Bab 12.
-PENDEKATAN-PENDEKATAN DASAR KEPEMIMPINANKita mendefinisikan kepemimpinan(leadership) sbagai kemampuan untuk mempengaruhi
suatu kelompok guna mencapai sebuah visi atau serangkaian tujuan yang di tetapkan.
Teori-teori yg mendasari pendekatan dasar kepemoimpinan:
-teori sifat:
Teori sifat kepemimpinan(trait theoris of leadership) membedakan para pemimpin dari mereka
yg bukan pemimpin dengan cara berfokus pd barbagai sifat dan karakteristik pribadi.
-teori perilaku:
Teori perilaku kepemimpinan adlah teori-teori yg mengemukakan bahwa beberapa perilaku
tertentu membedakan pemimpin dr mereka yg bukan pemimpin.
Kett:
Dari penjelasan teori sifat dan perilaku di atas, dpat di simpulkan bahwa betapa pun
pentingnya teori sifat dan teori perilaku dlm menentukan pemimpin yg efektif versus pemimpin
yg tdk efektif, keduanya tdk menjamin keberhasilan seorang pemimpin.
-teori kemungkiran:
Model kemungkinan riedler (fiedler contingency model)
Menyatakan bahwa kinerja kelompok yg efektif bergantung pd kesesuaian antara gaya
pemimpin dan sejauh mana situasi trsbt memberikan kendali kpd pemimpin trsbut.
Mengindetifikasi gaya kepemimpinan.
Fiedler mayakini bahwa salah satu factor utama bagi kepemimpinan yg berhasail
adalah gaya kepemimpinan dasar seorang individu. Jadi ia mulai berusaha mencari
tahu apa gaya trsbt.
Memahami situasinya
Setelah gaya kepemimpinan seseorang diketahui, selanjutnya adlh mencocokan si
pemimpin dengan situasi.
House berasumsi bahwa pemimpin itu bersih dan bahwa pemimpin yg sama bias
menampilkan satu atau seluruh perilaku ini bergantung pada situasiyg ada.
Beragam variabel dan dan prediksi kemungkinan
1. Kepemimpinan direktif menghasilkan kepuasan yg lebih besar manakala tugastugasnya bersifat ambigu atau penuh tekanan bila dibandingkan dengan ketika
tugas tsbut terintruksi sangat ketat dan diuraikan dngn sangat baik.
2. Kepemimpinan yg supotif menghasilkan kinerja dan kepuasan karyawan yg
tinggi ketika karyawan mengerjakan tugas yg terintruksi.
3. Kepemimpinan direktif cenderung dipandang tdk efektif apabila karyaaawan
memiliki kemampuan yg diyakini baik atau pengalaman yg banyak.
4. Karyawan dngn pusat kendali internal akan lebih puas dengan gaya partisipatif.
5. Kepemimpinan yg berorientasi pencapaian dapat meningkatkan harapan para
karyawan bahwa usaha akan menghasilkan kinerja yg tinggi ketika tugas di
susun secara ambigu
PENDEKATAN KEPEMIMPINAN
MAKALAH
PENDEKATAN KEPEMIMPINAN
Dosen Pembimbing :
Vivin Maharani, M.Si
Disusun Oleh:
M. Adib Zen
(09510135)
Siti Rohmawati
(11510051)
(11510102)
Mohamad Bastomi
(11510131)
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji syukur kehadirat ALLAH SWT, karena berkat rahmat,
taufik serta hidayahnya kami masih diberi kesempatan dan kemampuan untuk
menyusun makalah dengan judul PENDEKATAN KEPEMIMPINAN guna memenuhi tugas
Semester empat.
Tersusunnya makalah ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu kami mengucapkan banyak-banyak terimakasih kepada:
1. Ibu Vivin Maharani, M.Si selaku dosen pengampu mata kuliah TEORI DAN
PERILAKU ORGANISASI yang memberikan arahan dan masukan dalam makalah
ini.
2. Serta semua pihak yang telah membantu kami dalam penyusunan makalah ini
yang tidak mingkin kami sebutkan satu persatu.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempuran. Demi
tercapainya suatu kesempurnaan kritik dan saran yang membangun sangat kami
harapkan.
Demikaian hal yang dapat kami sampaikan, kami berharap makalah ini dapat
berguna bagi pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Kepemimpinan
2.2. Munculnya Kepemimpinan
2.3 Kepemimpinan versus Manajemen
2.4 Studi Kepemimpinan yang Penting secara Historis
2.5 Teori kepemimpinan tradisional
2.6 Teori kepemipinan Modern
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kepemimpinan adalah subyek yang telah lama menarik perhatian banyak orang.
Istilah yang mengkonotasikan citra individual yang kuat dan dinamis yang berhasil
memimpin di bidang kemiliteran, memimpin perusahaan yang sedang berada di puncak
kejayaan, atau memimpin negara.
Sehingga berbagai pertanyaan pun muncul tentang kepemimpinan yang telah lama
menjadi sunyek spekulasi, tetapi penelitiannya sendiri secara ilmiah baru dimulai
setelah abad kedua puluh. Fokus perhatian dari para peneliti lebih banyak pada aspek
efektivitas kepemimpinan. Para ilmuwan sosial berusaha untuk mengetahui ciri-ciri,
kemampuan, perilaku, sumber-sumber kekuasaan atau aspek situasi yang menentukan
bagaimana
pemimpin
yang
baik
dapat
mempengaruhi
para
pengikutnya
dan
akan
selalu
mempunyai
beban
untuk
mempertanggung
jawabkan
Membicarakan kepemimpinan memang menarik dan dapat dimulai dari sudut mana
saja. Dari waktu ke waktu kepemimpinan kepemimpinan menjadi perhatian manusia.
Ada yang berpendapat masalah kepemimpinan itu sama tuanya dengan sejarah
manusia. Kepemimpinan dibutuhkan manusia, karena adanya suatu keterbatasan dan
kelebihan-kelebihan tertentu pada manusia. Disatu pihak manusia memilki kemampuan
terbatas untuk memimpin, di pihak lain ada orang yang mempunyai kelebihan
kemampuan untuk memimpin. Di sinilah timbul kebutuhan akan pemimpin dan
kepemimpinan.
1.3 Tujuan
1. Mengetahui dengan jelas definisi dan pengertian kepemimpinan.
2. Mengetahui beberapa penyebab munculnya seorang pemimpin berdasarkan teori yang
3.
4.
5.
6.
ada.
Mengetahui dengan jelas perbedaan antara kepemimpinan dan managemen.
Mengetahui studi kepemimpinan yang pernah muncul beserta pengaruh yang timbul.
Mampu membedakan teori-teori yang masuk pada teori kepemimpinan tradisional.
Mampu membedakan teori-teori yang masuk pada teori kepemimpinan modern.
BAB II
PEMBAHASAN
Kepemimpinan adalah proses yang sangat penting dalam setiap organisasi karena
kepemimpinan inilah yang akan menentukan sukses atau gagalnya sebuah organisasi.
Salah satu elemen pokok yang menjadi perhatian setiap organisasi adalah bagaimana
caranya untuk menarik, melatih, dan mempertahankan orang-orang yang akan menjadi
pemimpin-pemimpin yang efektif.
Para peneliti telah menentukan bahwa banyak praktik-praktik kepemimpinan tipikal
sekarang ini tidak akan bias berjalan dengan baik pada masa mendatang, dan hal ini
tidak diartikan akan terjadi dalam rentang waktu yang lama, tetapi relative segera.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa beberapa cara dalam memimpin sekarang mungkin
sebagian besar sudah tidak efektif lagi karena prkembangan yang cepat dari tuntutantuntutan baru tentang tenaga kerja, kualias dan kuantitas pekerjaan, dan kondisi tempat
kerja.
Banyak studi yang menunjukkan bahwa variasi dalam perilaku seorang pemimpin
biasanya memiliki hubungan dengan variasi dalam moral kelompok atau produkvitas
kelompok. Oleh karena itu, yang perlu kita ketahui adalah bagaimana untuk memilih
orang-orang yang memiliki pendekatan yang baik dan benar, bagaimana melatih mereka,
dan di mana menempatkan mereka. Untuk mengerjakan ini semua secara baik, dituntut
suatu pengertian yang jelas dan tepat tentang apa yang dimaksudkan dengan
kepemimpinan.
asas
kepemimpinan
Hasta
Brata
(delapan
laku
dipimpinnya.
Lir Candra (bulan) Dengan lambang ini seorang pemimpin hadaknya
berfungsi sebagai bulan, yakni membuat senang bagi anggotanya dan
memberi terang pada waktu gelap. Ketika dalam keadaan sulit, Sang
pemimpin mampu tampil untuk memberi jalan terang atau jalan keluar dari
kesulitan.
Lir Kartika (bintang) Bintang adalah sebagai pedoman bagi pelaut atau
pengarung samudra. Dengan lambang ini pemimpin handaknya berteguh
iman takwa, memiliki teguh pendirian sehingga menjadi pedoman dan
luas,
sanggup
menerima
dan
mendengar
persoalan,
menyaringnya dan membuat suasana menjadi jernih kembali tanpa ada rasa
dendam.
Lir Bantala (bumi) Dengan lambang ini, diharapkan pemimpin tidak hanya
mau berada diatas, tetapi juga bersedia dibawah. Sang pemimpin seolaholah menjadi tempat pijakan, sentosa budinya, jujur dan murah hati bagi
anak buahnya.
Menurut Robbins (1993), kepemimpinan itu didefinisikan sebagai kemampuan
seseorang untuk mempengaruhi sebuah kelompok menuju pencapaian tujuan kelompok.
Sumber dari pengaruh ini bisa saja formal seperti pengaruh yang diberikan oleh
kedudukan manajerial tingkat tertentu dalam organisasi/perusahaan. Karena posisi
manajemen biasanya disertai kewenangan tertentu yang secara resmi diberikan oleh
organisasi, seseorang yang menjalankan peran kepemimpinan tersebut hanya sebatas
posisi yang dipegangnya dalam organisasi itu. Tetapi, harus diingat bahwa tidak semua
manajer adalah pemimpin. Para pemimpin bisa muncul dari dalam kelompoknya sendiri,
tetapi juga bisa dengan penunjukan formal untuk memimpin sebuah kelompok. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan pola hubungan, kemampuan
mengkoordinasi,
memotivasi,
kemampuan
mengajak,
membujuk
dan
Pada kesimpulan studi Dipboye et al. (1977) tentang prospektif para calon yang
akan memegang posisi manajerial, disebutkan bahwa kaum laki-laki lebih disukai
daripada kaum wanita, calon-calon menarik secara fisik lebih sering dipilih daripada
calon-calon yang tidak menarik, dan orang-orang yang berkualifikasi rendah. Jadi, jenis
kelamin, daya tarik fisik dan kompetisi merupakan factor-faktor yang penting dalam
seleksi
untuk
posisi
manajerial.
Selain
itu,
sejumlah
karakteristik
personal,
Teori Genetik
Penganut teori ini berpendapat bahwa, pemimpin itu dilahirkan dan bukan
dibentuk [Leaders are born and not made]. Pandangan terori ini bahwa, seseorang
akan menjadi pemimpin karena keturunan atau ia telah dilahirkan dengan membawa
bakat kepemimpinan. Teori keturunan ini, dapat saja terjadi, karena seseorang
dilahirkan telah memiliki potensi termasuk memiliki potensi atau bakat
untuk memimpin dan inilah yang disebut dengan faktor dasar. Dalam
realitas, teori keturunan ini biasanya dapat terjadi di kalangan bangsawan
atau keturunan raja-raja, karena orang tuanya menjadi raja maka seorang
anak yang lahir dalam keturunan tersebut akan diangkan menjadi raja.
b.
Teori Sosial
dibentuk dan bukan dilahirkan (Leaders are made and not born). Penganut teori
berkeyakinan bahwa semua orang itu sama dan mempunyai potensi untuk menjadi
pemimpin. Tiap orang mempunyai potensi atau bakat untuk menjadi
pemimpin, hanya saja paktor lingkungan atau faktor pendukung yang
mengakibatkan potensi tersebut teraktualkan atau tersalurkan dengan baik
dan inilah yang disebut dengan faktor ajar atau latihan.
Pandangan penganut teori ini bahwa, setiap orang dapat dididik, diajar,
dan dilatih untuk menjadi pemimpin. Intinya, bahwa setiap orang memiliki
potensi untuk menjadi pemimpin, meskipun dia bukan merupakan atau
berasal dari keturunan dari seorang pemimpin atau seorang raja, asalkan
dapat dididik, diajar dan dilatih untuk menjadi pemimpin.
c.
Teori Ekologik
yang
baik
manakala
dilahirkan
memiliki
bakat
dan
pengalaman-pengalaman
yang
memungkinkan
untuk
pendidikan,
latihan
dan
pengalaman-pengalaman
yang
(3) Ditunjuk dari atas, artinya ia menjadi pemimpin karena dipercaya dan
disetujui oleh pihak atasannya (Imam Mujiono, 2002: 18)
berbagai pekerjaan)
3. Memantau hasil dan menyelesaikan masalah
Sedangkan kepemimpinan berusaha untuk membuat perubahan dalam organisasi
dengan :
1. Menyusun visi masa depan dan strategi untuk membuat perubahan yang dibutuhkan
2. Mengkomunikasikan dan menjelaskan visi
3. Memotivasi dan memberi inspirasi kepada orang lain untuk mencapai visi itu
Manajer
Mengurus
Mempertahankan
Mengendalikan
Memiliki pandangan jangka
pendek
Menayakan bagaimana dan
kapan
Mengawali
Menerima status quo
Melakukan sesuatu dengan
benar
Pembahsan
studi
klasik
dapat
membantu
penyusunan
tahap
teori
studi
ini
yang pertama
kali
menganalisis
kepemimpinan dari sudut pandang metodologi ilmiah, dan terlebih penting, studi
tersebut menyatakan bahwa perbedaan gaya kepemimpinan menghasilkan reaksi yang
berbeda dan kompleks dari kelompok-kelompok yang sama atau serupa.
Studi Kepemimpinan Ohio State
Studi Ohio State dimulai dengan premis tidak ada definisi kepuasan terhadap
kepemimpinan. Kelompok ini memutuskan untuk menganalisis bagaimana individu
bertindak tatkala mereka tengah memimpin suatu kelompok atau organisasi. Analisis
dilakukan dengan menyuruh para bawahan mengisi kuesioner yang berisi kesan-kesan
dengan efektifitas kerja. Titik tekan riset di University of Michigan adalah eksplorasi
perilaku kepemimpinan, yang memberikan perhatian khusus utamanya pada dampak
perilaku pemimpin atas kinerja suatu kelompok kecil.([7])
Kelompok ini juga memunculkan dua dimensi perilaku kepemimpinan yang mereka
sebut orientasi karyawan (employee-oriented) dan orientasi produksi (productionoriented). Para pemimpin yang berorientasi pada karyawan memiliki kecenderungan
pribadi pada pemenuhan kebutuhan para anggota kelompok. Sebaliknya, para pemimpin
yang berorientasikan pada produksi cenderung mengutamakan aspek-aspek teknis dan
tugas pekerjaan sehingga para anggota kelompok dipandang sebagai alat untuk
mencapai tujuan.
Kesimpulan yang diambil oleh kelompok Michigan ini sangat kuat mendukung para
pemimpin yang memiliki perilaku yang berorientasikan kepada karyawan. Mereka ini
biasanya dihubungkan dengan produktivitas dan kepuasan kelompok yang lebih tinggi. Di
pihak lain, para pemimpin yang berorientasikan pada produksi cenderung dihubungkan
dengan produktivitas dan kepuasan kelompok yang rendah.
pendekatan kepemimpinan yang paling tua. Pendekatan sifat menganggap pemimpin itu
dilahirkan (given) bukan dilatih atau diasah. Kepemimpinan terdiri atas atribut tertentu
yang melekat pada diri pemimpin, atau sifat personal, yang membedakan pemimpin dari
pengikutnya. Sebab itu, pendekatan sifat juga disebut teori kepemimpinan orang-orang
besar. Teori the Great Man menyatakan bahwa seseorang yang dilahirkan sebagai
pemimpin akan menjadi pemimpin tanpa memerhatikan apakah ia mempunyai sifat atau
tidak mempunyai sifat sebagai pemimpin.
Menyadari hal seperti ini, bahwa tidak ada korelasi sebab akibat antara sifat dan
keberhasilan manajer, maka keith Davis merumuskan empat sifat umum yang
tampaknya mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi.([8])
(1) Kecerdasan/ Intelijensi. Hasil penelitian umumnya membuktikan bahwa pemimpin
mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang dipimpinnya.
Pemimpin cenderung punya intelijensi dalam hal kemampuan bicara, menafsir, dan
bernalar yang lebih kuat ketimbang yang bukan pemimpin.
(2) Kedewasaan dan keluasan hubungan social. Pemimpin cenderung menjadi matang dan
mempunyai emosi yang stabil, karena mempunyai perhatian yang luas terhadap
aktivitas-aktivitas social. Dia mempunyai keinginan menghargai dan dihargai.
(3) Motivasi diri dan dorongan berprestasi. Para pemimpin secara relative mempunyai
dorongan motivasi yang kuat untuk berprestasi. Mereka berusaha mendapatkan
penghargaan yang intrinsik dibandingkan dari yang entrinsik.
(4) Sikap-sikap hubungan kemanusiaan. Pemimpin-pemimpin yang berhasil mau mengakui
harga diri dan kehormatan para pengikutnya dan mampu berpihak kepadanya.
Peraga merangkum trait kepemimpinan yang paling sering diteliti (trait yang
mencirikan seorang pemimpin yang sukses). Beberapa penelitian melaporkan bahwa
trait-trait ini memberikan kontribusi bagi kesuksesan kepemimpinan. Meskipun
demikian, kesuksesan dalam kepemimpinan bukan semata-mata dipengaruhi oleh traittrait ini saja atau trait lain. Masih ada banyak faktor yang mempengaruhi kesuksesan
kepemimpinan selain trait-trait di bawah ini.
Peraga Trait Terkait Keefektifan Pemimpin
Intelegensi
Kepribadian
Pertimbangan
Ketegasan
mengambil
keputusan
Pengetahuan
Kefasihan
berbicara
Kemampuan beradaptasi
Kemampuan
Kemampuan
menambahkan kerja
sama
Kesiagaan
Kreativitas
Integritas pribadi
Kepercayaan diri
Control dan
keseimbangan emosi
Mandiri(tidak konformis)
Taktik, diplomasi
positif terhadap sikap, kepuasan, dan pelaksanaan kerja. ([9]) Sama pentingnya adalah
hasil penemuan lainnya yang lebih belakangan ini. Penelitian ini menyatakan bahwa para
bawahan juga dapat memengaruhi pengikut-pengikut/para bawahannya.
Barrow dalam studi laboratoriumnya menemukan bahwa produktivitas kelompok
mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap gaya kepemimpinan dibandingkan
dengan pengaruh gaya kepemimpinan terhadap produktivitas. Dengan kata lain,
beberapa penemuan tampaknya menunjukkan bahwa para bawahan dapat memengaruhi
pemimpin dengan perilakunya, sebanyak pemimpin beserta perilakunya memengaruhi
para bawahannya.
Pendekatan Leader Member Exchange (Pertukaran antara
Pemimpin Anggota)
Pendekatan yang mengenali tidak adanya konsistensi perilaku pemimpin kepada
seluruh bawahannya. Pemimpin membina ikatan dan hubungan pribadi terhadap masingmasing bawahannya. LMX tidak hanya mengenali, tetapi menekankan perbedaan
hubungan yang dikembangkan pemimpin dengan bawahan yang berbeda dalam
kelompok. Sebagai contoh, seorang pemimpin mungkin dapat sangat bertoleransi pada
seorang bawahan tetapi sangat kaku dan tegas pada bawahan yang lain. Mungkin saja
pemimpin denga 10 orang bawahan akan memiliki 10 hubungan pemimpin-bawahan
yang berbeda untuk setiap bawahannya. Hubungan satu lawan satu inilah yang
menentukan perilaku bawahan.
Pendekatan LMX menyatakan bahwa pemimpin mengklasifikasikan para
bawahan menjadi anggota in-group dan out-group. Anggota in-group memiliki ikatan yang
sama dan juga system nilai yang sama dalam berinteraksi dengan pemimpin. Anggota
out-group memiliki kesamaan yang lebih sedikit dan jarang berinteraksi dengan
pemimpin.
Teori LMX menyatakan bahwa anggota in-group akan lebih mungkin menerima
penugasan yang menantang dan menerima imbalan yang lebih bermakna. Sehingga
anggota in-group akan memiliki sikap yang lebih positif terhadap budaya perusahaan
dan memiliki kinerja dan kepuasan kerja yang lebih tinggi dibandingkan pegawa yang out-
group. Anggota out-group dianggap bukan orang yang diinginkan pemimpin untuk bekerja
sama, dan hal ini sering kali menjadi self-fulfilling prophecy. Anggota out-group menerima
tugas yang lebih tidak menantang, menerima imbalan yang lebih sedikit, menjadi bosan
dengan pekerjaannya, dan pada akhirnya akan memilih berhenti bekerja.
Teori Kepemimpinan Kontigensi (Ketidakpastian)
Teori Kontijensi dalam kajian kepemimpinan fokus pada interaksi antara
variabel-variabel yang terlibat di dalam situasi serta pola-pola perilaku
kepemimpinan. Teori Kontijensi didasarkan atas keyakinan bahwa tidak ada satupun
gaya kepemimpinan yang cocok bagi aneka situasi.
Beberapa pendekatan untuk mengisolasi variable-variabel situasional yang penting
telah menunjukkan adanya perbedaan, yang satu lebih sukses daripada yang lain. Di
bawah ini ada pendekatan-pendekatan yang telah memperoleh pengakuan luas: model
Fieldler, teori situasional dari Hersey dan Blanchard, dan model partisipasi pemimpin.
(1) Model Fieldler
Model kontigensi dari Fred Fiedler (1976) mengusulkan bahwa efektifitas kinerja
sebuah kelompok tergantung pada adanya kecocokan antara gaya seorang pemimpin di
kala berinteraksi dengan bawahannya dan tergantung pada derajat control dan pengaruh
situasi pada si pemimpin. Fiedler kemudian mengembangkan kuesioner LPC (Least
Preferred Co-Worker) di mana responden diminta untuk memikirkan atau membayangkan
seorang teman sekerjanya yang paling menjengkelkan atau paling sulit diajak bekerja
sama. Kemudian, responden diminta menggambarkan sifat-sifat tertentu dari teman
kerjanya tersebut dengan memberikan skor tertentu. Kuesioner ini untuk mengukur
apakah seseorang itu (responden) lebih mengutamakan orientasi tugas atau orientasi
hubungan antar manusia. Selanjutnya, Fiedler mengisolasikan tiga kriteria situasionalhubungan pimpinan-bawahan, struktur tugas, dan kekuatan posisi yang dipercayainya
dapat dimanipulasi sedemikian rupa agar bias cocok dengan orientasi perilaku si
pemimpin. Dari sini akan dapat diramalkan efektivitas kepemimpinan seseorang.
a) Mengidentifikasi Gaya Kepemimpinan
menggambarkan pimpinan yang tidak disukai, di mana pimpinan ini sedikit sekali
memiliki kontrol.
c) Mencocokkan Pemimpin dengan Situasi
Dengan diketahuinya gaya kepemimpinan seseorang melalui LPC dan dengan
penetapan ketiga variable situasional tersebut di atas, model Fiedler ini mengusulkan
penyesuaian secara keseluruhan agar dapat dicapai efektivitas kepemimpinan yang
maksimal. Skor LPC seseorang akan menentukan tipe situasi yang mana yang paling
cocok untuk gaya kepemimpinannya. Tetapi, harus diingat bahwa gaya kepemimpinan
seseorang itu bersifat menetap. Jadi, hanya ada dua cara untuk meningkatkan
efektivitas kepemimpinan:
1.
Menggantikan si pemimpin untuk bisa cocok dengan situasinya. Sebagai contoh, jika
situasi yang dihadapi oleh sebuah kelompok kerja itu sangat tidak nyaman dan sedang
dipimpin oleh seorang manajer yang berorientasi pada hubungan sesame manusia,
kinerja kelompok tersebut bias ditingkatkan dengan cara menggantikan manajernya
Perilaku direktif ini hanya dapat menghasilkan kinerja yang baik jika dihubungkan
dengan intelegensi yang tinggi dalam lingkungan kepemimpinanyang suportif dan tanpa
stress.
Pada situasi-situasi yang rawan stress, ada hubungan positif antara pengalaman kerja
dan kinerja.
Kemampuan intelektual para pemimpin memiliki hubungan dengan kinerja kelompok
dalam situasi-situasi yang dianggap tanpa stres.
Penekanan
pada
pentingnya
bawahan
dalam
kepemimpinan
efektif
khusus:
memerintah,
menawarkan,
meminta
partisipasi,
dan
lebih ditekankan.
Menawarkan (banyak detail tugas, banyak hubungan sesama). Seorang pemimpin tidak
kepemimpinan
ini
dapat
dibuatkan
diagram,
di
mana
perilaku
kepemimpinan tertentu disesuaikan dengan situasi tertentu pula. Model ini juga
mendukung pendapat bahwa perilaku pemimpin itu fleksibel, di mana seorang pemimpin
dapat menyesuaikan gaya kepemimpinannya pada situasi-situasi yang berbeda. Dengan
memberikan jawabannya dari variable-variabel situasional tersebut di atas, dapat dipilih
salah satu perilaku kepemimpinan dalam pengambilan keputusan yang paling mendekati
situasi yang dihadapi.
Teori kepemimpinan Path-Goal (Jalan Mencapai Tujuan)
Sekarang ini, salah satu pendekatan tentang kepemimpinan yang memperoleh
penghargaan adalah teori jalan mencapai tujuan (Path Goal Theory), teori ini merupakan
sebuah model kepemimpinan yang bersifat kontigensi, yang merupakan ekstraksi
elemen-elemen kunci dari penelitian Ohio State tentang kepemimpinan (struktur inisiatif
dan struktur konsideratif) dan teori ekspektasi tentang motivasi.
Penekanan teori ini adalah bahwa menjadi pekerjaan pemimpin untuk
membantu para pengikut/bawahannya untuk mencapai tujuan mereka dan
memberikan arahan dan dorongan yang diperlukan untuk meyakinkan tujuan
mereka tidak bertentangan dengan objektif kelompok atau organisasinya.
Istilah Path-goal di sini dikembangkan dari sebuah kepercayaan bahwa para
pemimpin yang efektif selalu melicinkan jalan untuk membantu para
bawahan memperoleh sesuatu; mulai dari mereka sekarang sampai dengan
pencapain tujuan kerja, dan membuat perjalanan mereka itu lebih mudah
dengan mengurangi berbagai sandungan dan hambatan.
House bertetangan pendapat dengan Fiedler tentang perilaku pemimpin, House
berasumsi bahwa para pemimpin itu bersifat fleksibel. Menurut teori ini, seorang
pemimpin yang sama dapat mendemonstrasikan salah satu atau semua perilaku
kepemimpinan di atas tergantung tergantung pada situasi yang dihadapinya. Teori ini
mengusulkan bahwa perilaku seorang pemimpin dapat menjadi inefektif jika bersifat
berlebihan terhadap struktur lingkungan atau tidak sejalan dengan karakteristik pribadi
bawahan. Di bawah ini diberikan beberapa contoh hipotesis yang berhubungan dengan
teori jalan menuju tujuan versi Robert House([11])
Kepemimpinan direktif bisa menuju pada kepuasan yang lebih besar jika tugas-tugas
yang dihadapi bawahan itu lebih membingungkan atau banyak stress daripada kalau
pengalaman.
Makin jelas, hubungan kewenangan formal atau makin birokratis, para pemimpin makin
dianjurkan untuk memperlihatkan perilaku suportif dan tidak menekankan pada perilaku
direktif.
Kepemimpinan direktif akan menuju pada kepuasan karyawan yang lebih tinggi jika
kepemimpinan partisipatif.
Para bawahan yang pusat kontrol pribadinya bersifat eksternal akan merasa puas
untuk perubahan.
Penelitian tentang praktik-praktik kepemimpinan yang berlaku dan yang diantisipasikan.
Wawancara-wawancara dengan para pemimpin sukses ke seluruh Indonesia, bahkan
dunia tentang organisasi-organisasi yang inovatif.
Konsep kepemimpinan yang baru ini secara tepat mengklarifikasi praktik-praktik
apa yang sebaiknya di pertimbangkan secara serius untuk mengeliminasi pengulangan-
pengulangan/rutinitas yang selayaknya sudah diganti. Ada tujuh usulan perubahan yang
diperoleh dari pengalaman belajar:
Pertukaran komunikasi : terbatas dan informatif untuk saling berbagi dan saling
meyakinkan.
Pertukaran tenaga kerja : tenaga-tenaga inti (core) dan tenaga-tenaga non-inti (non-core)
meninggalkan Anda dengan praktik praktif inovatif mereka, yang akan mencampakkan
Anda ke pinggiran (Essex & Kusy, 1999).
Ikhtisar menguasai setiap gaya kepemimpinan tersebut memberikan pemahaman
yang lebih baik mengenai proses kepemimpinan kompleks. Belakangan muncul
beberapa teori kepemimpinan yang disesuaikan dengan tipe pemimpin yang muncul.
lama
seperti
yang
adalah
dengan
warisan
dari
kekuatan
konsepsi
kemampuan
[12]) Teori ini merupakan perluasan dari teori atributif di mana para
bawahan/pengikut
membuat
karakteristik-karakteristik
tertentu
untuk
Percaya diri. Mereka memiliki kepercayaan diri yang penuh dalam penilaian dan
kemampuan.
Memiliki visi. Tujuan ideal yang harus dicapai daripada status quo, makin besarlah
persepsi bawahan/pengikut bahwa pemimpin ini memiliki visi yang luar biasa.
Kemampuan untuk meyakinkan visinya. Mereka ini mampu menyatakan dan
menjelaskan visinya yang mudah dimengerti oleh orang lain. Kemampuan meyakinkan
orang ini diperkuat oleh pemihakan kepad kebutuhan bawahan, jadi bias berlaku sebagai
kekuatan motivasi.
Keyakinan kuat terhadap kebenaran visinya. Para pemimpin kharismatik dipersepsikan
sangat bertanggung jawab dan bersedia mengambil risiko pribadi yang tinggi, meskipun
sumber-sumber
dan
hambatan
lingkungan,
yang
diperlukan
untuk
merealisasikan perubahan.
Konsekuensi dari Kepemimpinan Karismatik
Sisi Gelap dari Karisma
Sebuah pendekatan yang lebih baik untuk membedakan antara karismatik positif
dan negatif adalah dalam hal nilai dan kepribadian mereka (House dan Howell, 1992;
Howell, 1998; Musser, 1987). Karismatik negatif memiliki orientasi kekuasaan secara
pribadi. Mereka menekankan identifikasi pribadi daripada internalisasi. Secara sengaja
mereka berusaha untuk lebih menanamkan kesetiaan kepada diri mereka sendiri
daripada idealisme.
Para pemimipin karismatik cenderung untuk membuat keputusan yang
berisiko
yang
dapat
mengakibatkan
kegagalan
serius,
dan
mereka
cenderung untuk membuat musuh yang lebih kuat yang akan menggunakan
kegagalan demikian sebagai kesempatan untuk memindahkan pemimpin
dari kantornya. Berikut beberapa konsekuensi dari pemimpin karismatik:
yang penting
Perilaku impulsif yang tidak tradisional menciptakan musuh dan juga orang-orang yang
percaya
Ketergantungan terhadap pemimpin akan menghambat perkembangan penerus yang
kompeten
Kegagalan untuk mengembangkan penerus menciptakan krisis kepemimpinan pada
akhirnya
Optimisme dan keyakinan diri amat penting untuk mempengaruhi orang lain agar
mendukung visi pemimpin, tetapi optimisme berlebihan membuat makin sulit bagi
pemimpin untuk mengenali kekurangan dalam visi itu. Terlalu mengenali visi tersebut
akan merendahkan kapasitas untuk mengevaluasinya secara objektif. Pengalaman dari
dari keberhasilan sebelumnya dan pemujaan bawahan dapat menyebabkan pemimpin
percaya bahwa penilaiannya tidak bisa salah. Dalam pencarian yang tekun untuk
mencapai visi itu, seorang [emimpin yang karismatik dapat mengabaikan atau menolak
bukti bahwa visinya tidak realistis dan mangarah kepada kegagalan. Para pengikut yang
percaya pada pemimpin itu akan terhalang untuk menunjukkan kekurangan atau
menyajikan perbaikan, yang membuat sebuah keputusan yang buruk menjadi makin
mungkin terjadi.
Bass (1985) menyebutkan bahwa respons dari orang terhadap pemimpin yang
karismatik akan lebih besar penghormatan luar biasa oleh beberapa orang dan
kebencian luar biasa oleh beberapa orang lainnya. Jadi, keuntungan memiliki beberapa
pengikut yang berdedikasi yang mengenali pemimpin akan diimbangi kerugiannya
dengan memilki beberapa musuh yang kuat, kemungkinan meliputi anggota yang
berkuasa dari organisasi itu yang dapat merendahkan program pemimpin tersebut atau
berkonspirasi untuk menggeser pemimpin dari kedudukannya.
Pengaruh dari Karismatik Positif
Sebaliknya, karismatik positif memliki orientasi kekuasaan sosial. Para pemimpin
ini menekankan internalisasi dari nilai-nilai bukannya identifikasi pribadi. Mereka
berusaha untuk menanamkan kesetiaan kepada ideologi lebih dari pada kesetiaan
kepada diri mereka sendiri.
Para pengikut akan jauh lebih baik bila bersama dengan pemimpin yang
karismatik positif daripada dengan pemimpin karismatik negatif. Mereka lebih besar
kemungkinannya
akan
mengalami
pertumbuhan
psikologis
dan
perkembangan
kemampuan mereka dan organisasi akan lebih dapat beradaptasi pada sebuah
lingkungan yang dinamis, bermusuhan dan kompetitif. Pemimpin yang karismatik positif
biasanya menciptakan sebuah budaya yang berorientasi keberhasilan (Harrison, 1987)
sistem kinerja tinggi (Vaill, 1978), atau organisasi yang dipicu oleh nilai secara
langsung (Peters & Waterman, 1982). Organisasi jelas telah memahami misi yang
mewujudkan nilai-nilai sosial bukannya hanya keuntungan atau pertumbuhan, para
anggota dari semua tingkatan diberikan kewenangan untuk membuat keputusan penting
tentang
bagaimana
menerapkan
strategis
dan
melakukan
pekerjaan
mereka,
mengidentifikasi
dua
jenis
Pengaruh ideal adalah perilaku yang membangkitkan emosi dan identifikasi yang kuat
pengikut.
Motivasi inspirasional meliputi penyampaian visi yang menarik, denga menggunakan
simbol untuk memfokuskan upaya bawahan, dan membuat model perilaku yang tepat
Stimulasi intelektual adalah perilaku yang meningkatkan kesadaran pengikut akan
permasalahan dan mempengaruhi para pengikut untuk memandang masalah dari
perspektif yang baru
Kepemimpinan transformasional juga terlihat melibatkan identifikasi pribadi karena
pengaruh ideal menghasilkan atribusi karisma oleh pengikut kepada pemimpin. Karisma
merupakan unsur kepemimpinan transformasional yang dibutuhkan, tetapi dirinya sendiri
tidaklah mencukupi bagi proses transformasional (Bass, 1985 hlm.31).
Kondisi yang Memudahkan
sebuah
visi
kecuali
pemimpinnya
memperlihatkan keyakinan diri dan pendirian. Adalah penting untuk tetap optimistis
saat
seorang
pemimpin
memiliki
harapan
yang
tinggibagi
mereka
dan
memperlihatkan keyakinan terhadap mereka (Eden, 1984, 1990; Eden & Shani, 1982;
Field, 1989; Sulton & Woodman, 1989)
5. Menggunakan tindakan dramatis dan simbolis untuk menekankan nilai-nilai penting
Perhatian akan nilai atau sasaran diperlihatkan dengan cara bagaimana seorang
manajer menghabiskan waktunya, dengan keputusan alokasi sumber daya yang dibuat
saat terdapat pertukaran antar sasaran, dengan pertanyaan yang ditanyakan manajer,
dan dengan tindakan apa yang dihargai oleh manajer tersebut.
Tindakan simbolis untuk mencapai sebuah sasaran penting atau mempertahankan
sebuah nilai akan lebih mungkin memberikan pengaruh saat manajer itu membuat risiko
kerugian pribadi yang cukup besar, membuat pengorbanan diri, atau melakukan hal-hal
yang tidak konvensional
6. Memimpin dengan memberikan contoh
Menurut peribahasa, tindakan berbicara lebih keras daripada perkataan. Satu cara
seorang pemimpin dapat mempengaruhi komitmen bawahan adalah dengan menetapkan
sebuah contoh dari perilaku yang dapat dijadikan contoh dalam interaksi keseharian
dengan bawahan. Memimpin dengan memberikan contoh terkadang disebut pembuatan
model peran.
7. Memberikan kewenangan kepada orang-orang untuk mencapai visi itu
Pemberian kewenangan berarti mendelegasikan kewenangan untuk keputusan
tentang bagaimana melakukan pekerjaan kepada orang-orang dan tim. Ini berarti
meminta orang untuk menentukan sendiri cara terbaik untuk menerapkan strategi atau
mencapai sasaran, bukannya memberitahu mereka secara rinci tentang apa yang harus
dilakukan.[14]
diperlukan
dari
kepemimpinan
transformasional,
tetapi
ia
juga
informasi
sensitif,
menghilangkan
pengendalian
yang tidak
diperlukan, dan membangun sebuah budaya yang kuat untuk mendukung pemberia
kewenangan. Sedangkan para pemimpin karismatik melakukan lebih banyak hal yang
memupuk sebuah citra kompetensi yang luar biasa, seperti manajemen kesan, batasan
informasi, perilaku yang tidak konvensional, dan pengambilan risiko pribadi.
Selain itu juga terdapat perbedaan antara kepemimpinan transformasional dan
karismatik. Menurut Bass, para pemimpin transformasional dapat ditemukan dalam
organisasi apapun pada tingkat apapun, dan jenis kepemimpinan ini secara universal
relevan bagi semua jenis informasi (Bass, 1996, 1997). Sebaliknya para pemimpin yang
karismatik itu langka, dan munculnya mereka terlihat lebih bergantung pada kondisi
yang mendukung (Bass, 1985; Beyer 1999; Shamir & Howell 1999). Mereka paling
mungkin menjadi pengusaha yang memiliki visi yang mendirikan sebuah organisasi baru,
atau para reformis yang muncul dalam sebuah organisasi yang didirikan saat
kewenangan formal telah gagal menghadapi krisis yang parah sehingga nilai dan
keyakinan tradisional dipertanyakan. Reaksi dari orang-orang terhadap pemimpin
karismatik biasanya lebih ekstrem dan beragam dibanding dengan reaksi terhadap
pemimpin transformasional (Bass, 1985).
Teori Kepemimpinan Transaksional
Kepemimpinan transaksional,
pemimpin
yang
memandu
atau
peran
dan
tuntutan
tugas.
Kepemimpinan
transaksional
pemimpin
transaksional
memperkenalkan
apa
yang
diinginkan
(Bass,
1990).
Gagasan
awal
mengenai
gaya
kepemimpinan
transformasional dan transaksional ini dikembangkan oleh James MacFregor Gurns yang
usaha yang dicapai, janji pengharapan untuk prestasi kerja yang baik, pengakuan
keberhasila.
Manajemen
dengan
pengecualian
(aktif)
memperlihatkan
dan
meneliti
pembuatan keputusan.
Pemimpin Transformatif
Kharisma : memberikan visi kesadaran misi, mengajarkan kebanggaan, memperoleh
respek, dan kepercayaan.
Inspirasi : mengomunikasikan harapan-harapan yang tinggi, menggunakan simbol-simbol
untuk memfokuskan usaha, mengekspresikan usulan-usulan penting dengan cara-cara
sederhana.
Stimulasi intelektual : mempromosikan kecerdasan, rasionalitas, dan penyelesaian
masalah secara berhati-hati.
Pertimbangan individual : memberikan perhatian pribadi, pelatihan-pelatihan, dan
nasihat-nasihat serta memperlakukan tiap karyawan secara individual.
Bass (dalam Howell dan Avolio, 1993) mengemukakan bahwa karakteristik
kepemimpinan transaksional terdiri atas dua aspek, yaitu imbalan kontingen, dan
manajemen eksepsi. Berkaitan dengan pengaruh gaya kepemimpinan transformasional
terhadap perilaku karyawan, Podsakoff dkk. (1996) mengemukakan bahwa gaya
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kepemimpinan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain,
bawahan atau kelompok, kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan
atau kelompok, memiliki kemampuan atau keahlian khusus dalam bidang
yang diinginkan oleh kelompoknya, untuk mencapai tujuan organisasi atau
kelompok.
Kata pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan memiliki keterikatan
yang tak dapat dipisahkan. Karena untuk menjadi pemimpin bukan hanya
berdasarkan suka satu sama lainnya, tetapi banyak faktor. Pemimpin yang
berhasil hendaknya memiliki beberapa kriteria yang tergantung pada sudut
pandang atau pendekatan yang digunakan, apakah itu kepribadiannya,
keterampilan, bakat, sifat sifatnya, atau kewenangannya yang dimiliki yang
mana
nantinya
sangat
berpengaruh
terhadap
teori
maupun
gaya