Dewan Direksi
a. Menjalankan pengurusan perseroan yang sesuai dengan kebijakan
yang dianggap tepat dengan Undang-Undang dan Anggaran DasarPerseroan (Pasal 92)
b. Bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan bila yang
d. Wajib membuat Daftar Pemegang Saham, risalah RUPS, dan irisalah rapat Direksi (Pasal 100
ayat 1a).
f. wajib memelihara seluruh daftar, risalah, dokumen keuangan, dan dokumen Perseroan
Wajib meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan kekayaan Perseroan, atau menjadikan
Dengan demikian, RUPS merupakan organ tertinggi dan memegang wewenang tertinggi
dalam perusahaan yang berbadan hukum, PT. Anggota Dewan Komisaris dan Dewan Direksi
diangkat dan diberhentikan oleh RUPS. Dewan Komisaris bertugas untuk mengawasi tindakan
Dewan Direksi serta memberikan nasehat dan arahan kepada Dewan Direksi dalam
menjalankan operasi perusahaan. Dewan Direksi bertugas untuk menjalankan kegiatan operasi
perusahaan berdasarkan arahan dan garis besar kebijakan yang telah ditetapkan oleh RUPS,
Dewan Kornisaris, serta Anggaran Dasar Perseroan yang berlaku dalam koridor hukum. Uraian
tugas, wewenang, hak, dan tanggung jawab masing-masing organ ini selanjutnya dituangkan
dalam Anggaran Dasar Perseroan.
Sehubungan dengan sistem hukum yang berkaitan dengan organ Direksi dan Komisaris
ini, dapat dijumpai adanya dua sistem pengelola puncak (top management) suatu perseroan,
yaitu model Anglo-Saxon dan model Kontinental. Model AngloSaxon (disebut juga single-board
system) diikuti oleh Amerika Serikat dan Inggris. Dalam sistem ini tidak dikenal adanya
pemisahan antara Direksi (selaku pelaksana) dengan Dewan Komisaris (pelaku pengawas).
Kedua fungsi ini dicatulan dan dicabut sebagai Board of Directors. Dalam sistem kontinental,
yang dianut oleh negara-negara Eropa selain Inggris yang juga dianut oleh Indonesia,
menggunakan model two-board system, di mana organ Dewan Direksi sebagai eksekutif
Perseroan dipisah dengan organ Dewan Komisaris yang berfungsi sebagai pengawas dan
penasehat Direksi.
Indra Surya dan Ivan Yustiavananda (2006) menyebutkan paling tidak diperlukan empat
organ tambahan untuk melengkapi penerapan GCG, yaitu:
1. Komisaris Independen
2. Direktur Independen
3. Komite Audit
Kedua, komisaris dan direktur independen adalah pihak yang ditunjuk tidak dalam
kapasitas mewakili pihak mana pun dan semata-mata ditunjuk berdasarkan latar belakang
pengetahuan, pengalaman, dan keahlian profesional yang dimilikinya untuk sepenuhnya
menjalankan tugas demi kepentingan perusahaan. Komisaris dan direktur independen diangkat
semata-mata karena pertimbangan "profesionalisme demi kepentingan perusahaan.
Masih ada pengertian ketiga yang biasa dipakai dalam kode etik akuntan publik, yang
dalam konteks ini sering dikenal dengan istilah independent in fact dan independent in
appearance. Independent in fact menekankan sikap mental dalam mengambil keputusan dan
tindakan yang semata-mata didasarkan atas pertimbangan profesionalisme dari dalam diri yang
bersangkutan tanpa campur tangan, pengaruh, atau tekanan dari pihak luar. Sementara itu,
independent in appearance dilihat dari sudut pandang pihak luar yang mengharapkan calon
yang bersangkutan (calon auditor, komisaris, atau direktur) secara fisik tidak mempunyai
hubungan darah (kepentingan langsung) dengan perusahaan dan/atau dengan para pemangku
kepentingan lainnya yang dapat menimbulkan keraguan bagi pihak luar tentang kenetralan
yang bersangkutan. Pada pengertian kedua mengenai komisaris dan direktur independen yang
telah disebutkan, pengertian tersebut sama dengan pengertian independent in fact yang
semata-mata didasarkan atas pertimbangan profesionalisme saja. Namun dalam pengertian
ketiga, pertimbangan profesionalisme saja tidak cukup, persyaratan independent in appearance
juga harus dipenuhi.
Bila melihat aturan dari PT Bursa Efek Jakarta Nomor Kep-305/BEJ/07-2004 Pasal III.1.6.,
dijumpai syarat menjadi direktur independen adalah sebagai berikut:
tidak terafiliasi.
b. Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan Komisaris dan Direktur lainnya dari Perusahaan
Tercatat.
d. Tidak menjadi Orang Dalam pada lembaga atau profesi penunjang pasar modal yang
jasanyadigunakan oleh Perusahaan Tercatat selama 6 (enam) bulan sebelum
penunjukkan sebagai Direktur.
Komite Audit
Dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas Pasal 121 memungkinkan Dewan Komisaris
untuk membentuk komite tertentu yang dianggap perlu untuk membantu tugas pengawasan
yang diperlukan. Salah satu komite tambahan yang kini banyak muncul untuk membantu fungsi
Dewan Komisaris adalah Komite Audit. Munculnya Komite Audit ini barangkali disebabkan oleh
kecenderungan makin meningkatnya berbagai skandal penyelewengan dan kelalaian yang
dilakukan oleh para direktur dan komisaris perusahaan besar.
Sebagaimana dinyatakan oleh Hasnati (dalam Indra Surya dan Ivan Yustiavandana, 2006), tugas,
tanggung jawab, dan wewenang Komite Audit adalah membantu Dewan Komisaris, antara lain:
3. Mengkaji ruang lingkup dan ketepatan audit eksternal, kewajaran biaya audit eksternal,
sertakemandirian dan objektivitas audit eksternal. (prinsip akuntabilitas).
4. Mempersiapkan surat uraian tugas dan tanggung jawab komite audit selama tahun buku
yang sedang diperiksa eksternal audit (prinsip tanggung jawab).
Selanjutnya Forum for Corporate Governance in Indonesia dan YPPMI Institute menyebutkan
syarat-syarat menjadi anggota Komite Audit adalah:
d. Salah satu dari anggota Komite Audit memiliki latar belakang pendidikan keuangan dan
akuntansi.
e. Memiliki pengetahuan yang cukup untuk membaca dan memahami laporan keuangan.
f. Bukan merupakan orang dalam Kantor Akuntan Publik yang memberikan jasa audit dan/atau
non-audit pada Emiten atau Perusahaan Publik yang bersangkutan dalam satu tahun terakhir
sebelum diangkat oleh Komisaris sebagaimana dimaksud dalam Peraturan VIII.A.2. Tentane
Independensi Akuntan yang memberikan jasa audit di Pasar Modal.
g. Bukan merupakan karyawan kunci Emiten atau Perusahaan Publik dalam 1 (satu) tahun
terakhir sebelum diangkat Komisaris.
h. Tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung pada Emiten atau Perusahaan
Publik. Dalam hal anggota Komite Audit memperoleh saham akibat suatu peristiwa hukum,
maka dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan setelah diperolehnya saham tersebut
wajib mengalihkan kepada pihak lain..
i. Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan Emiten, Komisaris, Direktur, atau Pemegang
Saham Utama.
j. Tidak mempunyai hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung yang berkaitan
dengan kegiatan usaha Emiten.
k. Tidak merangkap sebagai anggota Komite Audit pada Emiten atau Perusahaan Publik lain
pada periode yang sama.
Aturan mengenai Komite Audit ini antara lain dapat dilihat pada:
1. SE Ketua BAPEPAM Nomor SE-03/PM/2000 tentang Komite Audit untuk Perusahaan Publik.
2. Keputusan Direksi PT BEJ Nomor Kep-305/BEJ/07-2004 tentang Pencatatan Saham dan Efek.
3. Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Badan Usaha Milik Negara Nomor Kep-133/M
BUMN/1999 tentang Pembentukan Komite Audit bagi BUMN.
Jabatan sekretaris perusahaan menempati posisi yang sangat tinggi dan strategis karena
orang dalam jabatan ini berfungsi sebagai pejabat penghubung (liason officer) antara
perusahaan dengan pihak di luar perusahaan, khususnya bagi perusahaanperusahaan besar
yang telah mendaftarkan sahamnya di bursa. Tugas utama sekretaris perusahaan antara lain
menyimpan dokumen perusahaan. Daftar Pemegang Saham, risalah rapat direksi dan RUPS,
serta menyimpan dan menyediakan informasi penting lainnya bagi kepentingan seluruh
pemangku kepentingan.
Aturan yang berkaitan dengan sekretaris perusahaan ini dapat dilihat antara lain pada:
2. Keputusan Direksi BEJ Nomor 339 Tahun 2001 tentang Sekretaris Perusahaan.
Berdasarkan peraturan yang ada, dapat dibedakan tiga jenis bentuk hukum BUMN,
yaitu: Persero, Perusahaan Umum (Perum), dan Perusahaan Jawatan (Perjan). Perusahaan
Persero tunduk pada Undang-Undang Perseroan Terbatas di mana modal perusahaan terdiri
atas saham-saham dan tujuan utama dari perusahaan ini adalah untuk memperoleh
keuntungan. Yang membedakannya dengan PT swasta hanya dalam hal kepemilikan saham.
Pada Perusahaan Persero (BUMN), seluruh saham atau sebagian besar saham dimiliki oleh
negara, sedangkan pada PT swasta seluruh saham atau sebagian besar saham dimiliki oleh
individu/lembaga swasta. Perusahaan Perum merupakan perusahaan negara yang modalnya
berupa setoran modal pemerintah dan misi yang diemban tidak sepenuhnya mencari
keuntungan, tetapi juga membawa misi sosial. Perusahaan Jawatan (Perjan) adalah perusahaan
negara yang modalnya disisihkan dari APBN dan dikelola oleh Departemen Teknis Pemerintah.
Dewasa ini, praktis tidak ada lagi perusahaan berbentuk badan hukum Perjan. Perusahaan yang
terakhir berbentuk Perjan adalah Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) yang dulunya dibawah
kendali Departemen Perhubungan. Namun sekarang status hukum PJKA telah berubah menjadi
persero.