Menurut Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), secara umum istilah good
corporate governance merupakan system pengendalian dan pengaturan perusahaan yang dapat
dilihat dari mekanisme hubungan antara berbagai pihak yang mengurus perusahaan (hard
definition), maupun ditinjau dari "nilai-nilai" yang terkandung dari mekanisme pengelolaan itu
sendiri (soft definition). Tim GCG BPKP mendefinisikan GCG dari segi soft definition yang
mudah dicerna, sekalipun orang awam, yaitu: "Komitmen, Aturan Main, Serta Praktik
Penyelenggaraan Bisnis Secara Sehat Dan Beretika”. Forum for Corporate Governance (FCGI)
"seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola)
perusahaan, pihak kreditur, pemerintah,karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan
ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain
suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan." Disamping itu FCGI juga
menjelaskan, bahwa tujuan dari corporate governance adalah "untuk menciptakan nilai tambah
bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders)." Prinsip-prinsip utama dari good
Economic Cooperation and Development (OECD) (Diah Kusuma Wardhani, 2008: 9) adalah :
a) Fairness (Keadilan)
Prinsip keadilan (fairness) merupakan prinsip perlakuan yang adil bagi seluruh pemegang saham.
Keadilan yang diartikan sebagai perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham, terutama
kepada pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing dari kecurangan, dan kesalahan
kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran
dan kesetaraan.
b) Disclosure/Transparency (Keterbukaan/Transparansi)
Transparansi adalah adanya pengungkapan yang akurat dan tepat pada waktunya serta
transparansi atas hal penting bagi kinerja perusahaan, kepemilikan, serta pemegang kepentingan.
Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi
yang material dan relevan dengan cara yangmudah diakses dan dipahami oleh pemangku
kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah
yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga halyang penting untuk
c) Accountability (Akuntabilitas)
berdasarkan pembagian kekuasaan antara komisaris, direksi, dan pemegang saham yang meliputi
transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai
dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk
d) Responsibility (Responsibilitas)
Responsibility (responsibilitas) adalah adanya tanggung jawab pengurus dalam manajemen,
merupakan konsekuensi logis dari adanya wewenang, menyadari akan adanya tanggung jawab
e) Independency (Independen)
Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen
sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat
diintervensi oleh pihak lain.Independen diperlukan untuk menghindari adanya potensi konflik
kepentingan yang mungkin timbul oleh para pemegang saham mayoritas. Mekanisme ini
menuntut adanya rentang kekuasaan antara komposisi komisaris, komite dalam komisaris, dan
pihak luar seperti auditor. Keputusan yang dibuat dan proses yang terjadi harus obyektiftidak
dipengaruhi oleh kekuatan pihak-pihak tertentu. Dalam Corporate governance terdapat tiga
IICG adalah lembaga independen yang didirikan pada tanggal 2 Juni 2000 dengan tujuan
untuk memasyarakatkan konsep, praktik, dan manfaat tata kelola perusahaan yang baik (Good
Corporate Governance) kepada dunia usaha khususnya dan masyarakat luas pada umumnya
Lembaga ini mempunyai kegiatan melakukan riset dan kajian mengenai penerapan CG di
Indonesia dan manfaat, dampak, serta praktik GCG pada perusahaan-perusahaan di Indonesia
selain itu riset dan rating praktik GCG pada perusahaan publik dan BUMN di Indonesia. IICG
dan pelatihan dalam upaya menciptakan pemahaman dan perhatian yang baik terhadap praktik
GCG di kalangan pelaku bisnis, melakukan diseminasi GCG melalui penerbitan buku, paper,
booklet, dan media publikasi lainnya, menyediakan jasa konsultasi bagi perusahaan yang ingin
CGPI, 2008 konsep corporate governance dapat didefinisikan sebagai serangkaian mekanisme
yang mengarahkan dan mengendalikan suatu perusahaan agar operasional perusahaan berjalan
sesuai dengan harapan para pemangku kepentingan (stakeholder). Good corporate governance
dapat didefinisikan sebagai struktur, sistem, dan proses yang digunakan oleh organ-organ
perusahaan sebagai upaya untuk memberikan nilai tambah perusahaan secara berkesinambungan
1) Baik (good) adalah tingkat pencapaian terhadap suatu hasil upaya yang memenuhi
2) Sistem adalah prosedur formal dan informal yang mendukung struktur dan strategi operasional
3) Proses adalah kegiatan mengarahkan dan mengelola bisnis yang direncanakan dalam rangka
pendistribusian hak-hak dan tanggung jawab di antara organ perusahaan (dewan komisaris,
direksi dan RUPS/ pemegang saham) dan stakeholder lainnya, dan (b) aturan-aturan maupun
2009 : 3).
GCG di Indonesia secara implisit maupun eksplisit telah diatur dalam beberapa undang-
undang dan peraturan, sehingga implementasi prinsip-prinsip GCG di Indonesia salah satunya
telah di dorong oleh kepatuhan terhadap regulasi. Ada beberapa produk hukum dan peraturan -
peraturan dari lembaga - lembaga terkait (seperti BEI, BAPEPAM-LK) yang mengatur
diantaranya telah memperhatikan perkembangan terkini dunia usaha dan juga memperhatikan
praktik GCG sebagai nilai dan konsep yang terkandung dalam undang-undang tersebut. Selain
itu skema pelaksanaan GCG di perusahaan publik (emiten) yang terdaftar pada BEI juga tunduk
pada aturan BAPEPAM-LK dan BEI. Di sektor perbankan, Bank Indonesia telah mempunyai
Governancedi Bank Umum, serta peraturan Bank Indonesia Nomor 8/ 14/ 2006 tentang
Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/ 4/ PBI/2006. Untuk Badan Usaha Milik
Negara (BUMN), Kementrian Negara BUMN berperan sebagai pengawas pelaksanaan GCG
Praktik Good Corporate Governancepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Peraturan Bank
Indonesia dan Keputusan Menteri BUMN tersebut telah cukup lengkap mengatur tentang
Nilai perusahaan sangat penting karena dengan nilai perusahaan yang tinggi akan diikuti
oleh tingginya kemakmuran pemegang saham (Bringham Gapensi,1996 dalam Rika Susanti,
2010: 32). Semakin tinggi harga saham semakin tinggi pula nilai perusahaan. Nilai perusahaan
yang tinggi menjadi keinginan para pemilik perusahaan, sebab dengan nilai yang tinggi
menunjukan kemakmuran pemegang saham juga tinggi. Kekayaan pemegang saham dan
perusahaan dipresentasikan oleh harga pasar dari saham yang merupakan cerminan dari
Menurut Andri dan Hanung (2007) dalam Nica Febrina (2010: 5) nilai perusahaan adalah
nilai jual perusahaan atau nilai tumbuh bagi pemegang saham, nilai perusahaan akan tercermin
Nilai perusahaan menurut Rika dan Islahudin (2008: 7) didefinisikan sebagai nilai pasar.
Nilai perusahaan dapat memberikan kemakmuran pemegang saham secara maksimum apabila
harga saham perusahaan meningkat. Semakin tinggi harga saham, maka makin tinggi
kemakmuran pemegang saham. Untuk mencapai nilai perusahaan umumnya para pemodal
MenurutVinola Herawati (2008: 7) salah satu alternatif yang digunakan dalam menilai
nilai perusahaan adalah dengan menggunakan Tobin’s Q. Rasio ini dikembangkan oleh Profesor
James Tobin (1967). Rasio ini merupakan konsep yang berharga karena menunjukkan estimasi
pasar keuangan saat ini tentang nilai hasil pengembalian dari setiap dolar investasi inkremental.
Jika Tobin’s Q diatas satu, ini menunjukkan bahwa investasi dalam aktiva menghasilkan laba
yang memberikan nilai yang lebih tinggi daripada pengeluaran investasi, hal ini akan
merangsang investasi baru. Jika Tobin’s Q dibawah satu, investasi dalam aktiva tidaklah
menarik.Jadi Tobin’s Q merupakan ukuran yang lebih teliti tentang seberapa efektif manajemen
Nilai perusahaan pada dasarnya diukur dari beberapa aspek salah satunya adalah harga
pasar saham perusahaan, karena harga pasar saham perusahaan mencerminkan penilaian investor
Rasio-rasio keuangan digunakan investor untuk mengetahui nilai pasar perusahaan. Rasio
tersebut dapat memberikan indikasi bagi manajemen mengenai penilaian investor terhadap
kinerja perusahaan dimasa lampau dan prospeknya dimasa depan. Ada beberapa rasio untuk
mengukur nilai pasar perusahaan, salah satunya Tobin’s Q. Rasio ini dinilai bisa memberikan
informasi paling baik,karena dalam Tobin’s Q memasukkan semua unsur utang dan modal
saham perusahaan, tidak hanya saham biasa saja dan tidak hanya ekuitas perusahaan yang
dimasukkan namun seluruh asset perusahaan. Dengan memasukkan seluruh asset perusahaan
berarti perusahaan tidak hanya terfokus pada satu tipe investor saja yaitu investor dalam bentuk
saham namun juga untuk kreditur karena sumber pembiayaan operasional perusahaan bukan
hanya dari ekuitasnya saja tetapi juga dari pinjaman yang diberikan oleh kreditur (Sukamulja,
2004 dalam Wien Ika Permanasari, 2010). Jadi semakin besar nilai Tobin’s Q menunjukkan
bahwa perusahaan memiliki prospek pertumbuhan yang baik. Hal ini dapat terjadi karena
semakin besar nilai pasar asset perusahaan dibandingkan dengan nilai buku asset perusahaan
maka semakin besar kerelaan investor untuk mengeluarkan pengorbanan yang lebih untuk
memiliki perusahaan tersebut (Sukamulja, 2004 dalam Wien Ika Permanasari, 2010: 25).
Dalam perspektif teori agensi, agen yang risk adversedan cenderung mementingkan
agensi akan mengindikasikan bahwa nilai perusahaan akan naik apabila pemilik perusahaan bisa
dalam bentuk investasi yang tidak layak maupun dalam bentuk shirking. Corporate governance
merupakan suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang diharapkan dapat
memberikan dan meningkatkan nilai perusahaan kepada para pemegang saham. Dengan
demikian, penerapan ood corporate governance dipercaya dapat meningkatkan nilai perusahaan.
Black et al. (2003) dalam Sri Rahayu (2010: 20-21) berargumen bahwa pertama,
perusahaan yang dikelola dengan lebih baik akadapat lebih menguntungkan sehingga dapat
dividen yang lebih tinggi. Kedua, disebabkan oleh karena investor luar dapat menilai earnings
atau dividen yang sama dengan lebih tinggi untuk perusahaan yang menerapkan corporate
governance yang lebih baik. Hasil menunjukan bahwa tidak ditemukan bukti bahwa perusahaan
dengan corporate governance yang baik lebih menguntungkan atau membayardividen lebih
tinggi, tetapi ditemukan bukti bahwa investor menilai earnings atau arus dividen yang sama
dengan lebih tinggi untuk perusahaan yang menerapkan corporate governance yang lebih baik.
Silveira dan Barros (2006) dalam Vinola Herawati (2008: 9) meneliti pengaruh kualitas
CG terhadap nilai pasar atas 154 perusahaan Brazil yang terdaftar di bursa efek pada tahun 2002.
Mereka membuat suatu governance index sebagai ukuran atas kualitas CG. Sedangkan ukuran
untuk market value perusahaan adalah dengan menggunakan dua variabel yaitu Tobin’s Qdan
PBV. Temuan yang diperoleh menunjukkan adanya pengaruh kualitas CG yang positif dan
meningkatkan nilai perusahaan. Perusahaan dapat menggunakan informasi tanggung jawab sosial
sebagai keunggulan kompetitif perusahaan. Perusahaan yang memiliki kinerja lingkungan dan
sosial yang baik akan direspon positif oleh investor melalui peningkatan harga saham. Apabila
perusahaan memiliki kinerja lingkungan dan sosial yang buruk maka akan muncul keraguan dari
investor sehingga direspon negatif melalui penurunan harga saham (Almilia dan
Pengungkapan CSR berpengaruh pada nilai perusahaan. Hal ini sejalan dengan
paradigma enlightened self-interest yang menyatakan bahwa stabilitas dan kemakmuran ekonomi
jangka panjang hanya dapat dicapai jika perusahaan melakukan tanggung jawab sosial kepada
masyarakat (Hartanti, 2006 dalam Ni Wayan Rustiarini, 2010). Menurut Ni Wayan Rustiarini
(2010: 12) beberapa hal yang dapat menyebabkan CSR berpengaruh pada nilai perusahaan yaitu:
(1) manajemen menyadari arti penting CSR sebagai investasi sosial jangka panjang, (2)
manajemen memahami bahwa tanggung jawab perusahaan tidak hanya untuk pemegang saham
tetapi juga pihak-pihak lain yang berkepentingan, (3) pengungkapan CSR merupakan sinyal
positif bahwa perusahaan telah menerapkan good corporate governance, (4) informasi tanggung
jawab sosial perusahaan telah direspon baik oleh investor, (5) perusahaan telah melakukan
pengkomunikasian pesan CSR secara tepat sehingga makna CSR dapat diterima dengan baik
Barnea dan Rubin (2006) dalam Sri Suranta (2008: 8) menemukan bahwa investor dalam
menanamkan investasinya lebih tertarik terhadap perusahaan yang melaporkan informasi sosial
dalam laporan keuangannya daripada perusahaan yang tidak mencantumkan informasi sosial.
Informasi tersebut berupa keamanan dan kualitas produk serta aktivitas lingkungan. Selain itu
mereka menginginkan informasi mengenai etika, hubungan dengan karyawan dan masyarakat.
2.3 Corporate Social Responsibility
informasi yang berkaitan dengan aktivitasnya dan dampak yang ditimbulkan oleh perusahaan
tersebut. Gray et al.(1995b) dalam Muhamad Rizal Hasibuan (2001: 16-17) menyebutkan tiga
peneliti menemukan bukti bahwa informasi sosial dibutuhkan oleh users seperti; para analis,
banker, dan pihak lain yang terlibat. Penelitian tersebut menyebutkan bahwa informasi aktivitas
sosial perusahaan adalah pada posisi “Moderately important” Kedua, Economic theory study;
studi dalam corporate responsibility reporting ini mendasari pada economic agency theory dan
accounting positive theory yang menganalogikan manajemen adalah agen dari suatu prinsipal.
Prinsipal diartikan sebagai pemegang saham atau traditional users lain, namun pengertian users
tersebut telah berkembang menjadi seluruh interest group perusahaan yang bersangkutan.
Sebagai agen, manajemen akan berupaya mengoprasikan perusahaan sesuai dengan keinginan
publik (stakeholder) Ketiga, Social and political theory studies. Bidang ini menggunakan teori
stakeholder, theory legitimasi organizes dan theory economy public. Teori stakeholder
mengasumsikan bahwa perusahaan berusaha mencari pembenaran dari para stakeholder dalam
menjalankan operasi perusahaanya. Semakin kuat posisi stakeholder semakin besar pula
Becchetti et al. (2007) dalam Sri Suranta(2008: 8) mengungkapkan bahwa arti penting CSR
sebagai suatu komponen inti dari strategi perusahaan semakin terasa, terutama setelah
banyak kerugian yang dirasakan masyarakat dari perkembangan bisnis sekarangini. Mereka
melakukan penelitian tentang dampak dan keterkaitan antara CSR yang diungkapkan perusahaan
terhadap pasar modal. Mereka menemukan bahwapengungkapan lebih terhadap tanggung jawab
sosial yang dilakukan perusahaan akan meningkatkan reaksi pasar dan ketertarikan investor
dalam menanamkan modalnya di perusahaan tersebut sehingga harga saham yang beredar
meningkat. Hal ini mengindikasikan tanggung jawab sosial yang diungkapkan perusahaan dalam
laporan tahunannya dapat meningkatkan nilai perusahaan. Menurut Sembiring (2005: 381)
Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan yang sering juga disebut sebagai social
disclosure, corporate social reporting, social accounting (Mathews,1995) atau corporate social
responsibility (Hackston dan Milne, 1996) merupakan proses pengkomunikasian dampak sosial
terhadap masyarakat secara keseluruhan. Hal tersebut memperluas tanggung jawab organisasi
kepada pemilik modal, khususnya pemegang saham. Perluasan tersebut dibuat dengan asumsi
bahwa perusahaan mempunyai tanggung jawab yang lebih luas dibanding hanya mencari laba
untuk pemegang saham (Gray et. al.,1987). Setiap pelaku ekonomi, selain berusaha untuk
kepentingan pemegang saham dan konsentrasi pada pencapaian laba, juga punya tanggung jawab
sosial, dan hal itu perlu diungkapkan dalam laporan tahunan, sebagaimana dinyatakan oleh
pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai
tambah (value added statement), khususnya bagi industri dimana faktor-faktor lingkungan hidup
memegang peranan penting dan bagi industri yang menganggap pegawai sebagai kelompok
pengguna laporan yang memegang peranan penting. Menurut Belkaoui (2000) dalam Basuki
Rakhmad Saputro (2006: 13-14) mengemukakan tujuan pengungkapan ada enam yaitu:
1) Untuk menjelaskan item-item yang diakui dan untuk menyediakan ukuran yang relevan
3) Untuk menyediakan informasi yang dapat membantu investor dan kreditor dalam
menentukan resiko dan item-item yang potensial untuk diakui dan yang belum diakui
4) Untuk menyediakan informasi penting yang dapat digunakan oleh pengguna laporan
5) Untuk menyediakan informasi mengenai aliran kas masuk dan aliran kas keluar di masa
mendatang
Crowther David (2008) dalam Nor Hadi (2011: 59) mengurai prinsip-prinsip tanggung jawab
aktivitas yang telah dilakukan. Konsep ini menjelaskan pengaruh kuantitatif aktivitas
perusahaan terhadap pihak internal dan eksternal. Akuntabilitas dapat dijadikan sebagai
media bagi perusahaan membangun image dan network terhadap para pemangku
kepentingan.
(2010: 61) menyatakan bahwa ragam tanggungjawab perusahaan terdiri dari tiga dimensi,
yaitu:
bagi shareholder. Di samping itu, perusahaan juga perlu meningkatkan nilai bagi para
kreditur, yaitu kepastian perusahaan dapat mengembalikan pinjaman berikut interest yang
dikenakan.
Menurut Ricky W. Griffin (2007: 68-69) Model Tanggung Jawab terhadap Pihak yang
Berkepentingan adalah sebagai berikut: Sebagian korporasi yang bertanggung jawab kepada
pihak yang berkepentingan atas mereka, pertama tama berfokus pada lima kelompok utama:
pelanggan, karyawan, investor, pemasok, dan komunitas lokal tempat mereka menjalankan
bisnisnya. Kemudian mereka dapat memilih pihak berkepentingan lainnya yang relevan atau
penting bagi organisasinya dan mencoba memenuhi kebutuhan dan harapan mereka.
melayani pelangganya secara wajar dan jujur. Mereka juga mencari cara untuk
menetapkan harga secara wajar, menghargai garansi, memenuhi komitmen pengiriman
karyawan dengan adil, menganggap pekerja sebagai bagian dari tim, dan menghormati
3) Investor. Untuk mempertahankan sikap mental dan tanggung jawab sosial terhadap para
investor, para manajer harus mengikuti prosedur akuntansi yang pantas, memberikan
perusahaan, dan mengelola perusahaan untuk melindungi hak-hak dan investasi para
pemegang saham.
5) Komunitas Lokal. Terakhir, sebagian besar bisnis berusaha untuk bertanggung jawab
a) Polusi Udara. Polusi udara terjadi apabila beberapa faktor bergabung bersama sehingga
b) Polusi Air. Air terkena polusi terutama akibat pembuangan bahan-bahan kimia dan sampah.
c) Polusi Tanah. Terdapat dua masalah utama dalam polusi tanah. Yang pertama, adalah
bagaimana mengembalikan kualitas tanah yang telah rusak. Masalah kedua adalah bagaimana
d) Pembuangan Limbah Beracun. Limbah beracun merupakan produk sampingan berbahaya dari
tidak hanya bagi pemerintah negara bagian dan kotamadya tetapi juga bagi perusahaan-
a) Hak Konsumen. Banyaknya perhatian bisnis terhadap tanggung jawab kepada konsumen saat
ini dapat ditelusuri dari peningkatan konsumerisme: aktivitas sosial yang ditujukan untuk
b) Penetapan Harga yang Tidak Wajar. Mencampuri persaingan dapat juga menjadi bentuk
praktek penetapan harga yang ilegal. Kolusi terjadi apabila dua atau lebih perusahaan setuju
untuk bekerja sama dalam tindakan yang salah seperti kolaborasi penetapan harga (price fixing).
a) Komitmen Hukum dan Sosial. Perilaku tanggung jawab secara sosial terhadap para karyawan
sebagai manusia juga berarti menghargai perilaku mereka sebagai individu yang bertanggung
b) Cek Kosong
c) Insider Trading
Informasi pengungkapan CSR yang dilakukan oleh perusahaan telah digunakan oleh para
investor sebagai salah satu pertimbangan sebelum berinvestasi dalam sebuah perusahaan
sehingga semakin baik atau lengkap sebuah laporan CSR perusahaan dapat menimbulkan reaksi
positif dari investor untuk berinvestasi di perusahaan yang nantinya akan berdampak terhadap
peningkatan permintaan saham perusahaan (Rustriarini, 2010). Para investor lebih memilih untuk
sosial, lingkungan dan masyarakat yang diungkapkan dalam laporan CSR tersebut (Nurlela dan
Islanudin, 2008). Perusahaan yang telah melaporkan CSR secara lengkap dapat menimbulkan
kepercayaan dan minat dari para investor untuk berinvestasi di perusahaan sehingga nantinya
akan berdampak terhadap peningkatan permintaan saham perusahaan (Rustriarini, 2010). Ketika
permintaan terhadap saham perusahaan semakin meningkat maka semakin tinggi harga
sahamnya sehingga akan berdampak terhadap peningkatan nilai perusahaan. Perusahaan yang
menerapkan CSR dipandang sebagai perusahaan yang memiliki resiko yang rendah dimasa
mendatang (Hosana dan Juniarti,2016). Namun, berbeda dengan hasil penelitian Retno dan
Danies (2012) serta Nurlela dan Islanudin (2008) menyatakan bahwa CSR tidak berpengaruh
terhadap nilai perusahaan karena rendahnya pengungkapan CSR yang dilakukan oleh perusahaan
Penelitian empiris sebelumnya mengenai hubungan antara CSR dan nilai perusahaan
menunjukkan hasil yang beragam. Banyak studi empiris yang menemukan bahwa aktivitas CSR
perusahaan efek positif terhadap kinerja keuangan mereka. Studi sebelumnya seperti Bowman
dan Haire (1975), Heinze (1976), dan Sturdivant dan Ginter (1977) menyajikan hasil
meningkatkan kinerja keuangan dari aktivitas CSR perusahaan. Cochran dan Kayu (1984)
menyelidiki kinerja keuangan 36 perusahaan dari tahun 1979 sampai 1975 dandari 39 perusahaan
dari tahun 1970 sampai 1974. Mereka menemukan korelasi positif antara aktivitas CSR dan
kinerja keuangan, yang diproksikan oleh variabel keuangan seperti return on aset (ROA), return
menganalisis data pada 67 perusahaan besar di Amerika Serikat dari tahun 1982 sampai 1992
dan menemukan hubungan positif yang kuat antara aktivitas CSR dan kinerja keuangan,
termasuk ROA dan return on equity (ROE). Pada 1990-an, Waddock dan Graves (1997)
menyelidiki data tentang perusahaan S & P 500 dan temukan bahwa baik sebelum dan masa
depan perusahaankinerja keuangan, seperti yang ditunjukkan oleh rasio hutang terhadap ekuitas,
ROA,dan tingkat pengembalian ekuitas, secara positif terkait dengan aktivitas kinerja sosial
perusahaan yang diukur menggunakan indeks KLD menggunakan data perusahaan Korea, Kim
(2009) menunjukkan bahwa nilai perusahaan yang melakukan aktivitas CSR lebih tinggi. Dia
berpendapat bahwa, meski CSR kegiatan menghasilkan biaya dalam jangka pendek,
jangka panjang. Sebaliknya, klaim telah dibuat bahwa aktivitas CSR berpengaruh negatif
terhadap kinerja keuangan perusahaan. Bragdon dan Marlin (1972) berpendapat bahwa CSR
perusahaan kegiatan memiliki dampak buruk pada persaingan karena peningkatan perusahaan
'biaya dibandingkan dengan pesaing. Vance (1975) mengukur kinerja keuangan perusahaan
dengan menggunakan persentase perubahan harga saham dan ukurannya CSR menggunakan
peringkat tanggung jawab sosial Milton Moskowitz. Dia menemukan bahwa harga saham
korporat dengan tingkat CSR yang lebih tinggi sebenarnya lebih rendah. Tambahan biaya yang
Beberapa penelitian mengambil sikap netral. Berbeda dengan penelitian di atas, Ullmann(1985)
berpendapat bahwa menemukan alasan mengenai hubungan sosial perusahaan tanggung jawab
dan kinerja keuangan yang sulit. Zheng Li (2006) mempelajari hubungan tersebut antara CSR
dan nilai perusahaan dengan menganalisis 521 perusahaan China yang terdaftar di Bursa Saham
Shanghai pada tahun 2003. Dengan menggunakan teori pemangku kepentingan dan modal sosial
teori, dia menyimpulkan bahwa, walaupun nilai perusahaan lebih terlibat dalam tanggung jawab
sosial kegiatan yang lebih rendah dalam jangka pendek, kegiatan CSR tidak mengurangi nilai
perusahaan jangka panjang. Secara keseluruhan, klaim hubungan negatif antara CSR dan nilai
perusahaan sangat ditekankan biaya tambahan yang dikeluarkan untuk melakukan kegiatan CSR,
yang bisa menjadi kompetitif kerugian. Sebaliknya, klaim hubungan positif berpendapat bahwa
biaya kegiatan CSR relatif kecil dibandingkan dengan manfaatnya. Lebih banyak kegiatan CSR
meningkatkan citra perusahaan dan memperbaiki hubungan antara karyawan dan lainnya
stakeholder-akhirnya menghasilkan nilai perusahaan yang lebih tinggi. Kami berharap investasi
dalam kegiatan CSR di bidang-bidang seperti hubungan kerja, lingkungan isu, dan
kelancaran hubungan antara masyarakat dan karyawan, dan menarik pekerja yang lebih baik
dalam jangka panjang. Sebaliknya, jika perusahaan menghindari keterlibatan kegiatan CSR
untuk mengurangi biaya jangka pendeknya, mungkin gagal memenuhi harapan pemangku
kepentingan. Perusahaan semacam itu mungkin menghadapi lebih banyak masalah dan tuntutan
hukum dalam jangka panjang. Misalnya, denda untuk polusi yang berlebihan atau biaya untuk
mengingat produk cacat bisa lebih besar tanpa aktivitas CSR. Kerusakan citra dan reputasi
perusahaan juga lebih signifikan (Tsoutsoura 2004). Yang terpenting, perusahaan secara sukarela
terus melakukan kegiatan CSR hanya jika mereka memiliki dampak positif pada jangka panjang
nilai perusahaan (Guk dan Gang 2011). Dalam tulisan ini, kami mengembangkan hal berikut
hipotesis mengenai dampak kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap perusahaan
nilai.
2.5 Pengaruh corporate governance terhadap dampak kegiatan CSR terhadap nilai
perusahaan
Jika kegiatan CSR perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaannya, kegiatan CSR
bisa jadi dianggap sebagai strategi bisnis dan manajer dapat memilih tingkat dan tingkatnya
kegiatan. Dalam hal ini, biaya agensi yang terkait dengan aktivitas CSR dapat terjadi. Eksekutif
dapat menyalahgunakan hak mereka dengan memilih kebijakan CSR yang tidak sesuai dengan
kata lain, jika manajer dapat menikmati keuntungan pribadi, seperti meningkatkan reputasi
mereka sendiri dengan tampil kegiatan CSR, mereka memiliki insentif untuk terlibat dalam
kegiatan seperti itu tanpa memperhatikanefek pada nilai perusahaan (Jensen dan Meckling 1976).
Karena itu, kami mengharapkan dampaknya aktivitas CSR perusahaan bervariasi tergantung
Dalam Laporan CGPI 2014 menjelaskan bahwa tujuan pelaksanaan tata kelola
perusahaan tidak hanya sebagai kepatuhan terhadap peraturan, tetapi juga menunjukan kinerja
serta komitmen dalam menciptakan nilai (value). Penerapan corporate governance diharapkan
dapat menjaga keberlangsungan hidup perusahaan dalam jangka panjang dan memberikan nilai
tambah kepada para stakeholder. Para investor akan memberikan premium yang tinggi kepada
perusahaan yang menerapkan prinsip corporate governance secara konsisten dan para investor di
dengan peraturan yang berlaku akan membuat investor merespon secara positif terhadap kinerja
perusahaan sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan (Luhukay dalam Nuswandari, 2009).
Dalam penelitian Rustriarini (2010) menyatakan bahwa terdapat beberapa hal yang
semakin menyadari bahwa penerapan corporate governance dilakukan bukan karena mematuhi
regulasi yang ada melainkan merupakan sebuah kebutuhan dalam meningkatkan kepercayaan
dari investor dan penerapan corporate governance dapat memberikan manfaat jangka panjang
bagi perusahaan. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan Sukamulja (2004) yang
kurangnya sosialisasi mengenai pentingnya penerapan corporate governance oleh pihak yang
berwenang sehingga prinsip corporate governance kurang dilaksanakan dengan baik oleh
manajemen dan corporate governance belum menjadi dasar dalam pertimbangan investor dalam
Jika kegiatan CSR perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaannya, kegiatan CSR
bisa jadi dianggap sebagai strategi bisnis dan manajer dapat memilih tingkat dan
tingkatnyakegiatan. Dalam hal ini, biaya agensi yang terkait dengan aktivitas CSR dapat terjadi.
Eksekutifdapat menyalahgunakan hak mereka dengan memilih kebijakan CSR yang tidak sesuai
Dengan kata lain, jika manajer dapat menikmati keuntungan pribadi, seperti meningkatkan
reputasi mereka sendiri dengan tampil kegiatan CSR, mereka memiliki insentif untuk terlibat
dalam kegiatan seperti itu tanpa memperhatikanefek pada nilai perusahaan (Jensen dan Meckling
1976). Karena itu, kami mengharapkan dampaknya aktivitas CSR perusahaan bervariasi
tergantung pada tata kelola perusahaan, termasuk kepemilikan dan struktur papan.
H2: Dampak kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap nilai perusahaan berbeda
pengembalian yang tinggiinsentif yang kuat untuk memantau manajer dan mencegah perilaku
yang dapat membahayakan pemegang saham minat. Hasil empiris Morck et al. (1988)
menunjukkan bahwa, sebagai yang terbesar Rasio kepemilikan pemegang saham meningkat,
biaya agensi cenderung menurun karena pemegang saham mayoritas mengurangi konflik
manajer. Sebaliknya, penelitian empiris lainnya memberikan hasil yang berbeda dan menemukan
efek negatif dari konsentrasi pemilikan terhadap nilai perusahaan. Leech dan Leahy (1991)
perusahaan. Shleifer dan Vishny (1986) berpendapat bahwa, di beberapa negara, masalah
keagenan terjadi lebih banyak konflik antara pemegang saham mayoritas dan pemegang saham
minoritas daripada antara manajer dan pemegang saham. Dalam hal ini, kepentingan mayoritas
pemegang saham dan pemegang saham minoritas tidak selaras. Dalam hal ini, pemegang saham
mayoritas dapat menyalahgunakan hak mereka dan mengalokasikan sumber daya perusahaan
secara tidak efektif, dan biaya kepemilikan saham bisa sangat besar bagi pemegang saham
minoritas. Karena itu, jika rasio kepemilikan pemegang saham terbesar tinggi, atau jika selisih
antara rasio terbesar kepemilikan pemegang saham dan kepemilikan pemegang saham terbesar
kedua cukup memadai besar, pemegang saham terbesar mungkin dapat melanjutkan kegiatan
CSR untuk manfaat pribadi, yang mungkin memiliki efek negatif pada nilai perusahaan.
H2-1: Rasio yang lebih rendah dari kepemilikan pemegang saham terbesar menghasilkan
H2-2: Kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan menghasilkan nilai perusahaan yang
lebih tinggi jika selisihnyadalam rasio kepemilikan antara pemegang saham terbesar dan
terbesar kedua kecil, dan mengarah ke nilai perusahaan yang lebih rendah jika perbedaan
ini besar.
Kepemilikan saham oleh manajemen dapat memberi insentif bagi eksekutif untuk
memaksimalkannya nilai saham dan meningkatkan kontrol perusahaan oleh pemegang saham
mengklaim hubungan positif antara kepemilikan manajemen dan nilai perusahaan, dan
dan pemegang saham (Demsetz 1983; Hill dan Snell 1989; Morck dkk. 1988; Cho 1998). Saham
yang dimiliki oleh para eksekutif dapat menyebabkan kepentingan manajer dan pemegang saham
bertemu. Berle dan Gardiner (1932) menyatakan bahwa potensi konflik kepentingan muncul dari
dan pemegang saham menyatu dan, oleh karena itu, biaya agensi menurun. Terkadang, manajer
memiliki insentif untuk memenuhi kebutuhan pemegang saham ini karena insentif kedua belah
pihak adalah lebih selaras sebuah studi empiris baru-baru ini terhadap perusahaan Inggris oleh
Florackis (2008) menyimpulkan bahwa rasio kepemilikan manajemen yang tinggi mengurangi
biaya agensi. Namun, hipotesis pengelolaan manajemen (Stulz, 1990) menyatakan bahwa,
sebagai saham manajer meningkat, di luar ancaman dari penurunan pasar dan utilitas untuk
mencari keuntungan pribadi melebihi utilitas dari kenaikan nilai perusahaan. Ini Efeknya
mengarah pada kekuatan manajerial. Dalam penelitian ini, kita memilih hipotesis keselarasan
insentif dan mengharapkan yang lebih tinggi rasio kepemilikan saham manajemen eksekutif
menunjukkan keselarasan yang lebih baik kepentingan dengan pemangku kepentingan eksternal,
sehingga mengurangi konflik kepentingan isu. Artinya, rasio kepemilikan manajemen yang lebih
tinggi menunjukkan bahwa kegiatan CSR lebih diarahkan pada kepentingan pemegang saham
H2-3: Kegiatan CSR memiliki efek positif terhadap nilai perusahaan jika rasio manajer '
Cara lain untuk mengurangi biaya agensi adalah meningkatkan direktur atau komite audit
kepemilikan saham, yang merupakan konsep yang sama dengan kepemilikan saham eksekutif,
dengan menyelaraskan kepentingan mereka dengan pemegang saham (Jensen 1993). Jika
eksekutif hanya menerima gaji tetap, mereka dapat bertindak untuk meningkatkan kepentingan
pribadi jangka pendek mereka daripada pemegang saham. Sebaliknya, jika direksi atau anggota
komite audit memiliki saham dari perusahaan, mereka akan lebih aktif memantau perilaku dan
usulan manajer strategi manajemen yang menguntungkan baik pemegang saham maupun mereka
sendiri. Menurut klaim oleh Mace (1986), efisiensi pemantauan dapat meningkat saat direksi
atau audit Anggota komite memiliki saham yang cukup. Kren dan Kerr (1997) menunjukkan
bahwa rasio kepemilikan saham direktur berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.Kami
berharap hasil keputusan anggota dewan direksi atau komite audit menghasilkan insentif dan
motivasi yang lebih kuat untuk mengawasi perilaku CEO. Dengan demikian, strategi CSR adalah
dilakukan untuk meningkatkan nilai perusahaan. Kami juga berharap gagasan ini berlaku untuk
H2-4: Jika rasio saham direksi tinggi (rendah), CSR bersifat positif (negatif) efek pada
nilai perusahaan
H2-5: Jika rasio bagian komite audit tinggi (rendah), CSR memiliki nilai positif (negatif)
Klaim apakah CEO dan ketua dewan direksi seharusnya Orang yang berbeda saling
bertentangan - sering disebut sebagai masalah CEO-dualitas. Agen teori memprediksi bahwa
ketika kepemilikan perusahaan dan hak pengelolaan dipisahkan, Masalah agensi terjadi karena
(i) konflik kepentingan antar manajer, termasuk CEO, dan pemegang saham dan (ii) informasi
yang tidak lengkap (atau informasi asymme try). Teori agensi mengasumsikan bahwa agen
bersifat egois dan pemantauan diperlukan untuk mencegahnya eksekutif membuat keputusan
sendiri. Dewan direksi perlu memainkan peran pengawasan ini. Namun, jika CEO dan ketua
dewan direksi adalah Orang yang sama, teori agensi memprediksi bahwa direktur eksekutif
sangat mungkin untuk dikejar manfaat pribadi daripada memaksimalkan kepentingan pemegang
individu berorientasi organisasi dan pro-organisasional dan berpendapat bahwa eksekutif lebih
baik memilih untuk melayani kepentingan organisasi dan memaksimalkan nilai pemegang saham
dari mengejar kepentingan pribadi mereka Demikian pula, Boyd (1995) mengklaim bahwa
eksekutif mungkin terjadi untuk mencari kepuasan diri dan pemenuhan lebih dari sekedar
keuntungan pribadi. Secara keseluruhan, jika penatagunaan Teori itu benar, ia memprediksi
bahwa CEO-dualitas memberikan lebih banyak kebebasan kepada eksekutif dan mengarah pada
pengambilan keputusan yang cepat, yang mengarah pada nilai perusahaan yang lebih tinggi.
Kami memilih teori pandangan-agen yang lebih konvensional - yang menunjukkan bahwa
individu egois. Kami berasumsi bahwa ada kemungkinan bahwa CEO-direktur tampil Kegiatan
H2-6: Jika CEO dan ketua dewan bukan orang yang sama, CSR memiliki efek positif
Fama dan Jensen (1983) menekankan pentingnya peran dewan pengawas dan kontrol atas
dewan direksi dan komite audit diperlukan untuk memantau perilaku eksekutif. Peran utama
dewan direksi dan komite audit adalah untuk mengurangi konflik kepentingan antara pemegang
saham dan manajemen, meminimalkan biaya agensi, dan melindungi kepentingan pemegang
saham. Beasley dkk Al. (2000) menunjukkan bahwa kecurangan laporan keuangan kurang lazim
antar perusahaan dengan komite audit yang kuat.Selanjutnya, menurut teori ketergantungan
sumber daya (Pfeffer amd Salancik 2003), organisasi seperti dewan direksi atau komite audit
dapat membantu mengakses informasi perusahaan dan memberikan umpan balik penting untuk
pengaturan arah perusahaan. Zahra dan Pearce (1989) juga mengklaim bahwa direktur atau audit
panitia dapat memberikan koneksi kepada pesaing dan pemangku kepentingan lainnya dan
membantu perusahaan memperoleh informasi penting, keterampilan, reputasi, dan sumber daya
lainnya. Jadi, jika dewan direksi atau komite audit besar, peran pengawasnya akan dilakukan
ditingkatkan dan CSR akan dilakukan untuk memperbaiki nilai perusahaan daripada memberi
keuntungan pemegang saham atau CEO utama perusahaan. Pendapat dan pandangan direksi atau
Anggota komite audit juga diharapkan dapat membantu kegiatan CSR yang efektif.
H2-7: Jika dewan direksi besar (kecil), kegiatan CSR bersifat positif (negatif) efek pada
nilai perusahaan
H2-8: Jika komite audit besar (kecil), kegiatan CSR bersifat positif (negatif) efek pada nilai
perusahaan
Independensi direktur luar sangat diperlukan untuk pemerintahan yang efektif dan
disiplin. Kita dapat dengan mudah menemukan bukti untuk mendukung hubungan berikut: yang
lebih tinggi proporsi direktur luar pada perusahaan menghasilkan disiplin yang diberikan secara
lebih efektif alih manajemen dan, dengan demikian, dalam kinerja perusahaan yang lebih baik.
Artikel review oleh Hermalin dan Weisbach (2003) juga mendukung kausalitas yang telah
disebutkan sebelumnya. Kesimpulan utama mereka adalah proporsi yang lebih tinggi dari direksi
luar mengarah ke kemungkinan lebih tinggi bahwa CEO akan diganti saat kinerja perusahaan
menurun dan kompensasi CEO yang lebih rendah, yang konsisten dengan hipotesis yang
dipertimbangkan di makalah ini.4 Namun, bagi perusahaan China, pemegang saham atau chief
executive terbesar Petugas sering menunjuk direktur perusahaan besar lainnya sebagai direktur
dari luar negeri perusahaan mereka sendiri. Proses pengangkatan semacam itu mungkin salah
satu alasan terjadinya kerusakan untuk independensi direksi luar di China. Karena pemegang
saham mayoritas atau manajer dapat menunjuk direksi luar, hubungan mereka bukan untuk
pengawasan dan pemantauan tapi untuk kerja sama dan sesuai (Ma Qingyun, 2013). Westphal
(1998) juga menunjukkan bahwa para eksekutif menggunakan kekuatan mereka untuk
mempengaruhi proses tersebut memilih direktur dan pengambilan keputusan mereka. Mereka
terlibat dalam penunjukan direktur yang terutama mendukung keputusan manajerial mereka.
Kami berharap pemegang saham terbesar dan eksekutif lebih bersedia tampil Kegiatan CSR
untuk kepentingan mereka sendiri. Dalam hal ini, perusahaan dengan proporsi lebih tinggi dari
direksi luar yang terutama mendukung para eksekutif (yang disebut abu-abu direksi) diharapkan
Sejumlah besar perusahaan China adalah milik negara. Ada yang saling bertentangan
klaim tentang efek pada nilai perusahaan ketika pemegang saham terbesar adalah pemerintah di
China. Tian (2005) menunjukkan bahwa kinerja keuangan perusahaan milik negara pada
umumnya lebih rendah dari pada perusahaan swasta. Penjelasannya adalah,meskipun pemerintah
memberikan berbagai perlakuan istimewa bagi perusahaan milik negara,Mereka juga mengambil
keuntungan signifikan dari perusahaan-perusahaan ini. Chen Xinyuan danHuang Jun (2007)
berpendapat bahwa pemerintah lebih menekankan pada realisasi tujuan politik dan fungsi sosial
daripada kepentingan perusahaan dan, dengan demikian, Interferensi yang lebih besar diamati
dalam pengelolaan perusahaan milik negara. Xu Xiaodong dan Chen Xiaoyue (2003) mengklaim
bahwa perusahaan swasta memiliki perusahaan yang lebih tinggi nilai karena mereka menerima
lebih banyak pengawasan eksternal dan membuat keputusan lebih agresif dibanding perusahaan
milik negara untuk bertahan dalam persaingan pasar. Sebaliknya, beberapa ilmuwan berpendapat
bahwa kepemilikan negara dapat meningkatkan nilai perusahaan. Liu Yuanyuan dkk. (2011)
menunjukkan bahwa rasio kepemilikan suatu perusahaan negara menunjukkan korelasi positif
yang signifikan dengan kinerja keuangan. Liao Guan Min dan Chen Yan (2007) berpendapat
biaya modal perusahaan-perusahaan ini melalui dukungan dari anggaran pemerintah, yang
berdampak positif terhadap kinerja keuangan perusahaan. Sun et al. (2002) menggunakan data
perusahaan China dari tahun 1994 sampai 1997 dan menemukan rasionya kepemilikan saham
negara memiliki efek positif terhadap nilai perusahaan.Karena tujuan akhir dari pemerintah
adalah memaksimalkan kesejahteraan sosial Dari keuntungan perusahaan, kegiatan CSR dapat
dianggap sebagai realisasi nasional kebijakan jika pemegang saham pengendali perusahaan
adalah pemerintah. Kami berharap jika pemegang saham terbesar perusahaan adalah pemerintah,
kegiatan CSR berpengaruh positif nilai perusahaan karena biaya agensi tidak dikeluarkan sebagai
hasil pelaksanaannya.
H2-10: Kegiatan CSR menunjukkan efek positif (negatif) terhadap nilai perusahaan jika
Tata kelola perusahaan adalah mekanisme untuk melindungi investor eksternal, membaik
nilai perusahaan, dan memaksimalkan nilai pemegang saham (Beltratti, 2005). Jika CSR
Kegiatan meningkatkan nilai perusahaan, perusahaan dengan tata kelola perusahaan yang baik
lebih cenderung lebih terlibat dalam kegiatan CSR. Guk dan Gang (2011) menganalisa hubungan
antara corporate governance dan CSR dengan data perusahaan Korea dan menunjukkan bahwa
perusahaan dengan tata kelola perusahaan yang lebih baik lebih aktif dengan CSR kegiatan. Choi
(2013) mengkaji hubungan antara variabel tata kelola perusahaan dan biaya modal dan
menyimpulkan bahwa rasio yang lebih tinggi dari hasil kepemilikan saham terbesar dalam
kegiatan CSR yang lebih rendah. Wang dan Bu (2012) mempelajari produsen makanan China
dan menemukan bahwa rasio pemegang saham terbesar perusahaan memiliki dampak negatif
terhadap aktivitas CSR. Mereka juga menemukan bahwa ukuran dewan berkorelasi positif
dengan aktivitas CSR. Xie(2011) juga menemukan hubungan yang kuat antara struktur tata
kelola perusahaan dan Kegiatan CSR, menunjukkan bahwa rasio kepemilikan pemegang saham
terbesar memiliki nilai negatif Efek pada aktivitas CSR dan kepemilikan negara memiliki efek
positif. Oleh karena itu, perusahaan dengan tata kelola perusahaan yang lebih baik, yaitu
perusahaan denganBiaya agen yang lebih rendah, diharapkan dapat melibatkan lebih banyak
kegiatan CSR
H3: Struktur dan praktik tata kelola yang baik berhubungan positif dengan CSR kegiatan.
Nilai Perusahaan dan Corporate Social Responsibility, diperoleh gambaran untuk menyusun
kerangka pikir penelitian, maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada
gambar berikut:
Corporate Social
Responsibility
Firm Value
Corporate Governance
1. SIZE
2. EPS
3. LEV
4. GRW
VARIABEL KONTROL: