NILA PERMATASARI
NPM: 2106784775
HUKUM EKONOMI-SORE
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk Ujian Akhir Semester Hukum Perlindungan
Konsumen
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
2022
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konsumen. Apabila di masa lalu pihak pelaku usaha dipandang sebagai suatu badan yang
sangat berjasa dalam perkembangan perekonomian negara mendapat perhatian lebih besar,
maka saat ini perlindungan terhadap konsumen lebih mendapat perhatian sesuai dengan
makin meningkatnya perlindungan terhadap hak asasi manusia. Pihak konsumen dipandang
lebih lemah hukum, maka perlu mendapat perlindungan lebih besar di banding masa-masa
yang lalu.
Kegiatan bisnis perdagangan secara online / elektronik atau sering kita dengar dengan
istilah e-commerce semakin maraknya terjadi dan menjadikan peluang bagi pelaku usaha
perdagangan yang memiliki karakter tersendiri yakni perdagangan yang mampu melintasi
daerah bahkan batas negara. E-commerce yang marak menggunakan media internet dimana
para penjual dan pembeli tidak bertatap muka secara langsung dan bisa dilakukan
dimanapun dan kapanpun mereka inginkan serta prosesnya lebih cepat dan mudah lain
2
membandingkan informasi seperti barang dan jasa secara lebih leluasa tanpa dibatasi oleh
Perekonomian yang pesat telah menghasilkan berbagai macam jenis barang dan tau
jasa. Dengan adanya kegiatan perdagangan secara online memberi kemudahan bagi pelaku
usaha yang tidak ingin repot – repot membangun atau menyewa toko untuk memasarkan
produk atau barang hasil produksinya. Mereka hanya perlu mempromosikan dan
memajangkan foto dari produk atau barang yang ingin mereka jual melalui situs media
online, dengan melakukan hal tersebut mereka pun dapat menjangkau banyak konsumen. 2
Situs online saat ini yang paling menarik perhatian dan tentunya sangat mudah
digunakan oleh para pelaku usaha online yaitu media sosial. Media sosial yang semakin
populer dan banyak digandrungi oleh kalangan anak muda maupun orang dewasa saat ini
yakni Instagram. Dengan menggunakan aplikasi instagram tersebut, pelaku usaha online
hanya perlu memposting gambar atau foto – foto barang yang ingin mereka jual dan
karena berbagai macam barang yang dibutuhkan dapat terpenuhi karena beragam pilihan
yang ditawarkan melalui media sosial secara praktis dan tentunya menghemat waktu. Akan
tetapi dibalik kemudahan yang dirasakan oleh pelaku usaha maupun konsumen terdapat
persoalan yaitu masalah ketidaksesuaian produk dengan spesifikasi yang diberikan di situs
media online. Sebagai konsumen online kita tidak tahu dan tidak bisa melihat maupun
memeriksa secara langsung apakah barang itu layak atau tidak. Di lain sisi, kondisi tersebut
1
Dikdik M. Arief Mansyur dan Elisatris Gultom, 2005, Cyber Law (Aspek Hukum Teknologi Informasi),
Refika Aditama, Bandung, h.144
2
Zulham, 2013, Hukum Perlindungan Konsumen, Kencana, Jakarta, h.1
3
mengakibatkan kedudukan konsumen dengan pelaku usaha menjadi tidak seimbang, karena
konsumen berada pada posisi yang lemah. Hal ini memberikan peluang atau celah bagi
pelaku usaha untuk berbuat curang dalam kegiatan bisnisnya. Konsumen seringkali
menjadi objek aktivitas bisnis untuk meraih keuntungan melalui promosi atau trik
Menurut hasil pemaparan dari Yayasan Konsumen Layanan Indonesia (YLKI) tercatat
dari total keseluruhan yakni 642 aduan, 16% dari aduan tersebut adalah aduan yang
menyangkut tentang kegiatan belanja online. Itu setara dengan 101 aduan dengan aduan
yang tertinggi dibanding jenis aduan yang lainnya. Dari 101 aduan tersebut, 86% ditujukan
kepada toko online yang berada dibawah naungan aplikasi khusus belanja online seperti
adalah setiap orang pemakai barang dan/ jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun mahluk hidup lain, dan untuk tidak
konsumen, tidak selalu harus memberikan prestasinya dengan cara membayar uang untuk
memperoleh barang dan/atau jasa. Dengan kata lain, dasar hubungan hukum antara
konsumen dan pelaku usaha tidak perlu kontraktual (the privity of contract). 4
asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan melindungi konsumen dalam
hubungan dan masalahnya dengan para penyedia barang dan/atau jasa konsumen. 5
3
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2003, Hukum Tentang Perlindungan Konsuemen, Gramedia, Jakarta, h.
12
4
Yusuf Sofie, 2000, Perlindungan Konsumen Dan Instrumen-instrumen Hukumnya, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, hlm. 250.
5
Mochtar Kusumaatmaja, Asas dan Perlindungan Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hlm. 89.
4
Ironisnya dalam realita dilapangan dengan mudah sering kita jumpai, pelaku usaha
dalam memproduksi atau menjual produk khususnya pangan memiliki kemasan yang lebih
besar ukurannya dan tidak sebanding dengan isi dan juga informasi pada label kemasan,
juga adanya ketidaksesuaian berat suatu barang yang tertera pada label dengan kenyataan
salah satu praktik penjualan barang yang merugikan konsumen. Dimana berat makanan
yang sebenarnya adalah lebih kecil dari berat yang tertera pada label kemasan. 6
Kasus yang penulis alami ketika penulis membeli produk makanan oleh-oleh khas
Semarang yang dibeli dari online dan diproduksi oleh UD. Sari Murni diantaranya stik
jagung balado, opak singkong, dan sale pisang. Dengan berat masing-masing yang tertera
pada label kemasan yaitu: stik jagung balado dan opak singkong dengan berat yang sama
200 gram, dan sale pisang dengan berat 500 gram. Namun berdasarkan fakta yang
didapatkan oleh penulis ternyata berat/isi yang sebenarnya pada masing-masing produk
tersebut yaitu: stik jagung balado hanya seberat 170 gram, opak singkong hanya seberat
Selain itu salah satu contoh lainnya kasus shortweighting yang sering terjadi di
Indonesia adalah pengoplosan gas LPG. Sebagaimana berita yang dirilis oleh
Gudang Elpiji di Karang Tengah merupakan salah satu dugaan adanya tindakan pelaku
usaha yang merugikan konsumen. Dari hasil penyelidikan kepolisian diduga telah terjadi
praktik pengoplosan elpiji, yakni dari tabung 3 Kg ke tabung LPG 12 Kg dan 50 Kg.
6
Ujang Sumarwan, Perilaku Konsumen Teori Dan Penerapannya Dalam Pemasaran, Bogor: Ghalia Indonesia,
2017, hlm. 404.
7
YDH, 2017, http://news.metrotvnews.com/ read/2017/10/04/767975/ylki-minta-polisiusut-ledakan-gudang-
pengisian-elpiji, diakses tanggal 7 Juni 2022 Pukul 16.35.
5
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal
pada Pasal 22 dan 23 telah mengatur tentang barang dalam keadaan terbungkus. Penjelasan
Pasal 22 sangat gamblang dan lugas dalam memberikan penjelasan mengenai alasan
keharusan perlunya pencantuman ukuran, berat bersih, isi bersih, jumlah yang sebenarnya
maka hak-hak konsumen lebih diperhatikan, salah satunya adalah hak atas informasi yang
benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta hak untuk
dengan kualitas maupun kuantitas barang dan/jasa. Sebuah kenyataan bahwa konsumen
menduduki posisi yang cukup penting di dalam kelangsungan roda perekonomian. Namun
1981 tentang Metrologi Legal menyatakan bahwa dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan
alat-alat ukur takar timbang dan perlengkapannya atau yang selanjutnya disingkat yang
wajib ditera dan ditera ulang, dibebaskan daritera atau tera ulang, atau dari kedua-duanya.
Metrologi Legal yaitu bila suatu barang dijual berdasarkan ukuran berat atau isi
dimasukkan dalam bungkusan, akan memberikan kesulitan bagi pembeli untuk mengetahui
secara pasti ukuran, berat, isi bersih atau jumlah dalam bungkusan. Perlindungan konsumen
di Indonesia jika diteliti lebih jelas lagi belum sepenuhnya dapat terwujud, walaupun telah
ada undang-undang yang mengaturnya, tetap saja pelaku usaha dapat berbuat semaunya
6
terhadap barang dan/jasa yang ia tawarkan kepada konsumen. Begitu banyak kecurangan-
kecurangan yang pelaku usaha lakukan guna untuk mendapatkan keuntungan yang besar
atas penjualan barang dan/jasa yang mereka produksi atau diperdagangkan. Salah satunya
adalah kasus adanya ketidak sesuaian berat bersih suatu barang yang tertera pada label
Shortweighting adalah salah satu praktik penjualan barang yang merugikan konsumen.
Dimana berat barang yang sebenarnya adalah lebih kecil dari berat yang tertera pada label
kemasan barang. 8
Jelas sekali terlihat bahwa konsumen sangat dirugikan akibat adanya perubahan barang
tersebut yang dilakukan oleh pelaku usaha. Sehingga konsumen mendapatkan barang yang
tidak sesuai dengan kondisi dan jaminan yang dijanjikan atau yang dinyatakan dalam label.
Menurut pasal 8 ayat (1) butir b Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
memperdagangkan barang dan/jasa yang tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau
netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket
barang tersebut”. Konsekuensi hukum dari pelanggaran yang diberikan oleh Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan sifat perdata dari
hubungan hukum antara pelaku usaha dan konsumen, maka demi hukum setiap
pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha yang merugikan konsumen, memberikan
hak kepada konsumen yang dirugikan tersebut untuk meminta pertanggungjawaban dari
pelaku usaha yang merugikannya serta untuk menuntut ganti rugi atas kerugian yang
8
Ujang Sumarwan, 2002, Perilaku Konsumen Teori Dan Penerapannya Dalam Pemasaran, Ghalia Indonesia,
Bogor, hlm. 334.
7
B. Rumusan Masalah
2. Bagaimana Upaya penyelesaian yang dilakukan oleh pelaku usaha apabila adanya
C. Tujuan Penulisan
2. Untuk mengetahui Upaya penyelesaian yang dilakukan oleh pelaku usaha apabila
8
BAB II
PEMBAHASAN
merupakan perihal yang sangat penting dalam hukum perlindungan konsumen. Dalam
yang harus bertanggung jawab dan seberapa jauh tanggung jawab tersebut dibebankan
kepada pihak yang terkait. Dan kebanyakan dari kasus-kasus yang ada saat ini,
produk dari pelaku usaha itu sendiri. Beberapa sumber formal hukum, seperti
pembatasan terhadap tanggung jawab yang dipikul oleh si pelanggar hak konsumen
memperdagangkan barang dan/ atau jasa yang di produksinya harus dilakukan dengan
cara yang baik dan benar sesuai kondisi maupun standar mutu/ kualitas barang yang
sesungguhnya atau dengan kata lain sesuai dengan wujud aslinya. Pelaku usaha harus
bersikap jujur dan terbuka mengenai informasi yang berkaitan dengan harga atau tarif,
kondisi sampai dengan jaminan atau hak ganti rugi atas produk yang ditawarkannya
kepada konsumen.9
9
M. Nur Rasyid, 2017, “Perlindungan Bagi Hak Konsumen dan Tanggung Jawab Pelaku Usaha Dalam
Perjanjian Transaksi Elektronik”, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala,URL:
http://jurnal.unsyiah.ac.id/SKLJ/article/download/963/7596
9
Pelaku usaha juga dilarang untuk menawarkan, mempromosikan, atau
mengiklankan suatu produk barang/ jasa dengan harga atau tariff khusus dalam waktu
dan jumlah tertentu, jika ternyata pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk
dipromosikan atau diiklankan, hal tersebut sebagaimaan telah tercantum dalam Pasal
memaksakan kehendak agar konsumen yang tidak ingin membeli menjadi tertarik
untuk membeli karena tipu muslihat yang dilakukan oleh pelaku usaha. 10
terhadap hak - hak konsumen. Hak konsumen secara eksplisit tertera pada Pasal 4
dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa, hak untuk memilih barang
dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar
dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan, hak atas informasi yang benar, jelas, dan
jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa, hak untuk didengar pendapat
dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan, hak untuk mendapatkan
secara patut, hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen, hak untuk
diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif, hak untuk
jasa yang diterima tidak dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya, dan hak-
10
Ibid, h.66
11
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
12
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, 2000, Grasindo, Jakarta, h.4
10
Sebagai konsekuensi dari adanya hak konsumen, maka pelaku usaha
b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tridak
diskriminatif
yang berlaku;
diperdagangkan;
perjanjian.
Seperti yang telah diamanatkan Undang – Undang No. 8 Tahun 1999, tak sedikit
pelaku usaha yang mengabaikan hak – hak konsumen dan tidak menjalankan
kewajibannya sesuai yang diamantkan pada Undang – Undang No.8 Tahun 1999.
11
Dari hasil data penulis dengan 6 orang pengguna layanan belanja online yang
dapat dilihat dari rating penilaian, bahwa mereka semua pernah mengalami
ketidakpuasan oleh pelaku usaha karena barang atau produk yang mereka pesan tidak
sesuai dengan kenyataan yang mereka terima. Produk yang sering mengalami
ketidaksesuaian ialah dari produk pakian dari akun instagram bernama @amazed_co.
Saat memesan salah satu produk pakian yaitu baju kaos import, konsumen sudah yakin
untuk memesan size atau ukuran yang berukaran XL dengan warna biru muda namun
saat barang sampai di tangan konsumen yang diterima adalah ukuran S berwarna putih.
Selain produk pakaian, produk yang sering menyimpang dari informasi yang diberikan
oleh pelaku usaha online ialah case handphone. Beberapa konsumen mengakui pernah
saat barang sampai pada tangan konsumen sangat jauh berbeda dengan foto barang dan
penjelasan yang dipajang pada postingannya. Bau lem yang menyengat dan tidak
disertai bublewrap pada packagingnya. Informasi yang mereka berikan pada produk
tersebut sangat menarik perhatian konsumen untuk segara membelinya, selain itu harga
yang mereka pajang tidaklah terbilang murah. Hal inilah yang sangat merugikan
konsumen. Konsumen membayar mahal untuk produk case handphone yang mereka
pikir akan memiliki kualitas tinggi, namun yang terjadi pada kenyataannya konsumen
hanya membayar mahal dan mendapatkan produk yang tidak sesuai dengan harga.
Terkait dengan persoalan tersebut, lebih tegas lagi Pasal 8 ayat (1) huruf f UU
yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan
atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut. Berdasarkan pasal tersebut,
ketidaksesuaian spesifikasi barang yang konsumen tersebut terima dengan barang yang
12
tertera pada foto penawaran barang merupakan bentuk pelanggaran atau larangan bagi
melanggar hukum. Pada Kitab Undang – Undang Hukum Perdata Pasal 1365 dijelaskan
bahwa “tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang
lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti
kerugian tersebut”.
melanngar hukum, yakni: harus ada perbuatan yang dimaksud dengan perbuatan ini
baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negative, artinya setiap tingkah laku
berbuat atau tidak berbuat; perbuatan itu harus melawan hukum; ada kerugian; ada
hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum itu dengan kerugian; dan ada
kesalahan (schuld).13
Bahwa hubungan anatara konsumen dengan pelaku usaha timbul karena suatu
kerugian sebagai akibat dari penggunaan, pemanfaatan serta pemakaian atas suatu
barang tertentu yang dihasilkan oleh pelaku usaha, maka konsumen dalam hal ini
keluhannya berhak untuk didengar. Namun hal ini terjadi kedua pelaku usaha online
konfirmasi apapun kepada konsumen yang menuntut refund atau pengembalian uang
atau barang. Pelaku usaha mengabaikan tanggung jawabnya yang telah mengakibatkan
kerugian pada konsumen. Oleh karena itu konsumen dapat melakukan gugatan kepada
13
R. Setiawan, 1999, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Cetakan ke-6, Putra A Bardin, Bandung, h. 75.
13
Bahwa adanya perangkat hukum yang melindungi konsumen tidak
perlindungan konsumen dapat mendorong iklim usaha yang sehat, serta lahirnya
kepentingan pelaku usaha tidak ikut menjadi perhatian, teristimewa karena keberadaan
perekonomian nasional banyak ditentukan oleh para pelaku usaha. Sanksi diperlukan
sebagai peringatan agar pelaku usaha/pedagang bertindak secara benar. Selain itu,
peran aktif konsumen dalam memperhatikan barang/produk yang dibeli juga sangat
penting untuk menghindari kerugian. Salah satu tindakan sederhana yang dapat
dilakukan konsumen yaitu menimbang kembali berat barang yang dibeli dari
Tanggung jawab pelaku usaha ini tidak hanya berlaku untuk kerugian barang
barang dan/atau jasa termasuk barang import yang diiklankan. Dalam pasal 19 Undang-
Ganti rugi tersebut dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang
dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau
pemberian santunan yang harus di laksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari
adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur
14
kesalahan kecuali apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut
Ganti rugi sendiri merupakan salah satu hak yang dimiliki konsumen yang
kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang
diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagai mana mestinya”.
Dalam literatur hukum perdata biasanya dikenal tiga unsur ganti rugi, baik
karena wanprestasi debitur (pasal 1243 KUPerdata) maupun karena perbuatan melawan
hukum (PMH) (pasal 1371 KUHPerdata), yaitu kosten, schaden, dan interessen (biaya-
biaya kerugian dan bunga atau kehilangan keuntungan yang di harapkan). Jika
diperhatikan ketentuan dalam UUPK pasal 19 ayat (1) di atas apakah dapat dikatakan
bahwa kerugian yang di maksud meliputi ketiga unsur tersebut. Lebih lanjut dalam ayat
berikutnya dijelaskan bahwa ganti rugi itu dapat berupa “pengembalian uang dan/atau
penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau secara niklainya, atau perawatan
Selain itu juga Adapun pembayaran ganti rugi akan dilakukan dalam konteks
transaksi elektronik merujuk pada Buku III KUHPerdata. Dikatakan bahwa “tidak ada
penggantian biaya kerugian dan bukan, karena keadaan memaksa atau karena hal yang
terjadi karena secara kebetulan, debitur terhalang untuk memberikan atau berbuat
sesuatu yang diwajoibkan, atau melakukan sesuatu perbuatan yang terlarang baginya”.
Hal tersebut sebagaimana di atur dalam pasal 1245 KUHPerdata. Pernyataan tersebut
15
terlihat bahwa ganti rugi akan dibayar diluar keadaan memaksa atau karena hal yang
dalam ini mengadakan pembatasan, dengan menetapkan, hanya kerugian yang dapat
dikirakira atau diduga pada waktu perjanjian di buat dan yang sungguh-sungguh dapat
di anggap sebagai suatu akibat langsung dari kelalaian si berhutang saja dapat
dimintakan penggantian, dan jika barang yang harus diserahkan itu berupa uang tunai,
maka yang dapat diminta sebagai penggantian kerugian ialah bunga uang menurut
kelalaian) yang berjumlah 6% (persen) setahun, sedangkan bunga ini dihitung mulai
Secara umum ada tiga bentuk dari (ganti rugi) dalam kontrak elektronik, yaitu:
expetation damages, reliance damages dan specific performance. Masing masing akan
di jelaskan sbb; Expetation damages umumnya dalam hal pengajuan gugatan maka
pihak yang dimenangkan berhak memperoleh sejumlah uang dari pihak yang kalah.
Dalam hal ini expextation of damages ini dapat diartikan sebagai suatu imbalan atas
kerugian yang diderita dan adanya pelanggaran kontrak. Relience damages, merupakan
dikeluarkannya. Misalnya dalam hal ini persetujuan untuk membeli seekor kuda dengan
harga 1 juta keesokan harinya saya mengeluarkan biaya seratus ribu untuk membeli
makanan kuda, namun ternyata kuda di jual kepada pihak lain maka saya dapat
menuntut penjual tersebut dan pengadilan akan membayarkan seratus ribu untuk biaya
yang telah saya keluarkan untuk membeli makanan kuda Spesific performance, suatu
hadiah atau prestasi yang dilakukan oleh defendant untuk melakukan tujuan dari suatu
kontrak. Biasanya hal ini kurang digunakan dan umumnya pada kontrak untuk
16
melakukan suatu jasa karena memaksa seseorang untuk melakukan suatu jasa berarti
2. Upaya penyelesaian yang dilakukan oleh pelaku usaha apabila adanya produk
Bahwa permsalahan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen masih sering
terjadi didalam hidup masyarakat, maka dari itu dibutuhkan upaya hukum yang dapat
Dalam hal memberikan jaminan adanya kepastian hukum untuk melindungi hak-hak
konsumen yang dilanggar oleh pihak pelaku usaha, pemerintah membentuk Lembaga-
konsumen di luar pengadilan. Hal ini lebih lanjut diatur dalam Pasal 45 ayat (1) yang
berbunyi” Setiap konsumen yang dirugikan dapat mengugat pelaku usaha melalui
lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha
atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.” Dan pada Pasal 47
14
Sukarmi, Cyber Law: Kontrak Elektronik Dalam BayangBayang Pelaku Usah, (pustaka sutra: bandung), hlm
93
15
Ni Komang Ayu Nira Relies Rianti, 2017, “Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Konsumen Dalam Hal
Terjadinya Hortweighting Ditinjau Dari Undang-Undang No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen”,
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal), Vol. 6, No. 4: 521 – 537 edisi 2017, hal. 529,
URL: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ jmhu/article/view/22288/20922, diakses tanggal 5 Juni 2022 Pukul 14.00
Wib
17
besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu unutuk menjamin tidak akan
terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh
konsumen.”16
Upaya yang dilakukan konsumen bisa melalui jalur pengadilan (litigasi) atau di luar
pengadilan (non litigasi) dapat dilakukan olebh konsumen jika merasa hak-hak yang
dilanggar. Namun tak sedikit konsumen yang tidak berani melaporkan Tindakan atas
kecurangan atau kelelaian pelaku usaha yang dilakukan kepada konsumen. Lagi-lagi
alasan tidak dilaporkannya yakni masalah biaya penyelesaian perkara yang mahal yang
mereka anggap tidak sebanding dengan harga barang yang mereka beli dan juga sangat
memakan waktu yang banyak. Selain utu juga kurangnya pemahaman konsumen
dengan hukum yang berlaku dan tidak mengerti atau tidak tahu apa yang seharusnya
mereka lakukan jika mereka tidak mendapatkan hak-haknya kepada pelaku usaha yang
melakukan kecurangan.
Bahwa Istilah penyelesaian damai oleh para pihak ini sering disebut dengan
negosiasi. Menurut Roger Fisher dan Willian Ury adalah komunikasi dua
16
Rifan Adi Nugraha, “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Transaksi Online”, 2014, Jurnal
Serambi Hukum Vol.08, h. 98, URL: https://docplayer.info/55806637-Perlindungan-hukum-terhadap-
konsumendalam-transaksi-online-oleh-rifan-adi-nugraha-jamaluddin-mukhtar-hardikafajar-ardianto.html,
diakses tangal 4 Juni 2022, pukul 17.00 Wib.
18
sengketa untuk mendiskusikan penyelesaiannya tanpa melibatkan pihak
secara cepat, mudah dan murah. Cepat karena undang-undang menentukan dalam
tenggang waktu 21 hari kerja, BPSK wajib memberikan putusannya. Mudah karena
prosedur administratif dan proses pengambilan putusan yang sangat sederhana. Murah
tertentu untuk menjamin tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh
konsumen. Bentuk jaminan yang dimaksud adalah berupa pernyataan tertulis yang
menerangkan bahwa tidak akan terulang kembali perbuatan yang telah merugikan
BPSK membentuk majelis, dengan jumlah anggota yang harus berjumlah ganjil, yaitu
terdiri dari sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang yang mewakili semua unsur, dan dibantu oleh
seorang panitera. Menurut ketentuan Pasal 54 Ayat (4), ketentuan teknis dari
pelaksanaan tugas majelis BPSK yang akan menangani dan menyelesaikan sengketa
konsumen akan diatur tersendiri oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan. Yang
kepadanya dalam jangka waktu 21 (dua puluh satu) hari terhitung sejak gugatan
17
Celina Tri Siwi Kristiyanti., 2008, Hukum Perlindungan Konsumen. Sinar Grafika, Jakarta.h. 188, hlm. 188.
18
Yusuf Sofie, op. cit, hlm. 88
19
Lembaga penyelesaian diluar pengadilan, yang dilaksanakan melalui Badan
yang memiliki perselisihan dengan pelaku usaha. Sifat penyelesaian sengketa yang
cepat dan murah yang memang dibutuhkan oleh konsumen tampaknya sudah cukup
diluar pengadilan.
tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang
bersengketa.
dikatakan bahwa putusan yang dijatuhkan majelis (BPSK) bersifat final dan mengikat.
Walaupun demikian, para pihak yang tidak setuju atas putusan tersebut dapat
Perlindungan Konsumen hanya memberikan hak kepada pihak yang tidak merasa puas
atas putusan tersebut untuk mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, namun dengan
20
mengingat akan relativitas dari tidak “merasa puas”, peluang untuk mengajukan kasasi
final dan mengikat.” Pada penjelasan Pasal 54 Ayat (3) Undang-Undang Perlindungan
Konsumen, ditegaskan bahwa “kata bersifat final berarti tidak ada upaya banding dan
isi) putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (Pasal 56 ayat (1) Undang-
pelaku usaha tidak menggunakan upaya hukum yang ada (banding dan selanjutnya
hukum tetap. Tidak dilaksanakannya putusan tersebut, apalagi setelah dilakukannya fiat
19
Rahmadi Usman, 2003, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, PT Citra Aditya Bakti, Bandung,
hlm. 49.
20
Ridwan Halim, 2003, Filsafat Hukum, Penerbit Pelita Studiways, Jakarta, hlm. 34
21
Priyatna Abdurrasyid, 2002, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Penerbit PT Fikahati Aneska
dan Badan Arbitrase Nasional, Jakarta, hlm. 67.
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
secara optimal dan efektif sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang
berlaku yakni pada Pasal 19 Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
konsumen dalam hal mengalami kerugian akibat jual beli online dengan dua cara
yaitu melalui jalur pengadilan (litigasi) dan di luar pengadilan (non litigasi). Namun
pada kenyataannya kedua cara tersebut pun belum dilakukan oleh konsumen karena
minimnya pengetahuan tentang tata cara pengaduan perkara dan masalah biaya
perkara.
3. Tidak semua pelaku usaha bertanggung jawab memberi ganti kerugian kepada
konsumen, karena masih kurangnya kesadaran hukum dari pelaku usaha untuk
layak pakai atau dikonsumsi. Kalau pun pelaku usaha bersedia bertanggung jawab
memberi ganti kerugian kepada konsumen, itu memerlukan proses yang cukup
rumit, seperti melalui pemeriksaan dan pembuktian yang akan dilakukan pelaku
usaha dengan ahli-ahli hukumnya yang mumpuni untuk membuat ia menjadi tidak
bersalah.
22
B. Saran
1. Perlu adanya peningkatan mutu penjualan atau pelayanan pelaku usaha agar produk
barang dan atau jasanya dalam kondisi layak atau baik untuk dikonsumsi atau
pemerintah terkait tanggung jawab pelaku usaha atas produk yang merugikan
Konsumen dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien, serta perlu ditingkatkan
2. Undang-Undang No 8 Tahun 1999 belum mengatur tentang jual beli online dalam
perkembangan jaman dan hukum yang bersifat elastis atau mengitu perkembangan
pesatnya perkembangan jual beli online dan digemari oleh setiap orang karna jauh
lebih memudahkan dan agar supaya konsumen yang berbelanja online dapat
berbelanja dengan aman dan nyaman karna ada undang-undang yang mengaturnya.
menuntut ganti kerugian kepada pelaku usaha. Usaha yang tidak memakan biaya
dan memerlukan banyak waktu ialah dengan cara musyawarah atau penyelesaian di
luar pengadilan (non litigasi) dan diharapkan juga dengan cara non litigasi
konsumen benar – benar dapat memperjuangkan hak – haknya yang telah diabaikan
juga masih menjadi faktor yang mendominasi. Maka dari itu edukasi terhadap hak-
23
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Dikdik M. Arief Mansyur dan Elisatris Gultom, 2005, Cyber Law (Aspek Hukum Teknologi
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2003, Hukum Tentang Perlindungan Konsuemen,
Gramedia, Jakarta, h. 12
Yusuf Sofie, 2000, Perlindungan Konsumen Dan Instrumen-instrumen Hukumnya, PT. Citra
Mochtar Kusumaatmaja, Asas dan Perlindungan Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hlm.
89.
Ujang Sumarwan, Perilaku Konsumen Teori Dan Penerapannya Dalam Pemasaran, Bogor:
Ujang Sumarwan, 2002, Perilaku Konsumen Teori Dan Penerapannya Dalam Pemasaran,
R. Setiawan, 1999, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Cetakan ke-6, Putra A Bardin, Bandung,
hlm. 75.
Sukarmi, Cyber Law: Kontrak Elektronik Dalam Bayang Bayang Pelaku Usah, (pustaka
Celina Tri Siwi Kristiyanti., 2008, Hukum Perlindungan Konsumen. Sinar Grafika, Jakarta.h.
24
Rahmadi Usman, 2003, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, PT Citra Aditya
Ridwan Halim, 2003, Filsafat Hukum, Penerbit Pelita Studiways, Jakarta, hlm. 34
Jurnal
M. Nur Rasyid, 2017, “Perlindungan Bagi Hak Konsumen dan Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Ni Komang Ayu Nira Relies Rianti, 2017, “Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap
1999 Tentang Perlindungan Konsumen”, Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master
Law Journal), Vol. 6, No. 4: 521 – 537 edisi 2017, hal. 529, URL:
Rifan Adi Nugraha, “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Transaksi Online”,
Perlindungan-hukum-terhadap-konsumendalam-transaksi-online-oleh-rifan-adi-nugraha-
Perturan Perundang-Undangan
25
Internet / website
26