Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH GOOD CORPORATE GOVERNANCE

“KOMITE AUDIT DAN KOMITE YANG LAINNYA”

Dosen Pengampu :
Nurcahyono, SE., MSA

Disusun Oleh :
Nur Setyaningsih (E2B018334)
Desi Permata Sari (E2B018361)
Mila Yuli Astuti (E2B018369)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG


FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Hampir di seluruh dunia saat ini keberadaan Komite Audit menjadi sesuatu yang sangat
dipertukan dalam penerapan Good Corporate Governance. Keberadaan Komite Audit pada
saat ini telah diterima sebagai suatu bagian dari tata kelola organisasi perusahaan yang baik
(Good Corporate Governance). Selain itu kehadiran Komite Audit akhir-akhir ini telah
mendapat respon yang positif dari berbagai pihak. Namun untuk di Indonesia sendiri, Komite
Audit masih merupakan hal yang relatif baru. Perkembangan audit di negara kita sangat
terlambat dibandingkan dengan negara lain. Hal tersebut terjadi antara lain disebabkan karena
kebijakan tentang pemberlakuan Komite Audit pada BUMN tertentu baru disahkan oleh
Pemerintah pada talun 1999. Selain itu anjuran dari Bapepam kepada penusahaan yang telah
go public agar memiliki Komite Audit baru ditetapkan pada tahun 2001. Mengingat
pentingnya keberadaan Komite Audit dalam meningkatkan kinerja perusahaan, terutama dari
aspek pengendalian, maka Komite Audit perlu mendapatkan perhatian dari manajemen dan
Dewan Komisaris serta pihak- pihak terkait yang bertindak sebagai regulator.
Masih banyak perusahaan yang belum sepenuhnya menerapkan GCG dengan
seutuhnya, terutama oleh top management sebagai pengambil keputusan. Penyebab lainnya
adalah pemahaman pemegang saham atas GCG yang masih belum memadai. Salah satu
contohnya adalah kasus audit umum yang dialami oleh PT. Kereta Api Indonesia (PT KAI).
Kasus PT KAI adalah kasus pelanggaran kode etik profesi akuntansi, diduga terjadi
manipulasi data keuangan pada tahun 2005, perusahaan BUMN tercatat meraih laba
sebesar Rp 6,9 Miliar, padahal apabila diteliti lebih rinci perusahaan BUMN ini mencatat
kerugian sebesar Rp 63 Miliar.
Pamudji dan Trihartati (2008) menjelaskan bahwa Komite Audit merupakan salah satu
komponen Good Corporate Governance (GCG) yang memiliki peran dan tanggung jawab
atas informasi keuangan yang dikeluarkan oleh manajemen. Perlunya pengawasan yang ketat
dalam proses pelaporan keuangan berguna dalam menyajikan laoran keuangan yang relevan
dan handal sehingga tidak meyesatkan pemakai laporan keuangan.

1
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apakah pengertian dari Komite Audit dan Komite lainnya?
2. Bagaimana studi perbandingan Komite Audit?
3. Apa sajakah peran Komite Audit?
4. Bagaimana tanggung Jawab Komite Audit?
5. Apa regulasi Komite Audit di Indonesia?
6. Bagaimana komunikasi Komite Audit?
7. Bagaimana implementasi prinsip GCG di Komite Audit?
8. Bagaimana contoh kasus dalam penyimpangan Komite Audit?

1.3 MANFAAT
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka dapat diambil manfaat dari makalah ini
yaitu sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian Komite Audit.
2. Untuk mengetahui studi perbandingan Komite Audit.
3. Untuk mengetahui apa sajakah peran Komite Audit.
4. Untuk mengetahui bagaimana tanggung Jawab Komite Audit.
5. Untuk mengetahui regulasi Komite Audit di Indonesia.
6. Untuk mengetahui komunikasi Komite Audit.
7. Untuk mengetahui implementasi prinsip GCG di Komite Audit.
8. Untuk mengetahui contoh kasus dalam penyimpangan Komite Audit.

2
1 BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Komite Audit dan Komite Lainnya


2.1.1 Komite Audit
Menurut Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance mengenai Komite Audit
adalah: "Suatu komite yang beranggotakan satu atau lebih anggota Dewan Komisaris dan
dapat meminta kalangan luar dengan berbagai keahlian, pengalaman, dan kualitas lain yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuan Komite Audit." Tujuan pembentukan Komite Audit
adalah membantu Dewan Komisaris dalam melaksanakan fungsi pengawasan (oversight) dan
merupakan salah satu pilar utama dalam penerapan prinsip-prinsip Good Corporate
Governance (GCG) dalam Perusahaan. Tugas utama Komite Audit adalah mendorong
diterapkannya tata kelola perusahaan yang baik, terbentuknya struktur pengendalian internal
yang memadai, meningkatkan kualitas keterbukaan dan pelaporan keuangan serta mengkaji
ruang lingkup, ketepatan, kemandirian dan objektivitas akuntan publik.
Secara umum Komite Audit adalah sebuah komite yang dibentuk oleh Dewan
Komisaris. Komite Audit membantu Dewan Komisaris untuk memenuhi tanggung jawab
pengawasannya. Dalam kapasitasnya, Komite Audit bertanggung jawab untuk membuka,
memelihara, dan menjaga komunikasi antara Komite Audit dengan Dewan Komisaris,
Direksi, unit audit internal, akuntan independen dan manajer keuangan. Dilihat dari sisi
keanggotaan, Anggota Komite Audit diangkat dan diberhentikan oleh Dewan Komisaris dan
dilaporkan kepada Rapat Umum Pemegang Saham. Komite Audit memiliki peran penting
untuk membantu direksi dalam hal pemenuhan tata kelola perusahaan yang baik. Direksi
sendiri dibutuhkan untuk menyatakan laporan keuangan dan catatan-catatan yang mengikuti
standar akuntansi serta memberikan pandangan yang benar dan adil terhadap posisi dan
performa keuangan dari sebuah perusahaan.

2.1.2 Komite Lainnya


Komite Nominasi dan Remunerasi bertugas membantu Dewan Komisaris dalam
menetapkan kriteria pemilihan calon anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta sistem
remunerasinya dan mengusulkan besaran remunerasinya. Dewan Komisaris dapat
mengajukan calon tersebut dan remunerasinya untuk memperoleh keputusan RUPS dengan
cara sesuai ketentuan Anggaran Dasar. Bagi perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa

3
efek, perusahaan negara, perusahaan daerah. perusahaan yang menghimpun dan mengelola
dana masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya digunakan olch masyarakat luas, serta
perúsahaan yang mempunyai dampak luas terhadap kelestarian lingkungan. Komite Nominasi
dan Remunerasi diketuai oleh Komisaris Independen dan anggotanya dapat terdiri dari
Komisaris dan atau pelaku profesi dari luar perusahaan.

Tugas dan tanggung jawab Komite Nominasi dan Remunerasi sebagaimana tercantum dalam
Piagam Komite Nominasi dan Remunerasi Perseroan, antara lain :
A. Terkait dengan kebijakan Nominasi :
1. Menyusun dan memberikan rekomendasi mengenai sistem serta prosedur pemilihan
dan/atau penggantian anggota Dewan Komisaris dan Direksi kepada Dewan
Komisaris untuk disampaikan kepada Rapat Umum Pemegang Saham.

2. Memberikan rekomendasi mengenai calon anggota Dewan Komisaris dan/atau


Direksi kepada Dewan Komisaris untuk disampaikan kepada Rapat Umum
Pemegang Saham;

3. Memberikan rekomendasi mengenai Pihak Independen yang akan menjadi anggota


Komite Audit dan Komite lainnya (jika ada) kepada Dewan Komisaris dan Direksi
Perseroan;

4. Melaksanakan tugas lainnya yang diberikan oleh Dewan Komisaris.

B. Terkait dengan kebijakan Remunerasi :


1. Melakukan evaluasi serta menyusun dan memberikan rekomendasi kepada Dewan
Komisaris mengenai sistem/kebijakan remunerasi dan nominasi bagi Komisaris dan
Direksi Perseroan.
2. Komite juga menelaah dan menentukan penghargaan bagi semua karyawan yang
memenuhi persyaratan untuk berpartisipasi dalam Program Stock Option, Program
Performance Share, serta rencana dan program kompensasi serupa lainnya di
Perseroan yang menekankan kesetaraan.
3. Komite setiap tahun menelaah serta menetapkan tujuan dan sasaran kinerja tahunan
atau berkala yang berkaitan dengan kompensasi untuk Dewan Komisaris dan
Direksi.

4
2.2 Studi Perbandingan Komite Audit
1. Komite Audit di Amerika Serikat
Salah satu peraturan yang mewajibkan dibentuknya komite audit di Amerika Serikat
adalah Accounting series release (ASR) No. 19/1940 yang diterbitkan oleh
securities Exchange Commision (SEC). ketentuan tersebut menganjurkan agar
perusahaan yang telah tedaftar dipasar modal (go public) memiliki komite audit
yang beranggotakan pihak independen diluar perusahaan.
Studi Korn and Ferry International (1989) menemukan bahwa ternyata 98% dari
perusaaah Amerika Serikat yang disrvei telah memiliki komite audit. Di Amerika
eksistensi komite audit selain membawa dampak internal jugamembawa eksternal
bagi perusahaan. Harga saham perusahaan yang telah memiliki komite audit
cenderung lebih tinggi karena lebih diminati oleh para investor.
Tujuan pembentukan komite audit pada umunya dalah untuk mempertahankan
kepercayaan masyarakat terhadap mekanisme akuntansi auditing, serta sistem
pengendalian lainnya sehingga unsur-unsur pengendalian tersebut tetap optimal
dalam sistemekonomi pasar.

2. Komite Audit di Inggris


Inggris merupakan Negara yang memelopori/pelopor dalam hal pembentukan
komite audit karena komite audit sudah ada sejak pertengahan abad ke-19. Para
anggotanya dipilih dari para pemegang saham (shareholder) dipandang memiliki
keahlian atau kompetensi dibidang akuntansi dan auditing . komite audit tersebut
dibentuk untuk bhertindaksebagai mediator antara pemegang saham, manajemen dan
pihak eksternal perusahaan.
Tahun 1982 kelompok The promotion of Non-Executive Directors (pro-ned) telah
memperbaiki kode praktik (code of practice) pada tahun 1987, kelompok tersebut
merekomendasikan agar perusahaan-perusahaan public memiliki komite audit yang
terdiri dari Direktur non eksekutif yang bertugas untuk memberikan konsultasi
sehubungan dengan masalah penting mengenai audit dan pengendalian.

3. Komite Audit di Kanada


Di Kanada komite audit pertama kali diperkenalkanleh pemerintah pada tahun 1965
melalui undang-undang perseroan Terbatas Kanada (Canada Business Corporation
Act) yang kemudian diamademen pada tahun 1975. Undang-undang tersebut telah
5
diberlakukan dinegara-negara bagian ntario dan Britsh Columbia. Menurut undang-
undang ini semua perusahaan public harus memiliki komite audit yang menelaah
laporan keuangan tahunan sebelum disampaikann kepada dewan komisaris.

4. Komite Audit di Indonesia


Keberadaan Komite Audit di Indonesia dimulai sejak tahun 2001 untuk perusahaan
terbuka di Indonesia melalui Surat Edaran Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal)
No: SE-03/PM/2000 yang berisi himbauan perlunya Komite Audit dimiliki oleh
setiap Emiten dan Surat Direksi BEJ (Bursa Efek Jakarta) No: Kep. 339/BEJ/07-
2001 mengenai kewajiban perusahaan tercatat untuk memiliki Komite Audit serta
jumlah keanggotaan dari komite itu sendiri. Pada tahun 2003, keberadaan Komite
Audit untuk BUMN terdapat dalam Keputusan Menteri BUMN Nomor: Kep-117/M-
MBU/2002 yang berisi bahwa dalam membantu Komisaris/Dewan Pengawas,
Komite Audit bertugas :
a. Menilai pelaksanaan kegiatan serta hasil audit yang dilakukan oleh Satuan
Pengawasan Intern maupun Auditor Eksternal sehingga dapat dicegah
pelaksanaan dan pelaporan yang tidak memenuhi standar;
b. Memberikan rekomendasi mengenai penyempurnaan sistem pengendalian
manajemen perusahaan serta pelaksanaannya;
c. Memastikan bahwa telah terdapat prosedur review yang memuaskan terhadap
informasi yang dikeluarkan BUMN, termasuk brosur, laporan keuangan berkala,
proyeksi/forecast dan lain-lain informasi keuangan yang disampaikan kepada
pemegang saham;
d. Mengindentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian Komisaris/Dewan
Pengawas;
e. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Komisaris/Dewan Pengawas
sepanjang masih dalam lingkup tugas dan kewajiban Komisaris/Dewan Pengawas
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.3 Peranan Komite Audit dan Komite Lainnya


Peran Komite Audit sebenamya sudah ada dalam definisi Komite Audit itu sendiri.
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) mengemukakan bahwa Komite Audit

6
mempunyai Peran membantu Dewan Komisaris untuk memenuhi tanggungjawab dalam
memberikan pengawasan secara menyeluruh.
Menurut Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: Kep-117/M-
MBU/2002 menjelaskan bahwa peran Komite Audit adalah membantu Dewan Komisaris atau
dewan Pengawas dalam memastikan efektivitas sistem pengendalian intern dan efektivitas
pelaksanaan tugas auditor eksternal dan internal.
Sedangkan manfaat Komite Audit dikemukakan oleh Hiro Tugiman (1995, 11), adalah:
1. Dewan Komisaris dan Direksi akan banyak terbantu dalam pengelolaan perusahaan.
2. Bagi eksternal auditor adalah keberadaan Komite Audit sangat diperlukan sebagai
forum atau media komunikasi dengan perusahaan, sehingga diharapkan semua aktivitas
dan kegiatan eksternal auditor dalam hal ini akan mengadakan pemeriksaan, disamping
secara langsung kepada objek pemeriksaan juga dibantu dengan mengadakan konsultasi
dengan Komite Audit.
Dari penjelasan tersebut, maka dapat diketahui adanya suatu indikasi bahwa Komite
Audit dibentuk karena belum memadainya peran pengawasan dan akuntabilitas Dewan
Komisaris perusahaan. Pemilihan anggota Dewan Komisaris yang berdasarkan kedudukan
dan kekerabatan menyebabkan mekanisme check and balance terhadap direksi tidak berjalan
sebagaimana mestinya. Fungsi audit internal belum berjalan optimal mengingat secara
struktural, auditor tersebut berada pada posisi yang sulit untuk bersikap independen dan
objektif. Oleh karena itu. muncul tuntutan adanya auditor independen, maka Komite Audit
timbul untuk memenuhi tuntutan tersebut.

2.4 Tanggung Jawab Komite Audit dan Komite Lainnya


Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) dan YPPMI Institute,
yang dikutip olch Indra Surya dan Ivan Yustiavandana (2006, 148) Komite Audit pada
umumnya mempunyai tanggungjawab pada tiga bidang, yaitu:
1. Laporan Keuangan (Financial Reporting)
Komite Audit bertanggungjawab untuk memastikan bahwa laporan yang dibuat
manajemen telah memberikan gambaran yang sebenarnya tentang kondisi keuangan,
hasil usaha, rencana dan komitmen perusahaan jangka panjang
2. Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance)
Komite Audit bertanggungjawab untuk memastikan bahwa perusahaan telah dijalankan
sesuai undang-undang dan peraturan yang berlaku dan etika, melaksanakan

7
pengawasan secara efektif terhadap benturan kepentingan dan kecurangan yang
dilakukan oleh karyawan perusahaan.
3. Pengawasan Perusahaan (Corporate Control)
Komite Audit bertanggungjawab untuk pengawasan penusahaan termasuk didalamnya
hal-hal yang berpotensi mengandung risiko dan sistem pengendalian intern serta
memonitor proses pengawasan yang dilakukan oleh auditor intemal.

Menurut Keputusan Menteri BUMN Nomor: Kep-103/MBU/2002, dalam membantu


Komisaris/Dewan Pengawas, Komite Audit bertugas:
1. Menilai pelaksanaan kegiatan serta hasil audit yang dilakukan oleh Satuan Pengawasan
Intern maupun Auditor Ekstern sehingga dapat dicegah pelaksanaan dan pelaporan
yang tidak memenuhi standar
2. Memberikan rekomendasi mengenai penyempurnaan sistem pengendalian manajemen
perusahaan serta pelaksanaannya.
3. Memastikan bahwa telah terdapat prosedur review yang memuaskan terhadap informasi
yang dikeluarkan BUMN, termasuk brosur, laporan keuangan berkala,
proyeksi/forecast dan lain-lain informasi keuangan yang disampaikan kepada
pemegang saham.
4. Mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian Komisaris Dewan Pengawas.
5. Mekaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Komisaris Dewan Pengawas sepanjang
masih dalam lingkup tugas dan kewajiban Komisaris Dewan Pengawas berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Komite Audit bertugas untuk memberikan pendapat kepada Dewan Komisaris terhadap
laporan atau hal-hal yang disampaikan oleh direksi kepada Dewan Komisaris,
mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian Komisaris, dan melaksanakan tugas-
tugas lain yang berkaitan dengan tugas Dewan Komisaris.
Komite Audit mempunyai wewenang untuk menjalankan tugas-tugasnya seperti yang
diutarakan oleh Barol (2004) yang dikutip oleh Siswanto Sutojo dan E. John Aldridge (2005,
237), yaitu: "Mengaudit kegiatan manajemen perusahaan dan auditor (intern dan ekstern).
Mereka yang berwenang meminta informasi tambatan dan memperoleh penjelasan dari
manajemen dan karyawan yang bersangkutan.
Menurut Hasnati (2003) yang dikutip oleh Indra Surya dan Ivan Yustiavandana (2006,
149), Komite Audit memiliki wewenang. yaitu:
8
1. Menyelidiki semua aktivitas dalam batas nuang lingkup tugasnya:
2. Menyelidiki semua aktivitas dalam batas nuang lingkup tugasnya;
3. Mencari Infomasi yang relevan dari setiap karyawan;
4. Mengusahakan saran hukum dan profesional lainnya yang independen apabila
dipandang perlu.

2.5 Regulasi Komite Audit dan Komite Lainnya


Keberadaan Komite Audit diatur melalui Surat Edaran Bapepam Nomor: SE/03
PM/2002 (bagi perusahaan publik) dan keputusan Menteri BUIMN Nomor: Kep-
103/MBU/2002 (Bagi BUMN) Komite Audit sedikitnya terdiri dari tiga orang, diketuai oleh
seorang Komisaris Independen perasahaan dengan dua orang ekstemal yang independen serta
menguasai dan memiliki latar belakang akuntansi dan keuangan.
Menurut Sarbanes-Oxley act jumlah anggota Komite Audit perusahaan yang dikutip
Siswanto Sutojo dan E. John Aldridge (2005, 132) mengharuskan bahwa: “Komite Audit
harus beranggotakan lima orang, diangkat untuk masa jabatan lima tahun. Mereka harus
memiliki pengetahuan dasar tentang manajemen keuangan. Dua diantara lima orang anggota
tersebut pernah menjadi akuntan publik. Tiga orang anggota yang lain bukan akuntan publik.
Ketua Komite Audit dipegang oleh salah seorang anggota Komite Akuntan Publik, dengan
syarat selama lima tahun terakhir mereka tidak berprofesi sebagai akuntan publik. Ketua dan
anggota Komite Audit tidak diperkenankan menerima penghasilan dari perusahaan akuntan
publik kecuali uang pensiun."
Menurut Hiro Tugiman (1999, 11) mengatakan bahwa: "Anggota Komite Audit adalah
profesional yang bukan pegawai perusahaun, satu diantaranya dipersyaratkan mempunyai
latar belakang pendidikan dan berpengalaman dalam bickang akuntansi dan auditing anggota
lainnya dapat berlatar bėlakang pendidikan dan pengalaman dalam bidang hukum atau yang
berkaitan dengan operasional atau kultur organisasi."
Menurut Subur (2003) yang dikutip I Putu Sugiartha Sanjaya, syarat-syarat yang harus
dipenuhi untuk menjadi anggota Komite Audit adalah sebagai berikut:
1. Anggota Komite Audit harus memiliki keseimbangan keterampilan dan pengalaman
dengan latar belakang usaha yang luas,
2. Anggota Komite Audit harus independen, objektif dan profesional.
3. Anggota Komite Audit harus memiliki integritas, dedikasi, pemahaman yang baik
mengenai organisasi, lingkungan bisnis serta risiko dan kontrol.

9
4. Paling sedikit anggota Komite Audit harus memiliki pengertian yang baik tentang
analisa dan penyusunan laporan keuangan.
5. Ketua Komite Audit harus memiliki kemampuan untuk memimpin dan terampil
berkomunikasi dengan baik.

Selain hal tersebut, menurut Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-41PM/2003


menambahkan bahwa anggota Komite Audit tidak merangkap jabatan yang sama pada
perusahaan lain pada periode yang sama.

2.6 Komunikasi Komite Audit


Salah satu fungsi komite audit adalah menjembatani pemegang saham (share holder)
dan dewan komisaris dengan kegiatan pengendalian yang diselenggarakan oleh manajemen,
auditor internal dan eksternal auditor. Komite audit pada umumnya memiliki akses langsung
dengan setiap unsur pengendalian dalam perusahaan.
Pada saat ini komunikasi antara komite audit dengan berbagai pihak, belum terjalin
dengan erat dan belum berjalan sebagaimana mestinya. Komunikasi komite audit dengan
pihak yang berkepentingan yang berjalan dengan lancar, akan menghasilkan kinerja
perusahaan meningkat, terutama dari aspek pengendalian.
Berikut ini dijelaskan komunikasi komite audit dengan berbagai pihak yang
berkepentingan,antara lain :
1. Komunikasi Komite Audit dengan Dewan Komisaris
Salah satu fungsi pokok komite audit adalah membantu tugas komisaris dalam aspek
pengendalian perusahaan. Dalam rapat internal yang diselenggarakan secara rutin,
komite audit melaporkan hasil tugas yang dibebankan oleh komisaris dalam bentuk
laporan berkala. Selain itu apabila ditugaskan secara khusus oleh komisaris, maka
komite audit akan membuat laporan khusus yang ditujukan kepada komisaris.
2. Komunikasi Komite Audit dengan Manajemen
Komunikasi antara komite audit dengan manajemen memegang peranan yang cukup
penting dalam trangka meningkatkan pengendalian perusahaan. Menurut the Institute of
Internal Auditors Research Foundation tanggungjawab komite audit memerlukan
interaksi secara signifikan dengan manajemen secara efektif. Namun kehadiran
manajemen tidak diharuskan dalam tiap rapat. Praktek yang baik membutuhkan
partisipasi aktif dari manajemen dalam rapat komite.Laporan atas beberapa aktivitas
manajemen yang krusial terhadap komite merupakan salah satu tanggungjawabnya.
10
3. Komunikasi Komite Audit dengan Auditor Internal
Komunikasi internal auditor dengan komite audit antara lain diatur dalam Statement on
Auditing Standard (SAS) No. 61, yaitu 8 (delapan) hal, sebagai berikut :
a. Pertanggungjawaban atas struktur kendali internal dan Laporan Keuangan bebas
kesalahan material,
b. Seleksi kebijakan akuntansi,
c. Estimasi akuntansi,
d. Dampak adjustment hasil audit,
e. Pertanggungjawaban data non keuangan yang disepakati bersama,
f. Ketidaksepakatan manajemen dan internal auditor,
g. Diskusi pilihan eksternal auditor,
h. Masalah proses akuntansi, keterlambatan laporan tak masuk akal dan batas waktu
laporan tak masuk akal.

4. Komunikasi Komite Audit dengan Auditor Eksternal


Salah satu tanggungjawab komite audit adalah menilai (mereview) hasil laporan audit
dari eksternal auditor. Kedudukan komite audit yang merupakan kepanjangan tangan
dari dewan komisaris dengan kompetensi yang dimililiki diharapkan dapat
mengoptimalkan fungsi auditor eksternal bagi perusahaan. Dalam Standar Profesional
Akuntan Publik (SPAP) Standar Auditing No. 380 diatur mengenai komunikasi antara
Akuntan Publik (Eksternal Auditor) dengan komite audit. Komunikasi antara Komite
Audit dengan Eksternal Auditor dapat berbentuk lisan atau tertulis. Masalah yang dapat
dikomunikasikan antara lain :
a. Tanggung jawab auditor berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan
Akuntan Indonesia
b. Kebijakan akuntansi signifikan
c. Pertimbangan manajemen dan estimasi akuntansi
d. Penyesuaian audit signifikan
e. Informasi lain dalam dokumen yang berisi laporan keuangan auditan
f. Ketidaksepakatan dengan manajemen
g. Konsultansi dengan Akuntan lain
h. Isu besar yang dibicarakan dengan manajemen sebelum keputusan
mempertahankan Auditor
i. Kesulitan yang dijumpai dalam pelaksanaan audit.
11
2.7 Implementasi Prinsip GCG di Komite Audit
2.7.1 Prinsip GCG di Komite Audit
1. Prinsip Independensi
Komite audit diharapkan dapat bersikap independen terhadap kepentingan pemegang
saham mayoritas maupun minoritas, selain itu komite audit seharusnya tidak
memiliki hubungan bisnis apapun dengan perusahaan maupun hubungan
kekeluargaan dengan anggota direksi dan komisaris perusahaan.

2. Prinsip Transparasi
Prinsip ini ditunjukan melalui piagam komite audit (audit committee charter ),
programm kerja tahunan, serta rapat komite audit secara periodic yang
didokumentasikan dalam notulen rapat. Komite audit hendaknya membuat laporan
secara berkala kepada komisaris tentang pencapaian kinerjanya sebagai wujud
pengungkapan.

3. Prinsip Akuntabilitas
Fungsi ini ditunjukan dengan frekuensi pertemuan dan tingkat kehadiran anggota
komite audit, selainn intu komite audit seharusnya memiliki kapabilitas, kompetensi
dan pengalamn dibidang audit serta proses bisnis perusahaan agar dapat berkerja
secara professional.

4. Prinsip Pertanggung Jawaban


Prinsip ini ditunjukan denga aktivitas komite audit yang dijalankan dengan
ketentuan dan kativitas yang berlaku. Selain itu, kinerja komisaris audit hendaknya
dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada public, selain kepada dewan
komisaris.

5. Prinsip kewajaran
Prinsip ini ditunjukan oleh sikap komite audit dalam pengambilan keputusan yang
didasarkan atas sikap adil (fair) dan objektif terhdap semua pihak.

Saat ini belum ada pembuktian secara empiris mengenai keefektifan Komite Audit
terhadap penerapan Good Corporate Governance pada perusahaan. Sommer (1991)
berpandangan bahwa Komite Audit banyak perusahaan masih belum melakukan tugasnya
12
dengan baik. Menurut Sommer, banyak Komite Audit hanya sekedar melakukan tugas-tugas
rutin, seperti penelaahan laporan dan seleksi auditor ekstemal. Mereka tidak mempertanyakan
secara kritis maupun menganalisis secara mendalam kondisi pengendalian dan pelaksanaan
tanggung jawab oleh manajemen. Komite Audit dapat melakukan sinergi dengan audit
internal untuk lebih meningkatkan system pengendalian internal perusahaan. Apabila terdapat
dugaan penyimpangan atau kecurangan di perusahaan yang melibatkan direksi perusahaan,
maka komisaris dapat menugaskan Komite Audit untuk melakukan audit khusus (fraud
audit). Dalam hal ini, Komite Audit dapat meminta bantuan pihak eksternal (outsourcing)
untuk melakukan audit investiatif (investigative audit) atau audit forensic (forensic audit)
guna mengungkap terjadinya praktik kecurangan yang signifikan di perusahaan.
Kalbers dan Fogarty (1993) telah melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi efektivitas kerja Komite Audit. Hasil penelitian mereka yang dimuat dalam
Auditing a journal of practice & theory berjudul "Audit Committee Efectiveness An Empirical
Investigation Of The Contribution Of Power" antara lain mengungkapkan bahwa terdapat tiga
faktor dominan yang berpengaruh terhadap keberhasilan Komite Audit dalam mengemban
tugasnya. Ketiga faktor itu adalah sebagai berikut:
1. Kewenangan fomal dan tertulis dari Komite Audit, kerja sama manajemen
2. Kualitas (kompetensi) anggota Komite Audit.
3. Pola hubungan (relationship) dan tingkat intensitas komunikasi antara Komite Audit
dengan berbagai pihak.

2.8 Contoh Kasus pada PT. KAI


PT KERETA API INDONESIA (PT KAI) terdeteksi adanya kecurangan dalam
penyajian laporan keuangan. Ini merupakan suatu bentuk penipuan yang dapat menyesatkan
investor dan stakeholder lainnya. Kasus ini juga berkaitan dengan masalah pelanggaran
kode etik profesi akuntansi. Diduga terjadi manipulasi data dalam laporan keuangan PT KAI
tahun 2005, perusahaan BUMN itu dicatat meraih keutungan sebesar Rp6,9 Miliar. Padahal
apabila diteliti dan dikaji lebih rinci, perusahaan justru menderita kerugian sebesar Rp 63
Miliar.
Komisaris PT KAI Hekinus Manao yang juga sebagai Direktur Informasi dan
Akuntansi Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara Departemen Keuangan mengatakan,
laporan keuangan itu telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik S. Manan. Hasil audit
tersebut kemudian diserahkan Direksi PT KAI untuk disetujui sebelum disampaikan dalam

13
Rapat Umum Pemegang Saham, dan Komisaris PT KAI yaitu Hekinus Manao menolak
menyetujui laporan keuangan PT KAI tahun 2005 yang telah diaudit oleh akuntan publik.
Setelah hasil audit diteliti dengan seksama, ditemukan adanya kejanggalan dari laporan
keuangan PT KAI tahun 2005 sebagai berikut :
1. Pajak pihak ketiga sudah tiga tahun tidak pernah ditagih, tetapi dalam laporan
keuangan itu dimasukkan sebagai pendapatan PT KAI selama tahun 2005. Kewajiban
PT KAI untuk membayar surat ketetapan pajak (SKP) pajak pertambahan nilai (PPN)
sebesar Rp 95,2 Miliar yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada akhir
tahun 2003 disajikan dalam laporan keuangan sebagai piutang atau tagihan kepada
beberapa pelanggan yang seharusnya menanggung beban pajak itu. Padahal
berdasarkan Standar Akuntansi, pajak pihak ketiga yang tidak pernah ditagih itu tidak
bisa dimasukkan sebagai aset. Di PT KAI ada kekeliruan direksi dalam mencatat
penerimaan perusahaan selama tahun 2005.
2. Penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan sebesar Rp24 Miliar yang
diketahui pada saat dilakukan inventarisasi tahun 2002 diakui manajemen PT KAI
sebagai kerugian secara bertahap selama lima tahun. Pada akhir tahun 2005 masih
tersisa saldo penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai kerugian sebesar Rp
6 Miliar, yang seharusnya dibebankan seluruhnyadalam tahun 2005.
3. Bantuan pemerintah yang belum ditentukan statusnya dengan modal total nilai
kumulatif sebesar Rp674,5 Miliar dan penyertaan modal negara sebesar Rp70 Miliar
oleh manajemen PT KAI disajikan dalam neraca per 31 Desember 2005 sebagai
bagian dari hutang.
4. Manajemen PT KAI tidak melakukan pencadangan kerugian terhadap kemungkinan
tidak tertagihnya kewajiban pajak yang seharusnya telah dibebankan kepada
pelanggan pada saat jasa angkutannya diberikan PT KAItahun 1998 sampai 2003.
Perbedaan pendapat terhadap laporan keuangan antara Komisaris dan auditor akuntan
publik terjadi karena PT KAI tidak memiliki tata kelola perusahaan yang baik. Ketiadaan
tata kelola yang baik itu juga membuat Komite Audit (komisaris) PT KAI baru bisa
mengakses laporan keuangan setelah diaudit akuntan publik. Akuntan publik yang telah
mengaudit laporan keuangan PT KAI tahun 2005 segera diperiksa oleh Badan Peradilan
Profesi Akuntan Publik. Jika terbukti bersalah, akuntan publik itu diberi sanksi teguran atau
pencabutan izin praktik.
Kasus PT KAI berawal dari pembukuan yang tidak sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan. Sebagai akuntan sudah selayaknya menguasai prinsip akuntansi berterima umum
14
sebagai salah satu penerapan etika profesi. Kesalahan karena tidak menguasai prinsip
akuntansi berterima umum bisa menyebabkanmasalah yang sangat menyesatkan.
Laporan Keuangan PT KAI tahun 2005 disinyalir telah dimanipulasi oleh pihak-pihak
tertentu. Banyak terdapat kejanggalan dalam laporan keuangannya. Beberapa data
disajikan tidak sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Hal ini mungkin sudah biasa
terjadi dan masih bisa diperbaiki. Namun, yang menjadi permasalahan adalah pihak auditor
menyatakan Laporan Keuangan itu Wajar Tanpa Pengecualian. Tidak ada penyimpangan
dari standar akuntansi keuangan. Hal ini lah yang patut dipertanyakan.
Dari informasi yang didapat, sejak tahun 2004 laporan PT KAI diaudit oleh Kantor
Akuntan Publik. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang melibatkan BPK sebagai
auditor perusahaan kereta api tersebut. Hal itu menimbulkan dugaan kalau Kantor Akuntan
Publik yang mengaudit Laporan Keuangan PT KAI melakukan kesalahan.

2.8.1 Penyelesaian Kasus pada PT. KAI


Dari kasus ini, KAI membentuk sebuah badan yang nantinya menjadi forum serta
pengawasan terhadap praktek kerja dari Audit dalam penerepan Good Corporate Governance
pada perusahaan di Indonesia yang dinamakan Komite 13.
Tujuan Pembentukan Komite 13
1. Menjadi forum pembelajaran bagi berbagai kalangan, termasuk Direksi, Komisaris,
Komite Audit, Pejabat Negara (khususnya Kementerian BUMN) maupun Auditor
eksternal didalam memahami proses Good Corporate Governance melalui bedah kasus
nyata
2. Memahami permasalahan secara komprehensif mengenai bagaimana membangun
pengawasan yang efektif dan bagaimana sebaiknya badan pengawas baik Direksi,
Komisaris dan Komite Audit menyikapi permasalahan ini.
3. Mendapatkan gambaran mengenai batasan dan ruang lingkup pelaksanaan peran dan
tanggung jawab Komite Audit, Komisaris, dan Direksi dalam menjalankan fungsi
pengawasan (oversight) atas penyusunan laporan keuangan.
4. Mendapatkan gambaran apakah due process telah berjalan dengan baik, khususnya
yang menyangkut Komite Audit dan hal-hal apa saja yang perlu mendapatkan perhatian
baik dari Direksi, Komisaris, maupun Komite Audit didalam membangun pengawasan
yang efektif.

15
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Keberadaan Komite Audit menjadi sesuatu yang sangat diperlukan dalum penerapan
Good Corporate Governance. Keberadaan Komite Audit pada saat ini telah diterima sebagai
suatu bagian dari tata kelola organisasi perusahaan yang baik (Good Corporate Governance).
Selain itu kehadiran Komite Audit akhir-akhir ini telah mendapat respon yang positif dari
berbagai pihak. Dari peran serta tanggung jawab yang dimiliki Komite Audit dapt dilihat
dengan jelas bahwa keberadaan Komite Audit memang sangat diperlukan terutama sebagai
bentuk pengawasan terhadap aktivitas operasional perusahaan.
Dari kasus PT KAI tersebut juga terlihat bagaimana 13 permasalahan yang terjadi
akibat kurangnya peran yang diberikan kepadu Komite Audit schingga bisa terjadi kasus
penyelewengan laporan keuangan. Sehingga dengan begitu setiap perusahaan di Dunia
khususnya di Indonesia wajib memberikan porsi dan wewenang yang adil terhadap Komite
Audit agar fungsi pengawasan perusahaan bisa di maksimalkan
.
DAFTAR PUSTAKA
1. https://pdfcoffee.com/komite-audit-dan-komite-lainnya-4-pdf-free.html
(diakses pada 05 Oktober 2021)

2. https://befa.id/audit-committee/?lang=id
(diakses pada 8 Oktober 2021)

3. https://muhariefeffendi.wordpress.com/2007/11/07/komunikasi-komite-audit-antara-
harapan-dan-kenyataan/
(diakses pada 8 Oktober 2021)

4. https://www.campuranpedia.com/2018/07/komite-audit.html
(diakses pada 8 Oktober 2021)

5. https://deltadunia.com/id/tentang/tata-kelola-perusahaan/komite-audit/
(diakses pada 8 Oktober 2021)

16

Anda mungkin juga menyukai