Anda di halaman 1dari 15

TUGAS ORGANISASI MANAJEMEN INDUSTRI 2

LEADERSHIP

Angela Dianita Murtiningrum 17/410267/TK/45624

Trusti Hapsari 17/410295/TK/45652

Umi Latifah 17/410296/TK/45653

Arya putra Palguna 17/413672/TK/46112

Allam Rozan M 17/413669/TK/46109

Ramdani Rizki Pratama 17/413691/TK/ 46131

Salsahela Mutiara Clariza 17/413693/TK/46133

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN INDUSTRI

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2018
I. Overview Materi
A. Pengertian Leadership
Kepemimpinan (leadership) adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok
menuju pencapaian sebuah visi atau tujuan yang ditetapkan. Tidak semua pemimpin adalah
manajer demikian pula tidak semua manajer adalah pemimpin. Organisasi membutuhkan
kepemimpinan yang kuat serta manajemen yang kuat untuk efektivitas yang optimal. Pemimpin
diperlukan untuk mencapai visi di masa depan, dan menginspirasi para anggota organisasi untuk
mencapai visi. Kita juga membutuhkan manajer untuk merumuskan rencana yang terperinci,
menciptakan struktur organisasi yang efisien, dan mengawasi kegiatan operasional sehari-hari.

B. Teori-teori kepemimpinan
1. Trait Theories
Teori yang mempertimbangkan kualitas dan karakteristik personal yang mendeferensiasikan
para pemimpin dari yang bukan para pemimpin. Menurut teori ini, bahwa pemimpin memiliki
sifat bawaan tertentu yang memungkinkan mereka untuk memimpin, sifat-sifat tersebut seperti
kecerdasan, ketegasan, keteguhan, kemampuan beradaptasi, kekuasaan, kepercayaan diri, energi,
aktivitas, dan pengetahuan tentang pekerjaan. Trait theory memiliki asumsi-asumsi tertentu
tentang kepemimpinan, di antaranya:

a. Setiap orang dilahirkan dengan sifat yang diwariskan/diturunkan;


b. Beberapa sifat memiliki kecocokan dengan kepemimpinan;
c. Seseorang yang mampu memimpin dengan baik memiliki kombinasi sifat yang
cukup/tepat untuk menjadi pemimpin.
Teori ini juga sering disebut dengan Teori Bakat karena menganggap pemimpin itu di
lahirkan bukan dibentuk. Oleh karena itu, sifat kepemimpinan membuat sejumlah orang berbeda
dari yang lain, dan perbedaan ini seharusnya dikenali sebagai bagian penting dari proses
kepemimpinan.

2. Behavioral theories
Teori perilaku kepemimpinan menyiratkan bahwa kita dapat melatih orang-orang untuk
menjadi para pemimpin. Berdasarkan asumsi bahwa kepemimpinan harus dipandang sebagai
hubungan diantara orang – orang, bukan sebagai sifat – sifat atau ciri – ciri seorang individu.
Oleh karena itu, keberhasilan seorang pemimpin sangat ditentukan oleh kemampuan
pemimpin dalam berhubungan dan berinteraksi dengan segenap anggotanya. Dengan kata
lain, teori ini sangat memperhatikan perilaku pemimpin sebagai aksi dan respons
kelompoknya yang dipimpinnya sebagai reaksi. Dua yang diperhitungkan dalam teori
perilaku kepemimpinan yaitu

a. Initiating structure : sejauh mana seorang pemimpin mendefinisikan dan menyusun


perannya dan peran karyawan dalam pencarian pencapaian tujuan.
b. Consideration : sejauh mana hubungan pekerjaan seseorang dicirikan oleh rasa saling
percaya, penghormatan terhadap gagasan karyawan, dan pertimbangan mereka
perasaan.
Studi kepemimpinan di University of Michigan Survey Research Center juga menemukan
karakteristik perilaku pemimpin yang muncul terkait dengan efektivitas kinerja ada dua yaitu,

a. Employee – Oriented Leader : pemimpin yang berorientasi pada kepuasan, motivasi,


dan baik pada karyawan.
b. Production – Oriented Leader : pemimpin yang berorientasi pada pekerjaan.
Kedua perbandingan tersebut memiliki persamaan yang sama, bahwa fokus pembahasan
Behavioral Theories bahwa kemampuan seorang pemimpin dalam berinteraksi antara
satu sama lain untuk meningkatkan keefektifasan.

3. Contingency Theories
Tidak seperti teori kepemimpinan lainnya seperti Traits Theories atau Behavioral
Theories, Contingency Theories tidak berfokus pada kemampuan atau gaya pemimpin,
namun juga pada berbagai situasi yang mungkin dihadapi oleh pemimpin. Gagasan utama di
balik teori kontingensi adalah situasi yang berbeda akan menuntut gaya kepemimpinan yang
berbeda. Dengan kata lain, gaya kepemimpinan terbaik bergantung pada situasinya. Ada
empat teori contingency yang akan di bahas di bab ini, dimana masing - masing model ini
mengambil pendekatan yang berbeda dalam menentukan bagaimana gaya, yaitu :

3.1 The Fiedler Model


3.2 Situational Leadership Theory
3.3 Path–Goal Theory
3.4 Leader-Participation Model

3.1 The Fiedler Model


The Fiedler Model merupakan sebuah model yang melakukan pendekatan kepemimpinan
situasional yang dimulai dengan memahami perilaku seorang pemimpin. Tes yang dikenal
sebagai LPC (Least Preferred Co-worker) digunakan untuk mengevaluasi gaya kepemimpinan.
Pemimpin yang mengambil tes (responden) memiliki kesempatan untuk menggambarkan
seseorang rekan kerja yang paling tidak disukai. Kuesioner LPC meminta responden untuk
menggambarkan rekan kerja yang paling tidak mereka sukai dengan menilai orang tersebut
dalam skala 1 sampai 8 untuk masing-masing 16 set kata sifat yang kontras (seperti kata-kata
menyenangkan- tidak menyenangkan, efisien-tidak efisien, terbuka, mendukung-bermusuhan).
Fiedler menyimpulkan bahwa:

a. Pemimpin dengan skor LPC rendah (pemimpin yang berorientasi ke tugas) cenderung
untuk berhasil paling baik dalam situasi kelompok baik yang menguntungkan, maupun
yang sangat tidak menguntungkan pemimpin.
b. Pemimpin dengan skor LPC tinggi ( pemimpin yang berorientasi ke hubungan) cenderung
untuk berhasil dengan baik dalam situasi kelompok yang sederajat dengan keuntungannya.
Sebagai landasan studinya, Fiedler menemukan 3 (tiga) dimensi kritis daripada situasi /
lingkungan yang mempengaruhi gaya Pemimpin yang sangat efektif, yaitu:

a. Kekuasaan atas dasar kedudukan/jabatan (Position power)


Kekuasaan atas dasar kedudukan / jabatan ini berbeda dengan sumber kekuasaan yang
berasal dari tipe kepemimpinan yang kharismatis, atau keahlian (expertise power).
Berdasarkan atas kekuasaan ini seorang pemimpin mempunyai anggota-anggota
kelompoknya yang dapat diperintah / dipimpin, karena ia bertindak sebagai seorang
manager, di mana kekuasaan ini diperoleh berdasarkan atas kewenangan organisasi
(organizational authority).
b. Struktur tugas (task structure)
Pada dimensi ini Fiedler berpendapat bahwa selama tugas-tugas dapat diperinci secara
jelas dan orang-orang diberikan tanggung jawab terhadapnya, akan berlainan dengan
situasi di mana tugas-tugas itu tidak tersusun (unstructure) dan tidak jelas. Apabila
tugas-tugas tersebut telah jelas, mutu daripada penyelenggaraan kerja akan lebih mudah
dikendalikan dan anggota-anggota kelompok dapat lebih jelas pertanggungjawabannya
dalam pelaksanaan kerja, daripada apabila tugas-tugas itu tidak jelas atau kabur.
c. Hubungan antara Pemimpin dan anggotanya (Leader-member relations)
Dalam dimensi ini Fiedler menganggap sangat penting dari sudut pandangan seorang
pemimpin. Kekuasaan atas dasar kedudukan / jabatan dan struktur tugas dapat
dikendalikan secara lebih luas dalam suatu badan usaha / organisasi selama anggota
kelompok suka melakukan dan penuh kepercayaan terhadap kepimpinannya (hubungan
yang baik antara pemimpin-anggota).
Berdasarkan ketiga variabel ini Fiedler menyusun delapan macam situasi kelompok yang
berbeda derajat keuntungannya bagi pemimpin. Situasi dengan derajat keuntungan yang tinggi
misalnya adalah situasi dimana hubungan pemimpin-anggota baik, struktur tugas tinggi, dan
kekuasaan kedudukan besar. Situasi yang paling tidak menguntungkan adalah situasi dimana
hubungan pemimpin-anggota tidak baik, struktur tugas rendah dan kekuasaan kedudukan sedikit.
Teori kepemimpinan situasional, kepemimpinan yang berhasil bergantung pada pemilihan gaya
kepemimpinan yang tepat terhadap kesiapan para pengikutnya, sampai sejauh mana mereka
bersedia dan mampu untuk menyelesaikan suatu tugas tertentu.

3.2 Situational Leadership Theory (SLT)


Situational leadership theory (SLT) berfokus pada para pengikut. Dikatakan bahwa
kepemimpinan yang sukses bergantung pada pemilihan gaya kepemimpinan yang tepat yang
bergantung pada kesiapan pengikut, atau sejauh mana mereka bersedia dan mampu
menyelesaikan tugas tertentu. Seorang pemimpin harus memilih satu dari empat perilaku
tergantung pada kesiapan pengikut, antara lain:

a. Jika pengikut tidak mampu dan tidak mau melakukan tugas, pemimpin perlu
memberikan arahan yang jelas dan spesifik
b. Jika mereka tidak mampu dan mau, pemimpin perlu menunjukkan orientasi tugas yang
tinggi untuk mengkompensasi kurangnya kemampuan pengikut dan orientasi hubungan
tinggi agar mereka dapat "membeli ke dalam" keinginan pemimpin.
c. Jika pengikut mampu dan tidak mau, pemimpin perlu menggunakan yang mendukung
dan gaya partisipatif
d. Jika mereka mampu dan mau, pemimpin tidak perlu berbuat banyak.
SLT memiliki daya tarik intuitif
Ini mengakui pentingnya pengikut dan membangun logika bahwa para pemimpin dapat
mengkompensasi kemampuan dan motivasi mereka yang terbatas. Namun upaya penelitian
untuk menguji dan mendukung teori tersebut pada umumnya telah mengecewakan. Mengapa?
Penjelasan yang mungkin termasuk ambiguitas internal dan inkonsistensi dalam model itu
sendiri serta masalah dengan metodologi penelitian dalam tes. Jadi, terlepas dari daya tarik
intuitif dan popularitasnya yang luas, setiap pengesahan harus berhati-hati sekarang.

3.3 Path-Goal Theory


Path-Goal Theory sedikit lebih mudah dipahami daripada model Fielder. Teori rumah
didasarkan pada gagasan bahwa motivasi pengikut didasarkan pada tiga asumsi:

a. Jika usaha diberikan, tujuannya bisa tercapai (expectancy)


b. Jika tujuan tercapai, akan ada reward (instrumentality)
c. Imbalan dianggap berharga (kelambanan) 1
Pemimpin harus dapat memberikan keyakinan kepada pengikut mereka atas harapan mereka.
Perbedaan karakteristik pengikut, tipe situasi, dan gaya pemimpin semuanya akan berperan
dalam efektivitas kelompok untuk mencapai tujuan mereka. Teori Path-Goal mengidentifikasi
empat gaya kepemimpinan:

a. Petunjuk - Pemimpin ini memberikan komunikasi langsung dan berwibawa kepada para
pengikutnya. Ini sangat ideal bagi pengikut yang kurang memiliki pengetahuan atau
pengalaman.
b. Berprestasi Berorientasi - Pemimpin ini menetapkan harapan yang tinggi untuk para
pengikut. Dia akan menantang bawahan mereka dan menunjukkan kepercayaan diri pada
kemampuan mereka untuk mencapai hasil yang baik.
c. Partisipatif - Pemimpin ini bekerja dengan para pengikutnya, mempertimbangkan gagasan
dan mendengarkannya.
d. Mendukung - Pemimpin ini datang bersama para pengikutnya yang menunjukkan
kepedulian dan kepedulian terhadap kebutuhan dan kesejahteraan mereka.
Masing-masing gaya ini bisa efektif atau tidak efektif tergantung pada situasi dan kemampuan
dan kebutuhan pengikut. Menurut House, para pemimpin memang memiliki kemampuan untuk
mengubah gaya dan pemimpin harus berusaha berubah untuk melayani sebaik-baiknya pengikut
mereka.

3.4 Leader Participation Model


Leader Participation Model, menghubungkan antara perilaku kepemimpinan dengan
partisipasi dalam pengambilan keputusan.

4 Leader Member Exchange Theory (LMX)


Teori LMX menyatakan bahwa, karena tekanan waktu, para pemimpin membangun
hubungan yang istimewa dengan kelompok kecil dari para pengikut mereka.

5 Charismatic and Transformational Leader


Max Weber, seorang sosiolog, mendefinisikan karisma (dari bahasa Yunani untuk "hadiah")
kualitas tertentu dari kepribadian individu seperti diberkahi dengan supernatural, manusia super,
atau setidaknya kekuatan atau kualitas khusus yang luar biasa. Menurut House Kepemimpinan
Karismatik adalah kemampuan kemampuan kepemimpinan yang luar biasa ketika mereka
mengamati perilaku-perilaku tertentu. Pemimpin karismatik cenderung ekstravert, percaya diri,
dan berprestasi. Kebanyakan ahli percaya individu dapat dilatih untuk menunjukkan karismatik
perilaku. Untuk mempengaruhi pengikut, pemimpin karismatik melakukan beberapa cara
dimulai dengan mengartikulasikan visi yang menarik, strategi jangka panjang untuk mencapai
sebuah tujuan dengan menghubungkan masa kini dengan masa depan yang lebih baik bagi
organisasi. Visi tidak lengkap tanpa disertai pernyataan visi, sebuah artikulasi formal dari visi
atau misi organisasi. Selanjutnya, melalui kata-kata dan tindakan, pemimpin menyampaikan
serangkaian nilai baru dan memberi contoh bagi pengikut untuk ditiru. Penelitian menunjukkan
korelasi yang mengesankan antara kepemimpinan karismatik dan kinerja dan kepuasan yang
tinggi di kalangan pengikut. Orang yang bekerja untuk pemimpin karismatik termotivasi untuk
berusaha ekstra dan, karena mereka menyukai dan menghormati pemimpin mereka,
mengungkapkan kepuasan yang lebih besar. Jadi, kepemimpinan Karismatik yang efektif dapat
meningkatkan produktivitas suatu organisasi untuk mencapai tujuan bersama. Sayangnya,
pemimpin karismatik yang lebih besar dari kehidupan tidak selalu bertindak demi kepentingan
terbaik organisasi mereka. Banyak yang telah membiarkan tujuan pribadi mereka untuk
mengesampingkan tujuan organisasi.
Kepemimpinan Transformasional merupakan gaya kepemimpinan yang berupaya
mentransformasikan nilai-nilai yang dianut oleh bawahan untuk mendungkung visi dan tujuan
organisasi. Pertimbangan individual, stimulasi intelektual, motivasi inspirasional, dan pengaruh
ideal semua menghasilkan usaha ekstra dari pekerja, produktivitas yang lebih tinggi, semangat
kerja dan kepuasan yang lebih tinggi, efektivitas organisasi yang lebih tinggi, tingkat turnover
yang rendah, ketidakhadiran yang lebih rendah, dan kemampuan beradaptasi organisasi yang
lebih baik. Pemimpin transformasional lebih efektif karena mereka lebih kreatif, tetapi juga
karena mereka mendorong orang-orang yang mengikuti mereka untuk menjadi kreatif juga.
Perusahaan dengan pemimpin transformasional memiliki desentralisasi tanggung jawab yang
lebih besar, manajer memiliki kecenderungan untuk mengambil risiko, dan rencana kompensasi
diarahkan hasil jangka panjang - yang semuanya memfasilitasi kewiraswastaan korporat.
Kepemimpinan transformasional menimbulkan komitmen dari pengikut dan menanamkan
kepercayaan yang lebih besar kepada pemimpin.

6 Autentic leadership
Para pemimpin autentik mengetahui siapakah mereka, apa yang mereka yakini dan nilai,
bertindak atas nilai tersebut, serta menyakini secara terbuka dan berterus terang. Para pengikut
mempertimbangakan mereka sebagai orang-orang yang beretika. Kualitas utama yang dihasilkan
oleh kepemimpinan yang autentik adalah kepercayaan. Para pemimpin yang autentik membagi
informasi, mendorong komunikasi yang terbuka, dan melekat pada idealisme mereka.

a. Ethic Leadership

Pemimpin mempunyai peran menciptakan ekspektasi etika bagi seluruh anggota karena
akan mempengaruhi keseluruhan level organisasi meskipun setiap anggota organisasi
bertanggungjawab atas perilaku etis organisasi.

b. Servant Leadership

Servant Leadership berfokus pada melayani tentang kebutuhan orang lain, penelitian
berfokus pada hasil untuk kesejahteraan pengikut. Mereka tidak menggunakan kekuatan untuk
mencapai tujuan, mereka menekankan persuasi perilaku karakteristik meliputi mendengarkan,
berempati, membujuk, menerima penatagunaan, dan secara aktif mengembangkan potensi
pengikut.
c. Trust Leadership

Kepercayaan adalah keadaan psikologis yang ada saat seseorang setuju untuk membuat
diri seseorang rentan terhadap orang lain karena seseorang memiliki harapan positif tentang
bagaimana keadaan akan berubah. Kepercayaan adalah atribut utama yang terkait dengan
kepemimpinan. Pengikut yang mempercayai seorang pemimpin yakin bahwa hak dan minat
mereka tidak akan disalahgunakan. Pemimpin yang mengkhianati kepercayaan sangat mungkin
dievaluasi secara negatif oleh pengikut jika sudah ada tingkat rendah pertukaran pemimpin.
Setelah dilanggar, kepercayaan bisa kembali, tapi hanya dalam situasi tertentu yang bergantung
pada jenis pelanggarannya. Namun, jika pelanggar menggunakan penipuan, kepercayaan tidak
pernah sepenuhnya kembali, bahkan setelah permintaan maaf, janji, atau pola tindakan
terpercaya yang konsisten.

Kepercayaan antara supervisor dan karyawan memiliki sejumlah keunggulan penting.


Berikut adalah beberapa penelitian yang telah ditunjukkan:

▪ Kepercayaan mendorong pengambilan risiko.


▪ Kepercayaan memfasilitasi berbagi informasi.
▪ Kelompok yang percaya lebih efektif.
▪ Kepercayaan meningkatkan produktivitas.

7 Leading for the future: Mentoring


Mentor atau yang sering disebut pembimbing adalah seorang pekerja senior yang telah
memiliki pengalaman lebih lalu membagikannya dengan cara memberikan dukungan kepada
karyawan yang belum atau kurang memiliki pengalaman.

Cara yang sering digunakan sebagai media pendampingan adalah dengan memberikan
sebuah tugas kepada karyawan yang kurang berpengalaman lalu menilai performa mereka.
Apabila mereka bisa menyelesaikan pekerjaan dengan baik, pendampingan dianggap berhasil.

Tujuan seorang pemimpin menjadi seorang pembimbing kepada anak didiknya adalah
memberikan warisan tentang perusahaan, memberikan akses untuk mengidentifikasi tingkah laku
karyawan secara langsung, dan menjadi sumber yang baik sebagai tanda peringatan awal untuk
mengidentifikasi permasalahan dalam sebuah organisasi.
Tidak semua bentuk pembimbingan efektif digunakan untuk melatih pekerja junior. Hal itu
sangat bergantung pada sejauh mana pekerja senior memiliki pengalaman lebih dan bagaimana
performa kinerja untuk bisa dijadikan sosok tauladan.

8 Challenge to the Leadership Construct


a. Kepemimpinan sebagai sebuah atribut
Teori atribut kepemimpinan menyatakan bahwa yang penting adalah memproyeksikan
atribut menjadi pemimpin seperti kecerdasan, keramahan, pemahaman, dan lain-lain daripada
menitikberatkan pada pencapaian yang aktual.

b. Subtitusi dan Menetralisasi Kepemimpinan


Dalam teori lain menyatakan bahwa banyak situasi tindakan dari para pemimpin adalah
tidak relevan sehingga dapat di-subtitusi dengan pengalaman dan pelatihan kepada karyawan
untuk menggantikan kebutuhan akan dukungan dari seorang pemimpin atau kemampuan untuk
menciptakan struktur.

Karakteristik organisasi yang merumuskan tujuan secara eksplisit, aturan dan prosedur yang
keras dapat menetralisasi kepemimpinan yang formal sementara bersikap acuh tak acuh terhadap
imbalan organisasi dapat menetralisir efeknya sehingga pemimpin tidak dapat membuat
perbedaan terhadap hasil pengikut.

c. Kepemimpinan Secara Online


Para manager dan pekerja dalam dunia digital saat ini semakin terhubung dengan jaringan
dan bukannya kedekatan geografis sehingga menyebabkan tantangan baru karena ada beberapa
hal yang sulit didapatkan tanpa interaksi dengan berhadapan muka secara langsung. Tantangan
terbesar muncul pada pengembangan dan mempertahankan kepercayaan karena perlu identifikasi
dan didasarkan pada saling memahami dan menghargai satu sama lain. Pemimpin memerlukan
keahlian yang baik akan kemampuan membaca dan menyampaikan emosi pesan secara akurat.

9 Finding and Creating Effective Leaders


a. Selecting Leaders
Meninjau ulang pengetahuan, keahlian, dan kemampuan yang diperlukan untuk melakukan
pekerjaan secara efektif. Salah satu cara untuk mengidentifikasi hal-hal tersebut adalah dengan
cara melakukan tes kepridadian, seperi MBTI (Myyers Briggs Type Indcator) dan Big Five
Model.

b. Training Leaders
Pelatihan kepemimpinan akan lebih berhasil dengan melakukan pengawasan terhadap diri
sendiri. Sebuah organisasi dapat mengajarkan suatu keahlian yang berhubungan dengan
kepemimpinan dapat dimplementasikan secara nyata. Mengajarkan keahlian dalam
kepemimpinan dari sisi psikologis juga penting untuk dilakukan,seperti membangun kepercayaan
dalam diri sendiri untuk melakukan suatu hal. Pelatihan perilaku dan sikap juga penting
dilakukan untuk mendapatkan sebuah kepemimpinan yang karismatik.

II. Studi Kasus


Dalam organisasi “XYZ” yang berorientasi pada pendidikan dan sosial, ada seorang
anggota organisasi bernama Rudi yang memiliki idealisme dan loyalitas yang tidak diragukan. Ia
selalu hadir dan aktif dalam setiap kegiatan organisasi, ia hadir tidak hanya sebagai peserta tapi
juga menjadi panitia yang mampu menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik. Kredibilitasnya
yang tinggi terhadap organisasi mendapatkan apresiasi yang positif dari seluruh anggota
organisasi. Banyak anggota organisasi yang berpandangan ia sebenarnya cukup layak untuk
menjabat sebagai salah seorang ketua departemen. Hingga tiba saatnya penataan ulang struktur
organisasi yang biasa dilakukan selama setahun sekali sebagai tindak lanjut dari hasil evaluasi
tahunan. Saat itu sebagian besar anggota merekomendasikan agar Rudi diberikan kepercayaan
memegang satu jabatan ketua departemen sosial karena dipandang memiliki kemampuan
komunikasi yang baik. Saat pimpinan organisasi “XYZ” menanyakan kesediaan Rudi, ia
menjawab, “Saya tidak mungkin menolak tugas organisasi, namun jika ada yang lain sebaiknya
jangan saya.” Pernyataan ini dianggap sang pemimpin sebagai kesanggupan, maka ia ditetapkan
sebagai Ketua Departemen Sosial.

Dua bulan berlalu, dan evaluasi tri wulan akan segera dilakukan. Tapi ada hal berbeda,
setelah menerima jabatan Ketua Departemen, prestasi Rudi secara hasil menurun drastis. Meski
selalu terlihat bekerja menjalankan tugasnya, namun hasil yang didapat tidak pernah mencapai
target. Anak buah Rudi juga sering mengeluhkan kepemimpinan Rudi di departemen. Setelah
mencari keterangan dari anggota yang lain, Pemimpin “XYZ” mendapatkan data bahwa kondisi
ini terjadi bukan karena Rudi tidak bertanggung jawab, tetapi dikarenakan ia merasa tidak
memiliki kemampuan menjadi seorang leader, ia lebih suka menjadi bawahan saja yang tinggal
melaksanakan tugas. Ia selalu kesulitan menyusun konsep strategi departemen, dan dalam rapat-
rapat departemen ia selalu mendiskusikannya dengan para anak buahnya. Pada awalnya hal ini
dipandang sebagai demokratis, tetapi kemudian diketahui ini adalah bagian dari kebingungannya.
Hasil rapat sering tidak jelas.

1. Analisis Gaya Kepemimpinan “Rudi”


Rudi mempunyai gaya kepemimpinan yaitu sebagai mentoring atau pembimbing, dapat
juga sebagai gaya demokratis, dimana pemimpin menuntut peran aktif anggotanya dalam
pengambilan keputusan. Setiap mengambil keputusan, pemimpin tidak akan
melakukannya secara sepihak sehingga terjadi musyawarah antara kedua belah pihak.
Gaya kepemimpinan Rudi cocok dengan yang disebutkan dilihat dari caranya yang selalu
mendiskusikan konsep dan strategi dengan para anak buahnya serta kemampuannya
terjun langsung ke bawahan. Namun, ia melakukan ini dikarenakan ia bingung mengenai
penyelesaian masalah dan pengonsepan sehingga ia memilih mendiskusikan hal tersebut
untuk mendapatkan hasil dan solusi dari anak buahnya. Dari ilustrasi di atas, terihat
bahwa Rudi merupakan pemimpin yang tidak percaya diri dan kurang berkharisma.
Sebagai pemimpin, ia masih membutuhkan training untuk membentuk jiwa
kepemimpinannya.
2. Analisis Masalah
Rudi yang awalnya saat menjadi karyawan dinilai bekerja dengan baik dan
memiliki kredibilitas tinggi, justru prestasinya menurun drastis setelah ia menjabat
menjadi Ketua Departemen Sosial. Ia sering kali tidak mencapai target dan hasil rapat
pun seringkali tidak jelas. Karena kebingungannya, ia juga akan mempengaruhi anak
buahnya. Sifat dari kepemimpinannya pun akan tertular kepada anak buahnya. Jika hal ini
dibiarkan, dikhawatirkan departemen yang dipimpin Rudi akan semakin menurun
performanya.
Jika dianalisis menurut Trait Theory atau Teori Bakat, yang menyatakan bahwa
pemimpin itu dilahirkan, bukan dibentuk, maka dapat disimpulkan bahwa Rudi memang
tidak dilahirkan sebagai seorang pemimpin. Ia tidak memiliki sifat bawaan yang
memungkinkannya untuk memimpin. Walaupun ia bertanggung jawab, prestasinya
menurun karena ia tidak memiliki kemampuan sebagai leader. Namun, menurut
Behavioral Theory, yang menyatakan bahwa pemimpin itu dapat dibentuk atau dilatih,
maka dapat disimpulkan bahwa Rudi sebenarnya mampu menjadi pemimpin jika Ia
mendapat training kepemimpinan yang baik. Atau mungkin, bakat kepemimpinan yang
dimiliki oleh Rudi belum muncul karena ia membutuhkan waktu lebih, terutama dalam
menumbukan kepercayaan diri dan ketegasan untuk menjadi pemimpin.
3. Penyelesaian Masalah
a) Mengadakan training kepemimpinan maupun seminar mengenai leadership.
● Dampak positif : Meningkatkan jiwa kepemimpinan Rudi. Diharapkan setelah
itu ia mengetahui bagaimana cara mengambil keputusan dengan tepat sehingga
ia tidak perlu bingung ketika akan mengambil keputusan. Ia juga akan dilatih
sebagai seorang pemimpin yang tegas agar ketika rapat memperoleh hasil yang
jelas. Ketegasan seorang pemimpin berguna agar ketika rapat memperoleh
hasil yang jelas. Kepelatihan ini juga berguna untuk membangun kepercayaan
diri Rudi sehingga ia dapat membuat konsep dan strategi dengan lebih berani,
serta membentuk dirinya menjadi seorang pemimpin yang berkarisma.
● Dampak Negatif : Pelatihan atau seminar-seminar tentunya akan membutuhkan
biaya. Untuk melakukan seminar atau pelatihan tentunya akan memangkas
anggaran dari perusahaan atau organisasi tersebut.
b) Saat pemilihan pemimpin seharusnya perusahaan atau organisasi tidak hanya melihat
dari prestasi dan kinerja seseorang. Mengetahui kepribadiannya (personality) juga
penting. Untuk mengetahuinya, dapat dilakukan melalui tes seperti MBTI (Myyers
Briggs Type Indcator) dan Big Five Model.
● Dampak Positif : Dari hasil tes dapat diketahui kepribadian seseorang tersebut,
apakah cocok sebagai seorang pemimpin atau tidak.
● Dampak Negatif : Kepribadian seseorang terkadang bisa berubah karena
beberapa faktor, salah satunya yaitu kondisi orang tersebut. Jadi, tes ini tidak
sepenuhnya akurat karena dalam pengisian tes juga dapat dipengaruhi mood
maupun emosi seseorang.

DAFTAR PUSAKA

Leadership-Central.com. (2018). Trait Theory. [online] Available at: http://www.leadership-


central.com/trait-theory.html#ixzz59FjqK22y [Accessed 9 Mar. 2018].

Leadership-Central.com. (2018). Trait Theory. [online] Available at: http://www.leadership-


central.com/trait-theory.html#ixzz59FjqK22y [Accessed 9 Mar. 2018].

Mindtools.com. (2018). The Leader-Member Exchange Theory: Getting the Best From all Team
Members. [online] Available at: https://www.mindtools.com/pages/article/leader-member-
exchange.htm[Accessed 9 Mar. 2018].

EduTriaL. (2012). Study Kasus : Gaya kepemimpinan. [online] Available at:


https://edutrial.wordpress.com/2012/04/22/study-kasus-gaya-kepemimpinan/. [Accessed 9 Mar.
2018].

Anda mungkin juga menyukai