NIM : 042360694
Soal :
Pada 2018, Grup Lippo terjerat permasalahan korupsi menyusul operasi tangkap tangan oleh
KPK akibat terkuaknya fakta bahwa anak perusahaan mereka melakukan tindak pidana rasuah
berupa suap untuk perizinan proyek Meikarta. Seketika itu pula saham emiten properti Grup
Lippo ambruk yang secara bersamaan mengakibatkan kerugian di pihak investor dan para
pemegang saham saat itu. Saat itu, sejumlah saham perusahaan Grup Lippo yang tercatat di
Bursa Efek Indonesia (BEI) langsung berguguran begitu kasus rasuah tersebut menyeruak.
Seketika Saham PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK), pengembang proyek Meikarta, merosot 240
poin (14,77%) ke Rp 1.385 setelah dibuka di level Rp 1.625. Sementara saham PT Lippo
Karawaci Tbk (LPKR) juga anjlok 8 poin (2,68%) ke Rp 290.
Hal ini menjadi bukti rendahnya kesadaran kita terhadap pentingnya penerapan seluruh
aspek Good Corporate Governance sehingga efeknya bermuara pada maraknya kasus korupsi
ataupun tindak pidana penyelewengan lainnya. Ketua KPK Firli Bauri menegaskan bahwa
seluruh BUMN dan pelaku usaha lainnya harus menerapkan prinsip-prinsip tata kelola
perusahaan yang baik atau Good Corporate Governance. Hal itu ia sampaikan usai pada Juli
2020 lalu, lagi-lagi terjadi tindak pidana rasuah berupa pengerjaan proyek-proyek fiktif. Kali ini,
subjeknya justru hadir dari perusahaan BUMN yaitu PT Waskita Karya.
Good Corporate Governance menjadi sangat krusial untuk diterapkan menjadi solusi yang dapat
diandalkan guna mencegah praktik tindak pidana korupsi. Pada prinsipnya, penerapan tata kelola
perusahaan yang baik tidak hanya akan melindungi kepentingan pemegang saham dan investor,
namun juga akan membawa banyak manfaat dan keuntungan bagi perusahaan terkait dan pihak
lain yang memiliki hubungan langsung maupun tidak langsung dengan perusahaan.
Sumber :
https://pratamaindomitra.co.id/deretan-kasus-korupsi-ingatkan-kita-pentingnya-penerapan-
gcg.html
Dari artikel berita tersebut, buatlah sebuah analisa hukum dari pertanyaan berikut ini :
1. Mana saja pengaturan dalam UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang
menunjukkan adanya hubungan antara Pemegang Saham dengan Perseroan yang
berkaitan dengan Prinsip Akuntabilitas? Jelaskan!
Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan
persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal
dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam
Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
Akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ Perseroan
maupun pegawai sehingga pengelolaan perusahaan dapat dilaksanakan secara efektif. Pada
prinsip ini, SUCOFINDO mengenal 3 (tiga) jenis tingkatan akuntabilitas dalam setiap aktivitas
Perseroan, yang meliputi:
1. Akuntabilitas Individual
2. Ketentuan Pasal 3 ayat (1) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
dihubungkan dengan ayat (2) memberikan implikasi apa bagi pemegang saham?
Pasal 3
1.Pemegang saham Perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang
dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi
saham yang dimiliki.
2.pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad
buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi;
3.pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang
dilakukan oleh Perseroan; atau
4.pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan
hukum menggunakan kekayaan Perseroan, yang mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi
tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan.
sengketa yang terjadi antar pemegang saham tersebut memang tidak dapat terhindarkan, baik
sengketa yang terjadi melibatkan antar sesama pemegang saham lokal maupun antar pemegang
saham lokal dengan asing. Biasanya, penyelesaian sengketa tersebut berujung pada gugatan di
pengadilan. Akan tetapi, upaya penyelesaian sengketa ini juga memiliki cara yang dapat
ditempuh sebelum akhirnya diseselesaikan melalui pengadilan.
Terlepas dari itu, komposisi kepemilikan saham antara pemegang saham mayoritas dengan
pemegang saham minoritas juga menjadi isu tersendiri dimana terkadang pemegang saham
minoritas diperhadapkan dalam diposisi yang tidak menguntungkan. Hal ini pun juga dapat
menjadi salah satu faktor terjadinya sengketa tersebut. Maka penting untuk para pemegang
saham ini memahami hak-hak nya masing-masing.
Jadi dalam kasus PT.LIPPO yang melakukan korupsi terhadap proyek meikarta, hubungan
dengan pasal 3 ayat 1 dan 2 yaitu Pemegang saham dan juga investor harus memahami hak –
hak,ketentuan dan persyarat dalam pemegang saham. Maka investor tidak bertanggungjawab atas
kerugian dan bangkrutnya PT.LIPPO.
1. Fairness (Keadilan) menjamin adanya perlakuan adil dan setara didalam memenuhi hak-hak
stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangundangan yang
berlaku. Prinsip ini menekankan bahwa semua pihak, yaitu pemegang saham minoritas maupun
asing harus diberlakukan sama.
Pemegang saham atau investor dalam kasus suap PT.LIPPO harus bersikap adil dalam
menyelesaikan permasalahan dalam perjanjian pemegang saham sesuai dengan pasal 3 ayat 1
dan 2 tersebut. Maka dari itu PT.LIPPO harus bertanggungjawab dalam pemegang saham harus
melaksanakan persyartan dan ketentuan sesuai dengan peraturan perundang - undangan
2. Transparency (Transparansi) mewajibkan adanya suatu informasi yang terbuka, akurat dan
tepat pada waktunya mengenai semua hal yang penting bagi perusahaan, kepemilikan, dan
para pemegang kepentingan (stakeholders) .
Dalam kasus suap PT.LIPPO semua pemegang saham dan investor harus transparansi dalam
menyelesaikan atau memberikan keterangan kepada pihak KPK agar permasalahan kasus suap
yang dialami PT.LIPPO bisa berjalan dengan baik.
Dalam kasus suap PT.LIPPO untuk kedepannya pengelolaan serta manajemen perusahaan harus
terstruktur agar pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.