Anda di halaman 1dari 31

BAB VI

PERSEROAN TERBATAS (PT)

PT merupakan materi yang penting dalam Hukum Dagang karena dengan


perusahaan yang berbentuk PT, pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan
usaha/bisnis dapat terjamin kepastian hukumnya terutama terkait dengan
jaminan keterpisahan kekayaan pribadi para anggotanya dari kekayaan PT.
I. Tujuan Instruksional Umum
Mahasiswa dapat menjelaskan dan mengidentifikasi ruang lingkup badan
hukum yang berbentuk PT dan prinsip-prinsip pertanggungjawabannya.
II. Sub-sub Pokok Bahasan
1. Pengertian dan Modal PT
2. Pendirian PT
3. Saham PT
4. Organ-organ PT
5. Prinsip-prinsip pertanggungjawaban organ PT
III. Tujuan Instruksional Khusus
1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian PT dan unsur-unsur yang
terkandung di dalamnya termasuk di dalamnya modal PT.
2. Mahasiswa dapat menjelaskan proses pendirian PT dan menganalisis
konsekuensi dari beberapa tahapan pendirian PT tersebut.
3. Mahasiswa dapat mengidentifikasikan modal-modal dalam PT, fungsi
sham, jenis saham dan klasifikasi saham PT.
4. Mahasiswa dapat membedakan tugas dan kewenangan organ-organ
dalam PT
5. Mahasiswa dapat menjelaskan dan menganalisis prinsip-prinsip
pertanggungjawaban organ PT.

Pendahuluan
Dalam penjelasan Undang-undang Nomor 40 Tanun 2007 ditegaskan,
bahwa pembangunan perekonomian nasional yang diselenggarakan
berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi yang
berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga
keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional bertujuan untuk
mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan pembangunan
perkonomian nasional perlu didukung oleh suatu undang-undang yang mengatur
tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin iklim dunia usaha yang
kondusif. Selama ini perseroan terbatas telah diatur dengan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, yang menggantikan peraturan
perundang-undangan yang berasal dari zaman kolonial. Namun, dalam
perkembangannya ketentuan dalam Undang-Undang tersebut dipandang tidak
lagi memenuhi perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat karena
keadaan ekonomi serta kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi
sudah berkembang begitu pesat khususnya pada era globalisasi. Di samping itu,
meningkatnya tuntutan masyarakat akan layanan yang cepat, kepastian hukum,
serta tuntutan akan pengembangan dunia usaha yang sesuai dengan prinsip
pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance) menuntut
penyempurnaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan
Terbatas.

Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan


Terbatas telah diakomodasi berbagai ketentuan mengenai Perseroan, baik
berupa penambahan ketentuan baru, perbaikan penyempurnaan, maupun
mempertahankan ketentuan lama yang dinilai masih relevan.
Dalam rangka memenuhi tuntutan masyarakat untuk memperoleh layanan
yang cepat, Undang-Undang ini mengatur tata cara: 1) pengajuan permohonan
dan pemberian pengesahan status badan hukum; 2) pengajuan permohonan dan
pemberian persetujuan perubahan anggaran dasar; 3) penyampaian
pemberitahuan dan penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran dasar
dan/atau pemberitahuan dan penerimaan pemberitahuan perubahan data
lainnya, yang dilakukan melalui jasa teknologi informasi sistem administrasi
badan hukum secara elektronik di samping tetap dimungkinkan menggunakan
sistem manual dalam keadaan tertentu.

Berkenaan dengan permohonan pengesahan badan hukum Perseroan,


ditegaskan bahwa permohonan tersebut merupakan wewenang pendiri bersama-
sama yang dapat dilaksanakan sendiri atau dikuasakan kepada notaris.
Akta pendirian Perseroan yang telah disahkan dan akta perubahan
anggaran dasar yang telah disetujui dan/atau diberitahukan kepada Menteri
dicatat dalam daftar Perseroan dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara
Republik Indonesia dilakukan oleh Menteri. Dalam hal pemberian status badan
hukum, persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran
dasar, dan perubahan data lainnya, Undang-Undang ini tidak dikaitkan dengan
Undang-Undang tentang Wajib Daftar Perusahaan.

Untuk lebih memperjelas dan mempertegas ketentuan yang menyangkut


Organ Perseroan, dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas dilakukan perubahan atas ketentuan yang menyangkut
penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dengan
memanfaatkan perkembangan teknologi. Dengan demikian, penyelenggaraan
RUPS dapat dilakukan melalui media elektronik seperti telekonferensi, video
konferensi, atau sarana media elektronik lainnya. Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas juga memperjelas dan mempertegas
tugas dan tanggung jawab Direksi dan Dewan Komisaris, juga mengatur
mengenai komisaris independen dan komisaris utusan.

Sesuai dengan berkembangnya kegiatan usaha berdasarkan prinsip


syariah, Undang-Undang ini mewajibkan Perseroan yang menjalankan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah selain mempunyai Dewan Komisaris juga
mempunyai Dewan Pengawas Syariah. Tugas Dewan Pengawas Syariah adalah
memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan
Perseroan agar sesuai dengan prinsip syariah.
Hal baru lainnya yang diatur dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas yaitu mengenai Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan yang bertujuan mewujudkan pembangunan ekonomi berkelanjutan
guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat bagi
Perseroan itu sendiri, komunitas setempat, dan masyarakat pada umumnya.
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mendukung terjalinnya hubungan Perseroan
yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya
masyarakat setempat, maka ditentukan bahwa Perseroan yang kegiatan
usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib
melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. Untuk melaksanakan
kewajiban Perseroan tersebut, kegiatan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
harus dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang
dilaksanakan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Kegiatan
tersebut dimuat dalam laporan tahunan Perseroan. Dalam hal Perseroan tidak
melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan maka Perseroan yang
bersangkutan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas


mempertegas ketentuan mengenai pembubaran, likuidasi, dan berakhirnya
status badan hukum Perseroan dengan memperhatikan ketentuan dalam
Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang.

Dengan pengaturan yang komprehensif yang melingkupi berbagai aspek


Perseroan, maka Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas diharapkan memenuhi kebutuhan hukum masyarakat serta lebih
memberikan kepastian hukum, khususnya kepada dunia usaha.
PT merupakan salah satu sendi utama dalam kehidupan masyarakat
modern, karena PT yang berbentuk perusahaan merupakan salah satu pusat
kegiatan manusia guna memenuhi kehidupannya. Selain itu perusahaan juga
sebagai salah satu sumber pendapatan negara melalui pajak dan wadah bagi
penyaluran tenaga kerja. Oleh karena itu, eksistensi dan peran perusahaan
dalam masyarakat sangat besar.1
Menurut Pasal 1 angka (1) Undang-undang No. 8 Tahun 1997 tentang
Dokumen Perusahaan, perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang melakukan
kegiatan secara tetap dan terus-menerus dengan memperoleh keuntungan dan
atau laba, baik yang diselenggarakan oleh orang perorangan maupun badan
usaha yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum, yang didirikan
dan berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia.
PT hanya dapat hidup, tumbuh dan berkembang apabila memperoleh
dukungan dari masyarakat, karena pada dasarnya masyarakatlah yang

1
Sri Rezeki, Kapita Selekta Hukum Perusahaan, Mandar Maju, Bandung, 2000, hlm. V.
merupakan pemasok utama kebutuhan perusahaan dan sekaligus sebagai
pemakai produk (barang dan jasa) perusahaan. Dengan demikian keberadaan
dan kelangsungan kehidupan perusahaan itu sangat tergantung dan ditentukan
oleh sikap masyarakat terhadap institusi/lembaga yang bersangkutan.
Kedudukan PT sebagai institusi adalah sebagai Badan Hukum, sehingga
ia adalah subyek hukum yang merupakan pelaku ekonomi yang mempunyai
beberapa nilai lebih dibandingkan dengan organisasi ekonomi yang lain. PT
mempunyai kemampuan menghimpun dana yang potensiil, terutama diluar
dirinya sendiri dengan mengajak pihak-pihak ketiga bergabung dengannya.
Meskipun demikian, kemampuan tersebut membutuhkan media dan mekanisme
tertentu (dalam hal ini Bursa Saham/Pasar Modal). PT mempunyai nilai-nilai lebih
baik jika ditinjau dari aspek ekonomi sendiri maupun yuridisnya. Kedua aspek
tersebut saling terkait satu sama lainnya. Aspek hukumnya memberikan rambu-
rambu pengamanan serta mengatur agar kepentingan semua pihak dapat
diterapkan dengan sebaik-baiknya dalam rangka menjalankan kegiatan ekonomi.
PT merupakan suatu badan usaha yang sempurna baik sebagai kesatuan
ekonomi maupun sebagai kesatuan hukum. PT sebagai kesatuan ekonomi ditata
oleh pranata hukum agar dapat berfungsi dan bertanggung jawab secara
sempurna pula. Sebaliknya, PT sebagai kesatuan hukum mempunyai kedudukan
sebagai badan hukum yaitu sebagai subyek yang mampu melakukan perbuatan
hukum, sebagai pendukung hak dan kewajiban di dalam lalu lintas hukum.

Pengertian
Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas ditegaskan, Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut
Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan
berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang
seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan
dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

Unsur-unsurnya:

1. Badan Hukum

2. Persekutuan modal
3. Didirikan berdasarkan perjanjian

4. Melakukan kegiatan usaha

5. Modal dasar terdiri atas saham

Ad.1. Badan Hukum


Dalam pergaulan hukum, manusia ternyata bukan satu-satunya
pendukung hak-hak dan kewajiban-kewajiban. Disamping manusia, masih ada
pendukung hak dan kewajiban yang dinamakan (rechtspersoon). 2
Badan hukum merupakan pendukung hak dan kewajiban, sama seperti
manusia pribadi. Badan hukum adalah suatu badan yang ada karena hukum, dan
memang diperlukan keberadaannya sehingga disebut legal entity. Oleh karena
itu, maka badan hukum disebut “artificial person” atau manusia buatan atau
“person in law” atau “legal person” atau “rechtspersoon”. Jadi disamping manusia
atau” natuurllijk persoon / natural person” ada manusia lain yang disebut
“rechtspersoon” yang merupakan artificial person yakni orang tiruan atau orang
yang diciptakan oleh hukum.
Sebagai penyandang hak dan kewajiban, dia dapat mengadakan
hubungan bisnis dengan pihak lain. Untuk itu dia memiliki kekayaan sendiri, yang
terpisah dari kekayaan pengurus atau pendirinya. Dengan status PT sebagai
badan hukum, maka sejak saat itu hukum memperlakukan pemilik atau
pemegang saham dan pengurus atau direksi, terpisah dari PT itu sendiri yang
dikenal dengan istilah “separate legal personality” yakni sebagai individu yang
berdiri sendiri. Dengan demikian, pemegang saham tidak mempunyai
kepentingan dalam kekayaan PT, sehingga oleh sebab itu, juga tidak
bertanggung jawab atas kewajiban hukum PT.
Sifat dari PT tersebut di atas dikenal dengan Corporate Personality, yang
esensinya adalah suatu perusahaan mempunyai personalitas atau kepribadian
berbeda dari orang yang menciptakannya. Maksudnya, meskipun apabila orang
yang menjalankan perusahaan terus berganti, perusahaannya tetap memiliki
identitas sendiri terlepas dari adanya penggantian para anggota pengurus
ataupun pemegang sahamnya. Demikian pula kepentingan perusahaan tidak

2
Ali Rido, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan,
Wakaf. Cetakan IV, Alumni, Bandung, 1986, hlm. 3.
berhenti ataupun diulangkembali setiap terjadi pergantian manajer atau
perubahan pemegang saham perusahaannya.
Istilah yang digunakan Rudhi Prasetya untuk menggambarkan PT sebagai
badan hukum adalah bahwa PT mempunyai kedudukan mandiri. Kedudukan
mandiri PT adalah kedudukan PT dalam hukum yang dipandang berdiri sendiri
otonom terlepas dari orang perorangan yang berada dalam PT tersebut. Di satu
pihak PT merupakan wadah yang menghimpun orang-orang yang mengadakan
kerja sama dalam PT, namun di lain pihak segala perbuatan yang dilakukan
dalam rangka kerja sama dalam PT itu, oleh hukum dipandang semata-mata
sebagai perbuatan badan itu sendiri. Oleh karena itu konsekuensinya adalah
segala kewajiban hukumnya dipenuhi oleh kekayaan yang dimilikinya. Apabila
harta itu tidak dapat mencukupi untuk menutupi kewajibannya, itupun tidak akan
dapat dipenuhi dari kekayaan pengurus ataupun pendirinya guna
menghindarkannya dari kebangkrutan atau likuidasi. Kendatipun mendapat
pinjaman dana dari pengurus atau pendirinya, atau jika BUMN mendapat
suntikan dana dari negara, pinjaman atau suntikan dana itu tetap sebagai hutang
badan hukum itu sendiri.
Dalam hubungan bisnis dengan pihak ketiga, badan hukum itu bertindak
sendiri untuk kepentingannya sendiri yang diwakili oleh pengurusnya
sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar. Apabila mendapat keuntungan,
maka keuntungan itu menjadi kekayaan pribadi badan hukum itu. Sebaliknya,
apabila menderita kerugian, maka kerugian itu ditanggung sendiri oleh badan
hukum dari kekayaan yang dimilikinya. Manusia orang perorangan yang ada,
dianggap lepas eksistensinya dari PT itu. “Persona standi in judicio” adalah
ungkapan latin yang dipergunakan untuk menggambarkan status kemandirian PT
tadi.
Dengan karakteristik yang dimiliki oleh PT yang disebutkan di atas, orang
lebih memilih bentuk usaha PT dibandingkan bentuk badan usaha lainnya
apabila ingin melakukan kegiatan usaha, seperti persekutuan perdata (Pasal
1646 ayat 4 KUHPerdata, Firma dan CV (Pasal 15 KUHD), terutama terkait
dengan status badan hukumnya.
Menurut doktrin, syarat-syarat badan hukum adalah: 3
1. Adanya harta kekayaan yang terpisah
Harta ini didapat dari pemasukan para anggotanya atau suatu perbuatan
pemisahan dari seseorang yang diberi suatu tujuan tertentu. Harta kekayaan ini
sengaja diadakan dan memang diperlukan sebagai alat untuk mengejar suatu
tujuan tertentu dalam hubungan hukumnya. Dengan demikian, harta kekayaan itu
menjadi objek tuntutan tersendiri dari pihak-pihak ketiga yang mengadakan
hubungan hukum dengan badan itu. Karena itu, badan hukum mempunyai
pertanggungan-jawab sendiri. Walaupun harta kekayaan itu berasal dari
pemasukan para anggotanya, harta kekayaan itu terpisah sama sekali dengan
harta kekayaan masing-masing anggota-anggotanya. Kekayaan yang terpisah
tersebut membawa akibat:
a. Kreditur pribadi para anggota tidak mempunyai hak untuk menuntut harta
kekayaan badan hukum.
b. Para anggota pribadi tidak dapat menagih piutang dari badan hukum
terhadap pihak ke tiga.
c. Kompensasi antara hutang pribadi dengan hutang badan hukum tidak
diperkenankan.
d. Hubungan hukum, baik persetujuan, maupun proses-proses antara anggota
dan badan hukum mungkin saja seperti halnya antara badan hukum dengan
pihak ketiga.
e. Pada kepailitan, hanya para kreditur badan hukum dapat menuntut harta
kekayaan yang terpisah itu.
Beberapa keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa karena adanya
keterpisahan kekayaan maka pertanggungjawaban anggota-anggotanya pun
terbatas sampai dengan pemasukan/ modal yang mereka tanamkan dalam
badan hukum dimaksud. Hal ini dipertegas dalam Pasal 3 ayat (1,2) Undang-
undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas:
(1) Pemegang saham Perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas
perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab
atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila:
3
Ali Rido, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan,
Wakaf. Cetakan IV, Alumni, Bandung, hlm. 50.
a. persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak
terpenuhi;
b. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak
langsung dengan itikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk
kepentingan pribadi;
c. pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan
melawan hukum yang dilakukan oleh Perseroan; atau

2. Mempunyai tujuan tertentu


Tujuan tertentu merupakan tujuan tersendiri dari badan hukum dan karena
itu tujuan bukanlah merupakan kepentingan pribadi dari satu atau beberapa
orang anggota. Perjuangan mencapai tujuannya itu dilakukan sendiri oleh badan
hukum sebagai subjek hukum yang mempunyai hak dan kewajiban sendiri dalam
pergaulan hukumnya. Oleh karena badan hukum hanya dapat bertindak dengan
perantara organnya, maka perumusan tujuan hendaknya tegas dan jelas. Hal ini
sangat penting bagi organ itu sendiri maupun pihak ketiga dalam hubungannya
badan hukum itu dengan dunia luar. Ketegasan ini memudahkan pemisahan
apakah organ bertindak dalam batas-batas wewenangnya ataukah diluarnya.

3. Mempunyai kepentingan sendiri


Dalam hubungannya dengan kekayaan sendiri yang terpisah dari
kekayaan pribadi anggotanya, maka kekayaan tersebut dipergunakan dalam
rangka lepentingan sendiri yaitu kepentingan badan hukum, kepentingan

4. Adanya organisasi yang teratur.

Ad. 2. Persekutuan Modal


Persekutuan modal mengandung arti wadah di dalam mana diwujudkan
kerjasama antara para pemegang saham selaku pemilik modal.
Ad. 3. Perjanjian
Perjanjian pendirian Perseroan Terbatas, tunduk pada ketentuan tentang
perjanjian yang terdapat dalam Pasal 1313, 1320 dan 1338 KUHPerdata. Artinya
harus terpenuhi syarat minimal 2 orang yang berjanji dan bersepakat mendirikan
Perseroan terbatas, terpenuhi syarat kecakapan/ kewenangan melakukan
perbuatan hukum dengan kegiatan usaha yang ditentukan dan tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan dan ketertiban
umum.

Ad. 4. Melakukan Kegiatan Usaha


Kegiatan usaha yang dilakukan bisa di bidang perdagangan maupun
pelayanan barang atau jasa.

Ad. 5. Modal dasar terdiri atas saham


Suatu Perseroan Terbatas yang baru didirikan haruslah memenuhi syarat-
syarat tertentu dari segi permodalan. Modal dasar Perseroan Terbatas terdiri
atas seluruh nilai nominal saham. Ketentuan tersebut tidak menutup
kemungkinan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal mengatur
modal Perseroan terbatas terdiri atas saham tanpa nilai nominal. Ketentuan
mengenai struktur modal Perseroan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas tetap sama dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun
1995, yaitu terdiri atas modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor. 4
Namun, modal dasar Perseroan diubah menjadi paling sedikit Rp50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah), sedangkan kewajiban penyetoran atas modal yang
ditempatkan harus penuh.5

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas


mengatur tentang prosentase tertentu dari permodalan perusahaan secara
gradual. Pada saat didirikan, paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari
modal dasar, penyetoran atas modal yang ditempatkan harus penuh. Artinya
sebanyak Rp 17.500.000,00 (tujuh belas juta lima ratus ribu rupiah) merupakan
modal ditempatkan yang penyetorannya harus penuh. Modal ditempatkan dan
disetor penuh tersebut dibuktikan dengan bukti penyetoran yang sah.

Pendirian PT

Dalam Pasal 7 UUPT dinyatakan bahwa:

4
Pasal 31 dan 32 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan terbatas.
5
Pasal 33 ayat (2) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan terbatas.
1. Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang
dibuat dalam bahasa Indonesia.

Ketentuan yang mewajibkan Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau


lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ketentuan pada ayat (5), serta
ayat (6) tidak berlaku bagi : 1) Persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh
negara; atau 2) Perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan
penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga lain
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Pasar Modal.

2. Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya


Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan.

Setelah Perseroan memperoleh status badan hukum dan pemegang


saham menjadi kurang dari 2 (dua) orang, dalam jangka waktu paling lama 6
(enam) bulan terhitung sejak keadaan tersebut pemegang saham yang
bersangkutan wajib mengalihkan sebagian sahamnya kepada orang lain atau
Perseroan mengeluarkan saham baru kepada orang lain.

Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) telah
dilampaui, pemegang saham tetap kurang dari 2 (dua) orang, pemegang saham
bertanggung jawab secara pribadi atas segala perikatan dan kerugian Perseroan,
dan atas permohonan pihak yang berkepentingan, pengadilan negeri dapat
membubarkan Perseroan tersebut.
Dalam Pasal 9, untuk memperoleh Keputusan Menteri mengenai
pengesahan badan hukum Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (4), pendiri bersama-sama mengajukan permohonan melalui jasa teknologi
informasi sistem administrasi badan hukum secara elektronik kepada Menteri
dengan mengisi format isian yang memuat sekurang-kurangnya:
a. nama dan tempat kedudukan Perseroan;
b. jangka waktu berdirinya Perseroan;
c. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;
d. jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor;
e. alamat lengkap Perseroan.
Pengisian format isian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
didahului dengan pengajuan nama Perseroan. Dalam hal pendiri tidak
mengajukan sendiri permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2), pendiri hanya dapat memberi kuasa kepada notaris. Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara pengajuan dan pemakaian nama Perseroan diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Permohonan untuk memperoleh Keputusan Menteri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) harus diajukan kepada Menteri paling lambat
60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian ditandatangani,
dilengkapi keterangan mengenai dokumen pendukung. Ketentuan mengenai
dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Menteri. Apabila format isian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (1) dan keterangan mengenai dokumen pendukung sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,
Menteri langsung menyatakan tidak berkeberatan atas permohonan yang
bersangkutan secara elektronik.
Apabila format isian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan
keterangan mengenai dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Menteri
langsung memberitahukan penolakan beserta alasannya kepada pemohon
secara elektronik. Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak tanggal pernyataan tidak berkeberatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), pemohon yang bersangkutan wajib menyampaikan secara fisik
surat permohonan yang dilampiri dokumen pendukung.

Apabila semua persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) telah


dipenuhi secara lengkap, paling lambat 14 (empat belas) hari, Menteri
menerbitkan keputusan tentang pengesahan badan hukum Perseroan yang
ditandatangani secara elektronik. Apabila persyaratan tentang jangka waktu dan
kelengkapan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak
dipenuhi, Menteri langsung memberitahukan hal tersebut kepada pemohon
secara elektronik, dan pernyataan tidak berkeberatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) menjadi gugur.
Dalam Pasal 13 UUPT dinyatakan bahwa perbuatan hukum yang
dilakukan calon pendiri untuk kepentingan Perseroan yang belum didirikan,
mengikat Perseroan setelah Perseroan menjadi badan hukum apabila RUPS
pertama Perseroan secara tegas menyatakan menerima atau mengambil alih
semua hak dan kewajiban yang timbul dari perbuatan hukum yang dilakukan oleh
calon pendiri atau kuasanya. RUPS pertama sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus diselenggarakan dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh)
hari. Dalam hal RUPS tidak diselenggarakan dalam jangka waktu tersebut atau
RUPS tidak berhasil mengambil keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), setiap calon pendiri yang melakukan perbuatan hukum tersebut bertanggung
jawab secara pribadi atas segala akibat yang timbul.

Dalam Pasal 14 UUPT dinyatakan bahwa perbuatan hukum atas nama


Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum, hanya boleh dilakukan
oleh semua anggota Direksi bersama-sama semua pendiri serta semua anggota
Dewan Komisaris Perseroan dan mereka semua bertanggung jawab secara
tanggung renteng atas perbuatan hukum tersebut. Perbuatan hukum tersebut di
atas, karena hukum menjadi tanggung jawab Perseroan setelah Perseroan
menjadi badan hukum.
Dalam hal perbuatan hukum atas nama Perseroan yang belum
memperoleh status badan hukum dilakukan oleh pendiri, perbuatan hukum
tersebut menjadi tanggung jawab pendiri yang bersangkutan dan tidak mengikat
Perseroan. Perbuatan hukum tersebut hanya mengikat dan menjadi tanggung
jawab Perseroan setelah perbuatan hukum tersebut disetujui oleh semua
pemegang saham dalam RUPS yang dihadiri oleh semua pemegang saham
Perseroan.
3. Pendaftaran Perseroan
Dalam Pasal 29 UUPT, Daftar Perseroan diselenggarakan oleh Menteri.

Daftar Perseroan sebagaimana dimaksud di atas, memuat data tentang


Perseroan yang meliputi:
a. nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuan serta kegiatan usaha,
jangka waktu pendirian, dan permodalan;
b. alamat lengkap Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5;
c. nomor dan tanggal akta pendirian dan Keputusan Menteri mengenai
pengesahan badan hukum Perseroan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (4);
d. nomor dan tanggal akta perubahan anggaran dasar dan persetujuan
Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1);
e. nomor dan tanggal akta perubahan anggaran dasar dan tanggal
penerimaan pemberitahuan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23 ayat (2);
f. nama dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta pendirian dan
akta perubahan anggaran dasar;
g. nama lengkap dan alamat pemegang saham, anggota Direksi, dan
anggota Dewan Komisaris Perseroan;
h. nomor dan tanggal akta pembubaran atau nomor dan tanggal
penetapan pengadilan tentang pembubaran Perseroan yang telah
diberitahukan kepada Menteri;
i. berakhirnya status badan hukum Perseroan;
j. neraca dan laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan bagi
Perseroan yang wajib diaudit.

Daftar Perseroan sebagaimana dimaksud di atas, terbuka untuk umum.


Ketentuan lebih lanjut mengenai daftar Perseroan diatur dengan Peraturan
Menteri.

4. Pengumuman

Dalam Pasal 30 UUPT, Menteri mengumumkan dalam Tambahan Berita


Negara Republik Indonesia: 1) akta pendirian Perseroan beserta Keputusan
Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4); 2) akta perubahan
anggaran dasar Perseroan beserta Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat (1); 3) akta perubahan anggaran dasar yang telah diterima
pemberitahuannya oleh Menteri.

Pengumuman sebagaimana dimaksud di atas dilakukan oleh Menteri


dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari. Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara pengumuman dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Saham PT

sa

Tugas dan Kewenangan Organ PT


Pada hakikatnya, suatu PT memiliki dua sisi, yaitu sebagai suatu badan
hukum dan sebagai wadah atau tempat diwujudkannya kerja sama antara para
pemegang saham atau pemilik modal. Sebagai suatu subyek hukum yang
mandiri, keberadaan PT tidak tergantung dari keberadaan para pemegang
sahamnya. Pergantian pemegang saham, Direksi, dan Komisaris tidak
mempengaruhi keberadaan PT selaku persona standi in judicio.
Sebelum masuk ke pembahasan tugas dan kewenangan organ PT, maka
akan dibahas terlebih dahulu mengenai organ PT itu sendiri. Menurut Pasal 1
angka (2) UUPT, organ perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS), Direksi, dan Komisaris.

1. Rapat Umum Pemegang Sahan (RUPS)


Menurut Pasal 1 angka (4) UUPT, RUPS adalah organ perseroan yang
memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan memegang segala
wewenang yang tidak diserahkan kepada Direksi atau Komisaris. Mengenai
RUPS, secara lebih jelasnya diatur dalam Pasal 75 sampai Pasal 91 UUPT.
Dalam Pasal 75 ayat (1) UUPT, disebutkan bahwa RUPS mempunyai
segala wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Komisaris dalam
batas yang ditentukan dalam Undang-undang ini dan atau Anggaran Dasar.
Sedangkan dalam ayat (2) disebutkan bahwa RUPS berhak memperoleh segala
keterangan yang berkaitan dengan kepentingan perseroan dari Direksi dan atau
Komisaris.
Agar dapat menilai pernyataan bahwa RUPS memiliki kekuasaan tertinggi
dalam PT perlu dibedakan antara kewenangan yang diberikan oleh UU (de jure)
kepada pemegang saham, dan kekuasaan de facto yang dijalankan RUPS dalam
PT tertentu. Dengan perkataan lain, perlu dibedakan antara kewenangan RUPS
yang diberikan secara eksklusif oleh UU kepadanya dan apa yang diatur dalam
AD PT tertentu.
UUPT memberikan kewenangan berikut kepada RUPS, yaitu:
a. Penetapan perubahan AD. Pasal 19 ayat (1) UUPT.
b. Pembelian kembali saham. Pasal 38 ayat (1) UUPT.
c. Penetapan penambahan modal perseroan. Pasal 41 UUPT.
d. Penetapan pengurangan modal perseroan. Pasal 44 ayat (1) UUPT.
e. Persetujuan laporan tahunan dan pengesahan perhitungan tahunan. Pasal 69
ayat (1) UUPT.
f. Penentuan penggunaan laba. Pasal 71 ayat (1) UUPT.
g. Pengangkatan/pemberhentian/pembagian tugas dan Wewenang Direksi dan
Komisaris. Pasal 94, 111 UUPT.
h. Persetujuan pengalihan/penjaminan kekayaan perseroan. Pasal 102 ayat (1)
UUPT.
i. Persetujuan atas tindakan penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan.
Pasal 89, 123 UUPT.
j. Pembubaran perseroan. Pasal 142 UUPT.

2. Direksi
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Direksi harus bertolak
dari landasan bahwa tugas dan kedudukan yang diperolehnya berdasarkan dua
prinsip dasar, yaitu kepercayaan yang diberikan perseroan kepadanya (fiduciary
duty) dan prinsip yang merujuk pada kemampuan serta kehati-hatian tindakan
Direksi (duty of skill and care). Prinsip-prinsip ini menuntut Direksi untuk
bertindak secara hati-hati dan disertai itikad baik, semata-mata untuk
kepentingan dan tujuan perseroan.
Pasal 92 UUPT menyatakan bahwa Direksi menjalankan pengurusan
Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan
Perseroan. Direksi berwenang menjalankan pengurusan sesuai dengan
kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan dalam Undang-
Undang ini dan/atau anggaran dasar. Direksi Perseroan terdiri atas 1 (satu)
orang anggota Direksi atau lebih. Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan
dengan menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat, Perseroan yang
menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat, atau Perseroan
Terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang anggota Direksi. Dalam
hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, pembagian tugas dan
wewenang pengurusan di antara anggota Direksi ditetapkan berdasarkan
keputusan RUPS. Dalam hal RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak
menetapkan, pembagian tugas dan wewenang anggota Direksi ditetapkan
berdasarkan keputusan Direksi.
Menurut Pasal 93 UUPT, yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi
adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali
dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya pernah:
a. dinyatakan pailit;
b. menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang
dinyatakan bersalah menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit;
atau
c. dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan
negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan.

Dalam Pasal 94 UUPT dinyatakan bahwa Anggota Direksi diangkat oleh


RUPS. Untuk pertama kali pengangkatan anggota Direksi dilakukan oleh pendiri
dalam akta pendirian. Anggota Direksi diangkat untuk jangka waktu tertentu dan
dapat diangkat kembali. Anggaran dasar mengatur tata cara pengangkatan,
penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi dan dapat juga mengatur
tentang tata cara pencalonan anggota Direksi. Keputusan RUPS mengenai
pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi juga
menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan
pemberhentian tersebut.

Pasal 96 UUPT menyatakan bahwa Ketentuan tentang besarnya gaji dan


tunjangan anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS.
Kewenangan RUPS tersebut dapat dilimpahkan kepada Dewan Komisaris.
Dalam hal kewenangan RUPS dilimpahkan kepada Dewan Komisaris besarnya
gaji dan tunjangan sebagaimana ditetapkan berdasarkan keputusan rapat Dewan
Komisaris.
Menurut Pasal 97 UUPT Direksi bertanggung jawab atas pengurusan
Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1). Pengurusan
perseroan wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan itikad baik dan
penuh tanggung jawab. Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara
pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai
menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan tersebut di atas. Dalam hal
Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, tanggung jawab
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi
setiap anggota Direksi. Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas
kerugian tersebut apabila dapat membuktikan:
a. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk
kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak
langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan
d. telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya
kerugian tersebut.

Menurut Pasal 98 UUPT Direksi mewakili Perseroan baik di dalam


maupun di luar pengadilan. Anggota Direksi tidak berwenang mewakili Perseroan
apabila: 6
a. terjadi perkara di pengadilan antara Perseroan dengan anggota Direksi
yang bersangkutan; atau
b. anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai benturan kepentingan
dengan Perseroan.

Dalam hal terdapat keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang berhak
mewakili Perseroan adalah:
c. anggota Direksi lainnya yang tidak mempunyai benturan kepentingan
dengan Perseroan;
6
Pasal 99 UUPT
d. Dewan Komisaris dalam hal seluruh anggota Direksi mempunyai
benturan kepentingan dengan Perseroan; atau
e. pihak lain yang ditunjuk oleh RUPS dalam hal seluruh anggota Direksi
atau Dewan Komisaris mempunyai benturan kepentingan dengan
Perseroan.
Pasal 100 UUPT menyatakan bahwa Direksi Wajib:
a. membuat daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS, dan
risalah rapat Direksi;
b. membuat laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 dan
dokumen keuangan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang tentang Dokumen Perusahaan; dan
c. memelihara seluruh daftar, risalah, dan dokumen keuangan Perseroan
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b dan dokumen
Perseroan lainnya.
d. Anggota Direksi wajib melaporkan kepada Perseroan mengenai saham
yang dimiliki anggota Direksi yang bersangkutan dan/atau keluarganya
dalam Perseroan dan Perseroan lain untuk selanjutnya dicatat dalam
daftar khusus.7 Anggota Direksi yang tidak melaksanakan kewajiban
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan menimbulkan kerugian bagi
Perseroan, bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan
tersebut.
e. Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk: 1) mengalihkan
kekayaan Perseroan; atau 2) menjadikan jaminan utang kekayaan
Perseroan; yang merupakan lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah
kekayaan bersih Perseroan dalam 1 (satu) transaksi atau lebih, baik
8
yang berkaitan satu sama lain maupun tidak.
Direksi tidak berwenang mengajukan permohonan pailit atas Perseroan
sendiri kepada pengadilan niaga sebelum memperoleh persetujuan RUPS,
dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
9
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Dalam hal
kepailitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi karena kesalahan atau
7
Pasal 101 UUPT
8
Pasal 102 UUPT
9
Pasal 104 UUPT
kelalaian Direksi dan harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban
Perseroan dalam kepailitan tersebut, setiap anggota Direksi secara tanggung
renteng bertanggung jawab atas seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari harta
pailit tersebut. Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku
juga bagi anggota Direksi yang salah atau lalai yang pernah menjabat sebagai
anggota Direksi dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sebelum putusan pernyataan
pailit diucapkan. Anggota Direksi tidak bertanggungjawab atas kepailitan
Perseroan tersebut apabila dapat membuktikan:
a. kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian, dan
penuh tanggungjawab untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan
maksud dan tujuan Perseroan;
c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak
langsung atas tindakan pengurusan yang dilakukan; dan
d. telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan.
Anggota Direksi dapat diberhentikan sewaktu-waktu berdasarkan
keputusan RUPS dengan menyebutkan alasannya. 10 Menurut Pasal 106 UUPT
Anggota Direksi dapat diberhentikan untuk sementara oleh Dewan Komisaris
dengan menyebutkan alasannya.

3. Komisaris
Dewan Komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan,
jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha
Perseroan, dan memberi nasihat kepada Direksi. Pengawasan dan pemberian
nasihat dilakukan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan
tujuan Perseroan. 11
Menurut Pasal 109 UUPT, Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah selain mempunyai Dewan Komisaris wajib
mempunyai Dewan Pengawas Syariah. Dewan Pengawas Syariah terdiri atas
seorang ahli syariah atau lebih yang diangkat oleh RUPS atas rekomendasi
10
Pasal 105 UUPT
11
Pasal 108 UUPT
Majelis Ulama Indonesia. Dewan Pengawas Syariah bertugas memberikan
nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Perseroan agar
sesuai dengan prinsip syariah.

Pasal 110
(1) Yang dapat diangkat menjadi anggota Dewan Komisaris adalah orang
perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam
waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya pernah:
a. dinyatakan pailit;
b. menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang
dinyatakan bersalah menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit;
atau
c. dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan
negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan.

(2) Ketentuan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak


mengurangi kemungkinan instansi teknis yang berwenang menetapkan
persyaratan tambahan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

(3) Pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dibuktikan dengan surat yang disimpan oleh Perseroan.

Pasal 111
(1) Anggota Dewan Komisaris diangkat oleh RUPS.

(2) Untuk pertama kali pengangkatan anggota Dewan Komisaris dilakukan oleh
pendiri dalam akta pendirian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2)
huruf b.

(3) Anggota Dewan Komisaris diangkat untuk jangka waktu tertentu dan dapat
diangkat kembali.

(4) Anggaran dasar mengatur tata cara pengangkatan, penggantian, dan


pemberhentian anggota Dewan Komisaris serta dapat juga mengatur
tentang pencalonan anggota Dewan Komisaris.
(5) Keputusan RUPS mengenai pengangkatan, penggantian, dan
pemberhentian anggota Dewan Komisaris juga menetapkan saat mulai
berlakunya pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian tersebut.

(6) Dalam hal RUPS tidak menentukan saat mulai berlakunya pengangkatan,
penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris, pengangkatan,
penggantian, dan pemberhentian mulai berlaku sejak ditutupnya RUPS.

(7) Dalam hal terjadi pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota


Dewan Komisaris, Direksi wajib memberitahukan perubahan tersebut
kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan dalam jangka waktu
paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS
tersebut.

(8) Dalam hal pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) belum
dilakukan, Menteri menolak setiap pemberitahuan tentang perubahan
susunan Dewan Komisaris selanjutnya yang disampaikan kepada Menteri
oleh Direksi.

Pasal 112
(1) Pengangkatan anggota Dewan Komisaris yang tidak memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (1) dan ayat (2) batal karena
hukum sejak saat anggota Dewan Komisaris lainnya atau Direksi
mengetahui tidak terpenuhinya persyaratan tersebut.

(2) Dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak diketahui,
Direksi harus mengumumkan batalnya pengangkatan anggota Dewan
Komisaris yang bersangkutan dalam Surat Kabar dan memberitahukannya
kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan.

(3) Perbuatan hukum yang telah dilakukan oleh anggota Dewan Komisaris
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk dan atas nama Dewan
Komisaris sebelum pengangkatannya batal, tetap mengikat dan menjadi
tanggung jawab Perseroan.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak mengurangi tanggung
jawab anggota Dewan Komisaris yang bersangkutan terhadap kerugian
Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 dan Pasal 115.

Pasal 113
Ketentuan tentang besarnya gaji atau honorarium dan tunjangan bagi anggota
Dewan Komisaris ditetapkan oleh RUPS.

Pasal 114
(1) Dewan Komisaris bertanggung jawab atas pengawasan Perseroan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat (1)

(2) Setiap anggota Dewan Komisaris wajib dengan itikad baik, kehati-hatian,
dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas pengawasan dan
pemberian nasihat kepada Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108
ayat (1) untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan
tujuan Perseroan.

(3) Setiap anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi
atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai
menjalankan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

(4) Dalam hal Dewan Komisaris terdiri atas 2 (dua) anggota Dewan Komisaris
atau lebih, tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku
secara tanggung renteng bagi setiap anggota Dewan Komisaris.

(5) Anggota Dewan Komisaris tidak dapat dipertanggungjawabkan atas


kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan:
a. telah melakukan pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian
untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan
Perseroan;
b. tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak
langsung atas tindakan pengurusan Direksi yang mengakibatkan
kerugian; dan
c. telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah timbul atau
berlanjutnya kerugian tersebut.

(6) Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10
(satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara
dapat menggugat anggota Dewan Komisaris yang karena kesalahan atau
kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan ke pengadilan negeri.

Pasal 115
(1) Dalam hal terjadi kepailitan karena kesalahan atau kelalaian Dewan
Komisaris dalam melakukan pengawasan terhadap pengurusan yang
dilaksanakan oleh Direksi dan kekayaan Perseroan tidak cukup untuk
membayar seluruh kewajiban Perseroan akibat kepailitan tersebut, setiap
anggota Dewan Komisaris secara tanggung renteng ikut bertanggung jawab
dengan anggota Direksi atas kewajiban yang belum dilunasi.

(2) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi
anggota Dewan Komisaris yang sudah tidak menjabat 5 (lima) tahun
sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.

(3) Anggota Dewan Komisaris tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas


kepailitan Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila dapat
membuktikan:
a. kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
b. telah melakukan tugas pengawasan dengan itikad baik dan kehati-
hatian untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan
tujuan Perseroan;
c. tidak mempunyai kepentingan pribadi, baik langsung maupun tidak
langsung atas tindakan pengurusan oleh Direksi yang mengakibatkan
kepailitan; dan
d. telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah terjadinya
kepailitan.
Pasal 116
Dewan Komisaris wajib :
a. membuat risalah rapat Dewan Komisaris dan menyimpan salinannya;

b. melaporkan kepada Perseroan mengenai kepemilikan sahamnya


dan/atau keluarganya pada Perseroan tersebut dan Perseroan lain; dan

c. memberikan laporan tentang tugas pengawasan yang telah dilakukan


selama tahun buku yang baru lampau kepada RUPS.

Pasal 117
(1) Dalam anggaran dasar dapat ditetapkan pemberian wewenang kepada
Dewan Komisaris untuk memberikan persetujuan atau bantuan kepada
Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu.

(2) Dalam hal anggaran dasar menetapkan persyaratan pemberian persetujuan


atau bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tanpa persetujuan atau
bantuan Dewan Komisaris, perbuatan hukum tetap mengikat Perseroan
sepanjang pihak lainnya dalam perbuatan hukum tersebut beritikad baik.

Pasal 118
(1) Berdasarkan anggaran dasar atau keputusan RUPS, Dewan Komisaris
dapat melakukan tindakan pengurusan Perseroan dalam keadaan tertentu
untuk jangka waktu tertentu.

(2) Dewan Komisaris yang dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu
melakukan tindakan pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berlaku semua ketentuan mengenai hak, wewenang, dan kewajiban Direksi
terhadap Perseroan dan pihak ketiga.

Pasal 119
Ketentuan mengenai pemberhentian anggota Direksi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 105 mutatis mutandis berlaku bagi pemberhentian anggota Dewan
Komisaris.

Pasal 120
(1) Anggaran dasar Perseroan dapat mengatur adanya 1 (satu) orang atau lebih
komisaris independen dan 1 (satu) orang komisaris utusan.

(2) Komisaris independen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat


berdasarkan keputusan RUPS dari pihak yang tidak terafiliasi dengan
pemegang saham utama, anggota Direksi dan/atau anggota Dewan
Komisaris lainnya.

(3) Komisaris utusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan anggota
Dewan Komisaris yang ditunjuk berdasarkan keputusan rapat Dewan
Komisaris.

(4) Tugas dan wewenang komisaris utusan ditetapkan dalam anggaran dasar
Perseroan dengan ketentuan tidak bertentangan dengan tugas dan
wewenang Dewan Komisaris dan tidak mengurangi tugas pengurusan yang
dilakukan Direksi.

Pasal 121
(1) Dalam menjalankan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 108, Dewan Komisaris dapat membentuk komite, yang anggotanya
seorang atau lebih adalah anggota Dewan Komisaris.

(2) Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada
Dewan Komisaris.

4. Tugas dan Kewenangan organ Perseroan.


Pada dasarnya, pertanggungjawaban para pemegang saham, Direksi, dan
Komisaris adalah terbatas. Dengan terbatasnya tanggung jawab ini, Pemegang
saham, Direksi, dan Komisaris dituntut untuk melaksanakan hak dan
kewajibannya dengan baik. Akan tetapi dalam keadaan tertentu tanggung jawab
terbatas ini dapat menjadi tidak terbatas atau menjadi tanggung jawab pribadi
atau tanggung jawab renteng.
Tugas dan kewenangan organ perseroan tersebut dipengaruhi oleh
adanya Doktrin-doktrin yang berasal dari sistem anglo saxon. Doktrin-doktrin
tersebut adalah:
 Piercing The Corporate Veil
Piercing The Corporate Veil (PVC) atau penyingkapan tirai perseroan atau
penyikapan tabir perusahaan adalah suatu prinsip yang memungkinkan
tanggung jawab PT yang tadinya terbatas menjadi tidak terbatas. Untuk
menerapkan teori PVC ini dibutuhkan kearifan, kehati-hatian dan
pemikiran dalam suatu cakrawala hukum dengan visi yang perspektif dan
responsif pada keadilan.
Pengakuan prinsip keterpisahan tanggung jawab antara perusahaan
selaku badan hukum dengan pemegang saham sebagai pribadi sudah
merupakan hal yang berlaku umum dalam sistem hukum manapun.
Dalam Pasal 3 ayat (1) UUPT menegaskan bahwa pemegang saham
perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang
dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian
perseroan melebihi nilai saham yang diambilnya. Artinya pemegang
saham bertanggung jawab secara terbatas. Namun demikian, dalam hal-
hal tertentu, hukum pun terkadang tidak memegang teguh prinsip
keterpisahan tanggung jawab ini, dimana dapat diterobos oleh teori hukum
yang telah diterima secara meluas atau universal yaitu teori PVC.
UUPT menganut prinsip PVC. Hal ini terlihat jelas dari pasal-pasalUUPT,
yang berlaku baik bagi pemegang saham, Direksi maupun Komisaris.
Beberapa contoh dari penerapan prinsip PVC dalam UUPT adalah:
o Bagi pemegang saham: Pasal 3 ayat (2), Pasal 7 ayat (1) UUPT.
o Bagi Direksi: Pasal 23, Pasal 60 ayat (3,4), Pasal 85 ayat (2), Pasal 90
ayat (2,3) UUPT.
o Bagi Komisaris: Pasal 60 ayat (3,4), Pasal 98 ayat (1,2) UUPT.
 Fiduciary Duty
Fiduciary duty adalah suatu tugas dari seseorang yang disebut dengan
trustee (Direksi) yang terbit dari suatu hubungan hukum antara trustee
tersebut dengan pihak lain yang disebut dengan beneficiary (pemegang
saham), dimana pihak beneficiary memiliki kepercayaan yang tinggi
kepada trustee, dan sebaliknya pihak trustee juga mempunyai kewajiban
yang tinggi untuk melaksanakan tugasnya dengan sebaik mungkin dengan
itikad baik yang tinggi, fair dan penuh tanggung jawab, dalam menjalankan
tugasnya atau untuk mengelola harta/aset milik beneficiary dan untu
kepentingan beneficiary, baik yang terbit dari hubungan hukum atau
jabatannya selaku trustee (secara teknikal), atau dari jabatan-jabatan lain
seperti lawyer dengan kliennya, dsb.
Dengan dimikian, seseorang dikatakan mempunyai tugas fiduciary
manakala dia dipercayakan untuk berbuat sesuatu untuk kepentingan
seseorang yang lain atau untuk kepentingan pihak ketiga, dimana dia
seolah-olah berbuat untuk kepentingan dirinya sendiri.
UUPT tidak menyebut dengan jelas diberlakukannya prinsip fiduciary duty
ini, tidak juga dalam memori penjelasannya, tetapi secara malu-malu
kucing memberlakukan asas-asasnya walaupun secara tidak penuh.
Artinya kedudukan Direktur belum sampai menjadi trustee atau agen dari
perseroan. Karena itu yang diberlakukan oleh UUPT sebenarnya hanya
prinsip yang dapat kita sebut sebagai semi fiduciary duty. Prinsip tersebut
dapat dilihat dari ketentuan Pasal 82 UUPT yang mengharuskan setiap
Direksi menjalankan tugasnya untuk kepentingan perseroan dengan itikad
baik dan penuh tanggung jawab. Hal yang sama juga berlaku bagi
Komisaris (vide Pasal 98 UUPT).
 Ultra Vires
Ultra vires adalah perbuatan yang berada di luar kecakapan bertindak PT
(tidak tercakup dalam maksud dan tujuan PT). Artinya bahwa perbuatan
tertentu, yang apabila dilakukan manusia adalah sah, ternyata berada di
luar kecakapan bertindak PT sebagaimana diatur dalam AD dan atau
berada di luar ruang lingkup maksud dan tujuannya.
Lebih jelasnya, doktrin pelampauan kewenangan atau ultra vires adalah
doktrin yang mengatur akibat hukum apabila perseroan bertindak di luar
kewenangannya yang telah disebutkan dalam AD. Terminologi ultra vires
dipakai khususnya terhadap tindakan perseroan yang melebihi
kekuasaannya sebagaimana diberikan oleh AD atau oleh peraturan yang
melandasi pembentukan perseroan tersebut.
Istilah ultra vires diterapkan dalam arti yang luas, yakni termasuk tidak
hanya kegiatan yang dilarang oleh AD nya, tetapi termasuk juga tindakan
yang tidak dilarang, tetapi melampaui kewenangan yang diberikan. Istilah
ini juga diterapkan tidak hanya jika perseroan melakukan tindakan yang
sebenarnya dia tidak punya kewenangan, melainkan juga terhadap
tindakan yang dia punya kewenangan, tetapi dilaksanakan secara tidak
teratur. Bahkan lebih jauh lagi, suatu tindakan digolongkan sebagai ultra
vires bukan hanya jika tindakannya itu melampaui kewenangannya yang
tersurat maupun tersirat dalam AD, tetapi juga jika tindakannya itu
bertentangan dengan peraturan yang berlaku atau ketertiban umum.
QUIZ PERTEMUAN 9
Silahkan saudara jelaskan berdasarkan UUPT mengenai konsep perseroan
terbatas (PT), Pengertian, dan status badan hukum PT !

Quiz dikumpulkan pada kolom “PENGUMPULAN QUIZ PERTEMUAN 9” dengan


format Pdf.
TUGAS PERTEMUAN 9
Mahasiswa mulai mencari kasus-kasus PT yang menyelenggarakan kegiatan
usahanya tidak sesuai dengan AD/ART, atau PT yang melakukan pelanggaran
terhadap UUPT.

Hasil penelusuran tersaji dalam bentuk artikel sederhana dengan


ketentuan format sistematika:
1. Font Arial 12;
2. Spasi 1,5 cm
3. Page Layout : Top: 4 cm, Left: 4 cm, Right: 3 cm, Buttom:
3 cm.
4. Bagian terdiri dari:
a. Cover
b. Latar Belakang & Identifikasi Masalah
c. Isi substansi yang berkaitan dengan Argumentasi /
analisis
d. Penutup yang merupakan simpulan
e. Daftar Pustaka
Tugas dikumpulkan berbentuk pdf. melalui laman e-kuliah pada
bagian “TUGAS PERTEMUAN 9”.

Anda mungkin juga menyukai