Anda di halaman 1dari 6

A.

Mendefinisikan Pemimpin dan Kepemimpinan


Pemimpin adalah seseorang yang berada dalam kelompok, sebagai pemberi tugas atau
sebagai pengarah dan mengkoordinasikan kegiatan kelompok yang relevan, serta sebagai
penanggung jawab utama. Menurutnya dalam sebuah organisasi ada pemisahan yang jelas
dimana ada orang yang memberi tugas (Fiedler, 1970). Pemimpin dapat disimpulkan sebagai
orang yang berwewenang untuk menugaskan dan berkemampuan untuk mempengaruhi
bawahannya melalui suatu pola hubungan yang baik demi tercapainya tujuan.

Kepemimpinan adalah kemampuan untuk membujuk orang lain dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan secara antusias. Dengan demikian, kepemimpinan merupakan
kecakapan atau kemampuan seseorang dalam membujuk orang lain agar orang tersebut mau
bekerja keras untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan (Davis, 1981).

Terdapat tiga aspek yang mendominasi dalam kepemimpinan, yaitu orang, pengaruh dan
tujuan. Dalam hal ini, kepemimpinan muncul di antara orang-orang, mengikutsertakan
manfaat dari pengaruh, dan digunakan demi pencapaian tujuan. Pengaruh disini
mencerminkan ketidakpasifan keterkaitan di antara orang-orang terkait. Pengaruh tersebut
dirancang guna mencapai tujuan. Oleh sebab itu, kepemimpinan (leadership) bisa diartikan
sebagai kemampuan mempengaruhi orang-orang untuk mencapai tujuan organisasional (Daft,
2003).

Kepemimpinan merupakan seni untuk memengaruhi dan mengarahkan orang demi


tercapainya tujuan. Kepemimpinan dan pemimpin merupakan satu kesatuan utuh yang tidak
dapat dipisahkan dalam suatu proses pencapaian tujuan yang efektif, dimana kepemimpinan
berperan sebagai proses dan pemimpin berperan sebagai pusat subjek. Kepemimpinan yang
efektif biasanya dicerminkan oleh pemimpin yang baik. Organisasi yang dipimpin oleh
pemimpin yang tidak berketerampilan manajerial yang baik akan menyebabkan
kepemimpinan organisasi menjadi tidak efektif.

B. Membandingkan dan Membedakan Teori-teori Awal Kepemimpinan


1. Teori Sifat (Trait Theories)
Teori yang berusaha untuk mengidentifikasikan karakteristik khas (fisik, mental,
kepribadian) yang diasosiasikan dengan keberhasilan kepemimpinan. Mengandalkan
pada penelitian yang menghubungkan berbagai sifat dengan kriteria sukses tertentu.
Teori ini menekankan pada atribut-atribut pribadi dari para pemimpin. Dasar dari
teori ini adalah asumsi bahwa beberapa orang merupakan pemimpin alamiah dan
dianugerahi beberapa ciri yang tidak dipunyai orang lain seperti energi yang tiada
habis-habisnya, intuisi yang mendalam, pandangan masa depan yang luar biasa dan
kekuatan persuasif yang tidak tertahankan. Teori kepemiminan ini menyatakan bahwa
keberhasilan manajerial disebabkan oleh dimilikinya kemampuan- kemampuan luar
biasa dari seorang pemimpin.
a. Inteligensia, adanya perbedaan inteligensia yang ekstrim antara pemimpin dan
pengikut yang dapat menimbulkan gangguan. Sebagai contoh, seorang
pemimpin dengan IQ yang cukup tinggi berusaha untuk mempengaruhi suatu
kelompok yang anggotanya memiliki IQ rata-rata kemungkinan tidak akan
mengerti mengapa anggota-anggotanya tidak memahami persoalannya.
b. Kepribadian, beberapa hasil penelitian menyiratkan bahwa sifat kepribadian
seperti kesiagaan, keaslian, integritas pribadi, dan percaya diri diasosiasikan
dengan kepemimpinan yang efektif.
c. Karakteristik fisik, studi mengenai hubungan antara kepemimpinan yang
efektif dan karakteristik fisik seperti usia, tinggi badan, berat badan, dan
penampilan memberikan hasil-hasil yang bertolak belakang. Menjadi lebih
tinggi dan lebih berat dari rata-rata kelompoknya tentu saja tidak
menguntungkan untuk meraih posisi pemimpin.
2. Teori Perilaku (Behavior Theories)
Tabel teori perilaku kepemimpinan
Dimensi Perilaku Kesimpulan
Universitas Lowa Gaya demokratis: melibatkan Gaya demokratis adalah
karyawan, mendelegasikan gaya kepemimpinan yang
kewenangan, dan mendorong paling efektif, walaupun
partisipasi. studi lain menunjukkan
Gaya autokrasi: mendikte bermacam- macam hasil.
metode kerja, membuat
keputusan sepihak, dan
membatasi partisipasi.
Gaya Laissez-faire:
memberikan kebebasan kepada
kelompok untuk membuat
keputusan dan menyelesaikan
tugas.
Negara bagian Ohio Konsiderasi: memperhatikan High high leader
ide dan perasaan anggota grup. (memiliki konsiderasi dan
Inisiasi struktur: membuat inisiasi yang tinggi) dapat
struktur kerja dan hubungan mencapai kinerja dan
kerja demi mencapai tujuan. kepuasan karyawan yang
tinggi, namun tidak dalam
semua situasi.
Universitas Orientasi pada karyawan: Pemimpin yang
Michigan menekankan pada hubungan berorientasi pada
interpersonal dan memenuhi karyawan diasosiasikan
kebutuhan karyawan. dengan produktivitas
Orientasi pada produksi: kelompok dan kepuasan
menekankan pada aspek tugas kerja yang tinggi.
dan teknis kerja.
Grid Manajerial Perhatian terhadap orang: Pemimpin menghasilkan
mengukur perhatian pemimpin prestasi kerja terbaik
pada bawahannya dengan skala dengan gaya 9,9
1 sampai 9 (rendah ke tinggi). (perhatian tinggi terhadap
Perhatian terhadap produksi: produksi dan orang).
mengukur perhatian pemimpin
terhadap penyelesaian pekerjaan
(rendah ke tinggi).

C. Menguraikan Tiga Teori Kontingensi Utama tentang Kepemimpinan


1. Teori Kontingensi Fiedler
Teori ini berupaya mencocokkan pemimpin dengan kondisi yang memungkinkannya
untuk sukses. Model kontingensi yang dihasilkan mencerminkan bahwa efektivitas
pemimpin ditentukan oleh tiga variabel, yaitu sebagai berikut.
a. Struktur Kebutuhan Pemimpin
Dalam hal ini, pemimpin termotivasi untuk mencari capaian tugas atau
pemuas kebutuhan antarpribadi. Pilihan seorang pemimpin akan Orientasi pilihan
pemimpin pada tugas ataupun pada orang bisa diukur dengan skala Least
Preferred Coworker (rekan kerja yang paling tidak disukai).
b. Kendali Situasi Pemimpin
Hal ini berkaitan dengan keyakinan pemimpin bahwa tugas tersebut dapat
diselesaikan. Kendali situasi merupakan fungsi dari: (1) posisi kekuasaan
pemimpin, yakni sejauh mana ia dapat memberikan penghargaan atau hukuman;
(2) hubungan pemimpin-anggota, termasuk derajat dukungan bawahan pada
pemimpin; serta (3) struktur tugas, kejelasan dan rincian pekerjaan.
c. Interaksi antara Struktur Kebutuhan Pemimpin dan Kendali Situasi
Pemimpin yang mempunyai motivasi tugas cenderung mempunyai unjuk kerja
yang terbaik dalam situasi di tempat ia memiliki baik kendali yang tinggi maupun
yang rendah.

Menurut Fiedler, keberhasilan kepemimpinan ditentukan oleh gaya dasar dari


kepemimpinan itu sendiri. Gaya dasar yang dimaksudkan disini ialah gaya
kepemimpinan yang berorientasi pada: (1) tugas, ataupun (2) hubungan pimpinan-
bawahan. Ciri utama yang diperlihatkan Fiedler dalam penelitiannya adalah
penggolongan responden yang didasarkan pada salah satu orientasi saja, yakni antara
orientasi hubungan ataupun tugas, sehingga tidak ada perpaduan di antara kedua
orientasi. Hal ini didasarkan pada suatu pendapat bahwa seseorang memiliki gaya
kepemimpinan yang tidak dapat diubah. Seseorang bisa saja memilih salah satu dari
gaya dasar kepemimpinannya, apakah autokratis paternalistis, atau demokratis.

Hasil riset Fiedler menemukan adanya tiga dimensi kontingensi yang menetapkan
berbagai faktor situasional utama untuk menentukan efektivitas pemimpin, yakni
sebagai berikut.
a. Hubungan pemimpin dan bawahan (leader member relation), yaitu kadar
hubungan antara pemimpin dengan bawahan merupakan tingkat sejauh mana
kelompok tersebut memberi dukungan pada pemimpinnya.
b. Struktur tugas, yakni sejauh mana tugas-tugas yang harus dilaksanakan itu
terstruktur atau tidak dan apakah disertai oleh prosedur yang tegas dan jelas atau
tidak.
c. Posisi kewenangan, yakni besarnya pengaruh pemimpin terhadap berbagai faktor
wewenang, seperti pengangkatan dan pemberhentian pegawai, promosi,
penegakan kedisiplinan, serta kenaikan gaji.

Skala baik atau buruk dipergunakan untuk menganalisis hubungan pimpinan dan
bawahan, sedangkan skala “tinggi” atau “rendah” dipergunakan bagi dimensi struktur
tugas. Adapun skala “kuat” atau “lemah” diberikan untuk dimensi posisi kewenangan.
Berkaitan dengan ini, seorang pemimpin dinilai telah efektif jika hasil analisis
menunjukkan hal-hal sebagai berikut.
a. Baiknya hubungan di antara atasan dan bawahan.
b. Tingginya tingkatan struktur dari tugas yang diberikan ke bawahan.
c. Kuatnya posisi kewenangan pimpinan.

Gambaran tersebut menunjukkan seorang pemimpin yang berorientasi pada


tugas, misalnya akan efektif dalam kepemimpinannya apabila menghadapi situasi
yang tergolong pada kategori I, II, III, VII, dan VIII. Sebaliknya, apabila seorang
pemimpin berorientasi pada hubungan, efektivitas kepemimpinannya akan tampak
apabila menghadapi situasi dengan kategori IV, V, dan VI.
Berdasarkan temuan penelitian Fiedler, bisa disimpulkan bahwa pemimpin
berorientasi tugas cenderung lebih berhasil dibandingkan pemimpin berorientasi
hubungan. Fiedler juga menyimpulkan bahwa efektivitas kepemimpinan seseorang
cenderung akan naik jika dihadapkan pada situasi yang paling menguntungkan
ataupun pada situasi yang paling tidak menguntungkan. Guna memperjelas simpulan
tersebut, bisa dilihat gambar ilustrasi di bawah.
Salah satu kritik utama terhadap teori Fiedler adalah pandangan yang terlampau
disederhanakan mengenai situasi kerja. Ia juga dikritik karena tidak menjelaskan
mengapa sesuatu itu bekerja dengan baik. Ia hanya meramalkan kesuksesan
kepemimpinan.
Ilustrasi model kontingensi Fiedler

2. Teori Kepemimpinan Situasi Hersey dan Blanchard

Model ini disebut teori kepemimpinan situasi (Situation Leadership Theory/ SLT), yaitu teori
kontingensi yang fokus pada kesiapan pengikutnya. Kesiapan, didefinisikan oleh Hersey dan
Blanchard sebagai tingkat di mana orang memiliki kemampuan dan kemauan untuk
menyelesaikan pekerjaan tertentu.
Teori kepemimpinan situasi menggunakan dimensi kepemimpinan sama dengan Fiedler,
yaitu perilaku tugas dan relasi. Namun, Hersey dan Blanchard melangkah lebih maju dengan
mempertimbangkan masing-masing sebagai tinggi atau rendah lalu menggabungkannya
dengan 4 gaya kepemimpinan berikut:
a. Telling (pekerjaan tinggi- relasi rendah), pemimpin menentukan peranan karyawan dan
mengatur apa, kapam, bagaimana, dan di mana karyawan melaksanakan tugasnya.
b. Selling (pekerjaan tinggi- relasi tinggi), pemimpin menunjukkan perilaku yang
mengarahkan dan mendukung.
c. Participating (pekerjaan rendah- relasi tinggi), pemimpin dan pengikutnya bersama-
sama membuat keputusan, di mana pemimpin memiliki peranan sebagai fasilitator dan
komunikator.
d. Delegating (pekerjaan rendah- relasi rendah), pemimpin kurang memberikan
pengarahan atau dukungan.

Komponen terakhir dalam model SLT adalah empat kesiapan pengikut:

a. R1, orang tidak mampu dan tidak memiliki keinginan untuk bertanggung jawab dalam
melakukan suatu pekerjaan. Pengikut tidak kompeten atau tidak percaya diri.
b. R2, orang tidak mampu, namun memiliki keinginan untuk melakukan pekerjaan

Anda mungkin juga menyukai