Anda di halaman 1dari 28

TATA KELOLA DAN SISTEM PENGENDALIAN

INTERNAL

TUGAS GOOD CORPORATE GOVERNANCE

DISUSUN OLEH:

Siti Halimah
4121711015

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI BISNIS TERAPAN


JURUSAN MANAJEMEN BISNIS
POLITEKNIK NEGERI BATAM
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini
bisa selesai pada waktunya.

Makalah ini dibuat oleh penulis sebagai pemenuhan tugas matakuliah Tata Kelola dan
Sistem Pengendalian Internal, dengan materi Corporate Governance. Bersama dengan
kata pengantar ini, penulis ingin berterimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu penulis dalam penyelesaian makalah ini.

Pertama-tama penulis ingin mengucapkan puji syukur terhadap kehadirat Allah SWT,
karena tanpa seizin-Nya penulis tidak akan dapat menyelesaikan makalah ini, penulis
ingin mengucapkan terimakasih kepada orang tua penulis yang telah mendukung penulis
baik secara materil maupun moril, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Ibu
dosen matakuliah Tata Kelola dan Sistem Pengendalian Internal .

Penulis sangat mengaharapkan kritik serta saran yang membangun sehingga secara
bertahap penulis dapat memperbaikinya.

Penulis juga berharap kiranya makalah ini dapat memberikan manfaat dan dapat menjadi
bahan pembelajaran bagi penulis dan pembaca, sekaligus koreksi untuk pembahasan
berikutnya.

Batam, 17 November 2019

Penulis,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Pedoman Corporate Governance di Indonesia ............................ 1
1.1.1. Metode Penerapan Good Corporate Governance di Asia .......... 1
1.1.2. Ruang Lingkup Pedoman CG ............................................ 2
1.1.3. Komposisi dan Persyaratan Komisaris Independen .......... 2
1.1.4. Komposisi/Jumlah Direksi ................................................ 2
1.1.5. Komite yang Dibentuk Komisaris ..................................... 3
1.1.6. Fungsi Internal Audit ......................................................... 3
1.1.7. Etika Bisnis dan Pedoman Perilaku .................................. 3
1.1.8. Remunerasi Direksi dan Dewan Komisaris ...................... 4
1.2. Pedoman Corporate Governance di Eropa .................................. 5
1.2.1. Metode Penerapan Good Corporate Governance di Eropa ........ 5
1.2.2. Ruang Lingkup Pedoman CG ............................................ 6
1.2.3. Komposisi dan Persyaratan Komisaris Independen .......... 7
1.2.4. Komposisi/Jumlah Direksi ................................................ 7
1.2.5. Komite yang Dibentuk Komisaris ..................................... 7
1.2.6. Fungsi Internal Audit ......................................................... 7
1.2.7. Etika Bisnis dan Pedoman Perilaku .................................. 8
1.2.8. Remunerasi Direksi dan Dewan Komisaris ...................... 8
1.3. Pedoman Corporate Governance di Amerika .............................. 9
1.3.1. Pedoman Corporate Governance di Amerika .................... 9
1.3.2. Ruang Lingkup Pedoman CG ............................................ 10
1.3.3. Komposisi dan Persyaratan Komisaris Independen .......... 11
1.3.4. Komposisi/Jumlah Direksi ................................................ 11
1.3.5. Komite yang Dibentuk Komisaris ..................................... 11
ii
1.3.6. Fungsi Internal Audit ......................................................... 11
1.3.7. Etika Bisnis dan Pedoman Perilaku .................................. 12
1.3.8. Remunerasi Direksi dan Dewan Komisaris ...................... 12
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Perusahaan yang Mengalami Permasalahan CGC di Asia ......... 14
2.2. Perusahaan yang Mengalami Permasalahan CGC di Eropa ....... 17
2.3. Perusahaan yang Mengalami Permasalahan CGC di Amerika .. 18
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan ................................................................................. 20
3.2. Saran ............................................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 22
LAMPIRAN ......................................................................................... 23

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1. 1 Pedoman Corporate Governance di Indonesia


1.1.1. Metode Penerapan Pedoman Good Corporate Governance di Asia
(Indonesia)

Pada tahun 1998, Grup Penasihat Sektor Bisnis (Business Sector Advisory
Group/BSAG) telah memberi rekomendasi kepala OECD mengenai standar inti
dari pengelolaan perusahaan yaitu: transparency (transparency), akuntabilitas
(accountability), kewajaran (fairness), responsibilitas (responsibility).

Kepercayaan investor dan efisiensi pasar sangat tergantung dari


pengungkapan kinerja perusahaan secara akurat dan tepat waktu. Agar informasi
tersebut bernilai di pasar modal global, informasi yang disajikan harus jelas,
konsisten, dan dapat, diperbandingkan serta menggunakan standar akuntansi yang
diterima diseluruh dunia, atau dengan kata lain setiap perusahaan harus
menerapkan prinsip transparansi. Salah satu solusi yang tepat untuk menyelesaikan
masalah antara direksi dan pemegang saham adalah dengan menerapkan prinsip
akuntavbilitas. Untuk mencapai tujuan perusahaan, selain dengan menerapkan
prinsip transparansi dan akuntabilitas, juga harus memperhatikan hak-hak
pemegang saham dengan menerpkan prinsip fairness. Para pengelola perusahaan
harus mempunyai tanggung jawab untuk mematuhi hukum dan perundang-
undangan yang berlaku termasuk ketentuan yang mengatur lingkungan hidup,
perlindungan konsumen, perpajakan, ketenagakerjaan, larangan monopoli dan
praktik persaingan yang tidak sehat, kesehatan dan keselamatan kerja, dan
peraturan lainnya yang mengatur kehidupan perusahaan dalam menjalankan
aktivitas usaha yang kita kenal sebagai responsibility.

Pedoman tersebut berlaku bagi semua perusahaan yang didirikan berdasarkan


peraturan perundang-undangan Republik Indonesia.

1
1.1.2. Ruang lingkup pedoman CG

Pedoman umum Good Corporate Governance di Indonesia memuat prinsip dasar


dan pedoman pokok pelaksanaan Good Corporate Governance yang merupakan
standar minimal yang mencakup:

a. Peran negara, dunia usaha dan masyarakat dalam menciptakan situasi


kondusif untuk melaksanakan Good Corporate Governance
b. Asas-asas Good Corporate Governance yang meliputi transparansi,
akuntabilitas, responsibilitas, independensi, kewajaran dan kesetaraan
c. Etika Bisnis dan Pedoman Perilaku
d. Rapat Umum Pemegang Saham
e. Komposisi, persyaratan, pengangkatan/pemberhentian, tugas dan fungsi,
komite penunjang dan pertanggungjawaban Dewan Komisaris
f. Komposisi, persyaratan, pengangkatan/pemberhentian, tugas dan fungsi, dan
pertanggungjawaban Direksi
g. Hak dan tanggungjawab Pemegang Saham
h. Pemangku kepentingan yang meliputi karyawan, mitra bisnis dan masyarakat
serta pengguna produk atau jasa perusahaan
i. Pernyataan tentang penerapan Pedoman Good Corporate Governance
j. Pedoman Praktis Penerapan Good Corporate Governance

1.1.3. Komposisi dan persyaratan Komisaris Independen

Berdasarkan Pedoman Good Corporate Governance, komposisi atau jumlah


Komisaris Independen tidak ditentukan dalam jumlah tertentu namun demikian
jumlah atau komposisi komisaris independen harus dapat menjamin agar
mekanisme pengawasan berjalan secara efektif dan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

1.1.4. Komposisi/Jumlah Direksi

Dalam Pedoman Good Corporate Governance tidak dinyatakan secara kuantitasi


jumlah atau komposisi dari direksi, namun demikian jumlah anggota direksi harus

2
disesuaikan dengan kompleksitas perusahaan dengan tetap memperhatikan
efektifitas dalam pengambilan keputusan.

1.1.5. Komite yang dibentuk Komisaris

Dalam melaksanakan tugas pengawasannya, dewan komisaris dapat membentuk


komite yang akan membantu tugas-tugas dewan komisaris.

1.1.6. Fungsi Internal Audit

Sebagaimana dijelaskan diatas, Pedoman Good Corporate Governance


mensyaratkan perlunya pengendalian internal dalam rangka menjaga kekayaan dan
kinerja perusahaan serta memenuhi peraturan perundang-undangan. Bagi
perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, perusahaan negara, perusahaan
daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana masyarakat, perusahaan
yang produk atau jasanya digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang
mempunyai dampak luas terhadap kelestarian lingkungan, harus memiliki satuan
kerja pengawasan internal. Satuan kerja atau fungsi pengawasan internal bertugas
membantu Direksi dalam memastikan pencapaian tujuan dan kelangsungan usaha
dengan:

a. Melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program perusahaan


b. Memberikan saran dalam upaya memperbaiki efektifitas proses pengendalian
risiko
c. Melakukan evaluasi kepatuhan perusahaan terhadap peraturan perusahaan,
pelaksanaan GCG dan perundang-undangan
d. Memfasilitasi kelancaran pelaksanaan audit oleh auditor eksternal

1.1.7. Etika Bisnis dan Pedoman Perilaku

Prinsip-prinsip dasar yang harus dimiliki oleh perusahaan adalah:

3
a. Memiliki nilai-nilai perusahaan yang menggambarkan sikap moral
perusahaan dalam pelaksanaan usahanya
b. Untuk dapat merealisasikan sikap moral dalam pelaksanaan usahanya,
perusahaan harus memiliki rumusan etika bisnis yang disepakati oleh organ
perusahaan dan semua karyawan. Pelaksanaan etika bisnis yang
berkesinambungan akan membentuk budaya perusahaan yang merupakan
manifestasi dari nilai-nilai perusahaan
c. Nilai-nilai dan rumusan etika bisnis perusahaan perlu dituangkan dan
dijabarkan lebih lanjut dalam pedoman perilaku agar dapat dipahami dan
diterapkan

1.1.8. Remunerasi Direksi dan Dewan Komisaris

Pedoman Umum Good Corporate Governance tidak mengatur keterbukaan


informasi mengenai remunerasi bagi dewan komisaris dan direksi. Namun bagi
Emiten dan Perusahaan Publik, Bapepam-LK mewajibkan pengungkapan dalam
laporan tahunan mengenai prosedur penetapan dan besarnya remunerasi anggota
dewan komisaris dan direksi. Kewajiban ini diatur dalam peraturan Bapepam-LK
No.X.K.6 tahun 2006 tentang Kewajiban Penyampaian laporan tahunan bagi
Emiten dan Perusahaan Publik.

Corporate Governance di Indonesia menganut sistem Kepengurusan


Perseroan Terbatas. Di Indonesia menganut sistem dua badan (two-tier system)
yaitu Dewan Komisaris dan Direksi yang mempunyai wewenang dan tanggung
jawab yang jelas sesuai dengan fungsinya masing-masing sebagaimana
diamanahkan dalam anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan (fiduciary
responsibility) tanggung jawab untuk memelihara kesinambungan usaha Komisaris
dan Direksi harus memiliki kesamaan persepsi terhadap visi, misi, dan nilai-nilai
perusahaan.

4
1.2. Pedoman Corporate Governance di Eropa
1.2.1. Metode Penerapan Pedoman Good Corporate Governance di Eropa

Mempertimbangkan kekhususan sistem tata kelola perusahaan nasional dan


kepekaan terhadap legislasi terpusat, Partai Kerja mengusulkan seperangkat
Pedoman untuk operasi dan kontrol korporasi di Uni Eropa. Pedoman ini harus
berfungsi sebagai kerangka kerja minimum untuk perusahaan standar tata kelola di
UE. Disarankan bahwa semua perusahaan yang terdaftar harus mematuhi Pedoman
ini.

Tata kelola perusahaan harus fokus pada mempertahankan dan


mengembangkan hubungan yang efektif antara pemain kunci dalam perusahaan
(pemegang saham, dewan direksi) anggota, dan manajemen eksekutif senior) dan
pemangku kepentingan utama. Untuk mencapai ekonomi berkinerja tinggi dan
masyarakat yang tidak memihak, perusahaan harus mendasarkan hubungan ini
pada tiga elemen penting: efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas. Praktik tata
kelola perusahaan ditentukan oleh undang-undang, daftar peraturan, dan keputusan
dewan.

Menurut ecoDa, tata kelola yang baik didasarkan pada sejumlah prinsip
yaitu:

 Pelimpahan wewenang
Perusahaan Eropa harus menghasilkan jadwal masalah yang dicadangkan dan
jadwal wewenang untuk manajemen eksekutif
 Pengambilan keputusan profesional oleh tim yang efektif
Dewan Eropa dianggap sebagai badan pengambil keputusan utama dan
karenanya harus fokus pada peningkatan efektivitas dan efisiensi dewan
 Akuntabilitas dan transparansi
Perusahaan-perusahaan Eropa sering secara sukarela mengungkapkan lebih
banyak informasi daripada yang disyaratkan oleh hukum sebagai cara untuk
mendapatkan kepercayaan dan komitmen investor pemangku kepentingan
eksternal.
 Konflik kepentingan

5
Direktur di perusahaan-perusahaan Eropa sadar bahwa direktur dilarang
mengarahkan kegiatan perusahaan yang mendukung diri mereka sendiri atau
pemegang saham tertentu.
 Menyelaraskan insentif
ecoDa merekomendasikan Perusahaan Eropa menyelaraskan insentif dengan
cara konsisten dengan kepentingan jangka panjang perusahaan.

1.2.2. Ruang lingkup pedoman CG

Pedoman umum Good Corporate Governance di Eropa memuat standar minimal


yang mencakup:

a. Peran negara, mengusulkan seperangkat Pedoman untuk operasi dan kontrol


korporasi di Uni Eropa
b. Konteks Eropa, Instruksi Komisi Eropa 2006/46 / EC mengharuskan semua
perusahaan yang terdaftar untuk menghasilkan pernyataan tata kelola
perusahaan dalam laporan tahunan mereka kepada pemegang saham.
c. Perusahaan, di dalam publik Eropa, swasta, dan nirlaba, ada berbagai macam
bentuk hukum organisasi. Setiap sektor menghadapi tata kelola yang berbeda
tantangan, dan kode khusus telah dikembangkan untuk mengidentifikasi
prinsip praktik terbaik untuk masing-masing sektor.
d. Pemilik, perbedaan signifikan ada dalam kepemilikan pola investor dan
praktik keterlibatan di antara pemegang saham di Eropa dalam bidang
berbagi konsentrasi, berbagi pola kepemilikan, mekanisme peningkatan
control (situasi di mana pemegang saham meningkatkan kendali mereka atas
sebuah perusahaan tanpa meningkatkan kepemilikan proporsional mereka di
kepemilikan saham), dan tingkat aktivitas pemegang saham.
e. karakteristik kesatuan, anda akan menemukan beragam struktur dewan,
komposisi, dan praktik di antara Perusahaan Eropa. Dalam beberapa tahun
terakhir, keragaman dewan telah menjadi masalah tata kelola perusahaan
yang penting,

6
1.2.3. Komposisi dan persyaratan Komisaris Independen

Berdasarkan Pedoman Good Corporate Governance, komposisi atau jumlah


Komisaris Independen tidak ditentukan dalam jumlah tertentu namun demikian
jumlah atau komposisi komisaris independen harus dapat menjamin agar
mekanisme pengawasan berjalan secara efektif dan sesuai dengan peraturan yang
berlaku di Eropa.

1.2.4. Komposisi/jumlah Direksi

Dalam Pedoman Good Corporate Governance tidak dinyatakan secara kuantitasi


jumlah atau komposisi dari direksi, namun demikian jumlah anggota direksi harus
disesuaikan dengan kompleksitas perusahaan dengan tetap memperhatikan
efektifitas dalam pengambilan keputusan.

1.2.5. Komite yang dibentuk Komisaris

Dalam melaksanakan tugas pengawasannya, dewan komisaris dapat membentuk


komite yang akan membantu tugas-tugas dewan komisaris.

1.2.6. Fungsi Internal Audit

Sebagaimana dijelaskan diatas, Pedoman Good Corporate Governance


mensyaratkan perlunya pengendalian internal dalam rangka menjaga kekayaan dan
kinerja perusahaan. Berikut fungsi dari internal audit

a. Mengevaluasi kebutuhan untuk membangun audit internal berfungsi ketika


fungsi tersebut tidak ada
b. Menilai dan menyetujui piagam audit internal
c. Pastikan jalur komunikasi yang efektif antara Kepala Eksekutif Audit dan
Dewan
d. Mengevaluasi rencana audit internal
e. Menilai staf dari fungsi audit internal

7
f. Dapatkan jaminan mengenai kualitas internal fungsi audit
g. Mengawasi hubungan antara fungsi audit internal dan Risiko terpusat
organisasi
h. Koordinasi fungsi audit internal dengan pekerjaan audit eksternal
i. Menilai pelaporan audit internal
j. Memantau tindak lanjut manajemen audit internal

1.2.7. Etika Bisnis dan Pedoman Perilaku

Sebagai persatuan badan hukum, Asosiasi Bisnis Eropa percaya bahwa prinsip dan
norma bisnis harus berfungsi sebagai platform untuk kinerjanya. Berikut etika
bisnis dan pedoman perilaku di perusahaan Eropa:

a. Bertindak dengan jujur dan selalu berperilaku etis bahkan dalam situasi di
mana hukum tidak jelas atau masih berkembang
b. Menerapkan praktik manajemen bisnis terbaik
c. Hormati hak intelektual dan properti lainnya
d. Mendukung iklim bisnis yang ramah dan positif bagi investor
e. Tingkatkan pendekatan berbasis pengetahuan Anda pada bisnis
f. Masukan diskusi konstruktif dari komite sektor dan lintas sektor, sehingga
memungkinkan dialog kebijakan dengan Pemerintah untuk meningkatkan
iklim bisnis
g. Mendorong perilaku yang konsisten dengan prinsip tata kelola dan integritas
yang baik serta praktik non-korupsi
h. Bagikan dan hormati pentingnya perlindungan lingkungan, hak asasi
manusia, dan peluang yang setara untuk semua

1.2.8. Remunerasi Dewan Komisaris dan Direksi

Rekomendasi ini didasarkan pada Rekomendasi 2004/913 / EC yang menetapkan


bahwa setiap perusahaan yang terdaftar harus menerbitkan pernyataan tentang
kebijakan remunerasi. Rekomendasi baru melangkah lebih jauh dengan

8
menyatakan bahwa pernyataan ini harus jelas dan mudah dimengerti. Pernyataan
tentang remunerasi juga harus memberikan informasi tentang:

a. pilihan kriteria kinerja;


b. metode yang diterapkan untuk menentukan apakah kriteria kinerja telah
dipenuhi;
c. pembayaran komponen variabel dari remunerasi;
d. pembayaran-pembayaran pemutusan hubungan kerja;
e. vesting hak berbasis saham untuk remunerasi;
f. kebijakan tentang retensi saham (ditetapkan, misalnya, dua kali lipat dari
total upah tahunan);

1.3. Pedoman Corporate Governance di Amerika


1.3.1. Metode Penerapan Pedoman Good Corporate Governance di Amerika

Tata kelola perusahaan modern dimulai pada tahun 1992 dengan Cadbury
Report. Cadbury adalah hasil dari banyak perusahaan besar yang runtuh dan
terutama untuk melindungi pemegang saham yang lemah terhadap direksi dan
manajer yang mementingkan diri sendiri.

Tata Kelola Perusahaan adalah langkah menuju penguatan organisasi untuk


menghadapi tantangan. Tata Kelola Perusahaan adalah untuk mengambil alih peran
pemegang saham, pemangku kepentingan, vendor, pemasok & karyawan oleh
Manajer puncak dan CEO perusahaan.

Penerapan pengendalian internal, sangat wajar bila subjeknya adalah tata


kelola perusahaan. Metode untuk memulai Tata Kelola Perusahaan adalah sebagai
berikut:

a. Transparansi: Perusahaan diharuskan untuk melakukan transaksi bisnis


dengan cara yang sangat transparan dan pembukuannya harus mencerminkan
hal yang sama
b. Akuntabilitas: Tata Kelola Perusahaan memastikan akuntabilitas Dewan
Direksi atau manajemen senior kepada berbagai pemegang saham di dalam
dan di luar perusahaan

9
c. Kontrol: Untuk melindungi kepentingan pemegang saham, badan pengawas
Apex misalnya Komisi Keamanan dan Pertukaran melakukan kontrol atas
manajemen perusahaan melalui berbagai kepatuhan
d. Perwalian: Dewan direksi harus bertindak sebagai wali amanat para
pemangku kepentingan dan Tata Kelola Perusahaan memastikan hal yang
sama
e. Etika: Praktik etika yang baik adalah dasar dari setiap tata kelola perusahaan
yang sukses dan memastikan keadilan dalam semua kegiatannya

1.3.2. Ruang Lingkup Pedoman CG

Pedoman umum Good Corporate Governance di Amerika memuat standar minimal


yang mencakup:

a. Peran negara, mengusulkan Pedoman untuk operasi dan kontrol korporasi di


Amerika
b. Peran Dewan dan Manajemen, banyak perusahaan menekankan bahwa bisnis
harus dikelola dengan arahan Dewan. Dalam praktik semacam itu, tanggung
jawab untuk mengelola bisnis didelegasikan oleh dewan kepada CEO, yang
pada gilirannya mendelegasikan tanggung jawab kepada eksekutif senior
lainnya.
c. Prinsip-prinsip Corporate Governance, memahami prinsip-prinsip tata kelola
perusahaan yang dirumuskan oleh pemerintah maupun perusahaan
d. Remunerasi Direktur dan Eksekutif, kompensasi juga belakangan menjadi
masalah yang paling terlihat dan sensitif secara politis berkaitan dengan tata
kelola perusahaan.
e. Audit, audit sebagai salah satu pilar utama perusahaan. Audit juga
memberikan dasar untuk jaminan bagi semua orang yang memiliki
kepentingan keuangan di perusahaan.
f. Metodologi, digunakan untuk memahami kinerja prinsip-prinsip dan praktik
terbaik Tata Kelola Perusahaan dan masalah terkait di USA

10
1.3.3. Komposisi dan Persyaratan Komisaris Independen

Berdasarkan Pedoman Good Corporate Governance, komposisi atau jumlah


Komisaris Independen tidak ditentukan dalam jumlah tertentu namun demikian
jumlah atau komposisi komisaris independen harus dapat menjamin agar
mekanisme pengawasan berjalan secara efektif dan sesuai dengan peraturan.

1.3.4. Komposisi atau Jumlah Direksi

Dalam Pedoman Good Corporate Governance tidak dinyatakan secara kuantitasi


jumlah atau komposisi dari direksi, namun demikian jumlah anggota direksi harus
disesuaikan dengan kompleksitas perusahaan dengan tetap memperhatikan
efektifitas dalam pengambilan keputusan.

1.3.5. Komite yang Dibentuk Komisaris

Dalam melaksanakan tugas pengawasannya, dewan komisaris dapat membentuk


komite yang akan membantu tugas-tugas dewan komisaris. Banyak perusahaan
menekankan bahwa bisnis harus dikelola dengan arahan dewan. Dalam praktik
semacam itu, tanggung jawab untuk mengelola bisnis didelegasikan oleh dewan
kepada CEO, yang pada gilirannya mendelegasikan tanggung jawab kepada
eksekutif senior lainnya.

1.3.6. Fungsi Internal Audit

Kegiatan audit internal terutama diarahkan untuk mengevaluasi pengendalian


internal. Di bawah Kerangka Kerja COSO, pengendalian internal secara luas
didefinisikan sebagai suatu proses, yang dilakukan oleh dewan direksi, manajemen,
dan personel lainnya dari entitas, yang dirancang untuk memberikan jaminan yang
masuk akal mengenai pencapaian tujuan yang ingin dicapai oleh semua bisnis
berikut:

11
a. Efektivitas dan efisiensi operasi
b. Keandalan pelaporan keuangan dan manajemen
c. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan
d. Pengamanan Aset

Manajemen bertanggung jawab atas pengendalian internal, yang terdiri dari


lima komponen penting: lingkungan kendali; tugas beresiko; kegiatan
pengendalian yang berfokus pada risiko; informasi dan Komunikasi; dan kegiatan
pemantauan. Manajer menetapkan kebijakan, proses, dan praktik dalam lima
komponen kontrol manajemen ini untuk membantu organisasi mencapai empat
tujuan spesifik yang tercantum di atas. Auditor internal melakukan audit untuk
mengevaluasi apakah lima komponen pengendalian manajemen ada dan beroperasi
secara efektif, dan jika tidak, maka akan memberikan rekomendasi untuk
perbaikan.

1.3.7. Etika Bisnis dan Pedoman Perilaku

Didalam suatu perusahaan haruslah ada etika dalam bekerja dan menjalankan tugas
dengan baik, etika bisnis dalam perusahaan menjadi standard dan pedoman bagi
semua karyawan di perusahaan Amerika. Pedoman untuk menjalankan pekerjaan
atau tugas-tugas yang sudah menjadi kewajiban karyawan untuk melaksanakannya
yang dilandasi dengan sikap yang jujur dan professional dalam bekerja.

1.3.8. Remunerasi Direksi dan Dewan Komisaris

Ini adalah salah satu masalah dari tata kelola perusahaan yang menjadi pusat
perhatian selama kegagalan perusahaan besar-besaran di AS antara 2000 dan 2002.
Eksekutif kompensasi juga belakangan menjadi masalah yang paling terlihat dan
sensitif secara politis berkaitan dengan tata kelola perusahaan.

Sehubungan dengan remunerasi, Dewan menyatakan bahwa pemegang


saham berhak atas pernyataan yang lengkap dan jelas terhadap tunjangan direktur
saat ini dan masa depan. Komite lainnya tentang tata kelola perusahaan juga
memberikan penekanan pada masalah terkait lainnya seperti pembayaran kinerja,

12
pembayaran pesangon, dan pensiun untuk direktur non eksekutif dan penunjukan
komite remunerasi. Namun sementara kontroversi sering mengelilingi ukuran atau
kuantum remunerasi. Kunci masalah tata kelola perusahaan adalah Transparansi
dalam kompensasi eksekutif, pembayaran kinerja, pembayaran pesangon gaji dan
Pensiun untuk direktur non eksekutif

13
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perusahaan yang Mengalami Permasalahan GCG di Asia (Indonesia)


Tahun 2019
 Perusahaan Garuda Indonesia Tbk

Kronologi Kisruh Laporan Keuangan Garuda Indonesia

Jakarta, CNN Indonesia -- Kinerja keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) yang


berhasil membukukan laba bersih US$809 ribu pada 2018, berbanding terbalik dari 2017
yang merugi US$216,58 juta menuai polemik. Dua komisaris Garuda Indonesia, Chairul
Tanjung dan Dony Oskaria menolak untuk mendatangani laporan keuangan 2018.

Keduanya menolak pencatatan transaksi kerja sama penyediaan layanan


konektivitas (wifi) dalam penerbangan dengan PT Mahata Aero Teknologi (Mahata)
dalam pos pendapatan. Pasalnya, belum ada pembayaran yang masuk dari Mahata hingga
akhir 2018.

Chairul Tanjung dan Dony Oskaria merupakan perwakilan dari PT Trans Airways
selaku pemegang saham Garuda Indonesia dengan kepemilikan sebesar 25,61 persen.
Hingga saat ini, polemik laporan keuangan Garuda Indonesia masih terus bergulir.
Berikut adalah kronologi terkuaknya skandal laporan keuangan Garuda Indonesia:

1. 1 April 2019
Sebagai perusahaan publik, Garuda Indonesia melaporkan kinerja keuangan tahun
buku 2018 kepada Bursa Efek Indonesia. Dalam laporan keuangannya, perusahaan
dengan kode saham GIAA berhasil meraup laba bersih sebesar US$809 ribu,
berbanding terbalik dengan kondisi 2017 yang merugi sebesar US$216,58 juta.
Kinerja ini terbilang cukup mengejutkan lantaran pada kuartal III 2018 perusahaan
masih merugi sebesar US$114,08 juta.
2. 24 April 2019
Perseroan mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) di
Jakarta. Salah satu mata agenda rapat adalah menyetujui laporan keuangan tahun
buku 2018.

14
Dalam rapat itu, dua komisaris Garuda Indonesia, Chairul Tanjung dan Dony
Oskaria selaku perwakilan dari PT Trans Airways menyampaikan keberatan
mereka melalui surat keberatan dalam RUPST. Chairal sempat meminta agar
keberatan itu dibacakan dalam RUPST, tapi atas keputusan pimpinan rapat
permintaan itu tak dikabulkan. Hasil rapat pemegang saham pun akhirnya
menyetujui laporan keuangan Garuda Indonesia tahun 2018.
"Laporan tidak berubah, kan sudah diterima di RUPST. Tapi dengan dua catatan
yaitu ada perbedaan pendapat. Itu saja," jelas Chairal. Trans Airways berpendapat
angka transaksi dengan Mahata sebesar US$239,94 juta terlalu signifikan, sehingga
mempengaruhi neraca keuangan Garuda Indonesia. Jika nominal dari kerja sama
tersebut tidak dicantumkan sebagai pendapatan, maka perusahaan sebenarnya
masih merugi US$244,96 juta.
Dua komisaris berpendapat dampak dari pengakuan pendapatan itu menimbulkan
kerancuan dan menyesatkan. Pasalnya, keuangan Garuda Indonesia berubah dari
yang sebelumnya rugi menjadi untung.
Selain itu, catatan tersebut membuat beban yang ditanggung Garuda Indonesia
menjadi lebih besar untuk membayar Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN). Padahal, beban itu seharusnya belum menjadi kewajiban
karena pembayaran dari kerja sama dengan Mahata belum masuk ke kantong
perusahaan.
3. 25 April 2019
Pasar merespons kisruh laporan keuangan Garuda Indonesia. Sehari usai kabar
penolakan laporan keuangan oleh dua komisaris beredar, saham perusahaan dengan
kode GIAA itu merosot tajam 4,4 persen pada penutupan perdagangan sesi
pertama, Kamis (25/4).
Harga saham Garuda Indonesia anjlok ke level Rp478 per saham dari sebelumnya
Rp500 per saham. Saham perseroan terus melanjutkan pelemahan hingga
penutupan perdagangan hari ini, Selasa (30/4) ke posisi Rp466 per saham atau
turun persen.
Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan akan memanggil manajemen Garuda
Indonesia terkait timbulnya perbedaan opini antara pihak komisaris dengan
manajemen terhadap laporan keuangan tahun buku 2018.

15
Selain manajemen perseroan, otoritas bursa juga akan memanggil kantor akuntan
publik (KAP) Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang dan Rekan selaku auditor
laporan keuangan perusahaan. Pemanggilan itu dijadwalkan pada Selasa (30/4).
4. 26 April 2019
Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyatakan bakal memanggil
manajemen perseroan. Sebelum memanggil pihak manajemen, DPR akan
membahas kasus tersebut dalam rapat internal.
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Inas Nasrullah Zubir mengatakan perseturuan
antara komisaris Garuda Indonesia dengan manajemen akan dibahas dalam rapat
internal usai reses. Dalam rapat itu akan dipastikan terkait pemanggilan sejumlah
pihak yang berkaitan dengan pembuatan laporan keuangan maskapai pelat merah
tersebut. Jika sesuai jadwal, DPR kembali bekerja pada 6 Mei 2019.
Selain itu pada hari yang sama, beredar surat dari Sekretariat Bersama Serikat
Karyawan Garuda Indonesia (Sekarga) perihal rencana aksi mogok karyawan
Garuda Indonesia. Aksi ini berkaitan dengan penolakan laporan keuangan tahun
2018 oleh dua komisaris.
Dalam surat tersebut disebutkan pernyataan pemegang saham telah merusak
kepercayaan publik terhadap harga saham Garuda Indonesia dan pelanggan setia
maskapai tersebut.
Namun, Asosiasi Pilot Garuda (APG) dan Sekarang justru membantah akan
melakukan aksi mogok kerja. Presiden APG Bintang Hardiono menegaskan
karyawan belum mengambil sikap atas perseteruan salah satu pemegang saham
dengan manajemen saat ini.
5. 30 April 2019
BEI telah bertemu dengan manajemen Garuda Indonesia dan kantor akuntan publik
(KAP) Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang dan Rekan selaku auditor laporan
keuangan perusahaan. Pertemuan berlangsung pada pukul 08.30-09.30 WIB.
Sayangnya, pertemuan dua belah pihak berlangsung tertutup. Otoritas bursa
menyatakan akan mengirimkan penjelasan usai pertemuan tersebut.
"Bursa meminta semua pihak untuk mengacu pada tanggapan perseroan yang
disampaikan melalui IDXnet dan penjelasan dapat dibaca di website bursa," kata
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna.

16
Sementara Menteri Keuangan mengaku telah meminta Sekretaris Jenderal
Kementerian Keuangan Hadiyanto untuk mempelajari kisruh terkait laporan
keuangan BUMN tersebut.

2.2 Perusahaan yang Mengalami Permasalahan GCG di Eropa Tahun 2019


 Bosch

Jakarta, CNN Indonesia -- Pemasok suku cadang kendaraan asal Jerman Bosch
dinyatakan bersalah atas kasus dieselgate. Keterlibatan Bosch dalam skandal kecurangan
emisi "dieselgate" membuat Jaksa Jerman memutuskan denda sebesar 90 juta euro atau
sekitar Rp1,451 triliun.

Dalam sebuah pernyataan dikutip AFP, Kamis (23/5), para penyelidik di Stuttgart,
Jerman menjelaskan bahwa Bosch bertanggung jawab terhadap masalah software yang
dialami sejumlah perusahaan otomotif asal Jerman.

Bosch mengatakan kepada otoritas setempat akan mematuhi dan membayar denda
yang dikenakan kepada perusahaan mereka. Dari total denda yang dikenakan, terdiri
penalti sebesar dua juta euro dan denda 88 juta euro karena merugikan perekonomian
atas kejahatan yang Bosch lakukan.

Berdasarkan temuan otoritas setempat, Bosch telah menjual 17 juta perangkat


lunak ke berbagai pabrikan dalam dan luar negeri, beberapa di antaranya 'perangkat
penipu'.

Alhasil perangkat lunak yang terpasang di mobil-mobil buatan Jerman mengelabui


alat uji standar emisi gas buang. Emisi gas buang kendaraan terbaca rendah, namun
faktanya melebihi ambang batas yang ditentukan.

Denda yang diterima Bosch jauh lebih kecil dari denda untuk Volkswagen, selaku
perusahaan rekanan Bosch. Pada pertengahan tahun lalu, pengadilan Jerman telah
mendenda Volkswagen AG sebesar Rp16,7 triliun atas kasus 'dieselgate'.

Volkswagen mengakui mulai 2015 telah memang perangkat penipu. Total lebih
dari 11 juta VW di seluruh dunia tersimpan teknologi tersebut. Dalam keterangan resmi

17
Bosch mengatakan akan memperbaiki internalnya untuk meminimalkan risiko
pelanggaran hukum.

Bosch menyesal telah melakukan penipuan. Pihaknya menjanjikan ke depan


pengembangan produk yang difokuskan tidak mengganggu kesehatan manusia dan
tidak mencemari lingkungan.

2.3 Perusahaan yang Mengalami Permasalahan GCG di Amerika Tahun


2019
 Walmart

Perusahaan raksasa ritel Amerika Serikat (AS), Walmart menghentikan penjualan rokok
elektrik dan pengiriman produk tersebut ke toko-toko AS, setelah sejumlah kasus penyakit serius
dan kematian yang menimpa sejumlah penggunanya. Dikutip dari Reuters, sebuah memo internal
menyatakan ketidakpastian regulasi negara baik terkait rokok elektrik menjadi latar belakang
keputusan tersebut.

Langkah Walmart dilakukan menyusul larangan penjualan produk vaping rasa di New
York dan Michigan dan setelah pemerintahan Presiden Donald Trump mengumumkan rencana
untuk menghapus semua rokok elektrik beraroma dari rak-rak toko. Para pejabat AS
memperingatkan bahwa rasa manis telah menarik jutaan anak menjadi kecanduan nikotin.

Trump dan pejabat tinggi AS lainnya juga menyatakan keprihatinan tentang meningkatnya
penggunaan produk-produk tersebut ketika para pejabat kesehatan menyelidiki kasus masalah
kesehatan serius hingga kematian yang ditimbulkan rokok elektrik. Salah satu pelakunya yang
mungkin teridentifikasi sejauh ini adalah sederetan produk ganja ilegal yang dijual dengan merek
dagang "Dank Vapes" dan "Chronic Carts." Departemen Kesehatan Negara Bagian New York
mengidentifikasi "Dank Vapes" dan "Chronic Carts" sebagai produk yang mengandung vitamin e
asetat, perantara dalam minyak THC yang telah menjadi fokus dalam penyelidikan penyakit
tersebut.

Produsen rokok elektronik nikotin terkemuka, termasuk Juul Labs Inc, British American
Tobacco Plc, dan Imperial Brands Plc mengatakan pekan lalu, produk mereka tidak mengandung
senyawa Vitamin E. Pekan lalu, Amazon.com Inc mengatakan pihaknya menurunkan produk
vape dari rak penjualan sesuai dengan kebijakannya, meskipun perusahaan itu tidak
menyebutkan secara spesifik produk yang tak lagi dijual. Pada bulan Mei, Walmart menaikkan
usia minimum untuk membeli produk tembakau hingga 21 tahun di semua tokonya dan

18
mengatakan akan berhenti menjual rokok elektrik rasa buah. Langkah itu dilakukan setelah
Administrasi Makanan dan Obat-obatan AS memanggil perusahaan untuk menjual produk
tembakau secara ilegal ke anak di bawah umur.

19
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Perlu dipahami bahwa untuk memenangkan persaingan global antar negara yang
makin kompetitif hanya dapat dilalui melalui kemenangan
korporat/perusahaan/organisasi dinegara tersebut terhadap korporat negara lain. Jadi
kunci kemenangan adalah memenangkan persaingan antarkorporat. Jadi menang atau
kalah, kuat atau terpuruknya, pulih atau tetap terpuruknya perekonomian suatu negara
tergantung pada kualitas korporat di negara masing-masing.

Good Corporate Governance (GCG) secara teori merupakan sebuah konsep/paham


yang akhirnya dapat membuat sebuah sistem yang mengatur dan mengendalikan
perusahaan/organisasi dalam menciptakan value added (nilai tambah) untuk semua
stakeholders. Good Corporate Governance (GCG) sudah pasti dapat memastikan
manajemen berjalan dengan baik, tetapi manajemen tidak boleh cukup puas hanya
dengan memastikan bahwa proses pengelolaan manajemen berjalan secara efisien.

Good Corporate Governance (GCG) atau Tata Kelola Perusahaan yang Baik
membantu terciptanya hubungan yang kondusif dan dapat dipertanggung jawabkan
diantara elemen dalam perusahaan (Dewan Komisaris, Dewan Direksi, dan para
pemegang saham) dalam rangka meningkatkan kinerja perusahaan. Hal tersebut
menuntut adanya pertanggung jawaban manajemen kepada Dewan Komissaris dan
adanya pertanggung jawaban Dewan Komisaris kepada pemegang saham.

Dalam paradigma ini, Dewan Komisaris berada pada posisi untuk memastikan
bahwa manajemen telah benar-benar bekerja demi kepentingan perusahaan sesuai
strategi yang telah ditetapkan serta menjaga kepentingan para pemegang saham, yaitu
untuk meningkatkan nilai ekonomis perusahaan.

Mengingat bahwa akhir-akhir ini Corporate Governance merupakan salah satu


topik pembahasan sehubungan dengan semakin gencarnya publikasi tentang kecurangan
(fraud) maupun keterpurukan bisnis yang terjadi sebagai akibat kesalahan yang
dilakukan oleh pra eksekutif manajemen, maka hal ini menimbulkan suatu tanda tanya
tentang kecukupan Corporate Governance. Demikian pula halnya tentang kredibilitas
proses penyusunan laporan keuangan perusahaan harus dipertanyakan.

20
Dalam hal ini, Komite Audit mempunyai peran yang sangat penting dan strategis
dalam memelihara kredibilitas proses penyusunan laporan keuangan seperti halnya
menjaga terciptanya sistem pengawasan perusahaan yang memadai serta
dilaksanakannya Good Corporate Governance.

3.2 Saran

Kepatuhan terhadap regulasi merupakan suatu kewajiban dalam penerapan Good


Corporate Governance. Akan tetapi untuk dapat merasakan manfaat dari Good Corporate
Governance, perusahaan tidak hanya dituntut untuk mentaati peraturan saja tetapi lebih
dari itu bagaimana perusahaan bisa mengaplikasikannya konsep-konsep Good Corporate
Governance kedalam operasional perusahaan sehari-hari. Hal tersebut harus dilakukan
secara menyeluruh melalui pola kerja, sikap mentalitas dan kebisaaan-kebisaaan yang
ada di perusahaan. Karena terwujudnya Good Corporate Governance akan sulit dicapai
apabila moralitas dari para pihak yang berkepentingan terhadap jalnnya perusahaan tidak
mendukung. Dengan demikian komitmen menerapkan Corporate Governance muncul
bukan sekadar kepatuhan saja tetapi harus menjadi kebutuhan dan diaplikasikan sebagai
suatu corporate culture.

21
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/4001108/Good_corporate_governanance_in_indonesia
https://www.ifc.org/wps/wcm/connect/506d49a2-3763-4fe4-a783-
5d58e37b8906/CG_Practices_in_EU_Guide.pdf?MOD=AJPERES&CVID=kNmxTtG
http://www.eajournals.org/wp-content/uploads/Problems-of-Corporate-Governance-in-
USA.pdf
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190430174733-92-390927/kronologi-kisruh-
laporan-keuangan-garuda-indonesia
https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20190523200737-384-397924/terlibat-kasus-
dieselgate-bosch-didenda-rp15-t
https://katadata.co.id/berita/2019/09/21/walmart-setop-penjualan-rokok-elektrik

22
LAMPIRAN

1. Perusahaan yang Mengalami Permasalahan GCG di Asia (Indonesia)

2. Perusahaan yang Mengalami Permasalahan GCG di Eropa

23
3. Perusahaan yang Mengalami Permasalahan GCG di Amerika

24

Anda mungkin juga menyukai