Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

TEORI KONTINGENSI DAN KEPEMIMPINAN ADAPTIF


disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah kepemimpinan
Dosen Pengampu: Nova Erlyasari, Se., M.Si.

MATA KULIAH KEPEMIMPINAN

Yuyun Noviya 185030200111014


Fernanda Dewi 185030200111017
Suci Meldiana 185030200111018
Agista Putri Leksana 185030200111057
Aulia Audrey Garin Viega 185030201111035

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI BISNIS

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

UNIVERSITA BRAWIJAYA

TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya,
sehingga penulisan makalah yang berjudul “TEORI KONTINGENSI DAN KEPEMIMPINAN
ADAPTIF” dapat terselesaikan dengan baik. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu
Nova Erlyasari, Se., M.Si. selaku dosen mata kuliah Kepemimpinan yang telah membimbing
dari awal sampai akhir penyusunan makalah, serta semua pihak yang telah memberikan
dukungan. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat dibutuhkan guna perbaikan penulisan
makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat menjadi inspirasi dan memberi wawasan baru
bagi penulis serta pembaca.

Malang, 01 Oktober 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………… ………………………………………

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………i

DAFTAR ISI ………………………………… ………………………………………..ii

BAB I PENDAHULUAN ……………………… 1

A. Latar Belakang ………………………………………….. 1.1

B. Rumusan Masalah ………………………………………. 1.2

C. Tujuan Penulisan ……………………………………….. .1.3

BAB II PEMBAHASAN …………………………. 2

A. DESKRIPSI UMUM TEORI KONTINGENSI …………………………………… 2.1

B. TEORI KONTINGENSI AWAL …………………………………….. ……………2.2

C. MULTIPLE-LINKAGE MODEL …………………………………………………...2.3

D. Kelemahan Konseptual dalam Teori Kontingensi ………………………………. …2.4

E Penelitian Teori Kontingensi. …………………………………………………… …..2.5

F. EVALUASI KOMPARATIF TEORI KONTINGENSI. …………………………….2.6

G. PEDOMAN KEPEMIMPINAN ADAPTIF………………………………………….2.7

H. PEDOMAN PENANGANAN KRISIS SEKETIKA………………………………...2.8

BAB III PENUTUP …………………………………… 3


A. Simpulan …………………………………………………… ………………3.1
B.DaftarPustaka…………………………………………………………18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Untuk menjadi seorang pemimpin yang dapat diandalkan baik oleh perusahaan maupun oleh
bawahan atau staff pekerja lain, pemimpin harus memiliki skill yang berbeda dari
kebanyakan. Pemimpin harus dapat cepat tanggap akan segala situasi, harus mengetahui
bagaimana memecahkan masalah yang melanda dan sebagainya. maka dari itu, makalah yang
berjudul “Teori Kontingensi dan Kepemimpinan Adaptif” akan membahas tentang teori
kepemimpinan yang bisa diterapkan oleh seorang manajer atau pemimpin dan juga tentang
kelebihan maupun kelemahan dari teori tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan yang
diangkat dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimanakah gambaran umum Teori Kontingensi?
2. Apa itu Teori Kontingensi Awal?
3. Bagaimanakah Model Keterkaitan Ganda?
4. Apa saja Kelemahan Konseptual dalam Teori Kontingensi?
5. Bagaimana hasil dari penelitian Teori Kontingensi?
6. Bagaimana Evaluasi Komparatif Teori Kontingensi?
7. Apa saja Pedoman Kepemimpinan Adaptif?
8. Apa saja Pedoman untuk Menangani Krisis Seketika?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penulisan makalah adalah sebagai
berikut:
1. Untuk gambaran umum teori kontingensi.
2. Untuk mengetahui teori kontingensi awal.
3. Untuk mengetahui model keterkaitan ganda.
4. Untuk mengetahui kelemahan konseptual dalam teori kontingensi.

1
5. Untuk mengetahui tentang penelitian teori kontingensi.
6. Untuk mengetahui evaluasi komparatif teori kontingensi.
7. Untuk mengetahui pedoman kepemimpinan adaptif.
8. Untuk mengetahui pedoman dalam menangani krisis seketika.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 DESKRIPSI UMUM TEORI KONTINGENSI

Teori kontingensi menggambarkan bagaimana aspek situasi kepemimpinan dapat mengubah


pengaruh dan efektivitas pemimpin. Sebagian besar teori kontingensi awal difokuskan pada
pengaruh dyadic pada satu bawahan, tetapi beberapa teori menyatakan pengaruh pemimpin pada
kelompok.

JENIS VARIABLE
Teori kontingensi kepemimpinan yang efektif memiliki setidaknya satu variabel prediktor,
setidaknya satu variabel dependen, dan satu atau lebih variabel situasional. Atribut
kepemimpinan yang digunakan sebagai variabel independen biasanya dijelaskan dalam istilah
kategori meta yang luas (misalnya, perilaku tugas dan hubungan). Variabel dependen di sebagian
besar teori adalah kepuasan atau kinerja bawahan, dan dalam beberapa kasus itu adalah kinerja
kelompok. Sebagian besar variabel situasional adalah kondisi yang tidak dapat diubah oleh
pemimpin dalam jangka pendek, termasuk karakteristik pekerjaan (misalnya, struktur tugas,
saling ketergantungan peran), karakteristik bawahan (misalnya, kebutuhan, nilai), karakteristik
pemimpin ( keahlian, tekanan interpersonal), dan karakteristik posisi kepemimpinan (otoritas
pemimpin, kebijakan formal). Beberapa teori kontingensi juga memasukkan variabel mediasi
(terkadang disebut "variabel intervening") untuk menjelaskan pengaruh perilaku pemimpin dan
variabel situasional pada hasil kinerja. Mediator biasanya merupakan karakteristik bawahan yang
menentukan kinerja individu (misalnya, kejelasan peran, keterampilan tugas, kemanjuran diri,
tujuan tugas), tetapi mediator juga dapat mencakup karakteristik tingkat kelompok yang
menentukan kinerja tim (misalnya, keberhasilan kolektif, kerjasama , koordinasi kegiatan,
sumber daya). Sebuah teori lebih kompleks dan sulit untuk diuji jika mencakup banyak perilaku
tertentu, variabel mediasi, dan variabel situasional.

EFEK KAUSAL DARI VARIABLE SITUASIONAL


Variabel situasional yang digunakan dalam teori kontingensi dapat memiliki berbagai jenis efek
sebab akibat, dan lebih dari satu jenis efek dapat terjadi untuk variabel situasional yang sama
(Howell, Dorfman, & Kerr, 1986; James & Brett, 1984; Yukl, 2009).

- Situasi Secara Langsung Mempengaruhi Hasil atau Mediator.


Variabel situasional dapat secara langsung mempengaruhi hasil seperti kepuasan atau kinerja
bawahan, atau variabel mediasi yang merupakan penentu hasil. Ketika variabel situasional dapat
membuat variabel mediasi atau hasil lebih disukai, kadang-kadang disebut "pengganti" untuk
kepemimpinan. Contohnya adalah ketika bawahan memiliki pelatihan dan pengalaman ekstensif
sebelumnya. Kebutuhan klarifikasi dan pembinaan oleh pimpinan berkurang, karena bawahan
sudah mengetahui apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya. Variabel situasional
juga dapat mempengaruhi kepentingan relatif dari variabel mediasi sebagai penentu hasil kinerja.
Sebagai contoh, Keterampilan karyawan adalah penentu kinerja yang lebih penting ketika tugas

3
sangat kompleks dan bervariasi daripada ketika tugas itu sederhana dan berulang. Di sini sekali
lagi, variabel situasional dapat secara tidak langsung mempengaruhi perilaku pemimpin jika jelas
bagi pemimpin bahwa beberapa jenis perilaku lebih relevan daripada yang lain untuk
meningkatkan kinerja tim atau unit kerja pemimpin.

- Situasi Secara Langsung Mempengaruhi Perilaku Pemimpin.


Variabel situasional dapat secara langsung memengaruhi perilaku pemimpin tetapi hanya secara
tidak langsung memengaruhi variabel dependen. Aspek-aspek situasi seperti aturan formal,
kebijakan, ekspektasi peran dan nilai-nilai organisasi dapat mendorong atau membatasi perilaku
pemimpin dan kadang-kadang disebut tuntutan dan kendala. Selain pengaruh langsung dari
situasi pada perilaku pemimpin, mungkin ada pengaruh tidak langsung pada variabel terikat.
Misalnya, sebuah perusahaan menetapkan kebijakan baru yang mewajibkan manajer penjualan
untuk memberikan bonus kepada perwakilan penjualan mana pun dengan penjualan melebihi
standar minimum; manajer penjualan mulai memberikan bonus, dan kinerja serta kepuasan
perwakilan penjualan meningkat.

- Situation Moderates Effects of Leader Behavior


Variabel situasional disebut peningkat jika meningkatkan efek perilaku pemimpin pada variabel
dependen tetapi secara tidak langsung mempengaruhi variabel dependen. Misalnya memberikan
pembinaan akan berdampak lebih kuat pada kinerja bawahan bila pemimpin memiliki keahlian
yang relevan. Keahlian ini memungkinkan pemimpin untuk memberikan pembinaan yang lebih
baik, dan bawahan lebih cenderung mengikuti nasihat dari seorang pemimpin yang dianggap
ahli. Variabel moderator situasional disebut penetral ketika ia mengurangi pengaruh perilaku
pemimpin pada variabel terikat atau mencegah terjadinya efek apa pun. Sebagai contoh,
menawarkan kenaikan gaji kepada seorang karyawan untuk bekerja ekstra hari mungkin gagal
jika karyawan kaya dan tidak membutuhkan uang. Ketidakpedulian karyawan untuk membayar
imbalan adalah penetral untuk jenis taktik pengaruh ini.

2.2 TEORI KONTINGENSI AWAL


 Path-Goal Theory
Versi awal Path-Goal Theory menggambarkan bagaimana perilaku berorientasi pada tugas
seorang pemimpin ("kepemimpinan instrumental") dan perilaku berorientasi hubungan
("kepemimpinan suportif") mempengaruhi kepuasan dan kinerja bawahan dalam situasi yang
berbeda (Evans, 1970; House, 1971) . Teori ini kemudian diperluas untuk memasukkan
kepemimpinan partisipatif dan kepemimpinan yang berorientasi pada prestasi.
Konsisten dengan teori harapan motivasi, pemimpin dapat memotivasi bawahan dengan
mempengaruhi persepsi mereka tentang kemungkinan konsekuensi dari tingkat usaha yang
berbeda. Bawahan akan berkinerja lebih baik ketika mereka memiliki ekspektasi peran yang jelas
dan akurat, mereka menganggap bahwa upaya tingkat tinggi diperlukan untuk mencapai tujuan
tugas, mereka optimis bahwa mungkin untuk mencapai tujuan, dan mereka menganggap bahwa
kinerja tinggi akan menghasilkan hasil yang bermanfaat. Menurut teori ini, pengaruh perilaku
pemimpin terhadap kepuasan dan usaha bawahan bergantung pada aspek situasi, termasuk
karakteristik tugas dan karakteristik bawahan. Variabel moderator situasional ini menentukan
potensi peningkatan motivasi bawahan dan cara pemimpin harus bertindak untuk meningkatkan
motivasi. Variabel situasional juga mempengaruhi preferensi bawahan terhadap pola perilaku

4
kepemimpinan tertentu, sehingga mempengaruhi pengaruh pemimpin terhadap kepuasan
bawahan.

 Leadership Substitutes Theory


Variabel situasional meliputi karakteristik bawahan, tugas, dan organisasi secara langsung
mempengaruhi variabel dependen . Hal mencakup tugas yang sangat terstruktur dan berulang,
aturan dan prosedur standar yang ekstensif, serta pelatihan dan pengalaman ekstensif sebelumnya
untuk bawahan. Dalam situasi dengan banyak subtitusi, dampak potensial dari perilaku
pemimpin pada motivasi dan kepuasan bawahan bisa sangat berkurang. Misalnya, sedikit
pengarahan diperlukan ketika bawahan memiliki pengalaman atau pelatihan yang ekstensif
sebelumnya, dan mereka sudah memiliki keterampilan dan pengetahuan untuk mengetahui apa
yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya. Demikian pula, para profesional yang
secara internal termotivasi oleh nilai-nilai, kebutuhan, dan etika mereka tidak perlu didorong
oleh pemimpin untuk melakukan pekerjaan yang berkualitas tinggi. Beberapa variabel
situasional (disebut penetralisasi) mencegah seorang pemimpin menggunakan bentuk perilaku
yang akan meningkatkan kepuasan bawahan atau kinerja unit. Misalnya, seorang pemimpin yang
tidak memiliki kewenangan untuk mengubah prosedur kerja yang tidak efektif tidak dapat
melakukan perubahan yang dapat meningkatkan efisiensi.
 Teori Kepemimpinan Situasional
Menurut teori tersebut, untuk bawahan yang memiliki kematangan rendah, pemimpin harus
menggunakan perilaku berorientasi tugas yang substansial seperti mendefinisikan peran,
menjelaskan standar dan prosedur, mengarahkan pekerjaan, dan memantau kemajuan. Saat
kematangan bawahan meningkat hingga tingkat yang moderat, pemimpin dapat menurunkan
jumlah perilaku berorientasi tugas dan meningkatkan jumlah perilaku berorientasi relasi
(misalnya, berkonsultasi dengan bawahan, memberikan lebih banyak pujian dan perhatian).
Seorang bawahan yang memiliki kematangan yang tinggi memiliki kemampuan untuk
melakukan pekerjaan tanpa banyak arahan atau pengawasan dari pimpinan, dan kepercayaan diri
untuk bekerja tanpa banyak perilaku suportif oleh pemimpin. Fokus utama dari teori ini adalah
pada perilaku jangka pendek, tetapi seiring waktu, pemimpin mungkin dapat meningkatkan
kematangan bawahan dengan intervensi perkembangan yang membangun keterampilan dan
kepercayaan diri orang tersebut. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk meningkatkan
kematangan bawahan tergantung pada kompleksitas tugas dan keterampilan serta kepercayaan
diri awal bawahan. Mungkin diperlukan waktu beberapa hari atau selama beberapa tahun untuk
memajukan bawahan dari tingkat kematangan rendah ke tinggi pada tugas tertentu.
 Model Kontingensi LPC
Interpretasi dari teori ini menurut Fiedler (1978) adalah bahwa skor LPC mengungkapkan
hierarki motif pemimpin. Seorang pemimpin LPC yang tinggi sangat termotivasi untuk memiliki
hubungan antarpribadi yang dekat dan akan bertindak dengan sikap penuh perhatian dan suportif
jika hubungan perlu ditingkatkan. Interpretasi alternatif yang disarankan oleh Rice (1978)
menekankan nilai-nilai pemimpin daripada motif. Menurut interpretasi ini, pemimpin dengan
skor LPC rendah menilai pencapaian tugas lebih banyak daripada hubungan interpersonal,

5
sedangkan pemimpin dengan skor LPC tinggi menilai hubungan interpersonal lebih dari
pencapaian tugas (Rice, 1978). Prioritas nilai ini diasumsikan tercermin dalam jumlah perilaku
berorientasi tugas dan berorientasi hubungan yang digunakan oleh para pemimpin. Hubungan
antara skor LPC pemimpin dan kinerja kelompok bergantung pada variabel situasional kompleks
yang disebut kesukaan situasional, yang secara bersama-sama ditentukan oleh struktur tugas,
kekuasaan posisi pemimpin, dan kualitas hubungan pemimpin-anggota. Situasinya paling
menguntungkan ketika pemimpin memiliki kekuatan posisi yang substansial, tugasnya sangat
terstruktur, dan hubungan dengan bawahan baik. Dua pendekatan berbeda dapat digunakan oleh
seorang pemimpin untuk memaksimalkan efektivitas. Satu pendekatan adalah memilih jenis
perilaku yang sesuai untuk situasi tersebut, dan pendekatan lainnya adalah mencoba mengubah
situasi agar sesuai dengan pola perilaku yang disukai pemimpin.
 Teori Sumber Daya Kognitif
Teori sumber daya kognitif (Fiedler, 1986; Fiedler & Garcia, 1987) menjelaskan kondisi di mana
sumber daya kognitif seperti kecerdasan dan pengalaman berhubungan dengan kinerja
kelompok. Menurut teori, kinerja kelompok pemimpin ditentukan oleh interaksi yang kompleks
antara dua sifat pemimpin (kecerdasan dan pengalaman), satu jenis perilaku pemimpin
(kepemimpinan direktif), dan dua aspek situasi kepemimpinan (konflik interpersonal dan
distribusi pengetahuan tentang tugas). Hal mungkin disebabkan oleh bos yang menciptakan
konflik peran atau menuntut keajaiban tanpa memberikan sumber daya dan dukungan yang
diperlukan. Sumber stres lain termasuk seringnya krisis kerja dan konflik serius dengan
bawahan. Di bawah tekanan rendah, kecerdasan pemimpin memfasilitasi pemrosesan informasi
dan pemecahan masalah, dan kemungkinan besar meningkatkan kualitas keputusan pemimpin
otokratis. Namun, Teori Sumber Daya Kognitif tidak memasukkan variabel mediasi eksplisit
untuk menjelaskan bagaimana masalah interpersonal, kecerdasan pemimpin, dan pengalaman
pemimpin mempengaruhi penggunaan prosedur keputusan partisipatif, atau bagaimana prosedur
keputusan mempengaruhi kinerja kelompok pemimpin.

2.3 MULTIPLE-LINKAGE MODEL


Model keterkaitan ganda (Yukl, 1981, 1989) dikembangkan setelah teori kontingensi awal
lainnya, dan itu mencakup ide-ide dari beberapa teori tersebut. Namun, perilaku kepemimpinan
yang didefinisikan secara luas di sebagian besar teori sebelumnya digantikan oleh jenis perilaku
yang lebih spesifik. Fitur unik lainnya mencakup sejumlah besar variabel mediasi dan
situasional, dan deskripsi yang lebih eksplisit tentang proses tingkat grup. Penjelasan tentang
bagaimana variabel-variabel ini relevan meliputi ide-ide dari literatur tentang motivasi, teori
organisasi, dan kepemimpinan tim. Model keterkaitan ganda menggambarkan bagaimana
perilaku manajerial dan variabel situasional secara bersama-sama mempengaruhi kinerja
bawahan individu dan unit kerja pemimpin. Keempat jenis variabel dalam model tersebut antara
lain perilaku manajerial, variabel mediasi, variabel kriteria, dan variable situasional.

6
 Variabel Mediasi
Variabel mediasi dalam model didasarkan pada penelitian sebelumnya dan teori tentang
determinan kinerja individu dan kelompok (misalnya, Hackman, Brousseau, & Weiss, 1976;
Likert, 1967; McGrath, 1984; Porter & Lawler, 1968). Variabel mediasi didefinisikan terutama
di tingkat kelompok, seperti teori kepemimpinan tim.
- Komitmen tugas: anggota berusaha untuk mencapai kinerja tingkat tinggi dan
menunjukkan komitmen pribadi tingkat tinggi untuk tujuan tugas unit.
- Kemampuan dan kejelasan peran: anggota memahami tanggung jawab pekerjaan individu
mereka, tahu apa yang harus dilakukan, dan memiliki keterampilan untuk melakukannya.
- Organisasi pekerjaan: strategi kinerja yang efektif digunakan dan pekerjaan diatur untuk
memastikan pemanfaatan yang efisien dari personel, peralatan, dan fasilitas.
- Kerja sama dan rasa saling percaya: anggota saling percaya, berbagi informasi dan ide,
saling membantu, dan mengidentifikasi dengan unit kerja.
- Sumber daya dan dukungan: kelompok memiliki dana anggaran, peralatan, perlengkapan,
perlengkapan, personel, fasilitas, informasi, dan bantuan yang diperlukan untuk
melakukan pekerjaan.
- Koordinasi eksternal: aktivitas grup disinkronkan dengan aktivitas yang saling
bergantung di subunit dan organisasi lain (misalnya, pemasok, klien).
Variabel mediasi berinteraksi satu sama lain untuk menentukan efektivitas kelompok atau
subunit organisasi. Kekurangan yang serius dalam satu variabel mediasi dapat menurunkan
keefektifan grup, meskipun variabel mediasi lainnya tidak kurang.
 Variabel Situasional
Variabel situasi secara langsung mempengaruhi variabel mediasi dan dapat membuatnya lebih
atau kurang menguntungkan. Variabel situasional juga menentukan kepentingan relatif dari
variabel mediasi sebagai penentu kinerja kelompok. Variabel mediasi yang penting dan kurang
harus mendapat prioritas utama untuk tindakan korektif oleh seorang pemimpin. Kondisi yang
membuat variabel mediasi lebih disukai mirip dengan "pengganti" untuk kepemimpinan. Dalam
situasi yang sangat menguntungkan, beberapa variabel mediasi mungkin sudah mencapai level
maksimum jangka pendeknya, membuat pekerjaan pemimpin jauh lebih mudah. Variabel
situasional yang dapat mempengaruhi komitmen tugas termasuk sistem penghargaan formal dan
sifat pekerjaan itu sendiri yang memotivasi secara intrinsik. Komitmen tugas bawahan lebih
penting untuk tugas kompleks yang membutuhkan upaya dan inisiatif tinggi serta memiliki biaya
tinggi untuk setiap kesalahan. Komitmen anggota untuk melakukan tugas secara efektif akan
lebih besar jika organisasi memiliki sistem penghargaan yang memberikan penghargaan yang
menarik bergantung pada kinerja, seperti dalam kasus banyak pekerjaan penjualan. Motivasi
intrinsik cenderung lebih tinggi bagi bawahan jika membutuhkan pekerjaan .

7
 Tindakan Jangka Pendek untuk Memperbaiki Kekurangan
Proposisi dasar dari teori ini adalah bahwa tindakan pemimpin untuk memperbaiki setiap
kekurangan yang memediasi variabel akan meningkatkan kinerja kelompok. Seorang pemimpin
yang gagal mengenali peluang untuk memperbaiki kekurangan dalam variabel mediasi kunci,
yang mengakui peluang tetapi gagal untuk bertindak, atau yang bertindak tetapi tidak terampil
akan kurang efektif secara optimal. Seorang pemimpin yang tidak efektif dapat memperburuk
keadaan dengan bertindak dengan cara yang meningkatkan daripada mengurangi kekurangan
dalam satu variabel atau menengahi. Misalnya, seorang pemimpin yang sangat manipulatif dan
koersif dapat mengurangi upaya bawahan daripada meningkatkannya, Pemimpin dapat
mempengaruhi anggota kelompok untuk bekerja lebih cepat atau melakukan pekerjaan dengan
kualitas lebih baik (misalnya, dengan menawarkan insentif khusus, dengan memberikan ceramah
yang menginspirasi tentang pentingnyapekerjaan, dengan menetapkan tujuan yang menantang).
Pemimpin dapat meningkatkan kemampuan anggota untuk melakukan pekerjaan(misalnya,
dengan menunjukkan kepada mereka metode yang lebih baik untuk melakukan pekerjaan,
dengan menghilangkan kebingungan tentang siapabertanggung jawab atas apa). Para pemimpin
dapat mengatur dan mengoordinasikan kegiatan dengan cara yang lebih efisien(misalnya, dengan
menemukan cara untuk mengurangi penundaan, duplikasi upaya, dan usaha yang sia-sia; dengan
mencocokkanorang untuk tugas yang lebih baik; dengan menemukan cara yang lebih baik untuk
menggunakan orang dan sumber daya). Pemimpin dapat memperolehsumber daya yang
dibutuhkan segera untuk melakukan pekerjaan (misalnya, informasi, personel, peralatan,
bahan,persediaan). Para pemimpin dapat bertindak untuk meningkatkan koordinasi eksternal
dengan bertemu dengan pihak luar untuk membuat rencanaaktivitas dan menyelesaikan tuntutan
yang bertentangan di unit kerja.

 Efek Jangka Panjang pada Kinerja Grup


Dalam periode waktu yang lebih lama, pemimpin dapat membuat peningkatan yang lebih besar
dalam kinerja kelompokdengan memodifikasi situasi agar lebih menguntungkan. Pemimpin yang
efektif bertindak untuk mengurangi kendala,meningkatkan pengganti, dan mengurangi
pentingnya variabel mediasi yang tidak dapat diperbaiki. Efek ini biasanya melibatkan urutan
perilaku terkait yang dilakukan dalam waktu lamajangka waktu. Lebih banyak penelitian telah
dilakukan pada perilaku jangka pendek oleh para pemimpin daripada diperilaku jangka panjang
untuk memperbaiki situasi
Beberapa contoh tindakan yang mungkin dilakukan seorang pemimpin untuk memperbaiki
situasi adalah sebagai berikut:

1. Dapatkan lebih banyak akses ke sumber daya yang dibutuhkan untuk pekerjaan dengan
membina hubungan yang lebih baik dengan sup-tang, mencari sumber alternatif, dan mengurangi
ketergantungan pada sumber yang tidak dapat diandalkan.

8
2. Dapatkan lebih banyak kendali atas permintaan untuk produk dan layanan unit dengan
menemukan pelanggan barutomers, membuka pasar baru, mengiklankan lebih banyak, dan
memodifikasi produk atau layanan menjadilebih dapat diterima oleh klien dan pelanggan.

3. Memulai aktivitas baru yang lebih menguntungkan untuk unit kerja yang akan memanfaatkan
personel dengan lebih baik,perlengkapan, dan fasilitas.

4. Memulai program perbaikan jangka panjang untuk meningkatkan peralatan, dan fasilitas
dalam pekerjaanunit (misalnya, mengganti peralatan lama, menerapkan teknologi baru).

5. Memperbaiki prosedur seleksi untuk meningkatkan tingkat keterampilan dan komitmen


karyawan.

6. Modifikasi struktur formal unit kerja untuk memecahkan masalah kronis dan mengurangi
tuntutanpada pemimpin untuk pemecahan masalah jangka pendek.

2.4 Kelemahan Konseptual dalam Teori Kontingensi


Kelemahan Konseptual dalam Teori Kontingensi Teori kontingensi awal memiliki banyak
kelemahan konseptual yang membuatnya sulituntuk menguji dan membatasi kegunaan
praktisnya. Kelemahan yang khas dari teori-teori awal dijelaskan dalam bagian ini, tetapi tidak
setiap teori memiliki setiap kelemahan.
 Penekanan yang berlebihan pada kategori Meta Perilaku
Kategori perilaku pemimpin yang didefinisikan secara luas dapat membuat teori lebih pelit dan
kurang kompleks, tetapi mereka memiliki utilitas terbatas untuk memahami kepemimpinan yang
efektif dalam situasi yang berbeda. Perilaku komponen yang beragam dalam meta-kategori
seperti instrumental atau suportifkepemimpinan tidak sama-sama relevan untuk mempengaruhi
variabel hasil, dan model situasional-Variabel tor dapat mempengaruhi perilaku komponen
dengan cara yang berbeda. Misalnya, tugas yang membuat stresdapat meningkatkan nilai dari
beberapa perilaku relasi (misalnya, kepemimpinan yang mendukung) tetapi tidak yang
lain(delegasi). Dalam situasi tertentu, beberapa perilaku berorientasi tugas akan lebih relevan
daripada perilaku lainnya.ers, dan beberapa mungkin memiliki konsekuensi negatif. Lebih
mudah untuk memahami bagaimana meningkatkan pemimpin-efektivitas kapal ketika sebuah
teori mencakup jenis perilaku tertentu dan menggambarkan situasidi mana setiap jenis perilaku
relevan.
 Deskripsi Hubungan yang Ambigu
Sebagian besar teori kontingensi tidak secara jelas menunjukkan apakah bentuk relasi-kapal
antara variabel independen dan variabel dependen berubah sebagai situasionalvariabel meningkat
(Podsakoff, MacKenzie, Ahearne, & Bommer, 1995). Seorang pemimpin berperilaku
itumemiliki efek positif terhadap variabel dependen dalam beberapa situasi mungkin tidak

9
berpengaruh atau negatifberpengaruh dalam situasi lain. Dengan demikian, perilaku pemimpin
tingkat tinggi mungkin optimal dalam satu situasi,tetapi perilaku tingkat sedang atau rendah
mungkin optimal dalam situasi yang berbeda. Sebuah kontinu-teori gency harus mengidentifikasi
situasi di mana bentuk hubungan berubah dan terlalu banyakperilaku (atau jumlah apa pun)
memiliki efek negatif daripada efek positif.

 Penjelasan yang Tidak Memadai tentang Efek Kausal


Kebanyakan teori kontingensi tidak memberikan penjelasan yang memadai tentang alasan yang
mendasarianak laki-laki untuk hubungan yang diusulkan. Penjelasan yang jelas membutuhkan
variabel mediasi penentu variabel independen utama (misalnya, kinerja atau kepuasan) dan
dapatdipengaruhi oleh perilaku pemimpin dan aspek situasi. Beberapa teori kontingensitidak
memiliki variabel mediasi, dan lainnya terlalu terbatas dalam jenis proses mediasi yang
digunakanuntuk menjelaskan kepemimpinan yang efektif. Variabel mediasi di sebagian besar
teori melibatkan diadikpengaruh pemimpin pada bawahan individu daripada pengaruh pada
proses kolektif ditim dan unit kerja. Teori kontingensi awal dikembangkan sebelum menjadi
jelas bahwa isu-isu multi-level itu penting, dan bahkan dalam teori-teori yang memasukkan
proses-proses level grup itu pentingjarang jelas apakah pemimpin hanya mempengaruhi bawahan
individu atau seluruh kelompok.
 Kurangnya Perhatian pada Pola Perilaku

Kebanyakan teori kontingensi hanya menjelaskan efek terpisah dan independen dari setiap jenis
perilaku kepemimpinan termasuk dalam teori. Interaksi kompleks di antara berbagai
perilaku(atau sifat) menerima sedikit perhatian jika ada. Misalnya, efek berorientasi tugas dan
hubungan-perilaku berorientasi tidak independen. Perilaku relasi tingkat tinggi mungkin tidak
membaik. Pentingnya memeriksa efek sendi bahkan lebih besar untuk perilaku tertentu daripada
untuk meta-kategori, karena pola optimal spesifikperilaku akan lebih bervariasi seiring
perubahan situasi. Misalnya, kebutuhan akan beberapa tugas dan hubungan tiap perilaku
mungkin tetap tinggi untuk seorang pemimpin, tetapi campuran optimal dari perilaku tertentu
akan bervariasiagak untuk tugas yang berbeda dan untuk bawahan yang berbeda

 Kurangnya Perhatian terhadap Efek Gabungan Variabel Situasional

Sebagian besar teori kontingensi tidak secara eksplisit mempertimbangkan bagaimana beberapa
variabel situasional berinteraksi dalam efek moderasi mereka. Efek peningkatan dari satu
variabel situasional mungkin bergantung pada variabel situasional lainnya. Contoh diberikan
oleh Vroom dan Yetton (1973). Manfaat mengizinkan partisipasi oleh bawahan yang memiliki
informasi relevan yang tidak dimiliki oleh pemimpin (satu variabel situasional) bergantung pada
tingkat kesesuaian tujuan yang tinggi (variabel situasional lain), karena bawahan mungkin tidak
mau berbagi informasi yang akan merugikan masa depan mereka. kesejahteraan (misalnya , cara

10
untuk meningkatkan produktivitas yang juga akan membahayakan keamanan kerja mereka).
Teori kontingensi dapat memberikan penjelasan yang lebih lengkap tentang efektivitas pemimpin
jika efek interaksi variabel situasional dijelaskan.

 Kegagalan Membedakan Antara Mediator dan Moderator Situasional

Kegagalan untuk Membedakan Antara Mediator dan Moderator Situasional Seperti disebutkan
sebelumnya, mediator secara konseptual berbeda dari perilaku pemimpin pengaruh situasional
(tuntutan dan batasan) atau variabel situasional secara langsung mempengaruhi mediator (atau
hasil). Kebingungan tentang terciptanya dan potensi pengaruh pemimpin diremehkan ketika
mediator diperlakukan sebagai variabel situasional eksogen di luar kendali pemimpin. Misalnya,
tingkat keterampilan bawahan biasanya dipengaruhi baik oleh aspek situasi (misalnya, jenis
tugas yang dilakukan, pemilihan dan sistem pelatihan untuk organisasi) dan oleh perilaku
pemimpin (misalnya, klarifikasi dan pembinaan). Sebagian besar teori kontingensi juga gagal
menjelaskan bagaimana pemimpin dapat meningkatkan kinerja unit kerja dalam jangka waktu
yang lebih lama dengan mengurangi kendala dan meningkatkan pengganti.

2.5 Penelitian Teori Kontingensi


Penelitian Teori Kontingensi Teori kontingensi didukung oleh pola hasil yang sesuai dengan
teori tersebut. Sebagian besar penelitian tentang teori kontingensi awal kepemimpinan
menggunakan metode survei, dan banyak penelitian memiliki responden yang sama memberikan
penilaian pada semua variabel. Review artikel atau meta-analisis dari penelitian yang relevan
telah diterbitkan untuk teori jalur-tujuan.
Tidak ada penelitian yang secara langsung menguji semua aspek model keterkaitan ganda, tetapi
beberapa proposisi didukung oleh temuan dalam studi menggunakan metode penelitian deskriptif
seperti insiden kritis, buku harian dan observasi, studi kasus, dan studi lapangan komparatif
(misalnya, Peterson & Van Fleet, 2008; Yukl & Van Fleet, 1982). Beberapa proposisi serupa
dengan teori kontingensi lainnya, dan studi yang dilakukan untuk menguji teori tersebut
memberikan bukti yang relevan untuk menilai proposisi keterkaitan ganda.
Secara umum, bukti-bukti yang mendukung teori kontingensi sangat kuat dan sulit untuk
diinterpretasikan. Seperti disebutkan sebelumnya, ambiguitas dan teori kontingensi 192/528
membuat mereka lebih sulit untuk diuji, dan paling sulit. metode (Schriesheim & Kerr, 1977;
Yukl, 1989). Sampai saat ini, tidak ada teori kontingensi yang telah diuji secara memadai, dan
metode penelitian yang lebih kuat diperlukan untuk memberikan hasil yang lebih konklusif.
Alih-alih terlalu mengandalkan studi lapangan survei dengan sampel yang praktis, mereka
diharapkan untuk lebih menggunakan metode penelitian lain yang relevan. Contoh metode yang
mungkin lebih berguna termasuk studi lapangan komparatif dari pemimpin yang efektif dan tidak
efektif dalam situasi yang berbeda, studi longitudinal tentang seberapa baik pemimpin

11
beradaptasi dengan perubahan dalam situasi dari waktu ke waktu, percobaan lapangan dengan
pemimpin yang dilatih untuk mendidik situasi akurat dan memilih perilaku yang sesuai, dan
percobaan laboratorium dengan observasi pemimpin dalam simulasi tim yang dilakukan selama
beberapa minggu.

2.6 EVALUASI KOMPARATIF TEORI KONTINGENSI.

Berdasarkan tabel dibawah ini, ketujuh teori mengandung variabel moderator situasional, tetapi
variasi variabel situasional lebih besar di beberapa teori daripada di teori lainnya. Dengan ini
diperlukan teori kontingensi untuk memasukkan banyak aspek relevan dari situasi tersebut, tetapi
untuk melakukannya membuat teori sulit untuk diuji. Variabel mediasi berguna untuk
menjelaskan bagaimana pemimpin mempengaruhi kinerja bawahan, tetapi hanya tiga teori yang
memiliki variabel mediasi (atau intervensi) eksplisit. Teori sederhana tampaknya memiliki daya
tarik lebih daripada teori kompleks, tetapi teori sederhana kurang berguna untuk menjelaskan
kepemimpinan yang efektif.

Salah satu dasar untuk mengevaluasi teori kepemimpinan dalam hal aplikasi praktis adalah
meningkatkan efektivitas kepemimpinan. Teori kontigensi kepemimpinan tergantung pada
situasi kerja dan budaya organisasi. Salah satu ilmuan seperti McCall (1977) mempertanyakan
asumsi implisit dari sebagian besar teori kontingensi bahwa ada satu cara terbaik untuk manajer
untuk bertindak dalam situasi tertentu. Kebanyakan teori kontingensi tidak memberikan panduan
yang cukup dalam bentuk prinsip-prinsip umum untuk membantu manajer mengenali persyaratan

12
dan pilihan kepemimpinan yang mendasari berbagai aktivitas dan masalah yang dihadapi.
Namun, terlepas dari keterbatasannya teori kontingensi berfungsi untuk mengingatkan para
pemimpin bahwa penting untuk memantau perubahan dalam situasi dan menyesuaikan perilaku
mereka dengan cara yang tepat.

2.7 PEDOMAN KEPEMIMPINAN ADAPTIF

Untuk mewujudkan kepemimpinan yang efektif, pemimpin perlu menyesuaikan perilaku


mereka dengan situasi yang berubah. Pedoman berikut ini dapat membantu para pemimpin
menjadi lebih fleksibel dan adaptif. Pedoman tersebut didasarkan pada temuan dalam penelitian
tentang teori kontingensi dan penelitian lain yang menggunakan metode deskriptif seperti
kejadian kritis, observasi, studi kasus, dan biografi. Antara lain sebagai berikut:

• Pahami situasi kepemimpinan dan mencoba membuatnya lebih menguntungkan.

Teori kontingensi dapat digunakan untuk membantu memahami situasi kepemimpinan dengan
cara mengidentifikasi tuntutan, kendala, dan pilihan dalam posisi. Selain itu, cari cara untuk
meningkatkan pengganti dan mengurangi kendala. Temukan sumber daya, nasihat, dan bantuan
baru.

• Tingkatkan fleksibilitas dengan mempelajari cara menggunakan berbagai perilaku yang


relevan.

Salah satu cara untuk meningkatkan fleksibilitas dan adaptasi adalah mempelajari cara
menggunakan berbagai tugas, hubungan, dan mengubah perilaku yang mungkin relevan untuk
situasi atau tantangan apa pun yang mungkin dihadapi dalam pekerjaan. Langkah pertama adalah
mengidentifikasi jenisnya perilaku dan keterampilan yang mungkin berguna dan menilai
kekuatan dan kelemahan diri sendiri.

• Gunakan lebih banyak perencanaan untuk tugas yang panjang dan kompleks.

Perencanaan yang cermat diperlukan untuk menyelesaikan tugas tepat waktu dan sesuai
anggaran. Perencanaan lebih mudah bila langkah-langkah yang diperlukan untuk melaksanakan
tugas diketahui sebelumnya, dan lingkungan relatif dapat diprediksi. Pedoman perencanaan
proyek mencakup langkah-langkah berikut: (1) mengidentifikasi daftar kegiatan yang diperlukan,
(2) menentukan urutan optimal untuk kegiatan tersebut, (3) memperkirakan kapan setiap
kegiatan harus dimulai dan diakhiri, (4) menentukan siapa yang harus bertanggung jawab untuk
melakukan setiap aktivitas, dan (5) mengidentifikasi sumber daya yang dibutuhkan untuk itu.

• Lebih banyak berkonsultasi dengan orang yang memiliki pengetahuan yang relevan.

Hal utama dari model Vroom-Yetton (1973) adalah perlunya kepemimpinan yang lebih
partisipatif ketika tugasnya kompleks dan tidak terstruktur, dan bawahan (atau anggota tim)
memiliki pengetahuan yang relevan dan ide-ide kreatif tentang bagaimana melakukan tugas.

13
Kondisi tambahan untuk penggunaan konsultasi yang efektif adalah kesesuaian tujuan. Kualitas
keputusan kemungkinan akan meningkat ketika pemimpin berkonsultasi dengan orang-orang
yang memiliki keahlian yang relevan dan komitmen yang kuat untuk mencapai tujuan tugas.
Atau mengadakan pertemuan untuk bersama-sama memecahkan masalah, dan juga berkonsultasi
dengan satu atau dua orang sebelum mengambil keputusan.

• Memberikan lebih banyak arahan kepada orang-orang dengan peran yang saling
bergantung.

Saling ketergantungan peran di antara anggota kelompok meningkatkan ambiguitas peran,


karena sering membutuhkan penyesuaian perilaku. Sebuah tim tidak akan mencapai kinerja
tinggi kecuali tindakan anggotanya dikoordinasikan dengan erat. Bahkan ketika tugas individu
tampak relatif terstruktur, anggota mungkin bingung tentang bagaimana membuat penyesuaian
timbal balik untuk mengoordinasikan tindakan mereka. Pengarahan intensif oleh pemimpin
terkadang diperlukan untuk mengoordinasikan tindakan yang saling bergantung dari anggota tim
yang berbeda, tetapi jumlah arahan yang diperlukan dapat dikurangi jika tim mempraktikkan
aktivitas yang kompleks dan anggota menjadi terbiasa untuk bekerja sama dengan erat.

• Pantau tugas kritis atau orang yang tidak dapat diandalkan lebih dekat.

Pemantauan memberikan informasi yang diperlukan untuk mendeteksi dan memperbaiki


masalah kinerja. Pemantauan yang lebih sering dan intensif sesuai untuk tugas kritis yang
melibatkan keterpaparan tinggi, sehingga masalah dapat dideteksi sebelum menjadi sangat buruk
sehingga menjadi mahal dan sulit untuk diperbaiki. Namun, jumlah pemantauan yang tepat juga
bergantung pada keandalan bawahan yang melakukan tugas. Semakin kurang dapat diandalkan
dan kompetennya seorang bawahan, semakin dibutuhkan pemantauan.

• Memberikan lebih banyak pembinaan kepada bawahan yang tidak berpengalaman.

Ketika pekerjaan itu rumit dan seorang bawahan tidak berpengalaman dalam melakukannya,
diperlukan lebih banyak instruksi dan bimbingan oleh pemimpin. Seorang pemimpin dengan
keahlian yang kuat dapat membantu seseorang menemukan alasan kinerja yang lemah dan
memberikan bimbingan atau instruksi yang diperlukan.

• Lebih mendukung seseorang dengan tugas yang sangat membuat stres.

Seseorang yang menjadi marah secara emosional akan lebih sulit melakukan tugas dengan
sukses, terutama jika itu membutuhkan penalaran dan pemecahan masalah. Stres meningkat
dengan tuntutan yang tidak masuk akal, masalah yang tidak terkendali, hubungan interpersonal
yang sulit, kondisi berbahaya, dan risiko kesalahan yang mahal. Orang-orang dalam situasi
seperti itu lebih membutuhkan dukungan emosional dari para pemimpin dan rekan kerja.

14
2.8 PEDOMAN PENANGANAN KRISIS SEKETIKA.

Situasi yang sangat menantang kepemimpinan adalah dimana terjadinya krisis atau gangguan
langsung yang membahayakan baik keselamatan orang maupun keberhasilan suatu kegiatan.
Menurut para peneliti dan beberapa praktisi yang telah mengidentifikasi jenis tindakan pemimpin
dan proses keputusan yang efektif dalam krisis langsung menyarankan beberapa pedoman praktis
bagi para pemimpin sebagai berikut:

• Mengantisipasi masalah dan mempersiapkannya.

Banyak jenis masalah yang jarang terjadi bisa sangat mengganggu dan merugikan. Contohnya
kecelakaan, keadaan darurat medis, serangan teroris, kekurangan pasokan, pemogokan, sabotase,
dan bencana alam. Jika memungkinkan, ada baiknya untuk merencanakan terlebih dahulu
bagaimana menghindarinya. Untuk masalah yang tidak dapat dihindari, rencana darurat harus
dibuat untuk mengatasinya secara efektif ketika pada akhirnya terjadi. Cari praktik terbaik yang
ditemukan dalam analisis pengalaman masa lalu dengan masalah serupa. Menerapkan pelatihan
tentang cara menanggapi berbagai jenis gangguan dan keadaan darurat. Jika sesuai, mintalah tim
atau unit kerja mempraktikkan prosedur untuk menangani keadaan darurat, dan melakukan
tinjauan setelah kegiatan untuk menilai kesiapan dan memfasilitasi pembelajaran.

• Belajar mengenali tanda peringatan dini untuk masalah yang akan datang.

Beberapa jenis masalah memiliki tanda peringatan dini, dan seorang pemimpin harus belajar
mengenalinya. Respon umum terhadap tanda-tanda bahwa peristiwa yang tidak menyenangkan
akan segera terjadi adalah dengan mengingkari tanda-tanda tersebut dan tidak melakukan apa-
apa dengan harapan masalah tersebut akan hilang. Namun, untuk beberapa jenis gangguan,
tanggapan dini dapat mengurangi dampak dan biaya.

• Dengan cepat mengidentifikasi sifat dan ruang lingkup masalah. Penting bagi pemimpin
untuk membuat analisis situasi yang cepat tetapi sistematis. Namun, meskipun ada tekanan untuk
bertindak cepat, analisisnya tidak boleh terburu-buru dan dangkal. Jika penyebab masalah tidak
diidentifikasi dengan benar, waktu dan sumber daya akan terbuang percuma untuk mencoba
memecahkan masalah yang salah. Meskipun penyebab masalahnya sudah jelas, ruang lingkup
masalah mungkin tidak diketahui pada awalnya, dan ini bisa menjadi faktor dalam memilih
respons yang sesuai. Meremehkan atau melebih-lebihkan cakupan masalah dapat mengakibatkan
respons yang tidak tepat.

• Arahkan tanggapan oleh unit atau tim dengan cara yang percaya diri dan tegas.

Pemimpin harus memberikan arahan yang jelas dan percaya diri untuk memandu tanggapan tim
atau unit. Namun, pemimpin juga harus tetap menerima informasi dan saran yang relevan dari

15
pengikut. Pengikut sering kali memiliki informasi penting dan saran yang berguna tentang cara
menghadapi krisis, terutama jika itu adalah krisis baru.

• Beri tahu orang-orang tentang masalah utama dan apa yang sedang dilakukan untuk
mengatasinya.

Dengan tidak adanya informasi yang tepat waktu dan akurat tentang suatu krisis, rumor yang
merugikan kemungkinan besar akan terjadi, dan orang-orang mungkin menjadi kecil hati dan
takut. Seorang manajer dapat membantu mencegah stres yang tidak perlu untuk bawahan dengan
menafsirkan peristiwa yang mengancam dan menekankan elemen positif daripada membiarkan
orang fokus pada hal negatif. Jika memungkinkan, akan sangat membantu jika memberikan
arahan singkat dan berkala tentang kemajuan dalam upaya menghadapi krisis.

• Gunakan krisis sebagai kesempatan untuk membuat perubahan yang diperlukan.

Ketika krisis lebih dari sekadar gangguan sementara dan kemungkinan besar akan terjadi lagi, itu
harus dilihat sebagai peluang yang baik untuk membuat perubahan. Ketika respons langsung
terhadap krisis berhasil, hal itu dapat menghasilkan perasaan lega yang salah bahwa segala
sesuatunya dapat kembali normal. Namun, jika krisis merupakan peringatan bahwa strategi atau
praktik tradisional tidak lagi memadai untuk memenuhi tantangan masa depan, maka perubahan
besar diperlukan. Krisis dapat menjadi peluang untuk mendapatkan dukungan untuk perubahan
besar yang mungkin dapat dilawan. Bahkan jika perubahan besar tidak diperlukan, seorang
pemimpin harus mendorong pengikut untuk mencari cara untuk menghindari krisis serupa di
masa depan, atau untuk meningkatkan rencana darurat untuk menanggapi krisis yang tidak dapat
dihindari.

16
BAB III

KESIMPULAN

3.1 KESIMPULAN

Dalam sebuah pekerjaan tentu saja bisa mengalami masalah atau situasi tidak terduga.
Pemimpin yang efektif terus membaca situasi dan menentukan bagaimana menyesuaikan
perilaku mereka dengan situasinya. Pemimpin harus berusaha untuk memahami persyaratan
tugas, kendala situasional, dan proses interpersonal yang menentukan tindakan mana yang paling
mungkin berhasil. Teori jalur tujuan kepemimpinan mengkaji bagaimana aspek situasi
menentukan tingkat optimal dari setiap jenis perilaku kepemimpinan untuk meningkatkan
kepuasan dan usaha bawahan. Dalam teori kepemimpinan situasional, campuran yang tepat dari
tugas dan perilaku hubungan untuk pemimpin bergantung pada kepercayaan diri dan
keterampilan seorang bawahan dalam hubungannya dengan tugas. Teori pengganti
kepemimpinan mengidentifikasi aspek-aspek situasi yang membuat perilaku kepemimpinan
menjadi berlebihan atau tidak relevan. Teori Kontingensi LPC menggambarkan bagaimana
kesukaan situasional memoderasi hubungan antara sifat pemimpin (LPC) dan kinerja kelompok.
Teori sumber daya kognitif meneliti kondisi di mana sumber daya kognitif seperti kecerdasan
dan pengalaman terkait dengan kinerja kelompok. Model keterkaitan ganda menggambarkan
bagaimana perilaku pemimpin dan aspek situasi secara bersama-sama mempengaruhi kinerja
individu atau kelompok. Seorang pemimpin dapat meningkatkan kinerja kelompok dengan
mengambil tindakan langsung untuk memperbaiki setiap kekurangan dalam variabel mediasi,
dan seiring waktu pemimpin dapat meningkatkan kinerja kelompok dengan mengambil tindakan
untuk membuat situasi menjadi lebih baik. Teori kontingensi awal tergolong rumit dan sulit

17
untuk diuji. Sebagian besar teori memiliki kelemahan konseptual seperti penekanan berlebihan
pada perilaku yang didefinisikan secara luas, pengecualian variabel situasional yang relevan, dan
penjelasan yang tidak jelas tentang hubungan sebab akibat dan proses mediasi. Kebanyakan
penelitian yang dilakukan untuk menguji teori kontingensi menggunakan metode penelitian yang
lemah, dan hasilnya sulit untuk diinterpretasikan. Tidak ada satu pun teori yang telah diuji secara
memadai, tetapi penelitian ini memberikan dukungan untuk beberapa proposisi dalam beberapa
teori. Pengetahuan tambahan tentang variabel situasional telah diperoleh dalam penelitian
tentang teori-teori terbaru tentang kepemimpinan yang efektif. Kurangnya hasil yang kuat dan
konsisten dalam penelitian tentang teori kontingensi tidak membenarkan kesimpulan bahwa
variabel situasional tidak relevan untuk memahami kepemimpinan yang efektif. Teori
kontingensi yang lebih baik diperlukan untuk membantu manajer memahami dan mengatasi
tantangan yang sedang dihadapinya.

DAFTAR PUSTAKA

Yukl, Gary A. 2013. Leadership in Organizations edisi 8.

18

Anda mungkin juga menyukai