis mulai membesar. Pada usia 11-12 tahun, testis dan skrotum membesar,
kulit skrotum menjadi gelap dan rambut pubis di penis mulai tumbuh. Ejakulasi mulai
terjadi pada usia 13-14 tahun, ditandai dengan keluarnya mukus cair dari lubang penis
setelah penis ereksi (memanjang/mengeras/membesar). Rambut ketiak, rambut badan,
kumis, cambang dan jenggot tumbuh pada usia 13-15 tahun, dan pertumbuhannya
sangat bervariasi pada tiap orang. Pada usia tersebut juga terjadi perkembangan
kelenjar keringat ketiak, yaitu kelenjar apokrin  meningkatkan produksi keringat di ketiak
dan menimbulkan bau badan dewasa. Suara parau timbul pada usia 14-15 tahun.
Setahun sebelum suara pecah, jakun mulai tumbuh. Selama masa pubertas, testis
tumbuh menjadi lebih besar, spermatozoa mulai terbentuk, dan pada prinsipnya pada
saat tersebut sistem reproduksi telah matang dan mulai berfungsi. Peristiwa yang sering
digunakan sebagai indikator pubertas pada remaja laki-laki adalah mulai
mengalami mimpi basah yaitu peristiwa keluarnya sperma (spermatozoa) saat tidur,
sering terjadi pada saat mimpi tentang seks. Mimpi basah sebetulnya merupakan salah
satu cara alami berejakulasi. Pada laki-laki pematangan seksual penuh terjadi pada usia
17-18 tahun.

Pertumbuhan fisik anak perempuan dan laki-laki belum tentu sejalan dengan


perkembangan emosionalnya. Seorang remaja yang badannya tinggi besar belum tentu
mempunyai emosi yang matang, sebaliknya yang bertubuh sedang bisa saja mempunyai
emosi yang lebih matang.

 Perkembangan Jiwa Pada Remaja


1.   Perkembangan psikososial

Menurut Erickson (1963), pencarian identitas diri mulai dirintis seseorang pada usia
sekitar remaja muda. Pencarian identitas diri berarti pencarian jati diri, dimana remaja
ingin tahu kedudukan dan perannya dalam lingkungannya, tentang dirinya sendiri yang
menyangkut soal apa dan siapa dia, semua yang berhubungan dengan “aku” ingin
diketahui dan dikenalnya. Pada usia 12-15 tahun, pencarian identitas diri masih berada
pada tahap permulaan. Dimulai pada pengukuhan kemampuan yang sering
diungkapkan dalam bentuk kemauan yang tidak dapat dikompromikan sehingga
mungkin berlawanan dengan kemauan orang lain. Bila kemauan itu ditentang, mereka
akan memaksa agar kemauannya dipenuhi. Ini merupakan suatu bentuk awal dari
pencarian “aku” yang dapat menjadi masalah bagi lingkungannya. Gejala lain yang
menguatkan dugaan bahwa remaja ingin mencari jati dirinya adalah perilakunya yang
cenderung untuk melepaskan diri dari ikatan orangtuanya dan akan lebih suka
melakukan kegiatan pribadi atau berkumpul dengan teman-temannya diluar dibanding
bersama orangtuanya (Kemkes, 2011).

Pergaulan dengan lawan jenisnya juga dapat menjadi sesuatu yang mengesankan bagi
remaja. Bila mengalami hambatan dalam hubungan lawan jenis, maka remaja biasanya
akan menarik diri dari lingkungan sosialnya. Secara fisik, adanya perkembangan kelenjar
kelamin remaja menimbulkan perasaan berbeda dan peningkatan perhatian terhadap
lawan jenisnya, bahkan hal ini merupakan tanda yang khas bahwa masa remaja sudah
dimulai yaitu merasa “jatuh cinta” pada orang lain.

 2.   Perkembangan Emosi

Emosi adalah reaksi sesaat yang biasanya muncul dalam bentuk perilaku, sedangkan
perasaan adalah sesuatu yang sifatnya lebih menetap. Pada masa remaja, kepekaan
emosi biasanya meningkat, sehingga rangsangan sedikit saja sudah menimbulkan
luapan emosi yang besar, misalnya menjadi mudah marah atau mudah menangis. Masa
remaja didominasi oleh peran emosi, hal ini dapat dilihat dari seleranya tentang lagu,
buku bacaan, perilakunya pada saat mengendarai kendaraan.

3.   Perkembangan Kecerdasan

Perkembangan intelegensia masih berlangsung sampai usia 21 tahun. Perkembangan


intelegensia menyebabkan remaja suka belajar sesuatu yang logis untuk mengerti
hubungan antara hal yang satu dengan yang lainnya. Remaja juga punya daya imajinasi
yang dapat mendorong prestasi misalnya mengarang lagu, membuat karangan ilmiah,
membuat sajak dan prestasi-prestasi lainnya yang menggambarkan kemampuan
intelegensia dan imajinasi remaja. Perkembangan intelektualnya membuat remaja
mampu generalisasi, mampu melihat relasi antara hal yang satu dengan yang lain,
mampu mengadakan pembicaraan intelektual, mengkritik dan mampu berpikir secara
abstrak (Kemkes, 2011).

Ciri-ciri Pubertas

1)   Perubahan Fisik

1)   Perubahan Psikologis

1. Meningkatnya perhatian pada orang lain


2. Merasa lebih dekat, setia dan tergantung pada kelompok seusia.
3. Menjadi kurang dekat dan tidak mau bergantung pada keluarga dan orang yang lebih
tua.
4. Merasa lebih butuh ruang pribadi (privacy)
5. Mudah terpengaruh lingkungan sosialnya terutama teman sebayanya
6. Terkadang lebih bersifat egois (mementingkan kepentingannya sendiri terlebih dahulu)
7. Ingin memperoleh persamaan hak
8. Timbul rasa kecewa, kesal, malu dan tertekan
9. Ingin dipuja
10. Ingin tahu dan ingin mencoba 

2)   Perubahan Sosial

Pada masa ini berkembanglah:

1. Kemampuan untuk memahami orang lain. Kemampuan ini mendorong remaja untuk
menjalin hubungan social dengan teman sebaya.
2. Kecenderungan untuk meniru, mengikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran
(hobi) atau keinginan orang lain atau sering disebut dengan konformitas. Perkembangan
konformitas ini dapat berdampak baik positif atau negatif bagi diri remaja, tergantung
kepada siapa atau kelompok mana yang ia ikuti.

Berkembangnya konsep diri yaitu bagaimana seseorang memandang dirinya sendiri. Perubahan
konsep ini menyebabkan mereka merasa seperti orang dewasa dan berpikir lebih serius lagi
mengenai pekerjaan dan peran mereka mengenai pekerjaan dan peran mereka dalam keluarga.

Mimpi Basah pada Laki laki


Apa yang harus dilakukan ketika mimpi basah ?

 Tidak perlu merasa malu karena hal ini merupakan hal yang normal terjadi pada seorang
remaja laki-laki.
 Jika perlu, ceritakan pada kedua orang tua atau pengganti orang tua yang dipercaya.
 Bersihkan tempat tidur.
 Bersihkan diri sesuai dengan ajaran agama yang dipercaya. Misalnya untuk remaja
muslim, maka diwajibkan mandi sebelum melakukan ibadah shalat 5 waktu atau
jumatan.

Menstruasi

Menarche adalah menstruasi yang pertama kali dialami oleh anak perempuan. Tanda


Menarche antara lain:

 Nyeri atau kram biasanya pada punggung bawah dan kaki.


 Perubahan cairan vagina ( menjadi gelap atau kecokelatan )
 Sakit kepala dan terkadang mudah tersinggung atau marah.
 Merasa kembung atau tubuh terasa lebih berat.
Mitos Menstruasi
Mengatasi sakit saat menstruasi

Mengapa anak laki-laki perlu tahu ?

Bagaimana peran anak laki-laki


Manajemen Kebersihan Menstruasi (MKM)

Manajemen Kebersihan Menstruasi (MKM) adalah pengelolaan kebersihan dan


kesehatan pada saat perempuan mengalami menstruasi. Perempuan harus dapat
menggunakan pembalut yang bersih, dapat diganti sesering mungkin selama periode
menstruasi, dan memiliki akses untuk pembuangannya, serta dapat mengakses toilet,
sabun, dan air untuk membersihkan diri dalam kondisi nyaman dengan privasi yang
terjaga. Toilet sekolah harus berfungsi baik, dengan pintu yang dapat dikunci dari
dalam, dan terpisah antara perempuan dan laki-laki, serta mempunyai wadah untuk
membuang pembalut bekas.

Masa  remaja  menjadi  perhatian  khusus  karena norma  sosial-budaya dapat  menjadi 
penghalang  bagi siswi  untuk  mendapatkan  informasi  akurat  tentang  menstruasi 
dan  manajemen  kebersihan  menstruasi saat menstruasi pertama. Menstruasi dan
MKM yang buruk dapat menyebabkan putus sekolah, ketidakhadiran,  dan  masalah 
kesehatan  seksual  dan  reproduksi  lainnya  yang  memiliki  konsekuensi  kesehatan
dan sosial ekonomi dalam jangka panjang bagi siswi.

Sebuah penelitian telah mengidentifikasi  sejumlah  tantangan  yang  berdampak  pada 


kemampuan  siswi dalam mengelola kebersihan menstruasi di sekolah. Faktor-faktor
tersebut berdampak pada menurunnya partisipasi dan prestasi di sekolah,
ketidakhadiran, dan risiko kesehatan, diantaranya adalah:
Ketidakcukupan   pengetahuan tentang   menstruasi, siklus   menstruasi   dan MKM  
berakibat   pada kurangnya   persiapan   pada saat   menstruasi pertama,   miskonsepsi  
tentang   pembuangan   sampah pembalut,  dan  kurangnnya  pengetahuan  tentang 
bagaimana  mengelola  menstruasi  dengan  aman  di sekolah.  Sementara  itu,  ibu, 
teman,  dan  guru  merupakan sumber  informasi  utama  tentang  menstruasi tetapi
mereka tidak dapat memberikan informasi yang akurat dan menyeluruh tentang
menstruasi.

1. Keyakinan dan kepercayaan bahwa menstruasi itu kotor atau tidak bersih berdampak
pada praktik MKM yang tidak didukung dengan fasilitas air, sanitasi, dan kebersihan di
sekolah. Hampir semua siswi mengatakan mereka harus menyuci sampah pembalut
sebelum dibuang, akan tetapi sebagian besar sekolah  tidak  menyediakan  air  yang 
cukup  atau  tempat  tersendiri  untuk praktik MKM tersebut.  Terlebih lagi, hanya sedikit
sekolah yang menyediakan tempat sampah untuk membuang pembalut di dalam toilet,
dan siswi merasa  malu  saat membuang  sampah  pembalut. Keyakinan  akan bahaya 
membakar sampah pembalut membuat siswi enggan untuk mengganti atau membuang
sampah pembalut di sekolah.
2. Ketidakcukupan  air,  fasilitas  sanitasi, dan  kebersihan di  sekolah  juga  menjadi 
tantangan  bagi  siswi yang sedang menstruasi. Selain ketidakcukupan air untuk mencuci,
toilet yang kecil dan tidak bersih serta  kurangnya  privasi  menyebabkan  siswi enggan 
untuk  mengganti  pembalut  di  sekolah. Hampir  semua  fasilitas  air,  sanitasi  dan 
kebersihan  di  sekolah  tidak  dapat  diakses  oleh  siswa berkebutuhan  khusus (cacat).
Akibatnya, siswi terpaksa pulang  ke rumah  untuk  mengganti pembalut atau memakai
kain selama lebih dari delapan jam dan itu dapat membuat alat kelamin iritasi dan gatal,
juga mereka takut ‘bocor’ serta menodai pakaian.
3. Ketidakcukupan  fasilitas  air,  sanitasi,  dan  kebersihan  serta  ketakutan  akan  ‘bocor’
menyebabkan partisipasi di sekolah dan kegiatan sosial menurun. Sakit dan gejala
menstruasi lain seperti lemas, lesu, dan pusing juga menyebabkan partisipasi di sekolah
menurun. Satu dari tujuh siswi tidak masuk ke sekolah satu hari atau lebih saat
menstruasi. Selain takut akan noda atau ‘bocor’, penyebab utama mereka  tidak 
berangkat  adalah  sakit  dan  merasa  tidak sehat.  Pada  umumnya,  siswi,  ibu,  dan
guru  salah  paham  pada  keamanan  pengobatan,  berarti  banyak  siswi yang tidak 
mampu mengatasi gejala tersebut di sekolah.

Selain mengurangi tingkat partisipasi, praktik tantangan yang dihadapi oleh siswi di
sekolah saat ini  adalah risiko kesehatan terkait  infeksi, rasa  tidak  nyaman siswi,  iritasi, 
dan  gatal  pada kemaluan  jika  menggunakan  pembalut  dalam  waktu  yang  lama.
Selain itu, larangan  makanan  juga dapat meningkatkan risiko kurang gizi.

Alat kelamin adalah bagian tubuh yang penting untuk kesehatannya. Cara menjaga
kesehatan alat kelamin adalah dengan cara membersihkan alat kelamin dengan baik,
menggunakan pakaian dalam yang menyerap keringat dan mengganti minimal 2 kali
sehari, tidak menggunakan pakaian dalam yang ketat dan bagi anak perempuan yang
telah menstruasi menerapkan manajemen kebersihan menstruasi
1.2. Mengenal Organ Reproduksi Dan Pemeliharaannya
1. Organ Reproduksi Perempuan
           Gambar 1. Organ Reproduksi pada Perempuan

1. Organ Reproduksi Laki-laki


                  Gambar
2. Sistem Reproduksi Pada Laki-Laki

Beberapa organ tubuh yang bisa menimbulkan rangsangan seksual karena memiliki
sensifitas yang lebih pada sentuhan, misal daerah bibir, leher, payudara, vagina, penis,
dan pantat. Dengan memahami beberapa contoh organ tubuh yang dapat memberikan
rangsangan, maka penting untuk menjaga agar jangan mulai ada sentuhan dari
pasangan atau orang lain pada area organ tubuh tersebut. Selain itu, organ tubuh
tersebut adalah area privat kita yang tidak boleh ada sembarang orang boleh
menyentuhnya. Jika ada sentuhan dari orang lain dengan seenaknya maka sudah
termasuk dalam kategori pelecehan seksual.

1.     Cara Menjaga Organ Reproduksi

Cara menjaga kebersihan dan kesehatan organ reproduksi secara umum:

1. Cuci tangan sebelum dan sesudah membersihkan alat kelamin


2. Keringkan alat kelamin dengan baik setelah cebok sebelum menggunakan celana
kembali
3. Sebaiknya memilih dan menggunakan pakaian dalam dari bahan katun agar bisa
menyerap keringat
4. Hindari menggunakan celana yang ketat karena bisa membuat peredaran darah tidak
lancar dan membuat suhu vagina, penis dan testis menjadi lembab
5. Cebok dengan gerakan dari depan ke belakang
6. Tidak menahan buang air kecil
7. Periksakan diri ke dokter bila ada cairan yang tidak wajar

Bagi anak perempuan:

 Bersihkan alat kelamin dan sekitarnya setiap buang air besar, buang air kecil dan saat
mandi
 Semua bagian alat kelamin dibersihkan sampai seluruh lipatan/lekuk sehingga tidak ada
kotoran yang tertinggal
 Sabun semua bagian tersebut lalu bilas dengan air bersih dari arah depan ke belakang
(cebok dari arah depan ke belakang bertujuan untuk menghindarkan bibit penyakit dari
anus agar tidak terbawa ke depan)
 Pada saat menstruasi ganti pembalut secara teratur maksimal 4 jam sekali atau bila
terasa telah penuh 

Bagi anak laki-laki:

 Bagi anak laki-laki dianjurkan sunat. Setiap buang air kecil agar cebok dengan air bersih
 Bagi anak laki laki yang tidak sunat dianjurkan untuk lebih menjaga kebersihan alat
kelamin. Setiap setelah buang air kecil agar cebok dengan air bersih dengan cara
menarik kulit batang penis ke arah atas sehingga seluruh permukaan penis terlihat lalu
bersihkan sampai bagian yang berlekuk sehingga tidak ada endapan produk kelenjar
(smegma) di bagian berlekuk tersebut
 Bagi anak laki-laki yang telah mimpi basah, agar selalu membersihkan alat kelamin setiap
setelah menagalami mimpi basah

1.3. Citra Diri


Citra Diri yang Positif

Perubahan fisik terjadi saat seorang individu mencapai usia remaja, dimana seorang
remaja akan mengalami masa perubahan atau masa transisi dari anak-anak menjadi
orang dewasa. Pada saat ini banyak perubahan yang terjadi karena pengaruh hormonal.
Perubahan fisik yang terjadi tentu saja mempengaruhi penampilan fisik, seperti
bertambah berat badan, tinggi badan, dan lain-lain.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri yaitu:

1. Faktor internal meliputikonsep diri dan harga diri, kondisi fisik, kegagalan dan
kesuksesan, pengalaman hidup peran lingkungan keluarga
2. Faktor eksternal meliputipendidikan, lingkungan dan pengalaman hidup, bekerja.
Citra diri mempunyai pengaruh terhadap bagaimana cara seseorang remaja melihat
dirinya. Selanjutnya akan membentuk juga cara seseorang remaja menilai dirinya, dalam
sikap yang dapat bersifat positif maupun negatif. Jika seseorang menilai dirinya secara
positif maka ia akan menjadi seseorang yang merasa lebih berharga, sehingga akan
memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi. Dengan demikian remaja dapat menjalani
proses interaksi.

Citra diri berhubungan dengan bagaimana remaja melihat dirinya sendiri dan berpikir
tentang dirinya pada saat ini. Perubahan dan peningkatan konsep diri dapat terjadi jika
kita membantu remaja membangun citra dirinya. Citra diri merupakan salah satu unsur
penting untuk menunjukkan siapa diri kita sebenarnya. Terbentuk dari perjalanan
pengalaman masa lalu, keberhasilan dan kegagalan, pengetahuan yang dimilikinya, dan
bagaimana orang lain telah menilainya secara obyektif.

Perkembangan media informasi saat ini sedikit banyak telah menyumbangkan pengaruh
yang cukup besar bagi pembentukan citra tubuh atau body image pada diri individu.
Semakin maraknya penggambaran citra diri “ideal” di media massa melalui penayangan
penggunaan model-model iklan dengan postur tubuh yang “serupa”, penayangan
kontes kecantikan yang mensyaratkan berat dan tinggi badan tertentu, serta
penayangan iklan- iklan obat penurun berat badan, seolah-olah semakin menguatkan
bahwa bentuk tubuh yang ideal adalah bentuk tubuh yang “langsing” sedangkan bentuk
tubuh yang “gendut” adalah bentuk tubuh yang jelek dan tak diinginkan.

Menumbuhkan Citra Diri yang Positif

Usia remaja dapat diumpamakan seperti kepompong dalam proses metamorphosis dari
ulat menjadi kupu-kupu yang indah. Adapun cara menumbuhkan citra diri yang positif,
adalah:

1. Niat yang kuat, perjuangan dari dalam diri, karena citra diri yang positif ini prosesnya
seumur hidup
2. Kita punya kendali dan kuasa terhadap diri kita sendiri. Jadi mulailah dari diri sendiri
(inner motivation). Jangan tergantung dengan motivasi eksternal

1.4. PENCEGAHAN KEHAMILAN


Proses Terjadinya Kehamilan

Pada saat seorang anak perempuan memasuki masa remaja, terjadi pematangan sel
telur yang kemudian secara periodik satu bulan sekali indung telur akan melepaskan
satu buah sel telur. Proses ini disebut dengan ovulasi. Sel telur tersebut akan ditangkap
oleh ujung saluran telur dan masuk dalam saluran telur. Ovulasi terjadi 14 hari sebelum
menstruasi yang akan datang. Sel telur hanya dapat dibuahi dalam beberapa jam
setelah ovulasi, sedangkan sel sperma dalam badan perempuan masih kuat membuahi
sekitar 1-3 hari. Masa subur adalah masa disekitar saat ovulasi dimana jika terjadi
hubungan seksual dapat menghasilkan kehamilan. Masa subur terjadi 3-5 hari sebelum
dan sesudah hari ke 14 sebelum menstruasi yang akan datang.

Apabila pada masa subur tersebut terjadi hubungan seksual, maka sel sperma yang
tumpah pada saluran vagina akan bergerak masuk ke dalam rahim menuju saluran telur.
Di saluran tersebut sperma bertemu/masuk dalam sel telur, proses tersebut yang
disebut dengan pembuahan Bersamaan dengan terjadinya proses pematangan sel telur,
terjadi peningkatan hormon esterogen. Fungsi hormon esterogen adalah menimbulkan
sifat kewanitaan dan menyebabkan penebalan lapisan dinding dalam rahim. Pda saat
terjadi ovulasi, mulai terjadi penurunan hormon esterogen dan peningkatan hormon
progesteron yang menyebabkan lapisan didnding dalam rahim menebal dan banyak
mengandung pembuluh darah untuk memberikan persediaan makanan untuk
janin/bayi.

Setelah terjadi pembuahan sel telur akan memasuki rahim , menempel di lapisan
dinding rahim, tumbuh dan berkembang menjadi janin/bayi. Proses perkembangan ini
disebut kehamilan yang berjalan selama 9 bulan.

Tanda-tanda Kehamilan

 Tidak datangnya menstruasi


 Mual, muntah, pusing dan mengantuk terutama hamil muda
 Payudara membesar
 Puting susu menonjol
 Perut membesar
Risiko Kehamilan Usia Dini

Jika seseorang perempuan hamil dan ia berusia kurang dari 20 tahun, ada beberapa
faktor risiko yang mengancam remaja yaitu :

 Keguguran
 Bayi lahir dengan berat badan rendah
 Bayi lahir sebelum waktunya
 Kesulitan dalam proses melahirkan
 Gangguan kejiwaan karena stress menghadapi kehamilan
 Risiko putus sekolah
 Risiko tindakan aborsi dengan cara tidak aman

Bagaimana Pencegahan Kehamilan Usia Dini

1. Remaja perempuan harus berani mengatakan tidak bila teman laki-lakinya mengajak
untuk melakukan hubungan seksual
2. Remaja laki-laki harus menghormati teman perempuan dengan tidak meminta apalagi
memaksa untuk melakukan hubungan seksual sebelum menikah
3. Hindari sentuhan langsung pada bagian tubuh yang mudah terangsang seperti alat
kelamin, pantat, paha bagian dalam, payudara, leher dan mulut
4. Hindari berduaan di tempat sepi

Pencegahan Kehamilan

Dengan masuknya remaja dalam tahap pubertas dan adanya perubahan psikis pada
remaja dan mudahnya remaja mengakses media informasi/internet, guru perlu untuk
membimbing dan mengedukasi remaja agar menghindari seks pra nikah. Seks pra nikah
bisa mengakibatkan:

 Kehamilan yang tidak diinginkan (KTD)


 Penyakit menular seksual
 Aborsi
 Putus sekolah
 Risiko akibat kehamilan dan persalinan lainnya (anemia, prematur, BBLR, stunting dll)
 Dampak kejiwaan lainnya

 
Pada pasangan suami istri, kehamilan dapat dicegah dengan menerapkan berbagai
metode kontrasepsi berikut ini:  

1. Kondom. Alat kontrasepsi yang dapat digunakan untuk mencegah kehamilan dan
penularan Infeksi Menular Seksual (IMS). Alat kontrasepsi ini dapat mencegah penetrasi
sperma pada vagina perempuan.
2. Pil KB. Metode kontrasepsi dengan minum/makan Pil. Pil KB mencegah telur lepas dari
ovarium tiap bulan. Pil juga membuat sperma sulit menempel pada lapisan rahim karena
hormon di pil membuat lapisan mukosa di pintu masuk rahim menebal.
3. Suntik KB. Metode kontrasepsi ini mencegah telur lepas dari ovarium tiap bulan. Suntik
KB juga membuat sperma sulit menempel pada lapisan rahim karena hormone  yang
disuntikkan membuat lapisan mukosa di pintu masuk rahim menebal.
4. Implant  Norplant.  Alat kontrasepsi ini mencegah telur lepas dari ovarium tiap bulan
serta membuat sperma sulit menempel pada lapisan rahim  karena dapat membuat
lapisan mukosa di pintu masuk rahim  menebal.
5. Intrauterine Device  (IUD). IUD mencegah sperma bertemu sel telur.
6. Pil KB Emergensi. Pil ini bekerja dengan mencegah sel telur yang telah dibuahi
menempel dan berkembang di rahim. Pil dibuat dari hormon sintetis yang menyebabkan
rahim tidak kondusif untuk perkembangan sel telur yang telah dibuahi.

Proses Reproduksi Yang Bertanggung Jawab

Proses reproduksi manusia yang bertanggung jawab sangat dipengaruhi oleh kesiapan:

1.  Fisik. Keadaan yang paling baik bagi seseorang untuk memiliki anak, dimana
pertumbuhan tubuh dan organ reproduksi telah sempurna yaitu pada perempuan
antara usia 20-35 tahun dan pada laki-laki bila telah mencapai usia 25 tahun.

2.  Jiwa. Kesiapan jiwa dimana perempuan dan laki-laki merasa ingin mempunyai anak
dan merasa telah siap untuk menjadi orang tua yang bertangungjawab dalam
mengasuh dan mendidik anaknya.

3.  Sosial ekonomi. Secara ideal jika seorang bayi dilahirkan maka ia akan
membutuhkan tidak hanya kasih sayang orang tuanya, tetapi juga sarana yang
membuatnya bisa tumbuh dan berkembang. Bayi membutuhkan tempat tinggal yang
tetap. Karena itu pasangan dikatakan siap secara sosial ekonomi jika ia bisa memenuhi
kebutuhan dasar seperti pakaian, makan minum, tempat dan kebutuhan pendidikan
bagi anaknya.
Ketiga hal tersebut diperlukan untuk menciptakan lingkungan keluarga yang sehat dan
sejahtera, saling menyayangi, berpendidikan dan berkecukupan.

Anda mungkin juga menyukai