Anda di halaman 1dari 25

MODUL PENCEGAHAN PERILAKU BULLYING PADA ANAK SEKOLAH

DIREKTORAT KESEHATAN JIWA DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT


KEMENTERIAN KESEHATAN
2022
SAMBUTAN

DIREKTUR JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT


KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

SAMBUTAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Tujuan
1.3. Ruang Lingkup
1.4. Sasaran

BAB II PENYELENGGARAAN SKRINING BULLYING, FAKTOR PROTEKTIF DAN


FAKTOR RESIKO PERILAKU BULLYING PADA ANAK SEKOLAH
2.1. Identifikasi Sasaran Kelompok Berisiko Masalah Bullying
2.2. Instrumen Skrining Bullying
2.4. Tindak Lanjut Skrining

BAB III PENCEGAHAN PERILAKU BULLYING


3.1. Meningkatkan Kesadaran diri Anak melalui Keterampilan Mengelola Emosi, Keterampilan
Menumbuhkan empati, Keterampilan Memecahkan Masalah dan Keterampilan Berperilaku
asertif

3.2. Meningkatkan Fungsian Keluarga melalui Keterampilan Menjadi orang tua yang lebih baik,
Keterampilan Memahami perkembangan dan perilaku anak, Keterampilan Memahami cara anak
belajar dan Keterampilan Membantu anak sukses di sekolah

3.3. Meningkatkan peran Sekolah sebagai Sekolah Ramah Anak

3.3. Monitoring dan Evaluasi

BAB IV PENUTUP
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Bullying (dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai “penindasan/risak”) merupakan segala
bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan dengan sengaja oleh satu orang atau
sekelompok orang yang lebih kuat atau berkuasa terhadap orang lain, dengan tujuan untuk
menyakiti dan dilakukan secara terus menerus. Terdapat banyak definisi mengenai bullying,
terutama yang terjadi dalam konteks lain seperti di rumah, tempat kerja, masyarakat, komunitas
virtual. Namun dalam hal ini dibatasi dalam konteks school bullying atau bullying di sekolah.
School bullying sebagai perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang oleh seorang atau
sekelompok siswa yang memiliki kekuasaan, terhadap siswa/siswi lain yang lebih lemah,
dengan tujuan menyakiti orang tersebut.
Dampak bullying dapat mengancam setiap pihak yang terlibat, baik anak- anak yang di-
bully, anak-anak yang mem-bully, anak-anak yang menyaksikan bullying, bahkan sekolah
dengan isu bullying secara keseluruhan. Bullying dapat membawa pengaruh buruk terhadap
kesehatan fisik maupun mental anak. Pada kasus yang berat, bullying dapat menjadi pemicu
tindakan yang fatal, seperti bunuh diri dan sebagainya. Dampak dari bullying adalah dampak
bagi korban menjadi Depresi dan marah, rendahnya tingkat kehadiran dan rendahnya prestasi
akademik siswa, Menurunnya skor tes kecerdasan (IQ) dan kemampuan analisis siswa.
Dampak bagi pelaku. Pelaku memiliki rasa percaya diri yang tinggi dengan harga diri yang
tinggi pula, cenderung bersifat agresif dengan perilaku yang pro terhadap kekerasan, tipikal
orang berwatak keras, mudah marah dan impulsif, toleransi yang rendah terhadap frustasi.
Memiliki kebutuhan kuat untuk mendominasi orang lain dan kurang berempati terhadap
targetnya. Dengan melakukan bullying, pelaku akan beranggapan bahwa mereka memiliki
kekuasaan terhadap keadaan. Jika dibiarkan terus menerus tanpa intervensi, perilaku bullying
ini dapat menyebabkan terbentuknya perilaku lain berupa kekerasan terhadap anak dan perilaku
kriminal lainnya. Dampak bagi siswa lain yang menyaksikan bullying (bystanders). Jika
bullying dibiarkan tanpa tindak lanjut, maka para siswa lain yang menjadi penonton dapat
berasumsi bahwa bullying adalah perilaku yang diterima secara sosial. Dalam kondisi ini,
beberapa siswa mungkin akan bergabung dengan penindas karena takut menjadi sasaran
berikutnya dan beberapa lainnya mungkin hanya akan diam saja tanpa melakukan apapun dan
yang paling parah mereka merasa tidak perlu menghentikannya.
Perilaku Bullying dapat disebabkan oleh faktor resiko baik secara internal maupun
eksternal yang dapat dicegah dengan adanya interaksi hubungan timbal balik antara anak,
keluarga dan lingkungan sekolah. Memahami interaksi yang dinamis dan kompleks antara anak
dan berbagai aspek lingkungannya sehingga memberikan kontribusi pada terbentuknya karakter
anak yang kuat secara fisik dan mental serta rasa bahagia untuk menghadapi tahapan kehidupan
berikutnya dengan sehat
Faktor protektif merupakan karakteristik individu dan lingkungan yang bersifat
melindungi dari gangguan kejiwaan. Faktor protektif merupakan karakteristik yang terdapat
dalam diri individu yang mampu mendukung individu dalam menurunkan atau melawan
perilaku bermasalah. Cara-cara yang digunakan dalam faktor protektif ini adalah cara positif,
misalnya berperilaku pro-sosial, memiliki kontrol diri dan kontrol sosial serta memiliki
dukungan dari lingkungan. Faktor protektif dapat berasal dari internal maupun eksternal. Faktor
internal dapat berasal dari individu anak itu sendiri. Sementara faktor protektif eksternal
adalah faktor yang berasal dari luar individu tersebut dan tercermin dalam wujud dan
kualitas dari hubungan di dalam maupun di luar keluarga. Faktor protektif eksternal
terdiri dari keluarga, sekolah, teman sebaya, dan masyarakat serta dapat juga berupa
keterlibatan remaja dalam aktivitas baik di dalam maupun di luar rumah. resiliensi akan
menjadi optimal ketika faktor protektif diperkuat di semua tingkat interaktif model sosio-
ekologis (individu, keluarga, dan masyarakat.
Fokus penyusunan modul pencegahan perilaku bullying pada anak ini untuk
memberikan panduan bagi anak, orang tua dan sekolah. dalam pencegahan perilaku bullying,
sehingga diharapkan dapat dijadikan pedoman untuk ikut berpartisipasi dalam upaya mencegah
perilaku bullying dari individu, keluarga dan guru kelas sehingga anak akan peka terhadap
kejadian perilaku bullying yang ada disekitarnya. Modul pencegahan perilaku bullying ini dapat
dijadikan salah satu bentuk pendekatan pelaksanaan tindakan mandiri perawat dengan
mengitegrasikan semua komponen mulai dari anak, keluarga dan sekolah. Pedoman Pencegahan
Bulying ini terdiri dari 4 Modul yaitu Modul 1 tentang Skrining perilaku bullying, faktor resiko
dan faktor protektif bullying pada anak sekolah, Modul 2 Pencegahan Bullying pada anak
(mengelola emosi, menumbuhkan empati, memecahkan masalah, berperilaku asertif dan
menningkatkan kesadaran diri), Modul 3 Pencegahan bullying pada orang tua ( menjadi orang
tua yang lebih baik, memahami perkembangan anak, memahami cara belajar anak dan
membantu anak sukses di sekolah) dan Modul 4 Pencegahan Bullying pada Sekolah
(menjadikan sekolah ramah anak)

Modul ini digunakan untuk mengukur kemampuan anak dalam mencapai tingkat kesadaran diri
sehingga dapat mencegah perilaku bullying, mengukur tingkat keberfungsian keluarga dalam
mencegah perilaku bullying, serta peran sekolah dalam menciptakan lingkungan sekolah yang
ramah anak. Instrumen yang digunakan Instrument Happiness Scale yang berisi 20 item
pernyataan tentang skala kebahagiaan anak. Instrumen untuk mengukur keberfungsian keluarga
dengan menggunakan FAD (Family Asessment Device) yang terdiri 60 item pernyataan dan
instrumen perilaku bullying yang berisi 22 item pernyataan

1.2. Tujuan

1.2.1. Tujuan Umum


Sebagai acuan pencegahan perilaku bullying dengen melakukan pendekatan menyeluruh pada
anak, keluarga dan sekolah sebagai kesatuan faktor protektif untuk mecegah perilaku bullying
di sekolah.

1.2.2. Tujuan Khusus


Agar Peserta mampu
a. Mengidentifikasi faktor resiko dan faktor protektif perilaku bullying
b. Melaksanakan pencegahan perilaku bullying pada anak dengan Meningkatkan Kesadaran
diri Anak dan mampu Mengelola Emosi, Mampu Menumbuhkan empati, Mampu
Memecahkan Masalah dan Mampu Berperilaku asertif
c. Melaksanakan pencegahan perilaku bullying pada anak dengan Meningkatkan
Keberfungsian Keluarga sehingga keluarga mampu Menjadi orang tua yang lebih baik,
mampu Memahami perkembangan dan perilaku anak, Mampu Memahami cara anak belajar
dan Mampu Membantu anak sukses di sekolah
d. Melaksanakan peran Sekolah sebagai Sekolah Ramah Anak

Kurikulum Modul
2.2. Instrumen Skrining

Skrining masalah kesehatan jiwa menggunakan beberapa instrumen dalam bentuk kuesioner
sesuai dengan kelompok usia. Instrumen tersebut telah teruji secara epiodemiologi
memenuhi kriteria validitas, reliabilitas dan efikasi yang baik.

2.2.1. Skrining Manual

a. Langkah-langkah melakukan skrining

• Menyiapkan kuesioner skrining

• Memastikan individu siap untuk diskrining

• Memberikan penjelasan terkait tujuan skrining, asas kerahasiaan (isu konfedensialitas), dan
pentingnya mengisi kuesioner sesuai keadaan yang sesungguhnya sehingga mendapatkan hasil
yang akurat.
• Pengisian kuesioner dilakukan mandiri atau melalui wawancara b. Jenis instrumen skrining
masalah Kesehatan Jiwa sebagai berikut:
1) Instrumen Strength and Difficulties Questionnaire (SDQ)

• Deteksi dini dapat menggunakan kuesioner SDQ yang mudah dilakukan baik di sekolah
maupun komunitas lainnya.
• SDQ adalah kuesioner untuk deteksi dini masalah perilaku dan emosi pada anak dan remaja
berusia 4 – 18 tahun.
• Kuesioner ini menggambarkan kondisi dalam 6 bulan terakhir

• Berisi 25 pernyataan yang terdiri dari :

a) Domain Masalah emosi (5 butir);

b) Domain Masalah perilaku (5 butir);

c) Domain Hiperaktivitas / inatensi (5 butir);

d) Domain Masalah hubungan dengan teman sebaya (5 butir);

e) Domain Perilaku pro-sosial yang mendukung (5 butir).

• Pernyataan dalam SDQ terdiri dari 5 pernyataan dan dikelompokkan dalam 5


domain dan masing-masing terdiri dari
5 pernyataan. Domain masalah emosi, perilaku, hiperaktifitas dan masalah dengan teman sebaya
menggambarkan kesulitan sedangkan domain perilaku prososial
menggambarkan kekuatan.
• Menentukan nilai masing-masing domain dengan menjumlahkan nilai
dari pernyataan domain masalah emosi, masalah tingkah laku, masalah perilaku hiperaktivitas,
masalah dengan teman sebaya dan prososial.
• Instrumen SDQ (4-10 th) diisi oleh orang tua/pengasuh atau guru yang memahami kondisi
anak, sedangkan SDQ (11-18 th) dapat diisi sendiri oleh remaja atau melalui wawancara oleh
tenaga kesehatan atau non tenaga kesehatan terlatih
Test (ASSIST)

b) Abbreviated Conners' Teacher Rating Scale (ACTRS) untuk skrining gangguan


pemusatan perhatian dan hiperaktifitas (GPPH)
c) Kuesioner Masalah Mental Emosional (KMME) usia 36 – 72 bulan

5) Instrumen Skrining Lainnya

a. Kuesioner Diagnostik Adiksi Internet (KDAI)

b. Patient Health Questionnaire 9 (PHQ-9) merupakan instrumen psikometri yang paling sering
digunakan untuk skrining deteksi dini depresi di fasilitas kesehatan primer.
c. Hopkins Verbal Learning Test (HVLT) untuk skrining demensia d. Geriatric Depression Scale
(GDS) untuk skrining depresi pada
lansia

c. Interpretasi hasil skrining berdasrkan jenis instrumen skrining sebagai berikut:


1). Instrumen SDQ

a) SKOR KESULITAN

(1) Gejala Emosional (E) (2) Masalah Perilaku (C) (3) Hiperaktivitas (H)
(4) Masalah Teman Sebaya (P)

➢ Menghitung Total Skor Kesulitan = Skor E + C + H + P


➢ Penilaian :

Usia < 11 tahun : Usia 11-18 tahun :


Jika Skor = Jika Skor =

0 – 13 : Normal 0 – 15 : Normal

14–15 : Ambang/Boderline 16 – 19 : Ambang/Boderline

(1). Gejala Emosional (E)

- Sering mengeluh sakit pada badan (seperti sakit kepala, perut dll)
- Banyak kekhawatiran
- Sering tidak bahagia, menangis

- Gugup atau mudah hilang percaya diri

- Mudah takut

Penilaian:

Usia < 11 tahun : Usia 11-18 tahun :


Jika Skor = Jika Skor =

0-3 : Normal 0-5 : Normal

4 : Ambang/Boderline 6 : Ambang/Boderline

(2). Masalah Perilaku (C)

- Sering marah meledak-ledak.

- Umumnya berperilaku tidak baik, tidak melakukan apa yang diminta orang dewasa.
- Sering berkelahi.

- Sering berbohong, curang.


- Mencuri. Penilaian :

Usia < 10 tahun : Usia 11-18 tahun :


Jika Skor = Jika Skor =

0-2 : Normal 0-3 : Normal

3 : Ambang/Boderline 4 : Ambang/Boderline

(3). Hiperaktivitas (H)

- Gelisah, terlalu aktif, tidak dapat diam lama.

- Terus bergerak dengan resah.

- Mudah teralih, konsentrasi buyar.

- Tidak berpikir sebelum bertindak

- Tidak mampu menyelesaikan tugas sampai selesai. Penilaian:

Usia < 11 tahun : Usia 11-18 tahun :


Jika Skor = Jika Skor =

0-5 : Normal 0-5 : Normal

6 : Ambang/Boderline 6 : Ambang/Boderline
(4). Masalah Teman sebaya (P)

- Cenderung menyendiri, lebih senang main sendiri.

- Tidak punya 1 teman baik.

- Tidak disukai anak-anak lain.

- Diganggu/digerak oleh anak lain.

- Bergaul lebih baik dengan orang dewasa dari pada anak- anak.

Penilaian:

Usia < 11 tahun : Usia 11-18 tahun :


Jika Skor = Jika Skor =

0-2 : Normal 0-3 : Normal

3 : Ambang/Boderline 4-5 : Ambang/Boderline

b) SKOR KEKUATAN Perilaku Prososial (Pro)


- Mampu mempertimbangkan perasaan orang lain.

- Bersedia berbagi dengan anak lain.

- Suka menolong.

- Bersikap baik pada anak yang lebih muda.

- Sering menawarkan diri membantu orang lain.

Penilaian:

Usia < 11 tahun : Usia 11-18 tahun :


Jika Skor = Jika Skor =

6-10 : Normal 6-10 : Normal

5 : Ambang/Boderline 5 : Ambang/Boderline

- Nilai abnormal berarti suatu ‘kasus’ yang bermakna bagi anak atau remaja yang memiliki
masalah perilaku dan emosi. Kategori ini menjadi perhatian utama dan harus dilakukan
pemeriksaan lanjutan.
- Nilai ambang berarti kita harus memperhatikan bahwa anak atauremaja tersebut
memiliki potensiuntuk mengalami masalah emosi dan perilaku.
Kategori ini juga harus
dimasukkan ke dalam kasus dan membutuhkan pemeriksaan lanjutan.
- Jika ada nilai ambang atau abnormal di salah satu domain atau lebih maka terindikasi
mengalami masalah kesehatan jiwa.

2) SRQ 20

Bila ada terdapat 6 (enam) atau lebih jawaban ya, maka terindikasi mengalami masalah
kesehatan jiwa
3) ASSIST

Arti Skor Keterlibatan Zat Spesifik

Alkohol Semua Zat Selain Alkohol


0 - 10 Risiko rendah 0-3 Risiko rendah
11-26 Risiko sedang 4 - 26 Risiko sedang
27+ Risiko tinggi 27+ Risiko tinggi

• Pasien dengan skor keterlibatan napza spesifik 3 atau kurang (10 untuk alkohol) berada
pada risiko rendah dari masalah yang berkaitan dengan penggunaan napza yang digunakan.
Mereka menggunakan napza tersebut sekali-sekali, sehingga saat ini mereka tidak mengalami
masalah apapun yang berkaitan dengan pemakaian napza tersebut dan berada pada risiko rendah
terjadinya masalah kesehatan yang berhubungan dengan pemakaian napza
di masa mendatang asalkan mereka tetap pada pola yang sama dalam penggunaan napza
tersebut.

• Risiko Sedang

Skor tengah berada di antara 4 dan 26 (11 dan 26 untuk alkohol) untuk setiap napza termasuk
sebagai pemakaian napza berisiko menengah atau sedang terhadap kesehatan dan problem lain,
dan mungkin sudah menunjukkan beberapa problem saat ini. Penggunaan yang
berkelanjutan akan mempengaruhi kesehatan dimasa mendatang dan masalah lain,
termasuk kemungkinan menjadi ketergantungan. Risiko akan meningkat pada pasien dengan
masalah terkait riwayat penggunaan napza sebelumnya dan ketergantungan.
• Risiko Tinggi
Skor 27 atau lebih tinggi untuk tiap napza menyatakan bahwa pasien berada pada risiko tinggi
terjadinya ketergantungan terhadap napza dan mungkin mengalami masalah kesehatan, sosial,
keuangan, hukum dan hubungan sosial sebagai akibat dari penyalahgunaan napza yang mereka
lakukan. Terlebih lagi,pada pasien yang selama 3 bulan terakhir menyuntik napza rata-rata 4
kali tiap bulan cenderung memiliki risiko tinggi.

2.2.2. Skrining Digital

Perkembangan teknologi informasi saat ini sangat memungkinkan skrining dilakukan secara
digital. Skrining masalah kesehatan jiwa secara digital tetap menggunkan kuesioner yang
sudah terstandar seperti SRQ 20 dan SDQ. Pelaksanan skrining secara digital lebih
fleksibel dari sisi waktu dan tempat serta diharapkan dapat menjangkau lebih banyak orang.
a. Menggunakan Google Form

Langkah-langkah membuat skrining digital menggunakan google form:

b. Menggunakan Aplikasi

Skrining masalah kesehatan jiwa sudah tersedia di beberapa aplikasi yang bisa diunduh tanpa
berbayar antara lain:
- SEHAT JIWA → pilih menu deteksi dini → pilih menu deteksi dini
→ pilih metode SRQ 20 untuk usia > 18 tahun
- SINAPZA → skrining keterlinatan penggunaan Napza
menggunakan ASSIST
- AKU KEREN → penjaringan pada anak sekolah untuk kesehatan jiwa menggunakan
SDQ
- aplikasi untuk skrining adiksi internet KDAI

- swaperiksa bunuh diri, cemas, depresi, trauma di website pdskji http://pdskji.org

2.3. Skrining Berbasis Masyarakat dan Institusi

Skrining masalah kesehatan jiwa dapat dilakukan berbasis masyarakat dan institusi kesehatan
serta institusi di luar sektor kesehatan. Skrining berbasis masyarakat dapat dilakukan di UKBM
dan saat kunjungan rumah terintegrasi dengan kegiatan PIS PK. Skrining sebaiknya
dilakukan secara berkala
sekurang-kurangnya setahun sekali untuk individu dengan risiko masalah kesehatan
jiwa.

2.3.1. UKBM: Posyandu, Posbindu, Pos UKK


Skrining masalah kesehatan jiwa dapat terintegrasi dengan program kesehatan lainnya
dalam wadah UKBM.

UKBM Sasaran Instrumen Pelaksana


Posyandu Anak balita SDQ 4-10 Kader terlatih

balita Ibu yang SRQ 20 didampingi Tenaga


kesehatan
memiliki anak
balita
Posyandu Remaja SDQ 11- 18 Kader terlatih

remaja didampingi Tenaga


kesehatan

Posyandu Lansia SRQ 20 Kader terlatih

Lansia didampingi Tenaga


kesehatan

Posbindu Usia15-18 th SDQ 11-18 Kader terlatih


Usia > 18 th SRQ 20
didampingi Tenaga
kesehatan

Pos UKK Pekerja informal SRQ 20 Kader terlatih

(Upaya mulai kelompok didampingi Tenaga


Kesehatan Kerja) usia >18 tahun kesehatan

Skrining juga dapat dilakukan melalui layanan kesehatan jiwa bergerak (MMHS). Beberapa
daerah sudah melakukan layanan ini, antara lain: Sulawesi Utara, Jawa Barat, dll
2.3.2. Institusi:

a. Lembaga Pendidikan; PAUD, Sekolah (TK, SD, SMP, SMA sederajat)

dan Perguruan Tinggi

Skrining masalah kesehatan jiwa di lembaga pendidikan tingkat TK

sampai SMA sederajat dilakukan terintegrasi dengan kegiatan UKS/M


melalui penjaringan kesehatan. Pada tingkat perguruan tinggi dapat

terintegrasi dengan kegiatan Kampus Sehat.

Sasaran Instrumen Pelaksana


Lembaga - Anak usia dini - M CHAT Guru PAUD/
R
PAUD Tenaga Pendidik
- ACTRS diampingi Tenaga
kesehatan dibantu
- KMME kader

TK & - Siswa baru dan SDQ 4-10 Pendidik/tenaga

sederajat tingkat akhir kependidikan


didampingi tenaga
- Siswa korban kesehatan
dan pelaku
perundungan
SD & - Siswa/santri SDQ 4-10

sederajat baru dan tingkat SDQ 11-18


SMP & akhir SDQ 11-18
- Siswa korban
sederajat dan pelaku
SMA & SDQ 11-18 Pendidik/tenaga
perundungan
sederajat kependidikan
didampingi tenaga
kesehatan

Perguruan Mahasiswa baru SRQ 20 Pendidik/tenaga

Tinggi dan tingkat akhir kependidikan


didampingi tenaga
kesehatan

b. Tempat Kerja

Sasaran Instrumen Pelaksana


Pekerja SRQ 20 Tenaga

kesehatan

c. Panti Sosial/Lembaga rehabilitasi sosial

Sasaran Instrumen Pelaksana


Penghuni panti usia SDQ 4-10 Tenaga kesehatan /pekerja

anak-remaja SDQ 11 - 18 sosial


Penghuni panti usia SRQ 20 Tenaga kesehatan /pekerja

dewasa sosial
Penghuni panti usia SRQ 20 Tenaga kesehatan /pekerja

lansia GDS HVLT sosial

Petugas panti SRQ 20 Tenaga kesehatan /pekerja

sosial

d. Lapas/Rutan/LPKA

Sasaran Instrumen Pelaksana


LPKA Warga binaan SDQ 11 - 18 Tenaga

LPKA kesehatan

Lapas/Rutan Warga binaan SRQ 20 Tenaga

Lapas/Rutan kesehatan

e. Fasyankes

Sasaran Usia (tahun) Instrumen Pelaksana


• Anak 0-5 MCHAT-R Tenaga

ACTRS KMME kesehatan

• Pasien penyakit 4-10 SDQ 4-10 Tenaga


kronis
• Pasien dengan kesehatan
penyakit 10-18 SDQ 11 - 18
fisik yang
tidak membaik
setelah diobati dengan 19-59 SRQ 20
adekuat.
• Ibu hamil >59 SRQ 20
dan post partum
• Calon pengantin GDS HVLT
2.4. Tindak Lanjut Skrining

• Bila dari interpretasi hasil skrining didapatkan dalam batas normal maka maka diberikan
promosi kesehatan jiwa dalam bentuk edukasi agar menjaga tetap sehat jiwa.
• Bila hasil skrining mengindikasikan ada masalah kesehatan jiwa maka dilakukan:
o Promosi kesehatan jiwa melalui komunikasi, informasi dan edukasi

(KIE)

o Prevensi gangguan jiwa dengan mengurangi faktor risiko dan mengatasi gejala serta
tanda masalah kesehatan jiwa
o Rujuk ke fasyankes untuk pemeriksaan lanjutan wawancara psikiatrik (multi disiplin)
agar diketahui ada atau tidaknya gangguan jiwa. Bila ada gangguan jiwa maka dilakukan
tata laksana sesuai diagnosis gangguan jiwanya. Bila tidak ada gangguan jiwa maka diberikan
promosi kesehatan jiwa dan prevensi gangguan jiwa.
DETEKSI DINI

Sasaran: Usia 15 -18 Sasaran:


SDQ SRQ 20 Usia > 18

Normal Borderline Abnormal ≥6 <6

Promosi Kesehatan Menjaga tetap GME + GME + Promosi kesehatan


sehat jiwa Promosi Menjaga tetap
Konseling Kesehatan sehat jiwa
oleh guru* Rujuk ke
Promosi fasyankes
kesehatan
Rujuk ke Prevensi
fasyankes gangguan
Prevensi Jiwa
gangguan
jiwa

Pemeriksaan lanjutan wawancara psikiatrik multi disiplin

Tidak Ada
*konseling oleh guru bila Gangguan Diagnosis Gangguan Jiwa
dilakukan skrining di Jiwa
sekolah

Promosi Kesehatan Tata Laksana


Prevensi gangguan jiwa Multisiplin

2.5. Indikator Kinerja Kegiatan

Salah satu inidkator yang tertuang dalam revisi Renstra Kemenkes tahun

2020-2024 adalah persentase penduduk > 15 tahun dengan risiko masalah kesehatan jiwa yang
mendapatkan skrining. Target capaian indikator tersebut secara berturut-turut mulai 2022-2024
adalah 30%, 60 % dan 90%
2.5.1. Definisi Operasional

Penduduk usia ≥ 15 tahun dengan risiko masalah kesehatan jiwa, yang dilakukan
skrining dengan menggunakan instrumen SDQ (untuk usia 15-18 tahun) dan/ atau SRQ-20
(usia diatas 18 tahun), dan/ atau ASSIST, yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dan/ atau guru
terlatih.
2.5.2. Cara Penghitungan

Jumlah penduduk >15 tahun dengan risiko masalah


kesehatan jiwa yang mendapatkan
Rumus skrining dalam kurun waktu
satu tahun X
Perhitungan 100

= %
Jumlah estimasi penduduk >15 tahun dengan risiko masalah kesehatan jiwa di
wilayahnya

Catatan:

Numerator: Jumlah penduduk >15 tahun dengan risiko masalah kesehatan jiwa di wilayah
kerja Kab/Kota yang mendapatkan skrining dalam kurun waktu satu tahun.

Penduduk dengan risiko masalah kesehatan jiwa mengacu kepada sasaran kelompok
berisiko masalah kesehatan jiwa pada tabel 1

Denominator : Jumlah penduduk >15 tahun yang berisiko msalsah kesehatan jiwa
berdasarkan estimasi di wilayah kerja Kab/Kota dalam kurun waktu satu tahun yang sama.

Hasil estimasi penduduk >15 tahun yang berisiko masalah kesehatan jiwa diperoleh dari
data WHO yang menyatakan 1 dari 4 orang berisiko mengalami gangguan jiwa (1/4)
dikalikan jumlah penduduk usia > 15 tahun di wilayah tersebut dalam kurun waktu yang
sama.

Contoh Perhitungan:

Jumlah penduduk > 15 tahun di Kabupaten “P” pada tahun 2022

adalah 670.200 orang.

Estimasi jumlah penduduk > 15 tahun dengan risiko masalah kesehatan jiwa di Kab ”P”
tahun 2022 adalah (1/4) x 670.200 = 167.550 orang. Target capaian indikator persentase
penduduk > 15 tahun dengan risiko masalah kesehatan jiwa yang mendapatkan skrining
pada tahun 2022 sebesar 30%, yaitu (30/100) x 167.550 = 50.265 orang.
Bila jumlah penduduk > 15 tahun dengan risiko masalah kesehatan jiwa yang mendapatkan
skrining sebesar 51.000, maka persentase penduduk > 15 tahun dengan risiko masalah
kesehatan jiwa yang mendapatkan skrining adalah: (51.000/167.550) x 100 % = 30,4%.
Jika ini terjadi maka capaian IKK melebihi target pada tahun tersebut.

2.5.3. Pencapaian sasaran indikator

Terdapat beberapa langkah yang dilakukan untuk pencapaian sasaran indikator, yaitu:
a. Dinas Kesehatan Kab/Kota menentukan sasaran: jumlah
penduduk usia > 15 tahun di wilayah Kab/ Kota berdasarkan Kepmenkes No.
HK.01.07/Menkes/5675/2021tentangData Penduduk Sasaran Program
Pembangunan Kesehatan Tahun
2021-2025)

b. Dinas Kesehatan Kab/Kota menentukan target sasaran pertahun sesuai Renstra


Kemenkes. Misal tahun 2022: penduduk > 15 tahun dengan risiko masalah kesehatan jiwa
yang mendapatkan skrining sebesar 30%
c. Dinas Kesehatan Kab/Kota menentukan target sasaran Kab/ Kota

sebagai berikut:

Target sasaran penduduk usia > 15 tahun dengan risiko


masalah kesehatan jiwa yang mendapatkan skrining = A X 1/4 X B (Kab/Kota)

Keterangan:

A: jumlah penduduk usia > 15 tahun di wilayah Kab/ Kota

B: target indikator skrining pertahun sesuai Renstra Kemenkes

d. Dinas Kesehatan Kab/ Kota mendistribusikan target sasaran kepada puskesmas


di wilayah kerja, sesuai proporsi jumlah penduduk
e. Dinas Keshatan Kab/Kota menentukan target sasarantiap

Puskesmas melalui penghitungan sebagai berikut

Target sasaran penduduk usia > 15 tahun dengan risiko

masalah kesehatan jiwa yang mendapatkan skrining = D X E (Puskesmas) A

Keterangan:

A : Jumlah penduduk usia > 15 tahun Kab/ Kota

D : Jumlah penduduk usia > 15 tahun wilayah kerja Puskesmas

E : Target sasaran penderita GME > 15 tahun Kab/Kota

f. Puskesmas membagi target sasaran penduduk > 15 tahun dengan risiko masalah
kesehatan jiwa yang mendapatkan skrining dalam
kurun waktu satu tahun menjadi target tiap bulan sehingga memudahkan untuk
monitoring dan evaluasi.
g. Penduduk usia > 15 tahun dengan risiko masalah kesehatan jiwa yang telah
dilakukan skirining maka dicatat dan dilaporkan sebagai capaian penduduk dengan risiko
masalah kesehatan jiwa yang mendapatkan skrining.
BAB III TATA KELOLA

Skrining masalah kesehatan jiwa perlu ditata dan dikelola dengan baik mengikuti siklus
manajemen yaitu proses perencanaan, pengorganisasian/pelaksanaan, monitoring dan evaluasi.
Tata kelola dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mendapat tugas sebagai pemegang program
kesehatan jiwa di dinas kesehatan dan/atau puskesmas merujuk ke Pedoman Tata Kelola
Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Jiwa

3.1. Perencanaan

3.2. Pengorganisasian

3.2. Pencatatan dan Pelaporan

3.3. Monitoring dan Evaluasi


BAB IV PENUTUP

Anda mungkin juga menyukai