Dosen Pengampu
Nama Kelompok :
Raflie (B1031211118)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan sedikit
dari ilmu-Nya Yang Maha Luas sehingga kami dapat menyelesaikan tugas dengan waktu
yang telah ditentukan dan dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk
maupun isi nya yang sangat sederhana.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk,
maupun pedoman bagi para pembaca. Harapan kami semoga makalah ini membantu
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat
memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
karena kesempurnaan semata hanya milik Tuhan Yang Maha Esa. Kritik konstruktif dari
pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.
II
DAFTAR ISI
BAB I.....................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................1
3.3. Tujuan......................................................................................................................2
PEMBAHASAN....................................................................................................................3
BAB III.................................................................................................................................19
PENUTUP............................................................................................................................19
A. Kesimpulan................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................20
1
BAB I
PENDAHULUAN
Sekitar tahun 1997-1999 yang lalu, sebagian besar bank yang ada di Indonesia tidak
berjalan dengan efektif. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya bank-bank yang dilikuidasi
(bangkrut), sehingga terpaksa harus dibekukan usahanya (ditutup). Pada saat itu banyak
sekali bank-bank yang masuk kategori Bank Beku Operasi (BBO), Bank Beku Kegiatan
Usaha (BBKU), serta Bank dalam Likuidasi. Hal tersebut membuktikan bahwa aspek
pengendalian perbankan di Indonesia sangat lemah. Meskipun pada masanya dewan audit
telah dibentuk, ternyata beberapa waktu yang lalu masih ada bank yang terpaksa dilikudasi
lagi. Salah satu penyebab timbulnya kebangkrutan bank tersebut adalah pada saat itu
belum diterapkannya Good Corporate Governance serta kinerja komite audit perbankan
yang belum efektif.
Dewan Komisaris adalah beberapa orang yang ditunjuk oleh pihak perusahaan untuk
mengawasi kegiatan perusahaan agar dapat berjalan sesuai hukum dan ketentuan yang
berlaku. Komisaris juga merupakan esensi dari suatu entitas publik agar pihak manajerial
dan direksi tidak melakukan hal-hal yang tidak diinginkan dan dapat mewakili kepentingan
dari pemegang saham ataupun masyarakat umum.
Praktik pelaksanaan tugas dari dewan komisaris bukanlah hal yang mudah untuk
dilakukan, dalam menjalankan fungsi sekaligus tugasnya dewan komisaris tidak dapat
bekerja sendirian tanpa adanya bantuan dari beberapa pihak eksternal maupun internal
yang ada di dalam suatu entitas. Peristiwa tersebut juga mendorong dewan komisaris untuk
membentuk beberapa komite yang dapat membantu mereka dalam mengemban tugas dan
fungsinya.
Komite audit merupakan salah satu komite yang bekerja secara profesional dan
dibentuk oleh dewan komisaris sebagai salah satu bentuk pengawasan (Oversight) terhadap
pihak perusahaan, manajerial, dan direksi atas proses pelaporan keuangan agar entitas
dapat berjalan dengan lancar. Komite audit diperlukan karena dapat bekerja sebagai
jembatan antara komisaris dan publik, selain itu juga diharapkan dapat bekerja secara
profesional dengan berpedoman kepada prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good
Corporate Governance-GCG) sehingga dapat mewakili kepentingan para pemegang
saham, kepentingan publik, dan kepentingan masyarakat secara luas.
3.2.
2
Masalah dalam hal syarat pembentukan dan apa fungsi serta tugas yang diemban
oleh komite audit dan komite lainnya, yaitu sebagai berikut :
1. Apa itu fungsi dan tugas dari komite audit dan komite lainnya ?
2. Apa saja bentuk komite lainnya selain komite audit ?
3. Bagaimana syarat yang diperlukan bagi dewan komisaris untuk membentuk
komite audit dan komite lainnya ?
4. Apa saja dasar yang melandasi pembentukan komite audit
5. Bagaimana regulasi yang berlaku terkait adanya komite audit dan komite
lainnya
6. Bagaimana implementasi prinsip Good Corporate Governance di komite audit
7. Hal apa yang perlu dikomunikasikan pihak komite audit kepada pihak internal
dan eksternal ?
3.4. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
Ikatan Komite Audit Indonesia (IKAI) mendefinisikan komite audit sebagai Suatu
komite yang bekerja secara profesional dan independen yang dibentuk oleh dewan
komisaris dan, dengan demikian, tugasnya adalah membantu dan memperkuat fungsi
dewan komisaris (atau dewan pengawas) dalam menjalankan fungsi pengawasan
(oversight) atas proses pelaporan keuangan, manajemen risiko, pelaksanaan audit. dan
implementasi dari corporate governance di perusahaan-perusahaan.
Apabila kita ingin mengetahui lebih jauh mengenai sejarah keberadaan komite audit,
mau tidak mau kita harus melihat perkembangan komite audit di negara lain. Berikut akan
dijelaskan perkembangan komite audit Amerika Serikat, Inggris, dan Kanada sebagai
bahan studi perbandingan sebelum melihat keberadaan komite audit di Indonesia.
Salah satu peraturan yang mewajibkan dibentuknya komite audit di Amerika Serikat
adalah Accounting Series Release (ASR) No. 19/1940 yang diterbitkan oleh Securities
Exchange Committee (SEC). Ketentuan tersebut menganjurkan agar perusahaan yang
terdaftar di pasar modal memiliki komite audit yang beranggotakan pihak Independen dari
luar perusahaan. Studi Korn and Ferry International (1989) menemukan bahwa ternyata
98% dari perusahaan Amerika Serikat yang disurvei telah memiliki komite audit. Di
Amerika Serikat, eksistensi komite audit selain membawa dampak internal juga membawa
dampak eksternal bagi perusahaan. Harga saham dari perusahaan yang telah memiliki
4
komite audit cenderung lebih tinggi karena lebih diminati oleh para investor. Salah satu
yang menarik dari perkembangan tersebut adalah kenyataan bahwa hampir semua
perusahaan di Amerika Serikat kini telah memiliki komite audit, meskipun tidak terdapat
satu pun ketentuan hukum yang mengikat yang mengharuskan adanya komite tersebut.
Rekomendasi dari kongres di Amerika Serikat, Securities Exchange Commission (SEC)
dan American Institute Certified of Public Accountants (AICPA), serta persyaratan yang
ditetapkan oleh New York Stock Exchange bukanlah produk hukum dan lebih bersifat
fakultatif. Selain negara bagian Connecticut yang mewajibkan perusahaan-perusahaan
tertentu untuk memiliki komite audit, tidak ada negara bagian lain manapun di Amerika
Serikat yang menetapkan dalam undang-undang perseroan terbatasnya bahwa komite audit
merupakan suatu keharusan. Oleh karena itu, pengakuan mengenai perlunya komite audit
dapat dianggap sebagai persyaratan pasar (required by the market) dan bukan suatu
keharusan hukum (required by law).
rekomendasi mengenai peraturan-peraturan baru komite audit bagi regulator dan otoritas
bursa. Pada 15 Desember 1999, SEC menyetujui peraturan terbaru tentang komite audit
yang hampir semuanya diadaptasi dari rekomendasi The Blue Ribbon Committee tersebut.
Inggris merupakan negara pelopor dalam hal pembentukan komite audit karena
komite audit sudah ada sejak pertengahan abad ke-19. Para anggotanya dipilih dari para
pemegang saham (shareholders) yang dipandang memiliki keahlian atau kompetensi di
bidang akuntansi dan auditing. Komite audit tersebut dibentuk untuk bertindak sebagai
mediator antara para pemegang saham, manajemen, dan pihak eksternal perusahaan.
Komite audit pertama kali diperkenalkan oleh pemerintah Kanada pada tahun 1965
melahui Undang-Undang Perseroan Terbatas Kanada (Canada Business Corporation Act)
yang kemudian diamendemen pada tahun 1975 Undang-undang tersebut telah
diberlakukan di negara bagian Ontario dan British Columbia. Menurut undang-undang ini,
semua perusahaan publik harus memiliki komite audit yang menelaah laporan keuangan
tahunan sebelum disampaikan kepada dewan komisaris. Laporan Adams (The Adams
Report) tahun 1998 merekomendasikan tanggung jawah komite audit. Sementara itu, pada
tahun 1988, The Canadian Institute of Chartered Accountants mengeluarkan Laporan
MacDonald (MacDonald Report), yang disusun oleh Macdonald Commission. Laporan
tersebut Antara lain mengemukakan bahwa semua perusahaan publik harus memiliki
komite audit, komite audit harus melaporkan tentang tanggung jawabnya kepada
pemegang saham secara tahunan dalam bentuk laporan tahunan, serta komite audit harus
menelaah laporan keuangan interim dan tahunan sebelum dipublikasikan.
6
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara No. 05/
MBU/2006 tanggal 20 Desember 2006 tentang Komite Audit bagi BUMN Dalam Pasal 3
ayat 1 Peraturan Menteri BUMN tersebut dinyatakan bahwa tugas komite audit terdiri dari
lima hal, yaitu:
Pada Pasal 3 ayat 2, disebutkan bahwa komisaris/dewan pengawas dapat pula memberikan
penugasan lain kepada komite audit berupa, namun tidak terbatas pada :
Pasal 6 ayat 3 menyatakan bahwa anggota komite audit harus memenuhi persyaratan.
a. Memiliki integritas yang baik dan pengetahuan, serta pengalanan
b. Tidak memiliki kepentingan/keterkaitan pribadi yang dapat menimbulkan dampak
negatif dan konflik kepentingan terhadap BUMN yang bersangkutan.
c. Mampu berkomunikasi secara efektif.
Pasal 6 ayal 4 menyatakan bahwa salah seorang dari anggota komite audit harus
memiliki latar belakang pendidikan akuntansi atau keuangan dan memahami
manajemen risiko, dan salah seorang harus memahami industri/bisnis BUMN yang
bersangkutan.
Pasal 6 ayat 5 menyatakan bahwa jika ada anggota komite audit berasal dari sebuah
institusi tertentu, maka institusi di mana anggota komite audit berasal tidak boleh
memberikan jasa pada BUMN yang bersangkutan.
Pasal 6 ayat 7 menyatakan bahwa anggota korite Audit berasal dari luar BULIN
dilarang mempunyai hubungan keluarga sedarah dan semenda sampai derajat ketiga,
baik menurut garis lurus maupun garis ke samping dengan anggota kumisaris/dewan
pengawas dan/atau anggota direksi.
Pasal 6 ayat 8 menyatakan bahwa anggota komite audit wajib menyediakan waktu yang
cukup untuk melaksanakan tugasnya.
Governance) pada BUMN, Pass 18 ayat 1 butir b menyebutkan bahwa komite audit
merupakan salah satu organ pendukung dewan komisaris/dewan pengawas. Selain itu,
sesuai Peraturan Menteri Negara BUMN No. PER-12/MBU/2012 tanggal 24 Agustus 2012
tentang Organ Pendukung Dewan Komisaris/Dewan Pengawas BUMN, beberapa pasal
berikut antara lain mengatur tentang komite audit sebagai berikut.
Pasal 2 ayat 1 butir b menyatakan bahwa komite audit merupakan salah satu organ
pendukung dewan komisaris/dewan pengawas.
Pasal 15 ayat 1 menyatakan bahwa anggota komite audit harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut.
a. Memiliki integritas yang baik dan pengetahuan serta pengalaman kerja yang cukup
di bidang pengawasan/pemeriksaan.
b. Tidak memiliki kepentingan/keterkaitan pribadi yang dapat menimbulkan dampak
negatif dan konflik kepentingan terhadap perusahaan.
c. Mampu berkomunikasi secara efektif.
d. Dapat menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugasnya
e. Persyaratan ain yang ditetapkan dalam piagam komite audit, jika diperlukan.
Pasal 14 menyatakan bahwa masa jabatan anggota komite audit yang bukan
merupakan anggota dewan komisaris/dewan pengawas perusahaan paling lama 3 (tiga)
tahun dan dapat diperpanjang satu kali 2 (dua) tahun masa jabatan, dengan tidak
mengurangi hak dewan komisaris/dewan pengawas untuk memberhentikannya
sewaktu-waktu.
3.3.3. Komite Audit menurut Bursa Efek
Kehadiran komite audit di perusahaan publik telah mendapat respons yang cukup
positif dari berbagai pihak, antara lain pemerintah. Bapepam-LK, Bursa Efek Indonesia,
para investor, profesi penasihat hukum (advokat), profesi akuntan, serta perusahaan penilai
independen (independent appraisal company).
Berdasarkan Surat Edaran dari Direksi PT Bursa Efek Jakarta No. SE-008/BEJ/12-
2001 tanggal 7 Desember 2001 mengenal Keanggotaan Komite Audit, disebutkan bahwa:
Anggota lainnya dari komite audit adalah berasal dari pihak eksternal yang
independen. Yang dimaksud pihak eksternal adalah pihak di luar perusahaan tercatat
yang bukan merupakan komisaris, direksi, dan karyawan perusahaan tercatat,
sedangkan yang dimaksud independen adalah pihak di luar perusahaan tercatat yang
tidak memiliki hubungan usaha dan hubungan afiliasi dengan perusahaan tercatat,
komisaris, direksi, dan pemegang saham utama perusahaan tercatat, serta mampu
memberikan pendapat profesional secara bebas sesuai dengan etika profesionalnya,
tidak memihak kepada kepentingan siapapun.
Ketentuan mengenai keanggotaan komite audit juga diatur dalam Surat Edaran
Bapepam No. SE-03/PM/2000 tanggal 5 Mei 2000 dan Keputusan Direksi Bursa Efek
Jakarta (BEJ) No. Kep-315/BEJ/06/2000. Kedua peraturan tersebut menyatakan bahwa
keanggotaan komite audit sekurang-kurangnya terdiri dari tiga orang anggota, seorang
diantaranya merupakan komisaris independen yang sekaligus merangkap sebagai ketua
komite audit, sedangkan anggota lainnya merupakan pihak eksternal yang independen di
mana sekurang-kurangnya satu diantaranya memiliki kemampuan di bidang akuntansi dan
atau jasa keuangan.
Berdasarkan pedoman pembentukan komite audit yang efektif, yang disusun oleh
Komite Nasional Good Corpcrate Governance (KNGCG) pada 30 Mei 2002, antara lain
disebutkan bahwa:
a. Pelaporan keuangan
Meskipun direksi dan dewan komisaris bertanggung jawab terutama atas laporan
keuangan dan auditor eksternal bertanggung jawab hanya atas laporan keuangan
10
Selain itu, Bank Indonesia melalui surat edaran kepada semua bank umum
konvensional di Indonesia No. 15/15/DPNP tanggal 29 April 2013 mengenai Pelaksanaan
Good Corporate Governance bagi Bank Umum, pada Bagian IV Komite-Komite, dewan
komisaris wajib membentuk paling kurang komite audit, komite pemantau risiko, serta
komite remunerasi dan nominasi, dalam rangka mendukung efektivitas tugas dan
tanggung jawab dewan komisaris. Ketentuan tentang komite audit adalah sebagai berikut:
Keanggotaan komite audit paling kurang terdiri dari 1 (satu) orang komisaris
independen yang merangkap sebagai ketua, 1 (satu) orang pihak independen yang
memiliki keahlian di bidang keuangan atau akuntansi, dan 1 (satu) orang pihak
independen yang memiliki keahlian di bidang hukum atau perbankan.
Anggota komite audit yang berasal dari pihak independen dinilai memiliki keahlian di
bidang keuangan atau akuntansi apabila memenuhi kriteria:
a. Memiliki pengetahuan di bidang keuangan dan/atau akuntansi
11
Hampir semua perusahaan di negara maju, terutama di Amerika Serikat, Inggris, dan
Kanada, sampai saat ini belum ada kesepakatan mengenai tolak ukur dari keberhasilan atau
efektivitas komite audit.
Sementara itu, belum ada hasil pembuktian secara empiris mengenai hal ini, Sommer
(1991) berpandangan bahwa komite audit di banyak perusahaan masih belum melakukan
tugasnya dengan baik. Menurut Sommer, banyak komite audit yang hanya sekadar
melakukan tugas-tugas rutin, seperti penelaahan laporan dan seleksi auditor eksternal.
Mereka tidak mempertanyakan secara kritis maupun menganalisis secara mendalam
kondisi pengendalian dan pelaksanaan tanggung jawab oleh manajemen. Penyebabnya
diduga bukan saja karena banyak dari anggota komite audit yang tidak memiliki
kompetensi dan independensi yang memadai, melainkan juga karena banyak dari mereka
yang belum memahami peran utamanya.
Komite audit dapat melakukan sinergi dengan audit internal untuk lebih
meningkatkan sistem pengendalian internal perusahaan. Apabila terdapat dugaan
penyimpangan atau kecurangan di perusahaan yang melibatkan direksi perusahaan, maka
komisaris dapat menugaskan komite audit untuk melakukan audit khusus (fraud audit).
Dalam hal ini komite audit dapat meminta bantuan pihak eksternal (outsourcing), untuk
melakukan audit investigatif (investigative audit) atau audit forensik (forensic audit) guna
mengungkapkan terjadinya praktik kecurangan yang signifikan di perusahaan.
Kalbers dan Fogarty (1993) telah melakukan penelitian mengenal faktor-faktor yang
memengaruhi efektivitas kerja komite audit. Hasil penelitian mereka yang dimuat dalam
Auditing A Journal of Practice & Theory berjudul "Audit Committee Effectiveness: An
Empincal Investigation of the Contribution of Power", antara lain mengungkapkan bahwa
terdapat tiga faktor dominan yang berpengaruh terhadap keberhasilan komite audit dalam
mengemban tugasnya. Ketiga faktor tersebut adalah kewenangan formal dan tertulis dari
12
komite audit, kerja sama manajemen, dan kualitas (kompetensi) anggota komite audit.
Selain itu, efektivitas kerja komite audit juga sangat dipengaruhi oleh pola hubungan
(relationship) dan tingkat intensitas komunikasi antara komite audit dengan berbagai pihak.
Pada saat ini, komunikasi antara komite audit dengan berbagai pihak belum terjalin
dengan erat dan belum berjalan sebagaimana mestinya. Komunikasi yang lancar antara
komite audit dengan pihak yang berkepentingan akan menghasilkan peningkatan kinerja
perusahaan, terutama untuk aspek pengendalian.
Salah satu fungsi pokok komite audit adalah membantu tugas komisaris dalam aspek
pengendalian perusahaan. Dalam rapat internal yang diselenggarakan secara rutin, komite
audit melaporkan hasil tugas yang dibebankan oleh komisaris dalam bentuk laporan
berkala. Selain itu. apabila ditugaskan secara khusus oleh komisaris, maka komite audit
akan membuat laporan khusus yang ditujukan kepada komisaris.
13
Komunikasi antara komite audit dengan manajemen memegang peranan yang cukup
penting dalam rangka meningkatkan pengendalian persahaan. Menurut Ridley dan Roth,
pola hubungan antars komite audit dengan manajemen adalah sebagai berikut.
There may be occassions when the audit committee meets privately with members of
management, such us to discuss the appointment or dismissal of internal or external
auditors. And there should be occassions when the audit committee meets in executive
session with no one else present. For example, to fulfill their oversight role, they may want
to have candid discussions about the quality of management.
Menurut Komite Nasional Good Corporate Governance (2002), Komite Audit dapat
mempertimbangkan suatu rangkaian pokok persoalan yang lebih luas, di mana hal ini dapat
diserahkan secara khusus oleh dewan komisaris, diantaranya menyangkut persoalan
sebagai berikut.
Komunikasi antara auditor internal dengan komite audit antara lain diatur dalam
Pernyataan Standar Auditing (Statement on Auditing Standard – SAS) No. 61. Dalam
standar tersebut disebutkan 8 (delapan) hal yang perlu dikomunikasikan oleh auditor
internal dengan komite audit, yaitu sebagai berikut.
Salah satu tanggung jawab komite audit adalah menilai (me-review) hasil laporan
audit dari auditor eksternal. Kedudukan komite audit yang merupakan kepanjangan tangan
dari dewan komisaris dengan kompetensi yang dimiliki diharapkan dapat mengoptimalkan
fungsi auditor eksternal bagi perusahaan. Dalam Standar Profesional Akuntan Publik
(SPAP). Standar Auditing No. 380 mengatur mengenai komunikasi antara akuntan publik
(auditor eksternal) dengan komite audit. Komunikasi antara komite audit dengan auditor
eksternal dapat berbentuk lisan maupun tertulis. Masalah yang dapat dikomunikasikan
antara lain meliputi:
Komite audit memegang peranan yang cukup penting dalam mewujudkan Good
Corporate Governance (GCG) karena merupakan "mata" dan "telinga" dewan komisaris
dalam rangka mengawasi jalannya perusahaan. Keberadaan komite audit yang efektif
merupakan salah satu aspek penilaian dalam implementasi GCG. Untuk mewujudkan
prinsip GCG di suatu perusahaan publik, maka prinsip independensi (independency),
transparansi dan pengungkapan (transparency and disclosure) akuntabilitas
(accountability), pertanggungjawaban (responsibility), serta kewajaran (fairness) harus
menjadi landasan utama bagi aktivitas komite audit. Pelaksanaan prinsip-prinsip GCG
dalam aktivitas komite audit akan dijelaskan lebih lanjut dalam bagian berikut.
Prinsip ini ditunjukkan melalui piagam komite audit (audit committee charter),
program kerja tahunan, serta rapat komite audit secara periodik yang didokumentasikan
dalam notulen rapat. Komite audit hendaknya membuat laporan secara berkala kepada
komisaris tentang pencapaian kinerjanya sebagai wujud pengungkapan (disclosure)
Diharapkan agar laporan tersebut dituangkan dalam laporan tahunan (annual report)
perusahaan yang dipublikasikan kepada publik.
Prinsip ini ditunjukkan oleh frekuensi pertemuan dan tingkat kehadiran anggota
komite audit. Selain itu, komite audit seharusnya memiliki kapabilitas, kompetensi, dan
pengalaman di bidang audit serta proses bisnis perusahaan agar dapat bekerja secara
profesional.
16
Prinsip ini ditunjukkan oleh aktivitas komite audit yag dijalankan sesuai dengan
peraturan atau ketentuan yang berlaku. Selain itu, kinerja komite audit hendaknya dapat
dipertanggungjawabkan secara moral kepada publik, selain kepada dewan komisaris.
Prinsip ini ditunjukkan oleh sikap komite audit dalam pengambilan keputusan yang
didasarkan atas sikap adil (fair) dan objektif terhadap semua pihak. Mengingat sangat
pentingnya aspek manajemen risiko (risk management) dalam pengelolaan perusahaan,
maka komite audit diharapkan dapat melakukan identifikasi risiko potensial (potential risk)
yang dihadapi perusahaan serta alternatif pemecahannya. Selain itu, yang tidak kalah
penting adalah bahwa komite audit juga berkewajiban untuk menjaga tingkat kepatuhan
(compliance) perusahaan terhadap kebijakan atau peraturan yang berlaku..
Anggota komite audit dapat melakukan penilaian mandiri (self assessment), yaitu
melalui peninjauan (review) alat bantu (tool) kuesioner penilaian mandiri (self assessment
questionnaire) yang dilengkapi dengan self assessment checklist. Tujuannya untuk
mengetahui kelemahan atau kekurangan dalam pelaksanaan tugas yang diembannya
sehingga diketahui upaya perbaikan (improvement) agar komite audit dapat berjan lebih
efektif. Apabila diperlukan dapat diprogramkan pelatihan (training) terhadap anggota
komite audit untuk meningkatkan pengetahuan dan keahlian terkait dengan proses bisnis
dan teknik audit.
Berdasarkan Pasal 70 UU No. 17 tahun 2003 tentang BUMN antara lain disebutkan
bahwa komisaris dan dewan pengawas BUMN wajib membentuk komite audit yang
bekerja secara kolektif dan berfungsi membantu komisaris dan dewan pengawas dalam
melaksanakan tugasnya. Komite audit tersebut dipimpin oleh seorang ketua yang
bertanggung jawab kepada komisaris atau dewan pengawas, Selain komite audit,
komisaris. atau dewan pengawas dapat membentuk komite lain yang ditetapkan oleh
17
menteri. Sesuai penjelasan Pasal 70 UU BUMN, komite lain yang dimaksud di sini, yaitu
komite remunerasi dan komite nominasi.
Bank Indonesia melalui surat edaran kepada semua bank umum kenvensional di
Indonesia No. 15/15/DPNP tanggal 29 April 2013 mengenai Pelaksanaan Good Corporate
Governance bagi Bank Umum, pada Bagian IV Komite-Komite, menyebutkan bahwa
dewan komisaris wajib membentuk susunan organisasi setidaknya komite audit, komite
pemantau risiko, serta komite remunerasi dan nominasi, dalam rangka mendukung
efektivitas tugas dan tanggung jawab dewan komisaris.
Pasal 1 ayat 1, yang dimaksud dengan komite nominasi dan remunerasi adalah komite
yang dibentuk oleh dan bertanggung jawab kepada dewan komisaris dalam membantu
melaksanakan fungsi dan tugas dewan komisaris terkait nominasi dan remunerasi
terhadap anggota direksi dan atau anggota dewan komisaris.
Pasal 2, emiten atau perusahaan publik wajib memiliki fungsi nominasi dan remunerasi
yang wajib dilaksanakan oleh dewan komisaris. Komite nominasi dan remunerasi
tersebut dapat dibentuk secara terpisah.
Mengenai keanggotaan diatur dalam pasal 3, yaitu komite nominasi dan remunerasi
paling kurang terdiri dari 3 (tiga) orang anggota, dengan ketentuan:
a. Satu orang ketua merangkap anggota yang merupakan komisaris independen
b. Anggota lainnya yang dapat berasal dari:
1) Anggota dewan komisaris independen
2) Pihak yang berasal dari luar emiten atau perusahaan publik yang
bersangkutan
3) Pihak yang menduduki jabatan manajerial di bawah direksi yang
membidangi sumber daya manusia.
;Pasal 8, komite nominasi dan remunerasi mempunyai tugas dan tanggung jawab
paling kurang :
a. Terkait dengan fungsi nominasi
1) Memberikan rekomendasi kepada dewan komisaris mengenai :
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Komite audit merupakan komite yang dibentuk oleh dewan komisaris guna
membantu dewan komisaris mengemban tugas dan fungsinya. Selain itu komite audit
diharapkan dapat menjadi jembatan bagi komisaris dan pihak publik seperti masyarakat.
Komisaris juga bukan hanya dibantu oleh komite audit melainkan juga oleh komite lain
seperti, komite manajemen risiko, komite nominasi dan remunerasi dalam mengevaluasi
kinerja perusahaan maupun kinerja dari pihak direksi dan/atau komisaris itu sendiri. tugas
dari komite audit yang profesional dan berpedoman terhadap prinsip Good Corporate
Governance dapat membuat kinerja dari sebuah entitas menjadi lebih baik.
20
DAFTAR PUSTAKA
Effendi, Muhammad Arief. (2009). “The Power of Good Corporate Governance : Teori
dan Implementasi”. Jakarta Selatan: Salemba Empat