Anda di halaman 1dari 26

III.

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1 Konsep Supply Chain (SC)


Supply Chain (rantai pasokan) adalah suatu kelembagaan yang
menyalurkan barang produksi dan jasanya kepada para pelanggannya. Rantai ini
juga merupakan jaringan atau jejaring dari berbagai organisasi yang saling
berhubungan yang mempunyai tujuan yang sama, yaitu sebaik mungkin
menyelenggarakan pengadaan atau penyaluran barang tersebut. Kata penyaluran
mungkin kurang tepat karena istilah supply meliputi juga proses perubahan barang
tersebut, misalnya dari bahan mentah menjadi barang jadi (Indrajit dan
Djokopranoto, 2002).
Dalam Tunggal (2008), Supply Chain terdiri atas 3 elemen yang saling
terikat satu sama lain, yaitu :
1. Struktur jaringan Supply Chain
Jaringan kerja anggota dan hubungan dengan anggota Supply Chain lainnya.
2. Proses bisnis Supply Chain
Aktivitas-aktivitas yang menghasilkan nilai keluaran tertentu bagi pelanggan.
3. Komponen manajemen Supply Chain
Variabel-variabel manajerial dimana proses bisnis disatukan dan disusun
sepanjang Supply Chain.
Pelaksanaan Supply Chain meliputi pengenalan anggota Supply Chain
dengan siapa dia berhubungan, proses apa yang perlu dihubungkan dengan tiap
anggota inti dan jenis penggabungan apa yang diterapkan pada tiap proses
hubungan tersebut. Tujuannya adalah memaksimalkan persaingan dan keuntungan
bagi perusahaan dan seluruh anggotanya, termasuk pelanggan akhir.
Dalam manajemen rantai pasokan terdapat enam faktor kunci manajemen
rantai pasokan dalam pengusahaan rantai pasokan yang optimal. Enam faktor
kunci tersebut antara lain :

1. Memfokuskan pada pelanggan dan konsumen.


2. Menciptakan dan membagi nilai.
3. Memperoleh produk yang tepat.
4. Memastikan proses logistik dan distribusi yang efektif.
5. Memiliki strategi informasi dan komunikasi.
6. Membangun hubungan yang efektif.
Enam prinsip kunci di atas digunakan untuk mengetahui cara pandang
anggota rantai pasokan terhadap rantai pasokan yang telah berjalan sehingga dapat
diidentifikasi bagian dalam rantai pasokan yang memerlukan perbaikan.
Perbaikan pada salah satu anggota rantai pasokan untuk memberikan perhatian
secara langsung meningkatkan penampilan keseluruhan rantai pasokan.

3.1.2 Struktur Jaringan Supply Chain


Menurut Tunggal (2008) anggota Supply Chain meliputi semua
perusahaan dan organisasi yang berhubungan dengan perusahaan utama baik
secara langsung maupun tidak langsung melalui supplier atau pelanggannya dari
point of origin hingga point of consumption. Primary members (anggota primer)
adalah semua perusahaan/unit bisnis strategik yang benar-benar menjalankan
aktivitas operasional dan manajerial dalam proses bisnis yang dirancang untuk
menghasilkan keluaran tertentu bagi pelanggan atau pasar. Secondary member
(anggota sekunder) adalah perusahaan-perusahaan yang menyediakan sumber
daya, pengetahuan, utilitas atau aset-aset bagi anggota primer di Supply Chain,
misalnya: agen-agen ekspedisi yang menyewakan truk, bank-bank yang memberi
pinjaman uang bagi retail, perusahaan-perusahaan yang menyediakan peralatan
produksi, pencetak brosur dan semua anggota yang tidak secara langsung
berpartisipasi atau memberi nilai tambah proses dari perubahan-perubahan
masukan menjadi keluaran untuk pelanggan akhir.
Perusahaan yang sama bertindak sebagai anggota primer maupun
sekunder, contohnya perusahaan OEM (Original Equipment Manufacturer) yang
membeli peralatan produksi pada seorang supplier. Sepanjang OEM membuat
produk baru dan berhubungan erat dengan supplier ini maka supplier termasuk
anggota primer, tapi bila ditinjau dari proses manajemen aliran produksinya,
karena penyediaan alat tidak secara langsung dengan sendirinya menambah nilai
pada keluaran proses, walaupun ada nilai tambah maka supplier termasuk anggota
sekunder. Melalui defenisi anggota primer dan sekunder diperoleh pengertian the
point of origin dari supply chain adalah titik dimana tidak ada supplier primernya.
24
Semua supplier adalah anggota sekunder, sedangkan point of consumption adalah
titik dimana tidak ada pelanggan utama.

3.1.3 Proses Bisnis Supply Chain


Bila dua perusahaan membina hubungan, aktivitas-aktivitas internal
mereka akan terhubung dan tersusun bersama di antara keduanya, sebagai contoh
aktivitas internal perusahaan dihubungkan dan mempengaruhi akitivitas internal
distributor dan sebaliknya juga dapat berhubungan dengan aktivitas retail.
Akhirnya, aktivitas retail berhubungan dan mempengaruhi pelanggan akhir.
Dengan demikian, keberhasilan Supply Chain Management memerlukan
perusahaan dalam fungsi individual untuk menyatukan aktivitas-aktivitas pada
proses bisnis inti supply chain dan mengkoordinasikannya.
Sebelum menguraikan proses bisnis inti supply chain yang terdiri dari
delapan proses, perlu ditambahkan keberhasilan supply chain management juga
memerlukan :
Dukungan sumber daya manusia, kepemimpinan dan komitmen untuk
berubah
Memahami sejauh mana perubahan yang diperlukan.
Menyetujui visi dan proses inti proses supply chain management.
Komitmen pada perlunya sumberdaya dan kekuasaan atau wewenang untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Berikuti ini akan diuraikan proses-proses bisnis inti supply chain management
menurut Tunggal (2008) :
1. Customer Relationship Management (CRM)
Langkah pertama SCM adalah mengidentifikasi pelanggan utama atau
pelanggan yang kritis dengan misi dagang perusahaan. Rencana bisnis adalah
titik awal identifikasi. Tim pelayanan pelanggan (customer service) membuat
dan melaksanakan program-program bersama, persetujuan produk dan jasa
ditetapkan pada tingkat kinerja tertentu untuk memenuhi kebutuhan
pelanggan. Untuk pelanggan baru, kembangkan komunikasi dan prediksi
yang lebih baik atas demand pelanggan. Lalu tim customer service bekerja
sama dengan pelanggan mengidentifikasi dan menghilangkan sumber-sumber
variabilitas demand. Terakhir para manager mempelajari evaluasi-evaluasi
25
untuk menganalisa pelayanan seperti apa yang akan diberikan pada pelanggan
tersebut juga keuntungan yang diperoleh.
2. Customer Service Managament (CSM)
Customer Service Managament merupakan sumber tunggal informasi
pelanggan yang mengurus persetujuan produk dan jasa. Customer service
memberitahukan pelanggan informasi mengenai tanggal pengiriman dan
ketersediaan produk melalui hubungannya dengan bagian produksi dan
distribusi. Pelayanan setelah penjualan juga diperlukan, intinya harus secara
efesien membantu pelanggan mengenai aplikasi dan rekomendasi produk.
3. Demand Management
Proses ini harus menyeimbangkan kebutuhan pelanggan dengan kemampuan
supply perusahaan, menentukan apa yang akan dibeli pelanggan dan kapan.
Sistem managament demand yang baik menggunakan data point-of-sale dan
data pelanggan inti untuk mengurangi ketidakpastian dan aliran yang
efisien melalui supply chain.
4. Customer Pesanan Fulfillment
Proses penyelesaian ini secara efektif memerlukan integrasi rencana kerja
antara produksi, distribusi dan transportasi. Hubungan dengan rekan kerja
yakni anggota primer supply chain dan anggota sekunder diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan pelanggan dan mengurangi total biaya kirim pelanggan.
5. Manufacturing Flow Management
Biasanya perusahaan memproduksi barang lalu dibawa kebagian distribusi
berdasarkan ramalan historik. Produk dihasilkan untuk memenuhi jadwal
produsksi. Seringkali produk yang salah mengakibatkan persedian yang tidak
perlu, meningkatkan biaya penanganan atau penyimpanan dan pengiriman
produk terhambat. Dengan Supply Chain Management, produk dihasilkan
berdasarkan kebutuhan pelanggan. Jadi barang produksi harus fleksibel
dengan perubahan di pasar. Untuk itu diperlukan kemampuan berubah secara
cepat untuk menyesuaikannya dengan variasi kebutuhan massal. Untuk
mencapai proses produksi tepat waktu dengan ukuran lot minimum, manager
harus berfokus apada biaya-biaya setup/perubahan yang rendah termasuk

26
merekayasa ulang proses, perubahan dalam desain produk dan perhatian pada
rangkaian produk.
6. Procurement
Membina hubungan jangka panjang dengan sekelompok supplier dalam arti
hubungan win-win relationship akan mengubah sistem beli tradisional.
Melibatkan supplier sejak tahap desain produk akan mengurangi siklus
pemgembangan produk dan juga koordinasi antara engineering, purchasing,
dan supplier pada tahap akhir desain. Untuk mempercepat transfer data dan
komunikasi, purchasing dapat menggunakan fasilitas EDC (Electronic Data
Change).
7. Pengembangan produk dan komersialisasi
Untuk mengurangi waktu masuknya produk ke pangsa pasar, pelanggan dan
supplier seharusnya dimasukkan kedalam proses pengembangan produk. Bila
siklus produk termasuk singkat maka produk yang tepat harus dikembangkan
dan diproduksi pada waktu singkat dan tepat agar perusahaan kuat bersaing.
Manager pengembangan produk dan komersialisasi sebaiknya :
- Mengkoordinasikan dengan CRM untuk mengidentifikasi kebutuhan-
kebutuhan pelanggan yang telah tertampung maupun yang belum
ditampung.
- Memilih material dan supplier yang berhubungan dengan bagian
procurement.
- Mengembangkan teknologi produksi dan aliran produksi untuk mengakses
kemampuan produksi dan integrasi ke dalam aliran supply chain yang
terbaik untuk penggabungan produk/pasar.
8. Retur
Proses manajemen retur yang efektif memungkinkan kita mengidentifikasi
produktivitas kesempatan memperbaiki dan menerobos proyek-proyek agar
dapat bersaing. Ketersediaan retur (return to availabe) adalah pengukuran
waktu siklus yang diperlukan untuk mencapai pengembalian aset (return on
asset) pada status yang digunakan. Pengukuran ini penting bagi pelanggan
yang memerlukan produk pengganti dalam waktu singkat bila terjadi produk

27
gagal. Selain itu, perlengkapan yang digunakan untuk scarp dan waste dari
bagian produksi diukur pada waktu organisasi menerima uang cash.
Ringkasnya, tujuan atau hasil dari proses SCM ini adalah :
- Mengembangkan team yang berfokus pada pelanggan sehingga dapat
memberikan persetujuan produk dan jasa yang menguntungkan kedua
belah pihak pada pelanggan penting secara strategik.
- Membuat kontak hubungan yang secara efesien menangani pertanyaan-
pertanyaan dari semua pelanggan.
- Secara terus menerus mengumpulkan, menyusun dan meng-update
permintaan pelanggan untuk menyesuaikan demand dengan supply.
- Mengembangkan sistem produksi fleksibel yang tanggap secara tepat pada
perubahan kondisi pasar.
- Mengatur hubungan supplier sehinga quick response dan perbaikan
berkesinambungan dapat berjalan lancar.
- Pengiriman pesanan tepat waktu dan waktu 100%
- Minimasi waktu siklus ketersediaan retur (return to avalaible).

3.1.4 Komponen-Komponen Supply Chain Management


Komponen-komponen manajemen bersifat kritis dan fundamental bagi
keberhasilan Supply Chain Management karena dibutuhkan untuk menunjukkan
dan menentukan bagaimana setiap jaringan proses disatukan dan disusun. Tingkat
integrasi dan manajemen sebuah jaringan proses bisnis merupakan fungsi dari
angka dan tingkat yang disusun dari rendah sampai yang tinggi dari komponen-
komponen manajemen yang ditambahkan ke jaringan. Penambahan komponen-
komponen atau peningkatan tingkat tiap komponen dapat meningkatkan tingkat
integrasi dari jaringan proses bisnis.
Rekayasa ulang proses bisnis dan hubungan buyer-supplier menganjurkan
diperbanyak kemungkinan komponen yang harus menerima perhatian manajerial
ketika mengatur hubungan Supply Chain. Tiap komponen dapat memiliki
beberapa subkomponen dimana kepentingannya dapat berubah-ubah sesuai
dengan proses yang sedang disusun, tetapi komponen-komponen utamanya
menurut Tunggal (2008) adalah:

28
1) Metode perencanaan dan pengendalian
2) Struktur aliran kerja/aktivitas kerja
3) Struktur organisasi
4) Struktur fasilitas aliran komunikasi dan informasi
5) Struktur aliran produk
6) Metode manajemen
7) Struktur wewenang (power) dan kepemimpinan (leadership)
8) Struktur risiko dan reward
9) Budaya dan sikap
Metode Perencanaan dan Pengendalian
Perencanaan dan pengendalian operasi merupakan kunci untuk menuntun
organisasi atau Supply Chain ke arah yang diinginkan. Perencanaan yang meliputi
banyak aspek akan berpengaruh penting pada keberhasilan Supply Chain.
Walaupun komponen-komponen yang berbeda dapat ditekankan pada waktu yang
berbeda selama siklus pelaksanaan Supply Chain, tetapi dengan adanya
perencanaan, pelaksanaannya akan melebihi tahap-tahap tersebut. Aspek
pengendalian sendiri berfungsi sebagai kinerja pengukuran terbaik untuk
mengukur keberhasilan Supply Chain.
Struktur Aliran kerja/Aktivitas Kerja
Struktur aliran kerja/aktivitas kerja menunjukkan bagaimana perusahaan
menyampaikan tugas-tugas dan aktivitas-aktivitasnya. Tingkat integrasi proses-
proses yang melalui Supply Chain merupakan pengukuran struktur organisasi.
Struktur Organisasi
Struktur organisasi dapat berdasarkan perusahaan individu dan Supply
Chain. Kegunaan dari tim cross-functional menyarankan suatu pendekatan proses.
Bila tim ini melewati perbatasan organisasi, misalnya personil supplier dalam
pabrik, Supply Chain tersebut seharusnya menjadi lebih bersatu.
Struktur Fasilitas Aliran Komunikasi dan Informasi
Struktur fasilitas aliran informasi memiliki pengaruh yang kuat pada
keefesienan Supply Chain dan merupakan komponen utama yang menyatukan
sebagian atau seluruh bagian Supply Chain.

29
Struktur Fasilitas Aliran Produk
Struktur fasilitas aliran produk berhubungan dengan jaringan struktur
sourcing, produksi dan distribusi Supply Chain. Dengan pengurangan persediaan,
lebih sedikit gudang yang dibutuhkan. Persediaan memang diperlukan dalam
sistem, tetapi penyimpanan sejumlah persediaan pada bagian tertentu kadang-
kadang bisa tidak proporsional. Bila persediaan barang belum jadi atau barang
setengah jadi lebih murah daripada persediaan barang jadi, anggota-anggota
upstream akan lebih banyak terbebani. Rasionalnya jaringan Supply Chain telah
melibatkan seluruh anggota.
Pokok persoalan struktur produk termasuk bagaimana mengkoordinasi
perkembangan produk baru, yaitu melalui Supply Chain dan portfolio produk.
Kekurangan koordinasi dalam perkembangan produk baru dapat mengakibatkan
ketidakefesienan dalam produksi, tetapi juga berisiko atas pemberian informasi
yang tidak tepat. Kerumitan produk akan mempengaruhi jumlah supplier atas
komponen-komponen yang berbeda dan tantangan dari penyatuan Supply Chain.
Metode Manajemen
Metode manajemen meliputi filosogi perusahaan dan teknik manajemen.
Sulit untuk menyatukan struktur organisasi top-down dengan struktur bottom-up.
Tingkat keterlibatan manajemen dalam operasi sehari-hari dapat berbeda antar
anggota Supply Chain.
Struktur Wewenang dan Kepemimpinan
Struktur wewenang dan kepemimpinan melalui Supply Chain akan
mempengaruhi formatnya. Satu pemimpin yang kuat akan mengendalikan arah
Supply Chain. Selama ini oleh ada satu atau dua pemimpin yang kuat di antara
perusahaan-perusahaan karena latihan atau kekurangan tenaga akan
mempengaruhi tingkat komitmen dari anggota-anggota Supply Chain lainnya.
Sharing Risiko dan Reward
Antisipasi dari sharing risiko dan reward melalui Supply Chain
mempengaruhi komitmen jangka panjang anggota-anggotanya. Pemecatan pada
suatu supplier menunjukkan komitmen perusahaan/lembaga kepada supplier
lainnya dan keberadaan dari anggota Supply Chain lainnya.

30
Budaya dan Sikap
Menghubungkan budaya dan sikap-sikap individu memerlukan waktu,
tetapi diperlukan beberapa tingkat Supply Chain sebagai jaringan yang
terkoordinasi. Aspek-aspek budaya meliputi bagaimana pegawai dihargai dan
digabungkan ke dalam manajemen dari perusahaan tersebut.
Rancangan Supply Chain (Supply Chain Design)
Manajemen suatu perusahaan seharusnya terlibat dalam proses rancangan
Supply Chain saat sedang memperkenalkan produk baru atau ketika keberadaan
Supply Chain mengecewakan. Proses rancangan Supply Chain menurut Tunggal
(2008) :
1. Membuat tujuan Supply Chain
2. Merumuskan strategi Supply Chain
3. Menentukan alternatif struktur Supply Chain
4. Mengevaluasi alternatif struktur Supply Chain
5. Memilih struktur Supply Chain
6. Menentukan alternatif untuk anggota-anggota individu Supply Chain
7. Mengevaluasi dan memilih anggota-anggota individu Supply Chain
8. Mengukur dan mengevaluasi hasil Supply Chain
9. Mengevaluasi alternatif Supply Chain bila kinerja tujuan tidak tercapai
atau terdapat pilihan-pilihan baru yang lebih menarik.
Perspektif Pengusaha
Pengusaha memiliki kekuatan pasar bila pelanggan membeli produknya.
Pada kasus ini, retail dan pedagang grosir akan merasa khawatir terhadap pasar,
bisa jadi karena keberadaan pengusaha baru dan produk-produk baru yang akan
turut bersaing menarik pelanggan juga. Dengan meningkatnya penggabungan
pengusaha, pedagang grosir, dan retail baik nasional maupun global akan
menghasilkan kekuatan pada retail bila mereka telah mengakses sejumlah besar
konsumen. Penggabungan pengusaha menghasilkan pengurangan sekumpulan
supplier global yang memproduksi barang-barang ke para konsumen.
Pengusaha kecil kurang dikenal akan menemukan kesulitan menarik
anggota Supply Chain baik untuk keberadaannya di pasaran maupun penawaran
produk baru. Misalnya terlihat dari seorang pengusaha yang memiliki kekurangan

31
kekuatan pasar ketika memasuki negosiasi Supply Chain. Selain itu, finansial juga
menentukan kemampuan seorang pengusaha untuk menampilkan fungsi-fungsi
marketing secara internal, sedangkan pengusaha-pengusaha kecil umumnya tidak
mampu menyalurkan secara langsung kepada retail atau secara geografis
mengedarkan pada pelanggan pelanggan industri, oleh karena itu harus
bergantung pada pedagang-pedagang grosir. Tambahan lagi, pada beberapa lokasi
yang menerima perantara tidak tersedia di beberapa jalur perdagangan. Bahkan
pengusaha dari full line produk yang secara geografis telah menghimpun para
pelanggan juga menemukan saluran langsung yang kurang menguntungkan
dibandingkan saluran tidak langsung untuk beberapa produk dan pelanggan.
Perspektif Pedagang Grosir (The Wholesalers Perspective)
Kekuatan pedagang grosir lebih besar bila retailer memesan sejumlah
kecil dari tiap produk pengusaha atau beberapa pengusaha yang terlibat telah
membatasi sumber-sumber finansial. Untuk beberapa produk seperti peralatan
Whirlpool, perhiasan dan pakaian, harga per unit dan batas marjin akan cukup
besar bila pengusaha menjual langsung kepada para retail, walapun item terjual
untuk retailer sedikit, tetapi para pengusaha dari item-item low-value atau low-
margin seperti rokok dan beberapa jenis item makanan akan memperoleh
keuntungan walaupun hanya menjual melalui pedagang grosir, meskipun setiap
retail dapat memesan dalam kuantitas yang relatif besar.
Kekuatan finansial pedagang grosir dan distributor menentukan jumlah
pelayanan yang dapat mereka berikan. Setiap pelayanan menunjukkan kesempatan
yang menguntungkan selain risiko dan biaya yang berhubungan. Kehadiran dan
ketidakhadiran perusahaan-perusahaan lain yang menawarkan pelayanan yang
sama mempengaruhi kekuatan pasar dari pedagang grosir secara individu. Secara
tradisional para pedagang grosir telah bersifat kedaerahan dalam lapangan.
Persperktif Retail
Retail muncul ketika mereka menyediakan bermacam-macam produk
penting, ketersediaan produk, harga dan image pada pasar geografik yang telah
ditentukan. Tingkat preferensi pelanggan (kesetiaan dikarenakan jasa pelanggan
dan kinerja harga/nilai) yang dinikmati retail secara langsung mempengaruhi
kemampuannya untuk bernegosiasi dengan anggota Supply Chain lainnya.

32
Kecakapan finansial dan ukuran retail juga menentukan tingkat pengaruhnya pada
anggota-anggota lainnya.
3.1.5 Persyaratan Penerapan Supply Chain Management
Sebagai suatu konsep yang melibatkan banyak pihak sebagai mata rantai,
supply chain management menuntut beberapa persyaratan yang tidak hanya
terkait dengan material, tetapi juga informasi. Syarat utama dari penerapan supply
chain management tentunya dukungan manajemen. Manajemen semua level dari
strategis sampai operasional harus memberikan dukungan mulai dari proses
perencanaan, pengorganisasian, koordinasi, pelaksanaan, sampai pengendalian.
Selain dukungan manajemen, syarat lain merupakan syarat yang
melibatkan faktor eksternal yaitu pemasok dan distributor. Sebelum membangun
komitmen dan melaksanakan kontrak kerja dengan para pemasok, maka
perusahaan terlebih dahulu harus melaksanakan evaluasi pemasok. Sebagi catatan,
melaksanakan evaluasi pemasok untuk pemasok yang bermain dalam pasar yang
monopoli tentunya sulit dan tidak bisa dilaksanakan, sehingga yang perlu
dilakukan untuk kondisi ini adalah membangun kemitraan dalam suatu
kesepakatan.
Evaluasi pemasok dilakukan apabila untuk material yang sama dapat
diperoleh lebih dari satu alternatif pemasok. Setidaknya ada tiga kriteria dalam
melakukan evaluasi pemasok, yaitu: keadaan umum pemasok, keadaan pelayanan,
dan keadaan material. Beberapa contoh indikator dari setiap kriteria evaluasi
pemasok adalah sebagai berikut (Gaspersz, 2002):
1. Keadaan umum pemasok
a. Ukuran atau kapasitas produksi
b. Kondisi finansial
c. Kondisi operasional
d. Fasilitas riset dan desain
e. Lokasi geografis
f. Hubungan dagang antar industri
2. Keadaan pelayanan
a. Waktu penyerahan material
b. Kondisi kedatangan material

33
c. Kuantitas pemesanan yang ditolak
d. Penanganan keluhan dari pembeli
e. Bantuan teknik yang diberikan
f. Informasi harga yang diberikan
3. Keadaan material
a. Kualitas material
b. Keseragaman material
c. Jaminan dari pemasok
d. Keadaan pengepakan (pembungkusan)
Dari ketiga kriteria tersebut, bobot (berdasarkan tingkat kepentingan) yang
terbesar diberikan pada kriteria keadaan material, karena keadaan material akan
mempengaruhi kinerja fungsi produksi dan operasi khususnya kualitas produk,
selanjutnya dilakukan penilaian untuk setiap indikator dan dihitung total skor-nya.
Syarat berikutnya adalah pemilihan distributor sebagai perantara produk
perusahaan sampai ke tangan konsumen akhir. Intensitas saluran distribusi yang
ideal bagi suatu perusahaan adalah bagaimana menyajikan jenis produk secara
luas dalam pemuasan kebutuhan konsumen. Penggunaan distributor yang terlalu
sedkit dapat membatasi penyebaran jenis produk dalam aktivitas pemasaran.
Sebaliknya, penggunaan distributor yang terlalu banyak dapat mengganggu brand
image dalam posisinya berkompetisi. Satu kunci yang penting dalam mengelola
saluran distribusi adalah menentukan berapa banyak saluran distribusi yang
dikembangkan serta membentuk suatu pola kemitraan yang menunjang pemasaran
suatu produk dalam area pemasaran tertentu.
Satu lagi persyaratan yang penting dalam penerapan supply chain
management adalah transparansi arus informasi. Untuk dapt mendukung arus
informasi yang transparan dari seluruh mata rantai yang terlibat dalam supply
chain management diperlukan komitmen (dapat dicapai melalui kemitraan dan
kesepakatan) disertai dengan ketersediaan database. Konsep database yang
dimaksud dalam hal ini bukan hanya kumpulan data yang dikelola dan
dikendalikan secara terpusat, melainkan data tersebut harus memenuhi lima
kriteria sebagai berikut :

34
1. Ketersediaan, kapanpun diperlukan harus tersedia disertai dengan
kemudahan akses.
2. Kemampuan dipergunakan untuk berbagi kebutuhan terkait
3. Kemampuan data untuk selalu berkembang dalam konteks yang efektif
4. Jumlah data tidak tergantung kondisi fisik penyimpan data (penyimpan
data yang harus menyesuaikan jumlah data)
5. Konsistensi dan validitas data
3.1. 6 Tantangan Penerapan Supply Chain Management
Meskipun supply chain management memiliki banyak manfaat dalam
menjalankan sistem produksi dan operasi di perusahaan, tetapi ada beberapa
tantangan yang harus dihadapi dan disikapi oleh perusahaan apabila akan
menerapkannya. Tantangan yang pertama berasal dari lingkungan makro dan juga
lingkungan eksternal. Misalnya saja trend perekonomian global yang
menunjukkan adanya kecenderungan inflasi, khususnya di Indonesia. Hal ini
disebabkan karena persaingan di tingkat global memang sangat meningkat. Selain
itu juga kecenderungan perilaku konsumen yang menunjukkan sikap terlalu rumit
dan banyak menuntut. Faktor eksternal lain adalah perkembangan teknologi.
Perkembangan teknologi yang terkait dengan teknologi informasi sedapat
mungkin diadaptasi oleh perusahaan-perusahaan yang menerapkan supply chain
management sehingga dapat mengelola informasi yang bergerak sangat cepat
untuk menanggapi perpindahan produk, sehingga sangat perlu bagi perusahaan
yang menerapkan supply chain management untuk memiliki peralatan fungsional
seperti (Watanabe, 2001):
1. Demand management / forecasting
2. Advanced planning and scheduling
3. Transportation management
4. Distribution and deployment
5. Production planning
6. Available to promise
7. Supply Chain Modeler
8. Optimizer (Linier programming, non linier programming, heuristic, dan
genetic algorithm)

35
Demand management/forecasting
Perangkat peralatan dengan menggunakan teknik-teknik peramalan secara
statistik. Perangkat ini dimaksudkan untuk mendapatkan hasil peramalan
yang lebih akurat.
Advanced planning and schedulling
Suatu peralatan dalam rangka menciptakan taktik perencanaan, jangka
menengah dan panjang berikut keputusan-keputusan menyangkut sumber
yang harus diambil dalam rangka melengkapi jaringan supply.
Transportation management
Suatu fungsi yang berkaitan dengan proses pendistribusian produk dalam
supply chain.
Distribution and deployment
Suatu alat perencanaan yang menyeimbangkan dan mengoptimalkan jaringan
distribusi pada waktu yang diperlukan. Dalam hal ini, Vendor Managed
Inventory dijadikan pertimbangan dalam rangka optimalisasi.
Production planning
Perencanaan produksi dan jadwal penjualan menggunakan taraf yang dinamis
dan teknik yang optimal.
Available to-promise
Tanggapan yang cepat dengan mempertimbangkan alokasi, produksi dan
kapasitas transportasi serta biaya dalam keseluruhan rantai supply.
Supply chain modeler
Perangkat dalam bentuk model yang dapat digunakan secara mudah guna
mengarahkan serta mengontrol rantai supply. Melalui model ini, mekanisme
kerja dari konsep supply chain dapat diamati.
Optimizer
The optimizer ibarat jantung dari sistem supply chain management. Dalamnya
terkandung: linear & integer programming, non-linear programming,
heuristics and genetic algorithm. Genetic algorithm adalah suatu computing
technology yang mampu mencari serta menghasilkan solusi terbaik atas
jutaan kemungkinan kombinasi atas setiap parameter yang digunakan.

36
Selain tantangan-tantangan tersebut, tantangan yang juga sering dihadapi
khususnya negara berkembang adalah masalah infrastruktur termasuk birokrasi
yang rumit. Masalah ini akan memberikan dampak yang signifikan terhadap
tantangan supply chain management yang lain, yaitu teknologi informasi.
Di sisi lain, ada juga tantangan yang dapat digolongkan dalam lingkungan
mikro atau di lingkungan perusahaan itu termasuk stakeholdernya. Mengingat
sebuah rantai supply chain terdiri dari aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh
beberapa perusahaan, maka pengelolaannya tidak mudah. Kompleksitas
permasalahan meningkat dengan cepat begitu pertimbangan-pertimbangan aliran
produk dan informasi dilihat dalam lingkungan keseluruhan supply chain dari
ujung hulu ke ujung hilir. Karena kompleksnya permasalahan pengelolaan
tersebut, banyak sekali tantangan yang bisa mengakibatkan kegagalan pengelolaan
sebuah supply chain.
Lee & Bilington (1992) mendeskripsikan 14 tantangan yang harus
diperhatikan dalam supply chain management, yaitu:
1. Pengukuran kinerja yang tidak terdefinisikan dengan baik, setiap channel
menentukan ukuran sendiri-sendiri, dan tidak ada perhatian untuk membuat
joint matrics yang mengukur kinerja rantai secara keseluruhan.
2. Customer service tidak didefinisikan dengan jelas, tidak ada pengukuran
terhadap kelambatan respon dalam pelayanan, dan sebagainya.
3. Status data pengiriman yang tidak akurat dan sering terlambat.
4. Sistem informasi tidak efisien.
5. Dampak ketidakpastian diabaikan.
6. Kebijakan inventori terlalu sederhana, faktor-faktor ketidakpastian tidak
diperhitungkan dalam pembuatan kebijakan-kebijakan tersebut, kadang-
kadang terlalu statis dan generik.
7. Diskriminasi terhadap internal customer. Prioritasnya rendah, service
levelnya tidak terukur, sistem insentifnya tidak tepat.
8. Koordinasi antar aktivitas supply, produksi, dan pengiriman tidak bagus.
9. Analisis metode-metode pengiriman tidak lengkap, tidak ada pertimbangan
efek persediaan dan waktu respon.
10. Definisi ongkos-ongkos persediaan tidak tepat.

37
11. Ada kendala komunikasi antar organisasi.
12. Perancangan produk maupun proses tidak memperhitungkan konsep supply
chain.
13. Perancangan dan operasional supply chain dibuat secara terpisah.
14. Supply chain tidak lengkap, fokusnya sering hanya pada operasi internal saja,
tidak bisa membedakan antara immediate customers dengan end
customers.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, terlebih dahulu perusahaan harus
melakukan perbaikan dan membangun komitmen di lingkungan internal
perusahaan tersebut, baru kemudian membangun kemitraan dan komitmen dengan
mata rantai lain di lingkungan eksternal. Satu hal yang juga penting dalam
mengatasi tantangan untuk penerapan supply chain management adalah mengelola
informasi dalam sebuah sistem yang harus mendukung proses pengambilan
keputusan di wilayah penerapan supply chain management.

3.1.7 Rekayasa Ulang Perbaikan Pada Supply Chain


Teknik rekayasa ulang (reengeneering) merupakan sebuah proses yang
ditujukan pada perubahan produksi yang berubah secara cepat. Michael Hammer
dan James Champy dalam Tunggal (2008) mendefenisikan sebagai pemikiran
kembali yang fundamental dan rancangan ulang yang radikal dari proses bisnis
untuk mencapai perbaikan yang dramatis dalam ukuran jaman sekarang yang
kritis dari kinerja seperti biaya, kualitas pelayanan, dan kecepatan. Tiga tahap
dalam proses rekayasa ulang:
1. Penemuan fakta
2. Pengidentifikasian area-area untuk perbaikan menuju proses desain ulang
bisnis
3. Perbaikan-perbaikan yang kreatif
Tahap-tahap fakta merupakan pengujian terhadap sistem-sistem mutakhir,
prosedur-prosedur dan aliran-aliran pekerjaan. Kuncinya adalah menempatkan
fakta-fakta yang terkumpul pada tahap pertama, tim rekayasa ulang
mengidentifikasi bagian-bagian yang akan diperbaiki. Tim tersebut menganalisa
dimana nilai ditambahkan untuk pelangan akhir dengan perhatian khusus dalam
batas kontak pelanggan dan transfer informasi produk yang selama ini belum
38
efektif atau belum efisien. Setelah identifikasi, tim rekayasa ulang memasuki
tahap kreatif proses perancangan ulang bisnis dan aliran informasi. Hasilnya
secara fundamental mengubah sifat dasar kerja dan kinerjanya.

Mission Statement

Business Requirements

Asses :
1. Culture
2. Strategies
3. Practices
4. Processes

Not acceptable

Business Requirements

Partnership Organization Human Information


Structure Resource System
Capabilities

New enterprise design


for integrated process

New enterprise design


for integrated process

Sumber : Douglas M.Lambert Larry C. Guinipero, and Gary J. Ridenhower, Supply


Chain Management : A Key to Achieving Business Exllence in the 21st
century, unpublished manuscript (1998) dalam Tunggal (2008)

Gambar 1. Flowchart Proses Rekayasa Ulang Supply Chain Management

39
Bagan arus (flow chart) pada Gambar 1 memberikan gambaran umum
proses rekayasa ulang. Organisasi harus fokus pada pernyataan misi perusahaan.
Pernyataan misi tersebut menjalankan kebutuhan bisnis dalam organisasi.
Selanjutnya penilaian yang lengkap berdasarkan budaya, strategi, praktik-praktik
bisnis dan proses-proses perusahaan.
Bila proses ini diterima, manajemen melaksanakan solusi bisnisnya
melalui Supply Chain. Biasanya perbaikan-perbaikan dibutuhkan pada salah satu
bagian untuk meningkatkan kinerja Supply Chain, sebagai contoh rekayasa ulang
microcar Mercedez Benz, yang berdasarkan prinsip-prinsip sistem supply.
Rekayasa ulang dari proses tersebut menghasilkan perwakilan lebih aktivitas-
aktivitas rancangan kepada supplier, mengurangi jumlah keahlian teknik dan
tenaga kerja pada pengusaha utama. Hasilnya adalah menyalurkan keuntungan
dari keefesienan ini pada pelanggan dalam bentuk nilai yang meningkat.
Implementasi Supply Chain Management Terintegrasi
Tantangan yang paling besar Supply Chain Management adalah integrasi.
Yang dimaksud dengan integrasi disini bukan dalam satu perusahaan saja, tetapi
melebihi antara perusahaan sendiri dengan perusahaan di hulu dan di hilir.
Integrasi ini tidak menyangkut kepemilikan ataupun dominisasi tertentu, tetapi
merupakan penggabungan perusahaan dan kegiatan melalui informasi. Kegiatan
Supply Chain Management telah sangat berubah berkat pengembangan dan
penggunaan teknologi informasi. Integrasi Supply Chain Management
mengimplikasikan integrasi proses, yang berarti kerja sama yang erat antara
pembeli dan pemasok, pengembangan produk secara bersama, pengembangan
sistem yang sama, dan saling berbagi informasi.
Pelaksanaan Supply Chain Management membutuhkan perubahan fokus
organisasi dari fungsi ke proses. Gambar 2 mengilustrasikan bagaimana masing-
masing enam fungsi inti ini dipetakan dengan tujuh proses inti, sebagai contoh
dalam proses manajemen hubungan pelanggan, penjualan dan pemasaran
menyediakan keahlian perhitungan manajemen, engineering memberikan
spesifikasi yang mendefenisikan kebutuhannya, logistik menyediakan informasi
kebutuhan pelayanan pelanggan, produksi menyediakan stratgei produksi,
purchasing menyediakan strategi sourcing, dan keuangan serta akuntasi

40
memberikan laporan profitabilitas pelanggan. Kebutuhan-kebutuhan customer
service harus digunakan sebagai masukan-masukan produksi, sourcing dan
strategi-strategi logistik.
Jika mekanisme koordinasi yang pantas tidak ditempatkan melalui
berbagai fungsi, proses tersebut akan menjadi tidak efektif atau tidak efesien.
Dengan berfokus pada proses, semua fungsi yang menyentuh produk atau
menyediakan informasi harus bekerja bersama, sebagai contoh data
penjualan/pemasaran hidup melalui jadwal produksi yang digunakan untuk
menilai tingkat pesanan spesifik dan pengaturan waktu dari kebutuhan. Pesanan-
pesanan ini menjalankan kebutuhan produksi yang pada gilirannya adalah
meneruskan upstream ke supplier. Peningkatan kegunaan outsourcing telah
mempercepat kebutuhan untuk mengkoordinasi proses-proses Supply Chain. Oleh
karena organisasi menjadi lebih tergantung pada supplier luar, mekanisme
koordinasi harus dikembangkan dalam organisasi.

Typical funtional Sales and Finance and


Technical Logistics Manufacturing Purchasing
Business Process marketing accounting
Account Requierments Requierments Manufacturin Sourcing Customer
CRM
management defenitions defenitions g stratgey strategy Profitability
Account Technical Performance Coordination Priority
CSM Cost to serve
administration service specification execution assessment
Suppliers

Customers
Demand Process Network Capability Trade off
Demand management Sourcing
planning requierments planning planning analysis
Enviromental Distribution Selected Distribution
Order fulfillment Special order Plant direct
requirements management Supplier (s) cost
Manufacturing flow Packaging Process Prioritization Production Integrated Manufacturing
management Specifications stability criteria planning supply cost
Material Integrated Supplier
Procurement Order booking Inbound flow Material cos
specification planning management

Product development Movement Process Material


Business plan Product Design R&D cost
and commercialization requirement specifications Specifications
Information architecture, database strategy, information visibility

Sumber : Douglas M.Lambert. Larry C.Guinipero, and Gary Riderhower, Supply


Chain Management : A key to achieving Business Excellence in the
21st Century, unpublished manuscript (1998) dalam Tunggal (2008).

Gambar 2. Implementasi Supply Chain Management

3.1.8 Identifikasi Anggota Rantai Pasokan


Pelaksanaan supply chain management meliputi pengenalan anggota rantai
pasokan dengan siapa dia berhubungan, proses apa yang perlu dihubungkan

41
dengan tiap anggota inti dan jenis penggabungan apa yang diterapkan pada tiap
proses hubungan tersebut. Tujuannya adalah memaksimalkan persaingan dan
keuntungan bagi perusahaan dan seluruh anggotanya, termasuk pelanggan akhir.
Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2002), rantai pasokan terdiri dari lima
kelembagaan utama yaitu suppliers, manufacture, distributor, retail outlets, dan
customers.
Rantai 1 : Suppliers
Jaringan bermula dari suppliers, yang merupakan sumber penyedia bahan
pertama dimana rantai penyaluran barang akan dimulai. Bahan pertama ini dapat
juga dalam bentuk bahan baku, bahan mentah, bahan penolong, bahan dagangan,
sub suku cadang, suku cadang, dan sebagainya.
Rantai 1 2 : Suppliers Manufacturer
Rantai pertama dihubungkan dengan rantai kedua, yaitu manufaktur yang
melakukan pekerjaan membuat, mempabrikasi, merakit, mengkonversikan,
ataupun menyelesaikan barang (finishing). Hubungan dengan rantai pertama
tersebut sudah mempunyai potensi untuk melakukan penghematan.
Rantai 1 2 3 : Suppliers Manufacturer Distributor
Barang sudah jadi yang dihasilkan oleh pabrik sudah mulai disalurkan
kepada pelanggan. Walaupun tersedia banyak cara untuk penyaluran barang ke
pelanggan, yang umumnya adalah melalui distributor dan ini biasanya ditempuh
oleh sebagian besar rantai pasokan. Barang dari pabrik melalui gudangnya
disalurkan ke gudang distributor dalam jumlah besar, dan pada waktunya
pedagang besar menyalurkan dalam jumlah yang lebih kecil kepada retailer.

Rantai 1 2 3 4 : Suppliers Manufacturer Distributor Retail Outlets


Pedagang besar biasanya mempunyai fasilitas gudang sendiri atau juga
dapat menyewa dari pihak lain. Gudang ini digunakan untuk menimbun barang
sebelum disalurkan ke pihak pengecer. Sekali lagi di sini ada kesempatan untuk
memperoleh penghematan dalam jumlah persediaan dan biaya gudang, dengan
cara melakukan desain kembali pola-pola pengiriman barang baik dari gudang
pabrik maupun ke toko pengecer (retail outlets).

42
Rantai 1 2 3 4 5 : Suppliers Manufacturer Distributor Retail
Outlets Custumers

Retailers menawarkan barangnya langsung kepada pelanggan atau


pembeli atau pengguna barang tersebut. Yang termasuk outlets adalah toko,
warung, toko serba ada, pasar swalayan, toko koperasi, mal, club stores, dan
sebagainya.

3.1.9 Analisis Pengambilan Keputusan


Pada dasarnya proses pengambilan keputusan adalah memilih suatu
alternatif. Dalam memilih suatu alternatif diharapkan seoptimal mungkin
didasarkan pada fakta-fakta dan kemudian menyusunnya dalam sebuah kerangka
yang logis sehingga mampu menghasilkan keputusan yang rasional dan efektif.
Ada beberapa cara yang dapat digunakan dalam pengambilan ketupusan, salah
satunya dengan menggunakan metode Proses Hirarki Analitik (PHA).
Thomas L. Saaty (1993) pertama kali mengembangkan suatu model
pengambilan keputusan pada tahun 1970-an yang dikenal dengan Proses Hirarki
Analitik (PHA). Proses Hirarki Analitik (PHA) adalah suatu model yang luwes
yang memberikan kesempatan bagi perorangan atau kelompok untuk
membangaun gagasan-gagasan dan mendefinisikan persoalan dengan cara
membuat asumsi mereka masing-masin dan memperoleh pemecahan yang
diinginkan.
Proses Hirarki Analitik memberikan suatu kerangka. Kerangka ini
memungkinkan dalam pengambilan keputusan yang efektif atas persoalan
kompleks dengan jalan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan
keputusan. Pada dasarnya, metode PHA ini memecah-mecah suatu situasi yang
kompleks, tak terstruktur, ke dalam bagian-bagian komponennya; menata bagian
atau variabel ke dalam suatu susunan hirarki; memberi nilai numerik pada
pertimbangan subjektif tentang relatif pentingnya setiap variabel; dan mensintesis
berbagai pertimbangan ini untuk menetapkkan variabel mana yang memiliki
prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi
tersebut.
Proses Hirarki Analitik memiliki kekuatan yang terletak pada
rancangannya yang bersifat bolistik yang menggunakan logika, pertimbangan
43
berdasarkan intuisi, data kuantitatif dan preferensi kualitatif. PHA merupakan
suatu model yang fleksibel dan memberikan gagasan-gagasan dan mendefinisikan
persoalan dengan cara membuat asumsi mereka masing-masing dan memperoleh
pemecahan yang diinginkan darinya. Model ini dirancang untuk lebih menampung
sifat alamiah manusia dibanding memaksa manusia ke cara berpikir yang
mungkin justru berlawanan dengan hati nurani (Saaty, 1993).
Terdapat tiga prinsip dasar yang digunakan untuk memecahkan persoalan
dalam metode Proses Hirarki Analitik, yaitu:
1. Prinsip menyusun secara hirarki, yaitu memecah-mecah persoalan menjadi
elemen-elemen yang terpisah-pisah
2. Prinsip menetapkan prioritas, yaitu menentukan peringkat elemen-elemen
menurut relatif pentingnya.
3. Prinsip konsistensi logis, yaitu menjamin bahwa semua elemen dikelompokkan
secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan kriteris yang
logis.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional


Setiap perusahaan atau lembaga sebenarnya tanpa sadar telah menjalankan
aktifitas kegiatan supply chain di perusahaannya begitu juga yang ada di Lembaga
Pertanian Sehat, tetapi terkadang kegiatan tersebut tidak dikelola dengan baik
sehingga kegiatan tersebut mengakibatkan borosnya biaya yang dikeluarkan
dalam menjalankan kegiatan-kegiatan yang termasuk dengan kegiatan supply
chain. Agar perusahaan selalu dapat memimpin dalam berkompetisi di pasaran,
cara-cara baru yang lebih inovatif perlu ditemukan atau dikembangkan. Seiring
dengan menyebarnya konsep-konsep Supply Chain Management di dunia industri
baik industri manufaktur atau jasa. Untuk itu perlu dilakukan proses flowchart
supply chain management di perusahaan agar mendapatkan pola baru dalam
proses integrasi bisnisnya yang sesuai di perusahaannya. Diharapkan dari pola
yang baru tersebut Lembaga Pertanian Sehat dapat sukses bersaing di bisnis beras,
terutama beras sehat atau beras organik.
Proses flowchart supply chain management yang terdapat pada Gambar 1
pada awalnya adalah menentukan misi atau tujuan seperti apa yang diharapkan. Di
Lembaga Pertanian Sehat Tujuan yang ingin diharapkan ada dua, yaitu :
44
1. Mendapatkan Jalur distribusi yang Efisien
2. Mempertahankan Kualitas Beras.
Setelah tujuan seperti apa yang diharapkan dibuat langkah selanjutnya adalah
melakukan penentuan faktor-faktor yang mempengaruhi dari tujuan-tujuan
tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi merupakan terapan peralatan
fungsional seperti :
1. Demand management / forecasting
2. Advanced planning and scheduling
3. Transportation management
4. Distribution and deployment
5. Production planning
6. Available to promise
7. Supply Chain Modeler
Dari terapan peralatan fungsional di atas ada faktor yang tidak digunakan karena
disesuaikan dengan keadaan yang ada pada Lembaga Pertanian Sehat dengan
melihat kegiatan pengadaan produk dan jasa sebagai permasalahan yang lebih luas
yang terbentang sejak pembelian bahan baku sampai dengan barang jadi
diproduksi yang pada akhirnya digunakan oleh konsumen.
Terapan-terapan peralatan fungsional tersebut dibagi dalam enam garis
besar yang dijadikan faktor-faktor yang mempengaruhi dari tujuan Lembaga
Pertanian Sehat dalam melakukan kegiatan Supply Chain Management di
lembaganya. Beberapa faktor-faktor tersebut diantaranya yaitu :
1. Perencanaan (Plan)
Analisa pada bagian ini menyangkut segala hal yang berkaitan dengan
kegiatan perencanaan, termasuk mengenai tingkat keberhasilan perencanaan
sejalan dengan realisasinya baik dalam kegiatan perencanaan keuangan,
perencanaan dalam penyusunan srategi, perencanan dalam struktur organisasi atau
perencanaan yang mengenai sumber daya manusia, maupun perencanaan dalam
melakukan pengukuran dan pengontrolan. Perencanaan (plan) dibuat sebagai
kerangka kerja setiap aktifitas perusahaan. Dengan adanya perencanaan,
perusahaan dapat mengukur keberhasilan dari aktifitas yang dilakukannya.
Perencanaan (plan) biasanya dibuat berdasarkan hasil analisis ataupun data-data

45
yang dimiliki atau diperoleh perusahaan, baik mengenai kondisi internalnya
maupun ektsternalnya.
2. Sumber (Source)
Sumber (Source) berkaitan dengan perolehan bahan baku untuk proses
produksi perusahaan. Dalam konsep supply chain, sumber (source) ini lebih
dispesifikasikan mengenai penyusunan strateginya, kegiatan organisasi atau
sumber daya manusia (SDM) yang berkaitan dengan hal perolehan bahan baku,
tata cara atau proses dalam perolehannya, teknologi yang digunakan, maupun
tentang penilaian resiko yang menyangkut kegiatan dalam perolehan bahan baku.
3. Pembuatan (Make)
Pada faktor pembuatan (make) terdapat kegiatan produksi. Menurut Buffa
(1996) kegiatan produksi merupakan alat yang digunakan untuk mengubah
masukan sumber daya guna menciptakan barang atau jasa sebagai keluarannya.
Untuk dapat melakukan kegiatan produksi maka harus dibuat suatu strategi untuk
mengatur ketepatan dan kesesuaian proses kegiatan sehingga dapat berjalan
dengan lancar. Adapun strategi yang baik harus di dukung dengan sumber daya
manusia maupun struktur organisasi yang tepat. Pada kegiatan proses produksi,
ketepatan, kesesuaian dan keefesienan penggunaan alat harus diperhatikan, oleh
karena itu diperlukan suatu tindakan untuk mengukur dan mengontrol sistem
produksi, dan pada akhirnya dilakukanlah suatu penilaian terhadap aktivitas
produksi tersebut.
4. Agen (Agent)
Agen (Agent) merupakan bagian dari konsep supply chain. Adapun
peranannya sebagai retail outlets, yang juga merupakan pemain utama dalam
hubungan supply chain. Untuk dapat mengetahui keberadaan agen, maka pada
penelitian ini dilakukan analisa mengenai segala hal yang berkaitan dengan proses
penjualan beras SAE di tingkat agent. Adapun yang dianalisa tentang strategi
agen, organisasi atau sumber daya manusia yang ada di dalamnya, manajemen
persedian barang yang dilakukan oleh agen, dan yang terakhir melakukan
penilaian resiko.

46
5. Transportasi (Transportation)
Sistem transportasi merupakan sistem yang mengatur dan melakukan
pengiriman. Kegiatan transportasi agar berjalan dapat efisien dan efektif maka
diperlukan penyusunan strategi, pengaturan konsolidasi pesanan, perencanaan,
pengarahan pengiriman, pemilihan jalan dan menentukan tarif pengiriman,
pemilihan sarana pengangkutan, tindakan menerima dan melakukan verifikasi
produk di tempat pelanggan, dan mengevaluasi keberhasilan pengangkut. Jika
sistem transportasi dapat efektif dan efesien maka dapat terciptanya penghematan
biaya. Oleh karena itu sistem transportasi harus juga diperhatikan, sehingga
terciptanya kesesuaian dan ketepatan penggunaan dan adanya penghematan
waktu.
6. Penjualan (Sell)
Penjualan merupakan aktifitas yang memasarkan dan menjual produk yang
dihasilkan ke pelanggan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu
diperlukan strategi agar dapat mencapai sasaran penjualan yang diinginkan,
keadaan organisasi dan sumber daya manusia yang mendukung sehingga dalam
proses kegiatannya dapat berjalan dengan lancar. Untuk dapat mengetahui
keberhasilan aktifitas penjualan, maka diperlukan pengukuran dan pengontrolan
serta penilaian terhadap aktifitas tersebut.
Pada penelitian ini dibuat suatu model AHP yang dapat membantu untuk
menentukan prioritas kegiatan supply chain lembaga agar tercapainya keefisienan
di Lembaga Pertanian Sehat, sehingga setiap anggota jaringan supply chain (mata
rantai) mendapatkan revenue yang lebih tinggi dari kegiatan yang dilakukannya,
setelah semua tahapan dibuat diharapkan Lembaga Pertanian Sehat memiliki pola
baru dalam proses integrasi bisnis baru yang lebih efisien. Secara ringkas,
kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3 berikut :

47
Petani Penggilingan LPS Agen Konsumen

Ketidakefisienan dalam Kegiatan dan Hasil Produksi yang Berimplikasi


Pada Peningkatan Biaya Produksi di Lembaga Pertanian Sehat

Menetapkan Tujuan
1. Mendapatkan Jalur Distribusi yang Efisien
2. Mempertahankan Kualitas Beras

Faktor-Faktor :
1. Perencanaan
2. Sumber
3. Pembuatan
4. Toko
5. Transportasi
6. Penjualan

AHP

Kondisi Supply Chain yang Optimal

Gambar 3. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional

48

Anda mungkin juga menyukai