Anda di halaman 1dari 8

2.

Dewan Direksi
a. Menjalankan pengurusan perseroan yang sesuai dengan kebijakan

yang dianggap tepat dengan Undang-Undang dan Anggaran DasarPerseroan (Pasal 92)

b. Bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan bila yang

bersangkutan bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya (Pasal 97).

c. Mewakili Perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan (Pasal 98).

d. Wajib membuat Daftar Pemegang Saham, risalah RUPS, dan irisalah rapat Direksi (Pasal 100

ayat 1a).

e. Wajib membuat laporan tahunan (pasal 100 ayat 1b).

f. wajib memelihara seluruh daftar, risalah, dokumen keuangan, dan dokumen Perseroan

lainnya ditempat kedudukan Perseroan (Pasal 2c dan Pasal 2).

Wajib meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan kekayaan Perseroan, atau menjadikan

jaminan utang Perseroan (Pasal 102).

Dengan demikian, RUPS merupakan organ tertinggi dan memegang wewenang tertinggi
dalam perusahaan yang berbadan hukum, PT. Anggota Dewan Komisaris dan Dewan Direksi
diangkat dan diberhentikan oleh RUPS. Dewan Komisaris bertugas untuk mengawasi tindakan
Dewan Direksi serta memberikan nasehat dan arahan kepada Dewan Direksi dalam
menjalankan operasi perusahaan. Dewan Direksi bertugas untuk menjalankan kegiatan operasi
perusahaan berdasarkan arahan dan garis besar kebijakan yang telah ditetapkan oleh RUPS,
Dewan Kornisaris, serta Anggaran Dasar Perseroan yang berlaku dalam koridor hukum. Uraian
tugas, wewenang, hak, dan tanggung jawab masing-masing organ ini selanjutnya dituangkan
dalam Anggaran Dasar Perseroan.

Sehubungan dengan sistem hukum yang berkaitan dengan organ Direksi dan Komisaris
ini, dapat dijumpai adanya dua sistem pengelola puncak (top management) suatu perseroan,
yaitu model Anglo-Saxon dan model Kontinental. Model AngloSaxon (disebut juga single-board
system) diikuti oleh Amerika Serikat dan Inggris. Dalam sistem ini tidak dikenal adanya
pemisahan antara Direksi (selaku pelaksana) dengan Dewan Komisaris (pelaku pengawas).
Kedua fungsi ini dicatulan dan dicabut sebagai Board of Directors. Dalam sistem kontinental,
yang dianut oleh negara-negara Eropa selain Inggris yang juga dianut oleh Indonesia,
menggunakan model two-board system, di mana organ Dewan Direksi sebagai eksekutif
Perseroan dipisah dengan organ Dewan Komisaris yang berfungsi sebagai pengawas dan
penasehat Direksi.

ORGAN KHUSUS DALAM PENERAPAN GCG


Meskipun ketentuan mengenai organ perseroan telah diatur dalam Undang-Undang Perseroan
Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 dan selanjutnya dituangkan kembali di dalam Anggaran Dasar
Perseroan, namun dalam praktiknya organ ini belum mampu menjamin terselenggaranya tata
kelola perusahaan yang sehat. Hal ini karena sifat undang-undang hanya mengatur ketentuan-
ketentuan secara garis besar saja sehingga pasti ada ketentuan ketentuan dalam undang-undang yang
memerlukan petunjuk besar saja sehingga pasti ada ketentuan-ketentuan dalam undang pelaksanaan
(uklak) atau petunjuk teknis (juknis) lebih lanjut dalam bentuk peraturan atau pedomanwenang serta
institusi atau organisasi profesi yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah yang berwenang serta terkait

Indra Surya dan Ivan Yustiavananda (2006) menyebutkan paling tidak diperlukan empat
organ tambahan untuk melengkapi penerapan GCG, yaitu:

1. Komisaris Independen

2. Direktur Independen

3. Komite Audit

4. Sekretaris Perusahaan (Corporate Secretary).

Komisaris dan Direktur Independen


Istilah independen sering diartikan sebagai merdeka, bebas, tidak memihak, tidak dalam
tekanan pihak tertentu. Namun dalam kaitannya konsep komisaris atau direktur independen,
perlu dicermati terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan independen. Indra Surya dan Ivan
Yustiavandana (2006) mengungkapkan ada dua pengertian independen terkait dengan konsep
komisaris dan direktur independen tersebut.
Pertama, komisaris dan direktur independen adalah seseorang yang ditunjuk untuk
mewakili pemegang saham independen (pemegang saham minoritas). Sebagaimana diatur
dalam UndangUndang Perseroan, anggota Direksi dan Komisaris diangkat dan diberhentikan
oleh RUPS, sedangkan keputusan yang diambil dalam RUPS didasarkan atas perbandingan
jumlah suara para pemegang saham. Hak suara dalam RUPS tidak didasarkan atas satu orang
satu suara, tetapi didasarkan atas jumlah saham yang dimilikinya. Oleh karena itu, para anggota
Direksi dan Komisaris tersebut tentunya akan selalu berpihak kepada kepentingan pemegang
saham mayoritas dan sering kali mengabaikan dan merugikan kepentingan para pemegang
saham minoritas atau para pemangku kepentingan lainnya. Oleh karena anggota Dewan Direksi
dan Dewan Komisaris lebih dari satu, maka setidaknya ada satu orang direktur dan komisaris
yang mewakili kepentingan pemegang saham minoritas atau kepentingan pihak lain di luar
kepentingan pemegang saham mayoritas.

Kedua, komisaris dan direktur independen adalah pihak yang ditunjuk tidak dalam
kapasitas mewakili pihak mana pun dan semata-mata ditunjuk berdasarkan latar belakang
pengetahuan, pengalaman, dan keahlian profesional yang dimilikinya untuk sepenuhnya
menjalankan tugas demi kepentingan perusahaan. Komisaris dan direktur independen diangkat
semata-mata karena pertimbangan "profesionalisme demi kepentingan perusahaan.

Masih ada pengertian ketiga yang biasa dipakai dalam kode etik akuntan publik, yang
dalam konteks ini sering dikenal dengan istilah independent in fact dan independent in
appearance. Independent in fact menekankan sikap mental dalam mengambil keputusan dan
tindakan yang semata-mata didasarkan atas pertimbangan profesionalisme dari dalam diri yang
bersangkutan tanpa campur tangan, pengaruh, atau tekanan dari pihak luar. Sementara itu,
independent in appearance dilihat dari sudut pandang pihak luar yang mengharapkan calon
yang bersangkutan (calon auditor, komisaris, atau direktur) secara fisik tidak mempunyai
hubungan darah (kepentingan langsung) dengan perusahaan dan/atau dengan para pemangku
kepentingan lainnya yang dapat menimbulkan keraguan bagi pihak luar tentang kenetralan
yang bersangkutan. Pada pengertian kedua mengenai komisaris dan direktur independen yang
telah disebutkan, pengertian tersebut sama dengan pengertian independent in fact yang
semata-mata didasarkan atas pertimbangan profesionalisme saja. Namun dalam pengertian
ketiga, pertimbangan profesionalisme saja tidak cukup, persyaratan independent in appearance
juga harus dipenuhi.

Bila melihat aturan dari PT Bursa Efek Jakarta Nomor Kep-305/BEJ/07-2004 Pasal III.1.6.,
dijumpai syarat menjadi direktur independen adalah sebagai berikut:

a. Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan Pemegang Saham Pengendali Perusahaan


tercatat.

yang bersangkutan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sebelum penunjukan sebagai direktur

tidak terafiliasi.
b. Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan Komisaris dan Direktur lainnya dari Perusahaan

Tercatat.

c. Tidak bekerja rangkap sebagai Direksi pada perusahaan lain.

d. Tidak menjadi Orang Dalam pada lembaga atau profesi penunjang pasar modal yang
jasanyadigunakan oleh Perusahaan Tercatat selama 6 (enam) bulan sebelum
penunjukkan sebagai Direktur.

Ketentuan dari BE tersebut lebih menekankan pada independent in appearance, tanpa


menyinggung pentingnya independent in fact.

Komite Audit
Dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas Pasal 121 memungkinkan Dewan Komisaris
untuk membentuk komite tertentu yang dianggap perlu untuk membantu tugas pengawasan
yang diperlukan. Salah satu komite tambahan yang kini banyak muncul untuk membantu fungsi
Dewan Komisaris adalah Komite Audit. Munculnya Komite Audit ini barangkali disebabkan oleh
kecenderungan makin meningkatnya berbagai skandal penyelewengan dan kelalaian yang
dilakukan oleh para direktur dan komisaris perusahaan besar.

Sebagaimana dinyatakan oleh Hasnati (dalam Indra Surya dan Ivan Yustiavandana, 2006), tugas,
tanggung jawab, dan wewenang Komite Audit adalah membantu Dewan Komisaris, antara lain:

1. Mendorong terbentuknya struktur pengendalian intern yang memadai (prinsip tanggung


jawab).

2. Meningkatkan kualitas keterbukaan dan laporan keuangan (prinsip transparansi).

3. Mengkaji ruang lingkup dan ketepatan audit eksternal, kewajaran biaya audit eksternal,
sertakemandirian dan objektivitas audit eksternal. (prinsip akuntabilitas).

4. Mempersiapkan surat uraian tugas dan tanggung jawab komite audit selama tahun buku
yang sedang diperiksa eksternal audit (prinsip tanggung jawab).

Selanjutnya Forum for Corporate Governance in Indonesia dan YPPMI Institute menyebutkan
syarat-syarat menjadi anggota Komite Audit adalah:

a. Komite Audit bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris.

b. Terdiri atas sekurang-kurangnya 1 (satu) orang Komisaris Independen dan sekurang-


kurangnya 2 (dua) orang anggota berasal dari luar Emiten atau Perusahaan Publik.
c. Memiliki integritas tinggi, kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman yang memadai sesuai
latar belakang pendidikannya, serta mampu berkomunikasi dengan baik.

d. Salah satu dari anggota Komite Audit memiliki latar belakang pendidikan keuangan dan
akuntansi.

e. Memiliki pengetahuan yang cukup untuk membaca dan memahami laporan keuangan.

f. Bukan merupakan orang dalam Kantor Akuntan Publik yang memberikan jasa audit dan/atau
non-audit pada Emiten atau Perusahaan Publik yang bersangkutan dalam satu tahun terakhir
sebelum diangkat oleh Komisaris sebagaimana dimaksud dalam Peraturan VIII.A.2. Tentane
Independensi Akuntan yang memberikan jasa audit di Pasar Modal.

g. Bukan merupakan karyawan kunci Emiten atau Perusahaan Publik dalam 1 (satu) tahun
terakhir sebelum diangkat Komisaris.

h. Tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung pada Emiten atau Perusahaan
Publik. Dalam hal anggota Komite Audit memperoleh saham akibat suatu peristiwa hukum,
maka dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan setelah diperolehnya saham tersebut
wajib mengalihkan kepada pihak lain..

i. Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan Emiten, Komisaris, Direktur, atau Pemegang
Saham Utama.

j. Tidak mempunyai hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung yang berkaitan
dengan kegiatan usaha Emiten.

k. Tidak merangkap sebagai anggota Komite Audit pada Emiten atau Perusahaan Publik lain
pada periode yang sama.

l. Sekretaris Perusahaan harus bertindak sebagai Sekretaris Komite Audit.

Aturan mengenai Komite Audit ini antara lain dapat dilihat pada:

1. SE Ketua BAPEPAM Nomor SE-03/PM/2000 tentang Komite Audit untuk Perusahaan Publik.

2. Keputusan Direksi PT BEJ Nomor Kep-305/BEJ/07-2004 tentang Pencatatan Saham dan Efek.

3. Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Badan Usaha Milik Negara Nomor Kep-133/M
BUMN/1999 tentang Pembentukan Komite Audit bagi BUMN.

Sekretaris Perusahaan (Corporate Secretary)


Tugas, tanggung jawab, dan kedudukan pejabat sekretaris perusahaan (corporate
secretary) sebagai pelaksana GCG berbeda sekali dengan tugas, kedudukan, dan tanggung
jawab seorang sekretaris eksekutif. Sekretaris eksekutif biasanya direkrut sebagai staf khusus
untuk keperluan para eksekutif puncak suatu perusahaan, seperti: direksi, komisaris, atau
eksekutif puncak lainnya. Fungsi utama sekretaris eksekutif lebih banyak untuk membantu
pejabat eksekutif yang bersangkutan, antara lain: menyangkut pengaturan jadwal kegiatan,
jadwal rapat, dokumentasi surat masuk dan surat keluar, penerimaan telepon, pengurusan tiket
dan dokumen perialanan, dan sebagainya.

Jabatan sekretaris perusahaan menempati posisi yang sangat tinggi dan strategis karena
orang dalam jabatan ini berfungsi sebagai pejabat penghubung (liason officer) antara
perusahaan dengan pihak di luar perusahaan, khususnya bagi perusahaanperusahaan besar
yang telah mendaftarkan sahamnya di bursa. Tugas utama sekretaris perusahaan antara lain
menyimpan dokumen perusahaan. Daftar Pemegang Saham, risalah rapat direksi dan RUPS,
serta menyimpan dan menyediakan informasi penting lainnya bagi kepentingan seluruh
pemangku kepentingan.

Aturan yang berkaitan dengan sekretaris perusahaan ini dapat dilihat antara lain pada:

1. Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor 63 Tahun 1996 tentang Pembentukan Sekretaris


Perusahaan bagi Perusahaan Publik,

2. Keputusan Direksi BEJ Nomor 339 Tahun 2001 tentang Sekretaris Perusahaan.

GCG DALAM BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN)


Pemerintah melalui BUMN mencoba untuk menguasai dan mengendalikan kegiatan
yang mempunyai dampak luas bagi kepentingan masyarakat, seperti: kelistrikan,
telekomunikasi, tata guna air, dan pertambangan. Namun kemudian BUMN yang didirikan oleh
pemerintah ini telah merambah ke segala sektor dan jenis usaha, termasuk ke sektor yang
sudah biasa dilakukan oleh sektor swasta. Akhirnya, dalam perjalanannya tujuan utama BUMN
sudah sama dengan perusahaan swasta, yaitu untuk memperoleh keuntungan.

Berdasarkan peraturan yang ada, dapat dibedakan tiga jenis bentuk hukum BUMN,
yaitu: Persero, Perusahaan Umum (Perum), dan Perusahaan Jawatan (Perjan). Perusahaan
Persero tunduk pada Undang-Undang Perseroan Terbatas di mana modal perusahaan terdiri
atas saham-saham dan tujuan utama dari perusahaan ini adalah untuk memperoleh
keuntungan. Yang membedakannya dengan PT swasta hanya dalam hal kepemilikan saham.
Pada Perusahaan Persero (BUMN), seluruh saham atau sebagian besar saham dimiliki oleh
negara, sedangkan pada PT swasta seluruh saham atau sebagian besar saham dimiliki oleh
individu/lembaga swasta. Perusahaan Perum merupakan perusahaan negara yang modalnya
berupa setoran modal pemerintah dan misi yang diemban tidak sepenuhnya mencari
keuntungan, tetapi juga membawa misi sosial. Perusahaan Jawatan (Perjan) adalah perusahaan
negara yang modalnya disisihkan dari APBN dan dikelola oleh Departemen Teknis Pemerintah.
Dewasa ini, praktis tidak ada lagi perusahaan berbentuk badan hukum Perjan. Perusahaan yang
terakhir berbentuk Perjan adalah Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) yang dulunya dibawah
kendali Departemen Perhubungan. Namun sekarang status hukum PJKA telah berubah menjadi
persero.

Anda mungkin juga menyukai