Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

MANAJER SEBAGAI PEMIMPIN


(Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Pengantar)
Dosen Pengampu: Dra. Krisnandini Wahyu Pratiwi, M.Si.

Disusun Oleh:
1. Deanita Handayani (142210178)
2. Chintya Dewi (142210179)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UPN “VETERAN” YOGYAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Manajer
Sebagai Pemimpin” tanpa ada halangan apapun.
Makalah ini berisikan pembahasan materi dan permasalahan tentang budaya
dan lingkungan organisasi. Terselesainya makalah ini tidak terlepas dari bantuan
semua pihak. Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Krisnandini Wahyu
Pratiwi, M.Si. selaku Dosen Mata Kuliah Manajemen Pengantar yang telah
membantu dan memberikan pengarahan kepada kami, dalam belajar dan
mengerjakan tugas serta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian
makalah ini, sehingga makalah ini selesai tepat waktu.
Makalah ini disusun guna melengkapi tugas mata kuliah manajemen
pengantar dan sebagai penambah wawasan. Kami mohon maaf atas kesalahan
maupun kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dan dapat menjadikan makalah
ini lebih baik.
Kami berharap, makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun pada khususnya
dan bagi para pembaca pada umumnya.

Yogyakarta, 21 November 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..............................................................................................i

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. Latar Belakang .......................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 2

C. Tujuan .......................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3

A. Definisi Pemimpin dan Kepemimpinan .................................................... 3

B. Teori-teori Awal Kepemimpinan .............................................................. 3

C. Teori Kontingensi Kepemimpinan............................................................. 6

D. Pandangan Kontemporer tentang Kepemimpinan ..................................10

E. Isu-isu Kepemimpinan pada Abad ke-21................................................. 12

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 17

A. Simpulan .................................................................................................17

B. Saran ....................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 18

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Modernisasi kehidupan telah mendorong beberapa perusahaan untuk


bersaing ketat dalam memenuhi tuntutan konsumen yang semakin tinggi.
Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dipandang sebagai salah satu cara
dalam mengatasi persaingan tersebut. Sebab, manusia sebagai sumber daya
yang paling potensial dengan kemampuannya dan keterampilannya dapat
menggerakan jalannya roda perusahaan.
Di samping itu, aktivitas perusahaan salah satunya dipengaruhi oleh pola
hubungan yang terjadi di dalamnya. Maksud dari pola hubungan di sini, yaitu
hubungan karyawan dengan karyawan atau hubungan karyawan dengan atasan.
Tidak jarang dalam beberapa perusahaan, pola hubungan antara atasan dengan
karyawan menyebabkan perilaku karyawan yang kurang simpati dengan
pekerjaannya. Maka dari itu, dalam organisasi penting untuk dilakukan
perencanaan pengelolaan sumber daya manusia untuk mendapatkan orang
yang tepat dalam jabatan yang tepat.
Sasaran pengelolaan sumber daya manusia pada fungsi manajemen
organisasi salah satunya menyangkut masalah kepemimpinan. Problematika
manajemen yang semakin kompleks berimplikasi pada perlunya kualitas
seorang pemimpin yang tinggi. Karena, kualitas pemimpin yang tinggi akan
mampu mengarahkan para karyawannya dalam mencapai tujuan perusahaan.
Sampai hari ini, kepemimpinan tetap dianggap sebagai faktor yang
sangat urgent. Frost (2003) menekankan bahwa akibat krisis kepemimpinan,
banyak orang yang menderita, yang mengalami burn-out, yang tidak dapat
menikmati hidup dalam pekerjaannya, serta banyak biaya yang dikeluarkan
untuk mengobati sakit emosional di tempat kerja. Ada kebutuhan yang besar
saat ini untuk melakukan pendidikan kepemimpinan bagi generasi yang akan
datang, termasuk kepemimpinan di institusi pendidikan tinggi.
B. Rumusan Masalah

1
Dalam makalah ini kami membahas berbagai topik yang berkaitan dengan
manajer sebagai pemimpin, sebagai berikut:
1. Bagaimana definisi pemimpin dan kepemimpinan?
2. Bagaimana teori-teori awal kepemimpinan?
3. Bagaimana teori kontingensi kepemimpinan?
4. Bagaimana pandangan kontemporer tentang kepemimpinan?
5. Bagaimana isu-isu kepemimpinan pada abad ke-21?

C. Tujuan
Makalah ini disusun dengan tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui definisi pemimpin dan kepemimpinan.
2. Untuk mengetahui teori-teori awal kepemimpinan.
3. Untuk mengetahui teori kontingensi kepemimpinan.
4. Untuk mengetahui pandangan kontemporer tentang kepemimpinan.
5. Untuk mengetahui isu-isu kepemimpinan pada abad ke-21.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Pemimpin dan Kepemimpinan

Pemimpin adalah seseorang yang berada dalam kelompok, sebagai


pemberi tugas atau sebagai pengarah dan mengkoordinasikan kegiatan
kelompok yang relevan, serta sebagai penanggung jawab utama. Menurutnya
dalam sebuah organisasi ada pemisahan yang jelas dimana ada orang yang
memberi tugas (Fiedler, 1970). Pemimpin dapat disimpulkan sebagai orang
yang berwewenang untuk menugaskan dan berkemampuan untuk
mempengaruhi bawahannya melalui suatu pola hubungan yang baik demi
tercapainya tujuan.
Kepemimpinan adalah kemampuan untuk membujuk orang lain dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara antusias. Dengan demikian,
kepemimpinan merupakan kecakapan atau kemampuan seseorang dalam
membujuk orang lain agar orang tersebut mau bekerja keras untuk mencapai
tujuan organisasi yang telah ditetapkan (Davis, 1981).

B. Teori-teori Awal Kepemimpinan


1. Teori Sifat (Trait Theory)
Teori yang berusaha untuk mengidentifikasikan karakteristik khas
(fisik, mental, kepribadian) yang diasosiasikan dengan keberhasilan
kepemimpinan. Mengandalkan pada penelitian yang menghubungkan
berbagai sifat dengan kriteria sukses tertentu.
Teori ini menekankan pada atribut-atribut pribadi dari para
pemimpin. Teori kepemimpinan ini menyatakan bahwa keberhasilan
manajerial disebabkan oleh dimilikinya kemampuan- kemampuan luar
biasa dari seorang pemimpin.
a. Inteligensia, adanya perbedaan inteligensia yang ekstrim antara
pemimpin dan pengikut yang dapat menimbulkan gangguan.
Sebagai contoh, seorang pemimpin dengan IQ yang cukup tinggi

3
berusaha untuk mempengaruhi suatu kelompok yang anggotanya
memiliki IQ rata-rata kemungkinan tidak akan mengerti mengapa
anggota-anggotanya tidak memahami persoalannya.
b. Kepribadian, beberapa hasil penelitian menyiratkan bahwa sifat
kepribadian seperti kesiagaan, keaslian, integritas pribadi, dan
percaya diri diasosiasikan dengan kepemimpinan yang efektif.
c. Karakteristik fisik, studi mengenai hubungan antara kepemimpinan
yang efektif dan karakteristik fisik seperti usia, tinggi badan, berat
badan, dan penampilan memberikan hasil-hasil yang bertolak
belakang. Menjadi lebih tinggi dan lebih berat dari rata-rata
kelompoknya tentu saja tidak menguntungkan untuk meraih posisi
pemimpin.
2. Teori Perilaku (Behavior Theory)
Tabel teori perilaku kepemimpinan

Dimensi Perilaku Kesimpulan

Universitas Gaya demokratis: melibatkan Gaya demokratis adalah gaya


Lowa karyawan, mendelegasikan kepemimpinan yang paling
kewenangan, dan mendorong efektif, walaupun studi lain
partisipasi. menunjukkan bermacam- macam
Gaya autokrasi: mendikte hasil.
metode kerja, membuat
keputusan sepihak, dan
membatasi partisipasi.
Gaya Laissez-faire:
memberikan kebebasan
kepada kelompok
untuk membuat keputusan
dan menyelesaikan tugas.

4
Negara Konsiderasi: memperhatikan High high leader (memiliki
bagian Ohio ide dan perasaan anggota konsiderasi dan inisiasi yang
grup. tinggi) dapat mencapai kinerja
Inisiasi struktur: membuat dan kepuasan karyawan yang
struktur kerja dan hubungan tinggi, namun tidak dalam semua
kerja demi mencapai tujuan. situasi.

Universitas Orientasi pada karyawan: Pemimpin yang berorientasi pada


Michigan menekankan pada hubungan karyawan diasosiasikan dengan
interpersonal dan memenuhi produktivitas kelompok dan
kebutuhan karyawan. kepuasan kerja yang tinggi.
Orientasi pada produksi:
menekankan pada aspek tugas
dan teknis kerja.

Grid Perhatian terhadap orang: Pemimpin menghasilkan prestasi


Manajerial mengukur perhatian kerja terbaik dengan gaya 9,9
pemimpin pada bawahannya (perhatian tinggi terhadap
dengan skala 1 sampai 9 produksi dan orang).
(rendah ke tinggi).
Perhatian terhadap produksi:
mengukur perhatian
pemimpin terhadap
penyelesaian pekerjaan
(rendah ke tinggi).

5
C. Tiga Teori Kontingensi Utama Kepemimpinan

1. Teori Kontingensi Fiedler

Teori ini berupaya mencocokkan pemimpin dengan kondisi yang


memungkinkannya untuk sukses. Model kontingensi yang dihasilkan
mencerminkan bahwa efektivitas pemimpin ditentukan oleh tiga variabel,
yaitu sebagai berikut.
a. Struktur Kebutuhan Pemimpin
Dalam hal ini, pemimpin termotivasi untuk mencari capaian tugas
atau pemuas kebutuhan antarpribadi. Pilihan seorang pemimpin
akan Orientasi pilihan pemimpin pada tugas ataupun pada orang bisa
diukur dengan skala Least Preferred Coworker (rekan kerja yang
paling tidak disukai).
b. Kendali Situasi Pemimpin
Hal ini berkaitan dengan keyakinan pemimpin bahwa tugas tersebut
dapat diselesaikan. Kendali situasi merupakan fungsi dari: (1) posisi
kekuasaan pemimpin, yakni sejauh mana ia dapat memberikan
penghargaan atau hukuman; (2) hubungan pemimpin-anggota,
termasuk derajat dukungan bawahan pada pemimpin; serta (3)
struktur tugas, kejelasan dan rincian pekerjaan.
c. Interaksi antara Struktur Kebutuhan Pemimpin dan Kendali Situasi
Pemimpin yang mempunyai motivasi tugas cenderung mempunyai
unjuk kerja yang terbaik dalam situasi di tempat ia memiliki baik
kendali yang tinggi maupun yang rendah.

Menurut Fiedler, keberhasilan kepemimpinan ditentukan oleh gaya


dasar dari kepemimpinan itu sendiri. Gaya dasar yang dimaksudkan disini
adalah gaya kepemimpinan yang berorientasi pada: (1) tugas, ataupun (2)
hubungan pimpinan-bawahan. Ciri utama yang diperlihatkan Fiedler
dalam penelitiannya adalah penggolongan responden yang didasarkan
pada salah satu orientasi saja, yakni antara orientasi hubungan ataupun
tugas, sehingga tidak ada perpaduan di antara kedua orientasi.

6
Hasil riset Fiedler menemukan adanya tiga dimensi kontingensi
yang menetapkan berbagai faktor situasional utama untuk menentukan
efektivitas pemimpin, yakni sebagai berikut.

a. Hubungan pemimpin dan bawahan (leader member relation), yaitu


kadar hubungan antara pemimpin dengan bawahan merupakan
tingkat sejauh mana kelompok tersebut memberi dukungan pada
pemimpinnya.
b. Struktur tugas, yakni sejauh mana tugas-tugas yang harus
dilaksanakan itu terstruktur atau tidak dan apakah disertai oleh
prosedur yang tegas dan jelas atau tidak.
c. Posisi kewenangan, yakni besarnya pengaruh pemimpin terhadap
berbagai faktor wewenang, seperti pengangkatan dan pemberhentian
pegawai, promosi, penegakan kedisiplinan, serta kenaikan gaji.

Salah satu kritik utama terhadap teori Fiedler adalah pandangan yang
terlampau disederhanakan mengenai situasi kerja. Ia juga dikritik karena
tidak menjelaskan mengapa sesuatu itu bekerja dengan baik.

2. Teori Kepemimpinan Situasi Hersey dan Blanchard


Model ini disebut teori kepemimpinan situasi (Situation Leadership
Theory/ SLT), yaitu teori kontingensi yang fokus pada kesiapan
pengikutnya. Kesiapan, didefinisikan oleh Hersey dan Blanchard sebagai
tingkat di mana orang memiliki kemampuan dan kemauan untuk
menyelesaikan pekerjaan tertentu.
Teori kepemimpinan situasi menggunakan dimensi kepemimpinan
sama dengan Fiedler, yaitu perilaku tugas dan relasi. Namun, Hersey dan
Blanchard melangkah lebih maju dengan mempertimbangkan masing-
masing sebagai tinggi atau rendah lalu menggabungkannya dengan empat
gaya kepemimpinan berikut:
a. Telling (pekerjaan tinggi- relasi rendah), pemimpin menentukan
peranan karyawan dan mengatur apa, kapam, bagaimana, dan di
mana karyawan melaksanakan tugasnya.

7
b. Selling (pekerjaan tinggi- relasi tinggi), pemimpin menunjukkan
perilaku yang mengarahkan dan mendukung.
c. Participating (pekerjaan rendah- relasi tinggi), pemimpin dan
pengikutnya bersama-sama membuat keputusan, di mana pemimpin
memiliki peranan sebagai fasilitator dan komunikator.
d. Delegating (pekerjaan rendah- relasi rendah), pemimpin kurang
memberikan pengarahan atau dukungan.

Komponen terakhir dalam model SLT adalah empat kesiapan pengikut:

a. R1, orang tidak mampu dan tidak memiliki keinginan untuk


bertanggung jawab dalam melakukan suatu pekerjaan. Pengikut
tidak kompeten atau tidak percaya diri.
b. R2, orang tidak mampu, namun memiliki keinginan untuk
melakukan pekerjaan tertentu. Pengikut memiliki motivasi, namun
kurang memiliki keahlian yang sesuai.
c. R3, orang yang mampu, namun tidak memiliki keinginan untuk
memenuhi keinginan pemimpinnya. Pengikut kompeten, namun
tidak ada keinginan untuk melakukan sesuatu.
d. R4, orang yang mampu dan memiliki keinginan untuk melakukan
pekerjaan yang diminta.
3. Teori Jalur-Tujuan (Path- Goal Theory)
Teori kepemimpinan Jalur-Tujuan menjelaskan cara perilaku
pemimpin dalam, mempengaruhi motivasi dan prestasi kerja bawahannya,
di berbagai situasi kerja. Teori ini dinamakan sebagai jalan-tujuan karena
berfokus pada cara pemimpin dalam mempengaruhi prestasi kerja
bawahannya terkait tujuan dari pekerjaan dan pengembangan diri, serta
jalan menuju pencapaian tujuan tersebut.

Dasar teori dari Path-Goal adalah teori motivasi harapan yang


menyebutkan bahwa motivasi ditentukan oleh harapan atas imbalan dan
valensi ataupun daya tarik dari imbalan itu. Walaupun terdapat sejumlah

8
cara untuk mempengaruhi bawahan, Evans menyatakan bahwa yang
paling penting ialah kemampuan pemimpin untuk memberi imbalan dan
merincikan hal yang harus dikerjakan bawahan untuk memperoleh
imbalan tersebut.

Pokok penting dari teori Path-Goal mengemukakan bahwa perilaku


pemimpin akan meningkatkan prestasi bawahannya jika:

a. Pemimpin memenuhi kebutuhan bawahannya terkait efektivitas


pekerjaan
b. Pemimpin melatih, membimbing, dan mendukung berbagai hal yang
diperlukan bawahannya.
Di teori ini, terdapat empat pola perilaku kepemimpinan, yaitu sebagai
berikut:
a. Pemimpin yang direktif, yakni pemimpin dengan bentuk
kepemimpinan yang sama dengan kepemimpinan otokratik dimana
bawahan sudah mengetahui pasti keinginan pemimpin terhadapnya
dan arahan yang diberikan. Bawahan tidak diberikan peluang untuk
berpartisipasi mengemukakan pendapat.
b. Pemimpin yang suportif, yakni pemimpin yang ramah, mudah
ditemui dan menunjukkan sikap perhatian terhadap bawahan.
c. Pemimpin yang partisipatif, yakni pemimpin yang selalu
mengharapkan saran ataupun pendapat bawahannya, tetapi masih
memerlukan pembuatan keputusan.
d. Pemimpin yang berorientasi prestasi, yakni pemimpin yang
mempercayakan bawahannya untuk mencapai tujuan dan prestasi.

Dengan kepemimpinan yang efektif, seorang pemimpin mampu


menunjukkan jalan yang dapat ditempuh bawahannya sehingga
pergerakan maju ke posisi yang dikehendaki bisa berlangsung mulus,
yakni tidak dihadapkan pada banyak hambatan. Sekalipun ada hambatan,
mereka sudah dilengkapi dengan kemampuan antisipasi, serta akses

9
terhadap bantuan dari pimpinannya jika kemampuannya masih belum
memadai.

Kelemahan utama dari teori kepemimpinan path-goal terletak pada


ketidakmampuannya dalam meramalkan prestasi kerja bawahan karena
peningkatan kepuasan tidak senantiasa bisa diidentikkan dengan
peningkatan prestasi kerja. Oleh sebab itu, teori ini dinilai belum memiliki
makna operasional yang memadai, sehingga variabel dari model ini perlu
diteliti lebih lanjut.

D. Pandangan Kontemporer tentang Kepemimpinan


1. Kepemimpinan Transformasi-Transaksi
Teori-teori awal kepemimpinan pada awalnya memandang para
pemimpin sebagai pemimpin transaksi, yaitu pemimpin yang memimpin
dengan menggunakan pertukaran sosial (atau transaksi). Pemimpin
transaksi mengarahkan atau memotivasi bawahannya untuk bekerja
mencapai tujuan dengan memberikan penghargaan atas produktivitas
mereka. Selain pemimpin transaksi, ada tipe pemimpin lainnya yaitu
pemimpin transformasi.
Pemimpin transformasi adalah pemimpin yang menstimulasi dan
menginspirasi bawahan untuk mencapai hasil yang bisa dikatakan
sempurna. Kepemimpinan transformasi berkembang dari hasil
kepemimpinan transaksi, kepemimpinan transformasi juga bersifat lebih
dari karisma, karena pemimpin transformasi berusaha menanamkan
kepada bawahannya kemampuan mempertanyakan pandangan yang telah
ada serta pandangan yang dimiliki oleh pemimpin.
2. Pemimpin Karismatik-Visioner
Pemimpin karismatik adalah pemimpin yang antusias dan percaya
diri, yang kepribadian dan tindakannya dapat mempengaruhi orang untuk
berperilaku dengan cara tertentu. Sebenarnya, pemimpin karismatik tidak
selalu dibutuhkan untuk mencapai tingkat kinerja karyawan yang tinggi.
Kepemimpinan karismatik dapat dikatakan paling tepat ketika pekerjaan

10
bawahan memiliki tujuan ideologis atau lingkungannya menimbulkan
tekanan dan ketidakpastian yang tinggi. Adapun dampak pemimpin
karismatik biasanya muncul setelah:
a. Menyatakan visi mulia yang didasarkan oleh semua karyawan
b. Menampilkan kemampuan memahami dan berempati terhadap
pengikut
c. Memberdayakan dan mempercayai bawahan untuk mencapai hasil

Sedangkan kepemimpinan visioner adalah pemimpin yang memiliki


kemampuan untuk menciptakan dan mengartikulasi sebuah visi masa
depan yang realistis, dapat dipercaya, dan menarik sehingga dapat
memperbaiki situasi saat ini. Jika visi ini diimplementasikan dengan tepat,
maka akan menghasilkan tenaga luar biasa sehingga dapat “melompat”
jauh ke masa depan serta membutuhkan keahlian, bakat, dan sumber daya
untuk mewujudkannya.

3. Kepemimpinan Tim
Peran pemimpin tim berbeda dengan peran kepemimpinan
tradisional. Tantangan bagi para manajer adalah mempelajari bagaimana
menjadi pemimpin tim yang efektif. Para manajer tersebut harus
mempelajari berbagai keahlian seperti membagi informasi dengan sabar,
mampu mempercayai orang lain dan memberikan wewenang, serta dapat
memahami kapan untuk ikut campur.
Pemimpin tim yang efektif harus dapat menyeimbangkan antara
waktu yang tepat untuk membiarkan timnya bekerja dan waktunya ikut
campur. Tugas seorang pemimpin efektif adalah fokus pada dua prioritas,
yaitu: mengatur batasan-batasan eksternal tim, dan memfasilitasi proses
tim. Sedangkan peranan pemimpin tim adalah: manajer konflik, pelatih,
hubungan dengan konstitusi eksternal, pemecahan masalah.

11
E. Isu Kepemimpinan Abad ke-21
Pada abad ke-21 yang serba modern ini terdapat para pemimpin
berhadapan dengan beberapa isu kepemimpinan yang akan dipaparkan sebagai
berikut:
1. Mengelola Kekuatan
Sebagai orang utama yang mengelola sebuah organisasi, pemimpin
memiliki kekuasaan sebagai berikut:
a. Kekuasaan sah, sama dengan otoritas. Kekuasaan sah ini timbul
karena posisinya sebagai pemimpin di dalam organisasi.
b. Kekuasaan paksaan, merupakan kekuasaan pemimpin dalam
menghukum atau mengendalikan. Bentuk dari kekuasaan paksaan
misalnya menunda atau menurunkan pangkat karyawan atau
menugaskan pekerjaan yang tidak menyenangkan.
c. Kekuasaan imbalan, adalah kekuasaan untuk memberikan upah yang
positif dalam bentuk uang, penilaian pekerjaan, tugas yang menarik,
rekan yang ramah, dan tugas giliran yang lebih baik atau wilayah
penjualan.
d. Kekuasaan ahli, merupakan kekuasaan yang diberikan oleh
pemimpin kepada bawahannya yang memiliki keahlian,
keterampilan istimewa atau pengetahuan.
e. Kekuasaan rujukan, timbul akibat sumber atau sifat pribadi
seseorang yang diinginkan. Kekuasaan rujukan pula diakibatkan
karena kekaguman terhadap orang lain dan keinginan untuk menjadi
seperti orang tersebut.

Pada umumnya, para pemimpin yang efektif menggunakan beberapa


jenis kekuasaan di atas untuk mempengaruhi kinerja dan perilaku
bawahannya. Ke lima sumber kekuasaan di atas yang dikemukakan oleh
French dan Raven dapat pula dibagi menjadi dua bagian, yaitu kekuasaan
memaksa dan kekuasaan imbalan berkaitan dengan otoritas posisi. Dan

12
kekuasaan sah, kekuasaan ahli serta kekuasaan rujukan berkaitan dengan
otoritas pribadi.

Sebagai contoh, seorang komandan memeakai jenis kekuasaan


berbeda dalam mengelola krunya. Dia memberi perintah (sah), memuji
(imbalan), menertibkan (paksaan). Sebagai pemimpin yang efektif, Ia juga
berjuang untuk memiliki kekuasaan ahli dan kekeuasaan rujukan untuk
mempengaruhi para kru.

2. Mengembangkan Rasa Percaya


Konsep kredibilitas erat kaitannya dengan rasa percaya, bahkan
keduanya sering kali bertukar fungsi. Definisi rasa percaya adalah
keyakinan di dalam integritas, karakter dan kemampuan seorang
pemimpin. Seorang bawahan yang mempercayai pemimpinnya, biasanya
selalu mentaati apa yang diperintahkan pemimpinnya, karena ia yakin
bahwa hak dan kepentingannya tidak akan disalah gunakan.
Berdasarkan penelitian, terdapat lima dimensi sebagai berikut yang
menjadi konsep dasar rasa percaya:
a. Integritas, kejujuran dan kebenaran.
b. Kompetensi, pengetahuan dan keahlian teknis serta keahlian
interpersonal.
c. Konsistensi, dapat diandalkan, dapat diprediksi, dan penilaian yang
baik dalam menangani situasi.
d. Loyalitas, kemauan untuk melindungi seseorang, baik secara fisik
maupun emosi.
e. Keterbukaan, kemauan untuk berbagi ide dan informasi.

Keefektifan manajerial dan kepemimpinan tergantung pada


kemampuan untuk memperoleh kepercayaan bawahan. Kepercayaan
kepemimpinan biasanya berkurang karena beberapa hal seperti
perampingan perusahaan, kesalahan interpretasi finansial dan peningkatan
penggunaan karyawan tidak tetap. Oleh karena itu, pemimpin saat ini perlu

13
membangun kembali dan memperbaiki rasa percaya karyawan serta
pemangku kepentingan lainnya.

Sebagai contoh, jika sebuah kelompok kerja bebas membuat jadwal,


mengevaluasi kinerja, dan membuat keputusan sendiri, rasa percaya
menjadi aspek yang sangat penting. Karyawan percaya manajer
memperlakukan secara adil dan manajer percaya karyawan dapat
memenuhi tanggung jawabnya.

3. Memberdayakan Karyawan

Pemberdayaan adalah melibatkan peningkatan keleluasaan


karyawan dalam mengambil keputusan. Bentuk pemberdayaan karyawan
dapat melalui pembuatan anggaran, jadwal jumlah kerja, pengendalian
persediaan barang, pemecahan masalah tentang kualitas, dan pelaksanaan
aktivitas yang biasanya menjadi tugas seorang manajer.
Alasan dari pemberdayaan karyawan adalah adanya kebutuhan
terhadap pengambilan keputusan yang cepat oleh orang yang paling
mengetahui permasalahannya. Selain itu, alasan lainnya adalah
perampingan di dalam organisasi akan menciptakan rentang kendali yang
lebih lebar bagi manajer. Pemberdayaan karyawan ini, sangat bermanfaat
apabila diperuntukkan bagi karyawan yang memiliki pengetahuan,
kemampuan dan pengalaman untuk melaksanakan tugas mereka dengan
baik. Sebagai contoh, di Container Store karyawan yang mendapat dari
pelanggan mendapat izin untuk menanganinya.
4. Memimpin di Berbagai Budaya
Pemimpin yang efektif mengatur berbagai jenis gaya kepemimpinan
dalam situasi yang berbeda. Variabel situasi yang paling penting dalam
menentukan gaya kepemimpinan yang paling efektif adalah budaya
Nasional.
Budaya Nasional mempengaruhi gaya kepemimpinan karena budaya
mempengaruhi bagaimana pengikutnya memberikan respons. Karena

14
perbedaan budaya pada tiap-tiap Negara, maka gaya kepemimpinan suatu
organisasi pada tiap-tiap Negara berbeda pula. Namun menurut penelitian
GLOBE, terdapat beberapa aspek universal dalam kepemimpinan. Yang
mana aspek-aspek ini berlaku pada kepemimpinan di semua Negara.
Aspek tersebut meliputi visi yang kuat dan proaktif untuk membimbing
perusahaan menuju masa depan, memiliki keterampilan dalam memotivasi
semua karyawan untuk menepati visi, dan kemampuan perencanaan yang
baik untuk membantu dalam implementasi visi tersebut.
Sebagai contoh, pemimpin jepang harus bersikap rendah hati dan
sering berkomunikasi. Sedangkan pemimpin korea diharap berpihak
paternalistik terhadap karyawan.

5. Memahami Perbedaan Gender dan Kepemimpinan


Berdasarkan penelitian yang fokus pada gender dan gaya
kepemimpinan menyimpulkan bahwa pria dan wanita memakai cara yang
berbeda dalam kepemimpinan. Wanita akan cenderung memakai cara
yang demokratis atau partisipatif, akan lebih mendorong partisipasi,
berbagai kekuasaan dan informasi, dan berusaha untuk meningkatkan
harga diri pengikutnya. Wanita memimpin dengan penyertaan dan
mengandalkan karisma, keahlian, hubungan, dan keterampilan
interpersonal untuk mempengaruhi orang lain. Wanita cenderung
menggunakan kepemimpinan transformasi, memotivasi orang lain dengan
mentransformasi minat diri mereka menjadi tujuan organisasi.
Sedangkan kepemimpinan pria lebih cenderung memakai gaya
langsung, serta perintah dan kendali. Pria mengandalkan otoritas posisi
resmi untuk berpengaruh. Pria memakai kepemimpinan transaksi,
memberikan penghargaan untuk kerja yang baik dan menghukum yang
tidak baik.
Di lingkungan kerja saat ini, manajer yang dibutuhkan adalah dia
yang mampu menerapkan perilaku sosial dan interpersonal, mampu
mendengar, memotivasi, dan memberi dukungan untuk karyawan mereka.
Dan semua karakteristik tersebut dominan dimiliki wanita pada umumnya

15
dibandingkan dengan pria. Namun tetap saja kita tidak bisa menyimpulkan
bahwa gaya kepemimpinan yang paling baik dimiliki oleh pemimpin
wanita. Karena pada dasarnya kepemimpinan yang paling efektif
tergantung pada situasinya.
6. Menjadi Pemimpin yang Efektif
Berikut merupakan dua isu yang berkaitan untuk menjadi pemimpin yang
efektif:
1. Pelatihan pemimpin
Tidak semua orang memiliki kemampuan untuk menjadi
pemimpin. Pelatihan kepemimpinan akan lebih sukses dengan
individu yang memiliki tingkat monitor diri yang tinggi
dibandingkan yang rendah. Karena individu yang seperti itu akan
fleksibel dalam menyesuaikan perilakunya pada situasi yang
berbeda.
Hal yang perlu dipelajari oleh individu agar mampu menjadi
pemimpin yang efektif adalah kemampuan implementasi. Seseorang
dapat diajarkan untuk membangun kepercayaan dan mentoring, serta
menganalisis situasi.
2. Substitusi kepemimpinan
Dalam beberapa situasi dapat meniadakan pengaruh
pemimpinnya. Dengan kata lain, individu, pekerjaan, dan variabel
organisasi tertentu dapat bertindak sebagai substitusi
kepemimpinan. Substitusi kepemimpinan biasa terjadi dalam bentuk
pengalaman, pelatihan, profesional, aturan prosedur yang kaku dan
kelompok kerja yang kompak.

16
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Kepemimpinan dan pemimpin merupakan satu kesatuan utuh yang
tidak dapat dipisahkan dalam suatu proses pencapaian tujuan yang efektif,
dimana kepemimpinan berperan sebagai proses dan pemimpin berperan
sebagai pusat subjek. Kepemimpinan yang efektif biasanya dicerminkan
oleh pemimpin yang baik. Organisasi yang dipimpin oleh pemimpin yang
tidak berketerampilan manajerial yang baik akan menyebabkan
kepemimpinan organisasi menjadi tidak efektif.
B. Saran
Manajer sebagai pemimpin memiliki wewenang dalam memimpin
sebuah organisasi. Oleh karena itu, Seorang manajer sebagai pemimpin
perlu menanamkan sikap kepemimpinan untuk membujuk karyawan agar
bekerja lebih keras dalam mencapai tujuan yang sudah direncanakan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Robbins, Stephen P dan Mary Coulter. 2016. Management 13th Edition Bahasa Indonesia.
Jakarta: Penerbit Erlangga
Herry K, Suryono E dan Edi Sugiono. 2019. Pengantar Manajemen. Jakarta: Penerbit LPU-
UNAS

18

Anda mungkin juga menyukai