Anda di halaman 1dari 13

HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM

E-COMMERCE
Disusun Guna Memenuhi Tugas : Aspek Hukum Dalam Bisnis

Dosen Pengampu : Febrina Soraya Tanjung. Sp., M.M.

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 3 :

1. Rein Christofer Sidabutar (21120022)


2. Nico Christianto Panjaitan (21120025)
3. Syafirah Innaiyah (21120031)
4. Intan Puspita (21120033)
5. Nadya Angelina Syafitri Manik (21120092)

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI INDONESIA


PROGRAM STUDI MANAJEMEN
T.A
2021/2022
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ................................................................................................ i
KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 2
1.3 Tujuan .......................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 3


2.1 Definisi E-Commerce ................................................................... 3
2.2 Hukum Perlindungan Konsumen Dalam E-Commerce ................. 4
2.3 Contoh Kasus Terhadap Perlindungan Konsumen dalam E-
Commerce ..................................................................................... 6
BAB III PENUTUP ...................................................................................... 8
3.1 Kesimpulan ................................................................................. 8
3.2 Saran ............................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 10

i
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kita panjatkan untuk ALLAH SWT atas berkat, rahmat,
taufik, serta hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Aspek Hukum
dalam Bisnis yang berjudul “ Hukum Perlindungan Konsumen Dalam E-Commerce“
dengan sebaik-baiknya.
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun mempunyai beberapa kendala di
antaranya sulit untuk mencari sumber referensi, kendala lainnya yaitu tidak samanya
waktu dan keperluan masing-masing anggota untuk mendiskusikan makalah sehingga
penyusunan makalah sedikit terhambat.
Untuk itu, penyusun mengucapkan terima kasih kepada para anggota yang
dengan senantiasa kompak dan semangat untuk menyelesaikan makalah ini. Dan tak
lupa kepada dosen pengampu mata kuliah Aspek Hukum Dalam Bisnis yaitu Febrina
Soraya Tanjung. Sp., M.M. yang telah memberikan arahan kepada kami sehingga
makalah ini dapat terselesaikan.
Meskipun penyusun telah menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya ,
tentu tak luput dari kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu penyusun mengharapkan
kritik dan saran yang membangun, agar makalah ini bisa lebih baik ke depannya.
Demikian semoga makalah ini bermanfaat bagi pembacanya. Sekian dan terima
kasih.

Medan, 28 Maret 2022


Hormat Kami

Penyusun.

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Internet membawa perekonomian dunia memasuki babak baru yang lebih
populer dengan istilah digital economic atau ekonomi digital. Keberadaannya
ditandai dengan semakin maraknya kegiatan perekonomian yang memanfaatkan
internet sebagai media komunikasi. Perdagangan misalnya, semakin banyak
mengandalkan perdagangan elektronik atau electronic commerce(e-commerce)
sebagai media transaksi.
Perdagangan yang berbasis teknologi canggih, e-commerce telah
mereformasi perdagangan konvensional di mana interaksi antara konsumen dan
perusahaan yang sebelumnya dilakukan secara langsung menjadi interaksi yang
tidak langsung. E-commerce telah mengubah paradigma bisnis klasik dengan
menumbuhkan model - model interaksi antara produsen dan konsumen di dunia
virtual.
Sistem perdagangan yang dipakai dalam e-commerce dirancang untuk
menandatangani secara elektronik. Penandatanganan elektronik ini dirancang
mulai dari saat pembelian, pemeriksaan dan pengiriman. Pengertian e-commerce
sendiri adalah segala bentuk transaksi perdagangan atau perniagaan barang atau
jasa dengan menggunakan media elektronik.
Dampak dari adanya internet sebagai hasil dari kemajuan perkembangan
teknologi informasi bagi konsumen di satu sisi telah mengubah perilaku konsumen
menjadi semakin kritis dan selektif dalam menentukan produk yang akan
dipilihnya. Begitu pula bagi produsen, kemajuan ini memberi dampak positif
dalam memudahkan pemasaran produk sehingga dapat menghemat biaya dan
waktu. Sebaliknya, karena kedua belah pihak secara fisik tidak bertemu maka
kemungkinan lahirnya bentuk-bentuk kecurangan atau kekeliruan menjadi
perhatian utama yang perlu penanganan lebih besar.
Dampak negatif dari e-commerce itu sendiri cenderung merugikan konsumen.
Di antaranya dalam hal yang berkaitan dengan produk yang dipesan tidak sesuai
dengan produk yang ditawarkan, dan hal-hal lain yang tidak sesuai dengan
kesepakatan sebelumnya. Contoh kasus saat belanja barang secara online, tapi
barang yang dibeli tidak sama dengan yang dilihat difoto pada iklan yang dipajang.

1
Apakah itu termasuk pelanggaran hak konsumen? Apakah dapat menuntut penjual
untuk mengembalikan uang atau mengganti barang yang telah dibeli tersebut.
Maka dari itu, dalam tulisan ini akan dipaparkan mengenai bagaimana
perlindungan hukum yang seharusnya bagi konsumen dalam menghadapi
kenyataan peristiwa yang sedang kekinian dan terbaru di jaman saat ini yakni
transaksi jual-beli secara E-Commerce berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang mana telah tertuang dalam Undang- Undang Nomor 8
tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana bentuk perlindungan hukum bagi konsumen dalam e-commerce ?
2. Bagaimana bentuk pelanggaran hak konsumen yang dialami konsumen dalam
e-commerce ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum bagi konsumen dalam e-
commerce ?
2. Untuk mengetahui bentuk pelanggara hak konsumen yang dialami konsumen
dalam e-commerce ?

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi E-Commerce

Kemajuan teknologi informasi membawa perubahan pada proses komunikasi, peranan


komunikasi semakin penting akibat dari tuntutan aktifitas dunia modern yang serba cepat.
Salah satu teknologi yang berhasil menjawab kebutuhan tersebut adalah teknologi internet.
Hingga saat ini belum ada kesepakatan tunggal diantara para pakar mengenai definisi E-
Commerce, karena setiap pengamat dari praktisi memberikan penekanan yang berbeda, hal ini
disebabkan permasalahan E-Commerce adalah permasalahan yang kompleks baik di pandang
dari perspektif sains-teknologi, maupun dipandang dari perspektif ekonomi dan hukum.

1. Menurut Kamlesh K.Bajaj dan Debjani Nag. Mengatakan E-Commerce merupakan


suatu bentuk pertukaran informasi bisnis tanpa menggunakan kertas(Papersless
Exchange Of Business Information) melainkan dengan menggunakan EDI (Electronic
Data Interchange), Elekronic Mail (E-mail) Electronic Buletin Boards (EBB),
Electronic Funds Transfer EFT) dan melalui teknologi jaringan lainnya (M.Arsyad
Sanusi,2001:14-16).
Ada beberapa faktor yang memperkuat proses perdagangan yang semula
didasarkan pada kertas, sekarang ini beralih kepada media elektronik yaitu bahwa E-
Commerce memiliki kemampuan untuk menjangkau lebih banyak pelanggan dan setiap
pelanggan dapat mengakses seluruh informasi yang up to date dan terus menerus, dapat
mendorong kreatifitas dari pihak penjual secara cepat dan tepat dan pendistibusian
informasi yang disampaikan berlangsung secara priodik, menciptakan efisiensi yang
tinggi, murah serta informatif, dapat meningkatkan kepuasan pelanggan dengan
pelayanan yang cepat, mudah dan aman (Budi Agus Riswandi, 2003:115-116).

2. Kalalota dan Whinson, E-Commerce lebih ditekankan pada aspek sosio- ekonomi
yaitu E-Commerce adalah sebuah metodelogi bisnis modern yang berupaya memenuhi
kebutuhan organisasi para pedagang dan konsumen untuk mengurangi biaya(cost),
meningkatkan kualitas barang dan jasa serta meningkatkan kecepatan jasa layanan
pengantaran barang (M.Arsyad Sanusi, 2001:14-16)

3
3. Menurut Anastasia Diana perkembangan E-Commerce juga disebabkan karena
memberikan beberapa dampak positif bagi aktifitas pemasaran, diantaranya
memudahkan promosi produk dan jasa secara interaktif dan real-time melalui sarana
komunikasi langsung via internet, menciptakan saluran distribusi baru yang
menjangkau lebih banyak pelanggan di hampir semua belahan dunia, memberikan
penghematan signifikan dalam hal biaya pengiriman informasi, menekan waktu siklus
dan tugas-tugas administratif terutama pemasaran internasional mulai dari pesanan
hingga pengiriman produk, layanan pelanggan yang lebih responsif dan memuaskan,
menghemat waktu dan biaya dalam menangani pesanan karena sistem pemasaran
elektronik memungkinkan pemesanan yang lebih cepat dan akurat (Anastasia Diana,
2001:77-78).

2.2 Hukum Perlindungan Konsumen Dalam E-Commerce

1. Masyarakat dan Hukum

Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk
memberi perlindungan kepada konsumen. Indonesia belum memiliki undang-undang tentang
E-Commerce, maka untuk memberikan perlindungan terhadap konsumen, hanyalah Undang
Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Ada beberapa prinsip yang
harus di tegakkan sebagai solusi penegakan hukum perlindungan konsumen yaitu :

1. Menegakkan larangan yang dikatagorikan sebagai tindakan pelaku usaha yang dapat
menghambat perdagangan.
2. Larangan bagi tindakan pelaku usaha yang mengakibatkan berkurangnya persaingan,
mengandung hak untuk setiap anggota masyarakat untuk diperbolehkan menjalankan
aktifitas ekonomi.
3. Larangan yang memungkinkan pelaku usaha untuk tidak memberikan pilihan bagi
konsumen, larangan ini ditujukan supaya pelaku usaha tidak mengupayakan adanya
pemusatan kegiatan produksi dan pemasaran (Ahmad M. Ramli, 2002:15-16).

Dalam hal ini harus diakui pula bahwa konsumen di Indonesia masih sangat rendah kesadaran
hukumnya. Rendahnya kesadaran hukum ini memang tidak dapat dilepaskan dari berbagai
kelemahan yang ada pada konsumen, maka upaya untuk memberdayakan konsumen dengan
berbagai program pendidikan (kesadaran) konsumen harus segera diagendakan dan

4
dilaksanakan. Patut dicatat disini bahwa konsumen mempunyai hak untuk memperoleh
pendidikan guna meningkatkan kesadaran akan hak-haknya. Adapun faktor eksternal hukum
itu meliputi: kebijakan-kebijakan di bidang ekonomi, sosial politik, pendidikan dan lain-lain
Jelas bahwa faktor ekternal dari hukum itu pun sangat menentukan efektivitas implementasi
UUPK.

Kalau dilihat dari materi hukum yang ada dalam UUPK sekarang ini, tetap harus diakui
bahwa terdapat cukup banyak kemajuan yang berarti bagi konsumen ketimbang sebelum
lahirnya UU ini. Di antaranya kemajuan itu antara lain ditegaskannya hak-hak konsumen
sebagaimana dimuat dalam Pasal 4 UUPK, sebagai berikut :

Hak Konsumen adalah :

a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan
atau jasa.
b. Hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang atau jasa tersebut
sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan atau jasa.
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan atau jasa yang
digunakan.
e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut.
f. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau jasa penggantian barang dan
atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

2. Perlindungan Konsumen dari Sisi Hukum Pidana

Pada prinsipnya suatu peraturan itu dibuat untuk mengatur perbuatan pada masa yang
akan datang. Suatu peraturan itu akan lebih efektif apabila di dalamnya diatur pula suatu
ketentuan, apabila peraturan tersebut dilanggar maka perlu adanya sanksi yang diberikan dan
salah satu sanksi yang dianggap efektif adalah sanksi pidana. Dalam BAB XIII Undang-

5
Undang Perlindungan Konsumen memberikan dua jenis sanksi yaitu sanksi administratif dan
sanksi pidana yang diatur dalam pasal 60 sampai 63.

2.3 Contoh Kasus Pelanggaran Terhadap Perlindungan Konsumen E-Commerce

1. Bentuk pelanggaran hak konsumen yang dialami oleh konsumen Online Shop di
Instagram
Diperlukan perlindungan hukum bagi warga Negara terhadap tindakan hukum
pemerintah. Menurut Sjachran Basah, perlindungan terhadap warga Negara diberikan
bila sikap tindak administrasi Negara itu menimbulkan kerugian terhadapnya,
sedangkan perlindungan terhadap administrasi Negara itu sendiri dilakukan terhadap
sikap tindaknya dengan baik dan benar menurut hukum baik tertulis maupun tidak
tertulis.(Sjachran Basah, 1992)Pembahasan tentang bentuk pelanggaran hak konsumen
yang dialami oleh konsumen online shop di Instagram dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Konsumen Tidak Menerima Barang yang Sesuai dengan yang Dipesan


Hak untuk melindungi konsumen yang tidak menerima barang sesuai dengan
pesanannya akibat informasi dari penjual yang tidak sesuai dengan barang yang dijualnya,
hal ini berdasarkan pada Pasal 4 huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen menjamin hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.
Konsumen dapat menggugat pelaku usaha yang melakukan kecurangan
dengan memberikan barang yang tidak sesuai dengan foto pada iklan toko online tersebut,
dimana hal itu diterangkan dalam Pasal 49 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun
2012 Tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik yang menjelaskan bahwa
pelaku usaha wajib memberikan batas waktu kepada konsumen untuk mengembalikan
barang yang dikirim apabila tidak sesuai dengan perjanjian atau terdapat cacat
tersembunyi.(Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan
Sistem dan Transaksi Elektronik, n.d.)
Menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen yaitu konsumen berhak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai

6
kondisi dan jaminan barang dan atau jasa, dimana keadaan tersebut di atas menjelaskan
bahwa pelaku usaha sering melakukan kelalaian yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan
alasan-alasan tersebut.
Menurut Pasal 19 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 yang
berbunyi sebagaimana berikut:
1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran,
dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang
dihasilkan atau diperdagangkan.
2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau
penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan
kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
3) Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal
transaksi.
4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih
lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.
5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila
pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan
konsumen.

Hal ini juga dapat dikategorikan dalam tindakan yang dapat merugikan konsumen
dalam pengertian bahwa transaksi yang telah disepakati tidak semestinua pengiriman barang
menjadi tidak sesuai dengan yang dipesan oleh konsumen baik secara mutu, kualitas dan jenis
barang tersebut. Ancaman pidana adanya penipuan dalam pasal 378 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana, yang berbunyi: (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, n.d.)

“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat,
ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang esuatu
kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang diancam karena
penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”

7
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan dan Saran


A. Kesimpulan

Transaksi jual-beli melalui E-Commerce saat ini dan terutama diwilayah


hukum negara Indonesia telah berkembang dengan pesat. Indonesia telah
memiliki landasan hukumnya mengenai perlindungan konsumen yakni Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen disamping masih
adanya peraturan perundang-undangan lainnya mengatur hal yang sama.

Konsumen dalam hal ini harus diberikan berbagai perlindungan khusus


yang mana sangat rentan dengan berbagai kemungkinan yang akan merugikan
pihak konsumen itu sendiri dari para pelaku usaha yang tidak beritikad baik
dalam melakukan transaksi jual-beli secara online. Transaksi secara online bagi
pihak para pelaku usaha maupun konsumen masing-masing harus memiliki
iktikad baik dari awal.Jika para pihak konsumen maupun para pelaku usaha
dalam melakukan transaksi jual beli terdapat permasalahan maka dapat
menggunakan sarana UUPK yang mana sebagai pedoman bagi konsumen
terutama untuk memperjuangkan hak-haknya untuk melindungi kepentingannya.

Tidak menutup kemungkinan bagi para pelaku usaha jika mendapatkan


pembeli yang tidak memiliki iktikad baik dapat menyelesaikan hal melalui proses
yang serupa. pada intinya, tidak cukup sampai disini peraturan terkait
perlindungan konsumen menjadi wadah maupun sarana hukum bagi pihak
konsumen maupun para pelaku usaha. Masih ada beberapa perbaikan dan
tambahan substansi peraturan yang perlu ditambah untuk melindungi berbagai
pihak. Mengingat perkembangan ilmu pengetahuan semakin pesat maka kita
selayaknya juga harus mewaspadai berbagai kemungkinan yang akan merugikan
kepentingan kita.

8
B. Saran

Era kebangkitan telah nyata baik secara global maupun nasional. Di Indonesia hal
ini sudah ada satu respon positif dengan diundangkannya UUPK meskipun masih
ditemukan kekurangannya. Di era reformasi, demokratisasi dan penguatan hak-hak sipil
warga negara, adalah wajar apabila kemudian konsumen berkehendak untuk memperbaiki
bargaining powernya di hadapan pelaku usaha dan pemerintah.

Maka bagaimanapun juga UUPK ini harus ditegakkan dalam hubungan-hubungan


bisnis dan perdagangan pada umumnya demi terwujudnya suatu keadilan. Sudah bukan
jamannya lagi pemerintah selalu berpihak pada kalangan bisnis (pengusaha), berbisnis
seenaknya sendiri dengan mempergunakan pola anomie of success. Ketentuan pidana
hendaknya ditempatkan sebagai primum remidium sehingga UUPK betul-betul berfungsi
dengan sanksi pidananya sebagai prevensi spesial maupun general dari tindak pidana
korporasi (corporate crime).

9
DAFTAR PUSTAKA

blc-fhuii-v-01-02-cindy-aulia-khotimah-jeumpa-crisan-chairunnisa-
perlindungan-hukum-bagi-konsumen-dalam-transaksi-jual-beli-online-e-
commerce.pdf

https://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/1999/8TAHUN~1999UU.htm

https://journal.lldikti9.id/plenojure/article/download/352/227/

Firman Turmantara. (2016). Hukum Perlindungan Konsumen. Malang: Setara


Press.

Gultom, E. (2003). Perlindungan Konsumen dalam Transaksi Perdagangan


melalui E-commerce. Jakarta: Penerbit Elips II

10

Anda mungkin juga menyukai