Fredy Juwono
Rizal Mustary
Safi’
Direksi
Hubungan antara Dewan Komisaris dan Direksi dalam sistem tata hukum Indonesia
merupakan hubungan yang berdasarkan pada prinsip two tiers system. Artinya terdapat
pemisahan tugas dan kewajiban yang tegas bahwa perusahaan dipimpin dan dikelola oleh
Direksi, sedangkan Dewan Komisaris melakukan pengawasan dan pemberian nasihat
terhadap tindakan yang dilakukan Direksi. Dewan Komisaris dan Direksi adalah dua organ
yang terpisah dan berdiri sendiri.
Dengan itikad baik penuh tanggung jawab Direksi sebagai Organ Perusahaan melaksanakan
tugasnya mengurus Perusahaan untuk kepentingan perusahaan dan sesuai dengan maksud
dan tujuan Perusahaan serta mewakili Perusahaan baik di dalam maupun di luar pengadilan
dengan mengindahkan peraturan perundang- undangan yang berlaku, Anggaran Dasar
Perusahaan dan Keputusan RUPS.
Keduanya mempunyai tanggung jawab untuk memelihara kesinambungan usaha perusahaan
dalam jangka panjang. Oleh karena itu, perlu adanya kejelasan sistem dan struktur
menyangkut hubungan antar organ Perusahaan dengan berpedoman pada prinsip-prinsip
Good Corporate Governance (GCG). Fungsi, tugas, dan hubungan kerja masing-masing
organ perusahaan didefinisikan secara jelas dan dijalankan dengan konsisten.
Salah satu syarat menjadi Dewan Komisaris adalah : Tidak mempunyai hubungan keluarga
sedarah sampai dengan derajat ketiga, baik menurut garis lurus maupun garis ke samping atau
hubungan semenda (menantu atau ipar) dengan Anggota Dewan Komisaris dan/atau Direktur
lainnya.
Salah satu syarat menjadi Direksi adalah : Tidak boleh ada hubungan keluarga sedarah
sampai dengan derajat ketiga, baik menurut garis lurus maupun garis kesamping atau
hubungan semenda (menantu atau ipar) dengan Direktur lain dan/atau Anggota Dewan
Komisaris. Kemudian tidak boleh merangkap jabatan Direksi dan Dewan Komisaris pada
perusahaan sejenis, kecuali jabatan Dewan Komisaris pada anak Perusahaan.
Selanjutnya tentang Struktur organisasi PT. Garam (Persero) yang mungkin dapat
memunculkan Konflik Keagenan.
Konflik Keagenan adalah tentang dua pelaku ekonomi yang saling bertentangan yaitu
prinsipal dan agen. Hubungan keagenan merupakan suatu kontrak dimana satu atau lebih
orang (prinsipal) memerintah orang lain (agen) untuk melakukan suatu jasa atas nama
prinsipal serta memberi wewenang kepada agen membuat keputusan yang terbaik bagi
principal.
Penjelasan :
Konflik Keagenan Pemilik - Agen : (Jensen dan Meckling, 1976; Baiman, 1990; Booth dan
Schulz, 2004) Masalah Agensi I muncul karena perbedaan “kepentingan ekonomis” yang
disebabkan ataupun menyebabkan timbulnya informasi asimetri (kesenjangan informasi)
antara pemegang saham (stakeholders) dengan organisasi. Dalam teori ini adalah bahwa
manajemen dalam mengelola perusahaan cenderung lebih mementingkan kepentingan
pribadinya daripada meningkatkan nilai perusahaan dan pihak prinsipal dapat memanfaatkan
kepentingan pribadi atau golongannya sendiri (self-interest) karena memiliki keunggulan
kekuasaan (discretionary power).
Konflik Agensi II Pemilik - Pemilik : (La Porta et al., 2000; Holmén dan Högfeldt, 2009;
Khanna & palepu 1999). kontrol dan kepemilikan yang tinggi berpotensi menimbulkan
masalah Agensi II, yaitu pemegang saham pengendali (mayoritas) dapat mengekplorasi
kepentingan pemegang saham minoritas. Masalah Agensi II, pemegang saham mayoritas
dengan pemegang saham minoritas, dapat muncul karena adanya aktifitas transfer
sumberdaya antar perusahaan yang utamanya mengakibatkan kerugian pada pemegang saham
minoritas, singkatnya akan ada pengalihan sumberdaya perusahaan oleh pemegang saham
kendali dari keuntungan perusahaan untuk dirinya sendiri, sebelum mendistribusikan sisanya
sebagai dividen.
Dalam PT. Garam (Persero) tidak memiliki yang namanya pemegang saham mayoritas dan
pemegang saham minoritas. Hal ini dikarenakan saham PT. Garam (Persero) sepenuhnya
dipegang oleh BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Sampai dengan 31 Desember 2020,
Perseroan tidak memiliki program kepemilikan saham oleh karyawan dan/ atau manajemen
yang dilaksanakan Perusahaan (ESOP/ MSOP). Oleh karena itu, Perseroan tidak memiliki
informasi mengenai jumlah saham ESOP/MSOP dan realisasinya, jangka waktu, persyaratan
karyawan dan/ atau manajemen yang berhak dan harga exercise.
Kemudian terakhir Konflik Agensi III Pemilik - Kreditur : (Janda, 2006; Johnston &
Morduch, 2008; Karlan, 2007; Ahlin & Townsend, 2007) kreditur (pemilik dana) dan debitur
(pengelola dana). Singkatnya hal ini dapat terjadi ketika adanya manajemen laba yang
dilakukan manajemen perusahaan, karena informasi yang diterina kreditur tidak sesuai
dengan keadaan yang sebenarnya perusahaan.
Tidak ada terjadinya manajemen laba karena melihat dari Laporan auditor independen
memberikan opini Wajar dalam semua hal yang material. Serta dari laporan tahunan nya
diberitahukan bahwa tidak ada perkara atau gugatan perdata maupun pidana penting yang
melibatkan Direksi maupun Dewan Komisaris Perusahaan yang secara material dapat
mempengaruhi jalannya Perusahaan.
Untuk menghindari terjadinya Konflik Agensi di PT. Garam (Persero), kiranya dilakukan :
BAGIAN II
PT Garam (Persero) menetapkan kebijakan tata Kelola yang berlaku dengan mendasarkan
pada Peraturan Menteri Negara BUMN No. PER-09/MBU/2012 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Negara BUMN No. PER-01/ MBU/2011 tanggal 1 Agustus 2011 tentang
Penerapan Tata Kelola yang Baik pada BUMN yang menyebutkan bahwa “BUMN wajib
melaksanakan operasional Perseroan dengan berpegang pada prinsip-prinsip GCG yaitu
transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, dan kewajaran”.
Secara garis besar, prinsip GCG beserta praktik dasar yang dilakukan Perseroan yaitu sebagai
berikut :
1. Transparansi
Perseroan senantiasa memberikan informasi yang benar, akurat, dan tepat waktu kepada
seluruh pemangku kepentingan. Perseroan meyakini bahwa pelaksanaan prinsip
transparansi dengan baik dan tepat akan menghindari terjadinya benturan kepentingan
(conflict of interest) dengan berbagai pihak. Hal ini dibuktikan dengan publikasi
informasi keuangan yang berdampak signifikan terhadap kinerja Perseroan. Seluruh
pemangku kepentingan dapat mengakses informasi penting tersebut termasuk informasi
lainnya dengan mengakses website Perseroan di www.ptgaram.com atau beberapa
laporan yang diterbitkan secara berkala baik dalam bentuk fisik, digital maupun siaran
pers.
2. Akuntabilitas
Seluruh organ tata kelola Perseroan memiliki prinsip akuntabilitas dengan kejelasan
fungsi, struktur, sistem, serta pertanggungjawaban yang sistematis. Hal ini dapat terlihat
pada pengelolaan Perseroan yang memisahkan tugas dan tanggung jawab serta
menguraikan secara jelas mengenai fungsi, hak, kewajiban, dan wewenang masing-
masing organ tata kelola.
3. Tanggung Jawab
Bentuk pertanggungjawaban Perseroan dibuktikan dengan kepatuhan terhadap peraturan
yang berlaku, seperti pembayaran pajak, pelaksanaan hubungan industrial, melindungi
segenap pegawai dengan menerapkan kesehatan dan keselamatan kerja, serta
perlindungan terhadap lingkungan hidup melalui program tanggung jawab sosial
perusahaan (corporate social responsibility) yang berkelanjutan.
4. Independensi
Pengelolaan Perseroan dilakukan dengan professional tanpa benturan kepentingan dan
pengaruh dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan
dan prinsip korporasi yang sehat.
5. Kewajaran
Perseroan memberikan perlakuan adil dan setara dalam memenuhi hak seluruh pemangku
kepentingan berdasarkan peraturan perundang-undangan serta ketentuan yang berlaku.
Melalui prinsip ini, Perseroan melakukan pengelolaan terhadap seluruh aset dengan baik
dan prudent sehingga memunculkan perlindungan kepentingan pemegang saham secara
jujur dan adil. Bagi Perseroan, prinsip kewajaran menjadi faktor penting untuk memonitor
dan menjamin perlakuan yang adil antara beragam kepentingan dalam Perseroan.
Self Assessment Good Corporate Governance (GCG) Periode Tahun 2020 PT Garam
(Persero) dilaksanakan dengan menggunakan kriteria dan metodologi yang ditetapkan oleh
Kantor Kementrian Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Republik Indonesia yaitu
berdasarkan Keputusan Sekretaris Kementrian BUMN No. SK-16/SMBU/2012 tanggal 6
Juni 2012, yang bertujuan untuk menilai implementasi GCG di Perusahaan dengan kajian
yang meliputi 6 (enam) aspek pokok yaitu :
1. Komitmen terhadap penerapan tata kelola secara berkelanjutan
2. Pemegang saham dan RUPS
3. Dewan Komisaris
4. Direksi
5. Pengungkapan Informasi dan Transparansi
6. Aspek Lainnya
Hasil Penilaian
Penerapan GCG pada PT Garam (Persero) dengan praktik-praktik terbaik (best practices)
penerapan GCG. Pada masing-masing aspek governance terdapat penerapan yang sudah
mendekati atau memenuhi praktik terbaik, akan tetapi pada area-area tertentu masih
diperlukan upaya perbaikan dan/atau penyempurnaan. Hal-hal terkait governance masing-
masing aspek penerapan GCG yang memerlukan penanganan segera oleh organ perusahaan
adalah sebagai berikut :
A. Aspek Komitmen terhadap Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik Secara
Berkelanjutan
1. SK Direktur Utama tentang penunjukan salah satu Direksi sebagai penanggung jawab
GCG Perusahaan belum diupdate sesuai dengan nomenklatur organisasi dan tugas pokok
penanggung jawab GCG.
2. Rendahnya komitmen Pemegang Saham, Dewan Komisaris dan Direksi PT Garam
(Persero) untuk menindaklanjuti Area of Improvement (AoI) atas pelaksanaan asesmen
GCG pada periode tahun 2018.
3. Belum terdapat SK Dewan Komisaris tentang ketentuan mengenai mekanisme
penyampaian, batas waktu dan pelaporan pada administrator yang berlaku bagi dewan
komisaris.
4. Tidak hadirnya Dewan Komisaris dalam acara sosialisasi pengaturan gratifikasi dan
sosialisasi kebijakan dan pedoman WBS.
5. Unit Pengendali Gratifikasi belum membuat rencana kerja Unit Pengendali Gratifikasi
(UPG) dan memutakhirkan Pedoman pengendalian gratifikasi PT Garam (Persero)
dengan menambahkan klausul Peninjauan kembali atas kebijakan pengendalian
gratifikasi.
D. Direksi
1. Anggaran biaya pelatihan direksi tidak terpisah dengan anggaran pelatihan karyawan,
menjadi satu dalam anggaran Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Budaya.
2. Masih ditemui adanya penyimpangan terhadap SOP sebagaimana dimuat dalam laporan
tahunan SPI tahun 2020 yaitu Penatausahaan Persediaan Garam di PGI dan Pegudangan
Segoromadu yang belum tertib.
3. RJPP Periode Tahun 2020-2024 terlambat disampaikan ke pemegang saham dan belum
disahkan.
4. Masih terdapat jabatan kosong pada setiap level jabatan dalam struktur organisasi.
5. Pengambilan keputusan yang tidak tepat waktu terhadap usulan dari bawahan.
Hasil penilaian atas aspek lainnya menunjukkan bahwa PT Garam (Persero) tidak
memperoleh apresiasi penambahan nilai karena total capaian ke-5 aspek penerapan GCG
lainnya belum mencapai skor >85, serta tidak memperoleh pengurangan nilai karena tidak
melakukan praktik yang menyimpang dari prinsip GCG.