Anda di halaman 1dari 20

BAB II

KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kepemimpinan

2.1.1 Pengertian Kepemimpinan

Konsep kepemimpinan merupakan komponen fundamental

di dalam menganalisis proses dan dinamika di dalam organisasi.

Untuk itu banyak kajian dan diskusi yang membahas definisi

kepemimpinan yang justru membingungkan. Menurut Katz dan

Kahn (dalam Watkin, 1992) berbagai definisi kepemimpinan pada

dasarnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok besar yakni

“sebagai atribut atau kelengkapan dari suatu kedudukan, sebagai

karakteristik seseorang, dan sebagai kategori perilaku”. Pengertian

kepemimpinan sebagai atribut atau kelengkapan suatu kedudukan,

diantaranya dikemukakan oleh Janda (dalam Yukl, 1989) sebagai

berikut. “Leadership is a particular type of power relationship

characterized by a group member’s perception that another group

member has the right to prescribe behavior patterns for the former

regarding his activity as a group member”. (Kepemimpinan adalah

jenis khusus hubungan kekuasaan yang ditentukan oleh anggapan

para anggota kelompok bahwa seorang dari anggota kelompok itu

memiliki kekuasaan untuk menentukan pola perilaku terkait dengan

aktivitasnya sebagai anggota kelompok, pen.).

Kepemimpinan sebagai karakteristik seseorang, terutama

dikaitkan dengan sebutan pemimpin, seperti dikemukakan oleh


Gibson, Ivancevich, dan Donnelly (2000) bahwa “Leaders are

agents of change, persons whose act affect other people more than

other people’s acts affect them”, atau pemimpin merupakan agen

perubahan, orang yang bertindak mempengaruhi orang lain lebih

dari orang lain mempengaruhi dirinya. Adapun contoh pengertian

kepemimpinan sebagai perilaku dikemukakan oleh Sweeney dan

McFarlin (2002) yakni: “Leadership involves a set of interpersonal

influence processes. The processes are aimed at motivating sub-

ordinates, creating a vision for the future, and developing strategies

for achieving goals”, yang dapat diartikan bahwa kepemimpinan

melibatkan seperangkat proses pengaruh antar orang. Proses

tersebut bertujuan memotivasi bawahan, menciptakan visi masa

depan, dan mengembangkan strategi untuk mencapai tujuan.

Sehubungan dengan ketiga kategori pengertian di atas,

Watkins (1992) mengemukakan bahwa “kepemimpinan

berkaitan dengan anggota yang memiliki kekhasan dari suatu

kelompok yang dapat dibedakan secara positif dari anggota lainnya

baik dalam perilaku, karakteristik pribadi, pemikiran, atau struktur

kelompok”. Pengertian ini tampak berusaha memadukan ketiga

kategori pemikiran secara komprehensif karena dalam definisi

kepemimpinan tersebut tercakup karakteristik pribadi, perilaku, dan

kedudukan seseorang dalam suatu kelompok. Berdasarkan

pengertian tersebut maka teori kepemimpinan pada dasarnya


merupakan kajian tentang individu yang memiliki karakteristik

fisik, mental, dan kedudukan yang dipandang lebih daripada

individu lain dalam suatu kelompok sehingga individu yang

bersangkutan dapat mempengaruhi individu lain dalam kelompok

tersebut untuk bertindak ke arah pencapaian suatu tujuan.

Sementara itu dari paparan Gibson, Ivancevich, dan

Donnelly (2000) dan Hoy dan Miskel (2008) dapat dirangkum sifat-

sifat yang dapat membentuk kepemimpinan yang efektif sebagai

berikut;

Sifat-sifat dan Keterampilan dari Kepemimpinan Yang Efektif


Kepribadian Motivasi Keterampilan
• Tingkat • Orientasi • Hubungan antar
Semangat kekuasaan pribadi
(energi) tersosialisasi
• Percaya diri • Kebutuhan • Kognitif
beprestasi kuat
• Tahan stress • Kurang • Teknis
memerlukan
afiliasi
• Kedewasaan • Kebanggaan • Konseptual
emosi diri
• Integritas
• Ekstroversi

Lewin, Lippitt, dan White (Dunford, 1995), pada tahun 30-

an melakukan studi terkait dengan tingkat keketatan pengendalian,

dan melahirkan terminologi gaya kepemimpinan autocratic,

democratic, dan laissez-faire.


• Kepemimpinan otokratis merujuk kepada tingkat

pengendalian yang tinggi tanpa kebebasan dan partisipasi

anggota dalam pengambilan keputusan. Pemimpin bersifat

otoriter, tidak bersedia mendelegasikan weweang dan tidak

menyukai partisipasi anggota.

• Kepemimpinan demokratis merujuk kepada tingkat

pengendalian yang longgar, namun pemimpin sangat aktif

dalam menstimulasi diskusi kelompok dan pengambilan

keputusan kelompok, kebijakan atau keputusan diambil

bersama, komunikasi berlangsung timbal balik, dan

prakarsa dapat berasal dari pimpinan maupun dari anggota.

• Kepemimpinan laissez-faire, menyerahkan atau

membiarkan anggota untuk mengambil keputusan sendiri,

pemimpin memainkan peran pasif, dan hampir tidak ada

pengendalian/pengawasan, sehingga keberhasilan

organisasi ditentukan oleh individu atau orang per orang.

Selanjutnya House & Mitchell ( Gibson, Ivancevich, dan

Donnelly, 2000) mengembangkan Path Goal Theory. Menurut teori

ini, pemimpin harus meningkatkan ketersediaan jumlah dan jenis

penghargaan bagi pegawai; dan selanjutnya memberikan petunjuk

dan bimbingan untuk menjelaskan cara-cara untuk mendapatkan

penghargaan tersebut. Berdasarkan tindakan pimpinan dalam

memotivasi dan memberikan penjelasan kepada pegawai maka


dikenal adanya kepemimpinan directive, supportive, participative,

dan achievement oriented.

• Kepemimpinan direktif, yakni pemimpin memberikan

arahan tentang sasaran, target dan cara-cara untuk

mencapainya secara rinci dan jelas; tidak ada ruang untuk

diskusi dan partisipasi pegawai.

• Kepemimpinan suportif, menempatkan pemimpin sebagai

“sahabat” bagi bawahan, dengan memberikan dukungan

material, finansial, atau moral; serta peduli terhadap

kesejahteraan pegawai.

• Kepemimpinan partisipatif, dalam mengambil keputusan

dan/atau bertindak meminta dan menggunakan masukan

atau saran dari pegawai, namun keputusan dan kewenangan

tetap dilakukan oleh pimpinan. Udik Budi Wibowo: Teori

Kepemimpinan (BKD Kota Yogyakarta, 14 Juni 2011) | 9

• Kepemimpinan berorientasi prestasi, menunjukkan

pemimpin yang menuntut kinerja yang unggul, merancang

tujuan yang menantang, berimprovisasi, dan menunjukkan

kepercayaan bahwa pegawai dapat mencapai standar

kinerja tinggi.

2.1.2 Macam- macam gaya kepemimpinan


Pada bagian ini akan dibahas bermacam gaya kepemimpinan

menurut Ecodemica,beberapa ahli seperti yang dipaparkan dalam

Thoha (2007) yakni sebagai berikut:

1 Gaya Kepemimpinan Kontinum

Gaya ini sebenarnya termasuk klasik. Orang yang pertama

kali mengenalkan ialah Robert Tannenbaun dan Warren

Schmidt. Gagasan dalam gaya ini ada dua bidang pengaruh

yang eksterm. Pertama, bidang pengaruh pimpinan dan

Kedua, bidang pengaruh kebebasan bawahan. Pada bidang

pertama pemimpin mengunakan otoritasnya dalam gaya

kepemimpinannya, sedangkan pada bidang kedua

pemimpin menunjukan gaya yang demokratis. Kedua

bidang pengaruh ini dipengaruhi dalam hubungannya

kalau pemimpin melakukan aktifitas pembuatan

keputusan.

2 Gaya Managerial Grid

Dalam pendekatan managerial grid ini, manajer

berhubungan dengan dua hal, yakni produksi di satu pihak

dan orangorang di pihak lain. Sebagaimana dikehendaki

oleh Blake dan Mounton, managerial Grid menekankan

bagaimana manajer memikirkan produksi dan hubungan

manajer serta memikirkan produksi dan hubungan kerja

dengan manusiannya. Bukannya ditekankan pada berapa


banyak produksi yang dihasilkan dan berapa banyak ia

harus berhubungan dengan bawahannya.

3 Tiga Dimensi Dari Reddin

Dalam managerial grid, Blake dan Mounton berhasil

mengidentifikasikan gaya-gaya kepemimpinan yang tidak

secara langsung berhubungan dengan efektivitas, maka

Reddin menambahkan tiga dimensi tersebut dengan

efektivitas dalam modelnya. Selain dipulangkan pada dua

hal mendasar yakni hubungannya pemimpin dengan tugas

dan hubungan kerja. Dengan demikian, model yang

dibangun Reddin adalah gaya kepemimpinan yang cocok

dan mempunyai pengaruh terhadap lingkungan.

Berdasarkan atas adanya perilaku kepemimpinan yang

berorientasi pada orang dan perilaku kepemimpanan yang

berorientasi pada tugas, masing-masing kelompok gaya

kepemimpinan.

2.2 Motivasi

2.2.1 Pengertian Motivasi

Teeven dan Smith dalam Martaniah menyatakan bahwa

motivasi adalah konstruk dan pengaktifan perilaku, sedangkan

komponen yang lebih spesifik dari motivasi yang berhubungan

dengan tipe-perilaku tertentu disebut motif. Motif merupakan

faktor penggerak yang menyebabkan timbulnya perilaku


tertentu, sedangkan motivasi struktur dari berbagai motif yang

timbul pada diri seseorang.

Kemudian Smith dan Sarason memberikan pengertian

motivasi berasal dari kata latin move yang berarti dorongan atau

menggerakkan, dengan demikian motivasi diartikan sebagai

daya bergerak dari dalam diri seseorang untuk melakukan

aktivitas-aktivitas demi mencapai suatu tujuan.

Motivasi yang bekerja dalam diri individu mempunyai

kekuatan yang berbeda, ada motif yang begitu kuat hingga

menguasai motif-motif lainnya. Motif yang paling kuat adalah

motif yang menjadi penyebab utama tingkah laku individu.

Motif yang lemah apalagi yang sangat lemah itu.

Handoko mengungkapkan bahwa untuk mengetahui

kekuatan motif-motif yang sedang menguasai seseorang pada

umumnya dapat dilihat melalui: (1) kekuatan kemauan untuk

berbuat; (2) jumlah waktu yang disediakan; (3) kerelaan

meninggalkan tugas; (4) kerelaan mengeluarkan biaya demi

perbuatan itu; (5) ketekunan dalam menjalankan tugas dan lain-

lain.

Motivasi merupakan salah satu hal yang mempengaruhi

prilaku manusia. Motivasi disebut juga sebagai pendorong,

keinginan, pendukung atau kebutuhankebutuhan yang dapat

membuat seseorang bersemangat dan termotivasi untuk


mengurangi serta memenuhi dorongan diri sendiri, sehingga

dapat bertindak dan berbuat menurut cara-cara tertentu yang

akan membawa ke arah yang optimal (Jufrizen, 2017).

Menurut (Hasibuan, 2014), motivasi mempersoalkan

bagaimana cara mendorong gairah kerja bawahan, agar mereka

mau bekerja keras dengan memberikan semua kemampuan dan

keterampilan untuk mewujudkan tujuan perusahaan. Menurut

(Soeroso, 2004) motivasi merupakan suatu proses psikologis

yang memperlihatkan interaksi antara sikap, kebutuhan,

persepsi, dan keputusan yang terjadi pada seseorang. Dan

motivasi sebagai proses psikologis timbul dari faktor dalam diri

orang-orang itu sendiri yang disebut faktorintrinsik atau faktor

dari luar diri yang disebut factor ekstrinsik.

Menurut (Gomes, 2009) mengemukakan sebagai berikut

motivasi seorang pekerja untuk bekerja biasanya merupakan hal

yang rumit, karena motivasi ini melibatkan faktor-faktor

individual dan faktor-faktor organisasional. Mangkunegara,

(2017) menyatakan bahwa motivasi kerja dapat diukur melalui

indikator sebagai berikut : 1) kerja keras, 2) orientasi masa

depan, 3) tingkat cita-cita yang tinggi, 4) orientasi tugas/sasaran,

5) usaha untuk maju, 6) ketekunan, 7) rekan kerja, 8)

pemanfaatan waktu

2.2.2 Faktor faktor yang mempengaruhi motivasi


Aspek-aspek yang mempengaruhi motivasi atau menentukan

intensitas dari motivasi dikenal sebagai dimensi motivasi

(Singgih D. Gunarsa, 2008:52). Sedangkan menurut Hamzah B.

Uno,( 2008 : 22 ) mengatakan bahwa motivasi adalah dorongan

internal dan eksternal dalam diri seseorang untuk mengadakan

perubahan tingkah laku, yang mempuyai indikator sebagai

berikut, faktor intrinsik yaitu: (1) adanya hasrat dan keinginan

berhasil, (2) adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar, (3)

adanya harapan dan cita-cita masa depan, (4) adanya

penghargaan dalam belajar, (5) adanya kegiatan yang menarik

dalam belajar, (6) adanya lingkungan belajar yang kondusif.

Jadi dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi motivasi dibagi menjadi dua yaitu faktor-faktor

yang mempengaruhi motivasi intrinsik dan faktor-faktor yang

mempengaruhi motivasi ekstrinsik. Faktor-faktor yang

mempengaruhi motivasi intrinsik yaitu :(1) adanya hasrat dan

keinginan berhasil, (2) adanya dorongan dan kebutuhan dalam

belajar, (3) adanya harapan dan cita-cita masa depan , (4) adanya

penghargaan dalam belajar. Sedangkan faktor-faktor yang

mempengaruhi motivasi ekstrinsiknya yaitu (5) adanya

penghargaan dalam belajar, (6) adanya kegiatan yang menarik

dalam belajar, (7) adanya lingkungan belajar yang kondusif.

2.2.3 Teori – teori Motivasi


Teori motivasi menurut para ahli dibagi menjadi 3 yaitu: (1)

Teori kebutuhan tentang motivasi, (2) Teori humanistik, dan (3)

Teori behavioristik, (Elida Prayitno, 1989 : 34)

1 Teori kebutuhan

Teori ini mengatakan bahwa manusia sebagai mahluk yang

tidak akan puas hanya dengan terpenuhi satu kebutuhan,

tetapi ia akan puas jika semua kebutuhan terpenuhi.

Walaupun semua kebutuhan sudah terpenuhi pasti ia akan

mengejar kebutuhan yang 11 baru. Agar kebutuhan tersebut

terpenuhi, maka ia akan termotivasi untuk mencapai

kebutuhan yang diinginkan. Sehingga membuat ia puas,

tetapi kepuasan itu hanya untuk sementara waktu saja.

Demikian seterusnya, sampai terpuaskannya kebutuhan yang

paling tinggi.

2 Teori Humanistik

Teori ini percaya bahwa hanya ada satu motivasi, yaitu

motivasi yang hanya berasal dari masing-masing individu.

Motivasi tersebut dimiliki oleh individu itu sepanjang waktu

dan dimana pun ia berada. Yang penting lagi menurut teori

ini adalah menghormati atau menghargai seorang sebagai

manusia yang mempunyai potensi dan keinginan untuk

belajar.

3 Teori Behavioristik
Teori ini berpendapat bahwa motivasi dikontrol oleh

lingkungan. Suatu tingkah laku yang bermotivasi terjadi

apabila konsekuensi tingkah laku itu dapat menggetarkan

emosi individu, yaitu menjadi suka atau tidak suka. Apabila

konsekuensi tingkah laku menimbulkan rasa suka, maka

tingkah laku menjadi kuat, tetapi jika tingkah laku itu

menimbulkan rasa tidak suka, maka tingkah laku itu akan

ditinggalkan.

2.3 Loyalitas Karyawan

2.3.1 Pengertian Loyalitas Karyawan

Loyalitas merupakan kemaun bekerja sama yang berarti

kesediaan mengorbankan kepentingan pribadi, kesediaan

melakukan pengawasan diri dan kemauan untuk menonjolkan diri

sendiri (Muhyadi, 1989).

Streers dan Porter (1983) berpendapat bahwa loyalitas ada

dua macam, yaitu sejauh mana karyawan mengidentifikasi tempat

kerjanya yang ditunjukan dengan keinginan untuk bekerja dan

berusaha sebaik-baiknya, kemudian loyalitas terhadap perusahaan

sebagai perilaku maksudnya proses dimana karyawan mengambil

keputusan pasti untuk tidak keluar dari perusahaan apabila tidak

membuat kesalahan yang ekstrim. Loyalitas karyawan terhadap

perusahaan akan menimbulkan rasa tanggung jawab dan dapat

menimbulkan semangat kerja. Loyalitas merupakan sikap mental


karyawan yang ditunjukan pada keberadaaan perusahaan (Gouzali

Saydam, 2000).

Sedangkan menurut Amin Wijaya Tunggal (2007) yaitu

dukungan yang diberikan karyawan dalam perusahaan terhadap

tindakan yang diharapkan untuk memastikan keberhasilan dan

kelangsungan hidup, meskipun tindakan tersebut berlawanan

dengan aspirasi karyawan.

Loyalitas adalah kesetiaan dan kepatuhan seorang atau

sekelompok karyawan terhadap organisasi dimana ia melaksanakan

pekerjaan sehari-hari. Loyalitas merupakan kondisi yang

mengikat antara karyawan dengan perusahaannya, karena loyalitas

bukan hanya kesetiaan yang tercermin dari seberapa lama

seseorang bekerja didalam organisasi perusahaan, namun dapat

dilihat juga dari seberapa besar pikiran, ide, gagasan, serta

kinerjanya tercurah sepenuhnya kepada perusahaan itu.Untuk

mengetahui apakah seorang karyawan loyal terhadap perusahaan,

dapat diukur dari indikator-indikator loyalitas itu sendiri.

Indikator loyalitas tersbut menurut Onsardi et al.,(2017) adalah

“mentaati peraturan, kesanggupan dalam melaksanakan tugas,

kemauan untuk bekerjasama, rasa memiliki dan sikap kerja.”

Seorang karyawan yang loyal akan selalu taat

pada peraturan. Ketaatan ini timbul dari kesadaran karyawan

jika peraturan yang dibuat oleh perusahaan disusun untuk


memperlancar jalannya pelaksanan kerja perusahaan. Kesadaran ini

membuat karyawan akan bersikap taat tanpa merasa terpaksa

atau takut terhadap sanksi yang akan diterimanya apabila

melanggar peraturan tersebut.Karyawan yang memiliki loyalitas

kerja yang tinggi akan mempunyai hubungan antar pribadi

yang baik terhadap karyawan lain dan juga terhadap

atasannya. Hubungan antar pribadi ini meliputi hubungan sosial

dan emosionaldalam pergaulan sehari-hari, baik yang menyangkut

hubungan kerja maupun kehidupan pribadi.

2.3.2 Aspek-Aspek Loyalitas Karyawan

Loyalitas karyawan tidak dapat terjadi begitu saja dalam diri

karyawan di suatu perusahaan, tetapi ada aspek-aspek yang

membuat loyalitas itu ada dalam diri karyawan tersebut. Aspek-

aspek loyalitas kerja yang terdapat pada individu dikemukakan oleh

Siswanto (2010) dalam Soegandhi dkk (2013), yang menitik

beratkan pada pelaksanaan kerja yang dilakukan karyawan antara

lain. : Taat pada peraturan. Setiap kebijakan yang diterapkan dalam

perusahaan untuk memperlancar dan mengatur jalannya

pelaksanaan tugas olehmanajemen perusahaan ditaati dan

dilaksanakan dengan baik.

Keadaan ini akan menimbulkan kedisiplinan yang

menguntungkan organisasi baikintern maupun ekstern. Tanggung

jawab pada perusahaan. Karakteristik pekerjaan dan pelaksanaan


tugasnya mempunyai konsekuensi yang dibebankan karyawan.

Kesanggupan karyawan untuk melaksanakan tugas sebaikbaiknya

dan kesadaran akan setiap resiko pelaksanaan tugasnya akan

memberikan pengertian tentang keberanian dan kesadaran

bertanggungjawab terhadap resiko atas apa yang telah dilaksanakan.

Kemauan untuk bekerja sama. Bekerja sama dengan orang-orang

dalam suatu kelompok akan memungkinkan perusahaan dapat

mencapai tujuan yang tidak mungkin dicapai oleh orang-orang

secara invidual. Rasa memiliki, adanya rasa ikut memiliki karyawan

terhadap perusahaan akan membuat karyawan memiliki sikap untuk

ikut menjaga dan bertanggung jawab terhadap perusahaan sehingga

pada akhirnya akan menimbulkan loyalitas demi tercapainya tujuan

perusahaan.

Hubungan antar pribadi, karyawan yang mempunyai

loyalitas kerja tinggi mereka akan mempunyai sikap fleksibel ke

arah tata hubungan antara pribadi. Hubungan antara pribadi ini

meliputi : hubungan sosial diantara karyawan, hubungan yang

harmonis antara atasan dan karyawan, situasi kerja dan sugesti dari

teman kerja. Kesukaan terhadap pekerjaan, Perusahaan harus dapat

menghadapi kenyataan bahwa karyawannya tiap hari datang untuk

bekerjasama sebagai manusia seutuhnya dalam hal melakukan

pekerjaan yang akan dilakukan dengan senang hati sebagai

indikatornya bisa dilihat dari: keunggulan karyawan dalam bekerja,


karyawan tidak pernah menuntut apa yang diterimanya diluar gaji

pokok

2.4 Kajian Penelitian Sebelumnya

Variabel Peneliti Judul Metode Hasil

dan

tahun

Kepemimpin Aji Eko Pengaruh Analisis Kepemimpin

an Marwanto Kepemimpin Regresi an

dan an, Motivasi Linier berpengaruh

Wachid Dan Berganda positif dan

Hasyim Lingkungan signifikan

(2023) Kerja terhadap

Terhadap loyalitas

Loyalitas karyawan

Karyawan Di

PT

Penjalindo

Nusantara

Lola Pengaruh Metode Terdapat

Melino Kepemimpin penyebaran pengaruh

Citra an, Kepuasan angket, dan yang

Muhamm Kerja Dan menggunak signifikan

ad Fahmi Motivasi an teknik antara


(2019) Kerja Analisis kepemimpin

Terhadap Regresi an dan

Loyalitas Linier loyalitas

Karyawan Berganda karyawan

menggunak

an alat

aplikasi

SPSS IBM

Motivasi Lola Pengaruh Metode Terdapat

Melino Kepemimpin penyebaran pengaruh

Citra an, Kepuasan angket, dan yang

Muhamm Kerja Dan menggunak signifikan

ad Fahmi Motivasi an teknik antara

(2019) Kerja Analisis motivasi

Terhadap Regresi dengan

Loyalitas Linier loylitas

Karyawan Berganda karyawan

menggunak

an alat

aplikasi

SPSS IBM
Mimin Pengaruh Analisis Motivasi tiak

Rikasari Motivasi Regresi berpengaruh

(2021) berprestasi, Linier signifikan

kompensasi, Berganda terhadap

kondisi kerja loyalitas

dan karyawan

keterlibatan

kerja

terhadap

loyalitas

kerja di PT

TOTOISAN

JAYA

MOJOKERT

2.5 Kerangka Koseptual

Sugiyono (2018:95), kerangka konseptual merupakan model konseptual

tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah

diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Dalam penelitian ini, variabel

bebas adalah Kepemimpinan (X1) dan Motivasi (X2), dan variabel

terikatnya adalah Loyalitas Karyawan (Y).


Gambar
Kerangka Konseptual

KEPEMIMPINAN

(X1)

LOYALITAS
KARYAWAN
(Y)
MOTIVASI
(X2)

2.6 Hipotesis

Menurut Sugiyono (2009) hipotesis adalah jawaban sementara terhadap

rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian

dinyatakan dalam bentuk pertanyaan.

2.6.1 Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Loyalias karyawan

Penelitian yang dilakukan oleh (Kitriawaty, Setiawati, & Sumantri,

2017); (Wulandari & Utami, 2018) dan (Carolina & Halim, 2017) yang

menunjukkan bahwa kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap

loyalitas, kemudian menurut Aji Eko Marwanto dan Wachid Hasyim

(2023) menyatakan bahwa Kepemimpinan berpengaruh positif dan

signifikan terhadap loyalitas karyawan. Windi Octaviana Febrian,

Muhammad Azis Firdaus, Asti Marlina (2020) juga menyatakan bahwa

kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas

karyawan, Hal ini ditunjukan dengan hasil persamaan regresi Y =


12,869 + 0,635 X1dengan interpretasi variabel X1(Kepemimpinan)

sebesar 0,35 ini berarti pengaruh Kepemimpinan (X1) terhadap

Loyaitas Karyawan (Y) adalah positif atau setiap kenaikan skor

variabel X1sebesar 1, maka akan meningkatkan nilai skor variabel Y

sebesar 0,635.

H₁ : Kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap

Loyalitas Karyawan

2.6.2 Pengaruh Motivasi terhadap Loyalitas Karyawan

Penelitian yang dikemukakan oleh Dhermawan dan Ratnawili (2020)

menyatakan Motivasi berpengaruh signifikan terhadap loyalitas kerja.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukann oleh Suryani dan

Rahman (2020) bahwa Motivasi memiliki pengaruh yang signifikan

berdampak positif pada loyalitas karyawan.

H₂ : Motivasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap

Loyalitas karyawan

Anda mungkin juga menyukai