Anda di halaman 1dari 24

SISTEM CORPORATE GOVERNANCE

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Corporate Governance


Dosen Pengampu:

Prof. Dr. Kusdi, DEA.

Disusun Oleh:

1. Muhammad Rifyal (185030207111078)


2. Atthoriq Putra P (185030200111019)
3. Andhika Satria (185030207111099)
4. Rifqi A (185030207111099)
KELAS A

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI BISNIS


FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat, rahmat, karunia, kesehatan, kekuatan dan kemudahan dalam penyusunan
makalah dengan judul “Sistem Corporate Governance”

Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas dari untuk memenuhi tugas
mata kuliah Pengantar Corporate Governance dengan dosen pengampu Prof. Dr.
Kusdi, DEA. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah


membagi sebagian pengetahuannya sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari makalah yang ditulis masih kurang sempurna. Sehingga kritik
dan saran yang membangun sangatlah dibutuhkan guna menyempurnakan
makalah ini.

Malang, Maret 2021

Penulis
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Masalah
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Komite Nominasi dan Remunerasi Error! Bookmark not defined.
2.2 Komite Kebijakan Resiko Error! Bookmark not defined.
2.3 Komite Audit Error! Bookmark not defined.
BAB III PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan suatu negara bukan hanya tanggung jawab pemerintah


saja, setiap insan manusia berperan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial
dan peningkatan kualitas hidup masyarakat. Dunia usaha berperan untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi yang sehat dengan mempertimbangan pula
faktor lingkungan hidup. Kini dunia usaha tidak lagi hanya memperhatikan
catatan keuangan perusahaan semata (single bottom line), melainkan sudah
meliputi aspek keuangan, aspek sosial, dan aspek lingkungan biasa
disebut triple bottom line. Sinergi dari tiga elemen ini merupakan kunci dari
konsep pembangunan berkelanjutan.

Seiring dengan pesatnya perkembangan sektor dunia usaha sebagai


akibat liberalisasi ekonomi, berbagai kalangan swasta, organisasi masyarakat,
dan dunia pendidikan berupaya merumuskan dan mempromosikan tanggung
jawab sosial sektor usaha dalam hubungannya dengan masyarakat dan
lingkungan.

Namun saat ini – saat perubahan sedang melanda dunia – kalangan


usaha juga tengah dihimpit oleh berbagai tekanan, mulai dari kepentingan
untuk meningkatkan daya saing, tuntutan untuk menerapkan corporate
governance, kebutuhan good corporate governance timbul berkaitan
dengan principal-agency theory, yaitu untuk menghindari konflik antara
principal dan agentnya. Konflik muncul karena perbedaan kepentingan
tersebut haruslah dikelola sehingga tidak menimbulkan kerugian pada para
pihak.

Korporasi yang dibentuk dan merupakan suatu Entitas tersendiri yang


terpisah merupakan Subyek Hukum, sehingga keberadaan korporasi dan para
pihak yang berkepentingan (stakeholders) tersebut haruslah dilindungi melalui
penerapan GCG. Selain pendekatan model Agency Theory dan Stakeholders
Theory tersebut di atas, kajian permasalahan GCG oleh para akdemisi dan
praktisi juga berdasarkan Stewardship Theory, Management Theory dan
lainnya. Upaya tersebut secara umum dapat disebut sebagai Corporate Social
Responsibility (CSR) atau Corporatecitizenship.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu komite nominasi dan remunerasi?
2. Apa itu komite audit?
3. Apa itu komite kebijakan resiko?
1.3 Tujuan Masalah
1. Mengetahui komite nominasi dan remunerasi
2. Megetahui komite audit
3. Memahami komite kebijakan resiko
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Komite Nominasi dan Remunerasi

Komite Nominasi dan Remunerasi adalah Komite yang dibentuk oleh


Dewan Komisaris dalam rangka mendukung efektifitas pelaksanaan tugas dan
tanggung jawab Dewan Komisaris khususnya terkait dengan
kebijakan Nominasi dan kebijakan remunerasi. Komite Dewan bertugas
membantu dan memberikan rekomendasi kepada Dewan Komisaris. Kode
CG merekomendasikan agar perusahaan membentuk komite untuk
menjalankan fungsi khusus seperti audit, manajemen risiko, dan pemantauan
nominasi dan remunerasi direktur. Menanggapi rekomendasi tersebut, OJK
kini mewajibkan Dewan Komisaris perusahaan publik di Indonesia untuk
membentuk komite audit serta komite nominasi dan remunerasi, yang wajib
melapor kepada Dewan Komisaris

Adapun fungsi komite Nominasi dan remunerasi adalah:

1. Memberikan rekomendasi kepada Dewan Komisaris tentang komposisi


Dewan Komisaris dan Direksi, termasuk kebijakan yang dipersyaratkan
dan kriteria nominasi dewan dan evaluasi kinerja
2. Memberikan rekomendasi kepada Dewan Komisaris tentang program
pelatihan untuk mengembangkan kapasitas Dewan Komisaris dan Direksi
3. Mengusulkan calon mana pun kepada Dewan Komisaris yang mungkin
memenuhi syarat sebagai anggota Dewan Komisaris atau Direksi, untuk
diserahkan kepada RUPS
4. Membuat rekomendasi untuk Dewan Komisaris tentang struktur
remunerasi, kebijakan remunerasi, dan jumlah remuneras.
OJK mewajibkan Komite Nominasi dan Remunerasi memiliki
paling sedikit tiga orang anggota, yang harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
1. Ketua Komite harus merupakan Komisaris Independen
2. Anggota Komite lainnya dapat berupa:
a. Anggota Dewan Komisaris
b. Orang-orang dari luar perusahaan yang tidak memiliki hubungan
afiliasi dengan perusahaan tersebut, dengan anggota Dewan
Komisaris atau Direksi, atau dengan pemegang saham utama
3. Memiliki pengalaman terkait nominasi dan remunerasi
4. Tidak memegang jabatan apa pun di komite lain di perusahaan 3.
Orang yang memegang posisi manajerial dalam sumber daya manusia
di bawah kewenangan Direksi (tidak boleh menjadi mayoritas anggota
komite).

Komite Nominasi dan Remunerasi mendukung suksesi dan pergantian


Direksi dan Dewan Komisaris yang efisien dan mengkaji serta membuat
rekomendasi mengenai remunerasi untuk manajemen senior ANJ dan anak
perusahaannya.

Sebagaimana ditentukan dalam Piagam Komite Nominasi dan


Remunerasi, tugas dan tanggung jawab Komite Nominasi dan Remunerasi
adalah sebagai berikut:
1. Fungsi nominasi:
a. Memberikan rekomendasi kepada Dewan Komisaris terkait dengan
komposisi Direksi dan Dewan Komisaris, kebijakan dan kriteria
nominasi untuk kedua dewan; dan kebijakan tentang tinjauan
kinerja kedua dewan.
b. Membantu Dewan Komisaris dalam melakukan evaluasi kinerja
Direksi dan Dewan Komisaris berdasarkan tolak ukur yang
disetujui.
c. Memberikan rekomendasi kepada Dewan Komisaris terkait
pengembangan kapasitas anggota Direksi dan Dewan Komisaris.
d. Mengusulkan kandidat yang memenuhi syarat untuk Direksi dan
Dewan Komisaris.
e. Mengkaji dan memperbarui rencana suksesi Direksi dan Dewan
Komisaris.
2. Fungsi remunerasi
a. Memberikan rekomendasi kepada Dewan Komisaris terkait
kebijakan, struktur dan jumlah remunerasi Direksi dan Dewan
Komisaris.
b. Membantu Dewan Komisaris mengevaluasi kinerja terhadap
remunerasi untuk setiap anggota Direksi dan Dewan Komisaris.

Remunerasi komisaris adalah salah satu masalah yang lebih diperdebatkan


di bidang tata kelola perusahaan, dan perusahaan disarankan untuk memilih
pendekatan yang hati-hati dan hati-hati terhadap pertanyaan tersebut. Remunerasi
yang berlebihan dianggap sebagai hak istimewa kekuasaan yang tidak bisa
diselewengkan. Oleh karena itu, sangat penting bahwa kompensasi komisaris
harus kompetitif, namun tetap dalam batas yang wajar. Anggota Dewan Komisaris
di Indonesia biasanya menerima honorarium / honorarium (uang jasa) atau gaji
bulanan, yang ditetapkan oleh RUPS. Laporan keuangan tahunan perusahaan
harus mengungkapkan rincian kebijakan remunerasi untuk Dewan Komisaris serta
untuk masing-masing komisaris. Idealnya, rincian seperti gaji tahunan dan
tunjangan lainnya untuk setiap komisaris harus dipublikasikan dalam laporan
keuangan tahunan. Ini juga harus dimasukkan sebagai mata acara eksplisit dalam
mata acara RUPS, untuk memberikan kesempatan kepada pemegang saham untuk
memperdebatkan hal-hal tersebut. Dewan Komisaris harus secara teratur meninjau
remunerasi komisaris. Dewan Komisaris harus meninjau laporan tahunan
perusahaan yang disampaikan oleh Direksi, yang sebagian berkaitan dengan
remunerasi yang diberikan kepada Dewan Komisaris. Bank harus memenuhi
standar tata kelola perusahaan tambahan untuk meninjau tingkat remunerasi
mereka.

a. Hal tersebut paling kurang berkaitan dengan:


b. Tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi
c. Tugas dan tanggung jawab komite remunerasi
d. Penerapan prinsip kehati-hatian dalam pembayaran remunerasi
e. Pengungkapan remunerasi OJK memiliki kewenangan untuk memantau
kebijakan remunerasi Perusahaan. bank, dan dalam kondisi tertentu OJK
berwenang untuk mengkaji besaran remunerasi variabel.

2.2 Komite Kebijakan Risiko

Komite Manajemen Risiko adalah komite yang dibentuk untuk membantu


pelaksanaan tugas dan wewenang Dewan Direksi terkait dengan penerapan
manajemen risiko Perusahaan. Fungsi Komite kebijakan risiko harus membantu
Dewan Komisaris dalam:

1. Menetapkan struktur tata kelola risiko, menetapkan tingkat toleransi risiko,


serta memantau indikator dan hasil risiko utama secara berkala
2. Mengkaji kecukupan dan efektivitas manajemen risiko dan sistem
pengendalian internal.

Komposisi dari komite risiko harus berisi tentang :

1. Anggota komite kebijakan risiko membutuhkan pengalaman di industri tempat


perusahaan aktif. Namun, komite kemungkinan akan mendapat manfaat dari
memiliki anggota dengan bidang keahlian lain seperti manajemen risiko,
keuangan, dan operasi.
2. Komite sebaiknya terdiri dari anggota Dewan Komisaris tetapi perusahaan
dapat menunjuk profesional dari luar perusahaan jika diperlukan.

Tugas dan tanggung jawab Komite Kebijakan Risiko adalah membantu


Dewan Komisaris mengevaluasi sistem manajemen risiko Grup, termasuk sistem
pengendalian internal dan menilai toleransi risiko Perseroan. Selain itu, Komite
ini memberi nasihat kepada Direksi tentang isu manajemen risiko dan kepatuhan
saat ini dan yang potensial. Peran dan tanggung jawab Komite ditetapkan dalam
Piagam Komite Manajemen Risiko. Fungsi Komite Kebijakan Risiko adalah
melakukan pengawasan dan memberikan panduan dan saran kepada Direksi
tentang praktik umum pelaksanaan manajemen risiko secara keseluruhan di
Perseroan dan anak perusahaan.

Komite Kebijakan Tata Kelola Perusahaan adalah Komite yang dibentuk


oleh dan bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris dalam usaha mendukung
pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris dalam mengkaji
kebijakan Tata Kelola Perusahaan. Adapun fungsi dari komite tersebut adalah
membantu Dewan Komisaris dalam mengembangkan kebijakan tata kelola
perusahaan dan memantau dan meninjau efektivitas praktik tata kelola
perusahaan, termasuk yang terkait dengan aspek lingkungan dan sosial.
Komposisi dari komite ini yaitu:

● Anggota komite harus memenuhi standar integritas yang tinggi, mendapatkan


kepercayaan dari semua pemegang saham, dan memiliki pengetahuan tentang
standar hukum dan etika.
● Komite sebaiknya terdiri dari anggota Dewan Komisaris, tetapi perusahaan
dapat menunjuk profesional dari luar perusahaan jika diperlukan.
● Komite tata kelola perusahaan dapat digabungkan dengan komite nominasi
dan remunerasi.

2.3 Komite Audit

Komite Audit memainkan peran penting dalam membantu Dewan


Komisaris melaksanakan tanggung jawab pengawasannya atas manajemen risiko,
pelaporan keuangan, pengendalian, dan tata kelola yang memadai dan efektif.
Emiten, perusahaan publik, dan perusahaan publik di Indonesia harus membentuk
komite audit dan mengembangkan serta mengungkapkan piagam komite audit
yang meliputi:
a. Wewenang, tugas, dan tanggung jawab komite audit
b. Komposisi, struktur, dan persyaratan keanggotaan
c. Prosedur kerja
d. Kebijakan rapat
e. Sistem pelaporan untuk mengungkapkan kegiatan komite
f. Kebijakan penanganan pengaduan / laporan terkait penyimpangan
pelaporan keuangan
g. Masa jabatan anggota komite audit

OJK mengatur tugas dan tanggung jawab komite audit, sebagai berikut:
1. Meninjau informasi terkait keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan
untuk penggunaan publik atau resmi, termasuk laporan keuangan,
proyeksi, dan pernyataan terkait lainnya
2. Pantau kepatuhan perusahaan terhadap hukum dan peraturan yang relevan
yang mengatur aktivitas perusahaan.
3. Memberikan pendapat independen jika ada ketidaksepakatan di antara
keduanya manajemen dan auditor eksternal.
4. Memberikan rekomendasi kepada Dewan Komisaris atas pengangkatan,
penunjukan, dan pemberhentian auditor eksternal, termasuk remunerasi,
persyaratan / ruang lingkup penugasan, dan independensi auditor
eksternal.
5. Meninjau pelaksanaan audit oleh auditor internal dan memantau
Tanggapan Direksi atas temuan audit internal.
6. Mengevaluasi penerapan sistem manajemen risiko oleh Direksi jika tidak
ada fungsi risiko terpisah di bawah Dewan Komisaris.
7. Mengevaluasi pengaduan tentang akuntansi dan keuangan perusahaan
proses pelaporan.
8. Mengevaluasi dan memberikan rekomendasi kepada Dewan Komisaris
tentang penanganannya potensi konflik kepentingan.
9. Menjaga kerahasiaan dokumen, data, dan perusahaan
OJK mewajibkan komite audit perusahaan publik dan emiten paling
sedikit terdiri dari tiga anggota, termasuk komisaris independen dan yang
ditunjuk dari sumber eksternal, serta diketuai oleh komisaris independen.
Dewan Komisaris mengangkat dan memberhentikan semua anggota komite
audit. Selain itu, anggota komite audit emiten atau perusahaan publik harus
memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Memiliki integritas yang tinggi, memiliki keterampilan, pengetahuan, dan
pengalaman yang relevan, serta mampu berkomunikasi dengan baik
2. Melek finansial, memahami bisnis perusahaan, proses audit, manajemen
risiko, dan ketentuan regulasi yang mengatur pasar modal
3. Memenuhi kode etik perusahaan
4. Bersedia meningkatkan kompetensinya secara terus menerus melalui
pendidikan dan pelatihan
5. Minimal satu anggota harus memiliki latar belakang pendidikan atau
pengalaman di bidang akuntansi dan keuangan
6. Tidak menjadi orang dalam di firma akuntan publik, firma hukum, kantor
penilai publik, atau pihak lain yang telah memberikan asuransi dan non-
asuransi, penilaian, atau layanan konsultasi lainnya kepada perusahaan
dalam enam bulan terakhir
7. Tidak memiliki wewenang atau tanggung jawab untuk merencanakan,
memimpin, mengendalikan, atau mengawasi kegiatan perusahaan, kecuali
dalam kapasitasnya sebagai komisaris independen, dalam enam bulan
terakhir
8. Tidak memiliki kepemilikan saham baik langsung maupun tidak langsung
di perusahaan
9. Jika ada anggota komite audit yang memperoleh saham perusahaan, baik
secara langsung atau tidak langsung karena suatu peristiwa hukum, saham
tersebut akan dipindahkan ke pihak lain selambat-lambatnya enam bulan
setelahnya acara seperti itu
10. Tidak memiliki hubungan afiliasi dengan anggota Dewan Komisaris dan
Direksi dan pemegang saham mayoritas
11. Tidak memiliki hubungan bisnis langsung atau tidak langsung yang
terkait kegiatan bisnis perusahaan
Sebagaimana ditentukan dalam Piagam Komite Audit, tugas dan
tanggung jawab Komite Audit adalah sebagai berikut:

1) Komite Audit bertugas memberikan pendapat kepada Dewan Komisaris


mengenai laporan atau hal-hal yang disampaikan oleh Direksi,
mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian Komisaris dan
melaksanakan tugas-tugas lain terkait dengan tugas Dewan Komisaris,
termasuk:

a. Memastikan bahwa ada prosedur peninjauan yang memuaskan atas


informasi yang disampaikan/dikeluarkan oleh Perseroan kepada
publik, Pemegang Saham dan/atau otoritas,   termasuk laporan
keuangan triwulanan, proyeksi dan laporan lain yang terkait dengan
informasi keuangan Perseroan.

b. Menilai perencanaan, pelaksanaan dan hasil audit yang dilakukan oleh


auditor internal dan eksternal untuk memastikan bahwa prosedur audit
dan pelaporan dilakukan sesuai   dengan standar audit yang berlaku.

c. Meninjau kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang terkait


dengan kegiatan Perseroan.

d. Memberikan pendapat independen dalam hal terjadi perbedaan


pendapat antara manajemen dan auditor eksternal sehubungan dengan
layanan yang diberikan oleh auditor   eksternal.
e. Memberikan rekomendasi kepada Dewan Komisaris mengenai
penunjukan auditor eksternal berdasarkan independensi mereka, ruang
lingkup penugasan dan biaya layanan.

f. Meninjau pengaduan yang berkaitan dengan proses akuntansi dan


pelaporan keuangan Perseroan.

g. Mengkaji dan memberikan saran kepada Dewan Komisaris mengenai


potensi kepentingan Perseroan.

h. Memberikan rekomendasi tentang penguatan sistem pengawasan


internal Perseroan dan implementasinya.

i. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Dewan Komisaris


sepanjang hal itu berada dalam ruang lingkup tugas dan kewajiban
Dewan Komisaris.

Komite Audit menerima dan mengkaji rencana kerja tahunan Unit


Audit Internal (IAU) dan realisasinya, serta memberikan masukan kepada
Dewan Komisaris. Komite Audit melakukan tinjauan triwulanan atas
pelaksanaan Audit Internal dan mengawasi pelaksanaan kegiatan tindak
lanjut oleh Direksi atas temuan auditor internal. Komite Audit menerima
dan mengkaji laporan berkala dari Komite Manajemen Risiko tentang hal-
hal yang merupakan risiko bagi Perseroan dan tindak lanjut yang diambil
untuk memitigasi risiko tersebut. Komite Audit harus menjaga kerahasiaan
dokumen, data dan informasi mengenai Perseroan selamanya.

Di Indonesia, peran dan tugas Komite Nominasi dan Remunerasi


menurut GCG KNKG adalah membantu Dekom dalam penetapan kriteria
pemilihan calon anggota Dekom dan Direksi beserta sistem
remunerasinya, membantu Dekom mempersiapkan calon anggota Dekom
dan Direksi serta mengusulkan besaran remunerasinya. Secara terpisah,
tugas Komite Nominasi adalah mengidentifikasi, mengevaluasi, dan
menominasikan direktur baru pada dewan, dan juga memfasilitasi
pemilihan direksi baru oleh pemegang saham. Sementara Komite
Remunerasi bertugas menentukan besaran kompensasi atau gaji atau bonus
bagi direksi dan komisaris. Komite Nominasi dan Remunerasi
beranggotakan direktur independen agar dapat bekerja secara efektif dan
objektif. Komite tersebut harus mempekerjakan penasihat (advisor) dari
pihak eksternal perusahaan yang langsung melapor pada Komite
Kompensasi.

Sementara itu, peraturan terkait penerapan Good Corporate


Governance juga menyarankan pembentukan Komite Audit oleh Dekom.
Komite Audit merupakan salah satu komite penunjang Dekom yang
dibentuk untuk membantu proses pengawasan terutama terkait dengan
pengendalian internal, manajemen risiko, pelaporan keuangan, dan
aktivitas audit. Keduanya memiliki keterkaitan dalam hal pengawasan
perusahaan untuk keberlangsungan kerja perusahaan. Dalam piagam
komite keduanya, ketua komite harus bersifat independen atau tidak
bekerja dan memiliki wewenang/tanggung jawab untuk merencanakan,
memimpin, mengendalikan atau mengawasi kegiatan Bank dalam waktu
enam bulan terakhir. Mereka juga harus tidak memiliki saham secara
langsung maupun tidak langsung pada bank, tidak memiliki hubungan
afiliasi dengan Bank, anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi atau
Pemegang Saham Utama Bank, serta tidak mempunyai hubungan usaha
baik langsung maupun tidak langsung yang berkaitan dengan kegiatan
usaha Bank.
 2.4 Instrumen pada Komite untuk Implementasi CG yang Baik

Implementasi CG yang baik membutuhkan Kode CG perusahaan sebagai


sumber daya/instrumen yang penting dalam ekonomi yang tradisional atau
modern. Struktur tata kelola perusahaan milik Indonesia telah dikembangkan
melalui beberapa tahap yang bersifat komprehensif, tetapi tidak terlalu mengikat.

Badan khusus yang mengembangkan kode tata kelola perusahaan di


Indonesia adalah Komite Nasional Tata Kelola Perusahaan. Dikarenakan
kekhawatiran apabila sektor publik juga harus menerapkan prinsip-prinsip tata
kelola tersebut, Pemerintah Indonesia kemudian mengganti Komite Nasional Tata
Kelola Perusahaan menjadi Komite Nasional Tata Kelola, yang terdiri atas komite
publik dan komite perusahaan.

Kode CG Indonesia telah direvisi beberapa kali, terutama pada tahun


2006. Seperti yang telah dijelaskan, sifatnya tidak terlalu mengikat, tetapi
bertujuan sebagai model berbasis etika yang memberikan referensi atas bagaimana
implementasi CG yang baik. Kode tata kelola perusahaan menjelaskan langkah-
langkah yang dapat diimplementasikan oleh perusahaan untuk menciptakan
checks and balances dalam manajemen juga tata kelola mereka, untuk
menguatkan transparansi dan akuntabilitas, dan juga untuk menyebarluaskan
tanggung jawab sosial perusahaan untuk sustainability mereka. Kode tata kelola
perusahaan merupakan instrumen yang menetapkan standar-standar dan arahan
kepada perusahaan untuk implementasi tata kelola perusahaan dalam rangka:
● Meraih perkembangan yang sustainable melalui sistem manajemen
berbasis transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab, independensi,
dan juga keadilan
● Menguatkan fungsi-fungsi dan independensi dari setiap organ
perusahaan, seperti BoC, BoD, dan GMS
● Mendorong para pemegang saham, anggota BoC, dan anggota BoD
untuk membuat keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan
yang mematuhi peraturan juga hukum
● Menstimulasi pengetahuan perusahaan tentang tanggung jawab
sosial, khususnya dalam sektor lingkungan yang sering
dikhawatirkan oleh masyarakat
● Memperhitungkan ekspektasi dan ketertarikan pemegang saham
● Mengembangkan persaingan nasional/internasional dalam rangka
untuk meningkatkan kondisi pasar yang dimana akan mendorong
arus investasi dan juga perkembangan ekonomi nasional secara
sustainable.

Kode CG berlaku bagi semua jenis perusahaan di Indonesia, termasuk


jenis syariah. Akan tetapi, beberapa perusahaan yang mempunyai pengaruh besar
dalam lingkungan mereka perusahaan publik, BUMN, BUMD, perusahaan yang
mengelola dan meningkatkan keuangan publik, perusahaan yang menciptakan
produk atau servis untuk masyarakat diharapkan untuk mengimplementasi kode
tata kelola perusahaan secara dalam dan teliti. Badan hukum dan peraturan
diharuskan untuk menggunakan Kode CG untuk mengembangkan hukum-hukum
dan regulasi yang berlaku.

Kode CG memberikan standar minimum untuk implementasi dari tata


kelola perusahaan yang baik, yang dimana perusahaan dapat beradaptasi
tergantung karakteristik mereka. Komite Nasional Tata Kelola juga mengeluarkan
isu-isu spesifik dan kode tata kelola yang lebih detail bagi beberapa
sektor/industri khusus.

Perusahaan Indonesia haruslah terdorong untuk mengembangkan tata


kelola perusahaan mereka sendiri dengan menggunakan Kode CG sebagai
referensi mereka, dan harus mengandung beberapa hal seperti:
● Prosedur dalam mengadakan pertemuan/rapat, dan sistem voting
dalam RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham)
● Prosedur dalam proses nominasi, pemilihan, dan penurunan
komite-komite juga direktur-direktur
● Prosedur untuk pertemuan dewan-dewan
● Prosedur yang mengelola hubungan dan koordinasi di antara BoC
dan BoD
● Prosedur untuk mengevaluasi kinerja BoC dan BoD

Pada tahun 2014, OJK mengeluarkan reformasi penting dalam pemetaan


Tata Kelola Perusahaan Indonesia yang dirancang untuk meningkatkan standar
tata kelola perusahaan Indonesia, mengembangkan perlindungan investor, dan
menguatkan lingkungan dalam bisnis. Langkah ini searah dengan persiapan
Indonesia sebagai anggota dari ASEAN untuk mempersiapkan ASEAN Economic
Community.

Sebagai bagian dari pemetaan, OJK juga mengeluarkan regulasi No.


21/POJK.04/2015 dan surat edaran No. 32/SEOJK.04/2015 dalam Implementasi
dari Tata Kelola Perusahaan untuk Perusahaan Publik yang disebut OJK CG
Guidelines.

Berikut adalah beberapa kunci utama dalam OJK CG Guidelines yang


berlaku untuk Issuers (Penerbit efek/saham) dan Perusahaan Publik:
1. Perlindungan Hak Pemegang Saham
a. Perusahaan diharuskan untuk membentuk prosedur teknis
voting untuk voting yang bersifat terbuka atau tertutup yang
melindungi otonomi pemegang saham
b. Seluruh anggota BoC dan BoD diharuskan untuk hadir
dalam RUPS tahunan dan menjawab seluruh pertanyaan
dari pemegang saham
c. Perusahaan diharuskan untuk mempublikasikan MoM
(Minutes of Meeting) dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa
Inggris maksimal 2 hari setelah RUPS. MoM ini harus
berlaku minimal 1 tahun.
2. Fungsi dari BoC dan BoD

a. Ukuran dan Komposisi dari BoC dan BoD


Perusahaan diharuskan untuk menyatakan kompleksitas
dari aktivitas bisnis mereka dan tujuan perusahaan dalam
menentukan ukuran dari BoC dan BoD, yang dimana
diharuskan cukup untuk memenuhi aktivitas perusahaan
tetapi tidak terlalu besar sehingga tidak mengganggu proses
decision-making. Pernyataan ini juga harus menunjukkan
jika perusahaan mempertanggungjawabkan lingkup
pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman yang dimana
hal ini dibutuhkan untuk fungsi BoC dan BoD yang efektif.
Khususnya, perusahaan harus memastikan apabila direktur
yang bertanggung jawab atas akunting dan juga keuangan
perusahaan memiliki pengetahuan dan keterampilan di
sektor tersebut.
b. Kebijakan Penilaian Diri
Perusahaan diharuskan untuk mengimplementasi Kebijakan
Penilaian Diri yang membutuhkan anggota BoC dan BoD
untuk mengevaluasi kinerja kolektif mereka, dan
menguatkan akuntabilitas serta transparansi melalui
kebijakan ini. Perusahaan harus menyatakan kebijakan ini
dalam Laporan Tahunan mereka.
c. Kejahatan Finansial
BoC dan BoD diharuskan untuk mengimplementasi
kebijakan yang membutuhkan anggotanya untuk
mengundurkan diri apabila terlibat dalam suatu kejahatan
finansial.
d. Suksesi
BoC atau komite nominasi dan remunerasi diharuskan
untuk membentuk kebijakan yang jelas dalam suksesi
anggota BoD dan manajer lainnya untuk mendukung long-
term business sustainability.
3. Komunikasi dan Partisipasi Stakeholder
a. Komunikasi
Perusahaan diharuskan untuk mengembangkan kebijakan
dalam memastikan komunikasi yang bersifat kuat, dua arah,
dan teratur dengan pihak pemegang saham, investor, dan
mempublikasikan kebijakan ini dalam situs web mereka.
b. Insider Trading
Perusahaan diharuskan untuk membentuk kebijakan yang
komprehensif untuk menghindari insider trading
(penyalahgunaan informasi sensitif perusahaan yang
bersifat rahasia ke publik). Kebijakan ini harus menjelaskan
insider trading secara detail, menjabarkan tugas-tugas dari
anggota BoC dan BoD, dan membuat protokol dalam
melaporkan penyalahgunaan.
c. Anti Korupsi dan Anti Penipuan
Perusahaan diwajibkan untuk mengimplementasikan
kebijakan dalam anti korupsi dan anti penipuan, dan
strategi-strategi khusus untuk menghindari masalah ini.
d. Supply Chains
Perusahaan diharuskan untuk mengimplementasi prosedur
dalam pemilihan pemasok, identifikasi mereka, dan kriteria
seleksi juga transparansi di mekanisme pengadaan
pemasok, backup plan jika kehilangan pemasok penting,
dan perlindungan hak-hak pemasok.
e. Whistleblowing
Perusahaan diwajibkan untuk mengembangkan kebijakan
whistleblowing yang menetapkan mekanisme pelaporan,
mendefinisikan pelanggaran, membentuk perlindungan
whistleblower dan jaminan kerahasiaan, juga mengelola
komplain-komplain yang ada.

4. Pernyataan Informasi
a. Perusahaan diharuskan untuk menggunakan berbagai
teknologi informasi yang tersedia, tidak hanya situs web,
untuk memastikan transparansi mereka.
b. Perusahaan diharuskan untuk menyatakan keuntungan
seluruh pemegang saham yang memiliki saham diatas 5
persen, dan juga keuntungan bagi pemegang saham terbesar
di perusahaan tersebut.

Apabila perusahaan mengikuti seluruh aspek dalam OJK CG Guidelines,


maka mereka juga harus memberikan pernyataan di dalam laporan tahunan
mereka, khususnya dalam Peraturan No.21/PJOK.04/2015 dan Surat Edaran
No.32/SEOJK.04/2015. Biasanya, perusahaan menyertakan dokumen tata kelola
perusahaan dalam pernyataan lain di laporan tahunan mereka (dan biasanya juga
di situs web mereka), seringkali menggunakan tabel-tabel yang menjelaskan
setiap prinsip-prinsip CG juga rekomendasi tiap subjek, hal ini menyatakan
apabila perusahaan telah mengikuti OJK CG Guidelines selama tahun tersebut.

Ketika perusahaan sedang dalam kondisi dimana mereka tidak dapat


mengikuti OJK CG Guidelines tersebut, dibutuhkan penjelasan kepada OJK untuk
kondisi mereka dan membentuk strategi alternatif untuk mengikuti guidelines
mereka. Secara ideal, penjelasan-penjelas ini haruslah:
● Menjelaskan mengapa perusahaan tidak mengikuti
rekomendasi/guidelines dari OJK. Penjelasan harus bersifat
meyakinkan, berhubungan dengan perusahaan, dan memberikan
konteks atas mengapa perusahaan tidak mengikuti rekomendasi
tersebut.
● Menjelaskan tindakan-tindakan mitigasi untuk mengatasi risiko
yang ada dalam keputusan perusahaan tidak mengikuti
rekomendasi dari OJK.
● Jangka waktu untuk tidak mengikuti rekomendasi dari OJK harus
memiliki rentang waktu yang pasti dan jelas, dan perusahaan wajib
menjelaskan alasan atas rentang waktu tersebut.
● Menjelaskan secara rinci atas bagaimana langkah-langkah
perusahaan dalam memenuhi tujuan dari OJK CG Guidelines yang
dimana perusahaan tidak dapat mengimplementasikan secara
penuh, jika tidak, akan berkontribusi kepada tujuan dari GCG.
● Perusahaan harus spesifik dalam memberikan alasan mereka,
hindari pernyataan yang rancu, terlalu umum, atau formulatik dan
sama tiap tahunnya. Penjelasan harus bersifat jelas, akurat,
komprehensif, dan berartikulasi.

BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Dengan fenomena liberisasi dan modernisasi industri yang terjadi.


Perusahaan dituntut untuk mementingkan GCG mereka karena hal ini akan
berpengaruh terhadap lingkungan sosial dan lingkungan industri mereka. Sistem
tata kelola perusahaan yang baik harus memiliki beberapa jenis komite yang
memiliki fungsi dalam audit, nominasi, remunerasi, tata kelola, risiko, dan audit
internal. Tentu saja GMS, BoC, dan BoD wajib ada di sistem internal perusahaan.
Badan-badan tersebut harus memiliki struktur yang sesuai dengan fungsi mereka
dan juga sumber daya yang efektif. Dengan mengikuti kode CG khususnya OJK
CG Guidelines, perusahaan dipastikan akan meraih tujuan mereka dalam memiliki
GCG yang sustainable.
DAFTAR PUSTAKA
http://crmsindonesia.org/www2/knowledge/crms-articles/komite-nominasi-dan-
remunerasi-di-perusahaan-indonesia-untuk-pelaksanaan

https://anj-group.com/id/commissioners-commitees-1

Indonesia Corporate Governance Manual Second edition, OJK 2018

Anda mungkin juga menyukai