Yuniza Prihanjani - 3A
Yuniza Prihanjani - 3A
S
DENGAN HIPERTENSI PADA Ny. S (gangguan system kardiovaskuler)
RT10 / RW03 DI DESA CIPINANG KEC RAJAGALUH WILAYAH
KERJA UPTD PUSKESMAS RAJAGALUH KABUPATEN
MAJALENGKA TAHUN 2023
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas PBL III
Keperawatan Keluarga dan Gerontik
Disusun oleh :
YUNIZA PRIHANJANI
20142011053
A. KONESP KELUARGA
1. PENGERTIAN KELUARGA
Keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan-ikatan
kebersamaan dan ikatan emosional dan mengidentifikasian diri mereka
sebagai bagian dari keluarga (Zakaria, 2017).
Sedangkan menurut Depkes RI tahun 2000, keluarga adalah unit terkecil dari
masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang
terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan
saling kebergantungan.
Duval dan Logan (1986 dalam Zakaria, 2017)mengatakan keluarga adalah
sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran dan adopsi yang
bertujuan menciptakan, mempertahankan budaya dan meningkatkan
pertumbuhan fisik, mental, emosional serta sosial dari tiap anggota
keluarganya.
Dari hasil analisa Walls, 1986 (dalam Zakaria, 2017) keluarga sebagai unit
yang perlu dirawat, boleh jadi tidak diikat oleh hubungan darah atau hukum,
tetapi berfungsi sedemikian rupa sehingga mereka menganggap diri mereka
sebagai suatu keluarga.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah dua orang atau lebih yang
disatukan oleh ikatan perkawinan, kelahiran, adopsi dan boleh jadi tidak
diikat oleh hubungan darah dan hukum yang tinggal di suatu tempat di
bawah satu atap dengan keadaan saling ketergantungan dan memiliki
kedekatan emosional yang memiliki tujuan mempertahankan budaya,
meingkatkan pertumbuhan fisik, mental, emosional serta sosial sehingga
menganggap diri mereka sebagai suatu keluarga.
2. TIPE KELUARGA
Menurut Nadirawati (2018) pembagian tipe keluarga adalah :
1. Keluarga Tradisional
a. Keluarga Inti (The Nuclear Family) adalah keluarga yang terdiri dari suami,
istri, dan anak baik dari sebab biologis maupun adopsi yang tinggal bersama
dalam satu rumah. Tipe keluarga inti diantaranya:
1) Keluarga Tanpa Anak (The Dyad Family) yaitu keluarga dengan suami
dan istri (tanpa anak) yang hidup bersama dalam satu rumah.
2) The Childless Familyyaitu keluarga tanpa anak dikarenakan terlambat
menikah dan untuk mendapatkan anak terlambat waktunya disebabkan
mengejar karir/pendidikan yang terjadi pada wanita.
3) Keluarga Adopsi yaitu keluarga yang mengambil tanggung jawab secara
sah dari orang tua kandung ke keluarga yang menginginkan anak.
b. Keluarga Besar (The Extended Fmily) yaitu keluarga yang terdiri dari tiga
generasi yang hidup bersama dalam satu rumah, contohnya seperti nuclear
family disertai paman, tante, kakek dan nenek.
c. Keluarga Orang Tua Tunggal (The Single-Parent Family) yaitu keluarga yang
terdiri dari satu orang tua (ayah atau ibu) dengan anak. Hal ini biasanya terjadi
karena perceraian, kematian atau karena ditinggalkan (menyalahi hukum
pernikahan).
d. Commuter Family yaitu kedua orang tua (suami-istri) bekerja di kota yang
berbeda, tetapi salah satu kota tersebut sebagai tempat tinggal dan yang
bekerja di luar kota bisa berkumpul dengan anggota keluarga pada saat akhir
minggu, bulan atau pada waktuwaktu tertentu.
e. Multigeneration Family yaitu kelurga dengan beberapa generasi atau
kelompok umur yang tinggal bersama dalam satu rumah.
f. Kin-Network Family yaitu beberapa keluarga inti yang tinggal dalam satu
tumah atau berdekatan dan saling menggunakan barang-barang dan pelayanan
yang sama. Contohnya seperti kamar mandi, dapur, televise dan lain-lain.
g. Keluarga Campuran (Blended Family) yaitu duda atau janda (karena
perceraian) yang menikah kembali dan membesarkan anak dari hasil
perkawinan atau dari perkawinan sebelumnya.
h. Dewasa Lajang yang Tinggal Sendiri (The Single Adult Living Alone), yaitu
keluarga yang terdiri dari orang dewasa yang hidup sendiri karena pilihannya
atau perpisahan (separasi), seperti perceraian atau ditinggal mati.
i. Foster Familyyaitu pelayanan untuk suatu keluarga dimana anak ditempatkan
di rumah terpisah dari orang tua aslinya jika orang tua dinyatakan tidak
merawat anak-anak mereka dengan baik. Anak tersebut akan dikembalikan
kepada orang tuanya jika orang tuanya sudah mampu untuk merawat.
j. Keluarga Binuklir yaitu bentuk keluarga setela cerai di mana anak menjadi
anggota dari suatu sistem yang terdiri dari dua rumah tangga inti.
2. Keluarga Non-tradisional
a. The Unmarried Teenage Motheryaitu keluarga yang terdiri dari orang tua
(terutama ibu) dengan anak dari hubungan tanpa nikah.
b. The Step Parent Family yaitu keluarga dengan orang tua tiri.
c. Commune Family yaitu beberapa keluarga (dengan anak) yang tidak ada
hubungan saudara yang hidup bersama dalam satu rumah, sumber, dan
fasilitas yang sama, pengalaman yang sama; serta sosialisasi anak melalui
aktivitas kelompok/membesarkan anak bersama.
d. Keluarga Kumpul Kebo Heteroseksual (The Nonmarital Heterosexual
Cohabiting Family), keluarga yang hidup bersama berganti-ganti pasangan
tanpa melakukan pernikahan.
e. Gay and Lesbian Families, yaitu seseorang yang mempunyai persamaan seks
hidup bersama sebagaimana ‘marital partners’.
f. Cohabitating Family yaitu orang dewasa yang tinggal bersama diluar
hubungan perkawinan melainkan dengan alasan tertentu.
g. Group-Marriage Family, yaitu beberapa orang dewasa yang menggunakan
alat-alat rumah tangga bersama yang saling merasa menikah satu dengan
lainnya, berbagi sesuatu termasuk seksual dan membesarkan anak.
h. Group Network Family, keluarga inti yang dibatasi aturan/nilainilai, hidup
berdekatan satu sama lain, dan saling menggunakan alat-alat rumah tangga
bersama, pelayanan, dan bertanggung jawab membesarkan anaknya.
i. Foster Family, keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan
keluarga/saudara di dalam waktu sementara, pada saat orang tua anak tersebut
perlu mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali keluarga aslinya.
j. Homeless Family, yaitu keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai
perlindungan yang permanen karena krisis personal yang dihubungkan dengan
keadaan ekonomi dan atau masalah kesehatan mental.
k. Gang, bentuk keluarga yang destruktif dari orang-orang muda yang mencari
ikatan emosional dan keluarga mempunyai perhatian, tetapi berkembang
dalam kekerasan dan kriminal dalam kehidupannya.
3. STRUKTUR KELUARGA
struktural. Struktur keluarga menurut Friedman (2009) dalam Nadirawati
(2018) sebagai berikut :
1. Pola dan Proses Komunikasi Komunikasi keluarga merupakan suatu
proses simbolik, transaksional untuk menciptakan mengungkapkan
pengertian dalam keluarga.
2. Struktur Kekuatan Struktur keluarga dapat diperluas dan dipersempit
tergantung pada kemampuan keluarga untuk merespon stressor yang ada
dalam keluarga.Struktur kekuatan keluarga merupakan kemampuan
(potensial/aktual) dari individu untuk mengontrol atau memengaruhi perilaku
anggota keluarga. Beberapa macam struktur keluarga:
a. Legimate power/authority (hak untuk mengontrol) seperti orang tua
terhadap anak.
b. Referent power (seseorang yang ditiru) dalam hal ini orang tua adalah
sesorang yang dapat ditiru oleh anak.
c. Resource or expert power (pendapat, ahli, dan lain).
d. Reward power (pengaruh kekuatan karena adanya harapan yang akan
diterima).
e. Coercive power (pengaruh yang dipaksa sesuai dengan keinginannya).
f. Informational power (pengaruh yang dilalui melalui pesuasi)
g. Affective power (pengaruh yang diberikan melalui manipulasi cinta
kasih, misalnya hubungan seksual). Sedangkan sifat struktural di
dalam keluarga sebagai berikut:
h. Struktur egilasi (demokrasi), yaitu dimana masing-masing anggota
keluarga memiliki hak yang sama dalam menyampaikan pendapat.
i. Struktur yang hangat, menerima, dan toleransi.
j. Struktur yang terbuka dan anggota yang terbuka (honesty dan
authenticity), struktur keluarga ini mendorong kejujuran dan
kebenaran.
k. Struktur yang kaku, yaitu suka melawan dan bergantun pada peraturan.
l. Struktur yang bebas (permissiveness), pada struktur ini tidak adanya
peraturan yang memaksa.
m. Struktur yang kasar (abuse); penyiksaan, kejam dan kasar.
n. Suasana emosi yang dingin; isolasi dan sukar berteman.
o. Disorganisasi keluarga; disfungsi individu, stres emosional.
3. Struktur Peran Peran biasanya meyangkut posisi dan posisi
mengidentifikasi status atau tempat sementara dalam suatu sistem sosial
tertentu.
a. Peran-peran formal dalam keluarga Peran formal dalam keluarga dalah
posisi formal pada keluarga, seperti ayah, ibu dan anak Setiap anggota
keluarga memiliki peran masing-masing. Ayah sebagai pemimpin
keluarga memiliki peran sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung,
pemberi rasa aman bagi seluruh anggota keluarga, dan sebagai anggota
masyarakat atau kelompok sosial tertentu. Ibu berperan sebagai
pengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik anak, pelidung
keluarga, sebagai pencari nafkah tambahan keluarga, serta sebagai
anggota masyarakat atau kelompok sosial tertentu. Sedangkan anak
berperan sebagai pelaku psikosoal sesuai dengan perkembangan fisik,
mental, sosial dan spiritual.
b. Peran Informal kelauarga Peran informal atau peran tertutup biasanya
bersifat implisit, tidak tampak ke permukaan, dan dimainkan untuk
memenuhi kebutuhan emosional atau untuk menjaga keseimbangan
keluarga.
4. Struktur Nilai Sistem nilai dalam keluarga sangat memengaruhi nilai-nilai
masyarakat. Nilai keluarga akan membentuk pola dan tingkah laku dalam
menghadapi masalah yang dialami keluarga. Nilai keluarga ini akan
menentukan bagaimana keluarga menghadapi masalah kesehatan dan
stressor-stressor lain
5. FUNGSI KELUARGA
Fungsi keluarga menurut Friedman (2003) dalam Nadirawati (2018) sebagai
berikut:
1) Fungsi afektif dan koping; dimana keluarga memberikan kenyamanan
emosional anggota, membantu anggota dalam membentuk identitas, dan
mempertahankan saat terjadi stres.
2) Fungsi sosialisasi; keluarga sebagai guru, menanamkan kepercayaan, nilai,
sikap, dan mekanisme koping, memberikan feedback dan saran dalam
penyelesaian masalah.
3) Fungsi reproduksi; dimana keluarga melanjutkan garis keturunannya
dengan melahirkan anak.
4) Fungsi ekonomi; keluarga memberikan finansial untuk anggota keluarga
dan kepentingan di masyarakat.
5) Fungsi pemeliharaan kesehatan; keluarga memberikan keamanan dan
kenyamanan lingkungan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan,
perkembangan dan istirahat juga penyembuhan dari sakit.
6. TUGAS KELUARGA
Tugas kesehatan keluarga menurut Bsilon dan Maglalaya (2009) :
1) Mengenal masalah kesehatan Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan
dan perubahanperubahan yang dialami anggota keluarga. Dan sejauh mana
keluarga mengenal dan mengetahui fakta-fakta dari masalah kesehatan yang
meliputi pengertian, tanda dan gejala, faktor penyebab dan yang
mempengaruhinya, serta persepsi keluarga terhadap masalah kesehatan.
2) Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat Hal ini meliputi sejauh
mana kemampuan keluarga mengenal sifat dan luasnya masalah. Apakah
keluarga merasakan adanya masalah kesehatan, menyerah terhadap masalah
yang dialami, adakah perasaan takut akan akibat penyakit, adalah sikap
negatif terhadap masalah kesehatan, apakah keluarga dapat menjangkau
fasilitas kesehatan yang ada, kepercayaan keluarga terhadap tenaga
kesehatan, dan apakah keluarga mendapat informasi yang benar atau salah
dalam tindakan mengatasi masalah kesehatan.
3) Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit Ketika memberikan
perawatan kepada anggota keluarganya yang sakit, keluarga harus
mengetahui beberapa hal seperti keadaan penyakit, sifat dan perkembangan
perawatan yang dibutuhkan, keberadaan fasilitas yang diperlukan, sumber-
sumber yang ada dalam keluarga (anggota keluarga yang bertanggung jawab,
finansial, fasilitas fisik, psikososial), dan sikap keluarga terhadap yang sakit.
4) Memodifikasi lingkungan atau menciptakan suasana rumah yang sehat Hal-
hal yang harus diketahui oleh keluarga untuk memodifikasi lingkungan atau
menciptakan suasana rumah yang sehat yaitu sumbersumber keluarga yang
dimiliki, manfaat dan keuntungan memelihara lingkungan, pentingnya dan
sikap keluarga terhadap hygiene sanitasi, upaya pencegahan penyakit.
5) Merujuk pada fasilitas kesehatan masyarakat Hal-hal yang harus diketahui
keluarga untuk merujuk anggota keluarga ke fasilitas kesehatan yaitu
keberadaan fasilitas keluarga, keuntungankeuntungan yang dapat diperoleh
dari fasilitas kesehatan, tingkat kepercayaan keluarga dan adanya
pengalaman yang kurang baik terhadap petugas dan fasilitas kesehatan,
fasilitas yang ada terjangkau oleh keluarga.
7. TAHAPAN KELUARGA SEJAHTERA
Tingkatan kesehatan kesejahteraan keluarga menurut Amin Zakaria (2017)
adalah :
1) Keluarga Prasejahtera
Keluarga yang belum bisa memenuhi kebutuhan dasar minimal, yaitu
kebutuhan pengajaran agama, sandang, pangan, papan dan kesehatan.
Dengan kata lain tidak bisa memenuhi salah satu atau lebih indikator
keluarga sejahtera tahap I.
2) Keluarga Sejahtera Tahap I
Keluarga yang sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimal, tetapi
belum bisa memenuhi seluruh kebutuhan psikososial, seperti pendidikan,
KB, interaksi dalam keluarga, lingkungan sosial dan transportasi.Indikator
keluarga tahap I yaitu melaksanakan ibadah menurut kepercayaan masing-
masing, makan dua kali sehari, pakaian yang berbeda untuk berbagai
keperluan, lantai rumah bukan dari tanah, kesehatan (anak sakit, KB dibawa
keperawatan pelayanan kesehatan).
3) Keluarga Sejahtera Tahap II
Pada tahap II ini keluarga sudah mampu memenuhi kebutuhan dasar
minimal, dapat memenuhi seluruh kebutuhan psikososial, tetapi belum dapat
memenuhi kebutuhan perkembangan (kebutuhan menabung dan memperoleh
informasi. Indikator keluarga tahap II adalah seluruh indikator tahap I
ditambah dengan melaksanakan kegiatan agama secara teratur, makan
daging/ikan/telur sebagai lauk pauk minimal satu tahun terakhir, luas lantai
rumah perorang 8 m2 , kondisi anggota keluarga sehat dalam 3 bulan
terakhir, keluarga usia 15 tahun keatas memiliki penghasilan tetap, anggota
keluarga usia 15-60 tahun mampu membaca dan menulis, anak usia 7-15
tahun bersekolah semua dan dua anak atau lebih PUS menggunakan Alkon.
4) Keluarga Sejahtera Tahap III
Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimal, setelah
memenuhi keseluruhan kebutuhan psikososial, dan memenuhi kebutuhan
perkembangan, tetapi belum bisa memberikan sumbangan secara maksimal
pada masyarakat dalam bentuk material dan keuangan dan belum berperan
serta dalam lembaga kemasyarakatan.
5) Keluarga Sejahtera Tahap IV
Memenuhi indikator keluarga tahap sebelumnya ditambah dengan upaya
keluarga menambahkan pengetahuan tentang agama, makan bersama
minimal satu kali sehari, ikut serta dalam kegiatan masyarakat, rekreasi
sekurangnya dalam enam bulan, dapat memperoleh berita dari media cetak
maupun media elektronik, anggota keluarga mampu menggunakan sarana
transportasi.
B. KONSEP GERONTIK
1. PENGERTIAN LANSIA
Menua atau menjadi tua adalah suatu proses biologis yang tidak dapat
dihindari. Proses penuaan terjadi secara alamiah. Hal ini dapat menimbulkan
masalah fisik, mental, sosial, ekonomi dan psikologis.(Mustika, 2019).
Lansia merupakan suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan
manusia. Menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya bisa dimulai
dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi
tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang akan melewati tiga
tahap dalam kehidupannya yaitu masa anak, dewasa dan juga tua.
(Mawaddah, 2020).
Jika ditanya kapan seseorang dikatakan lansia jawabannya adalah jadi kita
ada dua kategori lansia yaitu kategori usia kronologis dan usia biologis
artinya adalah jika usia kronologis adalah dihitung dalam atau dengan tahun
kalender. Di Indonesia usia pensiun 56 tahun biasanya disebut sudah lansia
namun ada Undang – undang mengatakan bahwa usia 60 tahun ke atas baru
paling layak atau paling tepat disebut usia lanjut usia biologis adalah usia
yang sebenarnya kenapa begitu karena dimana kondisi pematangan jaringan
sebagai indeks usia lansia pada biologisnya. Pada seseorang yang sudah lanjut
usia banyak yang terjadi penurunan salah satunya kondisi fisik maupun
biologis, dimana kondisi psikologisnya serta perubahan kondisi sosial dimana
dalam proses menua ini memiliki arti yang artinya proses menua adalah suatu
proses menghilangnya secara perlahanlahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan
fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap lesion atau luka
(infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Hal ini dikarenakan fisik
lansia dapat menghambat atau memperlambat kemunduran fungsi alat tubuh
yang disebabkan bertambahnya umur.(Friska et al., 2020).
2. CIRI-CIRI LANSIA
Menurut Oktora & Purnawan, (2018) adapun ciri dari lansia diantaranya :
a. Lansia merupakan periode kemunduran Kemunduran pada lansia sebagian
datang dari faktor fisik dan faktor psikologis sehingga motivasi memiliki
peran yang penting dalam kemunduran pada lansia. Misalnya lansiayang
memiliki motivasi yang rendah dalam melakukan kegiatan, maka
akanmempercepat proses kemunduran fisik, akan tetapi ada juga lansia
yang memilikimotivasi yang tinggi, maka kemunduran fisik pada lansia
akan lebih lama terjadi.
b. Penyesuaian yang buruk pada lansia prilaku yang buruk terhadap lansia
membuat mereka cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk
sehingga dapat memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk.Akibat dari
perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk
pula. Contoh: lansia yang tinggal bersama keluarga sering tidak dilibatkan
untuk pengambilan keputusan karena dianggap pola pikirnya kuno,
kondisi inilah yang menyebabkan lansia menarik diri dari lingkungan,
cepat tersinggung dan bahkan memiliki harga diri yang rendah.
3. KARAKTERISTIK LANSIA
Karakteristik lansia menurut (Kemenkes.RI, 2017) yaitu :
a. Seseorang dikatakan lansia ketika telah mencapai usia 60 tahun keatas
b. Status pernikahan Berdasarkan Badan Pusat Statistik RI SUPAS 2015,
penduduk lansia ditilik dari status perkawinannya sebagian besar berstatus
kawin (60 %) dan cerai mati (37 %). Adapun perinciannya yaitu lansia
perempuan yang berstatus cerai mati sekitar 56,04 % dari keseluruhan
yang cerai mati, dan lansia laki-laki yang 13 berstatus kawin ada 82,84 %.
Hal ini disebabkan usia harapan hidup perempuan lebih tinggi
dibandingkan dengan usia harapan hidup laki-laki, sehingga presentase
lansia perempuan yang berstatus cerai mati lebih banyak dan lansia laki-
laki yang bercerai umumnya kawin lagi
c. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit,
kebutuhan biopsikososial dan spiritual, kondisi adaptif hingga kondisi
maladaptive.
d. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi
5. KLASIFIKASI LANSIA
Menurut Lilik Marifatul (2011) terdapat beberapa versi dalam pembagian
kelompok lansia berdasarkan batasan umur, yaitu sebagai berikut a. Menurut
WHO, lansia dibagi menjadi empat kelompok, yaitu:
1) Usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia 45-59 tahun
2) Lansia (edderly), yaitu kelompok usia 60-74 tahun
3) Lansia tua (old),yaitu kelompok usia 75-90 tahun
4) Lansia sangat tua (very old),yaitu kelompok usia lebih dari 90 tahun.
C. KONSEP PENYAKIT
1. Pengertian
Menurut WHO, Hipertensi adalah suatu kondisi dimana pembuluh darah
memiliki tekanan darah tinggi (tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau
tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg) (Sunarwinadi, 2017).
Secara pengertian, Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah
sistolik pada tubuh seseorang lebih dari atau sama dengan 140 mmHg dan
atau tekanan darah diastolik lebih dari atau sama dengan 90 mmHg.
(kemenkes)
Hipertensi merupakan kondisi dimana seseorang mengalami peningkatan
tekanan darah. Namun, jika tekanan darah seseorang mencapai lebih atau
sama dengan 140/90 maka sudah tergolong tekanan darah tinggi tahap 1.
2. Etiologi
Berdasarkan etiologi, hipertensi dapat dibagi menjadi hipertensi esensial
dan hipertensi sekunder. Faktor risiko hipertensi dapat berupa faktor risiko
yang tidak dapat dimodifikasi, seperti usia dan jenis kelamin, serta faktor
risiko yang dapat dimodifikasi seperti berat badan.
Hipertensi Esensial
Hipertensi esensial merupakan jenis hipertensi yang paling banyak terjadi.
Penyebab hipertensi esensial tidak diketahui atau idiopatik.
Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang penyebabnya diketahui.
Hipertensi sekunder meliputi sekitar 5–10% kasus hipertensi. Contoh
etiologi hipertensi sekunder adalah penyakit ginjal kronik, hipertiroid,
kehamilan, dan obat seperti ibuprofen dan Naproxen.
3. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor, pada medulla di otak. Jaras saraf simpatis
berawal dari pusat vasomotor, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis
dan keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Neuron preganglion pada titik ini melepaskan asetilkolin yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dengan
dilepaskannya noreprinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi
respons pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriksi. Individu dengan
hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui
dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan sistem syaraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medulla adrenal
mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal
mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons
vasokonstiktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin
merangang pembentukan angiotensin I yang kemudian 14 diubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormone ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi.
Untuk pertimbangan gerontology. Perubahan structural dan fungsional
pada sistem pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan
darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi
aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan relaksasi
otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan
distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan
arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume
darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan
penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer. (Padila, 2013)
Tekanan darah juga dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer.
Berbagai faktor dapat mempengaruhi curah jantung dan tahanan perifer,
salah satunya yaitu obesitas. Penderita obesitas mengalami peningkatan
aktivitas saraf simpatis dengan aktivitas renin plasma yang rendah. Curah
jantung akan kembali normal sedangkan tahanan perifer meningkat yang
disebabkan oleh reflex autoregulasi yaitu mekanisme tubuh untuk
mempertahankan keadaan hemodinamik yang normal. Hal ini disebabkan
oleh terjadinya konstriksi sfingter pre-kapiler yang engakibatkan
penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Susalit dkk,
2004).
Peningkatan tahanan perifer pada hipertensi primer terjadi secara bertahap
dalam waktu yang lama sedangkan proses autoregulasi terjadi dalam
waktu yang singkat sehingga diduga adanya faktor lain yang juga
mempengaruhi peningkatan tekanan darah yaitu faktor hemodinamik.
Kelainan hemodinamik diikuti pula dengan hipertrofi dinding pembuluh
darah dan penebalan dinding ventrikel jantung (Susalit dkk, 2004).
Perubahan struktur pembuluh darah disebabkan oleh adanya proses
aterosklerosis yang terjadi pada pasien obesitas terutama pada obesitas
sentral karena penumpukan lemak pada dinding pembuluh darah (Hall &
Guyton, 2012).
4. Manifestasi Klinis
Menurut Nurarif & Kusuma (2015), tanda dan gejala hipertensi dibedakan
menjadi :
a. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter
yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah
terdiagnosa jika tekanan arteri tidak diukur.
b. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi
nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala
terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan
medis Beberapa pasien yang menderita hipertensi mengalami sakit kepala,
pusing, lemas, kelelahan, sesak nafas, gelisah, mual, muntah, epistaksis,
kesadaran menurun.
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang sebaiknya dilakukan saat menemukan kasus
hipertensi adalah pemeriksaan darah rutin, gula darah, profil lipid,
elektrolit, fungsi ginjal, pemeriksaan rekam jantung
(elektrokardiografi/EKG) dan ronsen dada.
6. Penatalaksanaan
Menurut Padila (2013), Mencegah morbiditas dan mortalitas akibat
komplikasi kardiovaskuler merupakan tujuan pengelolan hipertensi yang
berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah
140/90 mmHg. Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
a. Terapi Tanpa Obat Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk
hipertensi ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang
dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi :
1) Diet Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi yaitu, restriksi
garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr, diet rendah
kolesterol dan rendah asam 17 lemak jenuh, penurunan berat
badan, penurunan asupan etanol, menghentikan merokok, diet
tinggi kalium
2) Latihan Fisik Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah
yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang
mempunyai empat prinsip yaitu,
a) macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari
jogging, bersepeda, berenang dan lain-lain,
b) Intensitas olahraga yang baik antara 60-80% dari kapasitas
aerobik atau 72-87% dari denyut nadi maksimal yang disebut
zona latihan. Denyut nadi maksimal dapat ditentukan dengan
rumus 220 – umur,
c) Lamanya latihan
3) Edukasi Psikologis Edukasi yang diberikan untuk penderita
hipertensi yaitu :
a) Teknik Biofeedback, merupakan suatu teknik yang digunakan
untuk menunjukkan kepada subjek tanda-tanda mengenai
keadaan tubuh yang secara sadar oleh subjek dianggap tidak
normal. Penerapan biofeedback seringkali digunakan untuk
mengatasi gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain,
dan juga untuk mengatasi gangguan psikologis seperti
kecemasan dan ketegangan.
b) Teknik Relaksasi, merupakan suatu prosedur atau teknik yang
bertujuan untuk mengurangi ketegangan atau kecemasan,
dengan cara melatih penderita untuk dapat belajar membuat
otot-otot dalam tubuh menjadi rileks.
4) Pendidikan Kesehatan (Penyuluhan) Pendidikan kesehatan
bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang
penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat
mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi lebih
lanjut.
b. Terapi dengan Obat Pengobatan hipertensi tidak hanya bertujuan untuk
menurunkan tekanan darah saja tetapi juga untuk mengurangi dan
mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat bertambah
kuat. Pada umumnya pengobatan hipertensi perlu dilakukan seumur
hidup penderita. Menurut Susalit (2004) obat antihipertensi yang sering
digunakan untuk pengobatan yaitu golongan obat diuretik, penyekat
beta, antagonis kalsium atau penghambat enzim konversi angiotensin
(penghambat ACE).
2) Fungsi Sosialisasi
Dikaji bagaimana interaksi atau hubungan dalam keluarga, sejauh mana
anggota keluarga belajar disiplin, norma, budaya, penghargaan, hukuman
dan perilaku serta memberi dan menerima cinta (Friedman, 2010).
3) Fungsi Perawatan
Keluarga Menjelaskan sejauh mana keluarga menyediakan makanan,
pakaian, perlindungan serta merawat anggota keluarga yg sakit. Sejauh
mana pengetahuan keluarga mengenai sehat sakit. Kesanggupan keluarga
didalam melaksanakan perawatan kesehatan dapat dilihat dari kemampuan
keluarga melaksanakan 5 tugas pokok keluarga, yaitu :
a) Mengetahui kemampuan keluarga mengenal masalah
kesehatan, sejauh mana keluarga mengetahui pengertian,
faktor penyebab, tanda dan gejala serta yang mempengaruhi
keluarga terhadap masalah.
b) Mengetahui kemampuan keluarga mengambil keputusan
mengenai tindakan kesehatan yang tepat. Tugas ini
merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari
pertolongan yang sesuai dan tepat untuk keluarga dengan
pertimbangan siapa diantara keluarga yang mempunyai
kemampuan memutuskan dan menentukan tindakan dalam
keluarga.
c) Mengetahui sejauh mana keluarga mampu merawat anggota
keluarga yang menderita hipertensi.
d) Mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga memelihara
lingkungan rumah yang sehat. Bagaiman keluarga
mengetahui keuntungan atau manfaat pemeliharaan
lingkungan kemampuan keluarga untuk memodifikasi
lingkungan akan dapat mencegahan timbulnya penyakit.
e) Mengatuhi sejauh mana kemampuan keluarga
menggunakan fasilitas kesehatan yang mana akan
mendukung terhadap kesehatan seseorang. pengontrolan
rutin tekanan darah untuk mencegah terjadinya komplikasi.
Kemampuan keluarga dalam memanfaatkan fasilitas
pelayanan kesehatan akan membantu anggotakeluarga yang
sakit memperoleh pertolongan dan mendapat perawatan
agar masalah teratasi.
4) Fungsi reproduksi
Hal yang perlu dikaji mengenai fungsi reproduksi keluarga adalah berapa
jumlah anak, apa rencana keluarga berkaitan dengan jumlah anggota
keluarga, metode yang digunakan keluarga dalam upaya mengendalikan
jumlah anggota keluarga.
5.) Fungsi ekonomi
Menjelaskan sejauh mana keluarga memenuhi kebutuhan sandang, pangan
dan papan serta sejauh mana keluarga memanfaatkan sumber yang ada
dimasyarakat dalam upaya peningkatan status kesehatan keluarga.
f. Stress dan koping keluarga
1) Stressor jangka pendek
Stressor yang dialami keluarga yang memerlukan penyelesaian dalam
waktu kurang dari enam bulan.
2) Stressor jangka panjang
Stressor yang di alami keluarga yang memerlukan penyelesaian dalam
waktu lebih dari enam bulan.
3) Kemampuan keluarga berespon terhadap masalah
Stressor dikaji sejauhmana keluarga berespon terhadap stressor.
4) Strategi koping yang digunakan
Dikaji strategi koping yang digunakan keluarga bila menhadapi
permasalahan / stress.
5) Strategi adaptasi disfungsional
Menjelaskan mengenai strategi adaptasi disfungsional yang digunakan
keluarga bila menghadapi permasalahan / stress.
g. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluarga. Metode yang di
gunakan pada pemeriksaan fisik tidak berbeda dengan pemeriksaan fisik
klinik head to toe, untuk pemeriksaan fisik untuk diabetes mellitus adalah
sebagai berikut :
a. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi
badan, berat badan dan tanda - tanda vital. Biasanya pada
penderita tekanan darah lebih dari 140 mmHg.
b. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, apakah ada pembesaran
pada leher, kondisi mata, hidung, mulut dan apakah ada
kelainan pada pendengaran.
c. Sistem Integumen
Mengkaji turgor kulit, apakan ada lesi, atau kemerahan pada
kulit, apakah ada edema dan lain sebagainya.
d. Sistem Pernafasan
Dikaji adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada.
e. Sistem Kardiovaskuler
Pemeriksaan fisik kardiovaskuler biasanya dimulai dengan
pemeriksaan tekanan darah dan dengut nadi, biasanya pada
penderita hipertensi pada tekanan darah akan mendapat hasil
di atas normal.
f. Sistem Perkemihan
Pemeriksaan fisik sitem perkemihan adalah pemeriksaan yang
dilakukan pada ginjal, vesika urinaria, dan meatus urinaria.
Pemeriksaan meliputi :
i. Inspeksi
ii. Palpasi
iii. Perkusi
iv. Auskultasi
g. Sistem Muskuluskletal
Pemeriksaan meliputi :
i. Pemeriksaan umum (keadaan umum, GCS, Status
gizi, vital sign,skala nyeri)
ii. Pemeriksaan gemeralis (head to toe)
iii. Pemeriksaan lokalis
h. Sistem Neurologis
Pemeriksaa neurologis meliputi pemeriksaan kesadaran dan
fungsi luhur, sarat otak, tanda rangsang minengial, sistem
mototrik dan sessorik, refleks gait dan sistem koordinasi, serta
pemeriksaan provokasi pada sindroma nyeri tertentu.
Kemungkinan
masalah dapat 2
diubah : 1 2
(1) Mudah 0
(2) Sebagian
(3) Tidak dapat
Potensi masalah
untuk dicegah : 3
(1) Tinggi 2 1
(2) Cukup 1
(3) Rendah
Menonjolnya
masalah :
(1) Masalah berat 2
harus Ditangani
(2) Ada masalah 1 1
tetapi tidak perlu
segera ditangani 0
(3) Masalah tidak
dirasakan
TOTAL SKOR
Sumber : Widiyanto, 2014
Skoring :
j. Tentukan skor untuk setiap kriteria
k. Skor dibagi dengan angka tertinggi dan dikalikan dengan bobot.
Skor X Bobot
Angka tertinggi
Brunner & Suddarth. 2015. Buku Ajar Keperawat an Medikal-Bedah. Jakarta : EGG
Dinas Kesehatan Kota Padang. 2016. Laporan Tahunan Tahun 2016. Padang : DKK
Masriadi. 2016. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta : Trans Info Media
Nursalam. 2015.
Wahyudi, Y. (2019). Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan Pada Ny.S Dengan Diagnosa
Medis Hipertensi Di Rsud Bangil Pasuruan. Retrieved from
https://repository.kertacendekia.ac.id/media/296897-asuhan-keperawatanpada-ny-s-dengan-
diag-1baf47fe.pdf
ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA PENYAKIT HIPERTENSI
A. PENGKAJIAN
1. Struktur dan Sifat Keluarga
a. Data Umum
1) Nama KK : Ny. S
2) Jenis Kelamin : Perempuan
3) Umur : 69 tahun
4) Agama : Islam
5) Pendidikan : SD
6) Pekerjaan : Pedagang
7) Suku Bangsa : Sunda/Indonesia
8) Alamat : blok pon RT 10/RW 03
9) Tanggal Pengkajian : Rabu, 26 Juli 2023
10) Nama Puskesmas : Puskesmas Rajagaluh
11) Jarak tempuh ke Puskesmas :
b. Komposisi Keluarga
Hubungan Status
No Nama Sex Umur Pendidikan Pekerjaan
dengan KK Kesehatan
1 Ny. S P 69 KK SD Jualan Sehat
2
c. Genogram
d.
Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Penderita
: Laki-laki meninggal
: Perempuan meninggal
: Menikah
: Tinggal Serumah
: Cerai
: Penderita
e. Tipe Keluarga
f. Struktur Peran
Ny. S berperan sebagai kepala keluarga dan sebagai pencari nafkah
g. Suku Bangsa
Ny. S mengatakan lahir dimajalengka jawa barat dan sekarang masih
berdomisili dikota majalengka provinsi jawa barat sehingga Ny. S
termasuk dalam suku sunda dan berbahasa Indonesia .
h. Agama
Ny. S mengatakan beragama islam serta taat menjalankan solat 5 waktu
dan suka mengikuti pengajian.
2. Riwayat Tahap Perkembangan Keluarga
a. Tahap perkembangan keluarga saat ini
Ditahap ini Ny. S mengalami tahap keluarga usia lanjut karena Ny. S
tidak memiliki keturunan dan suami Ny. S sudah meninggal.
b. Tahap perkembangan yang belum terpenuhi
Keluarga Ny. S mengatakan kebutuhannya sudah terpenuhi dan hanya
tinggal menikmati masa tua.
c. Riwayat keluarga inti
Dalam mengatasi masalah yang terjadi Ny. S mengatasinya seorang diri
apabila membutuhkan solusi maka Ny. S akan meminta pendapat pada
sanak saudara.
d. Riwayat keluarga sebelumnya
Klien mengatakan bahwa tidak ada riwayat penyakit turunan dari orang
tua. Ny. S mengatakan semenjak kepergian suaminya beliau mengalami
kesulitan tidur.
3. Riwayat Kesehatan
a. Kebutuhan Nutrisi
1) Kebiasaan makan : Ny. S makan 3x sehari dengan komposisi seperti
ikan, ayam, sayur sayuran dan sayur bening.
2) Kebiasaan minum : minum 2L/hari air putih.
b. Kebutuhan Eliminasi
1) Pola BAB : 2x sehari
2) Pola BAK : 3x sehari
c. Istirahat tidur
1) Waktu tidur : malam jam 22.00 WIB
2) Waktu bangun : bangun jam 05.00 WIB
d. Kebersihan Diri
1) Mandi : 3x sehari
2) Gosok gigi : 3x sehari
3) Keramas : seminggu 2x
4) Potong kuku : 1 minggu sekali
e. Rekreasi waktu luang
Ny. S mengatakan beliau mempunyai kegiatan menonton tv sebagai
hiburan keluarga.
4. Fungsi Keluarga
a. Fungsi afektif
Ny. S mengatakan hubungan antara keluarga harmonis,
b. Fungsi sosialisasi
Hubungan keluarga Ny. S dengan tetangga sekitar sangat baik dan tidak
pernah ada pertengkaran dengan tetangga dan lingkungan sekitar.
c. Fungsi ekonomi
Ny. S hanya mengharapkan penghasilan jualannya dan penghasilan dari
hasil panen di sawah. Ny. S mengatakan sudah cukup untuk memenuhi
kebutuhan sehari-harinya.
d. Fungsi reproduksi
Ny. S tidak pernah menggunakan KB
F
E
9 Meter G
C
A
B
6 Meter
Keterangan:
A : Ruang tamu
B, C, D : Kamar tidur
E : Dapur
F : Sumur + WC
G : Ruang keluarga
H : Septic tank
: Jendela
: pintu
c. Karakteristik komunikasi dan tetangga
Keluarga tidak terlalu jauh dari pusat kota, hubungan antara anggota
keluarga dengan tetangganya sangat baik mayoritas penduduk bekerja
dan ada sebagian juga yang menjadi petani, dan mayoritas Ny. S
dijalankan secara musyawarah.
6. Psikologis
a. Status emosi
1) Stressor Jangka Pendek dan Jangka Panjang
a) Jangka Pendek
Keluarga Ny. S mengatakan beliau mengalami permasalahan yaitu
menderita penyakit hipertensi sejak 7 tahun yang lalu.
b) Jangka Panjang
Keluarga Ny. S mengatakan tidak memikirkan apa- apa hanya saja
beliau sedang menikmati hari tua.
2) Kemampuan keluarga berespon terhadap stressor
Ny. S menganggap bahwa setiap ujian atau masalah yang datang
adalah kehendak allah SWT.
3) Stressor koping yang digunakan
Ny. S mengatakan suka menyelesaikan masalah sendiri dan apabila
sudah tidak dapat solusi Ny. S suka meminta bantuan kepada sodara.
4) Strategi adaptasi disfungsional
Ny. S tidak pernah menggunakan strategi adaptasi disfungsional.
b. Konsep Diri
1) Body Image : Ny. S melihat dirinya sebagai kepala rumah tangga
sangat merasa cukup terhadap gambaran dirinya ,
2) Identitas diri : Ny. S sebagai ibu rumah tangga sekaligus menjadi
kelapa keluarga.
3) Peran : Ny. S berperan sebagai kepala rumah tangga dan
mencari nafkah.
4) Ideal diri : Ny. S dan keluarga selalu berdoa, berusaha
mencari solusi dalam menghadapi masalah.
c. Harga diri, Pola komunikasi keluarga
1) Harga diri : Ny. S selalu menerima setiap masalah yang menimpa
keluarga dengan sangat ikhlas.
2) Pola komunikasi : Ny. S selalu menggunakan bahasa daerah yaitu
sunda dalam komunikasi sehari-hari.
7. Derajatat Kesehatan
a. Kejadian Kesehatan
Dalam bulan bulan ini keluarga Ny. S dalam keadaan sehat tapi Ny. S
masih berobat penyakit hipertensi.
b. Kejadian Cacat
Dalam keluarga Ny. S tidak ada yang mengalami kecacatan.
c. Kejadian kematian dalam satu tahun terakhir
Tidak ada kematian di keluarga Ny. S dalam satu tahun terakhir.
d. Perilaku keluarga dalam penanggulangan sakit
keluarga Ny. S mengatakan bahwa ketika beliau sakit akan berobat ke
klinik terdekat. Tapi jika sakitnya kambuh lagi Ny. S Cuma membeli
obat saja ke apotek dari resep yang diberikan oleh dokter.
B. PENGKAJIAN INDIVIDU
1. Identitas Klien
Nama KK : Ny. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 69 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Pedagang
Suku Bangsa : Sunda
Status Marital : cerai mati
Alamat : Desa cipinang, RT/RW 10/03 blok pon
2. Riwayat Kesehatan
a. Masalah kesehatan yang pernah dialami
Klien mengatakan masalah kesehatan yang dialami adalah hipertensi.
Hipertensi akan terasa apabila klien mengalami susah tidur. Klien
mengatakan mulai menderita hipertensi sejak 7 tahun yang lalu. Apabila
hipertensi mulai terasa klien mengatasi hal ini dengan meminum obat.
b. Masalah kesehatan keluarga (keturunan)
Klien mengatakan tidak memiliki masalah Kesehatan keluarga yang
bersifat turun temurun.
3. Kebiasaan Sehari-hari
a. Biologi
1) Kebutuhan Nutrisi
a) Kebiasaan makan : Ny. S makan 3x sehari dengan komposisi
seperti ikan, ayam, sayur sayuran dan sayur bening.
b) Kebiasaan minum : Minum paling sedikit 3 gelas sehari, setara
dengan 2 liter air putih
2) Kebutuhan eliminasi
a) Pola BAB : 2x sehari pada pagi hari dan malam hari
b) Pola BAK : 3x sehari
3) Istirahat Tidur
a) Waktu tidur : 22.00 WIB
b) Waktu bangun : 05.00 WIB
4) Kebersihan Diri
a) Mandi : 3 x sehari
b) Gosok gigi : 2 x sehari
c) Keramas : seminggu 2 x
d) Potong kuku : 1 minggu sehari
5) Aktivitas sehari-hari
Klien mengatakan dapat melakukan aktivitas sehari hari dengan baik.
Dengan Mandi
No Kriteria Keterangan
bantuan ri
1 2 3 4 5
1 Makan 10 Frekuensi : 3x sehari
Jumlah : 1/2 porsi/hari
Jenis : nasi, sayur
bening, ikan,
ayam, sayur
sayuran.
Jumlah : 2 liter/hari
Jenis : Air putih
7 Jalan
5
dipermukaan
datar
8 Naik turun 10
tangga
9 Mengenakan 1
Dapat melakukan sendiri
pakaian
Frekuensi : 4 x/hari
11 Control bloder 10
(BAK)
12 Olahraga 10
13 Rekreasi/
1
pemanfaatan
waktu luang
Total Hasil 130
Keterangan :
Berdasarkan pengkajian di atas Ny. S termasuk orang yang mandiri dengan
total hasil 130.
4. Sistem SPSMQ pada Ny. S
Uraian Skor
A. Kesedihan
Saya tidak merasa sedih 0
B. Pesimisme
Saya tidak begitu pesimis atau kecil hati tentang masa 0
depan
C. Rasa kegagalan
Saya tidak merasa gagal 0
D. Ketidakpuasan
Saya tidak merasa tidak puas 0
E. Rasa Bersalah
Saya tidak merasa benar – benar bersalah 0
F. Tidak Menyukai Diri Sendiri
Saya tidak merasa kecewa dengan diri sendiri 0
G. Membahayakan Diri Sendiri
Saya tidak mempunyai pikiran – pikiran mengenai 0
membahayakan diri sendiri
H. Menarik Diri Dari Sosial
Saya tidak kehilangan minat pada orang lain 0
I. Keragu – raguan
Saya berusaha mengambil keputusan 1
J. Perubahan Gambaran Diri
Saya merasa bahwa ada perubahan – perubahan yang 2
permanen dalam penampilan saya dan ini membuat saya
tidak menarik lagi
K. Kesulitan Kerja
Saya telah mendorong diri saya sendiri dengan keras untuk 2
melakukan sesuatu
L. Keletihan
Saya merasa lelah dari yang biasanya 1
M. Anoreksia
Nafsu makan saya sangat memburuk sekarang 2
Jumlah 8
Keterangan :
Berdasarkan pengkajian di atas Ny. S termasuk dalam depresi ringan dengan
jumlah skor 8.
Nilai
Aspek Nilai
No Maximu Kriteria
Kognitif Klien
m
1 2 3 4 5
1 Orientasi 5 5 Menyebutkan dengan benar :
Tahun
Musim
Tanggal
Hari
Bulan
Orientasi 5 5 Dimana kita sedang berada :
Negara Indonesia
Provinsi Jabar (Jawa Barat)
Kota Majalengka
Kecamatan Kertajati
Kelurahan Sukamulya
2 Registrasi 3 3 Sebutkan nama 3 objek (oleh
pemeriksa), 1 detik untuk
mengatakan masing-masing
objek. Kemudian tanyakan
kepada klien objek tadi :
Objek kursi
Objek meja
Objek pintu
Total
Hasil 30
Keterangan:
Dari hasil pengkajian di atas, aspek kognitif dari fungsi mental Ny. S adalah
baik dengan total hasil Ny. S = 30.
5 Hidung
- Bentuk Simetris
- Polip Tidak ada
No Pemeriksa Fisik Ny. S ......
6 Mulut
- Mukosa bibir Lembab
- Gigi Tidak ada
- Kebersihan Bersih
7 Leher
- P.Kelenjar tonsil Tidak ada
- Peningkatan tekanan vena jugularis Tidak ada
- Lesi Tidak ada
- Nyeri
Tidak ada
8 Paru
- Bentuk Simetris
- Suara nafas Vesikuler
9 Abdomen
- Bentuk dada Simetris
- Turgor Elastis
- Lesi Tidak ada
- Asites
Tidak ada
- Pemb. Hepar
Tidak ada
- Nyeri tekan
Tidak ada
10 Ektremitas
- Turgor Elastis
- Lesi Tidak ada
- Capillary refill
<3 detik
- Sianosis
Tidak ada
- Kaki
- Kekuatan otot Normal
5 5
5 5
E. ANALISA DATA
No Data Fokus Masalah Kesehatan Masalah Keperawatan
Do : jendela rumah
tertutup rapat
3. KELUARGA MANDIRI
No Kriteria Tingkat kemandirian
1 2 3 4
1. Menerima petugas √
2. Menerima pelayanan sesuai rencana √
keperawatan
3. Tahu dan dapat mengungkapkan √
masalah Kesehatannya secara benar
4. Memanfaatkan fasilitas pelayanan √
Kesehatan sesuai anjuran
5. Melakukan Tindakan keperawatan √
sederhana sesuai anjuran
6. Melakukan Tindakan pencegahan √
secara asertif
7. Melakukan Tindakan √
peningkatan/promotif secara aktif
4. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan kualitas dan juantitas waktu tidur akibat fakor eksternal.
2. Surveilensi keamanan dan keselamatan keluarga berhubungan dengan
kurangnya sirkulasi oksigen dalam rumah karena jendela yang selalu
tertutup
5. RENCANA KEPERAWATAN
NO DATA SDKI SLKI SIKI
KODE DIAGNOSA KODE HASIL KODE INTERVENSI
1. DS : D.0055 Gangguan L.05045 Setelah I.05174 1. mengenal
Ny. S pola tidur b.d dilakukan masalah
mengatakan kurangnya tindakan asuhan Dukungan
mengalami kontrol tidur keperawatan Tidur
gangguan 1x24 jam - Identifikasi
pola tidur. masalah pola faktor
DO : tidur dapat pengganggu
- Klien teratasi. tidur
mengata Dengan kriteria 2. mengambil
kan sulit hasil : keputusan
tidur Pola Tidur - lakukan
- Klien - Klien sudah kontak
mengelu tidak perilaku
h tidak mengeluh sulit 3. tindakan
bisa tidur kep
tidur Klien tidak
nyenyak mengeluh sering
- Jelaskan
DO : terbangun
pentingkan
- klien ditengah malam
tidur cukup
tampak lesu
3. Memodifika
Klien
si
tampak
Lingkungan
gelisah
- Anjurkan
klien
memodifika
si
lingkungan
misal pada
pencahyaan
dan tempat
tidur
4. Memanfaat
kan fasilitas
kes
Tanggal/ Diagnosa
Implementasi Evaluasi
Waktu Keperawatan
26 Juli 2023 Gangguan pola tidur Dukungan Tidur S : Ny.S mengatakan
09.00 WIB ditandai dengan : T : Mengidentifikasi faktor tidur sudah lebih awal
- Klien pengganggu tidur tetapi masih terbangun
mengatakan R : Klien mengatakan bahwa ditengah malam
sulit tidur pengganggu tidur karena tidak O : Mata klien sudah
- Klien mengeluh mengantuk dan suka tiba-tiba tidak terlalu saya dan
tidak bisa tidur memikirkan banyak hal tubuhnya terlihat segar
nyenyak T : Melakukan kontak perilaku A : masalah teratasi
DO : R : Klien menyetujui sebagian
- Klien tampak T : Menjelaskan pentingnya tidur - P : Intervensi
lesu cukup dilanjutkan
- Klientampak R : Klien menyimak serta
gelisah memberikan respon
T : Menganjurkan klien
memodifikasi lingkungan misal
pada pencahyaan dan tempat tidur
R : Klien mengatakan akan
mencoba tidur dengan lampu
padam
T : Memanfaatkan fasilitas kes
26 Juli 2023 Risiko gangguan Edukasi Keselamatan Rumah S : Ny. S mengatakan
09.00 WIB integritas T : Menginformasikan pentingnya sudah membuka pintu
kulit/jaringan sirkulasi yang baik dipagi hari
Tanggal/ Diagnosa
Implementasi Evaluasi
Waktu Keperawatan
berhubungan dengan R : Klien menyimak dan O : Pintu terlihat dibuka
ventilasi udara rumah memberikan respon A : Masalah teratasi
yang kurang T : Lakukan kontak perilaku P : intervensi dihentikan
R : Klien kooperatif
T : Menginformasikan hubungan
antara sirkulasi udara dengan risiko
gangguan integritas kulit
R : Klien menyimak dan
memberikan respon
T : Menganjurkan membuka
jendela , pintu atau ventilasi rumah
setiap hari di waktu pagi
R : Klien mengatakan akan
mencoba membuka jendela dan
pintu di waktu pagi
T : Memanfaatkan fasilitas kes
2. CATATAN PERKEMBANGAN
CATATAN PERKEMBANGAN I
Tanggal/ Diagnosa
Implementasi Evaluasi Paraf
Waktu Keperawatan
28 Juni Gangguan pola Dukungan Tidur S : klien mengatakan masih
2023 tidur T: terbangun ditengah malam
berhubungan Mengidentifikasi O : Mata klien masih
dengan faktor pengganggu terlihat sayu
kurangnya tidur A : masalah teratasi
kontrol tidur R : Klien sebagian
mengatakan bahwa P : Intervensi dilanjutkan
pengganggu tidur
karena tidak
mengantuk dan
suka tiba-tiba
memikirkan banyak
hal
T : Melakukan
kontak perilaku
R : Klien
menyetujui
T : Menjelaskan
pentingnya tidur
cukup
R : Klien
menyimak serta
memberikan respon
T : Menganjurkan
klien memodifikasi
lingkungan misal
pada pencahyaan
dan tempat tidur
R : Klien
mengatakan akan
mencoba tidur
dengan lampu
padam
T : Memanfaatkan
Tanggal/ Diagnosa
Implementasi Evaluasi Paraf
Waktu Keperawatan
fasilitas kes
CATATAN PERKEMBANGAN II
Tanggal/ Diagnosa
Implementasi Evaluasi Paraf
Waktu Keperawatan
29 Juli Gangguan pola Dukungan Tidur
2023 tidur T : Mengidentifikasi faktor
berhubungan pengganggu tidur
dengan R : Klien mengatakan bahwa
kurangnya pengganggu tidur karena
kontrol tidur tidak mengantuk dan suka
tiba-tiba memikirkan banyak
hal
T : Melakukan kontak
perilaku
R : Klien menyetujui
T : Menjelaskan pentingnya
tidur cukup
R : Klien menyimak serta
memberikan respon
T : Menganjurkan klien
memodifikasi lingkungan
misal pada pencahyaan dan
tempat tidur
R : Klien mengatakan akan
mencoba tidur dengan lampu
padam
T : Memanfaatkan fasilitas
kes
Tanggal/ Diagnosa
Implementasi Evaluasi Paraf
Waktu Keperawatan
29 juli Risiko Edukasi Keselamatan
2023 gangguan Rumah
integritas T : Menginformasikan
kulit/jaringan pentingnya sirkulasi yang
berhubungan baik
dengan ventilasi R : Klien menyimak dan
udara rumah memberikan respon
yang kurang T : Lakukan kontak perilaku
R : Klien kooperatif
T : Menginformasikan
hubungan antara sirkulasi
udara dengan risiko
gangguan integritas kulit
R : Klien menyimak dan
memberikan respon
T : Menganjurkan membuka
jendela , pintu atau ventilasi
rumah setiap hari di waktu
pagi
R : Klien mengatakan akan
mencoba membuka jendela
dan pintu di waktu pagi
T : Memanfaatkan fasilitas
kes
YUNIZA PRIHANJANI
(20142011053)
Topic : Hipertensi
Sub topic : pengetahuan tentang hipertensi
Hari/tanggal : Kamis, 27 juli 2023
Waktu : 20 menit
Sasaran : Ny. S
Tempat : Dirumah klien
Penyuluh : Yuniza Prihanjani
Universitas ypib majalengka
C. STRATEGI PELAKSANAAN
Strategi yang digunakan dalam penyampaian penyuluhan ini berupa
ceramah, tanya jawab dan pembagian leaflet.
D. SETING TEMPAT
Rumah klien
E. RANGKAIAN PELAKSANAAN
KEGIATAN
NO TAHAP/WAKTU KEGIATAN PENYULUHAN
SASARAN
- Pemberian salam pembuka
- Memperkenalkan diri
Menjawab salam
1. Pembukaan 3 menit - Menjelaskan pokok bahasan dan
dan memperhatikan
tujuan penyuluhan
- Membagikan leaflet
- Melakukan free test
- Menjelaskan pengertian perilaku
merokok
- Menjelaskan tipe perilaku
2. Pelaksanaan 10 menit merokok Memperhatikan
F. EVALUASI
1. Evaluasi Struktur
a. Pasien mengikuti kegiatan penyuluhan
b. Penyuluhan di ikuti oleh Ny. S
2. Evaluasi Proses
a. Pasien antusias terhadap penyuluhan
b. Pasien tidak meningalkan tempat saat penyuluhan berlangsung
MATERI PENYULUHAN
A. HIPERTENSI
1. Pengertian
Hipertensi adalah pengertian medis dari penyakit tekanan darah tinggi.
Kondisi ini dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi kesehatan yang
membahayakan nyawa jika dibiarkan. Bahkan, gangguan ini dapat
menyebabkan peningkatan risiko terjadinya penyakit jantung, stroke, hingga
kematian.
Istilah tekanan darah sendiri bisa digambarkan sebagai kekuatan dari sirkulasi
darah terhadap dinding arteri tubuh yang merupakan pembuluh darah utama.
Besarnya tekanan yang terjadi bergantung pada resistensi dari pembuluh
darah dan seberapa intens jantung untuk bekerja.
Seseorang dapat mengalami tekanan darah tinggi apabila semakin banyak
darah yang dipompa oleh jantung dan akibat sempitnya pembuluh darah pada
arteri. Hipertensi dapat diketahui dengan pemeriksaan secara rutin pada
tekanan darah. Hal ini direkomendasikan untuk dilakukan setiap tahun oleh
semua orang dewasa.
3.Pengobatan
Pengobatan penyakit hipertensi
4. Pencegahan hipertensi
Terdapat beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mencegah hipertensi,
yaitu:
Mengonsumsi makanan sehat, seperti buah dan sayuran.
Batasi asupan garam (menjadi kurang dari 5g setiap hari).
Kurangi konsumsi kafein yang berlebihan.
Berolahraga secara teratur
Menjaga berat badan.
Mengurangi konsumsi minuman beralkohol.
Membatasi asupan makanan tinggi lemak jenuh.
Menghilangkan/mengurangi lemak trans dalam diet.
5. Diet hipertensi
1) Makanan yang boleh dikonsumsi.
a. Sumber kalori
Beras, tales, kentang, macaroni, mie, bihun, tepung-tepungan,
gula.
b. Sumber protein hewani
Daging, ayam, ikan, semua terbatas kurang lebih 50 gram
perhari, telur ayam, telur bebek paling banyak satu butir sehari,
susu tanpa lemak.
c. Sumber protein nabati
Kacang-kacangan kering seperti tahu,tempe,oncom.
d. Sumber lemak
Santan kelapa encer dalam jumlah terbatas.
e. Sayuran
Sayuran yang tidak menimbulkan gas seperti bayam,kangkung,
buncis, kacang panjang, taoge, labu siam, oyong, wortel.
f. Buah-buahan
Semua buah kecuali nangka, durian, hanya boleh dalam jumlah
terbatas.
g. Bumbu
Pala, kayu manis, asam, gula, bawang merah, bawang putih,
garam tidak lebih 15 gram perhari.
h. Minuman
Teh encer, coklat encer.
2) Makanan yang tidak boleh dikonsumsi
a. Makanan yang banyak mengandung garam
b. Biscuit, krakers, cake dan kue lain yang dimasak dengan garam
dapur atau soda.
c. Dendeng, abon,cornet beaf,daging asap,ham, ikan asin,ikan
pindang, sarden ikan teri, telur asin.
d. Keju, margarine dan mentega.
e. Makanan yang banyak mengandung kolesterol
f. Makanan dari hewan seperti otak,ginjal,hati,limfadan jantung.
g. Makanan yang banyak mengandung lemak jenuh
Lemak hewan:sapi,kambing,susu jenuh,cream, keju, mentega.
Kelapa, minyak kelapa,margarine,alpukat.
Lampiran
E-ISSN : 2715-6036
P-ISSN : 2716-0483
DOI : 10.53599 Vol. 4 No. 2, Desember 2022, 61 - 66
Abstrak
Hipertensi merupakan keadaan yang mana terjadi peningkatan tekanan darah sistolik dan
diastolik di atas batas normal yaitu ≥ 140/90 mmHg. Gejala utama yang biasanya dirasakan
adalah sakit kepala, jantung berdebar-debar, mudah lelah, sukar tidur, serta rasa berat di
tengkuk, dan lain-lain. Jumlah kasus Hipertensi menurut Riskesdas 2018 di Indonesia
sebesar 63.309.620 orang. Prevalensi penduduk dengan tekanan darah tinggi di Provinsi
Jawa Timur sebesar 36,3%, prevalensi ini dapat meningkat seiring dengan pertambahan
umur. Hipertensi yang tidak dikontrol dengan baik akan berdampak juga terhadap kualitas
tidur dan pola tidur penderita hipertensi. Analisis dari Sleep Fairth Health Study
menggunakan sampel besar ±6.000 orang dewasa di Amerika Serikat menunjukkan durasi
tidur yang pendek (≤5 jam/malam) dikaitkan dengan risiko kejadian hipertensi 60% lebih
tinggi pada usia (32- 59 tahun) dibandingkan dengan orang tanpa gangguan tidur. Hubungan
tersebut semakin kuat, dengan responden yang kurang tidur (<6 jam/malam) memiliki
peningkatan risiko hipertensi sebesar 66%. Tujuan tinjauan pustaka ini adalah untuk
mengkaji lebih dalam publikasi hasil penelitian yang berkaitan dengan gangguan pola tidur
pada lansia penderita hipertensi. Metode penulisan studi literatur ini adalah merujuk artikel
publikasi jurnal nasional dengan topik terkait hubungan gangguan pola tidur terhadap
hipertensi dan disajikan dalam bentuk artikel. Hasil dari artikel yang sudah ditelusuri adalah
terdapat hubungan antara gangguan pola tidur terhadap hipertensi dan gangguan pola tidur
yang buruk dapat meningkatkan resiko terjadinya hipertensi. Kesimpulan yang dapat
diambil adalah antara pola tidur dengan hipertensi masing-masing saling berkaitan dan pola
tidur yang buruk turut mempengaruhi resiko terjadinya hipertensi dan penderita hipertensi
juga cenderung mengalami gangguan pola tidur.
Abstract
Hypertension is a condition in which there is an increase in systolic and diastolic blood pressure
above the normal limit of ≥ 140/90 mmHg. The main symptoms that are usually felt are headaches,
heart palpitations, fatigue, difficulty sleeping, as well as heaviness in the nape, and others. The
estimated number of hypertension cases according to Riskesdas 2018 in Indonesia is 63,309,620
people. The prevalence of the population with high blood pressure in East Java Province is 36.3%,
this prevalence can increase with age. Hypertension that is not controlled properly will also have
an impact on the quality of sleep and sleep patterns of people with hypertension. Sleep Fairth
Health Study using a large sample of ±6000 adults in US, showed a significantly higher prevalence
of hypertension in people with an average of 7-8 hours. The relationship is getting stronger, with
respondents who are sleep deprived (< 6 hours/night) having an increased risk of hypertension y
66%. The purpose of this literature review is to examine more deeply the publication of research
results related to sleep pattern disorders to hypertension in people with hypertension. The method
of writing this literature study is to refer to articles published in national journals with topics
related to the relationship of sleep pattern disorders to hypertension and presented in the form of
articles. The result of the article that has been explored is that there is a relationship between sleep
pattern disorders to hypertension and poor sleep pattern disorders that can increase the risk of
hypertension. The conclusion that can be drawn is that the relationship between sleep patterns and
hypertension is each interrelated and bad sleep patterns also affect the risk of hypertension.
79
Gangguan pola tidur pada lansia hipertensi.........................................(Barliana Anggrita,
dua kali atau lebih (JNC, VII dalam sebesar 66% (Cappucci dkk, 2007 dalam
Suherman, 2018). Tekanan darah tinggi Edison & Nainggolan, 2021).
sering disebut Sillent Killer karena Hubungan antara tidur dan hipertensi
merupakan penyakit mematikan tanpa disebabkan oleh aktivitas saraf simpatis di
gejala (Sustrani dan Alam, 2004 dalam pembuluh darah sehingga akan mengalami
Hastuti, 2019). Sebagian besar (90%) perubahan curah jantung pada malam hari.
penyebab hipertensi tidak diketahui atau
disebut hipertensi esensial, namun
berbagai faktor dapat menyebabkan
tekanan darah tinggi. Penyebab
peningkatan tekanan darah tinggi adalah
peningkatan denyut jantung, peningkatan
resistensi dari ujung pembuluh darah, dan
penongkatan aliran darah (Kurniawan,
2002 dalam Hastuti, 2019).
Menurut Maryam (2008) dalam
Madeira dkk (2019) di Indonesia,
gangguan tidur mempengaruhi sekitar
50% orang di atas usia
60 tahun. Insomnia adalah gangguan tidur
yang paling umum. Diperkirakan sekitar
20% hingga 50% lansia melaporkan
insomnia steiap tahun dan sekitar 17%
menderita gangguan tidur yang parah
(Maryam, 2008 dalam Madeira dkk,
2019).
Gangguan tidur banyak dikaitkan
dengan peningkatan tekanan darah dan
resiko terjadinya hipertensi dalam
beberapa penelitian observasional
epidemiologis (Kripke dkk, 2002 dalam
Edison & Nainggolan, 2021). Menurut
Gangwisch dkk (2006) dalam Edison &
Nainggolan (2021) yang menyatakan
bahwa dalam analisis longitudinal dari
First National Health and Nutrition
(NHANES-I) di Amerika Serikat, durasi
tidur yang pendek (≤ 5 jam/malam)
dikaitkan dengan hipertensi 60% lebih
tinggi pada usia 32-59 tahun dibandingkan
dengan orang tanpa gangguan tidur.
Analisis dari Sleep Fairth Health Study
menggunakan sampel besar ± 6.000 orang
dewasa di Amerika Serikat menunjukkan
prevalensi hipertensi yang secara
signifikan lebih tinggi pada orang dengan
waktu tidur rata-rata kurang dari 8
jam/malam (Gottlieb dkk, 2006 dalam
Edison & Nainggolan, 2021). Hubungan
tersebut semakin kuat, dengan responden
yang kurang tidur (<6 jam/malam)
memiliki peningkatan risiko hipertensi
80
Gangguan pola tidur pada lansia hipertensi.........................................(Barliana Anggrita,
Metode
Penurunan resistensi pembuluh darah Metode yang digunakan adalah metode
perifer menyebabkan penurunan normal pencarian dan kriteria seleksi artikel melalui
tekanan arteri pada malam hari. Aktivitas penelusuran hasil publikasi ilmiah dengan
simpatis selama tidur meningkatkan secara rentang tahun 5 tahun terakhir yaitu 2017-
signifikan dan sangat bervariasi selama 2022 menggunakan database google scholar.
tidur REM dibandingkan dengan saat Pada database dengan memasukkan kata
terjaga. Selama komponen tidur REM kunci “Hubungan Gangguan Pola Tidur
dilewati, tekanan darah mendekati terjaga Dengan Lansia Hipertensi” ditemukan sekitar
dan sensitivitas hanya meningkat selama 7.630 hasil dan jika diberi rentang waktu 5
tidur. Namun, kondisi seperti itu lebih tahun terakhir ditemukan 5.930 hasil.
efektif dalam meningkatkan pemeliharaan Artikel
tekanan darah selama episode REM yang
terjadi pada akhir periode tidur daripada
malam sebelumnya. Ini ada hubungannya
dengan pola tidur. Tidur abnormal dikaitkan
dengan etiologi prehipertensi non-
immersive dan gangguan kualitas tidur
hipertensi yang mengarah ke hipertensi
berikutnya (Martini dkk, 2018).
Gangguan tidur yang lama dan terus
menerus dapat menyebabkan perubahan
siklus tidur biologis, penurunan daya tahan
tubuh, lekas marah, depresi, konsentrasi
yang buruk, dan malaise yang dapat
mempengaruhi keselamatan diri sendiri
serta orang lain (Potter & Perry, 2010
dalam Anggani, 2021). Lansia yang
menderita hipertensi memiliki kualitas tidur
yang lebih buruk dibandingkan dengan
lansia yang tidak memiliki masalah
hipertensi. Kualitas tidur yang buruk
memiliki berbagai efek samping yang dapat
terjadi dalam jangka pendek maupun jangka
panjang. Kualitas tidur yang buruk dan
kebiasaan kurang tidur pada orang juga
dikaitkan dengan peningkatan tekanan
darah pada orang (Alfi & Yuliwar, 2018).
Untuk mengatasi permasalahan
gangguan pola tidur pada lansia hipertensi
ada banyak cara yang dapat dilakukan, baik
secara farmakologis atau non
farmakaologis. Pada non farmakologis
dapat menggunakan aroma terapi, terapi
musik, terapi relaksasi progresif, mengatur
aktivitas istirahat dan tidur, mengatur
jadwal atau pola tidur.
81
Gangguan pola tidur pada lansia hipertensi.........................................(Barliana Anggrita,
supaya tidak mengalami tekanan karena
ilmiah yang akan diambil sebagai literatur stres yang berlebih.
penelitian sebanyak 10 artikel. Penelitian menurut Devi
Arissandi, Christina T. Setiawan,
Rahaju Wiludjeng, tahun 2019 dengan
Hasil dan Pembahasan judul “Hubungan Gangguan Pola
Dalam penelitian menurut Amirrudin Tidur Dengan Hipertensi Lansia Di Desa
Setiawan, Darmasta Maulana, Rahmah Sei Kapitan Kabupaten Kota Waringin
Widyaningrum, tahun 2018 dengan judul Barat” dengan hasil penelitian gangguan
“Hubungan Kualitas Tidur Dengan pola tidur meningkat sebanyak 15 orang
Tekanan Darah Lanjut Usia Penderita (50%) dan hipertensi sebanyak 17 orang
Hipertensi Esensial Di UPT Rumah
Pelayanan Sosial Lanjut Usia Budi
Dharma Yogyakarta” yang hasil
penelitiannya menunjukan bahwa ada
hubungan yang erat antara kualitas tidur
dengan tekanan darah lanjut usia penderita
hipertensi esensial di UPT Rumah
Pelayanan Sosial Lanjut Usia Budi
Dharma Yogyakarta. Diperoleh p-value
0,000 (p<0,05) dengan r = 0,625 dengan
confident interval 95%. Gangguan
ketidaknyamanan pada lansia dengan
hipertensi esensial dapat dikurangi dengan
meningkatkan kualitas tidur yang baik dan
teratur, melakukan cek tekanan darah
serta rutin, serta mengikuti posyandu
lansia setiap bulannya.
Penelitian menurut Santi Martini, Shofa
Roshifanni, Fanni Marzela tahun 2018
dengan judul “Pola Tidur Yang Buruk
Meningkatkan Resiko Hipertensi”
memiliki hasil penelitian yang
menggunakan uji statistik regresi logistik
menunjukkan (p=0,000; OR=9,022)
artinya pola tidur memiliki pengaruh
paling besar terhadap kejadian hipertensi
dibandingkan dengan umur dan jenis
kelamin. Kekuatan pengaruh pola tidur
responden menunjukkan bahwa responden
yang memiliki pola tidur yang buruk
memiliki risiko 9,022 kali lebih besar
terserang hipertensi dibandingkan dengan
yang memiliki pola tidur baik. Pola tidur
buruk antara lain gangguan tidur, kualitas
tidur yang buruk, dan durasi tidur yang
pendek. Rekomendasi yang diberikan
kepada responden yang memiliki pola
tidur buruk harus memperbaiki pola tidur
dengan gaya hidup yang sehat yaitu tidur
sesuai kebutuhan dan menjaga pikiran
82
Gangguan pola tidur pada lansia hipertensi.........................................(Barliana Anggrita,
83
Gangguan pola tidur pada lansia hipertensi.........................................(Barliana Anggrita,
(95% CI 1,985-2,269). Pada penelitian ini
judul “Kualitas Tidur Berhubungan umur dan overweight memberikan
Dengan Perubahan Tekanan Darah Pada kontribusi terhadap kejadian hipertensi
Lansia” yang hasil analisis univariat sebesar 18,9%.
didapatkan tekanan darah pada lansia Penelitian menurut Mamay Sugiharti,
hipertensi di Panti Sosial Tresna Werdha Lina Marlina, Rifki Purnama tahun 2021
(PSTW) yaitu 12 responden (54,5%) dengan judul “Hubungan Pola Tidur
mengalami hipertensi ringan, 10 Dengan Hipertensi Pada Lansia Di Panti
responden (45,5%) mengalami hipertensi Jompo Welas Asih Singaparna Kabupaten
sedang. Kualitas tidur yang dialami lansia Tasikmalaya” yang hasil penelitiannya
hipertensi yaitu 11 responden (50%) menunjukan bahwa hasil uji statistik
mengalami kualitas tidur yang baik dan 11 didapatkan p value sebesar
responden (50%) lainnya mengalami
kualitas tidur yang buruk. Hasil analisis
bivariate menggunakan uji chi square
didapatkan nilai ρ value = 0,000 dan nilai
C = 0,674. Sehingga disimpulkan ada
hubungan yang signifikan dan kuat antara
kualitas tidur dengan perubahan tekanan
darah pada lansia hipertensi di Panti
Sosial Tresna Werdha (PSTW). Kualitas
tidur yang buruk berpengaruh pada
perubahan tekanan darah lansia.
Penelitian menurut Azizah Al Ashri
Nainar, Lilis Rayatin, Nila Indiyani tahun
2020 dengan judul “Kualitas Tidur
Dengan Tekanan Darah Pada Lansia
Hipertensi Di Puskesmas Balaraja” yang
hasil penelitiannya didapatkan kualitas
tidur dengan tekanan terdapat hubungan
yang signifikan dengan nilai p-value =
0,000. Penelitian ini diharapkan keluarga
memberikan motivasi pada lansia untuk
melakukan pemeriksaan secara rutin ke
posyandu lansia.
Penelitian menurut Hendrik Edison,
Oiwin Nainggolan tahun 2021 dengan
judul “Hubungan Insomnia Dengan
Hipertensi” yang hasil penelitiannya
prevalensi penderita insomnia umur ≥19
tahun di Indonesia berdasarkan data
IFLS5 adalah sebesar 43,7%. Analisis ini
menunjukkan bahwa insomnia tidak
berhubungan dengan kejadian hipertensi
P>0,05; OR: 0,937 (95% CI 0,8731,006).
Variabel yang berhubungan dengan risiko
hipertensi adalah umur ≥ 40 tahun
dengan OR: 5,246 (95% CI 4,885-
5,598) serta overweight dengan OR:
2,112
84
Gangguan pola tidur pada lansia hipertensi.........................................(Barliana Anggrita,
85
Gangguan pola tidur pada lansia hipertensi.........................................(Barliana Anggrita,
Anggani, N. R. (2021). Asuhan Keperawatan
Gangguan Pola Tidur Pada Lansia
organ dan sistem dalam tubuh seorang Penderita Hipertensi Di Desa Pekukuhan
lansia yang mungkin akan mengalami RT 21 RW 08 Kecamatan Mojosari
perubahan. Mojokerto. Sekolah Tinggi Ilmu
Arissandi, D., Setiawan, C.T., dan Wiludjeng, R.
Lansia yang mengalami gangguan pola (2019). Hubungan Gangguan Pola Tidur
tidur sangat beresiko juga untuk Dengan Hipertensi Lansia Di Desa Sei
mengalami hipertensi. Gangguan tidur Kapitan Kabupaten Kota Waringin Barat.
yang lama dan terus menerus dapat Jurnal Borneo Cendekia, 7, 82-88
BPS. (2021). Statistik Penduduk Lansia 2021.
menyebabkan perubahan siklus tidur Badan Pusat Statistik (BPS)
biologis, penurunan daya tahan tubuh, Damanik, S.M., dan Hasian. (2019). Modul Bahan
lekas marah, depresi, konsentrasi yang Ajar Keperawatan Gerontik. Universitas
buruk, dan malaise yang dapat Kristen Indonesia
mempengaruhi keselamatan diri sendiri
serta orang lain (Potter & Perry, 2010
dalam Anggani, 2021).
Lansia dengan hipertensi memiliki
resiko yang tinggi dan berhubungan
dengan masalah kesehatannya. Jika
ditambahkan dengan memiliki pola tidur
dan kualitas tidur yang buruk tentunya
semakin meningkatkan resiko tersebut.
Sehingga diperlukan upaya khusus dalam
mengelola resiko tersebut agar tidak
menjadi lebih tinggi.
Kesimpulan
Berdasarkan penelusuran artikel
publikasi tentang hubungan gangguan
pola tidur terhadap lansia dengan
hipertensi dapat ditarik kesimpulan bahwa
ada kaitan yang erat antara kedua hal ini.
Pola tidur yang buruk dapat menjadi
resiko untuk terjadinya tekanan darah
tinggi pada lansia.
Daftar Pustaka
Alfi, N.W., & Yuliwar, R. (2018). Hubungan
Kualitas Tidur Dengan Tekanan Darah
Pasien Hipertensi. Jurnal Berkala
Epidemiologi. 6(1), 18-26
86
Gangguan pola tidur pada lansia hipertensi.........................................(Barliana Anggrita,
87
Gangguan pola tidur pada lansia hipertensi.........................................(Barliana Anggrita,
Edison, H. Dan Nainggolan, O. (2021). Hubungan Insomnia Dengan Hipertensi (Analisis Data
Indonesia Family Life Survey). Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 11, 46-56
Harsismanto, J., Andri, J., Payana, T.D., Andrianto, M.B., Sartika, A (2020). Kualitas Tidur
Berhubungan Dengan Perubahan Tekanan Darah Pada Lansia. Jurnal Kesmas
Asclepius, 11, 1-11.
Hastuti, A. P., (2019). Hipertensi. Ed. 1. Klaten : Penerbit Lakeisha
Kesehatan Bina Sehat PPNI.
Madeira, A., Wiyono, J., dan Ariani, N.L. (2019). Hubungan Pola Tidur Dengan Hipertensi
Pada Lansia. Nursing News, 11, 29-39
Martini, S., Roshifanni, S., dan Marzela, F. (2018). Pola Tidur Yang Buruk Meningkatkan
Risiko Hipertensi. Jurnal MKMI, 7, 297-
303
Nainar, A., Rayatin, L., dan Indiyani, N. (2020). Kualitas Tidur Dengan Tekanan Darah Pada
Lansia Hipertensi Di Puskesmas Balaraja. Prosiding Simposium Nasional
Multidisiplin, 15
Profil Kesehatan Indonesia. (2019). Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta : Kementerian
Kesehatan Indonesia.
Profil Kesehatan. (2020). Profil Kesehatan Jawa Timur. Dinas Kesehatan Jawa Timur.
Rusdiana, Maria, I., dan Al Azhar, H. (2019). Hubungan Kualitas Tidur Dengan Peningkatan
Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Guntung Payung.
Jurnal Keperawatan Suaka Insan, 8, 78-85
Senja, A., dan Prasetyo, T., (2019). Perawatan Lansia Oleh Keluarga dan Care Giver. Ed. 1.
Jakarta : Bumi Medika
Setianingsih, M., Wirakhmi, I.N., dan Sumarni, T. (2021). Hubungan Kualitas Tidur Dengan
Tekanan Darah Pada Lansia Di Posbindu Desa Kedawung. Seminar Nasional
Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (SNPPKM), 5, 732-736
Setiawan, A., Maulana, D., dan Widyaningrum, R. (2018). Hubungan Kualitas Tidur Dengan
Tekanan Darah Lanjut Usia Penderita Hipertensi Esensial Di UPT Rumah Pelayanan
Sosial Lanjut Usia Budi Dharma Yogyakarta. Jurnal Kesehatan Madani Medika, 9, 55-
63
Sugiharti, M., Marlina, L., dan Purnama, R. (2021). Hubungan Pola Tidur Dengan Hipertensi
Pada Lansia Di Panti Jompo Welas Asih Singaparna Kabupaten Tasikmalaya. Jurnal
Keperawatan & Kebidanan, 10, 16-25
Suherman. (2018). Hipertensi Essensial Aspek Neurobehaviour dan Genetika. Ed.1.
Banda Aceh : Syiah Kuala University Press
88