Nama Kelompok 2:
DENPASAR
2022
Komite audit di Indonesia masih merupakan hal yang relatif baru. Perkembangan komite
audit di negara kita, sangat terlambat dibandingkan dengan negara lain. Hal tersebut antara
lain disebabkan oleh Pemerintah baru saja menetapkan kebijakan tentang pemberlakuan
komite audit pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada tahun 1999. Selain itu, anjuran
dari Bapepam kepada perusahaan yang telah go public agar komite audit baru ditetapkan
pada tahun 2000. Mengingat pentingnya keberadaan Komite Audit dalam meningkatkan
kinerja perusahaan, terutama dari aspek pengendalian, maka Komite Audit perlu
mendapatkan perhatian dari manajemen dan Dewan serta pihak-pihak terkait yang bertindak
sebagai regulator seperti Menteri Keuangan, Menteri BUMN, Bapepam, Bursa Efek Jakarta
& Bursa Efek Surabaya. Peraturan Kementerian Keuangan Republik Indonesia Badan
Pengawas Pasar Modal Dan Lembaga Keuangan Nomor IX.I.5 tentang Pembentukan Dan
Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit 1.
Ketentuan Umum
Komite audit menurut Pedoman Good Corporate Governance antara lain untuk:
Institute of Chartered Accountant pada England & Wales Working Party (1986) telah
merekomendasikan agar komite audit bertanggungjawab atas pertemuan dan remunerasi
auditor independen, menyetujui perencanaan audit (audit plan) dan mereview laporan
manajemen (management report) yang dikeluarkan oleh auditor independen. 3. Komite Audit
di Kanada Komite audit pertama kali diperkenalkan oleh Pemerintah Kanada pada tahun
1965. The Canada Business Corporation Act telah melakukan amandemen pada tahun 1975.
Menurut ketentuan ini semua perusahaan public harus memiliki komite audit yang mereview
laporan keuangan tahunan sebelum disampaikan pada Board of Director. The Adams Report
(1998) merekomendasikan tentang tanggung jawab komite audit. The Canadian Institute of
Chartered Accountants (1988) mengeluarkan the Macdonald Report (Macdonald
Commission) yang antara lain mengemukakan agar semua perusahaan public harus memiliki
komite audit, Komite audit harus melaporkan tentang tanggung jawabnya kepada pemegang
saham secara tahunan (annual report) dan Komite audit harus mereview laporan keuangan
interim dan tahunan sebelum dipublikasikan. Selain itu ketentuan mengenai perlunya komite
audit di Kanada telah dimuat dalam UndangUndang Perseroan Terbatas .The Business
Corporation Act (1975) telah diberlakukan di Negara Bagian Ontario dan British Columbia.
8. KOMITE AUDIT DI INDONESIA Bermula dari Forum-forum diskusi dan Forum Komite
Audit dari The Indonesian Society of Independent Commissioners (ISICOM), yang secara
konsisten banyak membahas masalah seputar Good Corporate Governance (GCG) dan juga
peranan dari para Komisaris dan Komite Audit dalam membantu perusahaan agar mampu
beroperasi sesuai dengan prinsipprinsip GCG, lahirlah suatu keinginan agar pemikiran-
pemikiran yang telah dihasilkan dalam forum tersebut, tidak hanya berkisar pada tataran
konsep atau pemikiran saja, tetapi juga mampu ditularkan dan direalisasikan. Keinginan yang
begitu besar mendorong ISICOM dengan juga beberapa praktisi komite audit yang memiliki
concern yang tinggi terhadap pola pengembangan komite audit – agar komite audit selalu
updated, well informed, dan efektif dalam menjalankan tugasnya- sepakat untuk membentuk
The Indonesian Institute of Audit Committee. Komite Audit memiliki peran penting sebagai
salah satu organ perusahaan yang mutlak harus ada dalam penerapan good corporate
governance. Ikatan Komite Audit Indonesia didirikan dengan tujuan untuk memayungi serta
melakukan pendidikan dan pengakuan terhadap kualifikasi anggota komite audit dalam
rangka mempercepat transformasi perusahaan menuju good corporate governance. Dengan
melalui beberapa kali pertemuan antara ISICOM dengan beberapa praktisi komite audit yang
bertujuan untuk membahas lebih dalam mengenai pembentukan The Indonesian Institute of
Audit Committee, maka disepakati segera mendeklarasikan organisasi ini. Maka pada tanggal
20 April 2004 di Jakarta, dideklarasikanlah The Indonesian Institute of Audit Committee
(Ikatan Komite Audit Indonesia) yang lebih dikenal secara singkat dengan nama IKAI. IKAI
dicetuskan oleh 9 orang anggota pendiri, yaitu Soedarjono (Komisaris Utama PT. Danareksa
(Persero)), Irwan Sofjan (Ketua Komite Audit PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk).,
Subarto Zaini (Ketua Komite Audit PT. BAT Indonesia Tbk.), M. Tjoek Soeroso (Ketua
Komite Audit PT. Jasa Raharja), Tjuk Kasturi Sukiadi (Ketua Komite Audit PT. Semen
Gresik Tbk.), Kanaka Puradiredja (Anggota Komite Audit PT. Astra International Tbk.dan
PT. Bank Niaga Tbk.), dan Indra Safitri (Anggota Komite Audit PT. Inco Tbk.). Pada tanggal
31 Juli 2004 di Jakarta, Ikatan Komite Audit Indonesia (IKAI) berhasil menyelenggarakan
Rapat Umum Anggota yang Pertama, dengan beberapa keputusan yang telah disepakati oleh
Anggota, diantaranya adalah: Terpilihnya Anggota Dewan Kehormatan dan Anggota Dewan
Pengurus periode 2004-2007 Disahkannya Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
dengan beberapa perbaikan Disetujuinya Program Kerja Ikatan Komite Audit Indonesia
periode 2004-2007.
KOMUNIKASI KOMITE AUDIT Salah satu fungsi komite audit adalah
menjembatani pemegang saham (share holder) dan dewan komisaris dengan kegiatan
pengendalian yang diselenggarakan oleh manajemen, auditor internal dan eksternal auditor.
Komite audit pada umumnya memiliki akses langsung dengan setiap unsur pengendalian
dalam perusahaan. Pada saat ini komunikasi antara komite audit dengan berbagai pihak,
belum terjalin dengan erat dan belum berjalan sebagaimana mestinya. Komunikasi komite
audit dengan pihak yang berkepentingan yang berjalan dengan lancar, akan menghasilkan
kinerja perusahaan meningkat, terutama dari aspek pengendalian. Berikut ini dijelaskan
komunikasi komite audit dengan berbagai pihak yang berkepentingan, antara lain:
1. Komunikasi Komite Audit dengan Dewan Komisaris Salah satu fungsi pokok komite
audit adalah membantu tugas komisaris dalam aspek pengendalian perusahaan. Dalam
rapat internal yang diselenggarakan secara rutin, komite audit melaporkan hasil tugas
yang dibebankan oleh komisaris dalam bentuk laporan berkala. Selain itu apabila
ditugaskan secara khusus oleh komisaris, maka
2. komite audit akan membuat laporan khusus yang ditujukan kepada komisaris.
Komunikasi Komite Audit dengan Manajemen Komunikasi antara komite audit
dengan manajemen memegang peranan yang cukup penting dalam trangka
meningkatkan pengendalian perusahaan. Menurut the Institute of Internal Auditors
Research Foundation tanggung jawab komite audit memerlukan interaksi secara
signifikan dengan manajemen secara efektif. Namun kehadiran manajemen tidak
diharuskan dalam tiap rapat. Praktek yang baik membutuhkan partisipasi aktif dari
manajemen dalam rapat komite. Laporan atas beberapa aktivitas
3. manajemen yang krusial terhadap komite merupakan salah satu tanggungjawabnya.
Komunikasi Komite Audit dengan Internal Auditor Komunikasi internal auditor
dengan komite audit antara lain diatur dalam Statement on Auditing Standard (SAS)
No. 61, yaitu disebutkan 8 (delapan) hal, sebagai berikut : a. Pertanggungjawaban atas
struktur kendali internal dan Laporan Keuangan bebas b. c. d. e. f. g. h.
4. kesalahan material, seleksi kebijakan akuntansi, estimasi akuntansi, dampak
adjustment hasil audit, pertanggungjawaban data non keuangan yang disepakati
bersama, ketidaksepakatan manajemen dan internal auditor, diskusi pilihan eksternal
auditor, Masalah proses akuntansi, keterlambatan laporan tak masuk akal dan batas
waktu laporan tak masuk akal. Komunikasi Komite Audit dengan Eksternal Auditor
Salah satu tanggungjawab komite audit adalah menilai (mereview) hasil laporan audit
dari eksternal auditor. Kedudukan komite audit yang merupakan kepanjangan tangan
dari dewan komisaris dengan kompetensi yang dimililiki diharapkan dapat
mengoptimalkan fungsi auditor eksternal bagi perusahaan. Dalam Standar Profesional
Akuntan Publik (SPAP) Standar Auditing No. 380 diatur mengenai komunikasi antara
Akuntan Publik (Eksternal Auditor) dengan komite audit. Komunikasi antara Komite
Audit dengan Eksternal Auditor dapat berbentuk lisan atau tertulis. Masalah yang
dapat dikomunikasikan antara lain : 1) Tanggung jawab auditor berdasarkan standar
auditing yang ditetapkan Institut Akuntan Publik Indonesia. Audit yang dilaksanakan
berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Institut Akuntan Publik Indonesia dapat
ditujukan ke berbagai masalah yang menjadi kepentingan komite audit. Sebagai
contoh, komite audit biasanya berkepentingan dengan pengendalian intern dan apakah
laporan keuangan bebas dari salah saji material. Agar komite audit memahami sifat
keyakinan yang diberikan oleh suatu audit, auditor harus mengkomunikasikan tingkat
tanggung jawab yang dipikulnya mengenai masalah-masalah tersebut berdasarkan
standar auditing yang ditetapkan Institut Akuntan Publik Indonesia. Juga penting bagi
komite audit untuk memahami bahwa standar auditing yang ditetapkan Institut
Akuntan Publik Indonesia didesain untuk memperoleh keyakinan memadai, bukan
mutlak, atas laporan keuangan. 2) Kebijakan akuntansi signifikan. Auditor harus
menentukan bahwa komite audit mendapatkan informasi tentang pemilihan dan
perubahan kebijakan akuntansi atau pelaksanaannya. Auditor juga harus menentukan
bahwa komite audit mendapatkan informasi tentang metode yang digunakan untuk
mempertanggungjawabkan transaksi signifikan yang tidak biasa dan dampak
kebijakan akuntansi signifikan untuk isu akuntansi yang baru atau kontroversial yang
belum ada panduan atau kesepakatan mengenai perlakuan akuntansinya dari badan
berwenang. Sebagai contoh, mungkin terdapat isu akuntansi signifikan dalam bidang
seperti pengakuan pendapatan, pendanaan tidak disajikan di laporan posisi keuangan
(neraca) (off-balance sheet financing), dan akuntansi untuk investasi ekuitas (equity
investment). 3) Pertimbangan manajemen dan estimasi akuntansi. Estimasi akuntansi
merupakan bagian terpadu dari laporan keuangan yang disusun oleh manajemen dan
didasarkan atas pertimbangan kini manajemen. Pertimbangan tersebut biasanya
didasarkan atas pengetahuan dan pengalaman tentang peristiwa sekarang dan masa
lalu serta asumsi tentang peristiwa masa yang akan datang. Estimasi akuntansi
tertentu sangat sensitif karena estimasi tersebut signifikan bagi laporan keuangan dan
karena kemungkinan bahwa peristiwa masa yang akan datang yang mempengaruhinya
dapat sangat berbeda dari pertimbangan sekarang manajemen. Auditor harus
menentukan bahwa komite audit mendapatkan informasi tentang proses yang
digunakan oleh manajemen dalam merumuskan estimasi akuntansi yang sangat
sensitif tersebut dan tentang dasar yang dipakai oleh auditor dalam menyimpulkan
kewajaran estimasi tersebut. 4) Penyesuaian audit signifikan. Auditor harus
memberikan informasi kepada komite audit tentang penyesuaian yang timbul dari
audit yang menurut pertimbangannya dapatberdampak signifikan atas proses
pelaporan entitas, baik secara individu atau secara bersama-sama. Untuk tujuan ini,
penyesuaian audit, baik yang dicatat maupun yang tidak dicatat oleh entitas,
merupakan koreksi yang diusulkan terhadap laporan keuangan yang menurut
pertimbangan auditor, mungkin tidak akan terdeteksi kecuali melalui prosedur audit
yang dilaksanakan. Masalah yang menjadi dasar penyesuaian yang diusulkan oleh
auditor, namun tidak dicatat oleh entitas dapat secara potensial menyebabkan salah
saji material dalam laporan keuangan masa yang akan datang, meskipun auditor
berkesimpulan bahwa penyesuaian tersebut tidak material bagi laporan keuangan
sekarang. 5) Informasi lain dalam dokumen yang berisi laporan keuangan auditan.
Komite audit seringkali mempertimbangkan informasi yang disusun oleh manajemen
yang menyertai laporan keuangan entitas. Perusahaan tertentu yang menyerahkan
laporan kepada Bapepam diharuskan untuk menyajikan informasi "Analisis dan
Pembahasan Umum oleh Manajemen" terhadap kondisi keuangan dan hasil usaha
dalam laporan tahunan kepada pemegang saham. SA Seksi 550 [PSA No. 44]
Informasi Lain dalam Dokumen yang Berisi Laporan Keuangan Auditan menetapkan
tanggung jawab auditor untuk informasi semacam itu. Auditor harus membicarakan
dengan komite audit mengenai tanggung jawabnya atas informasi lain dalam
dokumen yang berisi laporan keuangan auditan, dan prosedur yang telah
dilaksanakan, serta hasilnya. 6) Ketidaksepakatan dengan manajemen.
Ketidaksepakatan dengan manajemen dapat terjadi sehubungan dengan penerapan
prinsip akuntansi terhadap transaksi dan peristiwa khusus entitas serta basis yang
digunakan oleh manajemen untuk membuat estimasi akuntansi. Ketidaksepakatan
dapat juga timbul berkaitan dengan lingkup audit, pengungkapan yang dicantumkan
dalam laporan keuangan entitas, serta kata-kata yang digunakan oleh auditor dalam
laporan auditnya. Auditor harus membahas dengan komite audit setiap
ketidaksepakatannya dengan manajemen, baik yang dapat diselesaikan dengan
memuaskan maupun yang tidak, tentang masalah-masalah yang secara individual
maupun bersama-sama signifikan terhadap laporan keuangan entitas atau laporan
auditor. Untuk tujuan ini, ketidaksepakatan tidak mencakup
Perbedaan pendapat berdasarkan fakta yang tidak lengkap atau informasi awal yang dapat
diselesaikan kemudian. 7) Konsultansi dengan Akuntan lain. Dalam beberapa hal,
manajemen dapat memutuskan untuk berkonsultasi dengan akuntan lain tentang masalah
auditing dan akuntansi. Bila auditor mengetahui bahwa konsultasi semacam ini terjadi, ia
harus membahas dengan komite audit mengenai pandangannya terhadap masalah signifikan
yang dikonsultasikan oleh manajemen. 8) Isu besar yang dibicarakan dengan manajemen
sebelum keputusan mempertahankan Auditor. Auditor harus membahas dengan komite audit
mengenai isu utama yang telah dibahas dengan manajemen yang berkaitan dengan usaha
mula-mula atau usaha selanjutnya untuk tetap mempertahankan penggunaan jasa auditor
tersebut termasuk, di antaranya, pembahasan mengenai penerapan prinsip akuntansi dan
standar auditing. 9) Kesulitan yang dijumpai dalam pelaksanaan audit. Auditor harus
memberikan informasi kepada komite audit bila terdapat kesulitan serius yang dijumpainya
dalam berhubungan dengan manajemen mengenai pelaksanaan audit. Hal ini termasuk, di
antaranya, penundaan yang tidak beralasan oleh manajemen mengenai saat dimulainya audit
atau penyediaan informasi yang diperlukan, dan apakah jadwal waktu yang dibuat oleh
manajemen masuk akal dalam keadaan tersebut. Masalah lain yang mungkin dijumpai oleh
auditor adalah tidak tersedianya personel klien dan kegagalan personel klien untuk
menyelesaikan daftar yang dibuat klien pada waktunya, Jika auditor menganggap masalah ini
signifikan, ia harus memberi tahu komite audit. 10. KASUS PT KERETA API INDONESIA
I. Profil Perusahaan PT Kereta Api Indonesia (Persero) (disingkat KAI atau PT KAI) adalah
Badan Usaha Milik Negara Indonesia yang menyelenggarakan jasa angkutan kereta api.
Layanan PT Kereta Api Indonesia meliputi angkutan penumpang dan barang.Pada akhir
Maret 2007, DPR mengesahkan revisi UU No. 13/1992 yang menegaskan bahwa investor
swasta maupun pemerintah daerah diberi kesempatan untuk mengelola jasa angkutan kereta
api di Indonesia. Pada tanggal 14 Agustus 2008 PT Kereta Api Indonesia melakukan
pemisahan Divisi Jabodetabek menjadi PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) untuk
mengelola kereta api yang melaju di daerah Jakarta dan sekitarnya. Selama tahun 2008
jumlah penumpang melebihi 197 juta. Pemberlakuan UU Perkeretaapian No. 23/2007 secara
hukum mengakhiri monopoli PT Kereta Api Indonesia dalam mengoperasikan kereta api di
Indonesia. Pada 29 Oktober 2014 PT KAI ini dipimpin oleh Edi Sukmoro yang sebelumnya
menjabat sebagai Direktur pengelolaan aset nonproduksi Railways di PT KAI (Persero),
menggantikan Direktur sebelumnya Ignasius Jonan. Adapun sejarah PT KAI hingga saat ini
yaitu: Periode Th. 1864 Status Pertama kali dibangun Jalan Rel sepanjang Dasar Hukum 26
km antara Kemijen Tanggung oleh 1864 s.d 1945 Pemerintah Hindia Belanda Staat
Spoorwegen (SS) Verenigde IBW Spoorwegenbedrifj (VS) Deli Spoorwegen 1945 s.d 1950
1950 s.d 1963 1963 s.d 1971 1971 s.d.1991 1991 s.d 1998 1998 s.d. 2010 Maatschappij
(DSM) DKA DKA - RI PNKA PJKA PERUMKA PT. KERETA API (Persero) IBW IBW
PP. No. 22 Th. 1963 PP. No. 61 Th. 1971 PP. No. 57 Th. 1990 PP. No. 19 Th. 1998 Keppres
No. 39 Th. 1999 Akte Notaris Imas Mei 2010 s.d PT. KERETA API INDONESIA
(PERSERO) sekarang II.Fatimah Instruksi Direksi No. 16/OT.203/KA 2010 Kronologi atau
Pemaparan Kasus Kasus PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI) berawal dari pembukuan yang
tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Sebagai akuntan sudah selayaknya
menguasai prinsip akuntansi berterima umum sebagai salah satu penerapan etika profesi.
Kesalahan karena tidak menguasai prinsip akuntansi berterima umum bisa menyebabkan
masalah yang sangat menyesatkan. Beberapa data disajikan tidak sesuai dengan standar
akuntansi keuangan. Hal ini mungkin sudah biasa terjadi dan masih bisa diperbaiki. Namun,
yang menjadi permasalahan adalah pihak auditor menyatakan Laporan Keuangan itu Wajar
Tanpa Pengecualian sehingga menimbulkan kecurigaan. Dari informasi yang didapat, sejak
tahun 2004 laporan PT KAI diaudit oleh Kantor Akuntan Publik. Sedangkan tahun-tahun
sebelumnya melibatkan BPK sebagai auditor perusahaan kereta api tersebut. Hal itu
menimbulkan dugaan kalau Kantor Akuntan Publik yang mengaudit Laporan Keuangan PT
KAI melakukan kesalahan. Kasus PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI) juga dianggap telah
melakukan kecurangan dalam penyajian laporan keuangan. Ini merupakan suatu bentuk
penipuan yang dapat menyesatkan investor dan stakeholder lainnya. Kasus ini juga berkaitan
dengan masalah pelanggaran kode etik profesi akuntansi. Diduga terjadi manipulasi data
dalam laporan keuangan PT KAI tahun 2005, Komisaris PT KAI Hekinus Manao yang juga
sebagai Direktur Informasi dan Akuntansi Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara
Departemen Keuangan mengatakan, laporan keuangan itu telah diaudit oleh Kantor Akuntan
Publik S. Manan. Perusahaan BUMN itu dicatat meraih keutungan sebesar Rp, 6,9 Miliar.
Padahal apabila diteliti dan dikaji lebih rinci, perusahaan seharusnya menderita kerugian
sebesar Rp. 63 Miliar. III.
Pihak-pihak Yang Terlibat Kasus di atas merupakan Kasus Manipulasi Laporan Keuangan
PT KAI yang dilakukan oleh Manajemen PT KAI dan Ketidakmampuan KAP dalam
mengindikasi terjadinya manipulasi. Komisaris PT KAI yaitu Hekinus Manao menolak
menyetujui laporan keuangan PT KAI tahun 2005 yang telah diaudit oleh akuntan publik.
Setelah hasil audit diteliti dengan seksama, ditemukan adanya kejanggalan dari laporan
keuangan PT KAI tahun 2005 : 1. Pajak pihak ketiga sudah tiga tahun tidak pernah ditagih,
tetapi dalam laporan keuangan itu dimasukkan sebagai pendapatan PT KAI selama tahun
2005. Seharusnya dibabankan sebagai piutang tak tertagih. 2. Masalah piutang PPN.
Kewajiban PT KAI untuk membayar surat ketetapan pajak (SKP) pajak pertambahan
nilai (PPN) sebesar Rp 95,2 Miliar yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada akhir
tahun 2003 disajikan dalam laporan keuangan sebagai piutang atau tagihan kepada beberapa
pelanggan yang seharusnya menanggung beban pajak itu. Padahal berdasarkan Standart
Akuntansi, pajak pihak ketiga yang tidak pernah ditagih itu tidak bisa dimasukkan sebagai
aset. Di PT KAI ada kekeliruan direksi dalam mencatat penerimaan perusahaan selama tahun
2005. Piutang tak tertagih 3. Masalah Beban Ditangguhkan yang berasal dari penurunan nilai
persediaan. Penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan sebesar Rp 24 Miliar
yang diketahui pada saat dilakukan inventarisasi tahun 2002 diakui manajemen PT KAI
sebagai kerugian secara bertahap selama lima tahun. Pada akhir tahun 2005 masih tersisa
saldo penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai kerugian sebesar Rp 6 Miliar, yang
seharusnya dibebankan seluruhnya dalam tahun 2005. Diakui beban depresiasi 4. Bantuan
pemerintah yang belum ditentukan statusnya dengan modal total nilai komulatif sebesar Rp
674,5 Miliar dan penyertaan modal negara sebesar Rp 70 Miliar oleh manajemen PT KAI
disajikan dalam neraca per 31 Desember 2005 sebagai bagian dari hutang. Akan tetapi
menurut Hekinus bantuan pemerintah dan penyertaan modal harus disajikan sebagai bagian
dari modal perseroan. Seharusnya dicatat kas pada modal karena bantuan pemerintah yang
belum ditentukan statusnya itu diterima sebagai modal bukan hutang. 5. Manajemen PT KAI
tidak melakukan pencadangan kerugian terhadap kemungkinan tidak tertagihnya kewajiban
pajak yang seharusnya telah dibebankan kepada pelanggan pada saat jasa angkutannya
diberikan PT KAI tahun 1998 sampai 2003. Oleh karena itu seharusnya PT KAI melakukan
pencatatan terhadap cadangan piutang tak tertagih. 6. Masalah persediaan dalam perjalanan.
Berkaitan dengan pengalihan persediaan suku cadang Rp. 1,4 milyar yang dialihkan dari satu
unit kerja ke unit kerja lainnya di lingkungan PT. KAI yang belum selesai proses
akuntansinya per 31 Desember 2005, menurut Komite Audit seharusnya telah menjadi beban
tahun 2005. persediaan suku cadang Rp. 1,4 milyar yang seharusnya diakui sebagai beban 7.
Masalah uang muka gaji. Biaya dibayar dimuka sebesar Rp. 28 milyar yang merupakan gaji
Januari 2006 dan seharusnya dibayar tanggal 1 Januari 2006 tetapi telah dibayar per 31
Desember 2005 diperlakukan sebagai uang muka biaya gaji, yang menurut Komite Audit
harus dibebankan pada tahun 2005. Oleh karena itu seharusnya diakui sebagai beban gaji
pada tahun berjalan. Perbedaan pendapat terhadap laporan keuangan antara komisaris dan
auditor akuntan publik terjadi karena PT KAI tidak memiliki tata kelola perusahaan yang
baik. Akuntan publik yang telah mengaudit laporan keuangan PT KAI tahun 2005 segera
diperiksa oleh Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik. Jika terbukti bersalah, akuntan
publik itu diberi sanksi teguran atau pencabutan izin praktek. PT KAI dapat dikenakan sanksi
sesuai Pasal 107 UU No.8 Tahun 1995 yang menyatakan: “Setiap Pihak yang dengan sengaja
bertujuan menipu menghilangkan, atau merugikan memusnahkan, Pihak lain menghapuskan,
atau menyesatkan mengubah,Bapepam,mengaburkan, menyembunyikan, atau memalsukan
catatan dari Pihak yang memperoleh izin, persetujuan, atau pendaftaran termasuk Emiten dan
Perusahaan Publik diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda
paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)”. (Harian KOMPAS Tanggal 5
Agustus 2006 dan 8 Agustus 2006). IV.
Dilihat dari beberapa aspek, adapun yang dilanggar oleh PT KAI: 1. Profitable a. Pihak yang
diuntungkan adalah Manajemen PT KAI karena kinerja keuangan perusahaan seolah-olah
baik (laba Rp6.9 M), meskipun pada kenyataannya menderita kerugian Rp 63 M. Tidak
tertutup kemungkinan, pihak manajemen memperoleh bonus dari “laba semu” tersebut. b.
Pihak lain yang diuntungkan adalah KAP S. Manan & Rekan, dimana dimungkinkan
memperoleh Fee khusus karena memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian. 2. Legal 1. PT
KAI melanggar Pasal 90 UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal “Dalam kegiatan
perdagangan efek, setiap pihak dilarang secara langsung maupun tidak langsung: a.Menipu
atau mengelabui Pihak lain dengan menggunakan sarana dan atau cara apa pun; b. Turut serta
menipu atau mengelabui Pihak lain; dan c.Membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta
yang material atau tidak mengungkapkan fakta yang material agar pernyataan yang dibuat
tidak menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi pada saat pernyataan dibuat dengan
maksud untuk menguntungkan atau menghindarkan kerugian untuk diri sendiri atau Pihak
lain atau dengan tujuan mempengaruhi Pihak lain untuk membeli atau menjual Efek.”
3. KAP S. Manan & Rekan melanggar Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) 4. Prinsip
Etika Yang Dilanggar Selain akuntan eksternal dan komite audit yang melakukan kesalahan
dalam hal pencatatan laporan keuangan, akuntan internal di PT. KAI juga belum sepenuhnya
menerapkan 8 prisip etika akuntan. Dari kedelapan prinsip akuntan yaitu tanggung jawab
profesi, kepentingan publik, integritas, objektifitas, kompetensi dan kehatihatian profesional,
kerahasiaan, perilaku profesional, dan standar teknis, prinsipprinsip etika akuntan yang
dilanggar antara lain : 1)Tanggung jawab profesi ; Dimana seorang akuntan harus
bertanggung jawab secara professional terhadap semua kegiatan yang dilakukannya. Akuntan
Internal PT. KAI kurang bertanggung jawab karena dia tidak menelusuri kekeliruan dalam
pencatatan dan memperbaiki kesalahan tersebut sehingga laporan keuangan yang dilaporkan
merupakan keadaan dari posisi keuangan perusahaan yang sebenarnya. 2). Kepentingan
Publik ; Dimana akuntan harus bekerja demi kepentingan publik atau mereka yang
berhubungan dengan perusahaan seperti kreditur, investor, dan lain-lain. Dalam kasus ini
akuntan PT. KAI diduga tidak bekerja demi kepentingan publik karena diduga sengaja
memanipulasi laporan keuangan sehingga PT. KAI yang seharusnya menderita kerugian
namun karena manipulasi tersebut PT. KAI terlihat mengalami keuntungan. Hal ini tentu saja
sangat berbahaya, termasuk bagi PT. KAI. Karena, apabila kerugian tersebut semakin besar
namun tidak dilaporkan, maka PT. KAI bisa tidak sanggup menanggulangi kerugian tersebut.
3)Integritas ; Dimana akuntan harus bekerja dengan profesionalisme yang tinggi. Dalam
kasus ini akuntan PT. KAI tidak menjaga integritasnya, karena diduga telah melakukan
manipulasi laporan keuangan. 4)Objektifitas ; Dimana akuntan harus bertindak obyektif dan
bersikap independen atau tidak memihak siapapun. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga
tidak obyektif karena diduga telah memanipulasi laporan keuangan sehingga hanya
menguntungkan pihak-pihak tertentu yang berada di PT. KAI. 5) Kompetensi dan kehati-
hatian professional ; Akuntan dituntut harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan penuh
kehati-hatian, kompetensi, dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk
mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesionalnya pada tingkat yang
diperlukan. Dalam kasus ini, akuntan PT. KAI tidak melaksanakan kehatihatian profesional
sehingga terjadi kesalahan pencatatan yang mengakibatkan PT. KAI yang seharusnya
menderita kerugian namun dalam laporan keuangan mengalami keuntungan. 6)Perilaku
profesional ; Akuntan sebagai seorang profesional dituntut untuk berperilaku konsisten
selaras dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan
profesinya. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak berperilaku profesional yang
menyebabkan kekeliruan dalam melakukan pencatatan laporan keuangan, dan hal ini dapat
mendiskreditkan (mencoreng nama baik) profesinya. 7) Standar teknis ; Akuntan dalam
menjalankan tugas profesionalnya harus mengacu dan mematuhi standar teknis dan standar
profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, akuntan
mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan
tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektifitas. Dalam kasus ini akuntan tidak
melaksanakan prinsip standar teknis karena tidak malaporkan laporan keuangan sesuai
dengan standar akuntansi keuangan. Contohnya, pada saat PT Kereta Api Indonesia telah tiga
tahun tidak dapat menagih pajak pihak ketiga. Tetapi, dalam laporan keuangan itu, pajak
pihak ketiga dinyatakan sebagai pendapatan. Padahal, berdasarkan standar akuntansi
keuangan tidak dapat dikelompokkan dalam bentuk pendapatan atau asset
Solusi Terlepas dari pihak mana yang benar, permasalahan ini tentunya didasari oleh
tidak berjalannya fungsi check and balances yang merupakan fungsi substantif dalam
perusahaan. Yang terpenting adalah mengidentifikasi kelemahan yang ada sehingga dapat
dilakukan penyempurnaan untuk menghindari munculnya permasalahan yang sama di masa
yang akan datang. Berikut ini beberapa solusi yang disarankan kepada PT KAI untuk
memperbaiki kondisi yang telah terjadi : 1. Komite Audit tidak memberikan second judge
atas opini Auditor Eksternal, karena opini sepenuhnya merupakan tanggung jawab Auditor
Eksternal. 2. Harus ada upaya untuk membenarkan kesalahan tahun-tahun lalu, karena
konsistensi yang salah tidak boleh dipertahankan. 3. Komite Audit tidak berbicara kepada
publik, karena esensinya Komite Audit adalah organ Dewan Komisaris sehingga pendapat
dan masukan Komite Audit harus disampaikan kepada Dewan Komisaris. Apabila Dewan
Komisaris tidak setuju dengan Komite Audit namun Komite Audit tetap pada pendiriannya,
Komite Audit dapat mencantumkan pendapatnya pada laporan komite audit yang terdapat
dalam laporan tahunan perusahaan. 4. Managemen menyusun laporan keuangan secara tepat
waktu, akurat dan full disclosure. 5. Komite Audit dan Dewan Komisaris sebaiknya
melakukan inisiatif untuk membangun budaya pengawasan dalam perusahaan melalui proses
internalisasi, sehingga pengawasan merupakan bagian tidak terpisahkan dari setiap organ dan
individu dalam organisasi. Berikut ini beberapa solusi yang disarankan kepada KAP S.
Manan & Rekan - Rekan untuk memperbaiki kondisi yang telah terjadi : 1. Melakukan jasa
profesional sesuai SPAP, dimana tiap anggota harus berperilaku konsisten dengan reputasi
profesionalnya dengan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesioreksi 2.
Melakukan koreksi atas opini yang telah dibuat 3. Melakukan konferensi pers dengan
mengungkapkan bahwa oknum yang melakukan kesalahan sehingga menyebabkan opini atas
Laporan Keuangan menjadi tidak seharusnya telah diberikan sanksi dari pihak otorisasi, dan
berjanji tidak mengulang kembali kejadian yang sama di masa yang akan datang. VI.
Kesimpulan Kasus PT. KAI berawal dari perbedaan pandangan antara Manajemen
dan Komisaris, khususnya Ketua Komite Audit dimana Komisaris menolak menyetujui dan
menandatangani laporan keuangan yang telah diaudit oleh Auditor Eksternal. Dan Komisaris
meminta untuk dilakukan audit ulang agar laporan keuangan dapat disajikan secara
transparan dan sesuai dengan fakta yang ada. Dari kasus ini terdapat pelanggaran Etika dalam
berbisnis itu merupakan suatu pelanggaran etika profesi perbankan pada PT KAI pada tahun
tersebut yang terjadi karena kesalahan manipulasi dan terdapat penyimpangan pada laporan
keuangan PT KAI . Pada kasus ini juga terjadi penipuan yang menyesatkan banyak pihak
seperti investor tersebut. Seharusnya PT KAI harus bertindak profesional dan jujur sesuai
pada asas-asas etika profesi akuntansi.