Anda di halaman 1dari 17

SOSIALISASI EVALUASI

KOPERASI BERMASALAH

OLEH :
AKBP MUJIANTO, SIK
KASUBDIT II
DIT RESKRIMSUS POLDA JABAR
BANDUNG, 10 MARET 2021
LANDASAN HUKUM PERKOPERASIAN

1. UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian

2. PP No. 4 Tahun 1994 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran
Dasar Koperasi

3. PP No. 17 Tahun 1994 tentang Pembubaran Koperasi Oleh Pemerintah

4. PP No. 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi

5. PP No. 33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan pada Koperasi

6. Permen Koperasi dan UKM No. 15 Tahun 2015 tentang Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi Jo. Permen Koperasi
dan UKM No. 02 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Permen Koperasi dan UKM No. 15 Tahun 2015 tentang
Usaha Simpan Pinjam
7. Permen Koperasi dan UKM No. 18 Tahun 2016 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Bantuan Pemerintah
pada Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah

8. Permen Koperasi dan UKM No. 11 tahun 2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah oleh Koperasi

9. Permen Koperasi dan UKM No. 05 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Permen Koperasi dan UKM No. 11 Tahun
2018 tentang Perizinan Usaha Simpan Pinjam Koperasi

10. Permen Koperasi dan UKM No. 6 tahun 2020 tentang Pedoman Umum Penyaluran Pemerintah bagi Pelaku
Usaha Mikro untuk mendukung Pemulihan Ekonomi Nasional
KOPERASI MENURUT UU NO 25 TAHUN 1992

Koperasi adalah badan usaha yang


beranggotakan orang-orang atau
badan hukum koperasi dengan
melandaskan kegiatannya
berdasarkan prinsip koperasi
sekaligus sebagai gerakan
ekonomi rakyat yang berdasar
atas asas kekeluargaan.
PRINSIP KOPERASI
BAB III PASAL 5
UU NO. 25 TAHUN 1992

1. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka.


2. Pengelolaan secara Demokrasi.
3. Pembagian SHU dilakukan secara adil
seimbang dengan besarnya jasa usaha
masing-masing aggota.
4. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap
modal.
5. Kemandirian.
Pengurus bertugas:
a. Mengelola Koperasi berdasarkan Anggaran Dasar;
b. Mendorong dan memajukan usaha Anggota;
c. Menyusun rancangan rencana kerja serta rencana anggaran
pendapatan dan belanja Koperasi untuk diajukan kepada Rapat
Anggota
d. Menyusun laporan keuangan dan pertanggungjawaban
pelaksanaan tugas untuk diajukan kepada Rapat Anggota;
e. Menyusun rencana pendidikan, pelatihan, dan komunikasi
Koperasi untuk diajukan kepada Rapat Anggota;
f. Menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara
tertib;
g. Menyelenggarakan pembinaan karyawan secara efektif dan
efisien;
Pengawas bertugas:
a. mengusulkan calon Pengurus;
b. memberi nasihat dan pengawasan kepada
Pengurus;
c. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
kebijakan pengelolaan Koperasi yang
dilakukan oleh Pengurus
d. melaporkan hasil pengawasan kepada Rapat
Anggota.
IJIN USAHA KOPERASI
1. Koperasi wajib mengurus dan memiliki perijinan usaha yang
ditetapkan pemerintah, pemerintah daerah provinsi,
kabupaten/kota, berkaitan dengan kegiatan usaha yang dilakukan
koperasi.

2. Koperasi yang menyelenggarakan usaha Simpan Pinjam wajib


memiliki ijin usaha simpan pinjam yang dikeluarkan oleh Pejabat
yang Berwenang.

3. Koperasi yang menyelenggarakan usaha selain simpan pinjam wajib


memiliki ijin usaha sektor/bidang usaha, yang dikeluarkan oleh
pemerintah, pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota, melalui
kantor layanan perijinan satu atap, dan/atau instansi teknis.
TINDAK PIDANA YANG BERPOTENSI TERJADI DALAM
PENYELENGGARAAN KEGIATAN KOPERASI
 Padakenyataannya koperasi Indonesia pada saat ini didominasi oleh koperasi yang bergerak di bidang jasa
keuangan (simpan pinjam) dan sedikit sekali yang mampu menangani sektor riel. Bahkan banyak koperasi
yang meninggalkan kegiatan di berbagai sektor produksi dan industri serta beralih pada aspek keuangan,
demikian juga dengan kegiatan koperasi di bidang pemasaran.
 KoperasiSimpan Pinjam hanya diperbolehkan menghimpun dana dan menyalurkannya kepada anggota, calon
anggota, koperasi lain dan/atau anggotanya. Hal itu telah secara tegas diatur dalam peraturan perundang-
undangan yang mengatur tentang Koperasi Simpan Pinjam. Namun kenyataan yang ada saat ini, banyak
Koperasi Simpan Pinjam yang menghimpun dana dari masyarakat luas diluar anggotanya.
 Saatini, permasalahan yang terjadi dalam kegiatan Koperasi Simpan Pinjam bukan hanya permasalahan
penghimpunan dana diluar anggota saja, melainkan juga permasalahan adanya koperasi yang disebut dengan
“koperasi pengurus”. Dalam hal ini, terdapat dominasi pengurus dalam kegiatan usaha koperasi meskipun
secara normatif telah jelas disebutkan bahwa yang memegang kekuasaan tertinggi dalam suatu koperasi
adalah Rapat Anggota. Alasan keberadaan koperasi pengurus tersebut adalah adanya pengaruh pola
hubungan koperasi dan anggota serta masyarakat yang hanya didasarkan pada pola hubungan bisnis. Akibat
dari pola hubungan bisnis tersebut, sering terjadi “koperasi yang tidak koperasi”, atau dikenal sebagai
“koperasi pengurus” dan “koperasi investor”, karena koperasi dan anggota menjadi entitas yang berbeda,
melakukan transaksi satu dengan lainnya, bahkan tidak jarang saling berbeda kepentingan (pengurus dan
investor berada di satu pihak dan anggota berada di pihak lainnya).
DATA PENANGANAN PERKARA TERHADAP KOPERASI
YANG BERMASALAH

 KASUS KOPERASI CIPAGANTI KARYA GUNA PERSADA, TAHUN 2015 (P21);

 PADA TAHUN 2020 ADA 4 (EMPAT) KASUS KOPERASI YANG BERMASALAH,


YANG PADA SAAT INI DALAM PROSES PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN
MASALAH TINDAK PIDANA YANG BERPOTENSI TERJADI DENGAN
PENYALAHGUNAAN/ PENGELOLAAN KOPERASI

1. Tindak Pidana Penipuan;


2. Tindak Pidana Penggelapan;
3. Tindak Pidana Perbankan; dan
4. Tindak Pidana Pencucian Uang.
TINDAK PIDANA PENIPUAN
 Tindak Pidana Penipuan Titel XXV Buku II KUHP berjudul bedrog yang berarti penipuan dalam
arti luas, sedangkan pasal pertama dari titel itu, yaitu Pasal 378 mengatur mengenai tindak
pidana oplichting yang berarti penipuan juga tetapi dalam arti sempit, sedangkan pasal-pasal
lain dari titel tersebut memuat tindak pidana lain yang bersifat penipuan juga dalam arti luas.
Pasal 378 KUHP berbunyi: “Barang siapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri
atau orang lain dengan melawan hak, baik dengan memakai nama palsu atau keadaan palsu,
baik dengan akal dan tipu muslihat, maupun dengan karangan perkataan-perkataan bohong,
membujuk orang supaya memberikan sesuatu barang, membuat utang atau menghapuskan
piutang, dihukum karena penipuan, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.”
 Dalam hal tindak pidana penipuan yang dilakukan oleh Koperasi Simpan Pinjam, maka unsur
“menguntungkan diri dengan melanggar hukum” dapat diidentifikasi melalui tindakan pengurus
atau pengelola koperasi yang sengaja mengumpulkan dana dari masyarakat dan kemudian dana
tersebut tidak digunakan sebagaimana mestinya, melainkan disalah gunakan untuk kepentingan
pribadinya. Unsur penyerahan barang dalam hal ini juga telah terpenuhi ketika calon anggota
menyerahkan sejumlah uang (yang disebut sebagai simpanan pokok dan simpanan wajib)
kepada koperasi serta ketika para anggota menyimpan dananya di Koperasi Simpan Pinjam.
TINDAK PIDANA PENGGELAPAN
 Perumusan dari tindak pidana ini termuat dalam Pasal 372 KUHP dari titel XXIV Buku II KUHP.
Adapun bunyi Pasal 372 KUHP adalah “Barang siapa dengan sengaja memiliki dengan melawan
hukum hak sesuatu barang yang sama sekali atau sebagiannya termasuk kebanyakan orang lain
dan barang itu ada dalam tangannya bukan karena kejahatan, dihukum karena penggelapan
dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp
900,-“.

 Unsur “barang dibawah kekuasaan pelaku”, yaitu ketika para nasabah mempercayakan dananya
untuk disimpan di Koperasi Simpan Pinjam dan akan diambil kembali pada waktu tertentu
sesuai ketentuan. Dana yang dipercayakan oleh nasabah tersebut berada dalam kekuasan
pengurus koperasi untuk dikelola sebagaimana mestinya. Namun kenyataan yang terjadi, dana
tidak dikelola sebagaimana mestinya dan bahkan digelapkan oleh pengurus dan/atau
pengelola. Hal itu mengakibatkan ketika nasabah ingin mengambil kembali dananya, pihak
koperasi tidak bisa memenuhi. Unsur “barang milik orang lain”. Dalam hal kasus penggelapan
oleh pengurus Koperasi Simpan Pinjam, unsur “barang milik orang lain” adalah dana para
nasabah yang dipercayakan untuk disimpan di Koperasi Simpan Pinjam.
TINDAK PIDANA PERBANKAN
 Untuk dapat melakukan kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat luas, suatu lembaga harus memiliki
ijin dari Bank Indonesia. Ketentuan tersebut tertuang dalam Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang No 7 Tahun
1992 juncto Undang-Undang No 10 Tahun 1998. Pasal 16 ayat (1) tersebut berbunyi “Setiap pihak yang
melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan wajib terlebih dahulu
memperoleh ijin usaha sebagai Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat dari pimpinan Bank Indonesia,
kecuali apabila kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dimaksud diatur dengan undang-undang
tersendiri”.

 Ancaman sanksi pidana terhadap tindak pidana sebagaimana diatur Pasal 16 ayat (1) tersebut diatur
dalam Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang No 7 Tahun 1992 juncto Undang-Undang No 10 Tahun 1998 yang
berbunyi: Barang siapa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari
Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, diancam dengan pidana penjara
sekurangkurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya
Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp 200.000.000.000,00 (dua ratus miliar
rupiah). Selanjutnya Pasal 46 ayat (2) menyebutkan bahwa: Dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk Perseroan Terbatas, perserikatan, yayasan
atau koperasi, maka penuntutan terhadap badan-badan dimaksud dilakukan baik terhadap mereka yang
memberi perintah melakukan perbuatan itu atau yang bertindak sebagai pimpinan dalam perbuatan itu
atau terhadap kedua-duanya.
 Namun yang jadi permasalahan dalam kegiatan Koperasi Simpan Pinjam tersebut adalah
kegiatan penghimpunan dana masyarakat diluar anggota dalam bentuk simpanan. Kegiatan
tersebut selain menyimpang dari Undang-Undang Perkoperasian Simpanan adalah: dana
masyarakat yang dipercayakan masyarakat kepada Bank dan seterusnya Penyangkalan akan
timbul: Kami adalah bukan Bank Penyangkalan diteruskan dengan: “berarti kami tidak dapat
dikenakan Pasal 46 ayat (1) Barang siapa Menghimpun dana Dari masyarakat Dalam bentuk
simpanan dan seterusnya juga mengarah pada pelanggaran terhadap Undang-Undang No 7
Tahun 1992 juncto Undang-Undang No 10 Tahun 1998.
 Pada umumnya Koperasi Simpan Pinjam tersebut melayani penghimpunan simpanan non
anggota dengan cara memperlakukannya sebagai calon anggota, namun sifat dari calon anggota
tersebut ternyata permanent atau tidak pernah dicatat sebagai anggota, sehingga praktik
seperti ini menyalahi ketentuan PP No 9 Tahun 1995 yang mengatur bahwa calon anggota
koperasi dalam jangka waktu 3 bulan setelah melunasi simpanan pokok harus menjadi anggota.
 Koperasi yang melakukan praktek perkoperasiannya yang menyimpan dari definisi dan
ketentuan-ketentuan undang-undang tentang koperasi serta melakukan bujuk rayu dengan
serangkaian kata-kata mutiaranya yang menarik dan memikat dan dengan maksud
menguntungkan dirinya dan/atau orang lain dengan melawan hukum ditambah menerima dana
simpanan dan mengkreditkan dana dari dan kepada orang seorang dan/atau badan hukum
koperasi lain yang bukan anggotanya sudah jelas dan nyata melakukan praktek kriminal bank
gelap berkedok koperasi.
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
 Berkaitan dengan pengaturan pidana yang dilakukan organ koperasi di dalam tubuh koperasi, UU
Perkoperasian tidak memuat ketentuan pidananya, dan yang berlaku adalah Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP) ataupun Undang-Undang diluar KUHP. Sebenarnya RUU KUHP 2004 telah
memuat syarat-syarat agar suatu tindak pidana dapat dibebankan pertanggungjawabannya dengan
atau tanpa membebankan peryanggungjawaban pidana kepada manusia yang menjadi pelakunya.
Seperti yang terdapat dalam Pasal 45 RUU KUHP, sebagai berikut : “tindak pidana dilakukan oleh
korporasi apabila dilakukan oleh orang-orang yang bertindak untuk dan atas nama korporasi atau
demi kepentingan korporasi, berdasarkan hubungan kerja atau berdasar hubungan lain, dalam
lingkup usaha korporasi tersebut, baik sendiri sendiri atau bersama-sama.” Karena RUU KUHP belum
diberlakukan saat ini, maka untuk memberikan sanksi pidana terhadap koperasi yang melakukan
penyalahgunaan dana dari modal penyertaan yang dihimpun dari masyarakat, sehingga koperasi
dan/atau organnya dapat dipidana dapat dikenakan dengan Pasal-pasal sebagai berikut :
 Pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang “Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan,
menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata
uang atau surat berhaga atau perbuatan lain atas Harta kekayaan yang diketahuinya atau patut
diduga merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidana karena tindak pidana
Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak
Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah).
 Ketentuan-ketentuan diatas hanya dapat dikenakan pada orang atau para pejabat koperasi yang diduga
melakukan penyalahgunaan dana modal penyertaan yang dihimpun dari masyarakat, sedangkan untuk
mpertanggungjawaban pidana pada koperasinya sendiri dapat dikenakan beberapa pasal dari Undang-
Undang Tindak Pidana Pencucian Uang yang mana menganut ajaran identifikasi (doctrineof
identification), yang dapat dilihat dalam beberapa Pasal didalamnya antara lain:
 a) Pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tindak Pidana Pencucian Uang :
(1) Dalam hal tindak pidana Pencucian Uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal
5 dilakukan oleh Korporasi, pidana dijatuhkan terhadap Korporasi dan/atau Personil Pengendali
Korporasi.
(2) Pidana dijatuhkan terhadap Korporasi apabila tindak pidana Pencucian Uang: a. Dilakukan atau
diperintahkan oleh Personil Pengendali Korporasi b. Dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud
dan tujuan Korporasi c. Dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku atau pemberi perintah; dan
d. Dilakukan dengan maksud memberi manfaat bagi Korporasi
 b) Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tindak Pidana Pencucian Uang :
(1) Pidana pokok yang dijatuhkan terhadap Korporasi adalah pidana denda paling banyak Rp.
100.000.000.000,- (seratus milyar rupiah).
(2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap Korporasi juga dapat
dijatuhkan pidana tambahan berupa: a. Pengumuman putusan hakim b. Pembekuan sebagian atau
seluruh kegiatan usaha Korporasi c. Pencabutan izin usaha d. Pembubaran dan/atau pelanggaran
Korporasi e. Perampasan aset Korporasi untuk negara; dan/atau f. Pengambilalihan Korporasi oleh negara.
SEKIAN DAN TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai