Dosen Pengampuh
ROSI TAWATI ZUHRA MUDIA, S.TR.KEB.,M.TR.KEB
Disusun Oleh
1. YUSFADILAH (5401022014)
2. ASNIAR (5401022017)
3. WD MUSRIANA (5401022015)
4. SRI YUZNI SASRANITA (5401022026)
5. WD MARSELA (5401022021)
6. ANIKAR (5401022022)
Penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER.................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................2
C. Tujuan......................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................14
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
C. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Robbin, kepemimpinan merupakan proses memimpin suatu kelompok dan
mempengaruhi kelompok tersebut untuk mencapai tujuan.
Teori kepemimpinan yang tidak hanya berorientasi pada tugas tetapi pada
hubungan antar manusia adalah teori kepemimpinan situasional. Gaya
kepemimpinan situasional adalah suatu pendekatan terhadap kepemimpinan yang
menganjurkan pemimpin untuk memahami perilaku mereka, perilaku bawahan,
dan situasi sebelum menggunakan gaya kepemimpinan tertentu. Pendekatan ini
menghendaki pemimpin untuk memiliki kemampuan diagnosa dalam hubungan
antara manusia. Jadi faktor yang menentukan dalam kepemimpianan situasional
adalah tingkat kesiapan seluruh SDM di dalamnya. Kepemimpinan situasioanal
mengajarkan para kepala sekolah untuk menggali kebutuhan individu atau tim,
kemudian menggunakan gaya kepemimpinan terbaik untuk merespon dengan
tepat.
4
tertentu. Dari berbagai teori yang berkembang, berikut ini akan diuraikan model
kepemimpinan situasioanal, antara lain:
5
Berdasarkan ketiga variabel ini Fiedler menyusun delapan macam situasi
kelompok yang berbeda derajat keuntunganya bagi pemimpin. Situasi dengan
derajat keuntungan yang tinggi misalnya adalah situasi dimana hubungan
pemimpin dengan anggota baik, struktur tugas tinggi, dan kekuasaan kedudukan
besar. Situasi yang paling tidak menguntungkan adalah situasi dimana hubungan
pemimpin dengan anggota tidak baik, struktur tugas rendah dan kekuasaan
kedudukan sedikit.
Menurut model ini, pemimpin efektif karena efek positif yang mereka
berikan terhadap motivasi para pengikut, kinerja dan kepuasan. Teori ini dianggap
sebgai path goal karena terfokus pada bagaimana pemimpin mepengaruhi persepsi
dari pengikutnya tentang tujuan pekerjaan, tujuan pengembangan diri, dan jalur
yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Dasar dari path goal adalah teori
motivasi ekspektasi. Teori dari Parh Goal menyatakan bahwa pemimpin efektif
adalah pemimpin yang bagus dalam memberikan imbalan pada bawahan dan
membuat imbalan tersebut dalam satu kesatuan dengan pencapaian bawahan
terhadap tujuan spesifik.
6
Perkembangan awal teori Parh Goal menyebutkan empat gaya perilaku
spesifik dari seorang pemimpin meliputi direktif, suportif, partisipatif dan
berorientasi pencapaian dan tiga sikap bawahan meliputi kepuasan kerja,
penerimaan terhadap pimpinan, dan harapan mengenai hubungan antara usaha-
kinerja-imbalan. Model kepemimpinan Path Goal menyatakan pentingnya
pengaruh pemimpin terhadap persepsi bawahan mengenai tujuan kerja, tujuan
pengembangan diri, dan jalur pencapaian tujuan. Dasar dari model ini adalah teori
motivasi eksperimental. Model kepemimpinan ini dipopulerkan oleh Robert
Hoase yang berusaha memprediksi ke-efektifan kepemimpinan dalam berbagai
situasi.
7
Menurut Hersey dan Blanchard kepemimpinan situasional pada dasarnya
merupakan perwujudan dari tiga komponen, yaitu pemimpin itu sendiri, bawahan
dan proses kepemimpinan tersebut diwujudkan. Hersey dan Blanchard
menggunakan penelitian OSU (Ohio State University) untuk kemudian
mengembangkan empat gaya kepemimpinan yang bisa dipakai para pemimpin,
antara lain:
a) Telling
Seorang pemimpin berperilaku memberitahukan, hal itu berarti bahwa
orientasi tugasnya dapat dikatakan tinggi dan digabung dengan hubungan
atasan-bawahan yang tidak dapat digolongkan sebagai akrab, meskipun tidak
pula digolongkan sebagai hubungan yang tidak bersahabat.
b) Selling
Seorang pemimpin berperilaku “menjual” berarti ia bertitik tolak dari
orientasi perumusan tugasnya secara tegas digabung dengan hubungan
atasan-bawahan yang bersifat intensif.
c) Participating
Perilaku seorang pemimpin dala hal demikian ialah orientasi tugas yang
rendah digabungkan dengan hubungan atasan bawahan yang intensif.
Perwujudan paling nyata dari perilaku demikian ialah pemimpin mengajak
para bawahannya untuk berperan sera aktif dalam proses pengambilan
keputusan. Artinya pemimpin hanya memainkan peranan selaku fasilitator
untuk memperlancar tugas para bawahan yang antara lain dilakukannya
dengan menggunakan saluran komunikasi yang efektif.
d) Delegasi
Seorang pemimpin dalam menghadapi situasi tertentu dapat pula
menggunakan perilaku berdasarkan orientasi tugas yang rendah pula. Dalam
praktek, dengan perilaku demikian seorang pejabat pimpinan membatasi diri
pada pemberian pengarahan kepada para bawahannya dan menyerahkan
pelaksanaan kepada para bawahan tersebut tanpa banyak ikut campur tangan.
8
Sebagai kepemimpinan situasional harus ada proses menyelami pikiran,
perasaan dan harapan orang-orang dalam organisasi melalui dialog, penjajakan
pendapat, dan komunikasi. Hal ini dapat menjadi tempat beranjak pemimpin
dalam menentukan arah, mencerahkan dan memotivasi anggota dalam mengejar
tujuan, kepuasan, kinerja, mutu dan pengembangan organisasi.
9
Blanchard dan rekan-rekannya terus merevisi pendekatan situasional untuk
mengelola, dan pada tahun 1985, diperkenalkan kepemimpinan situaional II
(SLII).
10
C. Gaya dan Keterampilan Kepemimpinan Situasional
11
dapat lebih konsentarsi dalam monitoring perkembangan organisasi.
Lain padang – lain belalang, lain lubuk – lain ikannya, setiap industri
memiliki karakteristik tersendiri, setiap organisasi memiliki budaya,
suasana dan perilaku tertentu, untuk itu gunakanlah gaya kepemimpinan
sesuai dengan kebutuhan situasional organisasi dengan tujuan pencapaian
keberhasilan.
a. Keterampilan analisis
Keterampilan analisis (analytical skills) merupakan keterampilan yang
harus dimiliki seorang manajer dalam melakukan evaluasi atau penilaian
kinerja karyawan dalam melaksanakan pekerjaan mereka. Seorang manajer
harus dapat mengevaluasi apakah kinerja bawahan semakin baik atau
semakin buruk dibandingkan kinerja sebelumnya. Kalau kinerja karyawan
cenderung menurun, maka seorang manajer juga harus mampu
memberikan dorongan atau motivasi yang tepat agar mereka dapat
melaksanakan tugas dengan baik.
b. Keterampilan fleksibilitas
Penerapan gaya kepemimpinan kadang kala diterapkan secara kaku, tetapi
dapat juga secara luwes tergantung pada situasi dan kondisi yang ada.
Keterampilan fleksibilitas (flexibility skills) merupakan keterampilan yang
harus dimiliki seorang manajer dalam menerapkan gaya kepemimpinan
dalam situasi dan kondisi yang tepat berdasarkan hasil analisis yang tepat
pula. Dalam situasi dan kondisi yang berbeda, maka gaya kepemimpinan
yang diterapkan juga dapat berbeda. Sebagai contoh, jika pada awalnya
seorang manajer menerapkan gaya kepemimpinan directing,
12
perkembangan yang terjadi menunjukkan bahwa semangat kerja karyawan
menjadi semakin baik, rasa tanggung jawab mulai tumbuh, dan mereka
dapat bekerja secara mandiri, sehingga dapat diterapkan gaya
kepemimpinan delegating.
c. Keterampilan komunikasi
Keterampilan komunikasi (communication skills) merupakan keterampilan
yang harus dimiliki seorang manajer untuk menyampaikan ide atau
gagasan kepada karyawan termasuk bagaimana ia harus menjelaskan
perubahan gaya kepemimpinan kepada bawahannya. Yang terpenting
adalah bagaimana mengomunikasikan ide atau gagasan tersebut dengan
jelas dan mudah dipahami dengan baik oleh karyawan, sehingga dapat
dihindarkan kesalahpahaman dalam berkomunikas
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
14
DAFTAR PUSTAKA
15