Anda di halaman 1dari 6

PRINSIP KETERBUKAAN BENEFICIAL OWNER (BO) PERUSAHAAN TERBUKA

TERHADAP UPAYA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA


PENCUCIAN UANG (TPPU)

Oleh:
NILA PERMATASARI 2106784775

Diajukan Untuk Pengumpulan Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Hukum Perusahaan
Guna Menyelesaikan Program Magister (S-2) Ilmu Hukum

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
2021
A. Pokok Permasalahan
1. Bagaimana pengaturan mengenai kedudukan Beneficial Ownership (BO) dalam
Perseroan Terbatas?
2. Bagaimana upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang
(TPPU) perusahaan terbuka di Indonesia?
B. Analisa
1. Bagaimana pengaturan mengenai kedudukan Beneficial Ownership (BO) dalam
Perseroan Terbatas?
Politik hukum pengaturan Pemilik Manfaat (BO) di Indonesia adalah
dalam rangka mengikuti perkembangan perekonomian internasional terkait
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak
pidana terorisme yang dilakukan melalui penyalahgunaan entitas korporasi.
Pada awalnya, standar internasional Pemilik Manfaat (BO) diatur didalam
rekomendasi FATF. Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Brisbane pada
November 2014, negara-negara Group of Twenty (G20) mengadposi High-
Level Principles on Beneficial Ownership Transparency karena dalam hal ini
merujuk kepada Rekomendasi FATF.1 Indonesia sebagai negara anggota G20
dituntut untuk mampu menerapkan pengaturan transparansi informasi Pemilik
Manfaat (BO) secara ekonomi nasional.2

Ekonomi nasional dalam perkembangannya sudah sangat banyak dan


bahkan segala sektor usaha dijalankan. Sektor bisnis yang dijalankan yang
namanya Perseroan Terbatas. Perkembangan PT tersebut pemilik modal utama
dalam hal ini yang mendirikan PT tidak selalu masuk dalam struktural PT.
Terdapat istilah yang bernama Pemiliki Manfaat atau beneficial owner BO
(selanjutnya disebut BO) yang seringkali disebut (BO). Beneficial Ownership
(BO) dalam sejarah kemunculannya sejak awal dikarenakan bermulanya
perjanjian pajak tahun 1942 dengan Kanada dan Amerika Serikat. Disitulah
awal mula muncul istilah (BO) yang dikenal seperti sekarang.3

Penting diperhatikan konsep (BO) dalam P3B yaitu Perjanjian


Penghindaran Pajak Berganda ini berkaitan dengan economic control atau
sering dianggap sebagai pihak yang memiliki keleluasaan dan pengendalian
atas pemanfaatan dan penggunaan penghasilan yang diterima hal ini bertujuan
untuk mencegah adanya treaty abuse (penyalahgunaan P3B).4 Pada Guidance
Transparany and Beneficial Ownership Tahun 2014 yang dikeluarkan oleh
Financial Action Taks Force (FAFT), dalam hal ini panduan ini berperan
dalam untuk standar internasional dalam memerangi pencucian uang. Dalam
Guidance Transparancy and Beneficial Ownership tersebut mengatur
mengenai Corporate Vehicles, hal ini merupakan cara untuk
menarik,menyamarkan dan mengubah hasil kejahatan ke dalam system
keuangan.5 Dalam sistem keuangan dan dalam bentuk perusahaan,trust,

1
Kusrini Purwijanti dan Iman Prihandono, “Pengaturan Karakteristik Beneficiary Owner di Indonesia”, Notaire:
Vol. 1, No. 1, Juni, 2018, h., 69.
2
The Law Library of Congress, Global Legal Research Center, “Disclosure of Beneficial Ownership in Selected
Countries”. Diakses pada 31 Desember 2021. http://www.law.gov
3
Fredrik Hagmann, ‘Beneficial Ownership - A Concept in Identity Crisis’ (Lund University 2017).
4
Ballard Sphar LLP, Corporate Transparancy Act Of 2019 Broadens Beneficial Ownership Reporting, Diakses
pada 1 Januari 2022. https://www.moneylaunderingnews.com/2019/03/corporate-transparency-act-0f-2019-
broadens-beneficial-ownership-reporting/
Yayasan,kemitraan dan jenis-jenis orang dan badan hukum yang melakukan
berbagai usaha.
Dalam peraturan di Indonesia (BO) belum memiliki dasar hukum yang
menegaskan kehadirannya. Namun pada tahun 2018, Presiden Republik
Indonesia mengeluarkan regulasi yang menyinggung tentang ini. Yaitu
Perpres Nomor 13 Tahun 2018 yang memberikan identifikasi mengenai
konsep (BO).6 Hal tersebut tercantum dalam Pasal 1 Ayat (2) Perpres Nomor
13 Tahun 2018 tentang definisi BO hanya ditekankan pada syarat utama orang
perseorangan yang memiliki kemampuan untuk mengendalikan korporasi,
sebagai akibat dari kepemilikan tiga kewenangan yaitu dalam hal (i) menunjuk
atau memberhentikan direksi, dewan komisaris, pengurus, pembina, atau
pengawas pada korporasi, (ii) memiliki kemampuan untuk mengendalikan
korporasi, dan (iii) berhak atas dan/atau menerima manfaat dari korporasi baik
secara langsung maupun tidak langsung.7
Hal-hal lain mengenai Pengendali dapat juga ditemui dalam Keputusan
Direksi PT Bursa Efek Indonesia Nomor : Kep- /BEI/ -2018 Tentang
Peraturan Nomor I-V Tentang Ketentuan Khusus Pencatatan Saham di Papan
Akselerasi dalam definisi Nomor I.14 yang mendefinisikan mengenai
Pengendali adalah pihak yang memiliki saham lebih dari 50% (lima puluh
persen) dari seluruh saham yang disetor penuh, atau pihak yang mempunyai
kemampuan untuk menentukan, baik langsung maupun tidak langsung, dengan
cara apapun pengelolaan dan/atau kebijaksanaan Emiten Skala Kecil atau
Emiten Skala Menengah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 53/POJK.04/2017 tentang
Pernyataan Pendaftaran Dalam Rangka Penawaran Umum Dan Penambahan
Modal Dengan Memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu Oleh
Emiten Dengan Aset Skala Kecil Atau Emiten Dengan Aset Skala Menengah.8
keberadaan BO dalam perseroan akibat kompleksitasnya struktur
kepemilikan dalam perseroan dapat serta belum ada kejelasan kedudukan BO
dalam UUPT 2007. 9Maka dalam hal ini untuk mengidentifikasi
kedudukanya peneliti membandingkan dengan hak-hak dari pemegang saham
sesuai dengan UUPT 2007 dengan kriteria BO dalam perseroan terbatas pada
Pasal 4 Ayat (1) pada Perpres Nomor 13 Tahun 2018. Berkaitan dengan
Kriteria BO pada Pasal 4 Ayat (1) Huruf a,b, dan c dalam Perpres Nomor 13
Tahun 2018 menyatakan bahwa BO memiliki saham, hak suara dan menerima
keuntungan atau laba bersih lebih dari 25% (dua puluh lima persen), dimana
jika dikaitkan dengan prinsip umum saham, bahwa saham yang dimiliki oleh
pemegang saham akan memberikan hak kepada pemegang saham dalam
perseroan. Seperti halnya terdapat pada Pasal 52 ayat (1) dalam UUPT.10

5
Financial Action Task Force (FAFT), “FAFT GUIDANCE: Tranparancy and Beneficial Ownership”, France
2014, Hlm.8.
6
Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018 Tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari
Korporasi Dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindakan
Pendanaan Terorisme.
7
Ibid.
8
Keputusan Direksi PT Bursa Efek Indonesia Nomor: Kep- /BEI/ -2018 Tentang Peraturan Nomor I-V Tentang
Ketentuan Khusus Pencatatan Saham di Papan Akselerasi
9
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
10
Rini, Rizky Ananda Wulan Sapta. “Pengungkapan Beneficial Ownership di Indonesia: Menutup Celah
(Korupsi) Untuk Perbaikan Tata Kelola”. Publish What You Pay, 2018
Dalam kriteria BO terdapat kriteria orang perseorangan yang dapat
memiliki kewenangan untuk mengangkat, menggantikan, atau
memberhentikan anggota direksi dan anggota dewan komisaris. Hal tersebut
jika merujuk pada klasifikasi saham dalam UUPT, adapun saham dengan hak
suara khusus atau saham prioritas dalam Pasal 53 Ayat (4) Huruf b UUPT
yaitu hak khusus untuk mencalonkan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan
Komisaris.11 Adapun pengangkatan dan pemberhentian direksi dan komisari
merupakan kewenangan ekslusuf dari RUPS.Prinsip ini ditegaskan dalam
Pasal 105 Ayat (1) UUPT bahwa Anggota Direksi dapat diberhentikan
sewaktu-waktu berdasarkan keputusan RUPS.12
2. Bagaimana upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang
(TPPU) perusahaan terbuka di Indonesia?
Dalam penjelasan atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11
/Pojk.04/2017 Tentang Laporan Kepemilikan Atau Setiap Perubahan
Kepemilikan Saham Perusahaan Terbuka. Pada Pasal 2 Ayat (1) yang
dimaksud
dengan “kepemilikan atas saham Perusahaan Terbuka” adalah kepemilikan
saham anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris pada Perusahaan
Terbuka dimana anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris menjabat.
Pada ayat (2) yang dimaksud dengan “pihak yang memiliki saham secara tidak
langsung” adalah pihak yang memiliki saham perusahaan terbuka melalui
pihak lain, Pihak tersebut merupakan pemilik manfaat sebenarnya (ultimate
beneficial owner) dari saham tersebut dan/atau bagian dari mata rantai
pemilikan sampai dengan pemilik sebenarnya. 13Kewajiban laporan perubahan
kepemilikan atas saham perusahaan terbuka untuk pihak yang dimaksud pada
ayat (2) kewajiban timbul sejak tercapainya 0,5% (nol koma lima persen)
perubahan atas kepemilikan saham Pihak yang dimaksud sebagai pemilik
sebenarnya dapat memberikan kuasa tertulis kepada pihak lain untuk
melaporkan kepemilikan dan setiap perubahan kepemilikannya atas saham
perusahaan terbuka dan wajib diungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan
terbuka, Penyampaian laporan kepemilikan dan setiap perubahan kepemilikan
atas saham wajib dilakukan paling lambat 5 (lima) hari sejak terjadinya
kepemilikan atau perubahan kepemilikan atas saham Perusahaan Terbuka.14
PPATK merupakan lembaga negara yang memiliki kewenangan untuk
melaksanakan kebijakan pencegahan dan pemberantasaan pencucian uang.
PPATK meskipun independen namun fungsinya sangat terbatas yaitu hanya
sebagai fungsi administratif. Di Indonesia PPATK tugasnya mengumpulkan
dan memproses informasi yang berkaitan dengan kecurigaan atau indikasi
pencucian uang. PPATK sendiri berfungsi sebagai penggerak untuk
menganalisis dimana adanya kecurigaan pencucian uang terutama melalui
deteksi dini dalam alur transaksi yang mencurigakan. Didalam Pasal 39
Undang-undang No 8 tahun 2010 memberi tugas kepada PPATK untuk

11
Henry Donald Lbn, “Pembentukan Regulasi Badan Usaha Dengan Model Omnibus Law,” De jure 1, no. 1
(2017):
12
Mulhadi, Hukum Perusahaan (Bentuk-bentuk Badan Usaha di Indonesia), (Jakarta: Ghalia Indonesia,2019,
Cet.Pertama), h.101
13
Trisnawaty H, Meilan, Pertanggungjawaban Beneficial Owner Terhadap Pelanggaran Wajib Pajak Badan
Melalui Prinsip Piersing the Corporate Veil, Skripsi S-1 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2018.
14
Yenti Garnasih, Penegakkan Hukum Anti Pencucian Uang Dan Permasalahan di Indonesia, Cetakan 4(Depok:
PTRajagrafinco,2017) hal. 22
mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang.15 Dan adapun
untuk melaksanakan tugas tersebut, Pasal 40 Undang-undang No 8 tahun
2010.
Pasal 11 ayat (2) Peraturan Kepala PPATK Nomor:
PER02/1.02/PPATK/02/15 menyatakan bahwa dalam melakukan analisis
risiko sebagaimana tersebut di atas, negara yang dinyatakan belum memadai
dalam melaksanakan rekomendasi FATF di bidang pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana pencucian uang berdasarkan hasil evaluasi
(mutual assessment) ditetapkan sebagai parameter yang dapat mempertinggi
risiko terjadinya tindak pidana pencucian uang pada PJK.16 Dalam hal calon
pengguna jasa, pengguna jasa, dan/ atau BO (beneficial owner) termasuk
kedalam kategori profil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Peraturan
Kepala PPATK Nomor: PER-02/1.02/PPATK/02/15 maka calon pengguna
jasa, pengguna jasa, dan/atau BO langsung diklasifikasikan sebagai berisiko
tinggi (high risk). 17pengguna jasa dan/ atau BO (beneficial owner) yang
memenuhi kategori berisiko tinggi (high risk) dibuat dalam daftar
tersendiri.Dalam hal calon Pengguna Jasa, Pengguna Jasa, dan atau BO yang
masuk dalam kategori high risk, PJK wajib menatausahakan seluruh proses
identifikasi pengklasifikasian risiko calon pengguna jasa, pengguna jasa,
dan/atau BO (beneficial owner).18 Dokumen yang ditatausahakan dapat
berupa dokumen hasil identifikasi dan pengklasifikasian risiko, daftar calon
pengguna jasa, pengguna jasa, dan/atau BO (beneficial owner) yang
berpotensi melakukan tindak pidana pencucian uang, dokumen hasil
pemantauan. PJK wajib menyusun atau menyesuaikan ketentuan internal
mengenai klasifikasi Pengguna jasa yang berpotensi melakukan tindak pidana
pencucian uang. 19
C. Kesimpulan
1. Tinjauan mengenai kedudukan BO dalam perseroan terbatas masih belum spesifik
diatur dalam kerangka hukum nasional. Lahirnya Peraturan Presiden Nomor 13
Tahun 2018 Tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat Dari
Korporasi Dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang dan Tindakan Pendanaan Terorisme yang memuat definisi dan
kriteria BO yakni merujuk pada orang perseorangan yang secara ultimate
(penerima akhir) atau pemegang puncak kewenangan tertinggi yang memiliki
kontrol penuh atas perseroan. Kedudukan BO dalam perseroan berdasarkan
haknya yang tertera dalam Pasal 4 Ayat (1) Perpres Nomor 13 Tahun 2018 yaitu
setara dengan Pemegang Saham Utama.
2. Diharapkan dalam praktik penegakan hukum pencucian uang, prinsip keterbukaan
kepemilikan secara beneficial owner (BO) di perusahaan terbuka diatur secara
Undang-Undang, tidak hanya diatur di Peraturan Otoritas Jasa Keuangan,
Peraturan presiden, Peraturan Bank Indonesia, Peraturan PPATK, dan lainnya.
Agar pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang sesuai dengan

15
Undang-Undang No 8 tahun 2010
16
PER02/1.02/PPATK/02/15
17
Maryati Abdullah, “Menguak Beneficial Ownership, Membongkar Kamuflase Ekonomi”, Di akses pada 1
Januari 2022
18
Ibid.
19
Varida Ariani, Nevey Beneficial Owner: Mengenali Pemilik Manfaat dalam Tindak Pidana Korporasi, Jurnal
Penelitian De Jure, Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM, Vol. 20, No. 1, Maret, 2020
tujuan hukum, seharusnya keterbukaan beneficial owner dibuat peraturan dalam
bentuk Undang-Undang karena merupakan lex superior agar memberikan
kepastian hukum.

Anda mungkin juga menyukai