Dosen Pengampu :
Nurcahyono, SE., MSA
Disusun Oleh :
Nur Setyaningsih (E2B018334)
Desi Permata Sari (E2B018361)
Mila Yuli Astuti (E2B018369)
1
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apakah pengertian dari Komite Audit dan Komite lainnya?
2. Bagaimana studi perbandingan Komite Audit?
3. Apa sajakah peran Komite Audit?
4. Bagaimana tanggung Jawab Komite Audit?
5. Apa regulasi Komite Audit di Indonesia?
6. Bagaimana komunikasi Komite Audit?
7. Bagaimana implementasi prinsip GCG di Komite Audit?
8. Bagaimana contoh kasus dalam penyimpangan Komite Audit?
1.3 MANFAAT
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka dapat diambil manfaat dari makalah ini
yaitu sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian Komite Audit.
2. Untuk mengetahui studi perbandingan Komite Audit.
3. Untuk mengetahui apa sajakah peran Komite Audit.
4. Untuk mengetahui bagaimana tanggung Jawab Komite Audit.
5. Untuk mengetahui regulasi Komite Audit di Indonesia.
6. Untuk mengetahui komunikasi Komite Audit.
7. Untuk mengetahui implementasi prinsip GCG di Komite Audit.
8. Untuk mengetahui contoh kasus dalam penyimpangan Komite Audit.
2
1 BAB II
PEMBAHASAN
3
efek, perusahaan negara, perusahaan daerah. perusahaan yang menghimpun dan mengelola
dana masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya digunakan olch masyarakat luas, serta
perúsahaan yang mempunyai dampak luas terhadap kelestarian lingkungan. Komite Nominasi
dan Remunerasi diketuai oleh Komisaris Independen dan anggotanya dapat terdiri dari
Komisaris dan atau pelaku profesi dari luar perusahaan.
Tugas dan tanggung jawab Komite Nominasi dan Remunerasi sebagaimana tercantum dalam
Piagam Komite Nominasi dan Remunerasi Perseroan, antara lain :
A. Terkait dengan kebijakan Nominasi :
1. Menyusun dan memberikan rekomendasi mengenai sistem serta prosedur pemilihan
dan/atau penggantian anggota Dewan Komisaris dan Direksi kepada Dewan
Komisaris untuk disampaikan kepada Rapat Umum Pemegang Saham.
4
2.2 Studi Perbandingan Komite Audit
1. Komite Audit di Amerika Serikat
Salah satu peraturan yang mewajibkan dibentuknya komite audit di Amerika Serikat
adalah Accounting series release (ASR) No. 19/1940 yang diterbitkan oleh
securities Exchange Commision (SEC). ketentuan tersebut menganjurkan agar
perusahaan yang telah tedaftar dipasar modal (go public) memiliki komite audit
yang beranggotakan pihak independen diluar perusahaan.
Studi Korn and Ferry International (1989) menemukan bahwa ternyata 98% dari
perusaaah Amerika Serikat yang disrvei telah memiliki komite audit. Di Amerika
eksistensi komite audit selain membawa dampak internal jugamembawa eksternal
bagi perusahaan. Harga saham perusahaan yang telah memiliki komite audit
cenderung lebih tinggi karena lebih diminati oleh para investor.
Tujuan pembentukan komite audit pada umunya dalah untuk mempertahankan
kepercayaan masyarakat terhadap mekanisme akuntansi auditing, serta sistem
pengendalian lainnya sehingga unsur-unsur pengendalian tersebut tetap optimal
dalam sistemekonomi pasar.
6
mempunyai Peran membantu Dewan Komisaris untuk memenuhi tanggungjawab dalam
memberikan pengawasan secara menyeluruh.
Menurut Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: Kep-117/M-
MBU/2002 menjelaskan bahwa peran Komite Audit adalah membantu Dewan Komisaris atau
dewan Pengawas dalam memastikan efektivitas sistem pengendalian intern dan efektivitas
pelaksanaan tugas auditor eksternal dan internal.
Sedangkan manfaat Komite Audit dikemukakan oleh Hiro Tugiman (1995, 11), adalah:
1. Dewan Komisaris dan Direksi akan banyak terbantu dalam pengelolaan perusahaan.
2. Bagi eksternal auditor adalah keberadaan Komite Audit sangat diperlukan sebagai
forum atau media komunikasi dengan perusahaan, sehingga diharapkan semua aktivitas
dan kegiatan eksternal auditor dalam hal ini akan mengadakan pemeriksaan, disamping
secara langsung kepada objek pemeriksaan juga dibantu dengan mengadakan konsultasi
dengan Komite Audit.
Dari penjelasan tersebut, maka dapat diketahui adanya suatu indikasi bahwa Komite
Audit dibentuk karena belum memadainya peran pengawasan dan akuntabilitas Dewan
Komisaris perusahaan. Pemilihan anggota Dewan Komisaris yang berdasarkan kedudukan
dan kekerabatan menyebabkan mekanisme check and balance terhadap direksi tidak berjalan
sebagaimana mestinya. Fungsi audit internal belum berjalan optimal mengingat secara
struktural, auditor tersebut berada pada posisi yang sulit untuk bersikap independen dan
objektif. Oleh karena itu. muncul tuntutan adanya auditor independen, maka Komite Audit
timbul untuk memenuhi tuntutan tersebut.
7
pengawasan secara efektif terhadap benturan kepentingan dan kecurangan yang
dilakukan oleh karyawan perusahaan.
3. Pengawasan Perusahaan (Corporate Control)
Komite Audit bertanggungjawab untuk pengawasan penusahaan termasuk didalamnya
hal-hal yang berpotensi mengandung risiko dan sistem pengendalian intern serta
memonitor proses pengawasan yang dilakukan oleh auditor intemal.
Komite Audit bertugas untuk memberikan pendapat kepada Dewan Komisaris terhadap
laporan atau hal-hal yang disampaikan oleh direksi kepada Dewan Komisaris,
mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian Komisaris, dan melaksanakan tugas-
tugas lain yang berkaitan dengan tugas Dewan Komisaris.
Komite Audit mempunyai wewenang untuk menjalankan tugas-tugasnya seperti yang
diutarakan oleh Barol (2004) yang dikutip oleh Siswanto Sutojo dan E. John Aldridge (2005,
237), yaitu: "Mengaudit kegiatan manajemen perusahaan dan auditor (intern dan ekstern).
Mereka yang berwenang meminta informasi tambatan dan memperoleh penjelasan dari
manajemen dan karyawan yang bersangkutan.
Menurut Hasnati (2003) yang dikutip oleh Indra Surya dan Ivan Yustiavandana (2006,
149), Komite Audit memiliki wewenang. yaitu:
8
1. Menyelidiki semua aktivitas dalam batas nuang lingkup tugasnya:
2. Menyelidiki semua aktivitas dalam batas nuang lingkup tugasnya;
3. Mencari Infomasi yang relevan dari setiap karyawan;
4. Mengusahakan saran hukum dan profesional lainnya yang independen apabila
dipandang perlu.
9
4. Paling sedikit anggota Komite Audit harus memiliki pengertian yang baik tentang
analisa dan penyusunan laporan keuangan.
5. Ketua Komite Audit harus memiliki kemampuan untuk memimpin dan terampil
berkomunikasi dengan baik.
2. Prinsip Transparasi
Prinsip ini ditunjukan melalui piagam komite audit (audit committee charter ),
programm kerja tahunan, serta rapat komite audit secara periodic yang
didokumentasikan dalam notulen rapat. Komite audit hendaknya membuat laporan
secara berkala kepada komisaris tentang pencapaian kinerjanya sebagai wujud
pengungkapan.
3. Prinsip Akuntabilitas
Fungsi ini ditunjukan dengan frekuensi pertemuan dan tingkat kehadiran anggota
komite audit, selainn intu komite audit seharusnya memiliki kapabilitas, kompetensi
dan pengalamn dibidang audit serta proses bisnis perusahaan agar dapat berkerja
secara professional.
5. Prinsip kewajaran
Prinsip ini ditunjukan oleh sikap komite audit dalam pengambilan keputusan yang
didasarkan atas sikap adil (fair) dan objektif terhdap semua pihak.
Saat ini belum ada pembuktian secara empiris mengenai keefektifan Komite Audit
terhadap penerapan Good Corporate Governance pada perusahaan. Sommer (1991)
berpandangan bahwa Komite Audit banyak perusahaan masih belum melakukan tugasnya
12
dengan baik. Menurut Sommer, banyak Komite Audit hanya sekedar melakukan tugas-tugas
rutin, seperti penelaahan laporan dan seleksi auditor ekstemal. Mereka tidak mempertanyakan
secara kritis maupun menganalisis secara mendalam kondisi pengendalian dan pelaksanaan
tanggung jawab oleh manajemen. Komite Audit dapat melakukan sinergi dengan audit
internal untuk lebih meningkatkan system pengendalian internal perusahaan. Apabila terdapat
dugaan penyimpangan atau kecurangan di perusahaan yang melibatkan direksi perusahaan,
maka komisaris dapat menugaskan Komite Audit untuk melakukan audit khusus (fraud
audit). Dalam hal ini, Komite Audit dapat meminta bantuan pihak eksternal (outsourcing)
untuk melakukan audit investiatif (investigative audit) atau audit forensic (forensic audit)
guna mengungkap terjadinya praktik kecurangan yang signifikan di perusahaan.
Kalbers dan Fogarty (1993) telah melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi efektivitas kerja Komite Audit. Hasil penelitian mereka yang dimuat dalam
Auditing a journal of practice & theory berjudul "Audit Committee Efectiveness An Empirical
Investigation Of The Contribution Of Power" antara lain mengungkapkan bahwa terdapat tiga
faktor dominan yang berpengaruh terhadap keberhasilan Komite Audit dalam mengemban
tugasnya. Ketiga faktor itu adalah sebagai berikut:
1. Kewenangan fomal dan tertulis dari Komite Audit, kerja sama manajemen
2. Kualitas (kompetensi) anggota Komite Audit.
3. Pola hubungan (relationship) dan tingkat intensitas komunikasi antara Komite Audit
dengan berbagai pihak.
13
Rapat Umum Pemegang Saham, dan Komisaris PT KAI yaitu Hekinus Manao menolak
menyetujui laporan keuangan PT KAI tahun 2005 yang telah diaudit oleh akuntan publik.
Setelah hasil audit diteliti dengan seksama, ditemukan adanya kejanggalan dari laporan
keuangan PT KAI tahun 2005 sebagai berikut :
1. Pajak pihak ketiga sudah tiga tahun tidak pernah ditagih, tetapi dalam laporan
keuangan itu dimasukkan sebagai pendapatan PT KAI selama tahun 2005. Kewajiban
PT KAI untuk membayar surat ketetapan pajak (SKP) pajak pertambahan nilai (PPN)
sebesar Rp 95,2 Miliar yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada akhir
tahun 2003 disajikan dalam laporan keuangan sebagai piutang atau tagihan kepada
beberapa pelanggan yang seharusnya menanggung beban pajak itu. Padahal
berdasarkan Standar Akuntansi, pajak pihak ketiga yang tidak pernah ditagih itu tidak
bisa dimasukkan sebagai aset. Di PT KAI ada kekeliruan direksi dalam mencatat
penerimaan perusahaan selama tahun 2005.
2. Penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan sebesar Rp24 Miliar yang
diketahui pada saat dilakukan inventarisasi tahun 2002 diakui manajemen PT KAI
sebagai kerugian secara bertahap selama lima tahun. Pada akhir tahun 2005 masih
tersisa saldo penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai kerugian sebesar Rp
6 Miliar, yang seharusnya dibebankan seluruhnyadalam tahun 2005.
3. Bantuan pemerintah yang belum ditentukan statusnya dengan modal total nilai
kumulatif sebesar Rp674,5 Miliar dan penyertaan modal negara sebesar Rp70 Miliar
oleh manajemen PT KAI disajikan dalam neraca per 31 Desember 2005 sebagai
bagian dari hutang.
4. Manajemen PT KAI tidak melakukan pencadangan kerugian terhadap kemungkinan
tidak tertagihnya kewajiban pajak yang seharusnya telah dibebankan kepada
pelanggan pada saat jasa angkutannya diberikan PT KAItahun 1998 sampai 2003.
Perbedaan pendapat terhadap laporan keuangan antara Komisaris dan auditor akuntan
publik terjadi karena PT KAI tidak memiliki tata kelola perusahaan yang baik. Ketiadaan
tata kelola yang baik itu juga membuat Komite Audit (komisaris) PT KAI baru bisa
mengakses laporan keuangan setelah diaudit akuntan publik. Akuntan publik yang telah
mengaudit laporan keuangan PT KAI tahun 2005 segera diperiksa oleh Badan Peradilan
Profesi Akuntan Publik. Jika terbukti bersalah, akuntan publik itu diberi sanksi teguran atau
pencabutan izin praktik.
Kasus PT KAI berawal dari pembukuan yang tidak sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan. Sebagai akuntan sudah selayaknya menguasai prinsip akuntansi berterima umum
14
sebagai salah satu penerapan etika profesi. Kesalahan karena tidak menguasai prinsip
akuntansi berterima umum bisa menyebabkanmasalah yang sangat menyesatkan.
Laporan Keuangan PT KAI tahun 2005 disinyalir telah dimanipulasi oleh pihak-pihak
tertentu. Banyak terdapat kejanggalan dalam laporan keuangannya. Beberapa data
disajikan tidak sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Hal ini mungkin sudah biasa
terjadi dan masih bisa diperbaiki. Namun, yang menjadi permasalahan adalah pihak auditor
menyatakan Laporan Keuangan itu Wajar Tanpa Pengecualian. Tidak ada penyimpangan
dari standar akuntansi keuangan. Hal ini lah yang patut dipertanyakan.
Dari informasi yang didapat, sejak tahun 2004 laporan PT KAI diaudit oleh Kantor
Akuntan Publik. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang melibatkan BPK sebagai
auditor perusahaan kereta api tersebut. Hal itu menimbulkan dugaan kalau Kantor Akuntan
Publik yang mengaudit Laporan Keuangan PT KAI melakukan kesalahan.
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Keberadaan Komite Audit menjadi sesuatu yang sangat diperlukan dalum penerapan
Good Corporate Governance. Keberadaan Komite Audit pada saat ini telah diterima sebagai
suatu bagian dari tata kelola organisasi perusahaan yang baik (Good Corporate Governance).
Selain itu kehadiran Komite Audit akhir-akhir ini telah mendapat respon yang positif dari
berbagai pihak. Dari peran serta tanggung jawab yang dimiliki Komite Audit dapt dilihat
dengan jelas bahwa keberadaan Komite Audit memang sangat diperlukan terutama sebagai
bentuk pengawasan terhadap aktivitas operasional perusahaan.
Dari kasus PT KAI tersebut juga terlihat bagaimana 13 permasalahan yang terjadi
akibat kurangnya peran yang diberikan kepadu Komite Audit schingga bisa terjadi kasus
penyelewengan laporan keuangan. Sehingga dengan begitu setiap perusahaan di Dunia
khususnya di Indonesia wajib memberikan porsi dan wewenang yang adil terhadap Komite
Audit agar fungsi pengawasan perusahaan bisa di maksimalkan
.
DAFTAR PUSTAKA
1. https://pdfcoffee.com/komite-audit-dan-komite-lainnya-4-pdf-free.html
(diakses pada 05 Oktober 2021)
2. https://befa.id/audit-committee/?lang=id
(diakses pada 8 Oktober 2021)
3. https://muhariefeffendi.wordpress.com/2007/11/07/komunikasi-komite-audit-antara-
harapan-dan-kenyataan/
(diakses pada 8 Oktober 2021)
4. https://www.campuranpedia.com/2018/07/komite-audit.html
(diakses pada 8 Oktober 2021)
5. https://deltadunia.com/id/tentang/tata-kelola-perusahaan/komite-audit/
(diakses pada 8 Oktober 2021)
16