Anda di halaman 1dari 18

BAB II

RINGKASAN ISI BUKU

A. Ringkasan Isi Buku I


1. PENGERTIAN KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan adalah sekelompok orang dalam organisasi yang bertanggung jawab ke
arah maju mundurnya organisasi. Karena organisasi adalah merupakan sekelompok orang-
orang maka cara/metode memimpin orang-orang akan mempengaruhi keberhasilan
organisasi.
Menurut Nimran (1990), secara umum kepemimpinan atau leadership dapat diartikan
sebagai proses mempengaruhi perilaku orang lain agar berperilaku seperti yang dikehendaki.
Gibson (1991), mengatakan bahwa kepemimpinan adalah upaya memengaruhi kegiatan
pengikut melalui proses komunikasi untuk mencapai tujuan tertentu. Berpijak pada kedua
pengertian tersebut, dapat dikatakan kepemimpinan merupakan suatu proses memengaruhi
aktivitas dari individu atau kelompok untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu. Jadi
kepemimpinan merupakan suatu proses yang meliputi tiga faktor, yaitu pemimpin, pengikut,
dan faktor situasi.
Stogdill mengidentifikasi enam klasilikasi dan sistem kepemimpinan, yaitu :
a. karakteristik fisik, seperti umur, penampilan, tinggi dan berat badan;
b. latar belakang sosial ekonomi dari pemimpin dengan fokus perhatian pada pendidikan,
status sosial, dan mobilitas;
c. inteligensia, mempunyai hubungan dengan kepemimpinan, di mana menunjukkan bahwa
pemimpin memiliki kemampuan lebih tinggi dalam memutuskan, lebih tegas,
pengetahuannya lebih luas dan berbicara lebuh fasih;
d. kepribadian mempunyai hubungan dengan kepemimpinan, berdasarkan hasil studi
menunjukkan bahwa pemimpin yang efektif berkaitan dengan faktor-faktor kepribadian
seperti kewaspadaan, kepercayaan diri, dan integritas pribadi;
e. karakteristik hubungan tugas menemukan bahwa pemimpin memiliki ciri-ciri seperti
kebutuhan akan prestasi yang tinggi, inisiatif dan orientasi tugas yang tinggi;
f. karakteristik sosial berdasarkan hasil studi ditemukan bahwa pemimpin umumnya aktif
terlibat dalam berbagai aktivitas, bergaul secara luas dengan semua orang, dan bekerja sama
dengan orang lain.
Orientasi tugas adalah perilaku pimpinan yang menekankan bahwa tugas-tugas
dilaksanakan secara ketat bawahannya/ orientasi karyawan adalah perilaku pimpinan yang
menekankan pada memberikan motivasi kepada bawahannya dalam melaksanakan tugasnya
dengan melibatkan bawahan dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan
tugasnya dan mengembangkan hubungan yang bersahabat saling percaya mempercayai dan
saling menghormati di antara anggota kelompok.
Dengan adanya kolerbatasan pendekatan perilaku maka dicoba lagi untuk memberikan
pcrhatian pada teori situasional yang lebih kompleks dengan mengdiagnosis bidang
karakteristik manajerial, karakteristik bawahan, struktur kelompok dan sifat tugas serta
faktor-faktor organisasi. Karakteristik manajerial di mana perilaku pimpinan terhadap faktor
lingkungan tergantung pada karakteristik utama, yaitu kepribadian, kebutuhan, dan motivasi
serta pengalaman masa lampau. Faktor situasi yang memengaruhi perilaku pemimpin dan
perlu diperhatikan dan dikembangkan, dalam rangka meningkatkan keberhasilan organisasi
secara efektif dan efisien.
Konsep teori kepemimpinan kontingensi dari Fiedler adalah pm. kelompok yang tinggi
tergantung pada interaksi antara gaya kepemimpm dan iadar situasi yang menguntungkan
atau tidak. Ada empat faktor yang menjadi kerangka kerja dari kepemimpinan yang perlu
diperhatikan dan dikembangkan untuk meningkatkan keberhasilan organisasi dalam
mencapai tujuannya, yaitu gaya kepemimpinan, struktur tugas, suasana kelompok dan
kekuasaan pengembangan organisasi.

2. PENGUKURAN KEBERHASILAN KEPEMIMPINAN DALAM ORGANISASI


Para manajer dan analis organisasi sering kali berdebat bahwa hanya ada satu kriteria
yang layak untuk mengukur keberhasilan (efektivitas) suatu organisasi, misalnya laba.
Namun, tidak semua demikian, karenanya sulit membayangkan adanya suatu organisasi dapat
bertahan lama, jika yang dikejar semata-mata hanya laba, dan sama sekali mengabaikan
kebutuhan serta tujuan para karyawan dan masyarakat luas (Steers, 1997).
Tujuan organisasi pada hakikatnya tidak hanya mempunyai tujuan yang tunggal, tetapi
mempunyai banyak tujuan yang ingin dicapai. Menurut Glueck (1980), ada sepuluh jenis
tujuan organisasi yang ingin dicapai diantaranya: profittabilitas, efesiensi, kepuasan dan
pengembangan karyawan, kualitas produk atau jasa untuk langganan klien, tanggung jawab
sosial dan hubungan atau nama baik dengan masyarkat, kepemimpinan pasar, pemaksimalan
dividen atau harga saham untuk para pemegang saham, kelangsungan hidup, kemampuan
beradaptasi, dan pelayanan masyarakat. Dari ke sepuluh jenis tujuan sebagaimana dinyatakan
oleh Glueck dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok besar, yaitu tujuan organisasi,
tujuan individu dam tujuan kelangsungan hidup organisasi. Untuk mencapai keberhasilan
organisasi yang diukur dari berbagai tujuan yang telah ditargetkan maka sangat dibutuhkan
pemimpin yang mempunyai jiwa kepemimpinan yang efektif dengan memerhatikan kondisi
manusia yang dipimpinnya, yang secara global terbagi dalam tiga hal yaitu, emosional-afektif
(Wijdani), kinektik-psikomotorik (Harakiy), dan intelektual-kognitif (Fikir) (Madhi,2001)
Manajemen sebagai salah satu faktor yang menentukan keberhasilan organisasi karena
organisasi sebagai kelompok individu perlu ada pengarah, pembimbing dan motivator
individu-lndividu dalam organisasi, karena individu-individu mempunyai perbedaan karakter,
perbedaan kebutuhan dan cara mengadopsi sesuatu (Hendy, 1983). Selanjutnya Davis (1972)
menyatakan bahwa tanpa kepemimpinan, suatu organisasi adalah kumpulan orang dan mesin
yang tidak teratur. Dalam pendekatan institutional building, faktor-faktor yang memengaruhi
keberhasilan organisasi telah disebutkan rinci, walaupun pada hakikatnya dikemukakan
terdahulu mempertimbangkan faktor intern dan ekstern.
Esman (1972) menyatakan bahwa keberhasilan organisasi ditentukan oleh
kepemimpinan, doktrin, program, struktur intern, dan sumber daya serta tingkat atau keadaan
hubungan organisasi dengan organisasi lain yang mendukung atau menghambat tujuan
organisasi.

3. PENGEMBANGAN KEPEMIMPINAN DALAM ORGANISASI


Suksesnya suatu organisasi, sangat dipengaruhi oleh efektif tidaknya kepemunpinan
suatu organisasi. Ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Drucker (1954) bahwa
manajer (pemimpin) merupakan sumber daya pokok yang paling langka dalam setiap
organisasi bisnis. Semua ahli sudah sepakat bahwa pimpinanlah yang akan mengantarkan
organisasi untuk mencapai keberhasilan. Konsep kepemimpinan, seperti apa yang
diungkapkan oleh Lundsted adalah merupakan kemampuan untuk memengaruhi perilaku
orang lain dalam suatu kelompok, merumuskan cara-cara berupa norma-norma dalam
kelompok (Uveges, 1971). Kepemimpinan adalah merupakan tas untuk membantu orang-
orang untuk bekerjasama dalam mengarahkan tujuan organisasi (Wilden, 1970).
Jika dikaitkan dengan manajemen, kepemipinan adalah usaha untuk ruhi orang lain
dalam hubungan antar manusia pada situasi tertentu mhkan dengan melalui proses
komunikasi untuk mencapai tujuan ditetapkan. Dengan demikian, kepemimpinan adalah
kemampuan emancarkan pengaruh terhadap orang lain tersebut dengan sadar gikutinya
(Tanneabaum, 1974 dan Fleishman, 1973). Oleh karena itu, kepemimpinan adalah
menggerakkan orang-orang untuk bekerja sama menuju suatu tujuan tertentu (Terry, 1974).
Senada dengan pendapat di atas, Hersey dan Blanchard (1982) menyatakan bahwa factor
situasi dalam proses kepemimpinan akan mempengaruhi aktivitas seseorang atau sekelompok
orang untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan.
Luthans (2002) menyatakan bahwa lima peranan kepemimpinan kung“ yang akan
membentuk keberhasilan (dan kegagalan) manajerial pada dekade berikutnya, antara lain: (a)
visi strategis untuk memberikan motivasi dan inspirasi; (b) memberdayakan pekerja; (c)
mengumpulkan dari berbagai pengetahuan internal; (d) mengumpulkan dan mengintegrasikan
informasi eksternal; dan (e) menantang status quo dan menimbulkan kreativitas.
a. Gaya (Style) Kepemimpinan
Seperti diungkapkan oleh Gibson (1982) di atas, bahwa agar bawahan/anggom organisasi
dapat memenuhi tugas-tugas organisasi sebagian besar adalah tergantung pada gaya
kepemimpinan yang digunakan oleh pemimpin. Selain itu, gaya seseorang pemimpin juga
mempunyai hubungan yang signifikan dengan tingkat kepuasan bawahan/anggota suatu
organisasi. Sebenarnya, yang menjadi masalah disini ialah "gaya kepemimpinan
bagaimanakah yang benar-benar efektif yang dibutuhkan dalam suatu organisasi?"
Pada awalnya, studi kepemimpinan menggunakan pendekatan sifat' sifat pribadi. Sifat-
sifat pribadi ini adalah merupakan sifat bawaan sejak lahir, seperti daya fisik, keakraban, dan
kecerdasan, dianggap sebagai faktor yang menentukan baik tidaknya suatu kepemimpinan.
Walaupun sifat pribadi ini merupakan faktor yang menentukan, tetapi hal itu bukanlah satu-
satunw faktor penentu. Akhirnya, Jennings (1961) sampai pada suatu kesimpulan bahwa
selama lima puluh tahun studi tentang ini telah gagal menghasilkan' satu sifat kepribadian
atau seperangkat kualitas yang dapat digunakan untuk membedakan antara pemimpin dengan
yang bukan pemimpin.
Ada dua cara pendekatan tugas jika memerhatikan hubungan antar manusia, yaitu
sebagai autokratis yang mewakili penekanan pada tugas dan demokratis yang mewakili
penekanan pada hubungan (Tannenbaum dan Schmidt, 1973). Penelitian kepemimpinan oleh
Universitas Ohio menyebutnya dengan Struktur Inisiasi dan Konsiderasi (Halpin, 1959).
Dalam gaya autokratis, semua kebijakan ditentukan oleh pemimpin, sedangkan dalam gaya
demokratis, kebijaksanaan terbuka bagi diskusi dan keputusan kelompok. Namun demikian
pemimpin akan berjalan pada suatu kontinum dari dua titik ekstrim (Tamenbaum dan
Schmidt, 1973).
Filosofi sifat manusia dalam kepemimpinan yang otokratis adalah pemimpin
menggunakan paksaan untuk membentuk dan memaksakan norma dan tujuan kelompok. Hal
ini hanya akan menimbulkan rasa takut dan perlawanan oleh bawahan. Sehubungan dengan
hal itu, seperti pendapat Lewin (1968) yang menyatakan kepemimpinan yang autokratis dapat
mengakibatkan dan menimbulkan perasaan frustrasi, kegusaran dan apatis. Apabila hal ini
terus-menerus terjadi maka partisipasi yang terjadi adalah partisipasi semua atau pseudo
partisipation (Uveges, 1971).
Halpin (1959) menyimpulkan bahwa, pemimpin yang berhasil harus menekankan pada
kedua tujuan kelompok, yaitu pencapaian tujuan kelompok dan pembinaan kelompok; atau
pemimpin harus memperlancar kerja nama kelompok secara efektif dan efisien. Sejalan
dengan itu, Likert (1961) berdasarkan penelitiannya menyimpulkan bahwa perilaku
pemimpin yang paling ideal dan produktif bagi dunia industri adalah perilaku pemimpin yang
berorientasi kepada pegawai yang dikenal dengan tipe demokratis.
realistik. Terungkap ketika diadakan sebuah studi dalam sebuah industn di Nigeria (Hersey,
1967). Lebih lanjut, Hersey dan Blanchard (1982) mengatakan bahwa keinginan untuk
memiliki suatu tipe perilaku pemimpin yang ideal merupakan hal yang umum sehingga
banyak manajer yang ingin diberitahu bagaimana cara bertindak sesuai dengan tipe yang
ideal itu_ Para ahli umumnya, telah mendukung salah satu pendekatan apakah pada gaya
kepemimpinan yang terpadu (yang menekankan pada tugas dan peri. laku) atau pada
pendekatan permisif dan demokratis yang menekankan pada hubungan manusia.
Gaya/perilaku pemimpin seperti itu, yang telah didukung penelitian yang serius, barangkali
memang sesuai bagi sebagian industri, organisasi pendidikan, tetapi bisa jadi tidak sesuai
bagi yang lain.
Akhirnya sampailah Hersey pada suatu kesimpulan, karena hal itu tidak konstan maka
pemimpin yang efektif harus mampu mengadaptasi gaya perilaku mereka terhadap kebutuhan
pengikut dan situasi. Karena itu, jika manajer dapat mengadaptasikan gaya perilaku
kepemimpinan yang memenuhi tuntutan situasi tertentu dan kebutuhan pengikut mereka,
akan semakin efektif upaya dalam mencapai tujuan pribadi dan tujuan organisasi.

4. STUDI KEPEMIMPINAN
Thoha (2010) membagi studi kepemimpinan menjadi beberapa, di antaranya:
a. Kepemimpinan IOWA
Tahun 1930, White di bawah bimbingan dan pengarahan dari Kurt Lewin di Universitas Iowa
melakukan studi untuk mempelajari gaya kepemimpinan seseorang. Studi panjang yang
dilakukan oleh kedua pakar ini akhirnya menyipuikan bahwa terdapat tiga gaya
kepemimpinan sebagai berikut.
1) Autokrat. Pemimpin dalam hal ini memiliki sifat yang otoriter dan bertidak direktif. Juga
selalu memberikan pengarahan dan tidak memberikan kesempatan adanya partisipasi dan
anggotanya.

2) Demokratis. Pemimpin memotivasi kelompok untuk selalu diskusi dan membuat


keputusan. Selalu berusaha objektif di dalam memberikan pujian atau kritikan, serta terus
memberikan spirit kepada anggotanya.
3) Laissez Paire. Memberikan kebebasan mutlak kepada kelompok atau anggotanya sehingga
dia sendiri tidak memberikan contoh kepemimpinan kepada anggotanya. Gaya kepemimpinan
IOWA cenderung menekankan pada gaya kepemimpinan yang demokratis sehingga bisa
memberikan keleluasaan kelompok dalam bertindak dengan pengarahan dan pemimpinnya.
b. Kepemimpinan OHIO
Gaya kepemimpinan yang dihasilkan dan studi kepemimpinan OHIO memiliki dua dimensi
perilaku sebagai berikut.
1) Struktur pembuatan inisiatif ( initiating structure). Struktur ini menjelaskan bahwa
perilaku pemimpin bisa menentukan hubungan kerja antara pe. mimpin itu sendiri dan yang
dipimpin. Tujuannya agar bisa menciptakan saluran komunikasi dan prosedur kerja yang jelas
bagi karyawan.
2) Perhatian (consideration). Struktur ini menggambarkan perilaku pemimpin yang
menunjukkan persahabatan, kesetiaan, saling mempercayai serta memberikan kehangatan dan
suasana kekeluargaan antara pemimpin dengan anggotanya.
c. Kepemimpinan MICHIGAN
Studi kepemimpinan MICHIGAN bertujuan untuk menentukan prinsip partisipasi dan
anggota kelompok untuk menghasilkan produktivitas kerja dan kepuasan kerja dan anggota
kelompok. Studi ini juga menekankan pada adanya kerja yang demokratis bukan otokratis.
Penting untuk mempertimbangkan dan memasukkan variabel atau aspek nonpsikologis untuk
kontrol yang bisa memengaruhi semangat kerja dan produktivitas karyawan. Misalnya bentuk
pekerjaan, kondisi pekerjaan, dan metode kerja.
d. Model Kepemimpinan
Ada beberapa model kepemimpinan yang ditawarkan mulai dan model kepemimpinan
yang pasif hingga proaktif. Gambar 10.4 menyajikan gambaran utuh model kepemimpinan.
Laissez Paire adalah model yang paling pasif. Model ini merupakan model perilaku
pemimpin yang pasif dan paling tidak efektif. Para pemimpin yang menggunakan gaya ini
jarang dianggap efektif. Manajemen dengan pengecualian (management by exception) baik
aktif maupun pasif sedikit lebih baik daripada laissez faire, tetapi masih dianggap tipe
kepemimpinan yang tidak efektif. Pemimpin yang menerapkan manajemen dengan
pengecualian (management by exception) cenderung hanya memberikan reaksi saat ada
masalah, yang sering kali sudah terlambat. Kepemimpinan yang memberikan penghargaan
bersyarat bisa menjadi gaya kepemimpinan yang efektif. Namun, pemimpin seperti ini tidak
bisa mar dorong karyawannya untuk bekerja di luar cakupannya.
e. Kepemimpinan Transaksional
Kajian kepemimpinan transaksional mencakup tentang gaya seorang pemimpin yang
memotivasi bawahan atau pengikutnya, dengan merujuk pada kepentingan diri pemimpin itu
sendiri, lebih pada mendasarkan kekuasaan birokratis yang dimiliki oleh pemimpin itu
sendiri. Bass (1985) mengemukakan bahwa pemimpin yang memiliki gaya kepemimpinan
transaksional memiliki ciri kemampuan memotivasi moderat dan memiliki kinerja yang
moderat juga. Pemimpin yang transaksional berarti pemimpin yang melakukan hubungan
dengan karyawan, melalui suatu transaksi dalam penyelesaian pekerjaan yang ditugaskan,
dengan imbalan yang diberikan sehingga dalam memotivasi karyawannya tidak memikirkan
hubungan jangka panjang. Akhirnya, kinerja yang dihasilkan cenderung kurang optimal
(moderat).
Selain itu, Bass dan Avolio (1997) mendefinisikan kepemimpinan transaksional dalam
arti yang lebih luas. Beberapa komponen yang terkait dengan kepemimpinan transaksional
adalah contingent rewards, active management by exception, dan passive management by
exception.
f. Teori Kepemimpinan Transformasional
Menurut O'Leary (2001), kepemimpinan transfonnasional adalah gaya kepemimpinan yang
digunakan oleh seseorang manajer, bila ia ingin suatu kelompok melebarkan batas dan
memiliki kinerja melampaui status quo, atau mencapai serangkaian sasaran organisasi yang
sepenuhnya baru. Kepemimpinan transformasional pada prinsipnya memotivasi bawahan
untuk berbuat lebih baik dari apa yang bisa dilakukan. Dengan kata lain, dapat meningkatkan
kepercayaan atau keyakinan diri bawahan yang akan berpengaruh terhadap peningkatan
kinerja.
Kepemimpinan transformasional mempunyai kekuatan untuk memengaruhi bawahan
dengan cara-cara tertentu. Dengan penerapan kepemimpinan transformasional bawahan akan
merasa dipercaya, dihargai, loyal, dan hormat kepada pimpinannya. Pada akhirnya, bawahan
akan termotivasi untuk melakukan lebih dari yang diharapkan.
g. Faktor dan Dimensi Kemnlmpim Transfomasiond
Hartanto (2009) merujuk pada Bass dan Avolio (1994), mengenmkakan bahwa
Kepemimpinan transformasional mempunyai empat dimensi yang biasanya sering disebut
dengan “the Four I's”.
1) Pengaruh ideal (idealized influence). Menggambarkan bahwa pemimpin memiliki perilaku
yang membuat para pengikutnya kagum, hormat, dan sekaligus mempercayainya. Pengaruh
ideal merupakan perilaku yang menghasilkan standar yang tinggi, mampu memberikan
wawasan dan menyadari akan visi, menunjukkan keyakinan, adanya rasa hormat, memiliki
kebanggaaan, dan kepercayaan. Juga menumbuhkan komitmen dan unjuk rasa yang melebihi
harapan serta mampu menegakkan perilaku moral yang etis.
2) Motivasi inspirasi (inspirational motivation). Menggambarkan sebagai pemimpin yang
memiliki kemampuan untuk mengartikulasikan adanya harapan yang jelas terhadap prestasi
bawahan, memiliki komitmen terhadap tujuan organisasi dan mampu memotivasi tim dalam
organisasi melalui entusiasme dan optimisme. Sering kali disebut sebagai kepemimpinan
yang karismatik. Karismatik sering dipandang sebagai suatu sifat khusus yang dimiliki orang-
orang tertentu saja.
3) Stimulasi intelektual (intellectual stimulation). Harus mampu menumbuhkembangkan ide-
ide barn, memberikan solusi yang kreatif terhadap permasalahan-pemasalahan yang dihadapi
bawahan, dan mampu memberikan motivasi kepada bawahan untuk mencari pendekatan
pendekatan yang baru dalam melaksanakan tugas-tugas yang ada di dalam organisasi. Para
anggota organisasi merasakan suatu dorongan untuk menyikapi perbedaan yang ada dalam
organisasi, seperti perbedaan kopentingan, pendapat. ide, potensi. kompetensi, dan wacana
dengan arif.
4) Konsiderasi individu (individualized consideration). Menggambarkan sebagai seorang
pemimpin yang mau mendengarkan dengan penuh perhatian masukan-masukan bawahan.
Pemimpin juga mampu dan mau memerhatikan kebutuhan-kebutuhan bawahan untuk
pengembangan karier. Disarankan agar dalam menghadapi dunia kerja dan lingkungan
kerjanya, pemimpin yang !nnaformasional pertama kali sebaiknya berusaha memahami
status, posisi, dan harapan para anggotanya dengan baik. Memiliki kepedulian pribadi yang
nantinya akan membuka hati dan mencairkan kebekuan komunikasi di antara para anggota
sehingga akan menjadi lebih terbuka. Bawahan akhimya mau berpartisipasi penuh di dalam
proses penciptaan nilai.

5. KEPEMIMPINAN YANG EFEKTIF SEBAGAI PENENTU KEBERHASILAN


OGANISASI
Kepemimpinan efektif adalah kepemimpinan yang menerjemahkan fungsinya dengan
perilaku dan efektivitasnya bukan karena seruannya yang menggema di mana-mana, tetapi
terletak pada perilaku yang memperkaya pembicaraan, menerjemahkan tugas kepemimpinan
dalam suasana penuh kehati-hatian dan ketenangan. Selanjutnya, pekeq'aan semakin maju
dan produktivitas pun meningkat sehingga target tercapai (Madhi: 2001). Jadi, kepemimpinan
yang efektif (sukses) adalah pemimpin yang mampu mempengaruhi perilaku individu-
individu untuk menunaikan tugasnya dalam rangka memberikan arahan dan petunjuk,
mewujudkan target anggotanya, mengembangkan, memegang teguh, dan menjaga kekuatan
bangunannya (Madhi: 2001).
Mintzberg dalam Luthans (2002) berpendapat ada tiga tipe peranan manajerial yang
perlu mendapat perhatian, yaitu (a) peranan interpersonal yang muncul secara langsung dari
otoritas formal dan merujuk pada hubungan antar manajer dengan lainnya; (b) peranan
Informasi adalah merupakan peranan pemimpin yang digunakan untuk memotivasi dan
mendorong bawahan mencapai sasaran organisasi, (c) peranan Keputusan adalah peranan
pemimpin untuk bertindak berdasarkan infomasi.
Berdasarkan hasil studi yang telah dilakukan terhadap 400 manajer yang efektif, dapat
diidentifikasi sebanyak 10 keahlian yang harus diemban oleh seorang pemimpin yang efektif,
yaitu
a) komunikasi verbal (termasuk mendengar);
b) mengelola waktu dan tekanan;
c) mengelola keputusan-keputusan individual;
d) mengakui, mengidentifikasikan, dan memecahkan masalah;
e) memotivasi dan memengaruhi orang lain;
f) mendelegasikan;
g) menentukan tujuan dan menyampaikan visi;
h)kesadaran diri;
i) pembentukan tim;
j) dan mengelola konnik. (Luthans, 2002)

6. KARAKTERISTIK PEMIMPIN YANG EFEKTIF


Untuk menjadi pemimpin yang efektif haruslah berjiwa pendidik (Murabbi), berjiwa
pengajar (Mu'allim) (Madhi : 2001). Sarana memengaruhi yang paling efektif bagi seorang
pemimpin adalah pendidikan (tarbiyah). Pemimpin yang murabbi adalah pemimpin yang
memahami tujuan pendidikan, sasaran, dan tahapannya yang secara global terdapat dalam
tiga hal, yaitu pembentukan dan pembinaan, meritokrasi, dan independensi serta konsistensi
dan kontinuitas (Madhi, 2001).

Ketika sasaran pembentukan adalah manusia maka sudah menjadi kewajiban seorang
pemimpin yang mendidik untuk memperhatikan kondisi manusia, yaitu emosional-afektif,
kinetis-psikomotorik dan intelektual-kognitif. Proses pembentukan tersebut adalah dengan
memberikan pengetahuan-pengetahuan tertentu dan perilaku-perilaku yang dibutuhkan,
dengan menggunakan sarana-sarana kinetis-psikomotorik dan intelektual-kognitif yang sesuai
dengan iklim emosional-afektif yang kondusif. Unsur yang paling mendasar dan merupakan
prioritas utama dalam proses pembentukan adalah pendidikan spiritual imaniah, baru
kemudian unsur-unsur lainnya, seperti pemikiran, wawasan, dan lain-lain.
Sasaran yang kedua adalah independensi, yaitu realisasi jati diri setiap individu yang
hakiki. Pemimpin yang berjiwa seorang pendidik dapat menumbuhkembangkan suatu
kepribadian yang unik dan independen, dalam kerangka aturan pendidikan dan penghormatan
terhadap kebebasan orang lain. Pendidikan pada fase ini memberikan kesempatan kepada
setiap individu Untuk memperoleh pengalaman-pengalaman pribadi serta pengembangan
sikap spontan dan independen sehingga tercapai manfaat-manfaat, antara lain: (a)
pengembangan tanggung jawab pribadi; (b) pengembangan sikap spontanitas pribadi; (c)
mengenali sisi-sisi keistimewaan diri untuk dimanfaatkan; dan (d) mengembangkan sikap
independensi dan spontanitas orang lain, serta menghormatinya.
Seorang pemimpin yang berpengaruh beserta para pengikutnya mampu mewujudkan, yaitu
a. membangkitkan kemampuan, mempertajam obsesi tinggi, dan memotivasi mereka untuk
terus berinovasi yang membuat mereka bangga dengan pimpinannya dan merasa bertanggung
jawab;
b. kepercayaan mereka yang utuh terhadap pemimpin karena ia selalu memperlakukan
mereka lebih dari hak-hak yang seharusnya mereka terima, juga mengeksplorasi kelebihan-
kelebihan mereka yang tersembunyi dan mengembangkannya, tanpa harus selalu melihat
kesalahan mereka saja; dan
c. memanfaatkan seluruh kemampuan mereka untuk berkarya, karena mereka merasakan
bahwa pemimpin mereka penuh perhatian dan terus memotivasi mereka.
Agar pemimpin yang berkarakter seorang pengajar dapat mencapai tujuan yang telah
tersebut maka pihak pemimpin harus menempuh beberapa cara dengan menanamkan pada
din" pengikutnya, yaitu
a. Kecintaan pada pekerjaan. Untuk mewujudkan dengan jalan memotivasi para pengikut
untuk bekerja dan merangsang obsesi dengan membangkitkan semangat mereka untuk dapat
terus memberikan yang terbaik. Seorang pemimpin yang menginginkan tercapainya kedutaan
pada pekerjaan maka ia harus: tidak memberikan suatu pekerjaan kepada pengikutnya tanpa
memotivasi; tidak meminta suatu upaya di luar kemampuan mereka; dan tidak meminta
kepada mereka suatu pekerjaan yang sulit hingga kesulitan tersebut melampau batas
keinginan.
b. Rasa bertanggung jawab. Pemimpin yang karismatik mampu menebarkan pada
pengikutnya rasa tanggung jawab dan selalu menginstruksikannya dengan jelas dan penuh
inspirasi. Karena itu, pemimpin harus memerhatikan
1) cara penyajian tanggung jawab, yaitu
a) menunjukkan kepercayaannya pada diri, kemampuan, dan kapabilitas bawahan;
b) memerhatikan dependensinya pada orang tersebut untuk melaksanakan tanggung
jawab; dan
c) membuatnya merasakan bahwa organisasi mengharapkan kemampuan dan
kreativitasnya.
2) hakikat tanggung jawab (tugas), bahwa tugas tersebut harus merupakan sesuatu yang
mungkin untuk dilaksanakan. Seorang pemimpin harus menjelaskan manfaat tugas tersebut
kepada orang yang ditugaskan dan menjamin bahwa ia memahaminya. Tugas yang diberikan
harus sesuai dengan kepribadian individu sehingga dapat memperlihatkan kecerdasannya
dalam melaksanakan tanggung jawab; dan
3) metode pelaksanaan tanggung jawab, yaitu memberikan kebebasan penuh kepada individu
dalam mengemban tugas, memberikan kebebasan penuh kepadanya dalam memilih sarana
yang layak dan sesuai, serta menyadarkan individu bahwa ia berbuat untuk mencapai tujuan
kolektif, yaitu tujuan organisasi.
c. Jiwa kebersamaan. Berbagai studi telah membuktikan bahwa menanamkan jiwa
kebersamaan antar individu dengan selalu mengingatkan akan urgensi dan buah yang akan
dihasilkan oleh amal kebersamaan adalah salah satu faktor yang menguatkan efek dan
pengaruh. Artinya, manusia harus berada dalam kebersamaan yang menjadikan mereka lebih
ber. pengaruh dan mampu mengesampingkan persepsi-persepsi individualistis. Mendidik
individu agar mampu merealisasikan jiwa kebersamaan dan mengembangkannya dengan
saling memahami, membaur, selaras, memupuk jiwa ini secara terus menerus untuk yakin
dengan konsep ini dan mau berkorban di jalannya.
Pemimpin yang efektif harus berjiwa organisatoris dan dapat mengorganisasikan unsur-
unsur berikut secara efektif dan sesuai dengan kondisi organisasi.
a. Asisten, yaitu memberikan kebebasan kepada para asistennya yang menangani pekerjaan
masing-masing dan mengandalkan mereka serta tidak berupaya untuk mengambil alih tugas
yang telah diberikan kepada mereka.

b. Tugas dan fungsi, yaitu mengatur tugas dan fungsi berarti memberikan pendistribusiannya
secara rinci untuk mencapai sasaran sesuai dengan kemampuan.
c. Penerbitan perintah, yaitu selalu menjaga agar perintah yang dikeluarkan berasal dari satu
sumber, baik dalam pendistribusian pekerjaan atau rincian tugas yang dilaksanakan.
d. Pekerjaan, yaitu agar selalu menjaga kekompakan kerja melalui pertemuan bergilir untuk
para pimpinan.
e. Komunikasi, yaitu mengatur komunikasi agar para pemimpin selalu memperhatikan untuk
mengikuti perkembangan rantai (informasi).
f. Instruksi tugas, yaitu sikap pemimpin yang harus menghindari dualisme kekuasaan bagi
orang yang diberi tugas sehingga tidak ada dua pekerjaan yang ditangani seseorang.
g. Pengangkatan, yaitu penentuan asisten atau individu.
Untuk menjadi pemimpin yang efektif dalam mengelola dan mengembangkan organisasi
harus memiliki berbagai karakteristik diantaranya :
a. Yakin akan tugasnya. Pemimpin harus memiliki sasaran yang jelas dan mampu
melaksanakan dengan baik. Karena itu, perlu ditanamkan rasa keyakinan dalam diri
bawahannya sehingga pekerjaan akan maju dan produktivitas akan terus bertambah. Selain
itu, harus memiliki kemampuan menahan diri dan ketenangan dalam melaksanakan segenap
aktivitas organisasi, serta bertangung jawab terhadap amanah yang diberikan (memiliki jiwa
kepemimpinan yang amanah).
b. Mengenali staf dan anggotanya. Para anggota organisasi adalah orang-orang yang akan
melaksanakan tugas dan ini merupakan unsur penting yang perlu diperhatikan oleh
pemimpin. Karena itu, mengenai mereka lebih dalam dapat menciptakan keselarasan yang
ideal dalam bekerja sama dan membuat mereka termotivasi untuk lebih gigih berusaha dan
berinovasi dalam karyanya.
c. Cekatan dan penuh inovasi. Seorang pemimpin harus memiliki kemampuan dan kecekatan
dalam mengambil keputusan demi menumbuhkembangkan perjalanan organisasi yang
dipimpinnya.
d. Memberi keteladanan. Seorang pemimpin harus dapat menjadi teladan bagi anggotanya
terutama dalam penegakan disiplin, proaktif, rendah hati, realistis, serta penyayang.
B. Ringkasan Isi Buku II
1. Proses Kepemimpinan
Ratmawati dan Herachwati (2007), mengatakan bahwa kepemimpinan adalah
kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok kearah tercapainya tujuan. Sedangkan
Hersey dan Blanchard (1995), kepemimpinan didefinisikan sebagai proses mempengaruhi
aktivitas seseorang atau kelompok untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu. Secara
esensial, kepemimpinan merupakan upaya pencapaian tujuan dengan dan melalui orang-
orang. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus memperhatikan hubungan antara tugas
dengan manusia. Dengan menggunakan istilah lain, Bernard telah mengidentifikasi perhatian
kepemimpinan yang sama dalam hasil kerja klasiknya, The Functions of the executive, pada
akhir tahun 1930-an. Perhatian kepemimpinan itu tampaknya merupakan pencerminan dari
dua aliran pikiran terdahulu dalam teori organisasi-manajemen keilmuan dan hubungan
manusia.

1. Pergerakan Manajemen Keilmuan


Taylor (1911) merupakan salah seorang dari teoritisi di bidang administrasi yang paling
dikenal pada awal tahun 1900-an. Dasar manajemen keilmuannya adalah teknologi. Pada
waktu itu dirasakan bahwa cara terbaik untuk meningkatkan keluaran adalah dengan
meningkatkan teknik atau metode yang diterapkan karyawan. Konsekuensinya, Taylor (1911)
telah ditafsirkan orang-orang sebagai alat atau mesin yang dapat dimanipulasi oleh pemimpin
mereka. Dengan menerima asumsi ini, teoritisi gerakan manajemen keilmuan lainnya
mengusulkan agar organisasi direncanakan dan dilaksanakan secara rasional dan
dikembangkan sedemikian rupa untuk menciptakan administrasi yang lebih efisien dan
karenanya dapat meningkatkan produksi. Manajemen dipisahkan dari hubungan dan emosi
manusia. Akibatnya, karyawan harus menyesuaikan diri dengan manajemen dan bukan
manajemen yang harus sesuai dengan orang-orang. Fokus pemimpin yang utama adalah pada
kebutuhan organisasi dan bukan pada kebutuhan orang-orang.
2) Gerakan Hubungan Manusia
Dalam tahun 1920-an kecenderungan yang dimulai oleh Taylor (1911) digantikan oleh
gerakan hubungan manusia, yang diawali oleh Elton Mayo dan koleganya. Para teoritisi ini
berpendapat, disamping perlu mencari metode teknologi yang terbaik untuk meningkatkan
keluaran, maka ada manfaatnya bagi pimpinan memperhatikan urusan manusia. Pusat-pusat
kekuasaan yang sesungguhnya dalam suatu organisasi adalah hubungan antar pribadi yang
berkembang dalam unit-unit kerja. Studi hubungan manusia ini merupakan pertimbangan
yang paling penting bagi manajemen dan analisis organisasi. Organisasi perlu dikembangkan
dengan memperhitungkan karyawan dan harus mempertimbangkan perasaan dan sikap
manusia.
3) Perilaku Pemimpin Yang Autokratis-Demokratis
Pada masalalu para penulis merasa bahwa penekanan pada tugas, cenderung diwakili
oleh perilaku pemimpin yang autokratis, sedangkan penekanan pada hubungan diwakili oleh
perilaku yang demokratis. Pandangan ini populer karena pada umumnya disepakati bahwa
pemimpin mempengaruhi pengikut melalui salah satu cara berikut ini. (i) mereka dapat
memberitahu pengikut mereka tentang hal-hal yang perlu dilakukan dan bagaimana cara
melakukannya atau (ii) mereka dapat berbagi tanggung jawab kepemimpinan dengan
pengikut mereka dengan melibatkan pengikut dalam perencanaan dan pelaksanaan tugas.
Yang pertama adalah gaya autokratis tradisional, yang menekankan perhatian pada tugas.
Dan yang kedua merupakan gaya demokratis yang lebih tidak direktif dengan penekanan
pada hubungan manusia (Hersey, Blanchard, 1995).
4) Studi Kepemimpinan Michigan
Dalam studi awal yang dilakukan oleh Survey Research Center Universitas Michigan,
ada usaha untuk menghampiri studi kepemimpinan dengan menentukan gugus karakteristik
yang tampak hubungannya satu dengan yang lain serta berbagai indikator efektivitas. Studi-
studi itu mengidentifikasi dua konsep, yang mereka sebut orientasi pegawai dan orientasi
produksi. Para pemimpin yang berorientasi pegawai menekankan aspek hubungan dari
pekerjaan mereka. Mereka merasa bahwa setiap pegawai adalah penting dan menaruh
perhatian kepada setiap orang, dengan menerima individualitas dan kebutuhan pribadi
mereka. Orientasi produksi menekankan pada hasil dan aspekaspek teknis pekerjaan. Para
pegawai dipandang sebagai alat untuk mencapai tujuan organisasi. Kedua orientasi ini sejalan
dengan konsep perilaku pemimpin yang autokratis (tugas) dan demokratis (hubungan),
Greiner (1972).
5) Studi Dinamika Kelompok
Darwin Cartwright dan Alvin Zander, dengan mengikhtisarkan hasil penemuan studi-
studi yang dilakukan di Research Center for Group Dynamics, mengemukakan bahwa tujuan
kelompok dapat dikelompokkan dalam dua kategori: (i) pencapaian tujuan khusus kelompok
atau (ii) pemeliharaan atau penguatan kelompok itu sendiri (Lewin, 1947). Hasil penelitian
belakangan ini menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan cukup bervariasi dari satu pemimpin
ke pemimpin yang lain. Sebagian pemimpin menekankan pada tugas dan dapat dilukiskan
sebagai pemimpin yang autikratis, dan yang lain menekankan pada hubungan antara pribadi
dan dapat dipandang sebagai pemimpin yang demokratis.

6) Studi Kepemimpinan Universitas Ohio


Pada tahun 1945, studi-studi kepemimpinan yang diawali oleh Bureau of Business
Research di Universitas Negeri Ohio berusaha menidentifikasi berbagai dimensi perilaku
pemimpin. Staf peneliti pada biro itu, mendefinisikan kepemimpinan sebagai perilaku
seseorang pada saat mengarahkan aktivitas kelompok pada pencapaian tujuan, dan akhirnya
mempersempit uraian perilaku pemimpin dalam dua dimensi: Struktur Inisiasi dan
Konsiderasi (Initiating Structure and Consideration). Struktur inisiasi mengacu pada
“perilaku pemimpin dalam menggambarkan hubungan antara dirinya sendiri dengan anggota
kelompok kerja dan dalam upaya membentuk pola organisasi, saluran komunikasi, dan
metode atau prosedur yang ditetapkan dengan baik.” Sebaliknya, Konsidersi mengacu pada
“perilaku yang menunjukkan persahabatan, kepercayaan timbal balik, rasa hormat dan
kehangatan dalam hubungan antara pemimpin dengan anggota stafnya.” (Lewin, 1947).
7. Geradi Manajemen (Managerian Grid)
Dalam membicarakan studi-studi kepemimpinan Universitas Chio Michigan dan
Dinamika kelompok, kita telah memusatkan perhatian pada dua konsep teoritis, yang satu
menekankan pada penyelesaian tugas dan yang lain menekankan pada pengembangan
hubungan pribadi. Robert R. Blake dan Jane S. Mouton telah mempopulerkan kedua konsep
itu dalam Geradi Manajemen mereka dan telah menggunakan geradi itu secara ekstensif
dalam program-program pengembangan organisasi dan manajemen.

2. Gaya Kepemimpinan
Pemilihan gaya kepemimpinan yang benar disertai dengan motivasi eksternal yang
tepat dapat mengarahkan pencapaian tujuan perseorangan maupun tujuan organisasi. Dengan
gaya kepemimpinan atau teknik memotivasi yang tidak tepat, tujuan organisasi akan
terbengkalai dan pekerja-pekerja dapat merasa kesal, gelisah, berontak dan tidak puas.
Pendekatan untuk memahami kepemimpinan yang sukses memusatkan diri pada apa yang
dilakukan seorang pemimpin. Gaya kepemimpinan (leadership styles) seorang manajer akan
sangat berpengaruh terhadap efektivitas seseorang pemimpin. Gaya kepemimpinan adalah
suatu cara pemimpin untuk mempengaruhi bawahannya. Ada tiga macam gaya
kepemimpinan yang berbeda, yaitu ; otokratis, demokratis atau partisipatif dan laissezfaire,
yang semuanya pasti mempunyai kelemahan-kelemahan dan kekuatan.
1) Implikasi-Implikasi Gaya dari Berbagai Studi Klasik dan Teori-Teori Modern
Secara kasar terminologi “gaya” berarti atau ekuivalen dengan perilaku pemimpin. Hal
ini merupakan cara dengan mana pemimpin mempengaruhi para bawahannya. Studi-studi dan
teori-teori klasik maupun medern, secara langsung atau tidak langsung mempunyai implikasi-
implikasi pada gaya kepemimpinan. Contoh, studi Hawthorne diinterprestasikan dalam
istilah-istilah gaya pengawasan, dan Teori X dari McGregor (1944) mencerminkan gaya
otokratis dan teori Y nya menunjukkan gaya kepemimpinan humanistik. Studi Ohio State
mengidentifikasikan perhatian (tipe gaya suportif) dan struktur pengambilan inisiatif (tipe
gaya direktif) yang menjadi fungsi-fungsi kepemimpinan utama.
2. Gaya–Gaya Managerial Grid
Penggunaan Managerial-Grid yang dikemukakan oleh Robert R. Blake dan Jane S.
Mouton dalam McShane and Glinow (2008), merupakan salah satu pendekatan yang Sangat
populer untuk mengidentifikasikan berbagai gaya kepemimpinan para manajer praktis. Dua
dimensi jeringan (grid) adalah perhatian terhadap karyawan sepanjang aksis vertical dan
perhatian terhadap produksi sepanjang horizontal. Dua dimensi ini equivalen dengan fungsi-
fungsi perhatian dan struktur pengambilan inisiatif yang diidentifikasikan Studi Ohio State,
dan gaya-gaya orientasi karyawan dan orientasi produksi yang digunakan dalam studi
Michigan.
3. Aktivitas Pimpinan
Motivasi didefinisikan sebagai suatu yang terdiri dari kekuatan internal dan eksternal.
Motivasi internal ditentukan oleh orang itu sendiri dan didasarkan atas kebutuhan dan
keinginan. Motivasi eksternal dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti gaji, kondisi kerja, dan
sebaginya. Bagaimana seorang manajer mengendalikan faktor-faktor tersebut dan memotivasi
pekerja-pekerjanya akan sangat menentukan seberapa jauh efektif-tidaknya dia sebagai
seorang pemimpin. Pemimpin atau manajer tidaklah perlu dicampur adukkan, karena
kepemimpinan (leadership) adalah bagian tersendiri dari manajemen. Manajer melaksanakan
fungsi-fungsi penciptaan, perencanaan, pengorganisasian, memotivasi, komunikasi dan
pengendalian (pengawasan). Termasuk dalam fungsi ini adalah perlunya memimpin dan
mengarahkan. Bagaimana pun kemampuan seorang manajer untuk memimpin secara efektif
akan mempengaruhi kemampuannya untuk mengelola, tetapi seorang pemimpin hanya
membutuhkan kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang-orang lain. Dia tidak perlu
melaksanakan seluruh fungsi, seperti seorang manajer. Dalam kenyataannya, dia tidak
diperlukan untuk memimpin pengikut-pengikutnya dalam pengarahan yang benar.
Kepemimpinan yang efektif harus memberikan pengarahan terhadap usaha-usaha semua
pekerja dalam mencapai tujuan-tujuan organisai. Tanpa kepemimpinan atau bimbingan,
hubungan antara tujuan perseorangan dengan tujuan organisasi mungkin akan menjadi
renggang (lemah).
Oleh karena itu, kepemimpinan sangat diperlukan bila suatu organisasi ingin sukses.
Terlebih lagi pekerja-pekerja yang baik selalu ingin tahu bagaimana mereka dapat
menyumbang dalam pencapaian tujuan organisasi, dan paling tidak, gairah para pekerja
memerlukan kepemimpinan sebagai dasar motivasi eksternal untuk menjaga tujuan-tujuan
mereka tetap harmonis dengan tujuan organisasi.
4. Syarat Kepemimpinan Efektif
Kepemimpinan dikatakan sangat efektif, apabila seorang manajer juga seorang
pemimpin (leader), sedangkan kepemimpinan yang berhasil adalah pemimpin yang berhasil
mencapai tujuan organisasi tanpa mempertimbangkan apakah orang lain merasa terpaksa atau
tidak untuk melakukannya (Badeni, 2014). Organisasi yang berhasil memiliki ciri utama yang
membedakannya dengan organisasi yang tidak berhasil, yaitu kepemimpinan yang dinamis
dan efektif. Peter F. Draker dalam Hersey dan Blanchard (1995), mengemukakan bahwa
manajer (pemimpin bisnis) merupakan sumber daya pokok yang paling langka dalam setiap
organisasi bisnis.
Apabila seseorang berusaha mempengaruhi perilaku orang lain, hal itu disebut sebagai
upaya kepemimpinan. Tanggapan terhadap kepemimpinan ini boleh jadi berhasil dan tidak
berhasil. Karena tanggung jawab manajer dalam organisasi adalah mencapai hasil dengan dan
melalui orang lain, maka keberhailan mereka diukur oleh keluaran atau produktivitas
kelompok yang mereka pimpin. Dengan mengingat hal ini, Benard M. Bass dalam bukunya
Hersey dan Blanchard (1995), mengemukakan suatu perbedaan yang jelas antara
kepemimpinan atau manajemen yang berhasil dengan kepemimpinan atau manajemen yang
efektif.

Anda mungkin juga menyukai