3. Stakeholders Theory
Stake holder Theory atau Teori Pemangku Kepentingan memposisikan Pemeganag
Saham/Pemilik Modal hanya merupakan salah satu dari sejumlah kelompok stakeholder yang
penting. Sama seperti pelanggan, pemasok, karyawan dan masyarakat lokat. Pemegang saham
memiliki saham di dan dipengaruhi oleh keberhasilan atau kegagalan perusahaan.
Gibson 2000:247 menguraikan dalam jurnalnya bahwa dengan cara yang sama bahwa bisnis
juga memiliki tugas yang berbeda untuk berbagai kelompok pemangku kepentimgan.
Dalam kasus dimana ada konflik kepentingan antara Pemilik Modal/Pemegang saham dengan
stakeholder lainnya, maka kepentingan para Pemilik Modal/Pemegang Saham, harus dimoderasi
atau dikorbankan untuk memenuhi kewajiban dasar bagi pemangku kepentingan lainnya.
Dalam hukum perusahaan, Pemilik Modal/Pemegang saham diberi status unggulan sebagai
pemilik perusahaan. Mereka mampu memilih semua atau sebagian besar anggota Direksi,
memiliki hak untuk mempekerjakan dan memecat para eksekutif senior dan menyetujui atau
menolak kebijakan penting dan strategi perusahaan.
Karena status yang luar biasa dan kendali yang dimiliki oleh Pemilik Modal/Pemegang Saham
berdasarkan hukum perusahaan, teori pemangku kepentingan cenderung mencurahkan
perhatian yang lebih sedikit untuk membela hak-hak Pemilik Modal/Pemegang
Saham.Asumsinya adalah bahwa Pemilik Modal/Pemegang Saham sudah memiliki kekuatan
untuk memastikan bahwa kepentingan mereka diperhitungkan oleh perusahaan dan para
manajernya. Teori stakeholder yang telah mempertimbangkan hak-hak Pemilik Modal/Pemegang
Saham biasanya mencoba untuk menunjukkan mengapa hak-hak ini harus dibatasi oleh hak
atau kepentingan kelompok stakeholder lainnya.
Dari ketiga uraian konsep yang mendasari Good Corporate Governance terlihat bahwa
kesamaannya terletak pada pengamatan pola hubungan atau interaksi antara pemilik
modal/pemegang saham/Dewas/Bawas/Dekom dengan Direksi dalam pemenuhan kepentingan
masing masing pihak. Efektivitas interakti tersebut menciptakan sinergitas hubungan yang
memengaruhi laju pertumbuhan nilai perusahaan secara positif dengan mempertimbangkan
kepentingan stakeholdes lainnya.
3. Independency (Independen)
Independen merupakan suatu keadaan atau posisi dimana kita tidak terikat dengan pihak
manapun. Independen menunjukkan sikap bebas yang tidak terpengaruhi oleh kepentingan
pihak tertentu atau kelompok/organisasi tertentu.
4. Fairness (Keadilan)
Prinsip ini menuntut adanya perlakuan yang adil dalam memenuhi hak stakeholder desuai
dengan oeraturan perundangan yang berlaku. Diharapkan fairness dapat menjadi faktor
pendorong yang dapat memonitor dan memberikan jaminan perlakuan yang adil diantara
beragam kepentingan dalam perusahaan.
5. Accountability (Akuntabilitas)
Segala kebijakan dan peraturan yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam pengelolaan dan
pemanfaatan sumber daya harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik sehingga
masyarakat dapat memberikan penilaian dan evaluasi. Melalui oenerapan prinsip ini, suatu
proses pengambilan keputusan atau kinerja dapat dimonitor, dinilai dan dikritisi. Akuntabilitas
juga menunjukkan adanya traceableness yang berarti dapat ditelusuri ampai ke bukti dasarnya,
serta reasonbleness yang berarti dapat diterima secara logis.
6. Transparancy (Transparansi)
Secara sederhana transparansi dapat diartikan sebagai keterbukaan. Transparansi akan
mendorong diungkapknnya kondisi yang sebenarnya sehingga pihak yang berkepentingan
(stakeholders) dapat mengukur dan mengentisipasi segala sesuatu yang menyangkut
perusahaan. Dengan adanya transparansi di setiap kebijakan dan keputusan di lingkungan
korporasi, maka keadilan (fairness) dapat ditumbuhkan.