HUKUM PERUSAHAAN
DOSEN/TUTOR YULI RAKHMAWATI, S.H., M.H.
DISUSUN OLEH
NAMA : SITI NURMALA SOLIHAT
NIM : 042076779
Pada 2018, Grup Lippo terjerat permasalahan korupsi menyusul operasi tangkap tangan oleh
KPK akibat terkuaknya fakta bahwa anak perusahaan mereka melakukan tindak pidana
rasuah berupa suap untuk perizinan proyek Meikarta. Seketika itu pula saham emiten properti
Grup Lippo ambruk yang secara bersamaan mengakibatkan kerugian di pihak investor dan
para pemegang saham saat itu. Saat itu, sejumlah saham perusahaan Grup Lippo yang tercatat
di Bursa Efek Indonesia (BEI) langsung berguguran begitu kasus rasuah tersebut menyeruak.
Seketika Saham PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK), pengembang proyek Meikarta, merosot
240 poin (14,77%) ke Rp 1.385 setelah dibuka di level Rp 1.625. Sementara saham PT Lippo
Karawaci Tbk (LPKR) juga anjlok 8 poin (2,68%) ke Rp 290.
Hal ini menjadi bukti rendahnya kesadaran kita terhadap pentingnya penerapan seluruh
aspek Good Corporate Governance sehingga efeknya bermuara pada maraknya kasus korupsi
ataupun tindak pidana penyelewengan lainnya. Ketua KPK Firli Bauri menegaskan bahwa
seluruh BUMN dan pelaku usaha lainnya harus menerapkan prinsip-prinsip tata kelola
perusahaan yang baik atau Good Corporate Governance. Hal itu ia sampaikan usai pada Juli
2020 lalu, lagi-lagi terjadi tindak pidana rasuah berupa pengerjaan proyek-proyek fiktif. Kali
ini, subjeknya justru hadir dari perusahaan BUMN yaitu PT Waskita Karya.
Good Corporate Governance menjadi sangat krusial untuk diterapkan menjadi solusi
yang dapat diandalkan guna mencegah praktik tindak pidana korupsi. Pada prinsipnya,
penerapan tata kelola perusahaan yang baik tidak hanya akan melindungi kepentingan
pemegang saham dan investor, namun juga akan membawa banyak manfaat dan keuntungan
bagi perusahaan terkait dan pihak lain yang memiliki hubungan langsung maupun tidak
langsung dengan perusahaan.
Sumber :
https://pratamaindomitra.co.id/deretan-kasus-korupsi-ingatkan-kita-pentingnya-penerapan-
gcg.html
Dari artikel berita tersebut, buatlah sebuah analisa hukum dari pertanyaan berikut ini :
1. Mana saja pengaturan dalam UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang
menunjukkan adanya hubungan antara Pemegang Saham dengan Perseroan yang
berkaitan dengan Prinsip Akuntabilitas? Jelaskan!
Jawab:
Ada 5 (lima) prinsip yang umum diterapkan bagi perusahaan selama mewujudkan
GCG antara lain independensi (independency), transparansi
(transparency) ,akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility),
dan kewajaran atau kesetaraan (fairness)
Prinsip Akuntabilitas
Akuntabilitas berkaitan dengan tanggung jawab manajemen melalui pengawasan yang
efektif (effective oversight), berdasarkan balance of power antara manajer, pemegang
saham, dewan komisaris, dan auditor. Hal ini merupakan bentuk pertanggungjawaban
manajemen kepada perusahaan dan para pemegang saham. Prinsip ini diwujudkan
antara lain dengan menyiapkan Laporan Keuangan (Financial Statement) pada waktu
yang tepat dan dengan cara yang tepat. Mengembangkan Komite Audit dan risiko
untuk mendukung fungsi pengawasan oleh Dewan Komisaris, mengembangkan dan
merumuskan kembali peran dan fungsi Internal Audit sebagai mitra bisnis strategik
berdasarkan best practices. Menjaga manajemen kontrak yang bertanggung jawab dan
menengahi pertentangan (dispute), penegakan hukum (sistem penghargaan dan
sanksi), menggunakan Eksternal Auditor yang memenuhi syarat (berbasis
profesionalisme)
2. Ketentuan Pasal 3 ayat (1) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
dihubungkan dengan ayat (2) memberikan implikasi apa bagi pemegang saham?
Jawab:
Dalam hal pemegang saham, pada praktiknya banyak perusahaan yang jumlah
pemegang sahamnya tidak hanya terdiri dari dua pemegang saham saja, dengan
jumlah atau komposisi kepemilikan saham yang beraneka ragam. Maka dari itu ada
yang disebut sebagai pemegang saham mayoritas dan pemegang saham minoritas.
Kata implikasi disini menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
adalah keterlibatan atau suasana terlibat. Jadi dapat dianalisis bahwa dalam :
1. Pasal 3 ayat (1) keterlibatan pemegang saham yaitu ketentuan hukum yang
mengatur mengenai tanggung jawab hukum pemegang saham dalam suatu
perseroan. Pada dasarnya, pasal ini menyatakan bahwa pemegang saham perseroan
tidak akan dipertanggungjawabkan secara pribadi terhadap kewajiban yang timbul
dari perjanjian atau transaksi yang dilakukan atas nama perseroan. Artinya, jika
terjadi kewajiban atau perjanjian yang dilakukan oleh perseroan dan ada kerugian
yang timbul, pemegang saham tidak akan dipaksa untuk bertanggung jawab secara
pribadi dengan harta pribadi mereka.
Mereka hanya bertanggung jawab terbatas pada jumlah saham yang mereka
miliki. Dalam hal ini, pemegang saham hanya menanggung kerugian sejauh nilai
saham yang dimiliki dan tidak lebih dari itu. Pasal ini bertujuan untuk
memberikan perlindungan hukum kepada pemegang saham, sehingga mereka
tidak akan menanggung risiko yang melebihi investasi yang mereka lakukan dalam
perseroan. Selain itu, pasal ini juga memberikan kepastian hukum kepada
pemegang saham dalam melakukan keputusan bisnis tanpa harus khawatir tentang
tanggung jawab pribadi yang melekat pada mereka.
2. Pasal 3 ayat (2)
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila:
a. persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;
b. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak
langsung dengan itikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan
pribadi;
c. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan
hukum yang dilakukan oleh Perseroan; atau
d. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak
langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan, yang
mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi
utang Perseroan.
Pasal diatas merupakan bentuk pengecualian terhadap ayat (1) yang mengatur perlindungan
terhadap pemegang saham, pengecualian tersebut terjadi pada kasus kecurangan, tindakan
melawan hukum, atau tindakan yang cenderung merugikan perseroan, pemegang saham
masih dapat dipertanggungjawabkan secara pribadi atau situasi di mana pemegang saham
tetap dapat dipertanggungjawabkan secara pribadi. Berikut adalah penjelasan mengenai
maksud dari setiap pengecualian:
a. Persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi: Jika
persyaratan hukum untuk menegakkan status badan hukum perseroan tidak terpenuhi,
maka pemegang saham dapat dipertanggungjawabkan secara pribadi sehubungan
dengan perikatan yang dibuat atas nama perseroan tersebut.
b. Pemegang saham yang memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi: Dalam
situasi di mana pemegang saham dengan maksud buruk menggunakan perseroan
untuk keuntungan pribadi, mereka tetap dapat bertanggung jawab secara pribadi.
c. Pemegang saham terlibat dalam perbuatan melawan hukum oleh Perseroan: Jika
pemegang saham terlibat langsung atau tidak langsung dalam tindakan melawan
hukum yang dilakukan oleh perseroan, tanggung jawab pribadi masih dapat
diterapkan.
d. Pemegang saham menggunakan kekayaan Perseroan secara melawan hukum: Jika
pemegang saham menggunakan kekayaan perseroan dengan cara yang melawan
hukum, dan hal ini menyebabkan kekayaan perseroan tidak mencukupi untuk
melunasi utang, mereka tetap dapat dipertanggungjawabkan secara pribadi.
Pengecualian-pengecualian tersebut dimaksudkan untuk memastikan bahwa
pemegang saham yang secara tidak jujur atau melanggar hukum tidak mendapatkan
perlindungan penuh sebagaimana yang diatur dalam UU No 40 Tahun 2007. Hal ini
mengingat tanggung jawab pribadi tetap perlu diterapkan dalam situasi-situasi tertentu
guna melindungi kepentingan perseroan dan pihak-pihak yang terkait.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa Pasal 3 ayat (1) menetapkan aturan umum
tentang tanggung jawab terbatas bagi pemegang saham (perlindungan hukum
terhadap pemegang saham), sementara ayat (2) menetapkan contoh-contoh di mana
pemegang saham dapat dimintai pertanggungjawaban secara pribadi atas kecurangan,
tindakan melawan hukum, atau tindakan yang cenderung merugikan perseroan. Kasus
korupsi proyek Meikarta dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap anggaran
dasar perusahaan. Sehingga pemegang saham mungkin menghadapi risiko kerugian
finansial karena penurunan nilai saham dan dampak reputasi yang buruk. Untuk itu
apabila jika dikaitkan dengan Pasal 3 ayat (1) maka pemegang saham tidak
bertanggung jawab atas kerugian yang menimpa perseroan sehingga pemegang saham
hanya menanggung kerugian sejauh nilai saham yang dimiliki.
3. Jelaskan prinsip corporate governance apa yang terkandung dalam ketentuan Pasal 3
ayat (1) dan (2) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang dapat
menghindarkan Perseroan dari tindak pidana korupsi seperti dalam kasus tersebut!
Jawab: