Anda di halaman 1dari 20

Tugas Kelompok

PSIKOLOGI INDUSTRI DAN ORGANISASI


“Leadership in Organizations”

Oleh :
Kelompok 10

Jeffry (15-019)
Syafira Balqis L (15-047)
Fahira Dwianti S (15-091)
Stephanie Regina (15-093)
Veronika Putri (15-111)

Fakultas Psikologi
Universitas Sumatera Utara
2016
What is Leadership?
Ada banyak arti kepemimpinan. Kepemimpinan berarti yang orang diikuti,
kepemimpinan berarti orang-orang yang rela mengikuti, dan esensi dari
kepemimpinan adalah pengaruh seorang pemimpin yang efektif dalam mencapai
tujuan.

Dalam beberapa dekade, kepemimpinan telah didefenisikan oleh psikolog


I/O dan yang lainnya sebagai fokus proses grup, kepribadian seseorang dan
efeknya, seni membuat patuh, latihan mempengaruhi, sebuah perilaku, bentuk dari
persuasi, dan kekuatan hubungan (Bass, 1990a). Untuk tujuan ini, defenisi
kepemimpinan yang diberikan oleh psikolog sosial Katz dan Kahn (1978) yang
paling berguna.

“Kami pertimbangkan esensi kepemimpinan organisasi menjadi


berpengaruh dan diatas kepatuhan mekanis dengan arahan rutin
organisasi”

Menurut Katz dan Kahn, terdapat lima alasan mengapa organisasi


membutuhkan kepemimpinan, yaitu :

1. Ketidak lengkapan desain organisasi. Tidak ada aturan, rencana, prosedur,


atau undang-undang organisasi. Pemimpin membantu menginterpretasikan
hal-hal tersebut dan mengisi kekosongan tersebut.
2. Kepemimpinan sebagai fungsi batas. Pemimpin menghubungkan antara
subsistem organisasi.
3. Merubah kondisi lingkungan. Konsep organisasi sebagai sistem yang
terbuka yang berinteraksi dengan lingkungannya. Pemimpin mendapatkan
sumber dari lingkungan dan membuat lingkungan lebih mau menerima
organisasi.
4. Dinamika internal organisasi, artinya perubahan dan pertumbuhan
organisasi. Pemimpin mencegah perubahan yang merusak organisasi.
5. Sifat keanggotaan manusia dalam organisasi. Orang-orang datang, pergi,
dan berubah. Pemimpin membantu untuk beradaptasi.
Subtitutes for Leadership
Lima faktor dari Katz dan Kahn yang membuat kesempatan untuk
kepemimpinan, tetapi terdapat pula kondisi yang menghambat kesempatan ini.
Kerr dan Jermier (1978) mengemukakan karakteristik bawahan, tugas, dan
organisasi yang dapat bekerja untuk mencegah kesempatan kepemimpinan.
Perilaku kepemimpinan dapat dinetralkan ketika karakteristik situasi mencgah
pemimpin untuk memimpin, dan beberapa pengganti untuk kepemimpinan dapat
membuat perilaku pemimpin relatif tidak penting.

Memahami kondisi yang membuat atau menghambat kesempatan untuk


kepemimpinan dalam organisasi adalah penting untuk mempelajari pemimpin dan
perilakunya. Contohnya perusahaan X tidak mengizinkan manajernya
meningkatkan keputusan yang tidak dianggap, evaluasi negatif bawahan terhadap
manajer perusahaan X yang diluar konteks. Maka, dapat disimpulkan bahwa
manajer dalam perusahaan ini membutuhkan pelatihan ekstensif kepemimpinan
atau seharusnya malah diganti.

Leadership and Management


Hersey dan Blanchard (1988) melihat perbedaan diantara dua sebagai
fokus mempengaruhi (kepemimpinan) versus fokus pencapaian tujuan organisasi
(manajemen). Dalam bab ini, diskusi mengenai orang dalam organisasi yang
diberikan tanggungjawab formal untuk bekerja. Kebanyakan dari orang-orang ini
adalah supervisor, manajer, atau eksekutif (Mintzberg, 1980). Mereka haruslah
berkompeten dalam kedua aktivitas manajemen seperti merencanakan dan
mengorganisasikan pekerjaan, dan aktivitas kepemimpinan seperti mempengaruhi
dan mengkomunikasikan visi.

Trait Approaches to the Study of Leadership


Salah satu upaya pertama untuk menentukan sifat kepemimpinan dalam
organisasi berfokus pada manajemen atas. Chester Barnard dalam tulisannya “the
functions of the executive” tetap klasik dalam area ini. Organisasi adalah sistem,
dan Barnard meyakini bahwa eksekutif terutama untuk dikenakan dengan desain
dan pemeliharaan sistem ini melalui fungsi : (1) mengkoordinasi aktivitas dan
sistem penting untuk mengelola organisasi, (2) membawa orang penting ke dalam
organisasi dan melindungi kerja samanya, dan (3) membangun tujuan organisasi.

The “Great Man” Theory


Teori “great man” berfokus pada pemimpin yang jelas sukses. Metodologi
umum penelitian teori sifat adalah untuk mencari perbedaan yang signifikan
antara sifat personal pemimpin sukses dan pemimpin yang tidak sukses. Hasil dari
penelitian ini adalah :

“Pemimpin dikarakteristikan oleh dorongan kuat untuk bertanggung jawab


dan penyelesaian tugas, semangat dan gigih dalam mengejar tujuan,
dorongan untuk berinisiatif dalam situasi sosial, percaya diri, kesiapan
untuk menyerap stres, kesediaan untuk mentolerir frustrasi, kemampuan
untuk mempengaruhi orang lain, dan kapasitas untuk sistem interaksi
struktur sosial untuk tujuan”.

Proses yang dijelaskan juga bekerja secara terbalik. Ketika foto-foto


yang ditampilkan dari orang yang diidentifikasi sebagai pemimpin atau bukan
pemimpin, dinilai pemimpin lebih menarik dan matang daripada bukan pemimpin,
dan memiliki status seperti pemimpin dan kepribadian sifat (chrulnik, Turns, &
Wilderman, 1990). Namun, label “pemimpin” dan “bukan pemimpin” ditugaskan
secara acak untuk praduga foto menjadi daya tarik hampir sama. Kualitas subyek
melihat dalam gambar pemimpin yang kualitas mereka percaya berhubungan lebih
dengan para pemimpin dari bukan pemimpin.

Leadership in the Eye of the Beholder


Orang berurusan dengan banyak cara dengan rentetan informasi dari
lingkungan di mana mereka beroperasi. pertama adalah dengan mengelompokkan
orang dan perilaku mereka ke dalam lubang mental, "sudah ada, kategori
kontekstual yang berarti". Sistem klasifikasi mental yang berfungsi sebagai
pengganti untuk harus menghadiri, dan memahami, segala sesuatu yang orang
lakukan; dan tindakan dapat dievaluasi dan menanggapi atas dasar kategori yang
ditugaskan.
Pandangan pengolahan informasi sosial kepemimpinan juga
menunjukkan bahwa persepsi kepemimpinan dipengaruhi oleh hasil dari perilaku
pemimpin (sebab akibat hubungan) maupun oleh teori-teori implisit
kepemimpinan (apa yang pemimpin sejati sebenarnya). banyak studi telah
menemukan bahwa evaluasi kegiatan kepemimpinan dipengaruhi oleh informasi
tentang kinerja bawahan atau kelompok mana individu adalah pemimpin, dengan
para pemimpin dari kelompok yang sukses dilihat sebagai lebih efektif.

The Gender of Leadership


Laki-laki biasanya digambarkan menjadi manajer yang sukses
dibandingkan wanita. Tetapi hal ini telah berubah dalam beberapa dekade.
Heilman dan koleganya mengulang beberapa penelitian ke dalam “jenis kelamin
kepemimpinan" di akhir 1980-an, mereka berharap untuk menemukan sedikit
perbedaan antara gender dan efektivitas manajer (Heilman et al, 1989). Manajer
yang sukses seperti laki-laki pada umumnya dalam kemampuan kepemimpinan,
kepercayaan diri, keinginan untuk tanggung jawab, dan sekitar 50 isu-isu lain.
Manajer yang sukses seperti perempuan pada umumnya dalam hal yang
penasaran, membantu, intuitif, kreatif, pemahaman, rapi, menyadari perasaan
orang lain, dan kurang kasar.
Dalam beberapa kasus, pria berperilaku dengan perilaku menolong mereka
muncul sebagai pemimpin seringkali lebih dari perempuan, tapi di lain waktu
tidak ada perbedaan. Penjelasan untuk temuan yang tidak konsisten mungkin
terletak pada pengaturan dari studi yang berbeda. Dalam pengaturan laboratorium
yang khas, laki-laki menjadi pemimpin kelompok-kelompok kecil untuk mencapai
tugas tertentu dalam waktu singkat lebih sering daripada wanita.
Penelitian juga mengidentifikasi perbedaan dalam cara pria dan wanita
dalam berperilaku posisi kepemimpinan. Banyak pemimpin sarjana percaya
perbedaan ini sangat penting untuk berfungsinya organisasi yang efektif. Rosener
(1990, 1995) menyatakan bahwa perempuan lebih cenderung menggunakan
kepemimpin yang interaktif, mendorong partisipasi, berbagi kekuasaan dan
informasi, meningkatkan harga diri orang lain, dan antusias tentang pekerjaan
mereka.
Beberapa dukungan untuk pernyataan Rosener. Adler (1996) menemukan
bahwa pemimpin wanita dari negara di seluruh dunia cenderung meminimalkan
hirarki, menggunakan proses penghitungan untuk membangun konsensus, dan
fokus untuk menciptakan persatuan. Manajer wanita sering memakai kecepatan
yang berbeda dan lebih toleran terhadap interupsi dan kegiatan usaha bebas
daripada laki-laki. Bila mengambil peran kepemimpinan, mereka lebih cenderung
untuk menggunakan proses interaktif dari komunikasi satu arah dari visi
(Helgesen, 1990)
Baik pria maupun wanita sering bereaksi negatif ketika perempuan
berusaha untuk berkomunikasi dengan cara yang tegas. Namun, itu hanya
bagaimana orang tersebut diharapkan untuk berperilaku agar meyakinkan dan
berpengaruh (Adler, 1993). Ragins (1989, 1991) berpendapat bahwa masalah ini
mengenai kekuasaan, bukan gender. Kekuasaan manajer perempuan dan laki-laki
yang sama dinilai oleh bawahan mereka sebagai yang sama-sama efektif, namun
laki-laki memiliki akses yang besar untuk mendapatkan kekuasaan dari pada
wanita.

The Ideal Leader


Informasi sosial melihat pemrosesan kepemimpinan menunjukkan bahwa
sifat-sifat pribadi yang penting untuk menjadi pemimpin yang sukses. Banyak
psikolog PIO dan sarjana manajemen telah membawa pengalamannya dan filosofi
pribadi untuk dikenakan pada subjek ini. Tiga dari pernyataan ini menggambarkan
pemimpin yang ideal dan gaya kepemimpinannya.

 The Take-Charge Leader


Bennis dan Nanus (1985) berusaha untuk mengidentifikasi karakteristik
pemimpin yang baik melalui ekstensif, wawancara terstruktur dengan 60 chief
executive officer sukses (CEO). Berdasarkan wawancara tersebut, penulis
mengidentifikasi empat strategi pemimpin yang sukses untuk mengambil alih
tanggung jawab.
1. Attention through vision
Pemimpin yang sukses memiliki visi apa yang ingin mereka kerjakan dan
mereka menciptakan fokus untuk mencapai agenda mereka.
2. Meaning through communication
Pemimpin yang sukses mampu menyampaikan visi mereka kepada orang
lain dan mengembangkan makna hasil yang ingin dicapai.
3. Trust through positioning
Pemimpin yang sukses mengembangkan kepercayaan dengan bersikap
gigih, menunjukkan stabilitas, dan berperilaku dalam dengan cara yang
mendukung visi mereka.
4. Deployment of self through positive regard
Pemimpin yang sukses mempertahankan citra diri yang positif, bahkan
tidak mempertimbangkan kemungkinan untuk gagal, dan mampu belajar
dari pengalaman yang buruk.

 The Transformational Leader


James MacGregor Burns (1978) membahas perbedaan antara dua jenis
pemimpin politik. Pemimpin transaksional (transactional leader) memandang
hubungan pemimpin-pengikut sebagai transaksi. Bawahan yang melakukan
pekerjaan yang baik sangat dihargai oleh pemimpin. Pemimpin transformasional
(transformational leader), mampu mendapatkan prestasi unggul dan hasil yang
baik dengan mengubah keyakinan dasar, nilai-nilai, dan kebutuhan para anggota.
Bass (1985, 1990b) memiliki dilakukan ide ini ke kepemimpinan organisasi,
seperti Tiny&Devanna (1986).
Menurut Tichy dan Devanna, pemimpin transformasional menyadari
perlunya perubahan organisasi, menciptakan visi, mengerahkan komitmen untuk
visi, membentuk budaya organisasi untuk mendukung perubahan, dan mencari
sinyal baru perubahan. Alat kepemimpinan transformasional yang retoris
(komunikasi) keterampilan yang membuat image dari kekuatan dan kepercayaan
diri, kepercayaan, dan kepemimpinan pribadi. Meskipun pemimpin mungkin tidak
memiliki hubungan pribadi dengan masing-masing anggota, anggota merasa
seolah-olah hubungan tersebut ada.
Karena anggota melihat hubungan pribadi dengan pemimpin
transformasional, mereka menerima visinya, fokus pada isu-isu yang lebih dari
diri mereka sendiri, dan merasa kuat dalam mengejar visi (Hughes, Ginnett, &
Curphy 1996). Kuhnert dan Lewis (1987) mempertahankan bahwa itu adalah
perbedaan ciri kepribadian yang membedakan pemimpin ini dari pemimpin
transaksional. Wofford dan Goodwin (1994), di sisi lain, percaya bahwa
mengadopsi satu gaya atau yang lain adalah pilihan kognitif orang dalam
membuat sebagian tergantung pada cara mereka melihat dunia dan bawahan
mereka. Hal ini juga harus dicatat bahwa kepemimpinan transformasional dapat
membangun keterampilan dasar organisasi yang melekat dalam kepemimpinan
transaksional tanpa menggantikannya.
Pemimpin transformasional dapat direktif atau partisipatif, otoriter atau
demokratis. Nelson Mandela menjadi direktif ketika ia menyatakan: "Lupakan
masa lalu" Dia bisa menjadi partisipatif ketika ia secara aktif mendukung dan
melibatkan dirinya dan terbuka, konsultasi berbagai ras dan kesepakatan bersama.
(Bass, 1995).

 The Charismatic Leader


Pemimpin karismatik, atas kekuatan kemampuan pribadi mereka, mampu
memiliki efek besar dan luar biasa pada anggota (House & Baetz 1979). Orang
mengenali pemimpin dan rela menjadi anggota atau pengikutnya. Contoh
pemimpin karismatik dari masa lalu mungkin termasuk John F Kennedy, Jr.
Eleanor Roosevelt, dan Lee lacocca, mantan kepala Chrysler Corporation.
Pemipin karismatik didefinisikan dengan ciri-ciri perilaku memiliki visi dan
memiliki kemampuan untuk mewujudkannya, kemauan untuk mengambil risiko
pribadi, dan peka terhadap kebutuhan individu (Conger & Kanungo 1994).
Perbandingan dari pemimpin transformasional dan karismatik adalah
pemimpin transformasional bermula dengan sebuah visi. Pemimpin
transformasional membuat visi untuk perubahan, memotivasi anggota untuk
mengikutinya, dan menyatukan perubahan kedalam susunan organisasi.
Sedangkan pemimpin karismatik bermula dengan seseorang. Pemimpin
karismatik memunculkan kepercayaan dan penerimaan nilai dan tujuan dengan
kekuatan keberadaan dan kepribadian. Hubungan dengan pemimpin ini dan
identifikasi dengan misinya meningkatkan harga diri anggota atau pengikutnya.
Jelasnya, karisma akan menambah efektivitas pemimpin transformasional.

Trait Theories of Leadership in Perspective


Sifat lama teori pendekatan shopping-list kepemimpinan sangat tidak
membantu dalam menemukan pemimpin yang lebih efektif, tetapi asumsi bahwa
pemimpin yang efektif berbeda dalam beberapa cara yang dapat diidentifikasi
mendasar dari orang lain masih sangat banyak pada aliran PIO. Perhatian baru
dalam kepribadian sebagai variabel penelitian di PIO telah menyebabkan sejumlah
peneliti bergerak pada karakteristik pemimpin. Peneliti melaporkan bahwa
pemimpin yang efektif memiliki skor lebih tinggi pada pengukuran ciri-ciri
kesadaran, keterbukaan, dominasi, energi, keramahan, kecerdasan, keterbukaan
terhadap pengalaman, dan stabilitas emosional dibanding kebanyakan orang (Kets
de Vries, 1994).
Selain itu, orang-orang dengan skor tinggi pada beberapa dimensi yang
sama dengan kepribadian sering dianggap sebagai pemimpin dalam kelompok
yang tidak memiliki pemimpin formal. Sejumlah karakteristik pribadi seperti
menjadi mekanik, individualistis, dan egosentris, tampaknya terkait dengan
kegagalan utama orang yang menempati posisi kepemimpinan (Grant, 1996).
Perilaku orang dalam posisi kepemimpinan juga harus diperiksa.

Behavioral Approaches to the Study of Leadership


Pendekatan awal untuk mempelajari perilaku pemimpin terkait dengan
teori bahwa mereka menekankan apa yang diyakini sebagai sifat dasar perilaku
pemimpin yang berasal dari kepribadian menentang perbedaan pola-pola tipologi
ini dan filosofi pribadi.

Authoritarian, Democratic, and Laisses-Faire Leadership


Lewin, Lippiu, dan Putih (1939) Perbedaan antara tiga gaya
kepemimpinan berkisar yang membuat keputusan tentang kelompok (pengikut).
Pemimpin otoriter membuat semua keputusan sendiri. Sebaliknya, pemimpin yang
demokratis mendorong dan membantu anggota kelompok dengan partisipasi
dalam mengambil keputusan tersebut, pemimpin laissez-faire adalah pemimpin
nonparticipative yang menepi dan tidak mengambil bagian dalam keputusan
kecuali diminta secara khusus.
Gaya kepemimpinan mempengaruhi perilaku. Lewin, Lippitt, dan Putih
(1938) menyelidiki hubungan antara (a) iklim sosial yang terkait dengan adanya
manipulasi perilaku pemimpin (variabel independen) dan (b) pola interaksi sosial
pelajatan mereka (variabel dependen).
Penyelidikan berikutnya dari gaya kepemimpinan otoriter, demokratis, dan
laissez-faire meneliti pengaruh pola perilaku kriteria efektivitas kepemimpinan
tradisional dari prestasi pekerjaan dan kepuasan bawahan. Lewin, Lippitt, dan
White menemukan bahwa orang-orang seperti kepemimpinan demokratis lebih
baik. Mengelola tim kerja, hirarki organisasi datar, dan konsep pemberdayaan
karyawan. Lewin dan rekannya menyimpulkan bahwa gaya kepemimpinan
tergantung pada situasi, terutama karena prestasi pekerjaan. Secara khusus,
kepemimpinan otoriter tampaknya terkait dengan menghasilkan produktivitas
lebih besar ketika situasi sangat stres pada karyawan dalam beberapa cara. Sejauh
kepuasan yang berkaitan dengan tujuan sukses prestasi, orang-orang dalam situasi
ini cenderung lebih puas dengan kepemimpinan otoriter. Namun, untuk orang
lain, gaya otoriter telah dikaitkan dengan produktivitas yang lebih tinggi tetapi
kepuasan kerja yang lebih rendah.

Two Dimension of Leader Behavior


Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Survey Research Center di Universitas
Michigan, ditemukan adanya dua sikap kepemimpinan dasar, yaitu:
1. Employee-centered behaviors

Merupakan jenis pemimpin yang mementingkan hubungan intrapersonal


antar karyawan dan kebutuhan karyawan didalam perusahaan.

2. Job-centered behaviors

Merupakan jenis pemimpin yang mengarahkan perhatian pada pekerjaan


dan penyelesaian pekerjaan.
Tidak hanya itu, penelitian ini juga menemukan bahwa terdapat dua kategori
umum yang pada sifat pemimpin, yaitu:
1. Consideration

Merupakan kategori pemimpin yang mengarahkan perhatiannya pada


perasaan karyawan, kepercayaan antar karyawan, komunikasi yang
terbuka dan rasa hormat (respect).
2. Initiating structure

Merupakan kategori pemimpin yang mengarahkan perhatiannya pada


pemenuhan pekerjaan, mencapai tujuan, serta mengarahkan performansi
karyawan.
Intinya, pada pemimpin yang mementingkan karyawan maka sifat tersebut
disebut consideration. Namun, pada pemimpin yang sifatnya lebih mengutamakan
pekerjaan, maka sifat tersebut dapat dinyatakan sebagai initiating structure.

Contingency Approach to the Study of Leadership


Teori kontingensi pada area pembelajaran mensubstitusikan pemikiran
“tergantung” ke pemikiran “terdapat jalan yang lebih baik”. Sifat kepemimpinan
yang layak tergantung pada karakteristik pemimpin itu sendiri, rekan kerjanya,
dan situasi yang ia hadapi.

Fiedler’s Contingency Theory


Menurut Fiedler, seorang pemimpin akan mencapai kesuksesannya apabila ia
mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan pekerjaannya. Pada teori ini,
terdapat tiga variabel yang dapat menyukseskan seorang pemimpin. Ketiga varibel
tersebut, yaitu:
1. Seorang pemimpin memerlukan struktur yang mana struktur ini
menetapkan apakah pemimpin tersebut akan memfokuskan dirinya pada
hubungan antar anggota atau berfokus pada pekerjaan yang
diterimanya.spesifikasi yang dilakukan ini akan diukur menggunakan
Least Preferred Coworker (LPC).
2. Seseorang pemimpin memerlukan kendali atas situasi yang dihadapinya
sehingga pememimpin tersebut memiliki kepercayaan diri dalam
menyelesaikan tugas yang diberikan padanya. Kemampuan menguasai
situasi ini bergantung pada tiga hal, yaitu: (1) hubungan antar pemimpin
dengan anggota; (2) struktur tugas; (3) posisi yang dimiliki oleh pemimpin
tersebut.

3. Gabungan dari keduanya, interaksi antara kebutuhan pemimpin akan


struktur dan kendali atas situasi.

Terdapat pula perkembangan dari teori ini, yang mana teori ini menyatakan
keefektifan kepemimpinan. Teori ini mencoba menghubungkan antara intelegensi
yang miliki pemimpin dan kesuksesan yang didapatkan oleh pemimpin.
Hubungan ini menyebutkan bahwa smart + Directive = success dan intelegensi
memiliki pengaruh lebih besar daripada rendahnya stress yang dimiliki oleh
seseorang.

Vroom, Yetton, and Jago’s Normative Model


Menurut teori ini, terdapat tiga kriteria dasar yang pada keefektifan
kepemimpinan, yaitu:
1. Rationality
2. Acceptance

3. Time

Pada model ini, termasuk juga prosedur dalam menganalisasikan situasi dan
mencari respon apa yang tepat agar dapat menjadi lebih efektif.

House’s Path-Goal Theory


Sifat pemimpin yang layak adalah menjadikan tujuan karyawan dengan
karakteristik pemimpin dan lingkungan kerja. Terdapat empat tipe umum dari
sifat kepemimpinan untuk dapat menyesuaikan diri dalam berbagai kombinasi
variabel yang berbeda, yaitu :
1. Directive leadership
Merupakan karakter pemimpin yang membiarkan rekan kerja untuk
mengetahui apa yang mereka harapkan menyediakan panduan yang
spesifik untuk mengetahui apa yang harus dilakukan dan bagaimana
melakukan pekerjaan tersebut. Karakteristik kepemimpinan ini mampu
meningkatakan pengetahuan rekan kerja atas perkerjaan yang
dilakukannya
2. Supportive leadership
Merupakan karakter pemimpin yang dekat dengan rekan kerjanya serta
mengutamakan kebutuhan rekan kerjanya. Karakteristik kepemimpinan ini
mengurangi kebosanan dan meningkatkan ketertarikan dalam bekerja. Ini
juga dapat membangun kepercayaan diri.
3. Participative leadership

Merupakan karakter pemimpin membantu rekan kerjanya untuk ikut


bekerja didalam kelompok/perusahaan. Jenis pemimpin ini juga
mengklarifikasi tugas yang tidak jelas.
4. Achievement leadership

Merupakan karakter pemimpin yang menetapkan tujuan pekerjaan,


mengharapkan rekan kerja untuk menunjukan performa kerja mereka yang
paling baik, dan menunjukkan kepercayaan diri bahwa rekan kerja mampu
mencapai tujuan.

Contingency Theorist in Perspective


Premis dasar dalam teori kontingensi dari kepemimpinan adalah perilaku
seorang pemimpin harus disesuaikan dengan karakteristik dari situasi tertentu.
Walau banyak diterima, tetapi menurut beberapa orang konsep menganalisis
situasi untuk menentukan jenis dari kepemimpinan bukanlah pendekatan praktis
yang baik dalam membuat seorang pemimpin yang lebih baik. Menurut Quinn dan
rekannya ,seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang memiliki
kemampuan dalam mengatasi kondisi yang kompleks.
Kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan dalam mengatasi konflik
pekerjaan yang sulit dan menekan dengan sikap yang fleksibel (Adaptif dan
Inovatif) dan juga stabil (Mampu secara efektif mengkoordinasi dan mengarahkan
aktivitas yang sedang berlangsung). Mereka harus mampu mempertahankan fokus
internal (membantu orang-orang yang berada di grup) dan juga tetap memantau
kondisi dunia luar (mempertahankan kondisi organisasi sejalan dengan
lingkungan). Jadi tugas dari seorang pemimpin yang baik adalah dapat mengambil
tindakan yang berlawanan ketika diperlukan tetapi juga tetap menjaga
kredibilitas,integritas dan arah.

Leadership as a Two-Way Street


Konsep ini memandang asumsi dimana pemimpin merupakan pengaruh
utama yang mempengaruhi bagaimana bawahan berperilaku dari hari ke hari
sebagai tidak hanya terjadi satu arah,bawahan juga mempengaruhi bagaimana
seorang pemimpin berperilaku. Bahkan tampak bahwa pengaruh yang diberikan
bervariasi ke sesama bawahan, karena pemimpin berinteraksi lebih kepada
individual dari bawahan dan tidak secara menyeruluh (grup).

Konsep ini dikuatkan dengan membandingkannya dengan teori pertukaran


sosial, ketika ada dua belah pihak yang saling bertukar keuntungan. Pemimpin
membantu bawahan sebagai individu untuk mendapat hadiah dengan
mengarahkan mereka pada tujuan yang diinginkan organisasi dan bawahan
membantu pemimpin mencapai status dan kebanggaan yang sejalan dengan
kewenangan dan pengaruh dengan berperformansi yang baik dan membuat
pemimpin terlihat baik. Ketika seorang bawahan berperformansi baik maka akan
berpengaruh terhadap perilaku pemimpin yang lebih memberi kebebasan dan juga
sebaliknya sehingga yang terpenting adalah interaksi kedua pihak.

The Vertical Dyad Linkage and Leader-Member Exchange Models


Model yang langsung membicarakan tentang hubungan antara pekerja dan
pemimpin adalah model hubungan dua arah yang vertikal. Model ini mengatakan
bahwa pemimpin cenderung membagi bawahannya menjadi dua kelompok yang
terdiri dari kelompok cadre atau dalam grup dan juga hired hands atau luar grup.
Kelompok-kelompok ini mendapat perlakuan yang berbeda dimana kelompok
dalam grup diberi kebebasan yang lebih dan kedekatan dengan pemimpin.

Sebagai ganti dari pengaruh, autonomi dan hadiah-hadiah, para cadre


diharapkan untuk lebih loyal terhadap pemimpin dan berkomitmen terhadap
organisasi dan juga lebih serius dengan pekerjaanya. Penelitian membuktikan
mereka yang berada dalam kelompok ini memiliki tingkat performansi yang lebih
tinggi, kepuasan yang lebih,dan keinginan untuk berhenti yang rendah.

Seiring berjalannya waktu, model ini berubah menjadi model pertukaran


pemimpin-anggota. Model ini menunjukkan bahwa hubungan antara pemimpin
dan anggota dapat bervariasi dari tinggi ke rendah bukan dari dalam-grup ke luar-
grup. Ide utama dari model ini adalah, proses kepemimpinan yang efektif terjadi
ketika pemimpin dan anggota dapat membentuk hubungan yang dewasa dan
mendapat banyak keuntungan dari hubungan ini. Ilustrasi dari model ini yaitu
semakin mampu pemimpin mempersepsikan sikap anggotanya seperti dirinya
maka semakin positif pertukaran antara pemimpin dan anggota.

It Takes Two to Tango : The Power of Followership


Dalam organisasi, kita ibaratkan sebagai permainan catur. Dibutuhkan dua
orang yang bermain, kalau tidak maka itu bukan permainan catur. Pemain ini
adalah pemimpin dan anggota, tidak akan ada pemimpi tanpa adanya anggota.
Menurut Kelley, kepercayaan untuk fokus terhadap pemimpin dalam organisasi
membuat mereka yang bukan pemimpin merasa lemah dan bebas dari tanggung
jawab. Kelley mengatakan bahwa pemimpin hanya memberi efek sebesar 10-20 %
dari efektifitas organisasi dan efek dari anggota sebesar 80-90%. Sebuah survey di
perusahaan telepon mendukung pernyataan tersebut dengan menyatakan 41% dari
pekerja mengatakan pemimpin tidak memiliki efek terhadap pekerjaan mereka,
42% mengatakan pemimpin membantu pekerjaan mereka dan 14% mengatakan
bahwa pemimpin membuat pekerjaan mereka lebih sulit. Untuk menjadi pengikut
atau anggota adalah sebuah kehormatan, sehingga pekerja harus berpartisipasi
dengan antusias, kecerdasan dan kemandirian adalah kalimat yang dikatakan
Kelley.

Para pekerja yang terbaik adalah mereka yang aktif dan


mendemonstrasikan kemandirian dan memiliki pemikiran kritis, inovatif dan
kreatif serta mampu memberi masukan kepada pemimpin ketika diperlukan. Para
pekerja bukanlah orang yang bertentangan dengan pemimpin melainkan proses
kepemimpinan itu sendiri.

New Age Leadership


Seorang filsuf Cina, Lao Tzu menuliskan: “Seorang pemimpin dikatakan
baik ketika orang-orang hampir tidak tahu kalau dia ada. . .Saat. . .pekerjaan
selesai. . .tujuan terpenuhi, mereka semua akan mengatakan ‘kami melakukan ini
sendiri’” (dikutip dalam Hughes, Ginnett, & Curphy, 1996, p. 61). Beberapa
sarjana kepemimpinan sekarang telah mendefinisikan kesuksesan
kepemimpinanan dalam gambaran kemampuan untuk membuat pengikut tidak
terlalu membutuhkan pemimpin.

The Multiple Linkage Model


Yukl’s (1994) multiple linkage model menyatakan bahwa kefektivitasan dari
sebuah grup (atau sebuah unit organisasi kerja) bergantung pada enam elemen,
yaitu :

1. Jumlah usaha, komitmen dan tanggung jawab bawahan dalam pengerjaan


tugas
2. Sejauh mana bawahan mengerti apa yang harus mereka lakukan dan
memiliki ketrampilan dalam melakukannya
3. Penggunaan strategi kinerja efektif dan organisasi yang sesuai dengan
pekerjaan
4. Sejauh mana unit anggota kerja bekerja sama dan berkerja sebagai tim
5. Sumber dan dukungan ad pada unit kerja
6. Sejauh mana usaha unit kerja berkoordinasi dengan unit yang lain dari
organisasi yang sama

Tugas pemimpin adalah untuk mengetahui elemen mana yang paling penting
untuk setiap kelompok tertentu dan apakah elemen-elemen tersebut ada dalam
jumlah yang cukup, lalu membantu grup mengisi kesenjangan. Contohnya, Saat
pekerjaan rumit dan padat akan hasil, usaha dan komitmen bawahan sangatlah
penting. Peran pemimpin dalam situasi ini adalah untuk memastikan bahwa situasi
fasilitas memiliki usaha yang kuat dan komitmen.

Pendekatan yang serupa untuk meningkatkan peran bawahan dan


meminimalkan peran kepemimpinan dalam organisasi dikemukakan oleh
Hackman dan koleganya (Hackman & Walton, 1986). Dalam sudut pandang ini,
tugas pemimpin adalah membangun dan mempertahankan kondisi yang
menguntungkan untuk grup. Pemimpin melakukan apapun yang dibutuhkan untuk
mendapatkan usaha, ketrampilan yang memadai dan pengetahuan, dan strategi
tugas yang sesuai didalam grup. Contohnya, berhati-hati dalam memilih anggota
grup dan melatih mereka dalam ketrampilan memecahkan masalah, pemimpin
dapat meningkatkan peluang kesuksesan grup tersebut. Grup yang sempurna
adalah dimana segalanya berjalan dengan sangat baik sehingga tidak ada
kemimpinan dalam arti tradisional dibutuhkan.

Superleadership
Manz dan Sims (1990, 1991, 1995; Sims & Manz, 1996) mengatakan best
leader (atau “super leader”) adalah seseorang yang mengubah pengikut dalam
jumlah banyak menjadi pemimpin diri (self-leader). Dasar dari superleadership
adalah individu pertama kali harus menjadi self-leader yang efektif agar dapat
mengajar keterampilan yang ia punya ke bawahannya. Dikatakan berhasil saat
bawahan tidak lagi membutuhkan pemimpin.

Tahap utama dalam superleadership adalah menjadi seorang pemimpin


diri (self-leaders), tahap kedua adalah mencontohkan self-leadership ke orang
lain, tahap ketiga dan keempat adalah peran pemimpin dalam memberi semangat
ke bawahan untuk menentukan tujuan dirinya dan membantuk mereka untuk
menciptakan pola fikir positif dengan meningkatkan kepercayaan diri mereka.
Tahap kelima adalah agar bawahan memberi penghargaan atas apa yang
dikerjakannya dan memberikan teguran ke bawahan jika dibutuhkan. Tahap
keenam adalah pengorganisasian kerja dalam tim.

The Study of Leadership in Perspective


Teori dan penelitian kepemimpinan dimulai dengan ide bahwa ada sesuatu
yang spesial mengenai pemimpin yang efektif yang membedakan mereka dari
orang lain. Lalu bergerak ke hipotesa yang mengatakan bahwa kepemimpinan
yang efektif hanya masalah dalam memilih tingkah laku yang “benar” dan dalam
konsepsi kepemimpinan sebagai pengaruh dalam proses.

Pada saat ini, sebagian besar organisasi (sebagian atau keseluruhan) masih
berstruktur terhadap model tradisional.

1. Tingkah laku individu dalam posisi kepemimpinan terbagi dalam dua


kategori; (1) tingkah laku yang beroreintasi ke tugas dan (2) tingkah laku yang
berorientasi ke individu. Kedua kategori tingkah laku tersebut menghasilkan
proses yang berbeda, dan pendapatan mereka biasanya tidak saling berkaitan.
Pada umumnya, task oriented behavior berdampak lebih kuat pada performa
karyawan, sedangkan behavior oriented toward people berdampak lebih kuat pada
kepuasan kerja.

2. Elemen dari situasi organisasional penting maka dari itu mereka


menawarkan petunjuk ke seseorang dalam sebuah peran kepemimpinan sebagai
tingkah laku seperti apa ang cocok. Pada umumnya, task-oriented behavior
terlihat lebih penting saat tugas yang harus diselesaikan tidak rutin, di kerjakan
dalam keadaan darurat, dan dikerjakan oleh orang yang memiliki pemgalaman
sedikit, pengetahuan pekerjaan sedikit.
3. Karakteristik personal pemimpin itu penting, bukan karena
berhubungan dengan kemampuan natural dalam memimpin, tetapi karena mereka
berpengaruh pada persepsi dari orang-orang yang mereka pimpin.

4. Kepemimpinan bukanlah fenomena unilateral. Kepemimpinan yang


sukses, berpengaruh terhadap proses. Dalam organisasi, pengaruh tersebut hanya
umum sampai batas tertentu. Juga bergantung pada interaksi antar individu dalam
posisi kepemimpinan atau dengan bawahan dan atasan.

5. Kebanyakan individu dalam posisi kepemimpinan mebutuhkan


keterampilan baru yang berbeda dibandingkan dengan tradisional. Kemampuan
dan tingkah laku dibutuhkan untuk memenuhi tujuan kesuksesan kempemimpinan
dibawah kondisi desain tradisional pekerjaan.
DAFTAR PUSTAKA

Jewell, L.N. (1998). Contemporary Industrial/Organizational Psychology


(3th ed). United States of America: Brooks/Cole Publishing Company

Anda mungkin juga menyukai