Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Transaksi Jual Beli Secara Online
Sesuai Dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen
Dosen Pengampu :
I Dewa Ayu Dwi Mayasari,SH.,MH.
Kelompok 5 (Kelas L)
1. I Putu Agus Rhanda Putra (2204551417)
2. I Gede Wahyu Iswarya Putra (2204551423)
3. I Made Erick Surya Agustino (2204551424)
4. Amelia Wiriani Maria Da Silva (2204551431)
5. I Made Laksman Kumara Adiloka (2204551435)
6. Yosafat Gabriel Sirait (2204551438)
7. Komang Ariwani (2204551439)
Puji syukur diucapkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan
terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik pikiran maupun materinya.
Dalam transaksi jual beli online, penting untuk menghindari praktik bisnis yang tidak
etis atau merugikan konsumen. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menghindari
kerugiaan tersebuat serta penyelesaian sengketa yang bisa dilakasanakan . Dalam pengantar
ini, kami akan menjelajahi lebih dalam tentang perlindungan hukum terhadap konsumen dalam
transakasi jual beli online.
Akhir kata, kami berterima kasih atas dukungan dan kesempatan yang diberikan
dalam penulisan makalah ini. Semoga makalah ini memberikan kontribusi yang berarti bagi
para pembaca. Terima kasih
Hormat kami,
Kelompok 5
DAFTAR ISI
2.2 Pengaturan hukum mengenai perlindungan konsumen dalam transaksi jual beli
secara online sesuai dengan UU Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen... 3
2.3 Permasalahan hukum yang sering terjadi dalam transaksi jual beli secara online dan
apa saja upaya yang dapat dilakukan untuk mencegahnya................................................. 6
2.5 Bagaimana menjamin keamanan data pribadi konsumen dalam transaksi jual beli
online ................................................................................................................................ 11
2.6 Langkah-langkah yang dapat diambil oleh konsumen jika terjadi sengketa dalam
transaksi jual beli online ................................................................................................... 12
i
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
Dilihat dari adanya latar belakang, dapat dibentuknya rumusan masalah sebagai berikut :
1.2.1. Bagaimana pengaturan hukum mengenai perlindungan konsumen dalam transaksi
jual beli secara online sesuai dengan UU Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen?
1.2.2. Apa saja permasalahan hukum yang sering terjadi dalam transaksi jual beli secara
online dan bagaimana cara mengatasinya?
1.2.3. Apa saja hak-hak konsumen yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan terkait perlindungan konsumen dari bisnis jual beli online?
1.2.4. Bagaimana menjamin keamanan data pribadi konsumen dalam transaksi online?
1.2.5. Apa saja langkah-langkah yang dapat diambil oleh konsumen jika terjadi sengketa
dalam transaksi jual beli online?
1.2.6. Apakah regulasi saat ini mampu melindungi konsumen dalam transaksi jual beli
online ? dan bagaimana cara meningkatkan perlindungan konsumen tersebut ?
1.3 Tujuan
1.3.1. Untuk memberikan kenyamanan, keamanan, dan keselamatan bagi konsumen
dalam melakukan transaksi jual beli barang atau jasa.
1.3.2. Untuk mencegah terjadinya atau terulang kembali kerugian bagi konsumen.
1.3.3. Untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak konsumen.
1.3.4. Untuk meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen
melindungi diri.
1.3.5. Untuk memberikan kepastian hukum bagi konsumen
1.4 Manfaat
Secara teoritis memberikan landasan hukum yang kuat bagi masyarakat agar dapat
melakukan transaksi jual beli. Dengan adanya perlindungan hukum yang memadai,
diharapkan masyarakat dapat melakukan transaksi jual beli dengan aman dan nyaman. Selain
itu, perlindungan hukum terhadap konsumen juga dapat mendorong terciptanya usaha yang
baik dan saling menguntungkan kedua belah pihak.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Konsumen adalah seseorang yang membeli atau menyewa barang, jasa, dan fasilitas
yang disediakan oleh pelaku usaha. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang
menjamin kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen dan
memastikan hak-hak konsumen dalam transaksi atau menggunakan produk dan jasa.
perlindungan konsumen mencakup keseluruhan peraturan dan hukum yang mengatur hak dan
kewajiban konsumen dan pelaku usaha.
2.2 Pengaturan hukum mengenai perlindungan konsumen dalam transaksi jual beli
secara online sesuai dengan UU Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen
Kegiatan bisnis online saat ini sering dimanfaatkan banyak orang, dan pada
perkembangannya ada konflik antara penjual dan pembeli terkait transaksi online. Dengan
adanya jual beli online ini masyarakat sangat berharap dengan kemudahan berupa efisiensi
jarak dan waktu dari transaksi melalui online. Dalam Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) menyatakan bahwa pengertian
konsumen yaitu bahwa konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang
tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun
makhluk hidup lain dan tidak diperdagangkan. Dalam Pasal 1 UUPK mengindentifikasi bahwa
perlindungan konsumen merupakan segala bentuk upaya pemerintah untuk menjamin
kepastian hukum untuk melindungi konsumen. Tujuan dari UUPK adalah untuk melindungi
kepentingan konsumen ketika bertransaksi yang sekaligus dapat menjadi acuan pelakku usaha
untuk meningkatkan mutu produk yang dijualnya.
Dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, mengatur mengenai berbagai
kewajiban yang harus dipenuhi pelaku usaha, ketika menawarkan dan menjual suatu produk
yaitu :
1. Memiliki itikad baik saat menjalankan usahanya.
2. Memberikan informasi yang sebenarnya, jelas, serta jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang/jasa serta memberikan kejelasan penggunaan, perbaikan dan
pemeliharaan atas produk yang di jualnya.
3. Tidak diskriminatif, sehingga dapat memperlakukan atau melayani konsumen secara
benar dan jujur.
3
4. Memberikan jaminan berupa mutu barang dan jasa yang diproduksinya berdasarkan
ketentuan standar mutu barang dan jasa yang berlaku.
5. Memperbolehkan konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang serta
memberikan garansi atas barang yang dibuat atau diperdagangkan.
6. Memberikan kompensasi berupa ganti rugi atau penggantian atas kerugian
akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan atau jasa yang
diperdagangkan.
7. Memberikan kompensasi atau ganti rugi berupa penggantian barang apabila
barang atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan yang
ditawarkan.1
Meningat transaksi online dilakukan dengan tanpa tatap muka secara langsung dan
antara konsumen dan pelaku usaha tidak saling mengenal, maka perlindungan konsumen pada
transaksi online sangat rawan terlanggar sehingga menempatkan konsumen pada posisi tawar
(bargaining position) yang lemah. Maka diperlukan adanya perlindungan hukum terhadap
konsumen dalam transaksi online
Perlindungan terhadap Konsumen dalam hal Penyelesaian Sengketa Transaksi Online
Transaksi online dilakukan melalui media internet sehingga dalam proses transaksi antara
konsumen dan pelaku usaha tidak bertatap muka secara langsung. Perjanjian dalam
transaksi online dituangkan dalam kontrak elektronik, realisasi dari kontrak elektronik
apabila sesuai dengan apa yang telah disepakati oleh konsumen dan pelaku usaha maka
hubungan hukum antara keduanya sudah selesai, namun apabila dalam realisasi kontrak
elektronik tersebut tidak sesuai maka menimbulkan permasalahan. Permasalahan ini timbul
akibat dari ketidakpuasan salah satu atau kedua belah pihak, permasalahan mengenai
konsumen lazim disebut dengan sengketa konsumen. Penyelesaian sengketa konsumen dalam
transaksi online dapat menggunakan ketentuan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen, tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa
apabila pelaku usaha menolak dan/atau tidak memberi tanggapan dan/atau tidak memenuhi
ganti rugi atas tuntutan konsumen, maka konsumen diberikan hak untuk menggugat pelaku
usaha dan menyelesaikan perselisihan yang timbul melalui Badan Penyelesaian Sengketa
1Mira Erlinawati dan Widi Nugrahaningsih. "Implementasi Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen terhadap Bisnis Online." Serambi Hukum, vol. 11, no. 01, 29 Jul. 2017,
pp. 27-30
4
Konsumen atau dengan cara mengajukan gugatan kepada peradilan di tempat kedudukan
konsumen tersebut. 2
Hal tersebut senada dengan Pasal 45 Ayat 1 Undang Undang Perlindungan Konsumen
yang menyebutkan “Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui
lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau
melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum”. 3Berdasarkan ketentuan
tersebut, konsumen dijamin oleh Undang-Undang untuk dapat mempertahankan hak-haknya
terhadap pelaku usaha, selain itu konsumen juga diberikan pilihan untuk menentukan bentuk
penyelesaian sengketa yang akan dipilih sebagaimana yang ditentukan pada Pasal 45 ayat 2
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen “Penyelesaian
sengketa konsumendapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan
pilihan sukarela para pihak yang bersengketa”. (nila juniarti, 2014: 41).
Upaya penyelesaian sengketa konsumen menurut ketentuan Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen terdapat dua pilihan, yaitu:
a. Melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum. Ada beberapa cara
yang dapat dipakai dalam proses beracara dalam penyelesaian sengketa konsumen
di pengadilan, yaitu :
• Gugatan perdata biasa/konvensional
• Gugatan perdata gugatan kelompok atau class action; Dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen gugatan kelompok
atau class actiontelah tercantum pada pasal 46 ayat 1 huruf b yang
menyatakan bahwa gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan
oleh sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama. Dalam
hal ini gugatan kelompok harus diajukan oleh sekelompok konsumen yang
benar-benar dirugikan dan dapat dibuktikan secara hukum.
• Legal standing. Legal standingmerupakan proses beracara yang diajukan
oleh suatu lembaga dalam hal ini Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya
Masyarakat (LPKSM). LPKSM adalah lembaga non-pemerintahan yang
terdaftar dan diakui oleh pemerintah guna melakukan kegiatan mengenai
perlindungan konsumen (nila juniarti, 2014: 43-44).
2 Ardianto, Rifan ANJMHF 2015."Perlindungan Hukum terhadap Konsumen dalam Transaksi Online."
Jurnal Serambi Hukum, vol. 8. 02,
3 Salindeho, Regino G. 2016."Perlindungan Hukum terhadap Konsumen Atas Pengguna Barang Menurut
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen." Jurnal Lex Crimen, jilid. 5.
5
b. Melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa konsumen (dalam hal ini
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen). Tugas dan wewenang Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen Pasal 52 jo. Surat keputusan menteri perindustrian
dan perdagangan Nomor 350/MPP.Kep/12/2001 tentang Pelaksanaan tugas dan
wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.4
2.3 Permasalahan hukum yang sering terjadi dalam transaksi jual beli secara online dan
apa saja upaya yang dapat dilakukan untuk mencegahnya
Masalah-masalah hukum yang sering terjadinya dalam perjanjian jual beli online lewat
transaksi elektronik, yaitu masih rawan terjadinya penipuan, karena dalam perjanjian jual beli
online tidak dilakukan pertemuan secara langsung dalam transaksinya. Akan tetapi, dilakukan
lewat media elektronik, masalah yang sering muncul, yaitu pembeli sudah membayar harganya
tetapi penjual tidak mengirim barang sampai waktu yang lama bahkan tidak sampai, karena
barang tersebut memang tidak pernah ada sebelumnya, barang yang sampai ke pembeli rusak
atau tidak sebagaimana mestinya sehingga pembeli tidak memakainya. Berdasarkan masalah
hukum tersebut di atas, tentunya dengan adanya kerugian yang dialami oleh pembeli maka
akan memberikan konsekuensi hukum berupa tanggung jawab kepada penjual atas kerugian
4 Salamiah, Salamiah. "Perlindungan Hukum Bagi Konsumen dalam Kegiatan Jual Beli." Al-Adl , jilid. 6.
2014, doi: 10.31602/al-adl.v6i12.204
5 Mulyawati, Putri, dkk. 2022."Analisis Perlindungan Data Konsumen pada E-commerce oleh Pelaku
6
pembeli tersebut, baik tanggung jawab pidana (pidana penjara) maupun tanggung jawab denda
sesuai dengan pengaturan UU ITE masalah akibat penipuan online.6
Dari uraian di atas, dapat dilakukan beberapa upaya dengan tujuan meminimalisir atau
mencegah terjadinya pelanggaran-pelanggaran dalam transaksi jual beli online, seperti :
1. Lakukan riset terlebih dahulu
7
Sebelum melakukan transaksi jual beli online, melakukan riset terlebih dahulu
mengenai produk atau layanan yang ingin dibeli, selain itu mencari tahu mengenai
harga pasar, reputasi penjual, dan ulasan dari konsumen sebelumnya.
2. Pilih platform jual beli online yang terpercaya
Pilihlah platform jual beli online yang terpercaya dan memiliki reputasi yang baik serta
memiliki kebijakan yang jelas mengenai perlindungan konsumen dan penjual.
3. Periksa detail produk dengan teliti
Sebelum melakukan pembelian, pastikan untuk memeriksa detail produk dengan teliti
seperti deskripsi produk, foto, ukuran, dan spesifikasi lainnya.
4. Periksa harga dengan teliti
Pastikan untuk memeriksa harga produk dengan teliti dan jangan mudah tergiur dengan
harga yang terlalu murah atau diskon yang terlalu besar, karena harga yang terlalu
murah atau diskon yang terlalu besar bisa menjadi tanda bahwa produk tersebut tidak
asli atau kualitasnya rendah.
5. Pilih metode pembayaran yang aman
Pilihlah metode pembayaran yang aman dan terpercaya dan pastikan untuk tidak
memberikan informasi kartu kredit atau password dompet digital kepada pihak yang
tidak dikenal.
8
dan tidak untuk diperdagangkan” Selanjutnya Pasal 1 angka 3 menyatakan bahwa “pelaku
usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha yang didirikan dan berkedudukan
atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara RI, baik sendiri maupun bersama-sama
melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai kegiatan ekonomi”.
Kepentingan pelaku usaha dalam kegiatan bisnis adalah memperoleh laba dari transaksi dengan
konsumen, sedangkan kepentingan konsumen adalah memperoleh kepuasan melalui
pemenuhan kebutuhannya terhadap produk tertentu. Pemerintah dalam hal ini mengeluarkan
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Perlindungan hukum
konsumen sangat penting mengingat pembangunan perekonomian nasional pada era
globalisasi semakin mendukung tumbuhnya dunia usaha yang menghasilkan ragam produk.
Pasal 2 UUPK mengatur azas dalam perlindungan konsumen yaitu:
1. Asas manfaat adalah untuk mengutamakan bahwa segala upaya dalam
menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-
besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
2. Asas keadilan adalah agar partisipasi rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan
memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh
haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
3. Asas keseimbangan adalah untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan
konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materiil dan spiritual
4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen adalah untuk memberikan jaminan atas
keamanan dan keselatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan
pemanfaatan barang dan atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan
5. Asas kepastian hukum adalah agar pelaku usaha maupun konsumen menaatu hukum
dan memperoleh keadilan dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen serta
negara menjamin kepatian hukum.
9
4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum
dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi
5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentignya perlindungan kosumen
sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
6. Meningkatkan kualitas barang dan atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha
produksi barang dan atau jasa, kesehatan, kenyamanan, kemanan dan keselamatan
konsumen.
Hak dan Kewajiban Konsumen Pasal 4 UUPK mengatur tentang hak-hak konsumen, antara
lain:
a. Hak atas kenyamanan, keamanan dan kelamatan dalam mengonsumsi barang
dan atau jasa
b. Hak untuk memilih dan mendapatkan barang dan atau jasa sesuai dengan nilai
tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan
c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan atau jasa
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan atau jasa yang
digunakan
e. Hak untuk mendapatkan advokai, perlindungan dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut
f. Hak untuk pembinaan dan pendidikan kosumen
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar, jujur serta tidak
diskriminatif
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian apabila
barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya
i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya
Memperhatikan hak-hak tersebut di atas, maka secara keseluruhan dikenal 10 (sepuluh) macam
hak konsumen, sebagai berikut:
1. Hak atas keamanan dan keselamatan
2. Hak untuk memperoleh informasi
3. Hak untuk memilih
4. Hak untuk didengar
5. Hak untuk memperoleh kebutuhan hidup
10
6. Hak untuk memperoleh ganti rugi
7. Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen
8. Hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat
9. Hak untuk mendapatkan barang sesuai dengan nilai tukar yang diberikannya
10. Hak untuk mendapatkan upaya penyelesaian hukum yang patut.
2.5 Bagaimana menjamin keamanan data pribadi konsumen dalam transaksi jual beli
online
Perlindungan data pribadi konsumen sangat penting dalam e-commerce untuk
mencegah penyalahgunaan informasi dan menghindari risiko keamanan seperti pencurian
identitas. Data pribadi konsumen, seperti informasi kartu kredit, alamat rumah, nomor telepon
dan email, dapat digunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab untuk tujuan yang tidak
sah, seperti penipuan, spamming, dan serangan phishing.
Seiring dengan perkembangan teknologi dan semakin banyaknya transaksi e-
commerce, risiko keamanan menjadi semakin besar. Oleh karena itu, penggunaan teknologi
keamanan yang canggih dan up-to-date serta kebijakan privasi yang jelas dan transparan sangat
penting untuk melindungi data pribadi konsumen. Beberapa teknologi keamanan yang dapat
digunakan oleh perusahaan e-commerce, seperti enkripsi data, tokenisasi, dan multi-factor
authentication, dapat membantu melindungi data pribadi konsumen dari serangan cyber.
Pemerintah juga telah mengeluarkan undang-undang perlindungan data pribadi untuk
melindungi hak-hak konsumen terkait informasi pribadi mereka yang diperoleh oleh
perusahaan di dunia maya. Pelanggaran undang-undang tersebut dapat berakibat pada sanksi
yang serius bagi perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan e-commerce harus mematuhi
aturanaturan tersebut dan mengambil langkah-langkah untuk mencegah penyalahgunaan atau
akses ilegal terhadap informasi pribadi pelanggan. Selain itu, platform e-commerce juga
diharuskan memiliki kebijakan privasi yang jelas dan transparan, yang mencakup
pemberitahuan privasi yang tersedia dengan jelas, opsi untuk tidak berpartisipasi, pedoman
11
penghapusan data, dan langkah-langkah keamanan yang memadai untuk melindungi data
pribadi pelanggan.
Konstitusi Indonesia, terutama Pasal 28G Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945,
menjamin perlindungan data pribadi. Setiap individu memiliki hak, sesuai dengan pasal ini,
untuk mempertahankan diri, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda. Selain itu, hak
atas keamanan dan perlindungan dari bahaya dan perlakuan kejam juga diberikan. Mahkamah
Konstitusi mempertahankan hak atas privasi sebagai bagian dari perlindungan data pribadi
dalam Putusan Nomor 20/PUU-XIV/2016. Namun, perlindungan data dan privasi adalah dua
konsep yang berbeda. Hak atas perlindungan data pribadi adalah hak asasi manusia, dan
termasuk dalam hak privasi, termasuk privasi informasi dan privasi data, menurut Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-VIII/2011. Hak privasi juga dilindungi oleh perjanjian
hukum internasional sebagai hak asasi manusia. Pelanggan harus memberikan informasi
pribadi seperti nama lengkap, nomor telepon, dan detail lain yang relevan untuk mendaftar di
platform e-commerce. Pelanggan mungkin diminta untuk mengunggah foto kartu identitas
(Kartu Tanda Penduduk, KTP), foto selfie dengan KTP, atau tanda tangan digital dalam situasi
tertentu. Komponen-komponen data pribadi ini perlu dilindungi. Pemerintah memainkan peran
penting dalam menerbitkan kebijakan yang dapat membantu melindungi data pribadi.7
2.6 Langkah-langkah yang dapat diambil oleh konsumen jika terjadi sengketa dalam
transaksi jual beli online
Konsumen memiliki hak dan kewajiban dalam transaksi online. Hak dan kewajiban
sebagai konsumen sudah dibuat dan diatur dalam peraturan yang sudah ditetapkan oleh
pemerintah untuk melindungi konsumen. Beberapa regulasi atau peraturan yang mengatur
tentang “Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Online” yang ada di Indonesia:
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengatur tentang hak
dan kewajiban konsumen dan produsen yang timbul dalam usahanya. Selain itu,
peraturan ini juga mengatur tentang perlindungan terhadap kemungkinan barang yang
diserahkan kepada konsumen tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati dengan
7
Pohan, T. D., & Nasution, M. I. (2023). PERLINDUNGAN HUKUM DATA PRIBADI KONSUMEN
DALAM. SAMMAJIVA : Jurnal Penelitian Bisnis dan Manajemen, 1(03), 45-47.
doi:https://doi.org/10.47861/sammajiva.v1i2.327
12
konsumen dan perlindungan terhadap konsumen yang mendapatkan perlakuan syarat-
syarat yang tidak adil8.
2. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 6/POJK.07/2022 tentang
Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan. Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 6/POJK.07/2022 tentang Perlindungan
Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan mengatur tentang perlindungan
konsumen dan masyarakat di sektor jasa keuangan. Peraturan ini bertujuan untuk
memberikan perlindungan kepada konsumen dan masyarakat dalam menggunakan
produk dan jasa di sektor jasa keuangan9
3. Peraturan OJK Nomor 13/POJK.02/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital, mengatur
perlindungan konsumen dalam konteks inovasi keuangan digital, yang mencakup
aspek-aspek teknologi finansial yang dapat memengaruhi transaksi online.
4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
(ITE) mengatur transaksi elektronik dan menyelenggarakan perlindungan bagi
konsumen yang terlibat di dalamnya. Hal ini termasuk pengaturan tentang tanda tangan
elektronik dan perlindungan terhadap data pribadi10.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun
2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
mengatur tentang tanggung jawab pemerintah dalam pembinaan dan pengawasan
penyelenggaraan perlindungan konsumen. Peraturan ini bertujuan untuk menjamin
diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban
konsumen dan pelaku usaha.
Akan tetapi, terdapat beberapa faktor yang menjadi alasan atau pemicu mengapa
terjadinya sengketa dalam transaksi online yang sering merugikan pihak konsumen, antara
lain :
1. Konsumen mungkin tidak mendapatkan informasi yang jelas atau lengkap tentang
produk atau layanan yang mereka beli secara online sehingga terdapat ketidaksesuaian
8
Renata Christina Auli, S.H. HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN : CAKUPAN, TUJUAN, dan
DASARNYAhttps://www.hukumonline.com/klinik/a/hukum-perlindungan-konsumen-cakupan-tujuan-dan-
dasarnya-lt62dfc65f7966c/, diakses pada tanggal 28 Oktober 2023
9
SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6
/POJK.07/2022 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN MASYARAKAT DI SEKTOR JASA
KEUANGAN
10
UU No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)
13
barang atau jasa yang diterima dengan informasi yang diberikan oleh penjual yang
menimbulkan rasa ketidakpuasan konsumen terhadap barang atau jasa yang diterima.
2. Ketidakpuasan terhadap layanan pelanggan yang lamban atau tidak responsif dapat
menjadi pemicu sengketa. Konsumen yang merasa diabaikan mungkin mencari
penyelesaian melalui jalur sengketa.
3. Kerusakan barang pada barang yang dibeli saat diterima, keterlambatan pengiriman
barang atau jasa yang sudah dipesan, dan kehilangan barang selama proses pengiriman.
4. Penipuan, keberadaan penipuan online, seperti situs palsu atau penjual nakal, bisa
menjadi risiko. Konsumen mungkin tertipu oleh praktik perdagangan tidak jujur yang
merugikan mereka secara finansial.
11 Rochani Urip Salami dan Rahadi Wasi Bintoro, 2013, Alternatif Penyelesaian Sengketa Dalam Sengketa
Transaksi Elektronik (E-Commerce), Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 13, No. 1, Fakultas Hukum Unsoed, Hal.
127
12
Ida Ayu Eka Pradnyaswari, 2020, Upaya Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Dalam Transaksi Jual Beli
Menggunakan Jasa E-Commerce, Jurnal Kertha Semaya, Vol. 8, No. 5, Fakultas Hukum Universitas Udayana,
Hal 764
14
2.7 Kemampuan Regulasi Yang Ada Dalam Memberikan Perlindungan Terhadap
Konsumen Dalam Transaksi Jual Beli Online Serta Upaya Yang Dapat Dilakukan Dalam
Meningkatkan Perlindungan Konsumen
Regulasi saat ini di Indonesia telah memberikan Perlindungan Konsumen dalam
transaksi jual beli online melalui beberapa peraturan perundang-undangan yang ada,
diantaranya :
1. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK)13
UU ini memberikan dasar perlindungan hukum kepada konsumen dalam transaksi jual
beli baik secara tunai maupun elektronik. UUPK dalam hal ini membantu dalam
memberikan hak konsumen untuk memperoleh informasi yang jelas dan benar, hak
konsumen untuk mendapatkan ganti rugi, dan hak konsumen terkait perlindungan
terhadap praktik bisnis yang tidak fair.
2. Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem
Elektronik
PP ini mengatur tentang perdagangan melalui sistem elektronik, termasuk transaksi jual
beli secara daring (online). Dalam peraturan ini, terdapat beberapa aspek yang diatur
seperti aspek keberlangsungan, aspek keamanan, aspek privasi, dan aspek perlindungan
konsumen dalam transaksi online.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan
Transaksi Elektronik.
Regulasi-regulasi yang ada saat ini dapat dikatakan sudah cukup mampu dalam
memberikan perlindungan bagi konsumen dalam kegiatan jual beli secara daring atau online.
Hal ini dikarenakan transaksi jual beli, meskipun dilakukan secara online, berdasarkan UU ITE
dan PP PSTE tetap diakui sebagai transaksi elektronik yang dapat dipertanggungjawabkan.
Kontrak Elektronik itu sendiri menurut Pasal 48 ayat (3) PP PSTE setidaknya harus memuat
hal-hal sebagai berikut; data identitas para pihak; objek dan spesifikasi; persyaratan Transaksi
Elektronik; harga dan biaya; prosedur dalam hal terdapat pembatalan oleh para pihak;
ketentuan yang memberikan hak kepada pihak yang dirugikan untuk dapat mengembalikan
barang dan/atau meminta penggantian produk jika terdapat cacat tersembunyi; dan pilihan
hukum penyelesaian Transaksi Elektronik.
15
Kewajiban bagi pelaku usaha sesuai Pasal 7 UUPK diantaranya; memberikan informasi
yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi
penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan; memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan
perjanjian, dll. Lebih tegas lagi Pasal 8 UUPK melarang pelaku usaha untuk memperdagangkan
barang/jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan,
iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut. Berdasarkan pasal tersebut,
ketidaksesuaian spesifikasi barang yang diterima dengan barang tertera dalam iklan/foto
penawaran barang merupakan bentuk pelanggaran/larangan bagi pelaku usaha dalam
memperdagangkan barang. Maka konsumen sesuai Pasal 4 huruf h UUPK berhak mendapatkan
kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak
sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. Sedangkan, pelaku usaha itu sendiri
sesuai Pasal 7 huruf g UU PK berkewajiban memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan
perjanjian. Apabila pelaku usaha tidak melaksanakan kewajibannya, pelaku usaha dapat
dipidana berdasarkan Pasal 62 UUPK
Terkait dengan perlindungan konsumen, Pasal 49 ayat (1) PP PSTE menegaskan bahwa
Pelaku Usaha yang menawarkan produk melalui Sistem Elektronik wajib menyediakan
informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang
ditawarkan. Pada ayat berikutnya lebih ditegaskan lagi bahwa Pelaku Usaha wajib memberikan
kejelasan informasi tentang penawaran kontrak atau iklan. Di sisi lain, kewajiban bagi pelaku
usaha sesuai Pasal 7 UUPK diantaranya; memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur
mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,
perbaikan dan pemeliharaan; memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian14
Dari uraian di atas, salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
perlindungan terhadap konsumen dalam transaksi jual beli online yang sedang berkembang
saat ini yaitu dengan meningkatkan kesadaran dan edukasi konsumen, dimana pemerintah dan
institusi terkait dapat memberikan edukasi dan sosialisasi kepada konsumen tentang hak-hak
mereka dalam transaksi jual beli online, serta cara mengenali dan menghindari penipuan online.
14
Khotimah, C. A., & Chairunnisa, J. C. (2016). PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DALAM
TRANSAKSI. BUSINESS LAW REVIEW: VOLUME ONE, 16-17
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perlindungan hukum terhadap konsumen dalam transaksi jual beli secara online diatur
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pada Pasal 8
dan Pasal 16. Dalam transaksi jual beli online, pelaku usaha memiliki tanggung jawab untuk
memberikan kompensasi atau ganti rugi produk yang bermasalah. Konsumen juga memiliki
hak yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha, seperti hak atas informasi yang jelas dan benar
mengenai produk yang dijual. Selain itu, prinsip keamanan infrastruktur transaksi secara online
seperti jaminan atas kebenaran identitas penjual/pembeli, jaminan keamanan jalur pembayaran
(Payment gateway), jaminan keamanan dan kerahasiaan website electronic commerce juga
harus diperhatikan. Produk hukum yang dapat memberikan perlindungan terhadap konsumen
transaksi online adalah Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
pada Pasal 8 dan Pasal 16.
3.2 Saran
Saran yang dapat diberikan untuk meningkatkan perlindungan hukum terhadap konsumen
dalam transaksi jual beli secara online sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen yaitu :
1. Pelaku usaha harus memberikan informasi yang jelas dan benar mengenai produk yang
dijual, termasuk informasi mengenai harga, kualitas, dan spesifikasi produk
2. Pelaku usaha harus memberikan perbaikan atau ganti rugi produk yang bermasalah
3. Pemerintah perlu memberikan perlindungan bagi konsumen atas kerugian yang
dilakukan pelaku usaha yang diatur dalam undang-undang tersebut
4. Perlunya peningkatan kesadaran dan edukasi bagi konsumen mengenai hak-hak mereka
dalam transaksi jual beli secara online
5. Perlu adanya peningkatan pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelaku usaha
yang melakukan tindakan melanggar hak-hak konsumen
6. Perlu adanya peningkatan keamanan infrastruktur transaksi secara online seperti
jaminan atas kebenaran identitas penjual/pembeli, jaminan keamanan jalur pembayaran
(Payment gateway), jaminan keamanan dan kebocoran website electronic commerce
17
DAFTAR PUSTAKA
Perundang-Undangan
UU No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem
Elektronik
Jurnal
Ida Ayu Eka Pradnyaswari, 2020, Upaya Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Dalam
Transaksi Jual Beli Menggunakan Jasa E-Commerce, Jurnal Kertha Semaya, Vol. 8,
No. 5, Fakultas Hukum Universitas Udayana.
Ida Bagus Rahmadi Supancana, Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia
Bisnis, Jakarta, Penerbit Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, 2020.
Khotimah, C. A., & Chairunnisa, J. C. (2016). PERLINDUNGAN HUKUM BAGI
KONSUMEN DALAM TRANSAKSI. BUSINESS LAW REVIEW: VOLUME ONE.
Buku
Website
18
19