PENDAHULUAN
1. Budaya Disiplin
Menurut ahli manajemen, Jim Collins (2001), menemukan pentingnya budaya disipilin
untuk meraih keunggulan dalam bersaing. Bagi Collins, perusahaan-perusahaan yang bagus
dibagi menjadi 2 kategori yaitu good company dan great company. Seperti bagan di bawah
ini, tidak semua perusahaan bagus menjadi perusahan hebat, bahkan bisa jadi perusahaan yang
bagus bisa menjadi perusahaan yang buruk jika ditindak dengan tidak benar. Makanya di bagan
di atas mengatakan “good is the enemy of great”. Dan untuk menjadi perusahaan hebat, tidak
hanya memiliki disiplin melainkan budaya disiplin.
6. Kepemimpinan Level 5
Collins menegaskan pentingnya leadership. Tetapi, leadership yang ia tekankan
bukanlah managerial leadership seperti yang dimiliki kebanyakan manager. Pemimpin
disebut Lincolntype leader, yaitu seseorang yang punya keberanian menghadapi fakta-
fakta brutal dengan kegigihan, pantang menyerah, memiliki panggilan profesional,
serta punya kerendah hatian strategis.
Untuk membuat budaya disiplin ini memberikan hasil maka ia harus diwarnai dengan
spirit of entrepreneurship. Perusahaan-perusahaan baru (start-up organization)
biasanya sangat gigih dan diwarnai oleh jiwa kewirausahaan yang tinggi. Tetapi
biasanya disiplinnya sangat rendah karena segala sesuatunya masih baru dan belum
beraturan. Organisasi hierarki sebaliknya, disiplinnya tinggi tetapi spirit
kewirausahaannya tidak ada. Organisasi tipe ini sangat loyal, tetapi juga sangat boros,
lamban, dan tidak kreatif. Jika didiamkan suatu ketika bisa menjadi parasit dalam
masyarakat yang disebut organisasi birokratik. Disini disiplinnya sudah hilang sama
sekali. Makanya mereka sering disindir sebagai penganut prinsip “kalau bisa
diperlambat kenapa harus dipercepat”. Transformasi untuk menjadikan
perusahaan/organisasi sebuah great company adalah dengan memberikan warna
kewirausahaan yang tinggi, selain budaya disiplin.
Transformasi untuk menjadikan perusahan / organisasi sebuah great company adalah
dengan memberikan warna kewirausahaan yang tinggi, selain budaya disiplin.
2. Intervensi Melalui OD
Salah satu teknik yang banyak digunakan dalam memperkuat budaya korporat adalah
OD atau Organization Development. Pada dasarnya OD merupakan teknik yang dipakai dari
ilmu perilaku (behavioral science) untuk menciptakan learning invironment melalui upaya-
upaya peningkatan kepercayaan (trust), konfrontasi terbuka terhadap masalah-masalah,
pemberdayaan karyawan dan partisipasinya, berbagi pengetahuan dan informasi desain
pekerjaan yang lebih memberikan arti, kerjasama dan kolaborasi antar kelompok serta potensi
manusia. Menurut Dalf OD menjadi alat yang terpenting terletak pada nilai-nilai
perkembangan manusia, keterbukaan, keadilan, bebas dari tekanan- tekanan dan otonomi untuk
mencapai hasil tersebut.
Ada beberapa teknik yang dikembangkan dalam OD, sebagai berikut
1. Intervensi kelompok
Intervensi dilakukan di sela-sela program tahunan untuk “membuka mata” dan
mengajak para eksekutif untuk terlibat dalam perumusan rencana yang menyenngkan.
Untuk itu harus diupayakan adanya even khusus yang membentuk pengalaman
emosional mereka yaitu tentang pentingnya komitmen, kemampuan beradaptasi, dan
setia pada nilai-nilai yang hakiki dalam melayani dan membangun institusi. Harus
diupayakan adanya kebebasan dalam banyak hal baik dalam berpakaian sampai
komunikasi lintas hierarki dan divisi,dan kebebasan berfikir untuk mengasah
kreativitas. Jangan biarkan dominasi oleh atasan-atasan tettentu dan jangan biarkan rasa
takut menyelimuti mereka.
2. Team building
Team building adalah suatu kegiatan experiental yang didesain untuk menyelimuti
cohesivennnes (daya rekat) kelompok. Nilai-nilai dasar yang ditanam dalam team dan
diterima dengan menyenangkan akan membantu proses percepatan pembentukan nilai-
nilai baru.
Dalam mengubah budaya korperat ada dua buah kenyataan yang harus dihadapi, yaitu
; Vicious circle (lingkaran setan ) dan virtuous circle (lingkaran baik). Semua pemimpin itu
tentu menginginkan transformasi nilai-nilai yang ditanamkan bisa menimbulkan perubahan
perilaku dan membawa kemajuan bagi kinerja organisasi (virtuous). Tetapi dalam
kenyataannya banyak proses transformasi nilai yang memikul balik ke belakang.
Viciuous circle
Untuk mengatasi hal itu, para ahli manajemen memperkenalkan konsep horizontal
linkage (keterkaitan horizontal) dalam konsep ini korporat dibuat dekat dengan dan berinteraksi
dengan stakeholder-nya.
Model Keterkaitan Horizontal sebagai Pemupuk Budaya Korporat
Ada tiga komponen yang perlu di ketahui dalam konsep ini yaitu:
1. Spealisasi membuat orang-orang akan bekerja sesuai dengan kompetensinya. Orang
yang bekerja dengan komptensinya akan memupuk keahlian yang berbeda dari kealian
orang-orang dibagian lain.
2. Dengan adanya boundary spanning maka setiap departemen memiliki keterkaitan
(linkage) dengan sector-sektor yang relevan diluar organisasimisalnya R&D dengan
para pemasok teknologi,peneliti dikampus,para kolega di asosiasi profesi dan
seterusnya.
3. Keterkaitan horizontal ,melalui keterkaitan horizontal masing-masing departemen
dapat bebas melakukan tukeran ide,pengalaman, dan informasi tanpa dipisahkan oleh
sekat-sekat pemisah (birokrasi fungsional).
ANTENA NOKIA
Pada awal telepon seluler beredar,handset yang digunakan masih dilengkapi dengan
antena dan sangat mengganggu konsumen. Teknisi pada kantor pusat nokia melakuan
penelitian terhadap frekuensi gelombang radio.
Setelah berbincang-bincang dengan konsumen,bagaimana kalau antena itu
disembunyikan didalam handset dan tidak perlu keluar. Gagasan itu karena mendengar
keluhan tentang antena patah,melengkung,atau terlepas.
Gagasan itu harus diwujudkan menjadi produk, tetapi memperoleh banyak
hambatan. Dibantu oleh atasannya ,Yrojo Neuvo mereka melakukan presentasi dimana-
mana. Dan setelah gigih berjuang ide itupun dapat diterima. Andaikan horizontal
linkagesudah didesain dalam organisasi Nokia.
Debut perdebatan soal antena itu akhirnya diwujudkan lewat Nokia seri 8800.
Produk ini ternyata menjadi unggulan di Nokia dan memberikan keuntungan terbesar dalam
sejarah Nokia.
BAB III
PENUTUP
Implementasi transformasi nilai-nilai
Transformasi nilai-nilai adalah bentuk perubahan yang sangat sulit, sangat mendasar,
butuh banyak waktu, tetapi merupakan faktor yang sangat menentukan keberhasilan
perubahan. Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi keberhasilan suatu tranformasi nilai-
nilai, sebagai berikut
Leadership yang kuat.
Leadership seperti ini disebut Jim Collins sebagai kepemimpinan tingkat lima, atau
Lincoln-type leaders. Ia bukanlah seorang otoriter, melainkan pemimpin team yang
bekerja habis-habisan untuk organisasi, dan dengan berani mempertaruhkan jabatan
dan kedudukannya untuk menghadapi fakta-fakta brutal.
Dukungan bawahan
Pemimpin yang kuat tidak ada artinya jika tidak didukung oleh bawahan-bawahanya
yng dengan rela mengorbankan waktu, tenaga, pikiran, dan masa depan untuk
menciptakan perubahan.
Komunikasi yang jelas
Transformasi nilai-nilai menimbulkan banyak pertanyaan didalam hati, oleh karena itu
seorang pemimpin harus piawai dalam berkomunikasi, baik verbal maupun nonverbal
agar transformasi nilai-nilai dapat mencapai tujuan.
Komitmen pemimpin
Pemimpin juga harus membangun komitmen yang harus dimulai dari dirinya sendiri.
Untuk memperoleh komitmen yang luas, pemimpin dapat membangunnya melalui tiga
tahapan, sebagai berikut.
Dari bagan diatas terdapat beberapa tahapan menuju komitmen dalam perubahan, yaitu
sebagai berikut
Tahap persiapan
Pada tahap ini dilakukan dua hal, pertama adalah memperkenalkan (sentuhan pertama),
seperti lewat pidato pemimpin yang menyampaikan visi atau pandangan kedepan.
Kedua, dibangun proses kesadaranmelalui dialog-dialog.
Tahap penerimaan
Pada tahap kedua ini para pemimpin membantu anak buahnya memahami apa yang
akan terjadi kemudian dan apa saja manfaat bagi organisasi dan mereka semua jika
dilakukan perubahan. Setelah mereka mulai bisa menerima, barulah keputusan untuk
melakukan implementasi dimulai.
Tahap komitmen
Tahap ini terdiri dari dua langkah, yaitu instalasi dan institutionalisasi. Disini perubahan
dilakukan secara terbatas pada bagian-bagian tertentu sehingga mudah diatasi dan
pemimpin dapat secara langsung melihat dampak yang terjadi dan mengendalikannya.
Setelah instalasi selesai barulah dilakukan institutionalisasi, penerapan perubahan
secara luas, terintegrasi pada seluruh organisasi.
Referensi
Kasali, Renald. 2007. Change ( Tak Peduli Berapa Jauh Jalan Salah yang Anda Jalani, Putar
Arah Sekarang Juga (Manajemen Perubahan dan Manajemen Harapan)). Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama.