Anda di halaman 1dari 23

1

Makalah Good Governance

Bab 3 Komite Audit dan Komite Lainnya

Dosen Pengampu

Amanah Hijriah, S.E, MSA, CSRA

Nama Kelompok :

Ricky Setiawan (B1031211112)

Aldric Randy Asada T. (B1031211138)

Raflie (B1031211118)

Dean Tuqo Chaidir (B1031211225)

Rifki Amrul Muzaki (B1031211128)


I

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan sedikit
dari ilmu-Nya Yang Maha Luas sehingga kami dapat menyelesaikan tugas dengan waktu
yang telah ditentukan dan dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk
maupun isi nya yang sangat sederhana.

Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk,
maupun pedoman bagi para pembaca. Harapan kami semoga makalah ini membantu
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat
memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
karena kesempurnaan semata hanya milik Tuhan Yang Maha Esa. Kritik konstruktif dari
pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.
II

DAFTAR ISI

BAB I.....................................................................................................................................1

PENDAHULUAN..................................................................................................................1

3.1. Latar Belakang.........................................................................................................1

3.2. Rumusan Masalah....................................................................................................2

3.3. Tujuan......................................................................................................................2

PEMBAHASAN....................................................................................................................3

3.1. Pengertian Komite Audit.........................................................................................3

3.2. Studi Perbandingan Komite Audit...........................................................................3

3.3. Regulasi Komite Audit di Indonesia.......................................................................6

3.4. Efektivitas Kerja Komite.......................................................................................11

3.5. Audit Komunikasi Komite Audit..........................................................................12

3.6. Implementasi Prinsip GCG di Komite Audit........................................................15

3.7. Audit Committee – Self Assessment Checklist.....................................................16

3.8. Komite Lainnya.....................................................................................................16

BAB III.................................................................................................................................19

PENUTUP............................................................................................................................19

A. Kesimpulan................................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................20
1

BAB I

PENDAHULUAN

3.1. Latar Belakang

Sekitar tahun 1997-1999 yang lalu, sebagian besar bank yang ada di Indonesia tidak
berjalan dengan efektif. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya bank-bank yang dilikuidasi
(bangkrut), sehingga terpaksa harus dibekukan usahanya (ditutup). Pada saat itu banyak
sekali bank-bank yang masuk kategori Bank Beku Operasi (BBO), Bank Beku Kegiatan
Usaha (BBKU), serta Bank dalam Likuidasi. Hal tersebut membuktikan bahwa aspek
pengendalian perbankan di Indonesia sangat lemah. Meskipun pada masanya dewan audit
telah dibentuk, ternyata beberapa waktu yang lalu masih ada bank yang terpaksa dilikudasi
lagi. Salah satu penyebab timbulnya kebangkrutan bank tersebut adalah pada saat itu
belum diterapkannya Good Corporate Governance serta kinerja komite audit perbankan
yang belum efektif.

Dewan Komisaris adalah beberapa orang yang ditunjuk oleh pihak perusahaan untuk
mengawasi kegiatan perusahaan agar dapat berjalan sesuai hukum dan ketentuan yang
berlaku. Komisaris juga merupakan esensi dari suatu entitas publik agar pihak manajerial
dan direksi tidak melakukan hal-hal yang tidak diinginkan dan dapat mewakili kepentingan
dari pemegang saham ataupun masyarakat umum.

Praktik pelaksanaan tugas dari dewan komisaris bukanlah hal yang mudah untuk
dilakukan, dalam menjalankan fungsi sekaligus tugasnya dewan komisaris tidak dapat
bekerja sendirian tanpa adanya bantuan dari beberapa pihak eksternal maupun internal
yang ada di dalam suatu entitas. Peristiwa tersebut juga mendorong dewan komisaris untuk
membentuk beberapa komite yang dapat membantu mereka dalam mengemban tugas dan
fungsinya.

Komite audit merupakan salah satu komite yang bekerja secara profesional dan
dibentuk oleh dewan komisaris sebagai salah satu bentuk pengawasan (Oversight) terhadap
pihak perusahaan, manajerial, dan direksi atas proses pelaporan keuangan agar entitas
dapat berjalan dengan lancar. Komite audit diperlukan karena dapat bekerja sebagai
jembatan antara komisaris dan publik, selain itu juga diharapkan dapat bekerja secara
profesional dengan berpedoman kepada prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good
Corporate Governance-GCG) sehingga dapat mewakili kepentingan para pemegang
saham, kepentingan publik, dan kepentingan masyarakat secara luas.

3.2.
2

3.3. Rumusan Masalah

Masalah dalam hal syarat pembentukan dan apa fungsi serta tugas yang diemban
oleh komite audit dan komite lainnya, yaitu sebagai berikut :

1. Apa itu fungsi dan tugas dari komite audit dan komite lainnya ?
2. Apa saja bentuk komite lainnya selain komite audit ?
3. Bagaimana syarat yang diperlukan bagi dewan komisaris untuk membentuk
komite audit dan komite lainnya ?
4. Apa saja dasar yang melandasi pembentukan komite audit
5. Bagaimana regulasi yang berlaku terkait adanya komite audit dan komite
lainnya
6. Bagaimana implementasi prinsip Good Corporate Governance di komite audit
7. Hal apa yang perlu dikomunikasikan pihak komite audit kepada pihak internal
dan eksternal ?

3.4. Tujuan

Tujuan dalam pembahasan yang ada akan membahas sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan secara komprehensif terkait dengan fungsi dan tugas dari


komite audit dan komite lainnya.
2. Menjelaskan bentuk-bentuk komite lain yang ada selain komite audit.
3. Menjelaskan syarat yang diperlukan untuk membentuk komite audit maupun
komite lainnya.
4. Mengelaborasikan hal-hal yang melandasi diperlukannya komite audit.
5. Mendeskripsikan regulasi yang berlaku di Indonesia mengenai komite audit dan
komite lainnya.
6. Menjelaskan praktik dalam implementasi dalam pelaksanaan prinsip GCG bagi
komite audit.
7. Menjelaskan hal-hal yang perlu dikomunikasikan pihak komite audit kepada
pihak internal maupun pihak eksternal.
3

BAB II

PEMBAHASAN

3.1. Pengertian Komite Audit

Mengingat tugas komisaris dalam mengawasi jalannya perusahaan. cukup berat,


maka komisaris dapat dibantu oleh beberapa komite, yaitu komite audit, komite
remunerasi, komite nominasi, komite manajemen risiko, dan lain-lain. Pembentukan
beberapa komite tersebut bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dalam rangka
implementasi tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) di
perusahaan. Pembentukan komite tersebut harus ditetapkan melalui suatu surat keputusan
(SK) dewan komisaris.

Ikatan Komite Audit Indonesia (IKAI) mendefinisikan komite audit sebagai Suatu
komite yang bekerja secara profesional dan independen yang dibentuk oleh dewan
komisaris dan, dengan demikian, tugasnya adalah membantu dan memperkuat fungsi
dewan komisaris (atau dewan pengawas) dalam menjalankan fungsi pengawasan
(oversight) atas proses pelaporan keuangan, manajemen risiko, pelaksanaan audit. dan
implementasi dari corporate governance di perusahaan-perusahaan.

3.2. Studi Perbandingan Komite Audit

3.2.1. Studi Perbandingan Komite Audit

Apabila kita ingin mengetahui lebih jauh mengenai sejarah keberadaan komite audit,
mau tidak mau kita harus melihat perkembangan komite audit di negara lain. Berikut akan
dijelaskan perkembangan komite audit Amerika Serikat, Inggris, dan Kanada sebagai
bahan studi perbandingan sebelum melihat keberadaan komite audit di Indonesia.

3.2.2. Komite Audit di Amerika Serikat

Salah satu peraturan yang mewajibkan dibentuknya komite audit di Amerika Serikat
adalah Accounting Series Release (ASR) No. 19/1940 yang diterbitkan oleh Securities
Exchange Committee (SEC). Ketentuan tersebut menganjurkan agar perusahaan yang
terdaftar di pasar modal memiliki komite audit yang beranggotakan pihak Independen dari
luar perusahaan. Studi Korn and Ferry International (1989) menemukan bahwa ternyata
98% dari perusahaan Amerika Serikat yang disurvei telah memiliki komite audit. Di
Amerika Serikat, eksistensi komite audit selain membawa dampak internal juga membawa
dampak eksternal bagi perusahaan. Harga saham dari perusahaan yang telah memiliki
4

komite audit cenderung lebih tinggi karena lebih diminati oleh para investor. Salah satu
yang menarik dari perkembangan tersebut adalah kenyataan bahwa hampir semua
perusahaan di Amerika Serikat kini telah memiliki komite audit, meskipun tidak terdapat
satu pun ketentuan hukum yang mengikat yang mengharuskan adanya komite tersebut.
Rekomendasi dari kongres di Amerika Serikat, Securities Exchange Commission (SEC)
dan American Institute Certified of Public Accountants (AICPA), serta persyaratan yang
ditetapkan oleh New York Stock Exchange bukanlah produk hukum dan lebih bersifat
fakultatif. Selain negara bagian Connecticut yang mewajibkan perusahaan-perusahaan
tertentu untuk memiliki komite audit, tidak ada negara bagian lain manapun di Amerika
Serikat yang menetapkan dalam undang-undang perseroan terbatasnya bahwa komite audit
merupakan suatu keharusan. Oleh karena itu, pengakuan mengenai perlunya komite audit
dapat dianggap sebagai persyaratan pasar (required by the market) dan bukan suatu
keharusan hukum (required by law).

Tujuan pembentukan komite audit pada umumnya adalah untuk mempertahankan


kepercayaan masyarakat terhadap mekanisme akuntansi, auditing, serta sistem
pengendalian lainnya, sehingga unsur- unsur pengendalian tersebut tetap optimal dalam
sistem ekonomi pasar AICPA menerbitkan Statement on Auditing Standard (SAS) No. 60
dan 61 yang bertujuan untuk menciptakan kaitan atau hubungan (link) antara auditor
dengan pemilik melalui komunikasi antara auditor independen dengan komite audit. Kedua
standar tersebut mengemukakan secara detail hal-hal yang patut dan harus dilaporkan
kepada komite audit, seperti kelemahan dalam pengendalian internal, perbedaan pendapat
dengan manajemen, pengaruh dari kebijakan akuntansi tertentu, dan hambatan dalam
melakukan audit. Untuk itu diperlukan adanya saluran terbuka dan kontinu antara kedua
pihak agar hal-hal tersebut dapat didiskusikan dengan segera dan diteruskan hasilnya
kepada manajemen serta dewan komisaris.

Pada September 1998, Arthur Levitt, Ketua US Securities Excange Commission,


mengumumkan seperangkat inisiatif yang dikenal sebagai The Levitt Initiatives. Inisiatif-
inisiatif tersebut mencakup beragam subjek dan proposal peraturan untuk menanggulangi
kemungkinan terjadinya penyimpangan akuntansi sehingga keandalan dan transparansi
laporan keuangan diharapkan akan meningkat. Namun, aspek terpenting dari The Levitt
Initiatives adalah perlunya meningkatkan efektivitas komite audit perusahaan karena
komite audit yang berkualitas, berkomitmen, independen, dan kritis akan menjadi
pelindung yang paling andal bagi kepentingan publik. Sebagai tindak lanjut dari The Levit
Initiatives dibentuklah The Blue Ribbon Committee on Improving The Effectiveness of
Corporate Audit Committees. Pada Februari 1999, komite ini mengeluarkan serangkaian
5

rekomendasi mengenai peraturan-peraturan baru komite audit bagi regulator dan otoritas
bursa. Pada 15 Desember 1999, SEC menyetujui peraturan terbaru tentang komite audit
yang hampir semuanya diadaptasi dari rekomendasi The Blue Ribbon Committee tersebut.

3.2.3. Komite Audit di Inggris

Inggris merupakan negara pelopor dalam hal pembentukan komite audit karena
komite audit sudah ada sejak pertengahan abad ke-19. Para anggotanya dipilih dari para
pemegang saham (shareholders) yang dipandang memiliki keahlian atau kompetensi di
bidang akuntansi dan auditing. Komite audit tersebut dibentuk untuk bertindak sebagai
mediator antara para pemegang saham, manajemen, dan pihak eksternal perusahaan.

Pada tahun 1982, kelompok The Promotion of Non-Executive Directors (Pro-ned)


telah memperbaiki kode praktik (code of practice). Pada tahun 1987, kelompok tersebut
merekomendasikan agar perusahaan- perusahaan publik memiliki komite audit yang terdiri
atas direktur non-eksekutif (non-executive director) yang bertugas untuk memberikan
konsultasi sehubungan dengan masalah penting mengenai audit dan pengendalian. Pada
tahun 1986, Institute of Chartered Accountant pada England and Wales Working Party
merekomendasikan agar komite audit bertanggung jawab atas pertemuan dan remunerasi
auditor independen, menyetujui rencana audit (audit plan), dan menelaah laporan
manajemen (management report) yang dikeluarkan oleh auditor.

3.2.4. Komite Audit di Kanada

Komite audit pertama kali diperkenalkan oleh pemerintah Kanada pada tahun 1965
melahui Undang-Undang Perseroan Terbatas Kanada (Canada Business Corporation Act)
yang kemudian diamendemen pada tahun 1975 Undang-undang tersebut telah
diberlakukan di negara bagian Ontario dan British Columbia. Menurut undang-undang ini,
semua perusahaan publik harus memiliki komite audit yang menelaah laporan keuangan
tahunan sebelum disampaikan kepada dewan komisaris. Laporan Adams (The Adams
Report) tahun 1998 merekomendasikan tanggung jawah komite audit. Sementara itu, pada
tahun 1988, The Canadian Institute of Chartered Accountants mengeluarkan Laporan
MacDonald (MacDonald Report), yang disusun oleh Macdonald Commission. Laporan
tersebut Antara lain mengemukakan bahwa semua perusahaan publik harus memiliki
komite audit, komite audit harus melaporkan tentang tanggung jawabnya kepada
pemegang saham secara tahunan dalam bentuk laporan tahunan, serta komite audit harus
menelaah laporan keuangan interim dan tahunan sebelum dipublikasikan.
6

3.3. Regulasi Komite Audit di Indonesia

3.3.1. Komite Audit Menurut UU BUMN

Ketentuan mengenai komite audit BUMN diatur dalam Undang-Undang No. 19


tahun 2003 tanggal 19 Juni 2003. Pasal 70 UU tersebut menyebutkan bahwa komisaris dan
dewan pengawas BUMN wajib membentuk komite audit yang bekerja secara kolektif dan
berfungsi untuk membantu komisaris dan dewan pengawas dalam melaksanakan tugasnya.
Komite audit tersebut dipimpin oleh seorang ketua yang bertanggung jawab kepada
komisaris atau dewan pengawas. Ketua komite audit adalah anggota komisaris independen,
yang diangkat oleh komisaris.

Dalam rangka mewujudkan pengawasan yang efektif dalam pelaksanaan tugasnya,


komisaris dan dewan pengawas perlu dibantu oleh komite audit yang bertugas menilai
pelaksanaan kegiatan serta hasil audit yang dilakukan oleh satuan pengawasan internal
maupun auditor eksternal, memberikan rekomendasi mengenai penyempurnaan sistem
pengendalian manajemen serta pelaksanaannya, memastikan telah terdapat prosedur
review yang memuaskan terhadap segala informasi yang dikeluarkan oleh BUMN,
mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian komisaris dan dewan pengawas, serta
tugas-tugas komisaris dan dewan pengawas lainnya.

3.3.2. Komite Audit Menurut Kementrian BUMN

Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara No. 05/
MBU/2006 tanggal 20 Desember 2006 tentang Komite Audit bagi BUMN Dalam Pasal 3
ayat 1 Peraturan Menteri BUMN tersebut dinyatakan bahwa tugas komite audit terdiri dari
lima hal, yaitu:

1. Membantu komisaris/dewan pengawas untuk memastikan efektivitas sistem


pengendalian internal dan efektivitas pelaksanaan tugas auditor internal dan
eksternal
2. Menilai pelaksanaan kegiatan serta hasil audit yang dilakukan oleh satuan
pengawasan internal maupun auditor eksternal
3. Memberikan rekomendasi mengenai penyempurnaan sistem pengendalian
manajemen serta pelaksanaannya
4. Memastikan telah terdapat prosedur review yang memuaskan terhadap segala
informasi yang dikeluarkan BUMN
5. Melakukan identifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian komisaris/dewan
pengawas serta tugas-tugas komisaris/dewan pengawas lainnya.
7

Pada Pasal 3 ayat 2, disebutkan bahwa komisaris/dewan pengawas dapat pula memberikan
penugasan lain kepada komite audit berupa, namun tidak terbatas pada :

1. Melakukan penelaahan atas informasi mengenai BUMN, serta rencana jangka


panjang, rencana kerja dan anggaran BUMN, laporan manajemen, dan informasi
lainnya
2. Melakukan penelaahan atas ketaatan BUMN terhadap peraturan perundang-
undangan yang berhubungan dengan kegiatan BUMN
3. Melakukan penclaahan atas pengaduan yang berkaitan dengan BUMN
4. Mengkaji kecukupan fungsi audit internal, termasuk jumlah auditor, rencana kerja
tahunan, dan penugasan yang telah dilaksanakan;
5. Mengkaji kecukupan pelaksanaan audit eksternal, termasuk di dalamnya
pelaksanaan audit dan jumlah auditornya.

Terkait dengan keanggotaan komite audit. Peraturan Menteri BUMN tersebut,


diatur dalam beberapa pasal sebagai berikut.

 Pasal 6 ayat 3 menyatakan bahwa anggota komite audit harus memenuhi persyaratan.
a. Memiliki integritas yang baik dan pengetahuan, serta pengalanan
b. Tidak memiliki kepentingan/keterkaitan pribadi yang dapat menimbulkan dampak
negatif dan konflik kepentingan terhadap BUMN yang bersangkutan.
c. Mampu berkomunikasi secara efektif.
 Pasal 6 ayal 4 menyatakan bahwa salah seorang dari anggota komite audit harus
memiliki latar belakang pendidikan akuntansi atau keuangan dan memahami
manajemen risiko, dan salah seorang harus memahami industri/bisnis BUMN yang
bersangkutan.
 Pasal 6 ayat 5 menyatakan bahwa jika ada anggota komite audit berasal dari sebuah
institusi tertentu, maka institusi di mana anggota komite audit berasal tidak boleh
memberikan jasa pada BUMN yang bersangkutan.
 Pasal 6 ayat 7 menyatakan bahwa anggota korite Audit berasal dari luar BULIN
dilarang mempunyai hubungan keluarga sedarah dan semenda sampai derajat ketiga,
baik menurut garis lurus maupun garis ke samping dengan anggota kumisaris/dewan
pengawas dan/atau anggota direksi.
 Pasal 6 ayat 8 menyatakan bahwa anggota komite audit wajib menyediakan waktu yang
cukup untuk melaksanakan tugasnya.

Berdasarkan Peraturan Menteri Negara BUMN No. PER-01/ MBU/2011 tanggal 1


Agustus 2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate
8

Governance) pada BUMN, Pass 18 ayat 1 butir b menyebutkan bahwa komite audit
merupakan salah satu organ pendukung dewan komisaris/dewan pengawas. Selain itu,
sesuai Peraturan Menteri Negara BUMN No. PER-12/MBU/2012 tanggal 24 Agustus 2012
tentang Organ Pendukung Dewan Komisaris/Dewan Pengawas BUMN, beberapa pasal
berikut antara lain mengatur tentang komite audit sebagai berikut.

 Pasal 2 ayat 1 butir b menyatakan bahwa komite audit merupakan salah satu organ
pendukung dewan komisaris/dewan pengawas.
 Pasal 15 ayat 1 menyatakan bahwa anggota komite audit harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut.
a. Memiliki integritas yang baik dan pengetahuan serta pengalaman kerja yang cukup
di bidang pengawasan/pemeriksaan.
b. Tidak memiliki kepentingan/keterkaitan pribadi yang dapat menimbulkan dampak
negatif dan konflik kepentingan terhadap perusahaan.
c. Mampu berkomunikasi secara efektif.
d. Dapat menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugasnya
e. Persyaratan ain yang ditetapkan dalam piagam komite audit, jika diperlukan.
 Pasal 14 menyatakan bahwa masa jabatan anggota komite audit yang bukan
merupakan anggota dewan komisaris/dewan pengawas perusahaan paling lama 3 (tiga)
tahun dan dapat diperpanjang satu kali 2 (dua) tahun masa jabatan, dengan tidak
mengurangi hak dewan komisaris/dewan pengawas untuk memberhentikannya
sewaktu-waktu.
3.3.3. Komite Audit menurut Bursa Efek

Kehadiran komite audit di perusahaan publik telah mendapat respons yang cukup
positif dari berbagai pihak, antara lain pemerintah. Bapepam-LK, Bursa Efek Indonesia,
para investor, profesi penasihat hukum (advokat), profesi akuntan, serta perusahaan penilai
independen (independent appraisal company).

Berdasarkan Surat Edaran dari Direksi PT Bursa Efek Jakarta No. SE-008/BEJ/12-
2001 tanggal 7 Desember 2001 mengenal Keanggotaan Komite Audit, disebutkan bahwa:

 Jumlah anggota komite audit sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang. termasuk ketua


komite audit
 Anggota komite audit yang berasal dari komisaris hanya sebanyak 1 (satu) orang.
Anggota komite audit yang berasal dari komisaris tersebut harus merupakan komisaris
independen perusahaan tercatat yang sekaligus menjadi ketua komite audit
9

 Anggota lainnya dari komite audit adalah berasal dari pihak eksternal yang
independen. Yang dimaksud pihak eksternal adalah pihak di luar perusahaan tercatat
yang bukan merupakan komisaris, direksi, dan karyawan perusahaan tercatat,
sedangkan yang dimaksud independen adalah pihak di luar perusahaan tercatat yang
tidak memiliki hubungan usaha dan hubungan afiliasi dengan perusahaan tercatat,
komisaris, direksi, dan pemegang saham utama perusahaan tercatat, serta mampu
memberikan pendapat profesional secara bebas sesuai dengan etika profesionalnya,
tidak memihak kepada kepentingan siapapun.

Ketentuan mengenai keanggotaan komite audit juga diatur dalam Surat Edaran
Bapepam No. SE-03/PM/2000 tanggal 5 Mei 2000 dan Keputusan Direksi Bursa Efek
Jakarta (BEJ) No. Kep-315/BEJ/06/2000. Kedua peraturan tersebut menyatakan bahwa
keanggotaan komite audit sekurang-kurangnya terdiri dari tiga orang anggota, seorang
diantaranya merupakan komisaris independen yang sekaligus merangkap sebagai ketua
komite audit, sedangkan anggota lainnya merupakan pihak eksternal yang independen di
mana sekurang-kurangnya satu diantaranya memiliki kemampuan di bidang akuntansi dan
atau jasa keuangan.

3.3.4. Komite Audit menurut Komite Nasional GCG

Berdasarkan pedoman pembentukan komite audit yang efektif, yang disusun oleh
Komite Nasional Good Corpcrate Governance (KNGCG) pada 30 Mei 2002, antara lain
disebutkan bahwa:

a. Dewan komisaris harus membentuk suatu komite audit;


b. Harus ada ketentuan-ketentuan tertulis yang mengatur dengan komite audit adalah
jelas kewenangan dan tugas komite audit
c. Tugas utama komite audit termasuk pemeriksaan dan pengawasaan tentang proses
pelaporan keuangan dan kontrol internal
d. Anggota komite audit harus diangkat dari anggota dewan komisaris yang tidak
melaksanakan tugas-tugas eksekutif dan terdiri atas:
1) Paling sedikit tiga anggota
2) Mayoritas harus independen.

Tujuan dibentuknya kumite audit adalah :

a. Pelaporan keuangan
Meskipun direksi dan dewan komisaris bertanggung jawab terutama atas laporan
keuangan dan auditor eksternal bertanggung jawab hanya atas laporan keuangan
10

audit ekstern, komite audit melaksanakan pengawasan independen atas proses


laporan keuangan dan audit eksternal
b. Manajemen risiko dan kontrol
Meskipun direksi dan dewan komisaris terutama bertanggung jawab atas
manajemen risiko dan kontrol, komite audit memberikan pengawasan independen
atas proses risiko dan kontrol.
c. Tata kelola perusahaan Meskipun direksi dan dewan komisaris terutama
bertanggung jawab atas pelaksanaan tata kelola perusahaan, komite audit
melaksanakan pengawasan independen atas proses tata kelola perusahaan.
3.3.5. Komite Audit menurut Bank Indonesia

Bank indonesia telah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI). No


8/14/PB1/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum
Berdasarkan Pasal 12 ayat (1) menyebutkan bahwa dalam rangka mendukung efektivitas
pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya, dewan komisaris wajib membentuk paling
kurang, komite audit, kornite pemantau risiko, serta komiite remunerasi dan nominasi
Struktur keanggotaan komite audit sesuai Pasal 38 PEI tersebut paling kurang terdiri dari:

 Seorang komisaris independen (sekaligus sebagai ketua)


 Seorang dari pihak independen yang memiliki keahlian di bidang keuangan atau
akuntansi
 Seorang dari pihak independen yang memiliki keahlian di bidang hukum atau
perbankan.

Selain itu, Bank Indonesia melalui surat edaran kepada semua bank umum
konvensional di Indonesia No. 15/15/DPNP tanggal 29 April 2013 mengenai Pelaksanaan
Good Corporate Governance bagi Bank Umum, pada Bagian IV Komite-Komite, dewan
komisaris wajib membentuk paling kurang komite audit, komite pemantau risiko, serta
komite remunerasi dan nominasi, dalam rangka mendukung efektivitas tugas dan
tanggung jawab dewan komisaris. Ketentuan tentang komite audit adalah sebagai berikut:

 Keanggotaan komite audit paling kurang terdiri dari 1 (satu) orang komisaris
independen yang merangkap sebagai ketua, 1 (satu) orang pihak independen yang
memiliki keahlian di bidang keuangan atau akuntansi, dan 1 (satu) orang pihak
independen yang memiliki keahlian di bidang hukum atau perbankan.
 Anggota komite audit yang berasal dari pihak independen dinilai memiliki keahlian di
bidang keuangan atau akuntansi apabila memenuhi kriteria:
a. Memiliki pengetahuan di bidang keuangan dan/atau akuntansi
11

b. Memiliki pengalaman kerja paling kurang 5 (lima) tahun di bidang keuangan


dan/atau akuntansi.
 Anggota komite audit yang berasal dari pihak independen dinilai memiliki keahlian di
bidang hukum atau perbankan apabila memenuhi kriteria :
a. Memiliki pengetahuan di bidang hukum dan/atau perbankan
b. Memiliki pengalaman kerja paling kurang 5 (lima) tahun dibidang hukum dan/atau
perbankan

3.4. Efektivitas Kerja Komite Audit

Hampir semua perusahaan di negara maju, terutama di Amerika Serikat, Inggris, dan
Kanada, sampai saat ini belum ada kesepakatan mengenai tolak ukur dari keberhasilan atau
efektivitas komite audit.

Sementara itu, belum ada hasil pembuktian secara empiris mengenai hal ini, Sommer
(1991) berpandangan bahwa komite audit di banyak perusahaan masih belum melakukan
tugasnya dengan baik. Menurut Sommer, banyak komite audit yang hanya sekadar
melakukan tugas-tugas rutin, seperti penelaahan laporan dan seleksi auditor eksternal.
Mereka tidak mempertanyakan secara kritis maupun menganalisis secara mendalam
kondisi pengendalian dan pelaksanaan tanggung jawab oleh manajemen. Penyebabnya
diduga bukan saja karena banyak dari anggota komite audit yang tidak memiliki
kompetensi dan independensi yang memadai, melainkan juga karena banyak dari mereka
yang belum memahami peran utamanya.

Komite audit dapat melakukan sinergi dengan audit internal untuk lebih
meningkatkan sistem pengendalian internal perusahaan. Apabila terdapat dugaan
penyimpangan atau kecurangan di perusahaan yang melibatkan direksi perusahaan, maka
komisaris dapat menugaskan komite audit untuk melakukan audit khusus (fraud audit).
Dalam hal ini komite audit dapat meminta bantuan pihak eksternal (outsourcing), untuk
melakukan audit investigatif (investigative audit) atau audit forensik (forensic audit) guna
mengungkapkan terjadinya praktik kecurangan yang signifikan di perusahaan.

Kalbers dan Fogarty (1993) telah melakukan penelitian mengenal faktor-faktor yang
memengaruhi efektivitas kerja komite audit. Hasil penelitian mereka yang dimuat dalam
Auditing A Journal of Practice & Theory berjudul "Audit Committee Effectiveness: An
Empincal Investigation of the Contribution of Power", antara lain mengungkapkan bahwa
terdapat tiga faktor dominan yang berpengaruh terhadap keberhasilan komite audit dalam
mengemban tugasnya. Ketiga faktor tersebut adalah kewenangan formal dan tertulis dari
12

komite audit, kerja sama manajemen, dan kualitas (kompetensi) anggota komite audit.
Selain itu, efektivitas kerja komite audit juga sangat dipengaruhi oleh pola hubungan
(relationship) dan tingkat intensitas komunikasi antara komite audit dengan berbagai pihak.

3.5. Komunikasi Komite Audit

Komite audit hendaknya dapat melakukan komunikasi secara efektif dengan


komisaris, direksi, maupun auditor internal dan eksternal. Salah satu fungsi komite audit
adalah menjembatani antara pemegang saham dan dewan komisaris dengan kegiatan
pengendalian yang diselenggarakan manajemen, serta auditor internal dan eksternal.
Komite audit pada umumnya memiliki akses langsung dengan setiap unsur pengendalian
dalam perusahaan.

Pada saat ini, komunikasi antara komite audit dengan berbagai pihak belum terjalin
dengan erat dan belum berjalan sebagaimana mestinya. Komunikasi yang lancar antara
komite audit dengan pihak yang berkepentingan akan menghasilkan peningkatan kinerja
perusahaan, terutama untuk aspek pengendalian.

3.5.1. Komunikasi Komite Audit dengan Dewan Komisaris

Salah satu fungsi pokok komite audit adalah membantu tugas komisaris dalam aspek
pengendalian perusahaan. Dalam rapat internal yang diselenggarakan secara rutin, komite
audit melaporkan hasil tugas yang dibebankan oleh komisaris dalam bentuk laporan
berkala. Selain itu. apabila ditugaskan secara khusus oleh komisaris, maka komite audit
akan membuat laporan khusus yang ditujukan kepada komisaris.
13

3.5.2. Komunikasi Komite Audit dengan Manajemen

Komunikasi antara komite audit dengan manajemen memegang peranan yang cukup
penting dalam rangka meningkatkan pengendalian persahaan. Menurut Ridley dan Roth,
pola hubungan antars komite audit dengan manajemen adalah sebagai berikut.

Members of management should attend audit committee meetings and be actively


involved in reporting on many of the matters discussed above. At the same time, the audit
committee has the responsibility to view management's assertions with a healthy
skepticism and to look to the internal and external auditors for perspective

There may be occassions when the audit committee meets privately with members of
management, such us to discuss the appointment or dismissal of internal or external
auditors. And there should be occassions when the audit committee meets in executive
session with no one else present. For example, to fulfill their oversight role, they may want
to have candid discussions about the quality of management.

Menurut Institute of Internal Auditors Research Foundation, dalam rangka


melaksanakan tanggung jawabnya, komite audit memerlukan interaksi yang signifikan dan
efektif dengan manajemen. Namun, hal tersebut tidak berarti bahwa kehadiran manajemen
dalam tiap rapat merupakan suatu keharusan. Praktik yang baik adalah jika manajemen
berpartisipasi secara aktif dalam rapat komite. Selain itu, komite audit juga bertanggung
jawab untuk melaporkan, aktivitas manajemen yang krusial bagi komite tersebut.

Menurut Komite Nasional Good Corporate Governance (2002), Komite Audit dapat
mempertimbangkan suatu rangkaian pokok persoalan yang lebih luas, di mana hal ini dapat
diserahkan secara khusus oleh dewan komisaris, diantaranya menyangkut persoalan
sebagai berikut.

1. Manajemen harus mempergunakan komite audit untuk membantu mereka dalam


pelaksanaan peran dan tanggung jawabnya sebagaimana ketentuan yang berlaku.
2. Oleh karena itu, komite audit harus mengadakan pertemuan dengan manajemen
secara berkala untuk membicarakan semua pokok-pokok persoalan, yang dapat
memengaruhi kinerja finansial atau non- finansial organisasi 'secara terbuka,
sehubungan dengan perannya untuk mengawasi corporate governance.
14

3.5.3. Komunikasi Komite Audit dengan Auditor Internal

Komunikasi antara auditor internal dengan komite audit antara lain diatur dalam
Pernyataan Standar Auditing (Statement on Auditing Standard – SAS) No. 61. Dalam
standar tersebut disebutkan 8 (delapan) hal yang perlu dikomunikasikan oleh auditor
internal dengan komite audit, yaitu sebagai berikut.

1. Pertanggungjawaban atas struktur kendali internal dan bahwa laporan keuangan


bebas dari kesalahan material
2. Seleksi kebijakan akuntansi
3. Estimasi akuntansi.
4. Dampak penyesuaian dari hasil audit.
5. Pertanggungjawaban data nonkeuangan yang disepakati bersama
6. Ketidaksepakatan antara manajemen dan auditor internal.
7. Diskusi pemilihan auditor eksternal.
8. Masalah proses akuntansi, seperti keterlambatan penyampaian laporan atau batas
waktu laporan yang tidak masuk akal
3.5.4. Komunikasi Komite Audit dengan Auditor Eksternal

Salah satu tanggung jawab komite audit adalah menilai (me-review) hasil laporan
audit dari auditor eksternal. Kedudukan komite audit yang merupakan kepanjangan tangan
dari dewan komisaris dengan kompetensi yang dimiliki diharapkan dapat mengoptimalkan
fungsi auditor eksternal bagi perusahaan. Dalam Standar Profesional Akuntan Publik
(SPAP). Standar Auditing No. 380 mengatur mengenai komunikasi antara akuntan publik
(auditor eksternal) dengan komite audit. Komunikasi antara komite audit dengan auditor
eksternal dapat berbentuk lisan maupun tertulis. Masalah yang dapat dikomunikasikan
antara lain meliputi:

1. Tanggung jawab auditor berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan


Akuntan Indonesia
2. Kebijakan akuntansi yang signifikan
3. Pertimbangan manajemen dan estimasi akuntansi
4. Penyesuaian audit yang signifikan
5. Informasi lain dalam dokumen yang berisi laporan keuangan auditan
6. Ketidaksepakatan dengan manajemen
7. Konsultansi dengan alcuntan lain
8. Masalah besar yang dibicarakan dengan manajemen sebelum mengambil keputusan
untuk mempertahankan auditor
15

9. Kesulitan yang dalam pelaksanaan audit.

3.6. Implementasi Prinsip GCG di Komite Audit

Komite audit memegang peranan yang cukup penting dalam mewujudkan Good
Corporate Governance (GCG) karena merupakan "mata" dan "telinga" dewan komisaris
dalam rangka mengawasi jalannya perusahaan. Keberadaan komite audit yang efektif
merupakan salah satu aspek penilaian dalam implementasi GCG. Untuk mewujudkan
prinsip GCG di suatu perusahaan publik, maka prinsip independensi (independency),
transparansi dan pengungkapan (transparency and disclosure) akuntabilitas
(accountability), pertanggungjawaban (responsibility), serta kewajaran (fairness) harus
menjadi landasan utama bagi aktivitas komite audit. Pelaksanaan prinsip-prinsip GCG
dalam aktivitas komite audit akan dijelaskan lebih lanjut dalam bagian berikut.

3.6.1. Prinsip Independensi Komite Audit

Komite audit diharapkan dapat bersikap independen terhadap :kepentingan


pemegang saham mayoritas maupun minoritas. Selain itu, anggota komite audit seharusnya
tidak memiliki hubungan bisnis apa pun dengan perusahaan maupun hubungan
kekeluargaan dengan anggota direksi dan komisaris perusahaan, sehingga terhindar dari
konflik kepentingan. Oleh karena itu, nama-nama anggota komite audit (terutama di
perusahaan publik) hendaknya diumumkan ke masyarakat atau publik sebagai wujud
akuntabilitas terhadap sikap independensi mereka. Hal ini penting agar masyarakat dapat
melakukan kontrol sosial serta penilaian terhadap para anggota komite audit tersebut.

3.6.2. Prinsip Transparansi Komite Audit

Prinsip ini ditunjukkan melalui piagam komite audit (audit committee charter),
program kerja tahunan, serta rapat komite audit secara periodik yang didokumentasikan
dalam notulen rapat. Komite audit hendaknya membuat laporan secara berkala kepada
komisaris tentang pencapaian kinerjanya sebagai wujud pengungkapan (disclosure)
Diharapkan agar laporan tersebut dituangkan dalam laporan tahunan (annual report)
perusahaan yang dipublikasikan kepada publik.

3.6.3. Prinsip Akuntabilitas Komite Audit

Prinsip ini ditunjukkan oleh frekuensi pertemuan dan tingkat kehadiran anggota
komite audit. Selain itu, komite audit seharusnya memiliki kapabilitas, kompetensi, dan
pengalaman di bidang audit serta proses bisnis perusahaan agar dapat bekerja secara
profesional.
16

3.6.4. Prinsip Pertanggungjawaban Komite Audit

Prinsip ini ditunjukkan oleh aktivitas komite audit yag dijalankan sesuai dengan
peraturan atau ketentuan yang berlaku. Selain itu, kinerja komite audit hendaknya dapat
dipertanggungjawabkan secara moral kepada publik, selain kepada dewan komisaris.

3.6.5. Prinsip Kewajaran Komite Audit

Prinsip ini ditunjukkan oleh sikap komite audit dalam pengambilan keputusan yang
didasarkan atas sikap adil (fair) dan objektif terhadap semua pihak. Mengingat sangat
pentingnya aspek manajemen risiko (risk management) dalam pengelolaan perusahaan,
maka komite audit diharapkan dapat melakukan identifikasi risiko potensial (potential risk)
yang dihadapi perusahaan serta alternatif pemecahannya. Selain itu, yang tidak kalah
penting adalah bahwa komite audit juga berkewajiban untuk menjaga tingkat kepatuhan
(compliance) perusahaan terhadap kebijakan atau peraturan yang berlaku..

3.7. Audit Committee – Self Assessment Checklist

Anggota komite audit dapat melakukan penilaian mandiri (self assessment), yaitu
melalui peninjauan (review) alat bantu (tool) kuesioner penilaian mandiri (self assessment
questionnaire) yang dilengkapi dengan self assessment checklist. Tujuannya untuk
mengetahui kelemahan atau kekurangan dalam pelaksanaan tugas yang diembannya
sehingga diketahui upaya perbaikan (improvement) agar komite audit dapat berjan lebih
efektif. Apabila diperlukan dapat diprogramkan pelatihan (training) terhadap anggota
komite audit untuk meningkatkan pengetahuan dan keahlian terkait dengan proses bisnis
dan teknik audit.

3.8. Komite Lainnya

3.8.1. Komite-Komite Lainnya di BUMN

Berdasarkan Pasal 70 UU No. 17 tahun 2003 tentang BUMN antara lain disebutkan
bahwa komisaris dan dewan pengawas BUMN wajib membentuk komite audit yang
bekerja secara kolektif dan berfungsi membantu komisaris dan dewan pengawas dalam
melaksanakan tugasnya. Komite audit tersebut dipimpin oleh seorang ketua yang
bertanggung jawab kepada komisaris atau dewan pengawas, Selain komite audit,
komisaris. atau dewan pengawas dapat membentuk komite lain yang ditetapkan oleh
17

menteri. Sesuai penjelasan Pasal 70 UU BUMN, komite lain yang dimaksud di sini, yaitu
komite remunerasi dan komite nominasi.

3.8.2. Komite-Komite Lainnya di Perbankan

Bank Indonesia melalui surat edaran kepada semua bank umum kenvensional di
Indonesia No. 15/15/DPNP tanggal 29 April 2013 mengenai Pelaksanaan Good Corporate
Governance bagi Bank Umum, pada Bagian IV Komite-Komite, menyebutkan bahwa
dewan komisaris wajib membentuk susunan organisasi setidaknya komite audit, komite
pemantau risiko, serta komite remunerasi dan nominasi, dalam rangka mendukung
efektivitas tugas dan tanggung jawab dewan komisaris.

3.8.3. Komite-Komite Lainnya di Perusahaan Publik

Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) No. 34//POJK.04/2014 tanggal 8


Desember 2014 tentang Komite Nominasi dan Remunerasi Emiten atau Perusahaan Publik,
antara lain menyebutkan:

 Pasal 1 ayat 1, yang dimaksud dengan komite nominasi dan remunerasi adalah komite
yang dibentuk oleh dan bertanggung jawab kepada dewan komisaris dalam membantu
melaksanakan fungsi dan tugas dewan komisaris terkait nominasi dan remunerasi
terhadap anggota direksi dan atau anggota dewan komisaris.
 Pasal 2, emiten atau perusahaan publik wajib memiliki fungsi nominasi dan remunerasi
yang wajib dilaksanakan oleh dewan komisaris. Komite nominasi dan remunerasi
tersebut dapat dibentuk secara terpisah.
 Mengenai keanggotaan diatur dalam pasal 3, yaitu komite nominasi dan remunerasi
paling kurang terdiri dari 3 (tiga) orang anggota, dengan ketentuan:
a. Satu orang ketua merangkap anggota yang merupakan komisaris independen
b. Anggota lainnya yang dapat berasal dari:
1) Anggota dewan komisaris independen
2) Pihak yang berasal dari luar emiten atau perusahaan publik yang
bersangkutan
3) Pihak yang menduduki jabatan manajerial di bawah direksi yang
membidangi sumber daya manusia.
 ;Pasal 8, komite nominasi dan remunerasi mempunyai tugas dan tanggung jawab
paling kurang :
a. Terkait dengan fungsi nominasi
1) Memberikan rekomendasi kepada dewan komisaris mengenai :
18

a) Komposisi jabatan anggota direksi dan/atau anggota dewan


komisaris
b) Kebijakan dan kriteria yang dibutuhkan dalam proses nominasi
c) Kebijakan evaluasi kinerja bagi anggota direksi dan/atau
anggota dewan komisaris.
2) Membantu dewan komisaris melakukan penilaian kinerja anggota
direksi dan/atau anggota dewan komisaris berdasarkan tolak ukur yang
telah disusun sebagai bahan evaluasi
3) Memberikan rekomendasi kepada dewan komisaris mengenai program
pengembangan kemampuan anggota direksi dan/atau anggota dewan
komisaris
4) Memberikan usulan calon yang memenuhi syarat sebagai anggota
direksi dan/atau anggota dewan komisaris kepada dewan komisaris
untuk disampaikan kepada RUPS.
b. Terkait dengan fungsi remunerasi:
1) Memberikan rekomendasi kepada dewan komisaris mengenai :
a) Struktur remunerasi
b) Kebijakan atas remunerasi
c) Besaran atas remunerasi.
2) Membantu dewan komisaris melakukan penilaian kinerja dengan
kesesuaian remunerasi yang diterima masing-masing anggota direksi
dan/atau anggota dewan komisaris.

Semoga dengan memahami tanggung jawab, fungsi, serta sejarah pembentukan


komite audit, dan komunikasi yang diperlukan serta prinsip-prinsip GCG yang perlu
ditaati, maka keberadaan komite audit di perbankan, BUMN, dan perusahaan publik dapat
berjalan secara efektif dan bernilai tambah (value added) sehingga implementasi GCG di
berbagai perusahaan swasta, BUMN, maupun perusahaan publik dapat tercapai.
19

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Komite audit merupakan komite yang dibentuk oleh dewan komisaris guna
membantu dewan komisaris mengemban tugas dan fungsinya. Selain itu komite audit
diharapkan dapat menjadi jembatan bagi komisaris dan pihak publik seperti masyarakat.
Komisaris juga bukan hanya dibantu oleh komite audit melainkan juga oleh komite lain
seperti, komite manajemen risiko, komite nominasi dan remunerasi dalam mengevaluasi
kinerja perusahaan maupun kinerja dari pihak direksi dan/atau komisaris itu sendiri. tugas
dari komite audit yang profesional dan berpedoman terhadap prinsip Good Corporate
Governance dapat membuat kinerja dari sebuah entitas menjadi lebih baik.
20

DAFTAR PUSTAKA

Effendi, Muhammad Arief. (2009). “The Power of Good Corporate Governance : Teori
dan Implementasi”. Jakarta Selatan: Salemba Empat

Anda mungkin juga menyukai