Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH KEPEMIMPINAN

“ Teori Kontingensi dalam Kepemimpinan “

Disusun Oleh:

KELOMPOK 4

Eviani oktavia 20142011

Fedry alirachman 20142011

R.A. Chynta Adilla putri 20142011

Salsabila nurfayza suhandi 20142011

Sri ratna azizah 20142011

FAKULTAS KESEHATAN PRODI S1 KEPERAWATAN

UNIVERSITAS YPIB MAJALENGKA

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Teori Kontingensi
dalam Kepemimpinan. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Manajemen Keperawatan yang diampu oleh Arni Wianti, S.Kep., Ners., M.Kes.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, sehingga
makalah ini selesai sesuai dengan waktunya. Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun khususnya dari dosen
mata kuliah Manajemen Keperawatan sangat penyusun harapkan, guna menjadi acuan dalam
bekal pengalaman bagi penyusun untuk lebih baik di masa yang akan datang.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi para mahasiswa keperawatan yang ingin
menambah wawasan ilmu pengetahuan. Penyusun juga mengharapkan makalah ini dapat
memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan ilmu
pengetahuan kita semua.

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Teori organisasi klasik memusatkan perhatiannya pada penciptaan suatu kumpulan


teknik-teknik yang rasional, yang diperlukan dalam mengembangkan baik struktur maupun
proses, dan juga mengarahkan suatu bentuk koordinasi yang mampu mengintegrasikan
hubungan-hubungan antara bagian dari suatu organisasi. teori organisasi klasik sangat
meyakini bahwa jika teknik dan pendekatan yang rasional dapat diwujudkan maka organisasi
akan dapat berjalan lebih baik dalam pencapaian tujuan. Penekanan pada aspek struktural dan
administratif menjadi perhatian dalam organisasi untuk menjalankan pekerjaan yang artinya
seseorang yang menerima tugas diberikan otoritas yang sah untuk digunaka pihak lain yang
berada di bawah posisi yang diberi kuasa, pembagian kerja yang jelas, spesifikasi
kemampuan teknis.

Teori kontingensi muncul sebagai jawaban atas pendekatan universalistic yang


membantah bahwa desain pengendalian yang optimal dapat diterapkan dalam perusahaan
secara keseluruhan. Pendekatan ini adalah perluasan dari teori manajemen ilmiah.
Pendekatan manajemen ilmiah menyiratkan satu cara terbaik untuk mendesain proses
operasional dalam rangka memaksimalkan efisiensi dalam organisasi.

Beberapa perintis studi organisasi yang pandangannya sangat berpengaruh dalam


perkembangakn teori organisasi klasik antara klain Max Weber dan tipe ideal birokrasi,
Taylor dan manajemen ilmiah, Fayol dan prinsip-prinsip administrasi. Salah satu teori yang
lahir dari manajemen klasik adalah teori kontingensi struktural atau structural contingensy
theory. Structural contingency theory berkembang pesat sekitar tahun 1960. Adapun lahirnya
pengertian dan kritik muncul terhadap teori kontingensi ini akan disajikan pada makalah
berikut.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Teori Kontingensi ?
2. Bagaimana Model Kontingensi Fiedler dalam Kepemimpinan ?
3. Bagaimana Path-Goal Theory dalam Kepemimpinan ?
4. Bagaimana Teori Situasional Hersey dan Blanchard dalam Kepemimpinan ?
5. Bagaimana Model Vroom-Jago Contingency Model ?
6. Apa itu Subtitusi Kepemimpinan ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Teori Kontingensi.
2. Untuk mengetahui Model Kontingensi Fiedler dalam Kepemimpinan.
3. Untuk mengetahui Path-Goal Theory dalam Kepemimpinan.
4. Untuk mengetahui Teori Situasional Hersey dan Blanchard dalam Kepemimpinan.
5. Untuk mengetahui Model Vroom-Jago Contingency Model.
6. Untuk mengetahui Subtitusi Kepemimpinan.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Teori Kontingensi


Kontingensi atau contingency adalah keadaan yang masih diliputi ketidakpastian
mengenai kemungkinan diperolehnya laba atau rugi oleh suatu perusahaan, yang baru akan
terselesaikan dengan terjadi atau tidak terjadinya satu atau lebih peristiwa pada masa yang
akan datang.

Teori kontingensi adalah teori organisasi yang mengklaim bahwa tidak ada cara yang
terbaik dalam mengelola organisasi, memimpin perusahaan atau untu membuat keputusan,
tapi bergantung pada situasi intyernal dan eksternal perusahaan. Pemimpin perusahaan yang
efektif harus mampu menerapkan gaya kepemimpinan mereka pada situasi yang tepat. Teori
kontingensi menggambarkan bagaimana aspek situasi kepemimpinan dapat mengubah
pengaruh dan efektivitas pemimpin. . Kontingensi berarti bahwa satu hal bergantung pada
hal-hal lain, dan agar seorang pemimpin menjadi efektif harus ada kesesuaian yang sesuai
antara perilaku dan gaya pemimpin dan kondisi dalam situasi tersebut. Gaya kepemimpinan
yang berhasil dalam satu situasi mungkin tidak berhasil dalam situasi lain.

B. Model Kontingensi Fiedler dalam Kepemimpinan


Model Kontingensi LPC Fiedler (1967; 1978) menjelaskan bagaimana situasi
memoderasi efek pada kinerja kelompok dari sifat pemimpin yang disebut skor rekan kerja
yang paling tidak disukai (LPC). Interpretasi skor LPC telah berubah beberapa kali selama
bertahun-tahun, dan apa arti sebenarnya dari ukuran tersebut masih dipertanyakan.

Interpretasi Fiedler (1978) adalah bahwa skor LPC mengungkapkan hierarki motif
pemimpin. Seorang pemimpin LPC yang tinggi sangat termotivasi untuk memiliki hubungan
antarpribadi yang dekat dan akan bertindak dengan sikap penuh perhatian dan suportif jika
hubungan perlu ditingkatkan. Pencapaian tujuan tugas adalah motif sekunder yang akan
menjadi penting hanya jika motif afiliasi utama sudah dipenuhi oleh hubungan pribadi yang
dekat dengan bawahan. Seorang pemimpin LPC rendah terutama dimotivasi oleh pencapaian
tujuan tugas dan akan menekankan perilaku berorientasi tugas setiap kali masalah tugas
muncul. Motif sekunder untuk membangun hubungan yang baik dengan bawahan akan
menjadi penting hanya jika kelompok tersebut bekerja dengan baik dan tidak memiliki
masalah serius yang berhubungan dengan tugas.

Interpretasi alternatif yang disarankan oleh Rice (1978) menekankan nilai-nilai


pemimpin daripada motif. Menurut interpretasi ini, pemimpin dengan skor LPC rendah
menilai pencapaian tugas lebih banyak daripada hubungan interpersonal, sedangkan
pemimpin dengan skor LPC tinggi menilai hubungan interpersonal lebih dari pencapaian
tugas (Rice, 1978). Prioritas nilai ini diasumsikan tercermin dalam jumlah perilaku
berorientasi tugas dan berorientasi hubungan yang digunakan oleh para pemimpin.

Hubungan antara skor LPC pemimpin dan kinerja kelompok bergantung pada
variabel situasional kompleks yang disebut kesukaan situasional, yang secara bersama-sama
ditentukan oleh struktur tugas, kekuasaan posisi pemimpin, dan kualitas hubungan
pemimpin-anggota. Situasinya paling menguntungkan ketika pemimpin memiliki kekuasaan
posisi yang substansial, tugasnya sangat terstruktur, dan hubungan dengan bawahan baik.
Menurut teori, pemimpin LPC rendah lebih banyak efektif bila situasinya sangat
menguntungkan atau sangat tidak menguntungkan, sedangkan pemimpin LPC tinggi lebih
efektif bila ada tingkat kesukaan situasional yang moderat. Teori ini tidak secara jelas
mengidentifikasi variabel mediasi untuk menjelaskan bagaimana LPC pemimpin dan
kesukaan situasional secara bersama-sama menentukan kinerja kelompok. Dua pendekatan
berbeda dapat digunakan oleh seorang pemimpin untuk memaksimalkan efektivitas. Satu
pendekatan adalah memilih jenis perilaku yang sesuai untuk situasinya, dan pendekatan
lainnya adalah mencoba mengubah situasi agar sesuai dengan pola perilaku yang disukai
pemimpin.

Landasan teori Fiedler adalah sejauh mana gaya pemimpin berorientasi pada
hubungan atau berorientasi tugas. Seorang pemimpin yang berorientasi pada hubungan
peduli dengan orang-orang. Pemimpin yang berorientasi pada hubungan membangun rasa
saling percaya dan menghormati, dan mendengarkan kebutuhan karyawan. Seorang
pemimpin yang berorientasi pada tugas terutama dimotivasi oleh pencapaian tugas. Mirip
dengan gaya struktur awal yang dijelaskan sebelumnya, pemimpin yang berorientasi pada
tugas memberikan arahan yang jelas dan menetapkan standar kinerja. Kontribusi penting dari
penelitian Fiedler adalah bahwa hal itu melampaui gagasan gaya kepemimpinan untuk
mencoba menunjukkan bagaimana gaya sesuai dengan situasi. Banyak penelitian telah
dilakukan untuk menguji model Fiedler, dan penelitian secara umum memberikan beberapa
dukungan untuk model tersebut. "Namun, model Fiedler juga telah dikritik. Menggunakan
skor LPC sebagai ukuran hubungan- atau perilaku berorientasi tugas tampaknya sederhana
untuk beberapa peneliti, dan bobot yang digunakan untuk menentukan preferensi situasi
tampaknya telah ditentukan secara sewenang-wenang.Selain itu, beberapa pengamat
berpendapat bahwa dukungan empiris untuk model lemah karena didasarkan pada hasil
korelasional yang gagal untuk mencapai statistik. signifikansi dalam sebagian besar kasus.
Model juga tidak jelas tentang bagaimana model bekerja dari waktu ke waktu. Misalnya, jika
pemimpin yang berorientasi pada tugas cocok dengan situasi yang tidak menguntungkan dan
berhasil, situasi organisasi cenderung meningkat dan menjadi situasi yang lebih tepat untuk
pemimpin yang berorientasi pada hubungan.

Akhirnya, model Fiedler dan banyak penelitian selanjutnya gagal untuk


mempertimbangkan pemimpin LPC menengah, yang beberapa Tudies menunjukkan lebih
efektif daripada pemimpin LPC tinggi atau rendah dalam sebagian besar situasi. Pemimpin
yang mencetak skor di kelas menengah pada skala LPC mungkin menyeimbangkan perhatian
pada hubungan dengan perhatian untuk pencapaian tugas lebih efektif daripada pemimpin
LPC tinggi atau rendah, membuat mereka lebih mudah beradaptasi dengan berbagai situasi.

Penelitian baru terus meningkatkan model Fiedler, 10 dan masih dianggap sebagai
kontribusi penting untuk studi kepemimpinan. Namun, dampak utamanya mungkin telah
menggerakkan peneliti lain untuk mempertimbangkan faktor situasional dengan lebih serius.
Sejumlah teori situasional lain telah dikembangkan selama bertahun-tahun sejak penelitian
asli Fiedler.

C. Path-Goal Theory dalam Kepemimpinan


Menurut Path-Goal Theory , Tanggung jawab pemimpin adalah meningkatkan
motivasi bawahan untuk mencapai tujuan pribadi dan organisasi. Pemimpin meningkatkan
motivasi pengikut dengan (1) memperjelas jalur pengikut menuju imbalan yang tersedia atau
(2) meningkatkan imbalan yang dihargai dan diinginkan pengikut. Klarifikasi jalur berarti
bahwa pemimpin bekerja dengan bawahan untuk membantu mereka mengidentifikasi dan
mempelajari perilaku yang akan mengarah pada pencapaian tugas yang sukses dan
penghargaan organisasi. Meningkatkan penghargaan berarti bahwa pemimpin berbicara
dengan bawahan untuk mempelajari penghargaan mana yang penting bagi mereka — yaitu,
apakah mereka menginginkan penghargaan intrinsik dari pekerjaan itu sendiri atau
penghargaan ekstrinsik seperti kenaikan gaji atau promosi.

Model ini disebut teori kontingensi karena terdiri dari tiga set kontinjensi — gaya
pemimpin, pengikut dan situasi, dan penghargaan untuk memenuhi kebutuhan pengikut. 18
Sedangkan teori Fiedler membuat asumsi bahwa pemimpin baru dapat mengambil alih saat
situasi berubah, dalam teori jalur-tujuan, pemimpin mengubah perilaku mereka agar sesuai
dengan situasi.

Teori jalan-tujuan menyarankan klasifikasi empat kali lipat dari perilaku pemimpin.
19 Klasifikasi ini adalah jenis perilaku yang dapat dilakukan oleh pemimpin mengadopsi dan
memasukkan gaya suportif, direktif, berorientasi pada prestasi, dan partisipatif.
- Kepemimpinan yang mendukung menunjukkan perhatian pada kesejahteraan dan
kebutuhan pribadi bawahan. Perilaku kepemimpinan terbuka, ramah, dan mudah didekati,
dan pemimpin menciptakan iklim tim dan memperlakukan bawahan dengan setara.
Kepemimpinan suportif mirip dengan pertimbangan atau kepemimpinan berorientasi
orang yang dijelaskan sebelumnya.
- Kepemimpinan yang diarahkan memberi tahu bawahan dengan tepat apa yang seharusnya
mereka lakukan. Perilaku pemimpin mencakup perencanaan, pembuatan jadwal,
penetapan tujuan kinerja dan standar perilaku, dan penekanan pada kepatuhan pada
aturan dan regulasi. Perilaku kepemimpinan direktif mirip dengan struktur permulaan
atau gaya kepemimpinan berorientasi tugas yang dijelaskan sebelumnya.
- Kepemimpinan partisipatif berkonsultasi dengan bawahan tentang keputusan. Perilaku
pemimpin termasuk meminta pendapat dan saran, mendorong partisipasi dalam
pengambilan keputusan, dan bertemu dengan bawahan di tempat kerja mereka. Pemimpin
partisipatif mendorong diskusi kelompok dan saran tertulis, mirip dengan gaya penjualan
atau partisipasi dalam model Hersey dan Blanchard.
- Kepemimpinan yang berorientasi pada prestasi menetapkan tujuan yang jelas dan
menantang untuk bawahan. Perilaku pemimpin menekankan kinerja dan peningkatan
kualitas tinggi atas kinerja saat ini. Pemimpin yang berorientasi pada prestasi juga
menunjukkan kepercayaan pada bawahan dan membantu mereka dalam belajar
bagaimana mencapai tujuan yang tinggi.

D. Teori Situasional Hersey dan Blanchard dalam Kepemimpinan


Teori situasional yang dikembangkan oleh Hersey dan Blanchard adalah
perpanjangan yang menarik dari grid kepemimpinan. Pendekatan ini berfokus pada
karakteristik pengikut sebagai elemen penting dari situasi, dan akibatnya menentukan
perilaku pemimpin yang efektif. Inti dari teori Hersey dan Blanchard adalah bahwa bawahan
memiliki tingkat kesiapan yang berbeda-beda. Orang yang memiliki kesiapan tugas yang
rendah, karena sedikit kemampuan atau pelatihan, atau ketidakamanan, memerlukan gaya
kepemimpinan yang berbeda dari mereka yang memiliki kesiapan tinggi dan memiliki
kemampuan, keterampilan, kepercayaan diri, dan kemauan yang baik untuk bekerja.

Menurut teori situasional, pemimpin dapat mengadopsi salah satu dari empat gaya
kepemimpinan, berdasarkan kombinasi perilaku hubungan (perhatian untuk orang) dan tugas
(perhatian untuk produksi). Gaya yang sesuai tergantung pada tingkat kesiapan pengikut.
- Tingkat Kesiapan Rendah
Ketika satu atau lebih pengikut menunjukkan tingkat kesiapan yang sangat rendah,
pemimpin harus sangat spesifik, "memberi tahu" pengikut apa yang harus dilakukan,
bagaimana melakukannya, dan kapan. Misalnya, Phil Hagans memiliki dua waralaba
McDonald's di timur laut Houston dan memberi banyak pekerja muda pekerjaan pertama
mereka. Dia menggunakan gaya jitu tentang segala hal mulai dari cara berpakaian hingga
cara yang benar untuk membersihkan panggangan, memberikan para pekerja muda
arahan kuat yang mereka butuhkan untuk berkembang ke tingkat keterampilan dan
kepercayaan diri yang lebih tinggi.

- Tingkat Kesiapan Sedang


Gaya kepemimpinan berjualan bekerja dengan baik ketika pengikut tidak memiliki
pendidikan dan pengalaman untuk pekerjaan itu tetapi menunjukkan kepercayaan diri,
kemampuan, minat, dan kemauan untuk belajar. Dengan gaya menjual, pemimpin
memberikan beberapa arahan tetapi juga mencari masukan dari dan mengklarifikasi tugas
untuk pengikut daripada hanya menginstruksikan bagaimana tugas dilakukan. Kierstin
Higgins, pendiri Accomodation by Apple, sebuah perusahaan kecil yang menangani
relokasi perusahaan, menganggap gaya penjualan sesuai untuk karyawan mudanya, yang
sangat energik dan antusias dengan pekerjaan mereka tetapi belum mendapatkan banyak
pengalaman. Dengan mencari masukan mereka dan mengklarifikasi tugas, Higgins yakin
dia membantu para pekerjanya belajar dari tantangan yang mereka hadapi alih-alih dibuat
frustrasi oleh mereka.

- Tingkat Kesiapan Tinggi


Gaya berpartisipasi bisa efektif ketika pengikut memiliki pendidikan, keterampilan, dan
pengalaman yang diperlukan , tetapi mereka mungkin merasa tidak aman dengan
kemampuan mereka dan membutuhkan bimbingan dari pemimpinnya. Pemimpin dapat
memandu perkembangan pengikut dan bertindak sebagai sumber untuk nasihat dan
bantuan. Contoh gaya yang berpartisipasi adalah Eric Brevig, supervisor efek visual di
Industrial Light and Magic, yang memaksimalkan kreativitas seniman dan animator
dengan mendorong partisipasi. Alih-alih memberi tahu orang bagaimana melakukan
pekerjaan mereka, Brevig memberi mereka tantangan dan bekerja dengan mereka untuk
mencari cara terbaik untuk menghadapinya. "Tingkat Kesiapan Sangat Tinggi Gaya
kepemimpinan mendelegasikan dapat digunakan secara efektif ketika pengikut memiliki
tingkat yang sangat tinggi. pendidikan, pengalaman, dan kesiapan untuk menerima
tanggung jawab atas perilaku tugas mereka sendiri. Pemimpin memberikan tujuan umum
dan otoritas yang cukup untuk melakukan tugas sesuai keinginan pengikut. Profesional
berpendidikan tinggi seperti pengacara, profesor perguruan tinggi, dan pekerja sosial
akan biasanya termasuk dalam kategori ini. Ada pengikut di hampir setiap organisasi
yang menunjukkan kesiapan tinggi. Sebagai contoh, banyak gerai makanan cepat saji
telah sukses besar mempekerjakan pensiunan untuk pekerjaan paruh waktu. Karyawan
yang lebih tua ini sering kali memiliki tingkat kesiapan yang tinggi karena kesiapan
mereka. pengalaman yang luas dan sikap positif, dan pemimpin dapat secara efektif
menggunakan gaya mendelegasikan.

E. Model Vroom-Jago Contingency Model


Model kontingensi Vroom – Jago berbagi beberapa prinsip dasar dengan model
sebelumnya, namun berbeda secara signifikan juga. Model ini berfokus secara khusus pada
berbagai tingkat kepemimpinan partisipatif, dan bagaimana setiap tingkat partisipasi
memengaruhi kualitas dan akuntabilitas keputusan. Sejumlah faktor situasional membentuk
kemungkinan bahwa pendekatan partisipatif atau otokratis akan menghasilkan hasil terbaik.

Model ini dimulai dengan gagasan bahwa seorang pemimpin menghadapi suatu
masalah yang membutuhkan penyelesaian. Keputusan untuk memecahkan masalah mungkin
dibuat oleh seorang pemimpin sendiri, atau melalui penyertaan sejumlah pengikut. Model
Vroom-Jago sangat diterapkan, yang berarti model ini memberi tahu pemimpin secara tepat
jumlah partisipasi yang benar oleh bawahan untuk digunakan dalam membuat keputusan
tertentu. 24 Model tersebut memiliki tiga komponen utama: gaya partisipasi pemimpin,
serangkaian pertanyaan diagnostik yang dapat digunakan untuk menganalisis situasi
keputusan, dan serangkaian aturan keputusan.

F. Subtitusi Kepemimpinan
Kerr dan Jermier (1978) mengidentifikasi aspek-aspek situasi yang membuat perilaku
berorientasi tugas ("kepemimpinan instrumental") atau perilaku berorientasi hubungan
("kepemimpinan suportif") oleh pemimpin yang ditunjuk menjadi mubazir atau tidak efektif.
Versi selanjutnya termasuk perilaku tambahan seperti perilaku hadiah kontingen (Howell,
Bowen, Dorfman, Kerr, & Podsakoff, 1990; Podsakoff, Niehoff, MacKenzie, & Williams,
1993). Pendekatan kepemimpinan kontingensi yang dinilai selama ini berfokus pada gaya
pemimpin, sifat pengikut, dan karakteristik situasi. Pendekatan kontingensi terakhir
menunjukkan bahwa variabel situasional bisa begitu kuat sehingga mereka benar-benar
menggantikan atau menetralkan kebutuhan akan kepemimpinan.

Variabel situasional meliputi karakteristik bawahan, tugas, dan organisasi yang


berfungsi sebagai pengganti dengan secara langsung mempengaruhi variabel dependen dan
membuat perilaku pemimpin menjadi berlebihan. Pengganti untuk kepemimpinan
instrumental mencakup tugas yang sangat terstruktur dan berulang, aturan dan prosedur
standar yang ekstensif, dan pelatihan serta pengalaman ekstensif sebelumnya untuk bawahan.
Pengganti untuk kepemimpinan yang mendukung termasuk kelompok kerja yang kohesif di
mana anggotanya saling mendukung, dan tugas yang secara intrinsik memuaskan dan tidak
menimbulkan stres. Dalam situasi dengan banyak pengganti, dampak potensial dari perilaku
pemimpin pada motivasi dan kepuasan bawahan bisa sangat berkurang. Misalnya, sedikit
pengarahan diperlukan ketika bawahan memiliki pengalaman atau pelatihan sebelumnya
yang ekstensif, dan mereka sudah memiliki keterampilan dan pengetahuan untuk mengetahui
apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya.

Beberapa variabel situasional (disebut penetral) mencegah seorang pemimpin


menggunakan bentuk perilaku yang akan meningkatkan kepuasan bawahan atau kinerja unit.
Misalnya, seorang pemimpin yang tidak memiliki kewenangan untuk mengubah prosedur
kerja yang tidak efektif tidak dapat melakukan perubahan yang dapat meningkatkan efisiensi.
Howell dkk. (1990) berpendapat bahwa beberapa situasi memiliki begitu banyak penetral
sehingga sulit atau tidak mungkin bagi seorang pemimpin untuk berhasil. Dalam peristiwa
ini, obatnya adalah mengubah situasi dan membuatnya lebih menguntungkan bagi pemimpin
dengan menyingkirkan penetral, dan dalam beberapa kasus dengan meningkatkan pengganti.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Poin terpenting adalah bahwa variabel situasional memengaruhi hasil kepemimpinan.
Pendekatan kontingensi dikembangkan untuk secara sistematis menangani hubungan antara
pemimpin dan organisasi. Pendekatan Kontingensi fokus pada bagaimana komponen gaya
kepemimpinan, karakteristik bawahan, dan elemen situasional berdampak satu sama lain.

Model kontingensi Fiedler, teori situasional Hersey dan Blanchard, teori jalur-tujuan,
model Vroom-Jago, dan konsep pengganti-kepemimpinan masing-masing memeriksa
bagaimana situasi yang berbeda membutuhkan gaya perilaku kepemimpinan yang berbeda.
Menurut Fiedler, pemimpin dapat menentukan apakah situasi tersebut mendukung gaya
kepemimpinan mereka. Pemimpin yang berorientasi pada tugas cenderung bekerja lebih baik
dalam situasi yang sangat mudah atau sangat sulit, sedangkan pemimpin yang berorientasi
pada hubungan melakukan yang terbaik dalam situasi yang menguntungkan menengah.
Hersey dan Blanchard berpendapat bahwa para pemimpin dapat menyesuaikan tugas atau
gaya hubungan mereka untuk mengakomodasi tingkat kesiapan bawahan mereka. Teori
jalan-tujuan menyatakan bahwa para pemimpin dapat menggunakan gaya yang secara tepat
menjelaskan jalan menuju penghargaan yang diinginkan.

Model Vroom – Jago menunjukkan bahwa pemimpin dapat memilih gaya keputusan
partisipatif berdasarkan kontinjensi seperti persyaratan kualitas, persyaratan komitmen, atau
informasi pemimpin. Selain itu, perhatian terhadap waktu (kebutuhan akan keputusan yang
cepat) versus perhatian untuk pengembangan pengikut juga diperhitungkan. Para pemimpin
dapat menganalisis setiap situasi dan menjawab serangkaian pertanyaan yang membantu
menentukan tingkat partisipasi pengikut yang sesuai. Akhirnya, konsep pengganti
kepemimpinan merekomendasikan bahwa pemimpin menyesuaikan gaya mereka untuk
menyediakan sumber daya yang tidak disediakan dalam situasi organisasi.

B. Saran
Dengan pembuatan makalah ini yang diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca
sebagai sumber ilmu pengetahuan mengenai teori kontingensi dalam kepemimpinan.
Diharapkan juga pembaca mencari referensi bacaan lain terkait materi teori kepemimpinan
agar wawasan tentang kepemimpinan semakin luas.
DAFTAR PUSTAKA

Daft, L.Richard. 2008. The Leadership Experience, edisi keempat. Thomson/South-Western.

Yukl, Gary A.2008. Leadership In Organization, edisi ke delapan. New Jersey: Pearson
Education

https://id.scribd.com/document/251086235/Teori-Kontingensi

https://media.neliti.com/media/publications/114524-ID-model-kontingensi-keefektifan-
kepemimpin.pdf

Anda mungkin juga menyukai