Anda di halaman 1dari 18

KEPEMIMPINAN DAN SITUASI

Dosen Pengampuh
ROSI TAWATI ZUHRA MUDIA, S.TR.KEB.,M.TR.KEB

Disusun Oleh

1. YUSFADILAH (5401022014)
2. ASNIAR (5401022017)
3. WD MUSRIANA (5401022015)
4. SRI YUZNI SASRANITA (5401022026)
5. WD MARSELA (5401022021)
6. ANIKAR (5401022022)

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IST BUTON
BAUBAU
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat-Nya


sehingga makalah ini dapat tersusun sampai selesai. Tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materi.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah


pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh
lagi agar makalah ini bisa pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan


dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Baubau, 4 Mei 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER.................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................2
C. Tujuan......................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Kepemimpinan Situasional.................................................3


B. Model-Model Kepemimpinan Berdasarkan Teori Situasional...........4
C. Gaya Dan Keterampilan Kepemimpinan Situasional..........................11

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan..............................................................................................13
B. Saran.........................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

Kepemimpinan merupakan suatu aspek yang terpenting dalam suatu


organisasi. Menurut Rauch dan Behling kepemimpinan adalah suatu proses
yang mempengaruhi aktifitas kelompok yang diatur untuk mencapai tujuan
bersama. Sedangkan menurut H. Koontz dan C. Donnel mengatakan bahwa
kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang lain agar ikut serta dalam
mencapai tujuan umum. Berdasarkan pengertian di atas maka dapat
disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi dan
mengajak orang lain untuk mencapai tujuan.

Dari berbagai pengertian tentang kepemimpinan di atas, maka perlu


diketahui pula model kepemimpinan dalam organisasi. Ada beberapa model
kepemimpinan, namun yang akan penulis bahas dalam makalah ini adalah
model kepemimpinan berdasarkan teori situasional.

Berbicara tentang kepemimpinan, maka tidak bisa dilepaskan dari


model-model kepemimpinan itu sendiri. Salah satu model kepemimpinan yang
dimaksud adalah model kepemimpinan berdasarkan teori situasional. Teori
situasional ini merupkan pembawaan seorang pemimpin yang harus dimiliki
tergantung pada situasi yang dihadapi.

B.       Rumusan Masalah

Berdasarkan dari uraian latar belakang di atas, maka rumusan


masalahnya sebagai berikut:
1. Apa pengertian kepemimpinan situasional?
2. Apa saja model-model kepemimpinan berdasarkan teori situasional?
3. Bagaimana gaya dan keterampilan kepemimpinan situasional?

1
C.      Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian kepemimpinan situasional


2. Untuk mengetahui model-model kepemimpinan berdasarkan teori situasional
3. Untuk mengetahui gaya dan keterampilan kepemimpinan situasional

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kepemimpinan Situasional

Organisasi merupakan tempat berinteraksi dua orang atau lebih yang


didalamnya terdapat hubungan antara pimpinan dan bawahan. Suatu organisasi
akan berhasil atau bahkan gagal sebagian besar ditentukan oleh gaya
kepemimpinannya. Sekolah sebagai salah satu bentuk organisasi formal terdiri
dari unsur tujuan, sekumpulan orang serta adanya hierarki kewenangan. Untuk
dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan, sekaligus agar dapat menggerakkan
dan memotivasi orang-orang yang terlibat dalam institusi tersebut, maka
diperlukan adanya suatu kepemimpinan.

Dalam konteks otomoni daerah dan desentralisasi pendidikan, kepala


sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling berperan dalam
meningkatkan kualitas pendidikan. Sebagai pemimpin, kepala sekolah menempuh
berbagai cara yang positif dalam menjalankan tugasnya untuk mencapai tujuan
yang telah disepakati. Kepemimpinan kepala sekolah dapat diketahui melalui
perilakunya dalam menjalankan tugas kepemimpinannya sehari-hari.
Kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat
mendorong sekolah untuk mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran sekolah
melalui program-program yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap.

Menurut Nawawi kepemimpinan adalah kemampuan menggerakkan,


memberi motivasi, dan mempengaruhi orang-orang agar bersedia melakukan
tindakan-tindakan yang terarah pada pencapaian tujuan melalui keberanian
mengambil keputusan tentang kegiatan yang harus dilakukan. Thoha
mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi
perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni
mempengaruhi manusia baik perorangan maupun kelompok. Sedangkan menurut

3
Robbin, kepemimpinan merupakan proses memimpin suatu kelompok dan
mempengaruhi kelompok tersebut untuk mencapai tujuan.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa


kepemimpinan adalah proses memimpin suatu kelompok dan mempengaruhi
kelompok tersebut agar bersedia melakukan tindakan-tindakan yang terarah pada
pencapaian tujuan melalui keberanian mengambil keputusan tentang kegiatan
yang harus dilakukan. fungsi kepemimpinan itu sendiri merupakan salah satu
peran dalam rangka mengajak atau menghimbau semua bawahannya agar dengan
penuh kemauan memberikan pengabdian dalam mencapai tujuan organisasi,
sesuai dengan kemampuan para bawahan secara maksimal.

Teori kepemimpinan yang tidak hanya berorientasi pada tugas tetapi pada
hubungan antar manusia adalah teori kepemimpinan situasional. Gaya
kepemimpinan situasional adalah suatu pendekatan terhadap kepemimpinan yang
menganjurkan pemimpin untuk memahami perilaku mereka, perilaku bawahan,
dan situasi sebelum menggunakan gaya kepemimpinan tertentu. Pendekatan ini
menghendaki pemimpin untuk memiliki kemampuan diagnosa dalam hubungan
antara manusia. Jadi faktor yang menentukan dalam kepemimpianan situasional
adalah tingkat kesiapan seluruh SDM di dalamnya. Kepemimpinan situasioanal
mengajarkan para kepala sekolah untuk menggali kebutuhan individu atau tim,
kemudian menggunakan gaya kepemimpinan terbaik untuk merespon dengan
tepat.

B. Model-Model Kepemimpinan Berdasarkan Teori Situasional

Pendekatan situasioanal atau pendekatan kontingensi merupakan suatu


teori yang berusaha mencari jalan tengah antara pandangan yang mengatakan
adanya asas-asas organisasi dan manajemen yang bersifat universal, dan
pandangan yang berpendapat bahwa tiap organisasi adalah unik dan memiliki
situasi yang berbeda-beda sehingga harus dihadapi dengan gaya kepemimpinan

4
tertentu. Dari berbagai teori yang berkembang, berikut ini akan diuraikan model
kepemimpinan situasioanal, antara lain:

1. Model kepemimpinan Kontijensi Fiedler

Model kepemimpinan Kontijensi Fiedler menjelaskan bagaimana situasi


menengahi hubungan antara efektivitas kepemimpinan dengan ukuran ciri yang
disebut nilai LPC rekan kerja yang paling tidak disukai. Teori kontijensi Fiedler
menunjukkan hubungan antara orientasi pemimpin atau gaya dan kinerja
kelompok yang berbeda di bawah kondisi situasional. Teori ini didasarkan pada
penentuan orientasi pemimpin (hubungan atau tugas), unsur-unsur situasi
(hubungan pemimpin-anggota, tugas struktur, dan kekuasaan pemimpin posisi),
dan orientasi pemimpin yang ditemukan paling efektif karena situasi berubah dari
rendah sampai sedang untuk kontrol tinggi. Fiedler menemukan bahwa tugas
pemimpin berorientasi lebih efektif dalam situasi kontrol rendah dan moderat dan
hubungan berorientasi lebih efektif dalam situasi kontrol moderat.

Fielder mengemukakan tiga dimensi variabel situasional yang


mempengaruhi gaya kepemimpinan, yaitu:

a) Hubungan pemimpin dengan bawahan, sejauhmana pemimpin pimpinan


diterima oleh anggotanya.
b) Posisi kekuasaan atau kekuatan posisi kekuasaan dari organisasi, artinya
sejauhmana pemimpin mendapatkan kepatuhan dari bawahannya dengan
menggunakan kekuasaan yang bersumber dari organisasi secara formal
(bukan kekuasaan yang berasal dari kharisma atau keahlian). Pemimpin
yang memiliki kekuasaan yang jelas (kuat) dari organiasasi akan lebih
mendapatkan kepatuhan dari bawahannya.
c) Struktur tugas, kejelasan tugas dan tanggung jawab setiap orang dalam
organisasi. Apabila tatanan tugas cukup jelas, maka prestasi setiap orang
yang ada dalam organiasai lebih mudah dikontrol dan tanggung jawab
setiap orang lebih pasti.

5
Berdasarkan ketiga variabel ini Fiedler menyusun delapan macam situasi
kelompok yang berbeda derajat keuntunganya bagi pemimpin. Situasi dengan
derajat keuntungan yang tinggi misalnya adalah situasi dimana hubungan
pemimpin dengan anggota baik, struktur tugas tinggi, dan kekuasaan kedudukan
besar. Situasi yang paling tidak menguntungkan adalah situasi dimana hubungan
pemimpin dengan anggota tidak baik, struktur tugas rendah dan kekuasaan
kedudukan sedikit.

Keuntungan ditentukan dengan memberikan bobot dan mengkombinasikan


ketiga aspek situasi tersebut. Prosedur pemberian bobot dan mengkombinasikan
ketiga aspek situasi tersebut. Prosedur pemberian bobot mengkonsumsi bahwa
hubungan pemimpin dengan anggota lebih penting dari pada struktur tugas, yang
pada akhirnya adalah lebih penting daripada kekuasaan posisi.

2. Teori jalur tujuan kepemimpinan (Path Goal Theory of Leadership)

Teori path goal dari kepemimpinan telah dikembangkan untuk


menjelaskan bagaimana perilaku seorang pemimpin mempengaruhi kepuasan dan
kinerja bawahannya. Teori ini pertama kali diungkapkan oleh Evans dan House.
House memformulasikan teori ini dengan versi yang lebih teliti dengan
menyertakan variael situasional. teori tersebut semakin dimurnikan oleh beberapa
penulis.

Menurut model ini, pemimpin efektif karena efek positif yang mereka
berikan terhadap motivasi para pengikut, kinerja dan kepuasan. Teori ini dianggap
sebgai path goal karena terfokus pada bagaimana pemimpin mepengaruhi persepsi
dari pengikutnya tentang tujuan pekerjaan, tujuan pengembangan diri, dan jalur
yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Dasar dari path goal adalah teori
motivasi ekspektasi. Teori dari Parh Goal menyatakan bahwa pemimpin efektif
adalah pemimpin yang bagus dalam memberikan imbalan pada bawahan dan
membuat imbalan tersebut dalam satu kesatuan dengan pencapaian bawahan
terhadap tujuan spesifik.

6
Perkembangan awal teori Parh Goal menyebutkan empat gaya perilaku
spesifik dari seorang pemimpin meliputi direktif, suportif, partisipatif dan
berorientasi pencapaian dan tiga sikap bawahan meliputi kepuasan kerja,
penerimaan terhadap pimpinan, dan harapan mengenai hubungan antara usaha-
kinerja-imbalan. Model kepemimpinan Path Goal menyatakan pentingnya
pengaruh pemimpin terhadap persepsi bawahan mengenai tujuan kerja, tujuan
pengembangan diri, dan jalur pencapaian tujuan. Dasar dari model ini adalah teori
motivasi eksperimental. Model kepemimpinan ini dipopulerkan oleh Robert
Hoase yang berusaha memprediksi ke-efektifan kepemimpinan dalam berbagai
situasi.

Menurut Path-Goal Theory dua variabel situasi yang sangat menentukan


efektifitas pemimpin adalah karakteristik pribadi para bawahan atau karyawan dan
lingkungan internal organisasi seperti misalnya peraturan dan prosedur yang ada.
Walaupun model kepemimpinan kontingensi dianggap lebih sempurna
dibandingkan model-model sebelumnya dalam memahami aspek kepemimpinan
dalam organisasi, namun demikian model ini belum dapat menghasilkan
klarifikasi yang jelas tentang kombinasi yang paling efektif antara karakteristik
pribadi, tingkah laku pemimpin dan

Variabel moderator yaitu karakteristik pribadi yang penting adalah


persepsi bawahan mengenai kemampuan mereka endiri. Semakin tinggi tingkat
persepsi bawahan terhadap kemampuan mereka memenuhi tuntutan tugas,
semakin kecil kemungkinan bawahan menerima gaya kepemimpinan direktif.
Dengan demikian, gaya kepemimpinan direktif dianggap sebagai hal yang
mubazir. Selain itu, ditemukan bahwa locus of control mempengaruhi respon.
Individu yang memiliki locus of control internal biasanya akan lebih puas dengan
gaya partisipatif, sedangkan individu dengan locus of control eksternal biasanya
lebih puas dengan gaya kepemimpinan direktif.

3. Model kepemimpinan situasional Hersey-Blanchard

7
Menurut Hersey dan Blanchard kepemimpinan situasional pada dasarnya
merupakan perwujudan dari tiga komponen, yaitu pemimpin itu sendiri, bawahan
dan proses kepemimpinan tersebut diwujudkan. Hersey dan Blanchard
menggunakan penelitian OSU (Ohio State University) untuk kemudian
mengembangkan empat gaya kepemimpinan yang bisa dipakai para pemimpin,
antara lain:

a) Telling
Seorang pemimpin berperilaku memberitahukan, hal itu berarti bahwa
orientasi tugasnya dapat dikatakan tinggi dan digabung dengan hubungan
atasan-bawahan yang tidak dapat digolongkan sebagai akrab, meskipun tidak
pula digolongkan sebagai hubungan yang tidak bersahabat.
b) Selling
Seorang pemimpin berperilaku “menjual” berarti ia bertitik tolak dari
orientasi perumusan tugasnya secara tegas digabung dengan hubungan
atasan-bawahan yang bersifat intensif.
c) Participating
Perilaku seorang pemimpin dala hal demikian ialah orientasi tugas yang
rendah digabungkan dengan hubungan atasan bawahan yang intensif.
Perwujudan paling nyata dari perilaku demikian ialah pemimpin mengajak
para bawahannya untuk berperan sera aktif dalam proses pengambilan
keputusan. Artinya pemimpin hanya memainkan peranan selaku fasilitator
untuk memperlancar tugas para bawahan yang antara lain dilakukannya
dengan menggunakan saluran komunikasi yang efektif.
d) Delegasi
Seorang pemimpin dalam menghadapi situasi tertentu dapat pula
menggunakan perilaku berdasarkan orientasi tugas yang rendah pula. Dalam
praktek, dengan perilaku demikian seorang pejabat pimpinan membatasi diri
pada pemberian pengarahan kepada para bawahannya dan menyerahkan
pelaksanaan kepada para bawahan tersebut tanpa banyak ikut campur tangan.

8
Sebagai kepemimpinan situasional harus ada proses menyelami pikiran,
perasaan dan harapan orang-orang dalam organisasi melalui dialog, penjajakan
pendapat, dan komunikasi. Hal ini dapat menjadi tempat beranjak pemimpin
dalam menentukan arah, mencerahkan dan memotivasi anggota dalam mengejar
tujuan, kepuasan, kinerja, mutu dan pengembangan organisasi.

Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa penerapan


bermacam-macam gaya kepemimpinan situasional tidak mungkin digunakan
sekaligus, akan tetapi harus digunakan sesuai situasi dan kondisi yang dihadapi
oleh seorang pemimpin. Demikian pula perilaku kepemimpinan seseorang
menghadapi kelompok secara keseluruhan berbeda-beda dengan menghadapi
individu anggota kelompok, demikian pula perilaku kepemimpinan manajer
dalam menghadapi tiap-tiap individu harus berbeda-beda tergantung
kematangannya. Masing-masing punya perbedaan tingkat kematangan. Sedangkan
menurut Harsey dan Blancherd mengembangkan model kepemimpinan situasional
efektif dengan memadukan tingkat kematangan bawahan dengan pola perilaku
yang dimiliki pemimpinnya.

Menurut Hersey dan Blanchard bahwa gaya kepemimpinan yang efektif


itu berbeda-beda sesuai dengan kematangan bawahan. Kematangan atau
kedewasaan bukan dalam arti usia atau stabilitas emosional melainkan keinginan
untuk berprestasi, kesediaan untuk menerima tanggung jawab, dan mempunyai
kemampuan serta pengalaman yang berhubungan dengan tugas. Dengan demikian
tingkat kematangan bawahan, dan situasi tempat sangat berpengaruh terhadap
gaya kepemimpinan yang diterapkan.

Harsey dan Blanchard terus bekerjasama dalam pengembangan teori


sampai dengan tahun 1977. Setelah keduanya sepakat untuk menjalankan masing-
masing masing-masing perusahaannya, pada akhir tahun 1970, Hersey berubah
nama dari teori kepemimpinan situasional menjadi kepemimpinan situasional,
sedangkan Blanchard menawarkan kepemimpinan situasional menjadi pendekatan
situasional untuk mengelola orang atau situational approach to managing people.

9
Blanchard dan rekan-rekannya terus merevisi pendekatan situasional untuk
mengelola, dan pada tahun 1985, diperkenalkan kepemimpinan situaional II
(SLII).

Blanchard merespon beberapa titik terhadap teori kepemimpinan


situasioanal dengan merevisi model awalnya dengan mengubah beberapa istilah.
Sebagai contoh, perilaku tugas, perilaku direktif, dan relasi diubah menjadi
perilaku supportif. Keempat gaya kepemimpinan tersebut kekarang disebut
sebagai S1= dereting, S2= Coaching, S3=Supportig, dan S4=Delegating.
Kesiapan selanjutya disebut tingkat perkembangan dari pengikut yang selanjutnya
dimaknakan sebagai tingkat kompetensi dan komitmen pengikut untuk melakukan
tugas.

Ivancevich mencatat bahwa pengetesan terhadap model ini masih sangat


terbatas. Sedangkan menurut kreitner dan Kinachi, teori ini tidak didukung secara
kuat oleh penelitian ilmiah, dan inkonsistensi hasil penelitian mengenai
kepemimpinan situasional ini dinyatakan oleh Kreitner dan Kinchi dalam berbagai
penelitian sehingga pendekatan ini tidaklah akurat dan sebaiknya hanya digunakan
dengan catatan-catatan khusus.

4. Model Kontigensi Vroom-Yetten (Contingency Model)

Model situasional Vroom-Yetten menjelaskan bahwa perilaku


kepemimpinan dipengaruhi oleh unsur situasi internal dan unsur kepribadian
pemimpin. Selanjutnya tingkah laku pemimpin dan unsur situasi ektern akan
mempengaruhi tingkat efektivitas organisasi. Model kontingensi ini membantu
pemimpin dalam memutuskan kapan dan sejauh mana pemimpin harus
melibatkan bawahan dalam memecahkan masalah tertentu. Model ini menawarkan
lima gaya kepemimpinan yang melukiskan suatu kepemimpinan yang
berkelanjutan dari pendekatan otoriter, konsultatif, sampai dengan partisipatif
sepenuhnya.

10
C. Gaya dan Keterampilan Kepemimpinan Situasional

Penerapan model Situational Leadership dapat dilakukan melalui adaptasi


4 gaya kepemimpinan disesuaikan dengan kebutuhan, yang kesemuanya ditujukan
untuk meningkatkan produktivitas. Dua gaya pertama (Teeling dan Selling)
berorientasi untuk penyelesain tugas, sedang dua gaya terakhir (Participating dan
Delegating) bertujuan untuk peningkatan dan pengembangan kapabilitas anggota
kelompok.

1. Telling – Manager/ Leader memberikan instruksi (perintah) secara


spesifik, apa yang harus dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya.
Ditujukan untuk meningkatkan disiplin dan kepatuhan prosedur kerja,
misalnya dalam industri manufaktur, mengelola beberapa grup/divisi
dengan tingkat pemahaman dan pengalaman yang berbeda.
2. Selling – Manager/ Leader memberikan informasi/arahan melalui proses
komunikasi dua arah. Manager “menjual” informasi dan arahan kepada
anggota/grupnya, “membujuk” seluruh anggota/grupnya untuk mencapai
tujuan bersama. Contoh sempurna dari penerapan gaya ini, adalah
pekerjaaan yang harus diselesaikan oleh kelompok atau target kelompok,
diharapkan bahwa anggota kelompok dapat termotivasi untuk mecapai
target bersama (kelompok).
3. Participating – Manager/ Leader lebih mengutamakan hubungan inter-
personal dengan anggota sehingga manager dapat lebih “dekat” dengan
anggota, kemudian secara bersama-sama menentukan kebijakan dan
tanggung jawab bersama. Salah satu contoh, adalah pemimpin perusahaan
mengeksplorasi manager divisi untuk membuat kebijakan baru, yang
belum ada sebelumnya.
4. Delegating – Manager/ Leader hanya memantau pelaksanaan tugas dan
operasional organisasi, sedangkan pelaksanaan dan penyelesaian tugas
didelegasikan kepada anggota yang ditunjuk. Dengan pendelegasian,
biasanya manager kurang terlibat dalam pengambilan keputusan, sehingga

11
dapat lebih konsentarsi dalam monitoring perkembangan organisasi.
Lain padang – lain belalang, lain lubuk – lain ikannya, setiap industri
memiliki karakteristik tersendiri, setiap organisasi memiliki budaya,
suasana dan perilaku tertentu, untuk itu gunakanlah gaya kepemimpinan
sesuai dengan kebutuhan situasional organisasi dengan tujuan pencapaian
keberhasilan.

Keterampilan pemimpin situasional

Kepemimpinan situasional (situational leadership), sebagaimana


dikemukakan oleh Harsey dan Blanchard. Ada tiga kemampuan atau keterampilan
penting yang perlu diperhatikan dalam menerapkan kepemimpinan situasional
tersebut, yang kita akan jelaskan satu per satu.

a. Keterampilan analisis
Keterampilan analisis (analytical skills) merupakan keterampilan yang
harus dimiliki seorang manajer dalam melakukan evaluasi atau penilaian
kinerja karyawan dalam melaksanakan pekerjaan mereka. Seorang manajer
harus dapat mengevaluasi apakah kinerja bawahan semakin baik atau
semakin buruk dibandingkan kinerja sebelumnya. Kalau kinerja karyawan
cenderung menurun, maka seorang manajer juga harus mampu
memberikan dorongan atau motivasi yang tepat agar mereka dapat
melaksanakan tugas dengan baik.
b. Keterampilan fleksibilitas
Penerapan gaya kepemimpinan kadang kala diterapkan secara kaku, tetapi
dapat juga secara luwes tergantung pada situasi dan kondisi yang ada.
Keterampilan fleksibilitas (flexibility skills) merupakan keterampilan yang
harus dimiliki seorang manajer dalam menerapkan gaya kepemimpinan
dalam situasi dan kondisi yang tepat berdasarkan hasil analisis yang tepat
pula. Dalam situasi dan kondisi yang berbeda, maka gaya kepemimpinan
yang diterapkan juga dapat berbeda. Sebagai contoh, jika pada awalnya
seorang manajer menerapkan gaya kepemimpinan directing,

12
perkembangan yang terjadi menunjukkan bahwa semangat kerja karyawan
menjadi semakin baik, rasa tanggung jawab mulai tumbuh, dan mereka
dapat bekerja secara mandiri, sehingga dapat diterapkan gaya
kepemimpinan delegating.
c. Keterampilan komunikasi
Keterampilan komunikasi (communication skills) merupakan keterampilan
yang harus dimiliki seorang manajer untuk menyampaikan ide atau
gagasan kepada karyawan termasuk bagaimana ia harus menjelaskan
perubahan gaya kepemimpinan kepada bawahannya. Yang terpenting
adalah bagaimana mengomunikasikan ide atau gagasan tersebut dengan
jelas dan mudah dipahami dengan baik oleh karyawan, sehingga dapat
dihindarkan kesalahpahaman dalam berkomunikas

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kepemimpinan situasional tidak jauh berbeda dengan kepemimpinan


transformasional. Kepemimpinan situasional merupakan gaya pemimpin yang
mempertimbangkan situasi yang dihadapi sebuah perusahaan. Baik dalam proses
pengambilan keputusan terhadap sebuah masalah maupun dengan mengarahkan
para bawahannya. Kepemimpinan situasional dalam hal ini, mengubah gaya
kepemimpinan yang lama dengan gaya kepemimpinan baru yang di anggap lebih
baik dengan pertimbangan situasi-situasi yang dialami perusahaan. Dalam
kepemimpinan situasional ini, pimpinan bukan hanya melihat dari situasi yang
dialami oleh parusahaan, tetapi juga melihat kematangan para pengikutnya.
Kematangan pengikut juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan
perusahaan sehingga perlu diperhatikan kematangan dari para pengikutnya.

B. Saran

Penting bagi bidan untuk manjadi pemimpin profesional yaitu melalui


pembangunan mereka sendiri sebagai pemimpin, dan sesama orang-orang praktisi
yang berkontribusi dengan mendukung, mentoring dan mendorong rekan-rekan
mereka. Bidan juga harus dapat berperan sebagai advokator untuk dapat
mempengaruhi masyarakat agar terjadinya perubahan dalam kebijakan publik
secara bertahap maju & semakin baik terutama dalam bidang kesehatan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Media, and Universitas Negeri Malang. “Kepemimpinan Situasional di


Sekolah,” 2008.
Ali, Eko Maulana. Kepemimpinan Integratif Dalam Konteks Good Goverence.
Jakarta: Multicerdas Publishing, 2013.
Anwar, Ahmad. “Tipe Kepemimpinan Profetik Konsep dan Implementasinya
dalam Kepemimpinan di Perpustakaan,” n.d.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT.
Rineka Cipta, 2016.
Billy Kurniawan, Amrazi Zakso, Masluyah Suib. “Hubungan Gaya
Kepemimpinan dan Pengambilan Keputusan Kepala Sekolah dengan
Motivasi Berprestasi Guru,” n.d.
Departemen Agama RI. Al-Qur’an Dan Terjemahannya. Jakarta: Departemen
Agama RI, 1971.
Farma. “Hubungan Gaya Kepemimpinan Situasional dan Lingkungan Kerja
terhadap Kinerja Karyawan (Studi Kasus PT. Riau Pos Intermedia)” 3, no. 2.
2016.
Hamid, Djamhur, and Ika Ruhana. “Pengaruh Gaya Kepemimpinan Situasional
dan Budaya Organisasi terhadap Kepuasan Kerja (Studi Kasus pada
Karyawan PT. Taspen (Persero) KUC Malang),” n.d.
Harjimat, Alben Ambarita, Sumadi. “Pengaruh Gaya Kepemimpinan Situasional
Kepala Sekolah, Iklim Sekolah, dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Guru
SMK Negeri Kota Metro,” n.d.
Ardana, komang, 2009, Perilaku Organisasi, yogyakarta; Graha Ilmu.
Nugroho, Rino A. http://www.rinoan.staff.uns.ac.id, di akses tanggal 27 maret
2012
Rivai, Veithzal, 2006, kepemimpinan dan prilaku organisasi, jakarta; Rajawali
Pers
Robbins, Stephen P, 1996, Perilaku Organisasi, Jakarta; Prenhalindo
Robbins, Stephen P, 2003, Perilaku Organisasi, Jakarta; PT. Indeks.
Sutarto, 1998, Dasar-Dasar Kepemimpinan Administrasi, Yogyakarta: Gadjah
Mada University Perss.

15

Anda mungkin juga menyukai