Anda di halaman 1dari 86

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA Ny.

S
DENGAN HIPERTENSI PADA Ny. S (gangguan system kardiovaskuler)
RT10 / RW03 DI DESA CIPINANG KEC RAJAGALUH WILAYAH
KERJA UPTD PUSKESMAS RAJAGALUH KABUPATEN
MAJALENGKA TAHUN 2023
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas PBL III
Keperawatan Keluarga dan Gerontik

Disusun oleh :

YUNIZA PRIHANJANI
20142011053

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YPIB MAJALENGKA
Jalan Gerakan Koperasi No. 003 Majalengka 45411
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONESP KELUARGA
1. PENGERTIAN KELUARGA
Keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan-ikatan
kebersamaan dan ikatan emosional dan mengidentifikasian diri mereka
sebagai bagian dari keluarga (Zakaria, 2017).
Sedangkan menurut Depkes RI tahun 2000, keluarga adalah unit terkecil dari
masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang
terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan
saling kebergantungan.
Duval dan Logan (1986 dalam Zakaria, 2017)mengatakan keluarga adalah
sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran dan adopsi yang
bertujuan menciptakan, mempertahankan budaya dan meningkatkan
pertumbuhan fisik, mental, emosional serta sosial dari tiap anggota
keluarganya.
Dari hasil analisa Walls, 1986 (dalam Zakaria, 2017) keluarga sebagai unit
yang perlu dirawat, boleh jadi tidak diikat oleh hubungan darah atau hukum,
tetapi berfungsi sedemikian rupa sehingga mereka menganggap diri mereka
sebagai suatu keluarga.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah dua orang atau lebih yang
disatukan oleh ikatan perkawinan, kelahiran, adopsi dan boleh jadi tidak
diikat oleh hubungan darah dan hukum yang tinggal di suatu tempat di
bawah satu atap dengan keadaan saling ketergantungan dan memiliki
kedekatan emosional yang memiliki tujuan mempertahankan budaya,
meingkatkan pertumbuhan fisik, mental, emosional serta sosial sehingga
menganggap diri mereka sebagai suatu keluarga.
2. TIPE KELUARGA
Menurut Nadirawati (2018) pembagian tipe keluarga adalah :
1. Keluarga Tradisional
a. Keluarga Inti (The Nuclear Family) adalah keluarga yang terdiri dari suami,
istri, dan anak baik dari sebab biologis maupun adopsi yang tinggal bersama
dalam satu rumah. Tipe keluarga inti diantaranya:
1) Keluarga Tanpa Anak (The Dyad Family) yaitu keluarga dengan suami
dan istri (tanpa anak) yang hidup bersama dalam satu rumah.
2) The Childless Familyyaitu keluarga tanpa anak dikarenakan terlambat
menikah dan untuk mendapatkan anak terlambat waktunya disebabkan
mengejar karir/pendidikan yang terjadi pada wanita.
3) Keluarga Adopsi yaitu keluarga yang mengambil tanggung jawab secara
sah dari orang tua kandung ke keluarga yang menginginkan anak.
b. Keluarga Besar (The Extended Fmily) yaitu keluarga yang terdiri dari tiga
generasi yang hidup bersama dalam satu rumah, contohnya seperti nuclear
family disertai paman, tante, kakek dan nenek.
c. Keluarga Orang Tua Tunggal (The Single-Parent Family) yaitu keluarga yang
terdiri dari satu orang tua (ayah atau ibu) dengan anak. Hal ini biasanya terjadi
karena perceraian, kematian atau karena ditinggalkan (menyalahi hukum
pernikahan).
d. Commuter Family yaitu kedua orang tua (suami-istri) bekerja di kota yang
berbeda, tetapi salah satu kota tersebut sebagai tempat tinggal dan yang
bekerja di luar kota bisa berkumpul dengan anggota keluarga pada saat akhir
minggu, bulan atau pada waktuwaktu tertentu.
e. Multigeneration Family yaitu kelurga dengan beberapa generasi atau
kelompok umur yang tinggal bersama dalam satu rumah.
f. Kin-Network Family yaitu beberapa keluarga inti yang tinggal dalam satu
tumah atau berdekatan dan saling menggunakan barang-barang dan pelayanan
yang sama. Contohnya seperti kamar mandi, dapur, televise dan lain-lain.
g. Keluarga Campuran (Blended Family) yaitu duda atau janda (karena
perceraian) yang menikah kembali dan membesarkan anak dari hasil
perkawinan atau dari perkawinan sebelumnya.
h. Dewasa Lajang yang Tinggal Sendiri (The Single Adult Living Alone), yaitu
keluarga yang terdiri dari orang dewasa yang hidup sendiri karena pilihannya
atau perpisahan (separasi), seperti perceraian atau ditinggal mati.
i. Foster Familyyaitu pelayanan untuk suatu keluarga dimana anak ditempatkan
di rumah terpisah dari orang tua aslinya jika orang tua dinyatakan tidak
merawat anak-anak mereka dengan baik. Anak tersebut akan dikembalikan
kepada orang tuanya jika orang tuanya sudah mampu untuk merawat.
j. Keluarga Binuklir yaitu bentuk keluarga setela cerai di mana anak menjadi
anggota dari suatu sistem yang terdiri dari dua rumah tangga inti.

2. Keluarga Non-tradisional
a. The Unmarried Teenage Motheryaitu keluarga yang terdiri dari orang tua
(terutama ibu) dengan anak dari hubungan tanpa nikah.
b. The Step Parent Family yaitu keluarga dengan orang tua tiri.
c. Commune Family yaitu beberapa keluarga (dengan anak) yang tidak ada
hubungan saudara yang hidup bersama dalam satu rumah, sumber, dan
fasilitas yang sama, pengalaman yang sama; serta sosialisasi anak melalui
aktivitas kelompok/membesarkan anak bersama.
d. Keluarga Kumpul Kebo Heteroseksual (The Nonmarital Heterosexual
Cohabiting Family), keluarga yang hidup bersama berganti-ganti pasangan
tanpa melakukan pernikahan.
e. Gay and Lesbian Families, yaitu seseorang yang mempunyai persamaan seks
hidup bersama sebagaimana ‘marital partners’.
f. Cohabitating Family yaitu orang dewasa yang tinggal bersama diluar
hubungan perkawinan melainkan dengan alasan tertentu.
g. Group-Marriage Family, yaitu beberapa orang dewasa yang menggunakan
alat-alat rumah tangga bersama yang saling merasa menikah satu dengan
lainnya, berbagi sesuatu termasuk seksual dan membesarkan anak.
h. Group Network Family, keluarga inti yang dibatasi aturan/nilainilai, hidup
berdekatan satu sama lain, dan saling menggunakan alat-alat rumah tangga
bersama, pelayanan, dan bertanggung jawab membesarkan anaknya.
i. Foster Family, keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan
keluarga/saudara di dalam waktu sementara, pada saat orang tua anak tersebut
perlu mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali keluarga aslinya.
j. Homeless Family, yaitu keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai
perlindungan yang permanen karena krisis personal yang dihubungkan dengan
keadaan ekonomi dan atau masalah kesehatan mental.
k. Gang, bentuk keluarga yang destruktif dari orang-orang muda yang mencari
ikatan emosional dan keluarga mempunyai perhatian, tetapi berkembang
dalam kekerasan dan kriminal dalam kehidupannya.

3. STRUKTUR KELUARGA
struktural. Struktur keluarga menurut Friedman (2009) dalam Nadirawati
(2018) sebagai berikut :
1. Pola dan Proses Komunikasi Komunikasi keluarga merupakan suatu
proses simbolik, transaksional untuk menciptakan mengungkapkan
pengertian dalam keluarga.
2. Struktur Kekuatan Struktur keluarga dapat diperluas dan dipersempit
tergantung pada kemampuan keluarga untuk merespon stressor yang ada
dalam keluarga.Struktur kekuatan keluarga merupakan kemampuan
(potensial/aktual) dari individu untuk mengontrol atau memengaruhi perilaku
anggota keluarga. Beberapa macam struktur keluarga:
a. Legimate power/authority (hak untuk mengontrol) seperti orang tua
terhadap anak.
b. Referent power (seseorang yang ditiru) dalam hal ini orang tua adalah
sesorang yang dapat ditiru oleh anak.
c. Resource or expert power (pendapat, ahli, dan lain).
d. Reward power (pengaruh kekuatan karena adanya harapan yang akan
diterima).
e. Coercive power (pengaruh yang dipaksa sesuai dengan keinginannya).
f. Informational power (pengaruh yang dilalui melalui pesuasi)
g. Affective power (pengaruh yang diberikan melalui manipulasi cinta
kasih, misalnya hubungan seksual). Sedangkan sifat struktural di
dalam keluarga sebagai berikut:
h. Struktur egilasi (demokrasi), yaitu dimana masing-masing anggota
keluarga memiliki hak yang sama dalam menyampaikan pendapat.
i. Struktur yang hangat, menerima, dan toleransi.
j. Struktur yang terbuka dan anggota yang terbuka (honesty dan
authenticity), struktur keluarga ini mendorong kejujuran dan
kebenaran.
k. Struktur yang kaku, yaitu suka melawan dan bergantun pada peraturan.
l. Struktur yang bebas (permissiveness), pada struktur ini tidak adanya
peraturan yang memaksa.
m. Struktur yang kasar (abuse); penyiksaan, kejam dan kasar.
n. Suasana emosi yang dingin; isolasi dan sukar berteman.
o. Disorganisasi keluarga; disfungsi individu, stres emosional.
3. Struktur Peran Peran biasanya meyangkut posisi dan posisi
mengidentifikasi status atau tempat sementara dalam suatu sistem sosial
tertentu.
a. Peran-peran formal dalam keluarga Peran formal dalam keluarga dalah
posisi formal pada keluarga, seperti ayah, ibu dan anak Setiap anggota
keluarga memiliki peran masing-masing. Ayah sebagai pemimpin
keluarga memiliki peran sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung,
pemberi rasa aman bagi seluruh anggota keluarga, dan sebagai anggota
masyarakat atau kelompok sosial tertentu. Ibu berperan sebagai
pengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik anak, pelidung
keluarga, sebagai pencari nafkah tambahan keluarga, serta sebagai
anggota masyarakat atau kelompok sosial tertentu. Sedangkan anak
berperan sebagai pelaku psikosoal sesuai dengan perkembangan fisik,
mental, sosial dan spiritual.
b. Peran Informal kelauarga Peran informal atau peran tertutup biasanya
bersifat implisit, tidak tampak ke permukaan, dan dimainkan untuk
memenuhi kebutuhan emosional atau untuk menjaga keseimbangan
keluarga.
4. Struktur Nilai Sistem nilai dalam keluarga sangat memengaruhi nilai-nilai
masyarakat. Nilai keluarga akan membentuk pola dan tingkah laku dalam
menghadapi masalah yang dialami keluarga. Nilai keluarga ini akan
menentukan bagaimana keluarga menghadapi masalah kesehatan dan
stressor-stressor lain

5. FUNGSI KELUARGA
Fungsi keluarga menurut Friedman (2003) dalam Nadirawati (2018) sebagai
berikut:
1) Fungsi afektif dan koping; dimana keluarga memberikan kenyamanan
emosional anggota, membantu anggota dalam membentuk identitas, dan
mempertahankan saat terjadi stres.
2) Fungsi sosialisasi; keluarga sebagai guru, menanamkan kepercayaan, nilai,
sikap, dan mekanisme koping, memberikan feedback dan saran dalam
penyelesaian masalah.
3) Fungsi reproduksi; dimana keluarga melanjutkan garis keturunannya
dengan melahirkan anak.
4) Fungsi ekonomi; keluarga memberikan finansial untuk anggota keluarga
dan kepentingan di masyarakat.
5) Fungsi pemeliharaan kesehatan; keluarga memberikan keamanan dan
kenyamanan lingkungan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan,
perkembangan dan istirahat juga penyembuhan dari sakit.

6. TUGAS KELUARGA
Tugas kesehatan keluarga menurut Bsilon dan Maglalaya (2009) :
1) Mengenal masalah kesehatan Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan
dan perubahanperubahan yang dialami anggota keluarga. Dan sejauh mana
keluarga mengenal dan mengetahui fakta-fakta dari masalah kesehatan yang
meliputi pengertian, tanda dan gejala, faktor penyebab dan yang
mempengaruhinya, serta persepsi keluarga terhadap masalah kesehatan.
2) Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat Hal ini meliputi sejauh
mana kemampuan keluarga mengenal sifat dan luasnya masalah. Apakah
keluarga merasakan adanya masalah kesehatan, menyerah terhadap masalah
yang dialami, adakah perasaan takut akan akibat penyakit, adalah sikap
negatif terhadap masalah kesehatan, apakah keluarga dapat menjangkau
fasilitas kesehatan yang ada, kepercayaan keluarga terhadap tenaga
kesehatan, dan apakah keluarga mendapat informasi yang benar atau salah
dalam tindakan mengatasi masalah kesehatan.
3) Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit Ketika memberikan
perawatan kepada anggota keluarganya yang sakit, keluarga harus
mengetahui beberapa hal seperti keadaan penyakit, sifat dan perkembangan
perawatan yang dibutuhkan, keberadaan fasilitas yang diperlukan, sumber-
sumber yang ada dalam keluarga (anggota keluarga yang bertanggung jawab,
finansial, fasilitas fisik, psikososial), dan sikap keluarga terhadap yang sakit.
4) Memodifikasi lingkungan atau menciptakan suasana rumah yang sehat Hal-
hal yang harus diketahui oleh keluarga untuk memodifikasi lingkungan atau
menciptakan suasana rumah yang sehat yaitu sumbersumber keluarga yang
dimiliki, manfaat dan keuntungan memelihara lingkungan, pentingnya dan
sikap keluarga terhadap hygiene sanitasi, upaya pencegahan penyakit.
5) Merujuk pada fasilitas kesehatan masyarakat Hal-hal yang harus diketahui
keluarga untuk merujuk anggota keluarga ke fasilitas kesehatan yaitu
keberadaan fasilitas keluarga, keuntungankeuntungan yang dapat diperoleh
dari fasilitas kesehatan, tingkat kepercayaan keluarga dan adanya
pengalaman yang kurang baik terhadap petugas dan fasilitas kesehatan,
fasilitas yang ada terjangkau oleh keluarga.
7. TAHAPAN KELUARGA SEJAHTERA
Tingkatan kesehatan kesejahteraan keluarga menurut Amin Zakaria (2017)
adalah :
1) Keluarga Prasejahtera
Keluarga yang belum bisa memenuhi kebutuhan dasar minimal, yaitu
kebutuhan pengajaran agama, sandang, pangan, papan dan kesehatan.
Dengan kata lain tidak bisa memenuhi salah satu atau lebih indikator
keluarga sejahtera tahap I.
2) Keluarga Sejahtera Tahap I
Keluarga yang sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimal, tetapi
belum bisa memenuhi seluruh kebutuhan psikososial, seperti pendidikan,
KB, interaksi dalam keluarga, lingkungan sosial dan transportasi.Indikator
keluarga tahap I yaitu melaksanakan ibadah menurut kepercayaan masing-
masing, makan dua kali sehari, pakaian yang berbeda untuk berbagai
keperluan, lantai rumah bukan dari tanah, kesehatan (anak sakit, KB dibawa
keperawatan pelayanan kesehatan).
3) Keluarga Sejahtera Tahap II
Pada tahap II ini keluarga sudah mampu memenuhi kebutuhan dasar
minimal, dapat memenuhi seluruh kebutuhan psikososial, tetapi belum dapat
memenuhi kebutuhan perkembangan (kebutuhan menabung dan memperoleh
informasi. Indikator keluarga tahap II adalah seluruh indikator tahap I
ditambah dengan melaksanakan kegiatan agama secara teratur, makan
daging/ikan/telur sebagai lauk pauk minimal satu tahun terakhir, luas lantai
rumah perorang 8 m2 , kondisi anggota keluarga sehat dalam 3 bulan
terakhir, keluarga usia 15 tahun keatas memiliki penghasilan tetap, anggota
keluarga usia 15-60 tahun mampu membaca dan menulis, anak usia 7-15
tahun bersekolah semua dan dua anak atau lebih PUS menggunakan Alkon.
4) Keluarga Sejahtera Tahap III
Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimal, setelah
memenuhi keseluruhan kebutuhan psikososial, dan memenuhi kebutuhan
perkembangan, tetapi belum bisa memberikan sumbangan secara maksimal
pada masyarakat dalam bentuk material dan keuangan dan belum berperan
serta dalam lembaga kemasyarakatan.
5) Keluarga Sejahtera Tahap IV
Memenuhi indikator keluarga tahap sebelumnya ditambah dengan upaya
keluarga menambahkan pengetahuan tentang agama, makan bersama
minimal satu kali sehari, ikut serta dalam kegiatan masyarakat, rekreasi
sekurangnya dalam enam bulan, dapat memperoleh berita dari media cetak
maupun media elektronik, anggota keluarga mampu menggunakan sarana
transportasi.

B. KONSEP GERONTIK
1. PENGERTIAN LANSIA
Menua atau menjadi tua adalah suatu proses biologis yang tidak dapat
dihindari. Proses penuaan terjadi secara alamiah. Hal ini dapat menimbulkan
masalah fisik, mental, sosial, ekonomi dan psikologis.(Mustika, 2019).
Lansia merupakan suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan
manusia. Menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya bisa dimulai
dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi
tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang akan melewati tiga
tahap dalam kehidupannya yaitu masa anak, dewasa dan juga tua.
(Mawaddah, 2020).
Jika ditanya kapan seseorang dikatakan lansia jawabannya adalah jadi kita
ada dua kategori lansia yaitu kategori usia kronologis dan usia biologis
artinya adalah jika usia kronologis adalah dihitung dalam atau dengan tahun
kalender. Di Indonesia usia pensiun 56 tahun biasanya disebut sudah lansia
namun ada Undang – undang mengatakan bahwa usia 60 tahun ke atas baru
paling layak atau paling tepat disebut usia lanjut usia biologis adalah usia
yang sebenarnya kenapa begitu karena dimana kondisi pematangan jaringan
sebagai indeks usia lansia pada biologisnya. Pada seseorang yang sudah lanjut
usia banyak yang terjadi penurunan salah satunya kondisi fisik maupun
biologis, dimana kondisi psikologisnya serta perubahan kondisi sosial dimana
dalam proses menua ini memiliki arti yang artinya proses menua adalah suatu
proses menghilangnya secara perlahanlahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan
fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap lesion atau luka
(infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Hal ini dikarenakan fisik
lansia dapat menghambat atau memperlambat kemunduran fungsi alat tubuh
yang disebabkan bertambahnya umur.(Friska et al., 2020).

2. CIRI-CIRI LANSIA
Menurut Oktora & Purnawan, (2018) adapun ciri dari lansia diantaranya :
a. Lansia merupakan periode kemunduran Kemunduran pada lansia sebagian
datang dari faktor fisik dan faktor psikologis sehingga motivasi memiliki
peran yang penting dalam kemunduran pada lansia. Misalnya lansiayang
memiliki motivasi yang rendah dalam melakukan kegiatan, maka
akanmempercepat proses kemunduran fisik, akan tetapi ada juga lansia
yang memilikimotivasi yang tinggi, maka kemunduran fisik pada lansia
akan lebih lama terjadi.
b. Penyesuaian yang buruk pada lansia prilaku yang buruk terhadap lansia
membuat mereka cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk
sehingga dapat memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk.Akibat dari
perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk
pula. Contoh: lansia yang tinggal bersama keluarga sering tidak dilibatkan
untuk pengambilan keputusan karena dianggap pola pikirnya kuno,
kondisi inilah yang menyebabkan lansia menarik diri dari lingkungan,
cepat tersinggung dan bahkan memiliki harga diri yang rendah.

3. KARAKTERISTIK LANSIA
Karakteristik lansia menurut (Kemenkes.RI, 2017) yaitu :
a. Seseorang dikatakan lansia ketika telah mencapai usia 60 tahun keatas
b. Status pernikahan Berdasarkan Badan Pusat Statistik RI SUPAS 2015,
penduduk lansia ditilik dari status perkawinannya sebagian besar berstatus
kawin (60 %) dan cerai mati (37 %). Adapun perinciannya yaitu lansia
perempuan yang berstatus cerai mati sekitar 56,04 % dari keseluruhan
yang cerai mati, dan lansia laki-laki yang 13 berstatus kawin ada 82,84 %.
Hal ini disebabkan usia harapan hidup perempuan lebih tinggi
dibandingkan dengan usia harapan hidup laki-laki, sehingga presentase
lansia perempuan yang berstatus cerai mati lebih banyak dan lansia laki-
laki yang bercerai umumnya kawin lagi
c. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit,
kebutuhan biopsikososial dan spiritual, kondisi adaptif hingga kondisi
maladaptive.
d. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi

4. PERUBAHAN YANG TERJADI PADA LANSIA


Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara
degeneratif yang biasanya akan berdampak pada perubahan- perubahan pada
jiwa atau diri manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif,
perasaan, sosial dan sexual (National & Pillars, 2020).
a. Perubahan fisik Dimana banyak sistem tubuh kita yang mengalami perubahan
seiring umur kita seperti:
1. Sistem Indra Sistem pendengaran; Prebiakusis (gangguan pada
pendengaran) oleh karena hilangnya kemampuan (daya) pendengaran
pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang
tinggi, suara yang tidak jelas, sulit dimengerti kata-kata, 50% terjadi pada
usia diatas 60 tahun.
2. Sistem Intergumen: Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak
elastis kering dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga
menjadi tipis dan berbercak. Kekeringan kulit disebabkan atropi glandula
sebasea dan glandula sudoritera, timbul pigmen berwarna coklat pada
kulit dikenal dengan liver spot.
b. Perubahan Kognitif Banyak lansia mengalami perubahan kognitif, tidak hanya
lansia biasanya anak- anak muda juga pernah mengalaminya seperti: Memory
(Daya ingat, Ingatan)
c. Perubahan Psikososial Sebagian orang yang akan mengalami hal ini
dikarenakan berbagai masalah hidup ataupun yang kali ini dikarenakan umur
seperti:
1) Kesepian Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal
terutama jika lansia mengalami penurunan kesehatan, seperti menderita
penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau gangguan sensorik
terutama pendengaran.
2) Gangguan cemas Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panik,
gangguan cemas umum, gangguan stress setelah trauma dan gangguan
obsesif kompulsif, gangguangangguan tersebut merupakan kelanjutan
dari dewasa muda dan berhubungan dengan sekunder akibat penyakit
medis, depresi, efek samping obat, atau gejala penghentian mendadak
dari suatu obat.
3) Gangguan tidur juga dikenal sebagai penyebab morbilitas yang
signifikan. Ada beberapa dampak serius gangguan tidur pada lansia
misalnya mengantuk berlebihan di siang hari, gangguan atensi dan
memori, mood depresi, sering terjatuh, penggunaan hipnotik yang tidak
semestinya, dan penurunan kualitas hidup. Angka kematian, angka sakit
jantung dan kanker lebih tinggi pada seseorang yang lama tidurnya
lebih dari 9 jam atau kurang dari 6 jam per hari bila dibandingkan.
dengan seseorang yang lama tidurnya antara 7-8 jam per hari.
Berdasarkan dugaan etiologinya, gangguan tidur dibagi menjadi empat
kelompok yaitu, gangguan tidur primer, gangguan tidur akibat
gangguan mental lain, gangguan tidur akibat kondisi medik umum, dan
gangguan tidur yang diinduksi oleh zat.

5. KLASIFIKASI LANSIA
Menurut Lilik Marifatul (2011) terdapat beberapa versi dalam pembagian
kelompok lansia berdasarkan batasan umur, yaitu sebagai berikut a. Menurut
WHO, lansia dibagi menjadi empat kelompok, yaitu:
1) Usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia 45-59 tahun
2) Lansia (edderly), yaitu kelompok usia 60-74 tahun
3) Lansia tua (old),yaitu kelompok usia 75-90 tahun
4) Lansia sangat tua (very old),yaitu kelompok usia lebih dari 90 tahun.
C. KONSEP PENYAKIT
1. Pengertian
Menurut WHO, Hipertensi adalah suatu kondisi dimana pembuluh darah
memiliki tekanan darah tinggi (tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau
tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg) (Sunarwinadi, 2017).
Secara pengertian, Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah
sistolik pada tubuh seseorang lebih dari atau sama dengan 140 mmHg dan
atau tekanan darah diastolik lebih dari atau sama dengan 90 mmHg.
(kemenkes)
Hipertensi merupakan kondisi dimana seseorang mengalami peningkatan
tekanan darah. Namun, jika tekanan darah seseorang mencapai lebih atau
sama dengan 140/90 maka sudah tergolong tekanan darah tinggi tahap 1.

2. Etiologi
Berdasarkan etiologi, hipertensi dapat dibagi menjadi hipertensi esensial
dan hipertensi sekunder. Faktor risiko hipertensi dapat berupa faktor risiko
yang tidak dapat dimodifikasi, seperti usia dan jenis kelamin, serta faktor
risiko yang dapat dimodifikasi seperti berat badan.
Hipertensi Esensial
Hipertensi esensial merupakan jenis hipertensi yang paling banyak terjadi.
Penyebab hipertensi esensial tidak diketahui atau idiopatik.

Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang penyebabnya diketahui.
Hipertensi sekunder meliputi sekitar 5–10% kasus hipertensi. Contoh
etiologi hipertensi sekunder adalah penyakit ginjal kronik, hipertiroid,
kehamilan, dan obat seperti ibuprofen dan Naproxen.

3. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor, pada medulla di otak. Jaras saraf simpatis
berawal dari pusat vasomotor, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis
dan keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Neuron preganglion pada titik ini melepaskan asetilkolin yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dengan
dilepaskannya noreprinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi
respons pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriksi. Individu dengan
hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui
dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan sistem syaraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medulla adrenal
mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal
mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons
vasokonstiktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin
merangang pembentukan angiotensin I yang kemudian 14 diubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormone ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi.
Untuk pertimbangan gerontology. Perubahan structural dan fungsional
pada sistem pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan
darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi
aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan relaksasi
otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan
distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan
arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume
darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan
penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer. (Padila, 2013)
Tekanan darah juga dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer.
Berbagai faktor dapat mempengaruhi curah jantung dan tahanan perifer,
salah satunya yaitu obesitas. Penderita obesitas mengalami peningkatan
aktivitas saraf simpatis dengan aktivitas renin plasma yang rendah. Curah
jantung akan kembali normal sedangkan tahanan perifer meningkat yang
disebabkan oleh reflex autoregulasi yaitu mekanisme tubuh untuk
mempertahankan keadaan hemodinamik yang normal. Hal ini disebabkan
oleh terjadinya konstriksi sfingter pre-kapiler yang engakibatkan
penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Susalit dkk,
2004).
Peningkatan tahanan perifer pada hipertensi primer terjadi secara bertahap
dalam waktu yang lama sedangkan proses autoregulasi terjadi dalam
waktu yang singkat sehingga diduga adanya faktor lain yang juga
mempengaruhi peningkatan tekanan darah yaitu faktor hemodinamik.
Kelainan hemodinamik diikuti pula dengan hipertrofi dinding pembuluh
darah dan penebalan dinding ventrikel jantung (Susalit dkk, 2004).
Perubahan struktur pembuluh darah disebabkan oleh adanya proses
aterosklerosis yang terjadi pada pasien obesitas terutama pada obesitas
sentral karena penumpukan lemak pada dinding pembuluh darah (Hall &
Guyton, 2012).
4. Manifestasi Klinis
Menurut Nurarif & Kusuma (2015), tanda dan gejala hipertensi dibedakan
menjadi :
a. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter
yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah
terdiagnosa jika tekanan arteri tidak diukur.
b. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi
nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala
terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan
medis Beberapa pasien yang menderita hipertensi mengalami sakit kepala,
pusing, lemas, kelelahan, sesak nafas, gelisah, mual, muntah, epistaksis,
kesadaran menurun.

5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang sebaiknya dilakukan saat menemukan kasus
hipertensi adalah pemeriksaan darah rutin, gula darah, profil lipid,
elektrolit, fungsi ginjal, pemeriksaan rekam jantung
(elektrokardiografi/EKG) dan ronsen dada.
6. Penatalaksanaan
Menurut Padila (2013), Mencegah morbiditas dan mortalitas akibat
komplikasi kardiovaskuler merupakan tujuan pengelolan hipertensi yang
berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah
140/90 mmHg. Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
a. Terapi Tanpa Obat Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk
hipertensi ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang
dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi :
1) Diet Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi yaitu, restriksi
garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr, diet rendah
kolesterol dan rendah asam 17 lemak jenuh, penurunan berat
badan, penurunan asupan etanol, menghentikan merokok, diet
tinggi kalium
2) Latihan Fisik Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah
yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang
mempunyai empat prinsip yaitu,
a) macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari
jogging, bersepeda, berenang dan lain-lain,
b) Intensitas olahraga yang baik antara 60-80% dari kapasitas
aerobik atau 72-87% dari denyut nadi maksimal yang disebut
zona latihan. Denyut nadi maksimal dapat ditentukan dengan
rumus 220 – umur,
c) Lamanya latihan
3) Edukasi Psikologis Edukasi yang diberikan untuk penderita
hipertensi yaitu :
a) Teknik Biofeedback, merupakan suatu teknik yang digunakan
untuk menunjukkan kepada subjek tanda-tanda mengenai
keadaan tubuh yang secara sadar oleh subjek dianggap tidak
normal. Penerapan biofeedback seringkali digunakan untuk
mengatasi gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain,
dan juga untuk mengatasi gangguan psikologis seperti
kecemasan dan ketegangan.
b) Teknik Relaksasi, merupakan suatu prosedur atau teknik yang
bertujuan untuk mengurangi ketegangan atau kecemasan,
dengan cara melatih penderita untuk dapat belajar membuat
otot-otot dalam tubuh menjadi rileks.
4) Pendidikan Kesehatan (Penyuluhan) Pendidikan kesehatan
bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang
penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat
mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi lebih
lanjut.
b. Terapi dengan Obat Pengobatan hipertensi tidak hanya bertujuan untuk
menurunkan tekanan darah saja tetapi juga untuk mengurangi dan
mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat bertambah
kuat. Pada umumnya pengobatan hipertensi perlu dilakukan seumur
hidup penderita. Menurut Susalit (2004) obat antihipertensi yang sering
digunakan untuk pengobatan yaitu golongan obat diuretik, penyekat
beta, antagonis kalsium atau penghambat enzim konversi angiotensin
(penghambat ACE).

D. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DAN GERONTIK


1. Pengkajian
Proses pengakajian keluarga dapat berasal dari berbagai sumber seperti
wawancara, observasi rumah keluarga dan fasilitasnya, pengalaman yang
dilaporkan anggota keluarga.
a. Data umum
1) Yang perlu dikaji pada data umum antara lain nama kepala keluarga
dan anggota keluarga, alamat, jenis kelamin, umur, pekerjaan dan
pendidikan. Pada pengkajian pendidikan diketahui bahwa pendidikan
berpengaruh pada kemampuan dalam mengatur pola makan dan
kemampuan pasien dalam pengelolaan serta perawatan diabetes
mellitus. Umur juga dikaji karena faktor usia berpengaruh terhadap
terjadinya diabates mellitus dan usia dewasa tua ( >40 tahun ) adalah
resiko tinggi diabetes mellitus (Harmoko, 2012).
2) Genogram Dengan adanya genogram dapat diketahui adanya faktor
genetik atau faktor keturunan untuk timbulnya diabetes mellitus pada
pasien.
3) Tipe Keluarga Menjelaskan mengenai tipe / jenis keluarga beserta
kendala atau masalah-masalah yang terjadi pada keluarga tersebut.
Biasanya dapar terjadi pada bentuk keluarga apapun.
4) Suku Mengakaji asal usul suku bangsa keluarga serta mengidentifikasi
budaya suku bangsa dan kebiasaan adat penderita tersebut terkait
dengan penyakit diabetes melitus.
5) Agama Mengkaji agama yang dianut oleh keluarga serta kepercayaan
yang dapat mempengaruhi terjadinya diabetes melitus.
6) Status sosial ekonomi keluarga Status sosial ekonomi keluarga
ditentukan oleh pendapatan baik dari kepala keluarga maupun anggota
keluarga lainnya. Selain itu sosial ekonomi keluarga ditentukan pula
oleh kebutuhan-kebutuhan yang dikeluarkan oleh keluarga serta barang-
barang yang dimiliki oleh keluarga. Pada pengkajian status sosial
ekonomi diketahui bahwa tingkat status sosial ekonomi berpengaruh
pada tingkat kesehatan seseorang. Diabetes Melitus sering terjadi pada
keluarga yang mempunyai status ekonomi menengah keatas. Karena
faktor lingkungan dan gaya hidup yang sehat, seperti makan berlebihan,
berlemak, kurang aktivitas fisik, dan strees berperan penting sebagai
pemicu diabetes (Friedmann, 2010).
7) Aktifitas Rekreasi Keluarga Rekreasi keluarga dapat dilihat dari kapan
saja keluarga pergi bersama-sama untuk mengunjungi tempat rekreasi
tertentu, kegiatan menonton televisi serta mendengarkan radio.
b. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga
1) Tahap perkembangan keluarga saat ini
Tahap perkembangan keluarga ditentukan oleh anak tertua dari
keluarga ini. Biasanya diabetes mellitus sering terjadi pada lakilaki
atau perempuan yang berusia > 40 tahun. Tahap perkembangan
keluarga yang beresiko mengalami masalah Diabetes Melitus adalah
tahap perkembangan keluarga dengan usia pertengahan dan lansia.
Karena pada tahap ini terjadi proses degenerative yaitu suatu
kemunduran fungsi system organ tubuh, termasuk penurunan fungsi
dari sel beta pankreas.
2) Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
Menjelaskan perkembangan keluarga yang belum terpenuhi,
menjelaskan mengenai tugas perkembangan keluarga yang belum
terpenuhi oleh keluarga serta kendala-kendala mengapa tugas
perkembangan tersebut belum terpenuhi. Biasanya keluarga dengan
diabetes mellitus kurang peduli terhadap pengontrolan kadar gula
darah jika belum menimbulkan komplikasi lain.
3) Riwayat keluarga inti
Menjelaskan mengenai riwayat keluarga inti meliputi riwayat penyakit
keturunan, riwayat kesehatan masing-masing anggota keluarga,
perhatian keluarga terhadap pencegaha penyakit termasuk status
imunisasi, sumber pelayanan kesehatan yang bias digunakan keluarga
dan pengalaman terhadap pelayanan kesehatan. Perlu dikaji riwayat
kesehatan keluarga karena diabetes mellitus juga merupakan salah satu
dari penyakit keturunan, disamping itu juga perlu dikaji tentang
perhatian keluarga terhadap pencegahan penyakit, sumber pelayanan
kesehatan yang biasa digunakan keluarga serta pengalaman terhadap
pelayanan kesehatan.
4) Riwayat keluarga sebelumnya
Menjelaskan mengenai riwayat kesehatan keluarga dari pihak suami
dan istri untuk mengetahui kemungkinan jika diabetes nelitus yang
terjadi pada pasien merupakan faktor keturunan.
c. Lingkungan
1) Karakteristik rumah
Karakteristik rumah diidentifikasi dengan melihat luas rumah, tipe
rumah, jumlah ruangan, jumlah jendela, pemanfaatan ruangan,
peletakan perabotan rumah tangga, jenis septic tank, jarak septic tank
dengan sumber air minum yang digunakan serta denah rumah
(Friedman, 2010).
2) Karakteristik tetangga dan komunitas RW
Menjelaskan mengenai karakteristik dari tetangga dan komunitas
setempat, yang meliputi kebiasaan, lingkungan fisik, aturan /
kesepakatan penduduk setempat, budaya setempat yang
mempengaruhi kesehatan penderita diabetes melitus.
3) Mobilitas geografis keluraga
Mobilitas geografis keluarga ditentukan dengan melihat kebiasaan
keluarga berpindah tempat tinggal.
4) Perkumpulan keluarga dan interaksi dalam masyarakat
Menjelaskan mengenai waktu yang digunakan keluarga untuk
berkumpul serta perkumpulan keluarga yang ada dan sejauh mana
interaksi keluarga dengan masyarakat. Misalnya perkumpulan
keluarga inti saat malam hari, karena saat malam hari orang tua sudah
pulang bekerja dan anak-anak sudah pulang sekolah atau perkumpulan
keluarga besar saat ada perayaan seperti hari raya. Interaksi dengan
masyarakat bisa dilakukan dengan dilakukan kegiatan-kegiatan di
lingkungan tempat tinggal seperti gotong royong dan arisan RT/RW.
5) Sistem Pendukung
Keluarga Jumlah anggota keluarga yang sehat, fasilitas-fasiltas yang
dimilki keluarga untuk menunjang kesehatan mencakup fasilitas fisik,
fasilitas psikologis atau pendukung dari anggota keluarga dan fasilitas
social atau dukungan dari masyarakat setempat terhadap pasien.
d. Struktur Keluarga
Menjelaskan mengenai pola komunikasi antar keluarga, struktur kekuatan
keluarga yang berisi kemampuan keluarga mengendalikan dan mempengaruhi
orang lain untuk merubah prilaku, struktur peran yang menjelaskan peran
formal dan informal dari masing-masing anggota keluarga serta nilai dan
norma budaya yang menjelaskan mengenai nilai dan norma yang dianut oleh
keluarga yang berhubungan dengan penyakit.
e. Fungsi Keluarga
1) Fungsi Afektif
Hal yang perlu dikaji yaitu gambaran diri anggota keluarga, perasaan
memiliki dan dimiliki dalam keluarga, perasaan memiliki dan dimiliki
dalam keluarga, dukungan keluarga terhadap anggota keluarga lainnya dan
seberapa jauh keluarga saling asuh dan saling mendukung, hubungan baik
dengan orang lain, menunjukkan rasa empati, perhatian terhadap perasaan
(Friedman, 2010). Semakin tinggi dukungan keluarga terhadap anggota
keluarga yang sakit, semakin mempercepat kesembuhan dari penyakitnya.
Fungsi ini merupakan basis sentral bagi pembentukan kelangsungan unit
keluarga. Fungsi ini berkaitan dengan persepsi keluarga terhadap
kebutuhan emosional para anggota keluarga. Apabila kebutuhan ini tidak
terpenuhi akan mengakibatkan ketidakseimbangan keluarga dalam
mengenal tanda - tanda gangguan kesehatan selanjutnya.

2) Fungsi Sosialisasi
Dikaji bagaimana interaksi atau hubungan dalam keluarga, sejauh mana
anggota keluarga belajar disiplin, norma, budaya, penghargaan, hukuman
dan perilaku serta memberi dan menerima cinta (Friedman, 2010).
3) Fungsi Perawatan
Keluarga Menjelaskan sejauh mana keluarga menyediakan makanan,
pakaian, perlindungan serta merawat anggota keluarga yg sakit. Sejauh
mana pengetahuan keluarga mengenai sehat sakit. Kesanggupan keluarga
didalam melaksanakan perawatan kesehatan dapat dilihat dari kemampuan
keluarga melaksanakan 5 tugas pokok keluarga, yaitu :
a) Mengetahui kemampuan keluarga mengenal masalah
kesehatan, sejauh mana keluarga mengetahui pengertian,
faktor penyebab, tanda dan gejala serta yang mempengaruhi
keluarga terhadap masalah.
b) Mengetahui kemampuan keluarga mengambil keputusan
mengenai tindakan kesehatan yang tepat. Tugas ini
merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari
pertolongan yang sesuai dan tepat untuk keluarga dengan
pertimbangan siapa diantara keluarga yang mempunyai
kemampuan memutuskan dan menentukan tindakan dalam
keluarga.
c) Mengetahui sejauh mana keluarga mampu merawat anggota
keluarga yang menderita hipertensi.
d) Mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga memelihara
lingkungan rumah yang sehat. Bagaiman keluarga
mengetahui keuntungan atau manfaat pemeliharaan
lingkungan kemampuan keluarga untuk memodifikasi
lingkungan akan dapat mencegahan timbulnya penyakit.
e) Mengatuhi sejauh mana kemampuan keluarga
menggunakan fasilitas kesehatan yang mana akan
mendukung terhadap kesehatan seseorang. pengontrolan
rutin tekanan darah untuk mencegah terjadinya komplikasi.
Kemampuan keluarga dalam memanfaatkan fasilitas
pelayanan kesehatan akan membantu anggotakeluarga yang
sakit memperoleh pertolongan dan mendapat perawatan
agar masalah teratasi.
4) Fungsi reproduksi
Hal yang perlu dikaji mengenai fungsi reproduksi keluarga adalah berapa
jumlah anak, apa rencana keluarga berkaitan dengan jumlah anggota
keluarga, metode yang digunakan keluarga dalam upaya mengendalikan
jumlah anggota keluarga.
5.) Fungsi ekonomi
Menjelaskan sejauh mana keluarga memenuhi kebutuhan sandang, pangan
dan papan serta sejauh mana keluarga memanfaatkan sumber yang ada
dimasyarakat dalam upaya peningkatan status kesehatan keluarga.
f. Stress dan koping keluarga
1) Stressor jangka pendek
Stressor yang dialami keluarga yang memerlukan penyelesaian dalam
waktu kurang dari enam bulan.
2) Stressor jangka panjang
Stressor yang di alami keluarga yang memerlukan penyelesaian dalam
waktu lebih dari enam bulan.
3) Kemampuan keluarga berespon terhadap masalah
Stressor dikaji sejauhmana keluarga berespon terhadap stressor.
4) Strategi koping yang digunakan
Dikaji strategi koping yang digunakan keluarga bila menhadapi
permasalahan / stress.
5) Strategi adaptasi disfungsional
Menjelaskan mengenai strategi adaptasi disfungsional yang digunakan
keluarga bila menghadapi permasalahan / stress.

g. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluarga. Metode yang di
gunakan pada pemeriksaan fisik tidak berbeda dengan pemeriksaan fisik
klinik head to toe, untuk pemeriksaan fisik untuk diabetes mellitus adalah
sebagai berikut :
a. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi
badan, berat badan dan tanda - tanda vital. Biasanya pada
penderita tekanan darah lebih dari 140 mmHg.
b. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, apakah ada pembesaran
pada leher, kondisi mata, hidung, mulut dan apakah ada
kelainan pada pendengaran.
c. Sistem Integumen
Mengkaji turgor kulit, apakan ada lesi, atau kemerahan pada
kulit, apakah ada edema dan lain sebagainya.
d. Sistem Pernafasan
Dikaji adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada.
e. Sistem Kardiovaskuler
Pemeriksaan fisik kardiovaskuler biasanya dimulai dengan
pemeriksaan tekanan darah dan dengut nadi, biasanya pada
penderita hipertensi pada tekanan darah akan mendapat hasil
di atas normal.
f. Sistem Perkemihan
Pemeriksaan fisik sitem perkemihan adalah pemeriksaan yang
dilakukan pada ginjal, vesika urinaria, dan meatus urinaria.
Pemeriksaan meliputi :
i. Inspeksi
ii. Palpasi
iii. Perkusi
iv. Auskultasi
g. Sistem Muskuluskletal
Pemeriksaan meliputi :
i. Pemeriksaan umum (keadaan umum, GCS, Status
gizi, vital sign,skala nyeri)
ii. Pemeriksaan gemeralis (head to toe)
iii. Pemeriksaan lokalis
h. Sistem Neurologis
Pemeriksaa neurologis meliputi pemeriksaan kesadaran dan
fungsi luhur, sarat otak, tanda rangsang minengial, sistem
mototrik dan sessorik, refleks gait dan sistem koordinasi, serta
pemeriksaan provokasi pada sindroma nyeri tertentu.

2. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan


Diagnosis keperawatan keluarga yang dikembangkan adalah diagnosis
tunggal yang hampir serupa dengan diagnosis keperawatan klinik. (Sudiharto,
2012).
Diagnosis keperawatan keluarga dirumuskan berdasarkan data yang
didapatkan pada pengkajian, yang terdiri dari masalah keperawatan yang akan
berhubungan dengan etiologi yang berasal dari pengkajian fungsi perawatan
keluarga. Diagnosa keperawatan mengacu pada rumusan PES (problem,
etiologi dan simptom) dimana untuk problem menggunakan rumusan masalah
dari NANDA, sedangkan untuk etiologi dapat menggunakan pendekatan lima
tugas keluarga atau dengan menggambarkan pohon masalah (Padila, 2012).
Diagnosis yang dapat muncul pada keluarga terkait fungsi perawatan keluarga
seperti ketidakefektifan manajemen kesehatan diri, ketidakefektifan
pemeliharaan kesehatan diri, ketidakefektifan penatalaksanaan regimen
terapeutik, dll (NANDA, 2015).

Dalam menyusun diagnosa keperawatan keluarga, perawat keluarga harus


mengacu pada tipologi diagnosa keperawatan keluarga (Sudiharto, 2012),
yaitu :
a. Diagnosa keperawatan keluarga aktual (terjadi defisit/gangguan
kesehatan).
b. Diagnosa keperwatan keluarga resiko (ancaman) dirumuskan apabila
sudah ada data yang menunjang namun belum terjadi gangguan.
c. Diagnosa keperawatan keluarga sejahtera (potensial) merupakan suatu
kedaan dimana keluarga dalam kondisi sejahtera sehingga kesehatan
keluarga dapat ditingkatkan.
Kemungkinan diagnosa keperawatan yang sering muncul pada keluarga dengan
Hipertensi yaitu (Tim pokja SDKI DPP PPNI, 2017) :
a. Penurunan curah jantung b.d peningkatan afterload
b. Nyeri akut b.d peningkatan vasikuler serebral dan iskemia
c. Kelebihan volume cairan
d. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan
e. Ketidakefektifan koping
f. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
g. Resiko cidera
h. Defisiensi pengetahuan
i. Ansietas
SKALA PROIRITAS MASALAH
KRITERIA SKOR BOBOT PEMBENARANN
Sifat masalah : (1)
Tidak/kurang 3
sehat 2 1
(2) Ancaman 1
(3) Sejahtera

Kemungkinan
masalah dapat 2
diubah : 1 2
(1) Mudah 0
(2) Sebagian
(3) Tidak dapat

Potensi masalah
untuk dicegah : 3
(1) Tinggi 2 1
(2) Cukup 1
(3) Rendah
Menonjolnya
masalah :
(1) Masalah berat 2
harus Ditangani
(2) Ada masalah 1 1
tetapi tidak perlu
segera ditangani 0
(3) Masalah tidak
dirasakan

TOTAL SKOR
Sumber : Widiyanto, 2014

Skoring :
j. Tentukan skor untuk setiap kriteria
k. Skor dibagi dengan angka tertinggi dan dikalikan dengan bobot.

Skor X Bobot
Angka tertinggi

Jumlahkan skor untuk semua kriteria.


l. Jumlahkan skor untuk semua kriteria.
m. Tentukan skor, nilai tertinggi menentukan urutan nomor diagnosa
keperawatan keluarga
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan keluarga dibuat berdasarkan pengkajian, diagnosis
keperawatan, pernyataan keluarga, dan perencanaan keluarga, dengan
merumuskan tujuan, mengidentifikasi strategi intervensi alternative dan
sumber, serta menentukan prioritas, intervensi tidak bersifat rutin, acak, atau
standar, tetapi dirancang bagi keluarga tertentu dengan siapa perawat
keluarga sedang bekerja (Friedman, 2010)
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan keluarga adalah suatu proses aktualisasi rencana
intervensi yang memanfaatkan berbagai sumber didalam keluarga dan
memandirikan keluarga dalam bidang kesehtan. Keluarga dididik untuk dapat
menilai potensi yang dimiliki mereka dan mengembangkannya melalui
implementasi yang bersifat memampukan keluarga untuk : mengenal masalah
kesehatannya, mengambil keputusan berkaitan dengan persoalan kesehatan
yang dihadapi, merawat dan membina anggota keluarga sesuai kondisi
kesehatannya, memodifikasi lingkungan yang sehat bagi setiap anggota
keluarga, serta memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan terdekat
( Sudiharto, 2012).
Menurut Padila (2012), tindakan perawatan terhadap keluarga
mencakupdapat berupa :
a. Menstimulasi kesadaran atau penerimaan keluarga mengenal masalahdan
kebutuhan kesehatan, dengan cara :
1) Memberikan informasi : penyuluhan atau konseling
2) Mengidentifikasi kebutuhan dan harapan tentang kesehatan
3) Mendorong sikap emosi yang sehat terhadap masalah
b. Menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara perawatan yang tepat
dengan cara :
1) Mengidentifikasi konsekuensi tidak melakukan tindakan
2) Mengidentifikasi sumber-sumber yang dimiliki keluarga
3) Mendiskusikan tentang konsekuensi setiap tindakan.
c. Memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarga yang sakit,
dengan cara:
1) Mendemontrasikan cara perawatan
2) Menggunakan alat dan fasilitas yang ada dirumah
3) Mengawasi keluarga melakukan tindakan perawatan.
d. Membantu keluarga menemukan cara bagaimana membuat lingkungan
dengan cara :
1) Menemukan sumber-sumber yang dapat digunakan keluarga
2) Melakukan perubahan lingkungan keluarga seoptimal mungkin.
e. Memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada
dengan cara :
1) Memperkenalkan fasilitas kesehatan yang ada dalam lingkungan
keluarga
2) Membantu keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan keluarga adalah proses untuk menilai keberhasilan
keluarga dalam melaksanakan tugas kesehatannya sehinga memiliki
produktivitas yang tinggi dalam mengembangkan setiap anggota keluarga.
Sebagai komponen kelima dalam proses keperawatan, evaluasi adalah tahap
yang menetukan apakah tujuan yang telah ditetapkan akan menentukan
mudah atau sulitnya dalam melaksanakan evaluasi (Sudiharto,2012).
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2015. Buku Ajar Keperawat an Medikal-Bedah. Jakarta : EGG

Dinas Kesehatan Kota Padang. 2016. Laporan Tahunan Tahun 2016. Padang : DKK

Masriadi. 2016. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta : Trans Info Media
Nursalam. 2015.

Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pendekatan Praktis Edisi 3. Jakarta : Salemba


Medika Padila. (2012).

Buku ajar keperawatan keluarga . Yogyakarta : Nuha Medika

Wahyudi, Y. (2019). Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan Pada Ny.S Dengan Diagnosa
Medis Hipertensi Di Rsud Bangil Pasuruan. Retrieved from
https://repository.kertacendekia.ac.id/media/296897-asuhan-keperawatanpada-ny-s-dengan-
diag-1baf47fe.pdf
ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA PENYAKIT HIPERTENSI

A. PENGKAJIAN
1. Struktur dan Sifat Keluarga
a. Data Umum
1) Nama KK : Ny. S
2) Jenis Kelamin : Perempuan
3) Umur : 69 tahun
4) Agama : Islam
5) Pendidikan : SD
6) Pekerjaan : Pedagang
7) Suku Bangsa : Sunda/Indonesia
8) Alamat : blok pon RT 10/RW 03
9) Tanggal Pengkajian : Rabu, 26 Juli 2023
10) Nama Puskesmas : Puskesmas Rajagaluh
11) Jarak tempuh ke Puskesmas :
b. Komposisi Keluarga

Hubungan Status
No Nama Sex Umur Pendidikan Pekerjaan
dengan KK Kesehatan
1 Ny. S P 69 KK SD Jualan Sehat
2
c. Genogram

d.

Keterangan:

: Laki-laki

: Perempuan

: Penderita

: Laki-laki meninggal

: Perempuan meninggal

: Menikah
: Tinggal Serumah

: Cerai

: Penderita
e. Tipe Keluarga

f. Struktur Peran
Ny. S berperan sebagai kepala keluarga dan sebagai pencari nafkah
g. Suku Bangsa
Ny. S mengatakan lahir dimajalengka jawa barat dan sekarang masih
berdomisili dikota majalengka provinsi jawa barat sehingga Ny. S
termasuk dalam suku sunda dan berbahasa Indonesia .
h. Agama
Ny. S mengatakan beragama islam serta taat menjalankan solat 5 waktu
dan suka mengikuti pengajian.
2. Riwayat Tahap Perkembangan Keluarga
a. Tahap perkembangan keluarga saat ini
Ditahap ini Ny. S mengalami tahap keluarga usia lanjut karena Ny. S
tidak memiliki keturunan dan suami Ny. S sudah meninggal.
b. Tahap perkembangan yang belum terpenuhi
Keluarga Ny. S mengatakan kebutuhannya sudah terpenuhi dan hanya
tinggal menikmati masa tua.
c. Riwayat keluarga inti
Dalam mengatasi masalah yang terjadi Ny. S mengatasinya seorang diri
apabila membutuhkan solusi maka Ny. S akan meminta pendapat pada
sanak saudara.
d. Riwayat keluarga sebelumnya
Klien mengatakan bahwa tidak ada riwayat penyakit turunan dari orang
tua. Ny. S mengatakan semenjak kepergian suaminya beliau mengalami
kesulitan tidur.
3. Riwayat Kesehatan
a. Kebutuhan Nutrisi
1) Kebiasaan makan : Ny. S makan 3x sehari dengan komposisi seperti
ikan, ayam, sayur sayuran dan sayur bening.
2) Kebiasaan minum : minum 2L/hari air putih.
b. Kebutuhan Eliminasi
1) Pola BAB : 2x sehari
2) Pola BAK : 3x sehari
c. Istirahat tidur
1) Waktu tidur : malam jam 22.00 WIB
2) Waktu bangun : bangun jam 05.00 WIB
d. Kebersihan Diri
1) Mandi : 3x sehari
2) Gosok gigi : 3x sehari
3) Keramas : seminggu 2x
4) Potong kuku : 1 minggu sekali
e. Rekreasi waktu luang
Ny. S mengatakan beliau mempunyai kegiatan menonton tv sebagai
hiburan keluarga.

4. Fungsi Keluarga
a. Fungsi afektif
Ny. S mengatakan hubungan antara keluarga harmonis,
b. Fungsi sosialisasi
Hubungan keluarga Ny. S dengan tetangga sekitar sangat baik dan tidak
pernah ada pertengkaran dengan tetangga dan lingkungan sekitar.
c. Fungsi ekonomi
Ny. S hanya mengharapkan penghasilan jualannya dan penghasilan dari
hasil panen di sawah. Ny. S mengatakan sudah cukup untuk memenuhi
kebutuhan sehari-harinya.
d. Fungsi reproduksi
Ny. S tidak pernah menggunakan KB

5. Faktor Sosial Budaya dan Ekonomi


a. Pekerjaan Ny. S yaitu sebagai pedagang
b. Penghasilan dan Pengeluaran
Ny. S mengatakan penghasilan yang ia peroleh cukup untuk makan
sehari-harinya. Penghasilan warung Ny. S sebesar Rp. 200.000 perhari
dan untuk penghasilan dari sawah sebesar Rp. 1.000.000, setiap kali
panen. Pengeluarannya sebesar Rp. 50.000 perhari.
c. Simpanan / uang keluarga
Ny. S mengatakan tidaka mempunyai simpanan baik dicelengan ataupun
dibank.
d. Penentu Keuangan
Ny. S mengatakan hanwa beliau sendiri yang menentukan keuangan.
e. Nilai yang diterapkan / Sistem Nilai
Ny. S menerapkan norma agama islam dan berbudaya sunda dalam
kehidupan sehari-hari.
f. Hubungan dengan masyarakat
Ny. S berada dilingkunagn padat penduduk, hubungan keluarga Ny. S
dengan masyarakat cukup baik dan tidak ada hambatan dalam
melaksanakan interaksi dengan masyarakat.
g. Mobilitas Geografis Keluarga
Keluarga Ny. S menetap dirumahnya.
8) Faktor Lingkungan
a. Karakteristik rumah
Status kepemilikan rumah adalah milik sendiri. Tipe rumah permanen
dengan lantai keramik dan dinding tembok, luas rumah menurut Ny. S
dan hasil pengamatan (belum) jumlah ruang terdiri 3 kamar tidur, 1 ruang
tamu, 1 ruang dapur, 1 WC, setiap ruangan mempunyai jendela yang
jarang dibuka dan memiliki ventilasi yang sedikit (DF 3) , sehingga
mempunyai sumber pencahayaan yang kurang/gelap(DF 3). perabot
rumah tangga sesuai pada tempatnya, jenis WC yang digunakan adalah
bowl, dengaan jarak sepictank 8m dari sumber air berasal dari sumber
gali. Halaman rumah sekitar bersih selalu melakukan bersih-bersih
halaman nya.
b. Denah rumah
Gambar 2. Denah Rumah (Skala: 1:3)
H
 10 m

F
E

9 Meter G
C

A
B

6 Meter
Keterangan:
A : Ruang tamu
B, C, D : Kamar tidur
E : Dapur
F : Sumur + WC
G : Ruang keluarga
H : Septic tank
: Jendela
: pintu
c. Karakteristik komunikasi dan tetangga
Keluarga tidak terlalu jauh dari pusat kota, hubungan antara anggota
keluarga dengan tetangganya sangat baik mayoritas penduduk bekerja
dan ada sebagian juga yang menjadi petani, dan mayoritas Ny. S
dijalankan secara musyawarah.

6. Psikologis
a. Status emosi
1) Stressor Jangka Pendek dan Jangka Panjang
a) Jangka Pendek
Keluarga Ny. S mengatakan beliau mengalami permasalahan yaitu
menderita penyakit hipertensi sejak 7 tahun yang lalu.
b) Jangka Panjang
Keluarga Ny. S mengatakan tidak memikirkan apa- apa hanya saja
beliau sedang menikmati hari tua.
2) Kemampuan keluarga berespon terhadap stressor
Ny. S menganggap bahwa setiap ujian atau masalah yang datang
adalah kehendak allah SWT.
3) Stressor koping yang digunakan
Ny. S mengatakan suka menyelesaikan masalah sendiri dan apabila
sudah tidak dapat solusi Ny. S suka meminta bantuan kepada sodara.
4) Strategi adaptasi disfungsional
Ny. S tidak pernah menggunakan strategi adaptasi disfungsional.
b. Konsep Diri
1) Body Image : Ny. S melihat dirinya sebagai kepala rumah tangga
sangat merasa cukup terhadap gambaran dirinya ,
2) Identitas diri : Ny. S sebagai ibu rumah tangga sekaligus menjadi
kelapa keluarga.
3) Peran : Ny. S berperan sebagai kepala rumah tangga dan
mencari nafkah.
4) Ideal diri : Ny. S dan keluarga selalu berdoa, berusaha
mencari solusi dalam menghadapi masalah.
c. Harga diri, Pola komunikasi keluarga
1) Harga diri : Ny. S selalu menerima setiap masalah yang menimpa
keluarga dengan sangat ikhlas.
2) Pola komunikasi : Ny. S selalu menggunakan bahasa daerah yaitu
sunda dalam komunikasi sehari-hari.
7. Derajatat Kesehatan
a. Kejadian Kesehatan
Dalam bulan bulan ini keluarga Ny. S dalam keadaan sehat tapi Ny. S
masih berobat penyakit hipertensi.
b. Kejadian Cacat
Dalam keluarga Ny. S tidak ada yang mengalami kecacatan.
c. Kejadian kematian dalam satu tahun terakhir
Tidak ada kematian di keluarga Ny. S dalam satu tahun terakhir.
d. Perilaku keluarga dalam penanggulangan sakit
keluarga Ny. S mengatakan bahwa ketika beliau sakit akan berobat ke
klinik terdekat. Tapi jika sakitnya kambuh lagi Ny. S Cuma membeli
obat saja ke apotek dari resep yang diberikan oleh dokter.

8. Harapan Keluarga Terhadap Petugas Kesehatan


Harapan keluarga Ny. S terhadap petugas kesehatan yaitu dapat
memberikan pelayanan yang baik terhadap pengguna BPJS khususnya
kepada Keluarga Ny. S dan mengharapkan diadakan penyuluhan mengenai
penyakit – penyakit yang sering diderita oleh masyarakat.

B. PENGKAJIAN INDIVIDU
1. Identitas Klien
Nama KK : Ny. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 69 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Pedagang
Suku Bangsa : Sunda
Status Marital : cerai mati
Alamat : Desa cipinang, RT/RW 10/03 blok pon

2. Riwayat Kesehatan
a. Masalah kesehatan yang pernah dialami
Klien mengatakan masalah kesehatan yang dialami adalah hipertensi.
Hipertensi akan terasa apabila klien mengalami susah tidur. Klien
mengatakan mulai menderita hipertensi sejak 7 tahun yang lalu. Apabila
hipertensi mulai terasa klien mengatasi hal ini dengan meminum obat.
b. Masalah kesehatan keluarga (keturunan)
Klien mengatakan tidak memiliki masalah Kesehatan keluarga yang
bersifat turun temurun.

3. Kebiasaan Sehari-hari
a. Biologi
1) Kebutuhan Nutrisi
a) Kebiasaan makan : Ny. S makan 3x sehari dengan komposisi
seperti ikan, ayam, sayur sayuran dan sayur bening.
b) Kebiasaan minum : Minum paling sedikit 3 gelas sehari, setara
dengan 2 liter air putih
2) Kebutuhan eliminasi
a) Pola BAB : 2x sehari pada pagi hari dan malam hari
b) Pola BAK : 3x sehari
3) Istirahat Tidur
a) Waktu tidur : 22.00 WIB
b) Waktu bangun : 05.00 WIB
4) Kebersihan Diri
a) Mandi : 3 x sehari
b) Gosok gigi : 2 x sehari
c) Keramas : seminggu 2 x
d) Potong kuku : 1 minggu sehari
5) Aktivitas sehari-hari
Klien mengatakan dapat melakukan aktivitas sehari hari dengan baik.

6) Rekreasi waktu luang


Klien mengatakan memiliki waktu untuk rekreasi untuk dirinya sendiri
seperti menonton tv.
b. Psikologis
Klien mengatakan status psikologisnya baik, klien dapat menerima
penyakitnya dengan ikhlas dan mengatakan bahwa penyakitnya masih
bisa teratasi dan tidak terlalu memberatkan.
c. Sosial
1) Hubungan antar keluarga
Hubungan antar keluarga biasanya tidak ada yang terganggu, karena
keluarga sudah memahami betul kondisi penderita sehingga bisa
menerima klien apa adanya.
2) Hubungan dengan oranglain
Klien memiliki hubungan yang baik dengan lingkungan sekitar, dan
tidak ada kendala apapun.
d. Spiritual
1) Pelaksanaan Ibadah
Klien mengatakan dapat melaksanakan ibadah dengan baik, klien
melaksanakan shalat 5 waktu dan ibadah yang lainnya
2) Keyakinan tentang Kesehatan
Klien mengatakan bahwa masalah kesehatan yang deritanya adalah
akibat dari pola makan yang kurang teratur dan akibat susah tidur
pada malam hari.
C. PENGKAJIAN GERONTIK
1. Identifikasi masalah psikososial
Hubungan klien dengan tetangga sekitar rumahnya baik, karena
klien sering tinggal di rumah. Jadi, lebih sering bersosialisasi
dengan tetangganya. Harapan klien dengan terbinanya silaturahmi
yang baik juga akan menambah saudara dan kerabat.
2. Identifikasi masalah emosional

Masalah Emosional Pada Ny. S


No Pertanyaan Tahap I Ya Tidak
1. Apakah klien mengalami sulit tidur? 
2. Apakah klien sering merasa gelisah? 
3. Apakah klien sering murung atau menangis 
sendiri?
4. Apakah klien sering was – was atau khawatir? 
Pertanyaan Tahap II
1. Apakah keluhan lebih dari tiga bulan atau lebih 
dari satu kali dalam satu bulan?
2. Apakah ada masalah atau banyak pikiran? 
3. Apakah ada gangguan atau masalah dengan 
keluarga lain?
4. Apakah menggunakan obat tidur, penenang atau 
anjuran dokter?
5. Apakah cenderung mengurung diri? 

1. Identifikasi Masalah Spiritual


Klien beragama islam dan meyakini akan adanya kematian tetapi saat
ini klien sangat bersyukur masih bisa hidup sampai sekarang walaupun
keadaannya tidak sesehat dulu, klien berharap dengan seringnya
mengontrolkan kesehatannya penyakitnya dapat terobati
2. Katz Indeks
Pengkajian Katz Indeks pada Ny. S

No Aktivitas Mandiri Dibantu


1. Makan  -
2. BAK (Buang Air Kecil)  -
3. BAB (Buang Air Besar)  -
4. Memakai Pakaian  -
5. Pergi ke toilet  -
6. Berpindah tempat  -
7. Mandi  -
Keterangan :
Berdasarkan pengkajian : Ny. S termasuk dalam kategori A yaitu mandiri
dalam makan, BAK, BAB, memakai pakaian,
pergi ke toilet, berpindah tempat dan mandi.
3. Barthel Indeks

Pengkajian Modifikasi Barthel Indeks pada Ny. S

Dengan Mandi
No Kriteria Keterangan
bantuan ri
1 2 3 4 5
1 Makan 10 Frekuensi : 3x sehari
Jumlah : 1/2 porsi/hari
Jenis : nasi, sayur
bening, ikan,
ayam, sayur
sayuran.

2 Minum 1 Frekuensi : 5 gelas/hari

Jumlah : 2 liter/hari
Jenis : Air putih

3 Berpindah dari 10 Melakukannya tanpa ragu


kursi ke tempat
tidur
4 Personal toilet Frekuensi
5
(cuci muka,
menyisir
rambut, gosok
gigi)

5 Keluar masuk 10 Keluar masuk toilet tanpa


toilet (cuci bantuan dari orang lain.
pakaian,
menyeka
tubuh,
menyiram)

6 Mandi 15 Frekuensi 3 x sehari

7 Jalan
5
dipermukaan
datar

8 Naik turun 10
tangga

9 Mengenakan 1
Dapat melakukan sendiri
pakaian

10 Control bowel 1 Frekuensi : 2 x/hari


(BAB) Konsistensi : keras

Frekuensi : 4 x/hari
11 Control bloder 10
(BAK)

12 Olahraga 10

13 Rekreasi/
1
pemanfaatan
waktu luang
Total Hasil 130
Keterangan :
Berdasarkan pengkajian di atas Ny. S termasuk orang yang mandiri dengan
total hasil 130.
4. Sistem SPSMQ pada Ny. S

Pengkajian Status Mental SPSMQ pada Ny. S

No Pertanyaan Benar Salah Ket.


1 2 3 4 5
1 Tanggal berapa sekarang ? √ 26 juli 2023
2 Hari apa sekarang ? √ Rabu
3 Apa nama tempat ini ? √ Rumah
4 Dimana alamat anda ? √ Cipinang
5 Berapa umur anda ? √ 69 Tahun
6 Kapan anda lahir ? (minimal √ 02 agustus
tahun) 1956
7 Siapa Presiden Indonesia √
Jokowi
sekarang ?
8 Siapa Presiden Indonesia √
Jokowi
sebelumnya ?
9 Siapa nama ibu anda? √ Ibu alimah
10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap √ 17, 14, 11, 8,
pengurangan 3 dari setiap 5, 2
angka baru semua secara
menurun
Total hasil  = 10 =0
Keterangan :
Berdasarkan pengkajian di atas, fungsi intelektual Ny. S tergolong utuh.

5. Inventaris Depresi Beck

Inventaris Depresi Beck

Uraian Skor
A. Kesedihan
Saya tidak merasa sedih 0
B. Pesimisme
Saya tidak begitu pesimis atau kecil hati tentang masa 0
depan
C. Rasa kegagalan
Saya tidak merasa gagal 0
D. Ketidakpuasan
Saya tidak merasa tidak puas 0
E. Rasa Bersalah
Saya tidak merasa benar – benar bersalah 0
F. Tidak Menyukai Diri Sendiri
Saya tidak merasa kecewa dengan diri sendiri 0
G. Membahayakan Diri Sendiri
Saya tidak mempunyai pikiran – pikiran mengenai 0
membahayakan diri sendiri
H. Menarik Diri Dari Sosial
Saya tidak kehilangan minat pada orang lain 0
I. Keragu – raguan
Saya berusaha mengambil keputusan 1
J. Perubahan Gambaran Diri
Saya merasa bahwa ada perubahan – perubahan yang 2
permanen dalam penampilan saya dan ini membuat saya
tidak menarik lagi
K. Kesulitan Kerja
Saya telah mendorong diri saya sendiri dengan keras untuk 2
melakukan sesuatu
L. Keletihan
Saya merasa lelah dari yang biasanya 1
M. Anoreksia
Nafsu makan saya sangat memburuk sekarang 2
Jumlah 8
Keterangan :
Berdasarkan pengkajian di atas Ny. S termasuk dalam depresi ringan dengan
jumlah skor 8.

6. Sistem MMSE pada Ny. S

Pengkajian MMSE pada Ny. S

Nilai
Aspek Nilai
No Maximu Kriteria
Kognitif Klien
m
1 2 3 4 5
1 Orientasi 5 5 Menyebutkan dengan benar :
 Tahun
 Musim
 Tanggal
 Hari
 Bulan
Orientasi 5 5 Dimana kita sedang berada :
 Negara Indonesia
 Provinsi Jabar (Jawa Barat)
 Kota Majalengka
 Kecamatan Kertajati
 Kelurahan Sukamulya
2 Registrasi 3 3 Sebutkan nama 3 objek (oleh
pemeriksa), 1 detik untuk
mengatakan masing-masing
objek. Kemudian tanyakan
kepada klien objek tadi :
 Objek kursi
 Objek meja
 Objek pintu

3 Perhatian 5 5 Minta klien untuk memulai dari


dan angka 100 kemudian dikurangi 7
kalkulasi sampai 5 kali/ tingkat :
 93
 86
 79
 72
 65

4 Mengingat 3 3 Minta klien untuk mengulangi


ketiga objek pad no.2
(registrasi) tadi. Bila benar, 1
point untuk masing-masing
objek.

5 Bahasa 9 3 Tunjukkan pada klien suatu


benda dan tanyakan namanya
pada klien
 (misal jam tangan)
 (misal pensil )
Minta klien untuk mengulang
kata berikut “Tak ada jika dan
atau tetapi” bila benar 2 buah
“tak ada tetapi”
 Pernyataan benar 2 buah tak
ada, tetapi
3 Minta klien untuk mengikuti
perintah berikut terdiri dari 3
langkah, “ambil kertas ditangan
anda lipat dua dan taruh di lantai
:
 Ambil kertas ditangan anda
 Lipat dua
 Taruh di lantai

3 Perintah pada klien untuk hal


berikut (bila aktivitas sesuai
perintah nilai 1 point)
 Tutup mata anda
Perintahkan pada klien untuk
dan menyalin gambar.
 Tulis satu kalimat
 Menyalin gambar

Total
Hasil 30

Keterangan:
Dari hasil pengkajian di atas, aspek kognitif dari fungsi mental Ny. S adalah
baik dengan total hasil Ny. S = 30.

7. Pengkajian keseimbangan untuk pasien keluarga


Pengkajian Keseimbangan pada Ny. S
No Kriteria Hasil
1. Perubahan posisi/gerakan
keseimbangan
- Bangun dari kursi 0 Tidak stabil saat berdidri
pertama kali
- Duduk ke kursi 0 Menjatuhkan diri ke kursi
dengan baik dan berada di
tengah satukali menggeser.

- Menahan dorongan pada 0 Keadaan stabil


stenum (3x)
- Mata tertutup 0 Mata tertutup dengan rapat

- Perputaran leher 0 Perputaran leher baik, tidak


mengalami pusing/vertigo
dalam keadaan stabil.
- Gerakan mencapai sesuatu 0 Dapat memegang benda
yang ada di atas/didepannya.
- Membungkuk. 0 Mampu membungkuk untuk
mengambil objek.
2. Komponen gaya berjalan
- Minta klien untuk berjalan 0 Berjalan stabil tanpa ragu,
ke tempat yang ditentukan. tanpa tersandung
- Ketinggian jalan kaki 0 Berjalan dengan baik
- Kontinuitas langkah kaki 0 Berjalan dengan baik
- Keistimewaan langkah 0 Berjalan lurus
- Penyimpangan jalur pada 0 Stabil
saat berjalan
- Berbalik. 0 Stabil
Keterangan :
Dari hasil pengkajian di atas, keseimbangan pada Ny. S tergolong pada
resiko jatuh rendah
8. Afgar Keluarga

Afgar Keluarga Ny.S


No Fungsi Uraian Skor
1. Adaptasi Saya puas bahwa saya dapat kembali pada 2
keluarga (teman – teman) saya untuk
membantu pada saat saya sedang
mengalami kesulitan
2. Hubungan Saya puas dengan cara keluarga (teman – 2
teman) saya membicarakan sesuatu dengan
saya dan mengungkapkan masalah dengan
saya
3. Pertumbuhan Saya puas bahwa keluarga (teman – teman) 2
saya menerima dan mendukung keinginan
saya untuk melakukan aktivitas atau
kegiatan baru
4. Afeksi Saya puas dengan cara keluarga (teman – 1
teman) saya mengekspresikan afeks dan
berespon terhadap emosi – emosi saya,
seperti marah, sedih, atau mencintai
5. Pemecahan Saya puas dengan cara keluarga (teman – 1
teman) saya dan saya menyediakan waktu
bersama – sama
Keterangan :
Berdasarkan hasil di atas nilai afgar keluarga Ny. S baik yaitu dengan nilai
skor 8.

D. PENGKAJIAN TANDA – TANDA VITAL


No Pemeriksa Fisik Ny. S ......
1 Keadaan umum Baik
- TD 160/100 mmgh
- Nadi 75x/menit
- Suhu 36,5 0C
- TB 160 cm
- Respirasi Rate 23x/menit
- Berat badan 60 kg
- Kesadaran Composmentis
- Tes urine -
- LK perut 91
- LK lengan 25
2 Kepala Simetris
- Bentuk Bersih
- Kulit kepala Hitam
- Warna rambut
Tidak ada
- Luka
Tidak ada
- Nyeri tekan
3 Mata
- Penglihatan Jelas
- Bentuk Simetris
- Pupil Isokor
- Skela
Anikterik
- Konjungtiva
Ananemis
- Nyeri tekan
Tidak ada
4 Telinga
- Bentuk Simetris
- Pengeluaran Cairan Tidak ada
- Ketajaman pendengaran Normal

5 Hidung
- Bentuk Simetris
- Polip Tidak ada
No Pemeriksa Fisik Ny. S ......
6 Mulut
- Mukosa bibir Lembab
- Gigi Tidak ada
- Kebersihan Bersih
7 Leher
- P.Kelenjar tonsil Tidak ada
- Peningkatan tekanan vena jugularis Tidak ada
- Lesi Tidak ada
- Nyeri
Tidak ada

8 Paru
- Bentuk Simetris
- Suara nafas Vesikuler
9 Abdomen
- Bentuk dada Simetris
- Turgor Elastis
- Lesi Tidak ada
- Asites
Tidak ada
- Pemb. Hepar
Tidak ada
- Nyeri tekan
Tidak ada
10 Ektremitas
- Turgor Elastis
- Lesi Tidak ada
- Capillary refill
<3 detik
- Sianosis
Tidak ada
- Kaki
- Kekuatan otot Normal
5 5
5 5

E. ANALISA DATA
No Data Fokus Masalah Kesehatan Masalah Keperawatan

1 Ds: px mengatakan sulit Pola tidur Gangguan pola tidur b.d


tidur kurangnya kontrol tidur

2. Ds : keluarga Ny. S Resiko gangguan integritas


mengatakan jendela rumah kulit/jaringan
nya jarang bahkan tidak
pernah di buka.

Do : jendela rumah
tertutup rapat

F. PRIORITAS MASALAH (SKORING)


1. Perhitungan prioritas masalah keluarga Ny. S mengenai gangguan pola
istirahat tidur.

No Kriteria Skor Bobot Perhitungan Nilai Pembenaran


1 Sifat masalah : Keluarga tidak
 Krisis atau memerlukan
keadaaan 1 1/3x1 1 segera untuk
1
sejahtera memperoleh
perawatan
2 Kemungkinan Keluarga
masalah dapat mengetahui
diubah : sumber-sumber
 Dengan dan tindakan
mudah dengan mudah
2 2/2x2 2
2 sehingga dapat
memecahkan
kemungkinan
masalah yang
terjadi
3 Kemungkinan Keluarga mau
masalah untuk diajak
dicegah bekerjasama
Tinggi 1/3x1 1 untuk mengenal
1
1 pencegahan dari
penyakit
hipertensi.
4 Menonjolnya Keluarga
masalah Skala : menyadari adanya
Ada masalah, masalah tetapi
sudah bisa
tetapi tidak perlu
ditangani oleh
ditangani. 1 1 1/2x1 ½ keluarga Keluarga
menyadari adanya
masalah tetapi
sudah bisa
ditangani oleh
keluarga
Total

2. Perhitungan prioritas masalah keluarga Ny. S mengenai Surveilensi


keamanan dan keselamatan keluarga berhubungan dengan kurangnya
sirkulasi oksigen dalam rumah karena jendela yang selalu tertutup

Kriteria Skor Bobot Perhitungan Nilai Pembenaran


No
1 Sifat masalah : 1 1/3x1 ⅓ Keluarga tidak
1
 Krisis atau memerlukan
keadaaan Tindakan segera
sejahtera untuk memparbaiki
sirkulasi udara
berupa jendela di
rumahnya karena
pintu rumah yang
selalu terbuka lebar
pada bagian ruangan
yang di jadikan
warung, sehingga
walaupun jendela
tertutup rapat
sirkulasi udara
masih bisa keluar
Kriteria Skor Bobot Perhitungan Nilai Pembenaran
No
masuk dengan baik.
2 Kemungkinan Sumber-sumber dan
masalah dapat tindakan untuk
diubah : 1 1/2x1 ½ memecahkan
2
 Hanya masalah dapat
sebagaian diatasi oleh keluarga
3 Kemungkinan Keluarga mau diajak
masalah untuk bekerjasama untuk
dicegah memperbaiki
3 3/3x1 1
Skala : 1 masalah pada tempat
Tinggi aliran sirkulasi udara
di rumah
4 Menonjolnya Keluarga menyadari
masalah adanya masalah
Skala : sirkulasi karena
Ada masalah, sudah mengetahui
tetapi tidak perlu penyebabnya
ditangani sehingga setelah
1 1 1/2x1 ½
diingatkan Kembali
mengenai
pentingnya sirkulasi
udara keluarga
sudah bisa
menangani
Total 2,8

G. HASIL PENGHITUNGAN PRIORITAS MASALAH


1. Perhitungan prioritas masalah keluarga Ny. S mengenai gangguan pola
istirahat tidur.
2. Perhitungan prioritas masalah keluarga Ny. S menngenai Surveilensi
kmanan dan keselamatan keluarga berhubungan dengan kurangnya sirklasi
oksigen dalam rumah karena jendela yang selalu tertutup

3. KELUARGA MANDIRI
No Kriteria Tingkat kemandirian

1 2 3 4
1. Menerima petugas √
2. Menerima pelayanan sesuai rencana √
keperawatan
3. Tahu dan dapat mengungkapkan √
masalah Kesehatannya secara benar
4. Memanfaatkan fasilitas pelayanan √
Kesehatan sesuai anjuran
5. Melakukan Tindakan keperawatan √
sederhana sesuai anjuran
6. Melakukan Tindakan pencegahan √
secara asertif
7. Melakukan Tindakan √
peningkatan/promotif secara aktif

4. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan kualitas dan juantitas waktu tidur akibat fakor eksternal.
2. Surveilensi keamanan dan keselamatan keluarga berhubungan dengan
kurangnya sirkulasi oksigen dalam rumah karena jendela yang selalu
tertutup
5. RENCANA KEPERAWATAN
NO DATA SDKI SLKI SIKI
KODE DIAGNOSA KODE HASIL KODE INTERVENSI
1. DS : D.0055 Gangguan L.05045 Setelah I.05174 1. mengenal
Ny. S pola tidur b.d dilakukan masalah
mengatakan kurangnya tindakan asuhan Dukungan
mengalami kontrol tidur keperawatan Tidur
gangguan 1x24 jam - Identifikasi
pola tidur. masalah pola faktor
DO : tidur dapat pengganggu
- Klien teratasi. tidur
mengata Dengan kriteria 2. mengambil
kan sulit hasil : keputusan
tidur Pola Tidur - lakukan
- Klien - Klien sudah kontak
mengelu tidak perilaku
h tidak mengeluh sulit 3. tindakan
bisa tidur kep
tidur Klien tidak
nyenyak mengeluh sering
- Jelaskan
DO : terbangun
pentingkan
- klien ditengah malam
tidur cukup
tampak lesu
3. Memodifika
Klien
si
tampak
Lingkungan
gelisah
- Anjurkan
klien
memodifika
si
lingkungan
misal pada
pencahyaan
dan tempat
tidur
4. Memanfaat
kan fasilitas
kes

NO DATA SDKI SLKI SIKI


KODE DIAGNOSA KODE HASIL KODE INTERVENSI
2. DS : keluarga D.0139 Resiko L.12105 Manajemen I.12385 . mengenal
Ny.s gangguan kesehatan masalah
mengatakan integritas keluarga Edukasi
jendela kulit/jaringan aktivitas Keselamatan
rumahnya keluarga Rumah
jarang mengenai - Informasik
bahkan tidak masalah an
pernah kesehatan pentingnya
dibuka dan meningkat sirkulasi
sirkulasi yang baik
udara hanya 2. mengambil
jika pintu di keputusan
buka saja. - lakukan
DO : Jendela kontak
rumah pasien perilaku
terlihat tidak 3. tindakan
bisa dibuka kep
- Informasik
an
hubungan
antara
sirkulasi
udara
dengan
risiko
gangguan
integritas
kulit
4.
memodifikasi
lingkungan
I.14502 - Anjurkan
membuka
jendela ,
pintu atau
ventilasi
rumah
setiap hari
di waktu
pagi

1. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Tanggal/ Diagnosa
Implementasi Evaluasi
Waktu Keperawatan
26 Juli 2023 Gangguan pola tidur Dukungan Tidur S : Ny.S mengatakan
09.00 WIB ditandai dengan : T : Mengidentifikasi faktor tidur sudah lebih awal
- Klien pengganggu tidur tetapi masih terbangun
mengatakan R : Klien mengatakan bahwa ditengah malam
sulit tidur pengganggu tidur karena tidak O : Mata klien sudah
- Klien mengeluh mengantuk dan suka tiba-tiba tidak terlalu saya dan
tidak bisa tidur memikirkan banyak hal tubuhnya terlihat segar
nyenyak T : Melakukan kontak perilaku A : masalah teratasi
DO : R : Klien menyetujui sebagian
- Klien tampak T : Menjelaskan pentingnya tidur - P : Intervensi
lesu cukup dilanjutkan
- Klientampak R : Klien menyimak serta
gelisah memberikan respon
T : Menganjurkan klien
memodifikasi lingkungan misal
pada pencahyaan dan tempat tidur
R : Klien mengatakan akan
mencoba tidur dengan lampu
padam
T : Memanfaatkan fasilitas kes
26 Juli 2023 Risiko gangguan Edukasi Keselamatan Rumah S : Ny. S mengatakan
09.00 WIB integritas T : Menginformasikan pentingnya sudah membuka pintu
kulit/jaringan sirkulasi yang baik dipagi hari
Tanggal/ Diagnosa
Implementasi Evaluasi
Waktu Keperawatan
berhubungan dengan R : Klien menyimak dan O : Pintu terlihat dibuka
ventilasi udara rumah memberikan respon A : Masalah teratasi
yang kurang T : Lakukan kontak perilaku P : intervensi dihentikan
R : Klien kooperatif
T : Menginformasikan hubungan
antara sirkulasi udara dengan risiko
gangguan integritas kulit
R : Klien menyimak dan
memberikan respon
T : Menganjurkan membuka
jendela , pintu atau ventilasi rumah
setiap hari di waktu pagi
R : Klien mengatakan akan
mencoba membuka jendela dan
pintu di waktu pagi
T : Memanfaatkan fasilitas kes

2. CATATAN PERKEMBANGAN
CATATAN PERKEMBANGAN I
Tanggal/ Diagnosa
Implementasi Evaluasi Paraf
Waktu Keperawatan
28 Juni Gangguan pola Dukungan Tidur S : klien mengatakan masih
2023 tidur T: terbangun ditengah malam
berhubungan Mengidentifikasi O : Mata klien masih
dengan faktor pengganggu terlihat sayu
kurangnya tidur A : masalah teratasi
kontrol tidur R : Klien sebagian
mengatakan bahwa P : Intervensi dilanjutkan
pengganggu tidur
karena tidak
mengantuk dan
suka tiba-tiba
memikirkan banyak
hal
T : Melakukan
kontak perilaku
R : Klien
menyetujui

T : Menjelaskan
pentingnya tidur
cukup
R : Klien
menyimak serta
memberikan respon
T : Menganjurkan
klien memodifikasi
lingkungan misal
pada pencahyaan
dan tempat tidur
R : Klien
mengatakan akan
mencoba tidur
dengan lampu
padam
T : Memanfaatkan
Tanggal/ Diagnosa
Implementasi Evaluasi Paraf
Waktu Keperawatan
fasilitas kes

28 Juli Risiko Edukasi


2023 gangguan Keselamatan
integritas Rumah
kulit/jaringan T:
berhubungan Menginformasikan
dengan ventilasi pentingnya
udara rumah sirkulasi yang baik
yang kurang R : Klien
menyimak dan
memberikan respon
T : Lakukan kontak
perilaku
R : Klien
kooperatif
T:
Menginformasikan
hubungan antara
sirkulasi udara
dengan risiko
gangguan integritas
kulit
R : Klien
menyimak dan
memberikan respon
T : Menganjurkan
membuka jendela ,
pintu atau ventilasi
rumah setiap hari di
waktu pagi
R : Klien
mengatakan akan
mencoba membuka
Tanggal/ Diagnosa
Implementasi Evaluasi Paraf
Waktu Keperawatan
jendela dan pintu di
waktu pagi
T : Memanfaatkan
fasilitas kes

CATATAN PERKEMBANGAN II

Tanggal/ Diagnosa
Implementasi Evaluasi Paraf
Waktu Keperawatan
29 Juli Gangguan pola Dukungan Tidur
2023 tidur T : Mengidentifikasi faktor
berhubungan pengganggu tidur
dengan R : Klien mengatakan bahwa
kurangnya pengganggu tidur karena
kontrol tidur tidak mengantuk dan suka
tiba-tiba memikirkan banyak
hal
T : Melakukan kontak
perilaku
R : Klien menyetujui
T : Menjelaskan pentingnya
tidur cukup
R : Klien menyimak serta
memberikan respon
T : Menganjurkan klien
memodifikasi lingkungan
misal pada pencahyaan dan
tempat tidur
R : Klien mengatakan akan
mencoba tidur dengan lampu
padam
T : Memanfaatkan fasilitas
kes
Tanggal/ Diagnosa
Implementasi Evaluasi Paraf
Waktu Keperawatan
29 juli Risiko Edukasi Keselamatan
2023 gangguan Rumah
integritas T : Menginformasikan
kulit/jaringan pentingnya sirkulasi yang
berhubungan baik
dengan ventilasi R : Klien menyimak dan
udara rumah memberikan respon
yang kurang T : Lakukan kontak perilaku
R : Klien kooperatif
T : Menginformasikan
hubungan antara sirkulasi
udara dengan risiko
gangguan integritas kulit
R : Klien menyimak dan
memberikan respon
T : Menganjurkan membuka
jendela , pintu atau ventilasi
rumah setiap hari di waktu
pagi
R : Klien mengatakan akan
mencoba membuka jendela
dan pintu di waktu pagi
T : Memanfaatkan fasilitas
kes

SATUAN ACARA PENYULUHAN


PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA HIPERTENSI
DI DUSUN PON RT10/RW03
DESA CIPINANG KECAMATAN RAJAGALUH DI WILAYAH
KERJA UPTD PUSKESMAS RAJAGALUH
TAHUN 2023
Disusun oleh :

YUNIZA PRIHANJANI
(20142011053)

FAKKULTAS ILMU KESEHATAN


PRODI S1 KEPERAWATAN
UNIVERSITAS YPIB MAJALENGKA
SATUAN ACARA PEYULUHAN

SATUAN ACARA PENYULUHAN


Pentingnya pengetahuan tentang hipertensi

Topic : Hipertensi
Sub topic : pengetahuan tentang hipertensi
Hari/tanggal : Kamis, 27 juli 2023
Waktu : 20 menit
Sasaran : Ny. S
Tempat : Dirumah klien
Penyuluh : Yuniza Prihanjani
Universitas ypib majalengka

A. Tujuan Instruksional Umum (TIU)


Setelah diberikan penyuluhan kesehatan selama 20 menit, diharapkan
pasien mampu menjelakan dan menerapkan pola hidup sehat bagi penderita
Hipertensi.
B. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
Setelah dilakukan pembelajaran tentang Hipertensi pasien diharapkan mampu:
1. Menjelaskan pengertian hipertensi
2. Menjelaskan penyebab hipertensi
3. Menjelaskan tanda dan gejala hipertensi
4. Menjelaskan penatalaksanaan hipertensi
5. Menjelaskan diit hipertensi
6. Menjelaskan obat tradisional hipertensi

C. STRATEGI PELAKSANAAN
Strategi yang digunakan dalam penyampaian penyuluhan ini berupa
ceramah, tanya jawab dan pembagian leaflet.

D. SETING TEMPAT
Rumah klien

E. RANGKAIAN PELAKSANAAN
KEGIATAN
NO TAHAP/WAKTU KEGIATAN PENYULUHAN
SASARAN
- Pemberian salam pembuka
- Memperkenalkan diri
Menjawab salam
1. Pembukaan 3 menit - Menjelaskan pokok bahasan dan
dan memperhatikan
tujuan penyuluhan
- Membagikan leaflet
- Melakukan free test
- Menjelaskan pengertian perilaku
merokok
- Menjelaskan tipe perilaku
2. Pelaksanaan 10 menit merokok Memperhatikan

- Factor- factor yang mempengaruhi


perilaku merokok

- Menjelaskan dampak perilaku


merokok
- Menanyakan kepada peserta Menjawab
3. Evaluasi 5 menit tentang materi yang telah
pertanyaan
diberikan
- Melakukan post test
- Mengucapkan terimakasih atas
Mendengarkan
4. Terminasi 2 menit peran serta peserta
menjawab salam
- Mengucapkan salam penutup

F. EVALUASI
1. Evaluasi Struktur
a. Pasien mengikuti kegiatan penyuluhan
b. Penyuluhan di ikuti oleh Ny. S
2. Evaluasi Proses
a. Pasien antusias terhadap penyuluhan
b. Pasien tidak meningalkan tempat saat penyuluhan berlangsung
MATERI PENYULUHAN

A. HIPERTENSI
1. Pengertian
Hipertensi adalah pengertian medis dari penyakit tekanan darah tinggi.
Kondisi ini dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi kesehatan yang
membahayakan nyawa jika dibiarkan. Bahkan, gangguan ini dapat
menyebabkan peningkatan risiko terjadinya penyakit jantung, stroke, hingga
kematian.
Istilah tekanan darah sendiri bisa digambarkan sebagai kekuatan dari sirkulasi
darah terhadap dinding arteri tubuh yang merupakan pembuluh darah utama.
Besarnya tekanan yang terjadi bergantung pada resistensi dari pembuluh
darah dan seberapa intens jantung untuk bekerja.
Seseorang dapat mengalami tekanan darah tinggi apabila semakin banyak
darah yang dipompa oleh jantung dan akibat sempitnya pembuluh darah pada
arteri. Hipertensi dapat diketahui dengan pemeriksaan secara rutin pada
tekanan darah. Hal ini direkomendasikan untuk dilakukan setiap tahun oleh
semua orang dewasa.

2. Tanda dan gejala


Seseorang yang mengidap hipertensi akan merasakan beberapa gejala yang
timbul, antara lain:
 Sakit kepala
 Mimisan
 Masalah penglihatan
 Nyeri dada
 Telinga berdengung
 Sesak napas
 Aritmia.
Untuk hipertensi yang berat gejalanya bisa berupa:
 Kelelahan
 Mual dan/atau muntah
 Kebingungan
 Merasa cemas
 Nyeri pada dada
 Tremor otot
 Adanya darah dalam urine

3.Pengobatan
Pengobatan penyakit hipertensi

Sebagian pengidap hipertensi harus mengonsumsi obat seumur hidup guna


mengatur tekanan darah. Namun, jika tekanan darah sudah terkendali melalui
perubahan gaya hidup, penurunan dosis obat atau konsumsinya dapat
dihentikan. Perhatikan selalu dosis obat yang diberikan dan efek samping
yang mungkin terjadi.

Obat-obatan yang umumnya diberikan kepada para pengidap hipertensi,


antara lain:
 Obat untuk membuang kelebihan garam dan cairan di tubuh melalui
urine. Pasalnya, hipertensi membuat pengidapnya rentan terhadap
kadar garam tinggi dalam tubuh.
 Obat untuk melebarkan pembuluh darah sehingga tekanan darah bisa
menurun. Perlu diketahui bahwa hipertensi membuat pengidapnya
rentan mengalami sumbatan pada pembuluh darah.
 Obat yang bekerja untuk memperlambat detak jantung dan melebarkan
pembuluh darah.
 Obat penurun tekanan darah yang berfungsi untuk membuat dinding
pembuluh darah lebih rileks.
 Obat penghambat renin untuk menghambat kerja enzim yang
berfungsi menaikkan tekanan darah. Jika renin bekerja berlebihan,
tekanan darah akan naik tidak terkendali.
Adapun obat tradisional untuk mencegah penyakit hipertensi antara lain :
1) Belimbimg wuluh
Caranya : buah belimbing dicuci dengan air hangat kemudian
diparut/diblender. Hasil parutan diperas aatu disaring. Air belimbing
diminum 1 gelas 2x sehari.
2) Mentimun
Caranya : buah mentimun di cuci dengan air hangat kemudian
diparut/diblender. Hasil parutan diperas dan disaring tanpa ditambah
bahan-bahan lain sampai menjadi 1 gelas (200 cc) untuk sekali
minum. Air diminum 2x 1 gelas sehari. Selain itu mentimun yang
sudah dicuci bisa dimakan sebagai lalapan.
3) Daun seledri
Caranya : daun seledri dicuci bersih dengan air hangat. Daun seledri
ditumbuk/diblender sampai halus dan ditambah dengan setengah gelas
air hangat. Saring air seledri yang sudah dihaluskan. Air diminum 2x
setengah gelas sehari.
Selain konsumsi obat-obatan, pengobatan hipertensi juga bisa dilakukan
melalui terapi relaksasi, misalnya terapi meditasi atau olahraga olah tubuh
seperti yoga. Namun, pengobatan hipertensi tidak akan berjalan lancar jika
tidak disertai dengan perubahan gaya hidup. Contohnya seperti menjalani pola
makan dan hidup sehat, serta olahraga teratur.

4. Pencegahan hipertensi
Terdapat beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mencegah hipertensi,
yaitu:
 Mengonsumsi makanan sehat, seperti buah dan sayuran.
 Batasi asupan garam (menjadi kurang dari 5g setiap hari).
 Kurangi konsumsi kafein yang berlebihan.
 Berolahraga secara teratur
 Menjaga berat badan.
 Mengurangi konsumsi minuman beralkohol.
 Membatasi asupan makanan tinggi lemak jenuh.
 Menghilangkan/mengurangi lemak trans dalam diet.
5. Diet hipertensi
1) Makanan yang boleh dikonsumsi.
a. Sumber kalori
Beras, tales, kentang, macaroni, mie, bihun, tepung-tepungan,
gula.
b. Sumber protein hewani
Daging, ayam, ikan, semua terbatas kurang lebih 50 gram
perhari, telur ayam, telur bebek paling banyak satu butir sehari,
susu tanpa lemak.
c. Sumber protein nabati
Kacang-kacangan kering seperti tahu,tempe,oncom.
d. Sumber lemak
Santan kelapa encer dalam jumlah terbatas.
e. Sayuran
Sayuran yang tidak menimbulkan gas seperti bayam,kangkung,
buncis, kacang panjang, taoge, labu siam, oyong, wortel.
f. Buah-buahan
Semua buah kecuali nangka, durian, hanya boleh dalam jumlah
terbatas.
g. Bumbu
Pala, kayu manis, asam, gula, bawang merah, bawang putih,
garam tidak lebih 15 gram perhari.
h. Minuman
Teh encer, coklat encer.
2) Makanan yang tidak boleh dikonsumsi
a. Makanan yang banyak mengandung garam
b. Biscuit, krakers, cake dan kue lain yang dimasak dengan garam
dapur atau soda.
c. Dendeng, abon,cornet beaf,daging asap,ham, ikan asin,ikan
pindang, sarden ikan teri, telur asin.
d. Keju, margarine dan mentega.
e. Makanan yang banyak mengandung kolesterol
f. Makanan dari hewan seperti otak,ginjal,hati,limfadan jantung.
g. Makanan yang banyak mengandung lemak jenuh
Lemak hewan:sapi,kambing,susu jenuh,cream, keju, mentega.
Kelapa, minyak kelapa,margarine,alpukat.

Lampiran
E-ISSN : 2715-6036
P-ISSN : 2716-0483
DOI : 10.53599 Vol. 4 No. 2, Desember 2022, 61 - 66

GANGGUAN POLA TIDUR PADA LANSIA HIPERTENSI

SLEEP DISORDERS IN HYPERTENSION ELDERLY

Barliana Anggrita Ratri1*, Zauhani Khusnul2, Widhi Sumirat3


STIKES Pamenang
*Korespondensi Penulis : anggritabarliana@gmail.com

Abstrak
Hipertensi merupakan keadaan yang mana terjadi peningkatan tekanan darah sistolik dan
diastolik di atas batas normal yaitu ≥ 140/90 mmHg. Gejala utama yang biasanya dirasakan
adalah sakit kepala, jantung berdebar-debar, mudah lelah, sukar tidur, serta rasa berat di
tengkuk, dan lain-lain. Jumlah kasus Hipertensi menurut Riskesdas 2018 di Indonesia
sebesar 63.309.620 orang. Prevalensi penduduk dengan tekanan darah tinggi di Provinsi
Jawa Timur sebesar 36,3%, prevalensi ini dapat meningkat seiring dengan pertambahan
umur. Hipertensi yang tidak dikontrol dengan baik akan berdampak juga terhadap kualitas
tidur dan pola tidur penderita hipertensi. Analisis dari Sleep Fairth Health Study
menggunakan sampel besar ±6.000 orang dewasa di Amerika Serikat menunjukkan durasi
tidur yang pendek (≤5 jam/malam) dikaitkan dengan risiko kejadian hipertensi 60% lebih
tinggi pada usia (32- 59 tahun) dibandingkan dengan orang tanpa gangguan tidur. Hubungan
tersebut semakin kuat, dengan responden yang kurang tidur (<6 jam/malam) memiliki
peningkatan risiko hipertensi sebesar 66%. Tujuan tinjauan pustaka ini adalah untuk
mengkaji lebih dalam publikasi hasil penelitian yang berkaitan dengan gangguan pola tidur
pada lansia penderita hipertensi. Metode penulisan studi literatur ini adalah merujuk artikel
publikasi jurnal nasional dengan topik terkait hubungan gangguan pola tidur terhadap
hipertensi dan disajikan dalam bentuk artikel. Hasil dari artikel yang sudah ditelusuri adalah
terdapat hubungan antara gangguan pola tidur terhadap hipertensi dan gangguan pola tidur
yang buruk dapat meningkatkan resiko terjadinya hipertensi. Kesimpulan yang dapat
diambil adalah antara pola tidur dengan hipertensi masing-masing saling berkaitan dan pola
tidur yang buruk turut mempengaruhi resiko terjadinya hipertensi dan penderita hipertensi
juga cenderung mengalami gangguan pola tidur.

Kata Kunci : Hipertensi, Gangguan Pola Tidur, Lansia

Abstract
Hypertension is a condition in which there is an increase in systolic and diastolic blood pressure
above the normal limit of ≥ 140/90 mmHg. The main symptoms that are usually felt are headaches,
heart palpitations, fatigue, difficulty sleeping, as well as heaviness in the nape, and others. The
estimated number of hypertension cases according to Riskesdas 2018 in Indonesia is 63,309,620
people. The prevalence of the population with high blood pressure in East Java Province is 36.3%,
this prevalence can increase with age. Hypertension that is not controlled properly will also have
an impact on the quality of sleep and sleep patterns of people with hypertension. Sleep Fairth
Health Study using a large sample of ±6000 adults in US, showed a significantly higher prevalence
of hypertension in people with an average of 7-8 hours. The relationship is getting stronger, with
respondents who are sleep deprived (< 6 hours/night) having an increased risk of hypertension y
66%. The purpose of this literature review is to examine more deeply the publication of research
results related to sleep pattern disorders to hypertension in people with hypertension. The method
of writing this literature study is to refer to articles published in national journals with topics
related to the relationship of sleep pattern disorders to hypertension and presented in the form of
articles. The result of the article that has been explored is that there is a relationship between sleep
pattern disorders to hypertension and poor sleep pattern disorders that can increase the risk of
hypertension. The conclusion that can be drawn is that the relationship between sleep patterns and
hypertension is each interrelated and bad sleep patterns also affect the risk of hypertension.

Submitted : 21 Juli 2022


Accepted : 22 November 2022
Gangguan pola tidur pada lansia hipertensi.........................................(Barliana Anggrita,

Keywords : Hypertension, Sleep Pattern Disorders, Elderl

Pendahuluan Menurut The Seventh Report of the Joint


Menurut Undang-Undang Nomor 13 National Committee of Prevention, Detection,
Evaluation and Treatment of High Blood
Tahun 1998 dalam BPS (2021) tentang
Pressure (JNC, VII) dalam Suherman, (2018),
Kesejahteraan Lanjut Usia mendefinisikan hipertensi merupakan keadaan yang ditandai
penduduk lanjut usia (lansia) sebagai dengan peningkatan tekanan darah sistolik
mereka yang telah mencapai usia 60 tahun (TDS) maupun tekanan darah diastolic (TDD)
ke atas (UU No. 13 Tahun 1998 dalam ≥ 140/90 mmHg dengan pengukuran tekanan
BPS 2021). Perubahan-perubahan dalam darah yang dilakukan minimal dua kali pada
proses “aging” atau penuaan merupakan setiap pertemuan dengan jumlah
masa ketika seorang individu berusaha pertemuan
untuk tetap menjalani hidup dengan bahagia
melalui berbagai perubahan dalam hidup
(Senja dan Prasetyo, 2019). Penuaan adalah
proses alami, yang memiliki arti seseorang
memiliki tiga tahapan kehidupan: anak-
anak, dewasa, dan lanjut usia (Nugroho,
2006 dalam Damanik dan Hasian, 2019).
Penyakit tidak menular (PTM)
merupakan penyakit yang tidak disebabkan
oleh infeksi mikroorganisme seperti
protozoa, bakteri, jamur, maupun virus.
Penyakit jenis ini bertanggungjawab
terhadap sedikitnya 70% kematian di dunia.
Salah satu penyakit yang tidak menular dan
memiliki prevalensi tertinggi di Indonesia
adalah hipertensi (Profil Kesehatan
Indonesia, 2019).
Menurut Riskesdas 2018 dalam Profil
Kesehatan Indonesia tahun 2019
menunjukkan prevalensi penduduk dengan
hipertensi sebesar 34,11%. Prevalensi
hipertensi pada perempuan leih tinggi dari
pada laki-laki. Prevalensi semakin
meningkat seiring dengan pertambahan
umur (Riskesdas, 2018 dalam Profil
Kesehatan Indonesia, 2019). Berdasarkan
hasil Riskesdas 2018, prevalensi penduduk
dengan tekanan darah tinggi di Provinsi
Jawa Timur sebesar 36,3%. Prevalensi
semakin meningkat seiring dengan
pertambahan umur. Jika dibandingkan
dengan Riskesdas 2013 (26,4%), prevalensi
tekanan darah tinggi mengalami
peningkatan yang cukup signifikan (Profil
Kesehatan Jatim, 2020).

79
Gangguan pola tidur pada lansia hipertensi.........................................(Barliana Anggrita,
dua kali atau lebih (JNC, VII dalam sebesar 66% (Cappucci dkk, 2007 dalam
Suherman, 2018). Tekanan darah tinggi Edison & Nainggolan, 2021).
sering disebut Sillent Killer karena Hubungan antara tidur dan hipertensi
merupakan penyakit mematikan tanpa disebabkan oleh aktivitas saraf simpatis di
gejala (Sustrani dan Alam, 2004 dalam pembuluh darah sehingga akan mengalami
Hastuti, 2019). Sebagian besar (90%) perubahan curah jantung pada malam hari.
penyebab hipertensi tidak diketahui atau
disebut hipertensi esensial, namun
berbagai faktor dapat menyebabkan
tekanan darah tinggi. Penyebab
peningkatan tekanan darah tinggi adalah
peningkatan denyut jantung, peningkatan
resistensi dari ujung pembuluh darah, dan
penongkatan aliran darah (Kurniawan,
2002 dalam Hastuti, 2019).
Menurut Maryam (2008) dalam
Madeira dkk (2019) di Indonesia,
gangguan tidur mempengaruhi sekitar
50% orang di atas usia
60 tahun. Insomnia adalah gangguan tidur
yang paling umum. Diperkirakan sekitar
20% hingga 50% lansia melaporkan
insomnia steiap tahun dan sekitar 17%
menderita gangguan tidur yang parah
(Maryam, 2008 dalam Madeira dkk,
2019).
Gangguan tidur banyak dikaitkan
dengan peningkatan tekanan darah dan
resiko terjadinya hipertensi dalam
beberapa penelitian observasional
epidemiologis (Kripke dkk, 2002 dalam
Edison & Nainggolan, 2021). Menurut
Gangwisch dkk (2006) dalam Edison &
Nainggolan (2021) yang menyatakan
bahwa dalam analisis longitudinal dari
First National Health and Nutrition
(NHANES-I) di Amerika Serikat, durasi
tidur yang pendek (≤ 5 jam/malam)
dikaitkan dengan hipertensi 60% lebih
tinggi pada usia 32-59 tahun dibandingkan
dengan orang tanpa gangguan tidur.
Analisis dari Sleep Fairth Health Study
menggunakan sampel besar ± 6.000 orang
dewasa di Amerika Serikat menunjukkan
prevalensi hipertensi yang secara
signifikan lebih tinggi pada orang dengan
waktu tidur rata-rata kurang dari 8
jam/malam (Gottlieb dkk, 2006 dalam
Edison & Nainggolan, 2021). Hubungan
tersebut semakin kuat, dengan responden
yang kurang tidur (<6 jam/malam)
memiliki peningkatan risiko hipertensi

80
Gangguan pola tidur pada lansia hipertensi.........................................(Barliana Anggrita,

Metode
Penurunan resistensi pembuluh darah Metode yang digunakan adalah metode
perifer menyebabkan penurunan normal pencarian dan kriteria seleksi artikel melalui
tekanan arteri pada malam hari. Aktivitas penelusuran hasil publikasi ilmiah dengan
simpatis selama tidur meningkatkan secara rentang tahun 5 tahun terakhir yaitu 2017-
signifikan dan sangat bervariasi selama 2022 menggunakan database google scholar.
tidur REM dibandingkan dengan saat Pada database dengan memasukkan kata
terjaga. Selama komponen tidur REM kunci “Hubungan Gangguan Pola Tidur
dilewati, tekanan darah mendekati terjaga Dengan Lansia Hipertensi” ditemukan sekitar
dan sensitivitas hanya meningkat selama 7.630 hasil dan jika diberi rentang waktu 5
tidur. Namun, kondisi seperti itu lebih tahun terakhir ditemukan 5.930 hasil.
efektif dalam meningkatkan pemeliharaan Artikel
tekanan darah selama episode REM yang
terjadi pada akhir periode tidur daripada
malam sebelumnya. Ini ada hubungannya
dengan pola tidur. Tidur abnormal dikaitkan
dengan etiologi prehipertensi non-
immersive dan gangguan kualitas tidur
hipertensi yang mengarah ke hipertensi
berikutnya (Martini dkk, 2018).
Gangguan tidur yang lama dan terus
menerus dapat menyebabkan perubahan
siklus tidur biologis, penurunan daya tahan
tubuh, lekas marah, depresi, konsentrasi
yang buruk, dan malaise yang dapat
mempengaruhi keselamatan diri sendiri
serta orang lain (Potter & Perry, 2010
dalam Anggani, 2021). Lansia yang
menderita hipertensi memiliki kualitas tidur
yang lebih buruk dibandingkan dengan
lansia yang tidak memiliki masalah
hipertensi. Kualitas tidur yang buruk
memiliki berbagai efek samping yang dapat
terjadi dalam jangka pendek maupun jangka
panjang. Kualitas tidur yang buruk dan
kebiasaan kurang tidur pada orang juga
dikaitkan dengan peningkatan tekanan
darah pada orang (Alfi & Yuliwar, 2018).
Untuk mengatasi permasalahan
gangguan pola tidur pada lansia hipertensi
ada banyak cara yang dapat dilakukan, baik
secara farmakologis atau non
farmakaologis. Pada non farmakologis
dapat menggunakan aroma terapi, terapi
musik, terapi relaksasi progresif, mengatur
aktivitas istirahat dan tidur, mengatur
jadwal atau pola tidur.

81
Gangguan pola tidur pada lansia hipertensi.........................................(Barliana Anggrita,
supaya tidak mengalami tekanan karena
ilmiah yang akan diambil sebagai literatur stres yang berlebih.
penelitian sebanyak 10 artikel. Penelitian menurut Devi
Arissandi, Christina T. Setiawan,
Rahaju Wiludjeng, tahun 2019 dengan
Hasil dan Pembahasan judul “Hubungan Gangguan Pola
Dalam penelitian menurut Amirrudin Tidur Dengan Hipertensi Lansia Di Desa
Setiawan, Darmasta Maulana, Rahmah Sei Kapitan Kabupaten Kota Waringin
Widyaningrum, tahun 2018 dengan judul Barat” dengan hasil penelitian gangguan
“Hubungan Kualitas Tidur Dengan pola tidur meningkat sebanyak 15 orang
Tekanan Darah Lanjut Usia Penderita (50%) dan hipertensi sebanyak 17 orang
Hipertensi Esensial Di UPT Rumah
Pelayanan Sosial Lanjut Usia Budi
Dharma Yogyakarta” yang hasil
penelitiannya menunjukan bahwa ada
hubungan yang erat antara kualitas tidur
dengan tekanan darah lanjut usia penderita
hipertensi esensial di UPT Rumah
Pelayanan Sosial Lanjut Usia Budi
Dharma Yogyakarta. Diperoleh p-value
0,000 (p<0,05) dengan r = 0,625 dengan
confident interval 95%. Gangguan
ketidaknyamanan pada lansia dengan
hipertensi esensial dapat dikurangi dengan
meningkatkan kualitas tidur yang baik dan
teratur, melakukan cek tekanan darah
serta rutin, serta mengikuti posyandu
lansia setiap bulannya.
Penelitian menurut Santi Martini, Shofa
Roshifanni, Fanni Marzela tahun 2018
dengan judul “Pola Tidur Yang Buruk
Meningkatkan Resiko Hipertensi”
memiliki hasil penelitian yang
menggunakan uji statistik regresi logistik
menunjukkan (p=0,000; OR=9,022)
artinya pola tidur memiliki pengaruh
paling besar terhadap kejadian hipertensi
dibandingkan dengan umur dan jenis
kelamin. Kekuatan pengaruh pola tidur
responden menunjukkan bahwa responden
yang memiliki pola tidur yang buruk
memiliki risiko 9,022 kali lebih besar
terserang hipertensi dibandingkan dengan
yang memiliki pola tidur baik. Pola tidur
buruk antara lain gangguan tidur, kualitas
tidur yang buruk, dan durasi tidur yang
pendek. Rekomendasi yang diberikan
kepada responden yang memiliki pola
tidur buruk harus memperbaiki pola tidur
dengan gaya hidup yang sehat yaitu tidur
sesuai kebutuhan dan menjaga pikiran

82
Gangguan pola tidur pada lansia hipertensi.........................................(Barliana Anggrita,

Kelurahan Merjosari Wilayah Kerja Dinoyo


(56,7%). Sedangkan responden di Desa Sei Kota Malang. Diharapkan petugas kesehatan
Kapitan Kotawaringin Barat pada gangguan dapat melakukan penyuluhan kepada lansia
pola tidur meningkat dan terjadinya agar bisa berperilaku hidup sehat dengan cara
hipertensi sebanyak 12 orang (40%) dan menghindari gangguan pola tidur untuk
dengan hasil rank spearman 0,007 mengurangi jumlah penderita hipertensi di
menunjukan nilap P < 0,05 menunggunakan Indonesia.
aplikasi SPSS 16. Berdasarkan hal tersebut Penelitian menurut Harsismanto J., Juli
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan Andri, Tirta Dwi Payana, Muhammad Bagus
yang signifikan antara gangguan pola tidur Andrianto, Andry Sartika tahun 2020
dengan hipertensi lansia. dengan
Penelitian menurut Rusdiana, Insana
Maria, Hafiz Al Azhar tahun 2019 dengan
judul “Hubungan Kualitas Tidur Dengan
Peningkatan Tekanan Darah Pada Pasien
Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas
Guntung Payung” yang hasil penelitiannya
menyatakan kualitas tidur responden
mayoritas adalah berkategori kualitas tidur
baik sebanyak 50,6%, Peningkatan tekanan
darah responden mayoritas adalah
berkategori ringan sebanyak 53,2%. Yang
memilki kesimpulan bahwa ada hubungan
kualitas tidur dengan peningkatan tekanan
darah pada pasien hipertensi di Wilayah
Kerja Puskesmas Guntung Payung Tahun
2019 dengan nilai p value=0,000 (α <
0,005). Hasil penelitian ini
merekomendasikan agar penderita
hipertensi meningkatkan pengetahuan
tentang pencegahan hipertensi dengan cara
mengoptimalisasikan kualitas tidur untuk
menjaga tekanan darah tetap dalam keadaan
normal.
Penelitian menurut Albertina Madeira,
Joko Wiyono, Nia Lukita Ariani tahun 2019
dengan judul “Hubungan Gangguan Pola
Tidur Dengan Hipertensi Pada Lansia”
yang hasil penelitiannya hampir seluruhnya
(79%) gangguan tidur responden termasuk
dalam kategori terganggu yaitu 33 orang
dan sebagian besar responden lansia
tergolong dalam kategori hipertensi derajat
1 sebanyak
33 orang (79%).Hasil analisis bivariat
menunjukkan Pvalue (0,002) < (0,050)
artinya ada hubungan yang signifikan
antara gangguan pola tidur dengan
hipertensi pada lansia di Posyandu Mawar

83
Gangguan pola tidur pada lansia hipertensi.........................................(Barliana Anggrita,
(95% CI 1,985-2,269). Pada penelitian ini
judul “Kualitas Tidur Berhubungan umur dan overweight memberikan
Dengan Perubahan Tekanan Darah Pada kontribusi terhadap kejadian hipertensi
Lansia” yang hasil analisis univariat sebesar 18,9%.
didapatkan tekanan darah pada lansia Penelitian menurut Mamay Sugiharti,
hipertensi di Panti Sosial Tresna Werdha Lina Marlina, Rifki Purnama tahun 2021
(PSTW) yaitu 12 responden (54,5%) dengan judul “Hubungan Pola Tidur
mengalami hipertensi ringan, 10 Dengan Hipertensi Pada Lansia Di Panti
responden (45,5%) mengalami hipertensi Jompo Welas Asih Singaparna Kabupaten
sedang. Kualitas tidur yang dialami lansia Tasikmalaya” yang hasil penelitiannya
hipertensi yaitu 11 responden (50%) menunjukan bahwa hasil uji statistik
mengalami kualitas tidur yang baik dan 11 didapatkan p value sebesar
responden (50%) lainnya mengalami
kualitas tidur yang buruk. Hasil analisis
bivariate menggunakan uji chi square
didapatkan nilai ρ value = 0,000 dan nilai
C = 0,674. Sehingga disimpulkan ada
hubungan yang signifikan dan kuat antara
kualitas tidur dengan perubahan tekanan
darah pada lansia hipertensi di Panti
Sosial Tresna Werdha (PSTW). Kualitas
tidur yang buruk berpengaruh pada
perubahan tekanan darah lansia.
Penelitian menurut Azizah Al Ashri
Nainar, Lilis Rayatin, Nila Indiyani tahun
2020 dengan judul “Kualitas Tidur
Dengan Tekanan Darah Pada Lansia
Hipertensi Di Puskesmas Balaraja” yang
hasil penelitiannya didapatkan kualitas
tidur dengan tekanan terdapat hubungan
yang signifikan dengan nilai p-value =
0,000. Penelitian ini diharapkan keluarga
memberikan motivasi pada lansia untuk
melakukan pemeriksaan secara rutin ke
posyandu lansia.
Penelitian menurut Hendrik Edison,
Oiwin Nainggolan tahun 2021 dengan
judul “Hubungan Insomnia Dengan
Hipertensi” yang hasil penelitiannya
prevalensi penderita insomnia umur ≥19
tahun di Indonesia berdasarkan data
IFLS5 adalah sebesar 43,7%. Analisis ini
menunjukkan bahwa insomnia tidak
berhubungan dengan kejadian hipertensi
P>0,05; OR: 0,937 (95% CI 0,8731,006).
Variabel yang berhubungan dengan risiko
hipertensi adalah umur ≥ 40 tahun
dengan OR: 5,246 (95% CI 4,885-
5,598) serta overweight dengan OR:
2,112

84
Gangguan pola tidur pada lansia hipertensi.........................................(Barliana Anggrita,

kesehatan yang resiko terjadi pada lansia


0,000 (α < 0,05) dan koefisien korelasi yang adalah hipertensi.
didapatkan 0,141. Hal ini menunjukan Hipertensi pada lansia merupakan
bahwa Ho ditolak yang artinya ada penyakit yang memiliki resiko paling tinggi
hubungan yang signifikan antara pola tidur dan dapat menyebabkan kematian jika tidak
dengan hipertensi pada pada lansia di Panti segera ditangani. Penyebab terjadinya
Jompo Welas Asih Singaparna Kabupaten hipertensi pada lansia umumnya berasal dari
Tasikmalaya Tahun 2020.dan disarankan perubahan kondisi pembuluh darah dan ini
untuk lansia yang memiliki pola tidur yang termasuk di bagian jantung. Karena pada
kurang atau tidak terpenuhi, diharapkan dasarnya dengan bertambahnya usia,
lebih berusaha dan berlatih untuk tidur yang pembuluh darah semakin keras dan tidak
teratur, sehingga pola tidur yang teratur elastis. Begitu juga dengan
dapat mencegah hipertensi pada lansia serta
akan lebih baik bagi tubuh lansia.
Penilitian menurut Milina Setianingsih,
Ikit Netra Wirakhmi, Tri Sumarni tahun
2021 dengan judul “Hubungan Kualitas
Tidur Dengan Tekanan Darah Pada Lansia
Di PosbinduDesa Kedawung” yang
hasil penelitiannya
menyatakan bahwa
hasil analisis univariat kualitas
tidur lansia sebagian besar dalam kategori
buruk sebanyak 25 lansia (83,3%), tekanan
darah dalam kategori normal sebanyak 29
lansia (96,7%). Analisis bivariat
menunjukkan p-value sebesar 0,023 dan
koefisien korelasi sebesar -0,415 yang
berarti terdapat hubungan yang signifikan
antara kualitas tidur dengan tekanan darah.
Kesimpulan dalam penelitian ini
adalah kebiasaan durasi tidur
yang pendek dapat meningkatkan tekanan
darah pada lansia, sehingga penelitian ini
dapat dimaknai bahwa kualitas tidur
berisiko terhadap peningkatan tekanan
darah.
Dari 10 artikel penelitian tersebut dapat
disimpulkan bahwa antara gangguan pola
tidur dan hipertensi memiliki keterkaitan
yang signifikan. Lansia mengalami banyak
perubahan dalam segi fisiologis maupun
psikologis. Hal ini mengakibatkan
munculnya berbagai masalah dan ada
kaitannya dengan masalah kesehatannya.
Perubahan pada lansia ini seperti mulai
menurunnya kinerja sistem dan organ yang
terdapat dalam tubuh. Salah satu masalah

85
Gangguan pola tidur pada lansia hipertensi.........................................(Barliana Anggrita,
Anggani, N. R. (2021). Asuhan Keperawatan
Gangguan Pola Tidur Pada Lansia
organ dan sistem dalam tubuh seorang Penderita Hipertensi Di Desa Pekukuhan
lansia yang mungkin akan mengalami RT 21 RW 08 Kecamatan Mojosari
perubahan. Mojokerto. Sekolah Tinggi Ilmu
Arissandi, D., Setiawan, C.T., dan Wiludjeng, R.
Lansia yang mengalami gangguan pola (2019). Hubungan Gangguan Pola Tidur
tidur sangat beresiko juga untuk Dengan Hipertensi Lansia Di Desa Sei
mengalami hipertensi. Gangguan tidur Kapitan Kabupaten Kota Waringin Barat.
yang lama dan terus menerus dapat Jurnal Borneo Cendekia, 7, 82-88
BPS. (2021). Statistik Penduduk Lansia 2021.
menyebabkan perubahan siklus tidur Badan Pusat Statistik (BPS)
biologis, penurunan daya tahan tubuh, Damanik, S.M., dan Hasian. (2019). Modul Bahan
lekas marah, depresi, konsentrasi yang Ajar Keperawatan Gerontik. Universitas
buruk, dan malaise yang dapat Kristen Indonesia
mempengaruhi keselamatan diri sendiri
serta orang lain (Potter & Perry, 2010
dalam Anggani, 2021).
Lansia dengan hipertensi memiliki
resiko yang tinggi dan berhubungan
dengan masalah kesehatannya. Jika
ditambahkan dengan memiliki pola tidur
dan kualitas tidur yang buruk tentunya
semakin meningkatkan resiko tersebut.
Sehingga diperlukan upaya khusus dalam
mengelola resiko tersebut agar tidak
menjadi lebih tinggi.

Kesimpulan
Berdasarkan penelusuran artikel
publikasi tentang hubungan gangguan
pola tidur terhadap lansia dengan
hipertensi dapat ditarik kesimpulan bahwa
ada kaitan yang erat antara kedua hal ini.
Pola tidur yang buruk dapat menjadi
resiko untuk terjadinya tekanan darah
tinggi pada lansia.

Ucapan Terima Kasih


Ucapan terima kasih disampaikan
kepada lembaga dan/atau pihak yang telah
mempublikasikan artikel penelitian
sehingga dapat membantu dalam
penyusunan artikel literatur ini.

Daftar Pustaka
Alfi, N.W., & Yuliwar, R. (2018). Hubungan
Kualitas Tidur Dengan Tekanan Darah
Pasien Hipertensi. Jurnal Berkala
Epidemiologi. 6(1), 18-26

86
Gangguan pola tidur pada lansia hipertensi.........................................(Barliana Anggrita,

87
Gangguan pola tidur pada lansia hipertensi.........................................(Barliana Anggrita,

Edison, H. Dan Nainggolan, O. (2021). Hubungan Insomnia Dengan Hipertensi (Analisis Data
Indonesia Family Life Survey). Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 11, 46-56
Harsismanto, J., Andri, J., Payana, T.D., Andrianto, M.B., Sartika, A (2020). Kualitas Tidur
Berhubungan Dengan Perubahan Tekanan Darah Pada Lansia. Jurnal Kesmas
Asclepius, 11, 1-11.
Hastuti, A. P., (2019). Hipertensi. Ed. 1. Klaten : Penerbit Lakeisha
Kesehatan Bina Sehat PPNI.
Madeira, A., Wiyono, J., dan Ariani, N.L. (2019). Hubungan Pola Tidur Dengan Hipertensi
Pada Lansia. Nursing News, 11, 29-39
Martini, S., Roshifanni, S., dan Marzela, F. (2018). Pola Tidur Yang Buruk Meningkatkan
Risiko Hipertensi. Jurnal MKMI, 7, 297-
303
Nainar, A., Rayatin, L., dan Indiyani, N. (2020). Kualitas Tidur Dengan Tekanan Darah Pada
Lansia Hipertensi Di Puskesmas Balaraja. Prosiding Simposium Nasional
Multidisiplin, 15
Profil Kesehatan Indonesia. (2019). Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta : Kementerian
Kesehatan Indonesia.
Profil Kesehatan. (2020). Profil Kesehatan Jawa Timur. Dinas Kesehatan Jawa Timur.
Rusdiana, Maria, I., dan Al Azhar, H. (2019). Hubungan Kualitas Tidur Dengan Peningkatan
Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Guntung Payung.
Jurnal Keperawatan Suaka Insan, 8, 78-85
Senja, A., dan Prasetyo, T., (2019). Perawatan Lansia Oleh Keluarga dan Care Giver. Ed. 1.
Jakarta : Bumi Medika
Setianingsih, M., Wirakhmi, I.N., dan Sumarni, T. (2021). Hubungan Kualitas Tidur Dengan
Tekanan Darah Pada Lansia Di Posbindu Desa Kedawung. Seminar Nasional
Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (SNPPKM), 5, 732-736
Setiawan, A., Maulana, D., dan Widyaningrum, R. (2018). Hubungan Kualitas Tidur Dengan
Tekanan Darah Lanjut Usia Penderita Hipertensi Esensial Di UPT Rumah Pelayanan
Sosial Lanjut Usia Budi Dharma Yogyakarta. Jurnal Kesehatan Madani Medika, 9, 55-
63
Sugiharti, M., Marlina, L., dan Purnama, R. (2021). Hubungan Pola Tidur Dengan Hipertensi
Pada Lansia Di Panti Jompo Welas Asih Singaparna Kabupaten Tasikmalaya. Jurnal
Keperawatan & Kebidanan, 10, 16-25
Suherman. (2018). Hipertensi Essensial Aspek Neurobehaviour dan Genetika. Ed.1.
Banda Aceh : Syiah Kuala University Press

88

Anda mungkin juga menyukai