Hal ini
membutuhkan respon yang cepat dari semua anggota organisasi agar tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan dapat tecapai. Untuk itu, peran pemimpin sangat penting terutama dalam hal
pengambilan keputusan organisasional.
Pemimpin juga harus tepat menempatkan karyawan dalam proses pengambilan keputusan.
Dalam beberapa hal tertentu, karyawan dan anggota organisasi lain perlu terlibat lebih banyak
dalam beberapa hal tertentu. Namun ada pula beberapa bagian yang perlu ditetapkan secara
tegas oleh pemimpin tanpa perlu banyak melibatkan pihak lain agar kefektifan organisasi
dapat tercapai.
Kepemimpinan, pengambilan keputusan dan keterlibatan karyawan menjadi isu yang menarik
untuk dikaji. Ketiga elemen tersebut dalam kenyataanya saling terkait satu sama lain dan
terkadang tidak dapat dipisahkan.
Di lingkungan masyarakat maupun dalam organisasi formal ataupun non formal, selalu ada
seseorang yang dianggap lebih dari yang lain. Seseorang yang mempunyai kemampuan lebih
tersebut kemudian diangkat atau ditunjuk sebagai orang yang mengatur orang lain.
Biasanya orang yang seperti itu disebut pemimpin (leader) atau manajer (manager). Semua
organisasi, apapun jenisnya, tentunya memerlukan seorang pemimpin atau manajer yang
nantinya akan menjalankan kegiatan kepemimpinan (leadership) dan atau manajemen
(management).
Kepemimpinan (leadership) merupakan suatu subjek yang sudah lama diminati para ilmuwan
maupun orang awam. Fokus dari kebanyakan penelitian adalah mengenai determinandeterminan dari efektivitas kepemimpinan.
Para ilmuwan perilaku (behavioral scientists) telah mencoba untuk menemukan ciri-ciri,
kemampuan-kemampuan, perilaku-perilaku, sumber-sumber kekuasaan, atau aspek-aspek apa
saja dari situasi tersebut yang menentukan sejauh mana seorang pemimpin mampu
mempengaruhi para pengikutnya dan mencapai sasaran-sasaran kelompok.
Tugas pemimpin antara lain penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan (problem
solving and decision-makinh activivy). Penyelesaian masalah merupakan proses
menghasilkan satu solusi guna mengenali, mengidentifikasi dan merinci masalah.
Pengambilan keputusan merupakan proses penentuan satu alternative pilihan atas beragam
alternatif pilihan.
Aktifitas penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan membutuhkaan perhatian dan
pendefinisian yang tepat atas masalah, penentuan tujuan, menemukan, mendesain dan
menetapkan sejumlah tindakan yang tepat, serta mengevaluasi dan memilih alternative
tindakan terbaik. Aktivitas atau tugas penyelesaian masalah dilakukan melalui proses
pengambilan keputusan dengan baik, berkualitas dan efektif.
Keputusan Pemimpin Sangat Krusial
Keputusan tersebut berdampak pada berbagai konsekwensi seperti alokasi sumber daya,
keterbatasan informasi, dan konflik tujuan dalam organisasi. Oleh karena itu sorang
pemimpin organisasi harus memahami teknik pengambilan keputusan yang paling sesuai
dengan karakter organisasinya.
Karyawan dan para bawahan, dalam beberapa hal tertentu perlu untuk dilibatkan dalam
pengambilan keputusan. Namun pelibatan karyawan yang terlalu banyak untuk keputusan
yang lain juga sering kali menyebabkan ketidak efektifan tujuan organisasi.
Dengan demikian perlu ada perlakuan yang seimbang bagi keterlibatan karyawan dalam
keputusan organisasi dan pengaturan mekanisme yang tepat dalam pelibatan karyawan
tersebut.
Tilisan ini akan membahas tiga persoalan tersebut, yakni:
1. Kepemimpinan,
2. Pengambilan Keputusan Organisasi
3. Pelibatan Karyawan dalam pengambilan keputusan.
Teori-teri yang relevan dikaji secara mendalam serta ditambah dengan kajian dari penelitian
yang telah dipublikasikan dalam jurnal ilmiah internasional. Diharapkan pembahasan ini akan
menambah khasanah teori dan wawasan khususnya dalam ruang lingkup teori dan pelikau
organisasi.
KEPEMIMPINAN
Definisi definisi tentang Kepemimpinan
Kepemimpinan mempunyai arti yang berbeda pada orang-orang yang berbeda. Definisi
tentang kepemimpinan sangat bervariasi sebanyak orang yang mencoba mendefinisikan
konsep kepemimpinan itu sendiri.
Hal ini disebabkan karena topik tentang kepemimpinan ini telah diminati oleh banyak orang
selama berabad-abad lamanya. Para peneliti biasanya mendefinisikan kepemimpinan sesuai
dengan perspektif-perspektif individual dan aspek dari fenomena yang paling menarik
perhatian mereka.
Perbedaan pendapat tentang definisi kepemimpinan didasarkan pada kenyataan bahwa
kepemimpinan melibatkan interaksi yang kompleks antara pemimpin, pengikut, dan situasi.
Kebanyakan definisi mengenai kepemimpinan mencerminkan asumsi bahwa kepemimpinan
menyangkut sebuah proses pengaruh sosial yang sengaja dijalankan oleh seseorang terhadap
orang lain untuk menstruktur aktivitas-aktivitas serta hubungan-hubungan di dalam sebuah
kelompok atau organisasi (Yukl , 2011).
Sebagai contoh, beberapa peneliti mendefinisikan kepemimpinan itu sendiri dalam bentuk
hubungan pribadi dan ciri-ciri fisik, sedangkan peneliti yang lain meyakini bahwa
kepemimpinan itu digambarkan oleh sekumpulan perilaku yang ditentukan.
Berbeda dengan hal tersebut, peneliti lainnya juga berpandangan bahwa konsep tentang
kepemimpinan akan selalu mengalami banyak perubahan, hal ditandai dengan adanya
pengaruh sosial.
Definisi lainnya tentang kepemimpinan juga dikemukakan oleh John Carrey & Carrey
Dimmit (Journal of Leadership : Juli : 2001) yang menjelaskan bahwa kepemimpinan adalah
suatu tindakan yang dilakukan untuk mempengaruhi orang lain agar berprestasi dalam upaya
mencapai tujuan organisasi. Hal ini menjelaskan bahwa seorang pemimpin juga merupakan
motivator yang baik bagi pengikutnya untuk terus meningkatkan kinerjanya dalam organisasi.
Pendapat lain oleh Kreitner & Kinicki (2007) menjelaskan bahwa kepemimpinan adalah
upaya mempengaruhi anggota untuk mencapai tujuan organisasi secara sukarela. Pengertian
ini menekankan pada kemampuan pemimpin yang tidak memaksa dalam menggerakkan
anggota organisasi agar melakukan kegiatan yang terarah pada tujuan organisasi.
Selanjutnya pengarang terkemuka, Tom Peters dan Nancy Austin juga menjelaskan
pengertian kepemimpinan dalam bentuk yang lebih luas bahwa kepemimpinan juga
mengandung arti visi, antusiasme, kepercayaan, obsesi, konsistensi, dan pemberian perhatian.
Definisi ini menjelaskan bahwa kepemimpinan memerlukan lebih dari sekedar mempunyai
kekuatan dan menggunakan kekuasaan.
Kepemimpinan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi kelompok menuju pencapaian
sasaran. Sumber dari pengaruh ini bersifat formal, sepertii yang disajikan oleh kepemilikan
peringkat manajerial dalam organisasi karena posisi manajemen muncul bersamaan sejumlah
tingkat wewenang yang dirancang secara formal, seseorang dapat menjalankan peran
kepemimpinan semata-mata karena dalam kedudukannya dalam organisasi itu.
Tetapi tidak semua pemimpin itu manajer; dan sebaliknya, tidak semua manajer itu
pemimpin. Hanya karena organisasi memberikan kepada manajernya hak formal tertentu
tidak menjadi jaminan bahwa mereka akan mampu memimpin secara efektif. Sering kita
menjumpai bahwa kepemimpinann yang tidak mengandung unsure sanksi-yakni, kemampuan
untuk mempengaruhi yang timbul diluar struktur formal organisasi itu- sering mempunyai
arti penting yang sama atau lebih penting daripada pengaruh formal.
Dengan kata lain, pemimpin dapat muncul dari dalam kelompok sekaligus melalui
pengangkatan formal untuk memimpin kelompok.
Karakteristik/ciri pemimpin adalah merupakan dasar dari kepemimpinan yang efektif.
Kepemimpinan yang efektif juga tergantung pada variabel-variabel situasional yang beraneka
ragam. Aspek-aspek situasi yang meningkatkan atau menghilangkan efek ciri atau dari
perilaku pemimpin tersebut disebut variabel-variabel situasional (Yukl , 2011). Variabelvariabel ini merupakan komponen penting dalam teori kepemimpinan kontingensi.
Pengertian yang senada juga dikemukakan oleh Gibson dkk (1996 ; 334) yang menjelaskan
bahwa kepemimpinan adalah upaya menggunakan berbagai jenis pengaruh yang bukan
paksaan untuk memotivasi anggota organisasi untuk mencapai tujuan tertentu.
Selanjutnya Fremont E. Kast dan James E. Rosenzwigh juga mengatakan bahwa
kepemimpinan adalah kesanggupan untuk membujuk orang lain dalam mencapai tujuan
secara antusias.
Greenberg & Bacon ( 2000) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses dimana
seorang pemimpin mempengaruhi anggotanya untuk mencapai tujuan kelompok.
Keseluruhan definisi kepemimpinan yang telah dikemukakan sebelumnya menunjukan bahwa
kepemimpinan berlangsung di dalam sebuah organisasi yang dalam arti statis merupakan
wadah dalam bentuk suatu struktur organisasi yang di dalamnya terdapat unit-unit kerja
sebagai hasil kegiatan pengorganisasian.
Setiap unit kerja dipimpin oleh seorang pemimpin (manajer) dengan sejumlah staf dan tenaga
pelaksana teknis. Pemimpin dalam konteks struktural adalah pemimpin formal yang terdiri
dari para manajer yang menjalankan kegiatan manajerial di dalam unit kerja atau
organisasinya. Oleh karena itu penting kiranya mengetahui perbedaan antara kepemimpinan
(leadership) dan pimpinan (management) untuk memahami secara jelas apa yang dimaksud
dengan kepemimpinan.
Kepemimpinan VS Pemimpin
Bernard Bass, seorang ahli kepemimpinan menyimpulkan bahwa mengatur pemimpin dan
peranan pemimpin adalah dua kegiatan yang berbeda. Namun keduanya, kepemimpinan dan
pimpinan merupakan dua hal yang saling melengkapi, dimana keduanya memiliki kegiatan
atau fungsi yang khas/unik. Para pemimpin mengilhami pemimpin-pemimpin lainnya,
memberikan dukungan emosional, dan mencoba untuk meperoleh karyawan dalam rangka
mencapai tujuan organisasi secara umum. Pemimpin juga memainkan peranan kunci dalam
menciptakan visi dan perencanaan strategis bagi organisasi. Tabel berikut menjelaskan
perbedaan antara pemimpin dan manajer.
Perbedaan antara pemimpin dan manajer lebih dari pada isu semantik untuk empat sebab
berikut :
1.
Perbedaan ini penting karena pemimpin dan manajer melaksanakan suatu fungsi yang
khas untuk merekrut dan memilih karyawan yang memiliki tingkat kemampuan
intelektual, pengalaman, dan pengetahuan yang relevan dengan pekerjaan untuk
melaksanakan pekerjaannya.
2. Perbedaan tersebut dapat berpengaruh terhadap efektivitas kelompok. Kinerja
kelompok kerja dapat ditingkatkan melalui penempatan karyawan yang produktif oleh
pemimpin dan manajer.
3. 3. Perubahan organisasi ke arah sukses sangat tergantung pada kepemimpinan yang
efektif dalam suatu organisasi.
4. Perbedaan antara memimpin dan mengatur pada kepemimpinan intinya adalah tidak
dibatasi pada posisi atau peran seseorang. Setiap orang dari tingkat bawah ke tingkat
atas dalam suatu organisasi dapat menjadi pemimpin.
Tabel 2.1
Perbedaan antara Pemimpin dan Manajer
Pemimpin
Manajer
Inovasi
Mengelola
Membangun
Memelihara
Mengilhami/memberi inspirasi
Mengendalikan
Memprakarsai
Sedangkan Manns mereview hal yang serupa untuk teori tentang sifat, yang membaginya
dalam 7 kategori sifat seseorang dan menyimpulkan bahwa intelegensia adalah merupakan
prediktor yang paling baik. Sementara itu, Kreitner & Kinicki (2011) menjelaskan tentang
profil teori kepemimpinan sifat yang modern adalah dengan menggunakan Emotional
Inteligence yaitu kemampuan untuk memonitor dan mengontrol emosi dan perilaku yang
kompleks dari suatu lingkungan sosial.
Empat hal yang dihubungkan dengan teori kepemimpinan sifat modern dengan
menggunakan Emotional Inteligence adalah :
1. Kesadaran diri
2. Pengaturan diri
3. Kesadaran sosial
4. Manajemen hubungan
Hal lain yang berhubungan dengan teori tentang sifat ini adalah menyangkut gender. Hasil
analisis tentang gender ini menyangkut isu yang berkembang antara lain :
1. Asumsi tentang bervariasinya tugas kepemimpinan kelompok kerja.
2. Penggunaan gaya kepemimpinan yang berbeda.
3. Efektif atau tidaknya suatu gaya kepemimpinan secara relatif.
4. Perbedaan situasi yang menciptakan apakah perbedaan gender dapat menghasilkan
kepemimpinan yang efektif atau tidak.
Kisi managerial ini merupakan pandangan grafis dari dua dimensi terhadap perilaku
pemimpin yang berdasarkan pada Kepedulian akan karyawan dan kepedulian akan produksi.
Dalam teori grid ini, Blake dan Mouton berhasil memplot adanya lima gaya kepemimpinan
berdasarkan pada perhatian pimpinan terhadap orang (people) atau produksi, yaitu :
1. Impoverished : kepedulian terhadap orang dan produksi rendah.
2. Country-club : kepedulian terhadap orang tinggi.
3. Produce or perish : kepedulian terhadap produksi tinggi.
4. Middle of the road : kepedulian terhadap orang dan produksi sedang.
5. Team style : kepedulian terhadap orang dan produksi tinggi.
Kinerja paling baik dalam teori grid iniditunjukkan oleh gaya 9,9 , jika dibandingkan dengan
gaya lainnya. Hal ini didukung oleh hasil penelitian mereka terhadap para manajer
berpengalaman yang sebagian besar memilih gaya 9.9 sebagai yang terbaik. Namun dalam
kenyataanya, tidak ada bukti substantif yang menyatakan bahwa gaya 9.9 adalah gaya yang
terbaik untuk segala situasi.
Dari berbagai penjelasan mengenai teori perilaku diatas, dapat disimpulkan bahwa
berdasarkan teori perilaku, segala sesuatu yang berkaitan dengan perilaku pemimpin adalah
hal yang dipelajari dan gaya perilaku tesebut menjelaskan pula bahwa pemimpin itu adalah
diciptakan serta efektifnya suatu gaya kepemimpinan adalah bergantung pada situasi.
3. Teori-teori Situasi
Terdapat tiga teori situasi yang menolak adanya suatu gaya kepemimpinan yang paling baik,
yaitu :
a. Model Kontingensi Friedler
Model Friedler ini dikenal sebagai teori kepemimpinan situasi yang paling tua. Friedler
mengemukakan bahwa kinerja pemimpin bergantung pada dua hal yang saling berhubungan,
yaitu 1) Tingkat dimana dalam suatu situasi pemimpin memiliki kontrol dan pengaruhnya 2)
Motivasi dasar dari pemimpin terhadap hubungan antara tugas dengan yang lainnya.
Secara singkat penjelasan mengenai teori Friedler ini didasarkan pada suatu premis bahwa
pemimpin memiliki suatu gaya kepemimpinan yang dominan dan tidak dapat diubah dan
menganjurkan pemimpin harus mempelajari bagaimana mencocokan gaya kepemimpinan
mereka pada kuantitas pengendalian pada situasi kepemimpinan.
Mengenai pengendalian situasi yang menunjukan kuantitas pengendalian dan pengaruh
pemimpin dalam lingkungan kerjanya, terdapat tiga dimensi yaitu :
1. Hubungan pemimpin karyawan : Hal ini menyangkut tingkat keyakinan,
kepercayaan, dan respek bawahan terhadap atasan.
2. Struktur Tugas : Tingkat dimana penugasan pekerjaan diprosedurkan, dalam hal ini
adanya kuantitas struktur dari tugas-tugas yang harus dilakukan oleh kelompok kerja.
3. Kekuasaan jabatan : Tingkat pengaruh yang dimiliki seorang pemimpin yang
memiliki kekuasaan seperti memberikan hukuman, mempromosikan,menaikan gaji
dan lain-lain.
Model Friedler telah ditest melalui meta-analysis yang memberikan suatu anjuran bahwa
model Friedler ini masih perlu dikaji secara teoretis, walaupun sebagian dari teori ini dari
penelitian yang dilakukan ada kecocokan untuk beberapa situasi.
b. Path-goal theory
Teori ini mula-mula dikembangkan oleh Robert House. Teori ini mengidentifikasi adanya
empat gaya kepemimpinan, yaitu :
1. Directive Leadership : Memberitahukan kepada para bawahan apa yang diharapkan
dari mereka, memberi pedoman yang spesifik, meminta para bawahan untuk
mengikuti peraturan-peraturan dan prosedur, mengatur waktu, dan
mengkoordinasikan pekerjaan mereka.
2. Supportive Leadership : Memberi perhatian kepada kebutuhan para bawahan,
memperlihatkan perhatian terhadap kesejahteraan mereka, dan menciptakan suasana
yang bersahabat dalam lingkungan kerja mereka.
3. Partisipative Leadership : Berkonsultasi dengan para bawahan dan
mempertimbangkan opini dan saran mereka.
4. Achievement oriented Leadership : Menetapkan tujuan-tujuan yang
menantang,mencari perbaikan dalam kinerja, menekankan kepada keunggulan dalam
kinerja, dan memperlihatkan kepercayaan bahwa para bawahan akan mencapai
standar kerja yang tinggi.
2. R2 : Orang-orang yang tidak mampu tetapi bersedia melakukan tugas pekerjaan yang
perlu.
3. R3 :Orang-orang yang mampu tetapi taidak bersedia untuk melakukan apa yang
diinginkan oleh pemimpin.
4. R4 : Orang-orang yang mampu dan bersedia melakukan apa yang diminta pada
mereka.
Saat ini teori ini banyak digunakan secara luas sebagai alat pelatihan. Namun teori ini tidak
didukung sepenuhnya oleh para peneliti karena berdasarkan hasil penelitian, keakuratan dari
teori ini tidak sepenuhnya sesuai dengan teori yang dikemukakan.
Pendekatan Baru Teori Kepemimpinan
a. Transisi Model Kepemimpinan Transaksional ke Kharismatik
Terdapat perbedaan antara kepemimpinan transaksional dan kepemimpinan kharismatik.
Kepemimpinan transaksional pada dasarnya merupakan teori kepemimpinan yang berkenaan
dengan teori-teori yang telah dijelaskan di atas. Model kepemimpinan ini lebih memfokuskan
pada manajer dan para karyawannya. Karakteristik pokok dari kepemimpinan transaksional
adalah : 1) Pemimpin memberikan penghargaan untuk memotivasi karyawan dalam bekerja
dan 2) Pemimpin melakukan tindakan yang benar hanya ketika bawahan salah dalam upaya
mencapai tujuan kinerja.
Sebaliknya kepemimpinan kharismatik lebih menekankan pada perilaku pemimpin sebagai
simbol, komunikasi non-verbal, visi dan inspirasi, memperlihatkan kepercayaan diri, dan
harapan pemimpin pada pengorbanan diri para pengikutnya untuk mencapai hasil kerja yang
diinginkan. Kepemimpinan kharismatik dapat menghasilkan perubahan organisasi yang
significant.
Secara lengkap, J.A Conger dan R.N Kanungo (dikutip dari Robin : 27) menjelaskan bahwa
karakteristik utama dari kepemimpinan kharismatik ini adalah :
1. Visi dan artikulasi. Pemimpin kharismatik memiliki visi-menunjukan idealisme
mencapai tujuan-yang diharapkan lebih baik dimasa mendatang dari pada status quo.
2. Resiko personal. Pemimpin kharismatik menempatkan risiko personal, biaya tinggi,
dan menggunakan kepuasan untuk mencapai visinya.
3. Peka terhadap lingkungan. Pemimpin ini mampu membuat penilaian yang realistis
terhadap kendala lingkungan dan sumberdaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan
perubahan
4. Kepekaan mengikuti kepentingannya. Pemimpin kharismatik merupakan perspektif
membantu yan lain dan tanggap terhadap kepentingan dan perasaannya.
5. Perilaku diluar aturan. Mereka dengan kharisma ikut serta dalam perilaku yang
dipahami sebagai sesuatu yang baru, tidak konvensional, dan berlawanan dengan
norma-norma.
Pemimpin kharismatik melakukan perubahan pada para pengikutnya melalui upaya
menciptakan suatu perubahan pada tujuan mereka, nilai, kepercayaan dan aspirasi mereka.
Mereka menyempurnakan transformasi ini melalui upaya menarik para pengikut mereka
kedalam konsep pribadi mereka.
Para pemimpin kharismatik dalam mempengaruhi para pengikutnya dimulai saat pemimpin
mengutarakan dengan jelas suatu visi yang menarik. Visi ini memberikan suatu rasa
kesinambungan bagi para pengikut dengan menautkan masa kini dengan masa depan yang
lebih baik dari organisasi itu.
Kemudian sang pemimpin mengkomunikasikan harapan akan kinerja tinggi dan
mengungkapkan keyakinan bahwa para pengikut dapat mencapai harapan itu. Ini
meningkatkan harga diri dan keyainan para pengikut. Kemudian pemimpin menghantarkan
lewat kata dan tindakan, suatu perangkat baru dari nilai-nilai dengan perilakunya,
menunjukkan suatu contoh yang ditiru para pengikut. Dan pada akhrnya pemimpin
kharismatik melakukan pengorbanan diridan terlibat dalam perilaku yang tidak konvensional
untuk memperlihatkan keyakinan dan keberanian mengenai visi itu.
Hasil-hasil penelitian yang berhubungan dengan gaya kepemimpinan kharismatik dan
transaksional menggariskan empat implikasi penting managerial yaitu :
1. Pemimpin terbaik adalah bukan hanya kharismatik, melainkan kedua gaya
kharismatik dan transaksional.
2. Kepemimpinan kharismatik tidak teraplikasi dalam organisasi untuk semua situasi.
Menurut para ahli, kepemimpinan kharismatik dapat menjadi efektive untuk kondisi
berikut: (a) Terdapatnya situasi yang memberikan kesempatan adanya keterlibatan
moral; (b) Tujuan kerja tidak dapat dengan mudah untuk dibentuk dan diukur; (c)
Pemberian hadiah tidak dapat dihubungkan dengan prestasi individu; (d) Terdapat
sedikit batasan situasional sebagai petunjuk perilaku; (e) Selain usaha, perilaku,
kepuasan dan prestasi kerja di syaratkan adanya pemimpin dan pengikutnya.
3. Karyawan dalam beberapa level organisasi dapat dilatih untuk menjadi transaksional
dan kharismatik.
4. Kepemimpinan kharismatik dapat diterapkan secara pantas ataupun tidak dalam
organisasi. Dimana pemimpin kharismatik sepantasnya membolehkan karyawannya
untuk meningkatkan konsep-konsep pribadi mereka. Salah satu contoh yang tidak
pantas adalah menghasilkan orang -orang yang selalu patuh, tunduk dan mengalah.
b.
Sebagai tambahan dalam menjelaskan tentang kepemimpinan itu sendiri, akan dijelaskan dua
perspektif tambahan dalam kepemimpinan, yang meliputi :
2. Kepemimpinan Substitusi
Menurut para peneliti perilaku organisasi, terdapat variabel-variabel yang dikenal sebagai
kepemimpinan situasional berupa variasi variabel subtitusi untuk menetralkan atau
meningkatkan pengaruh kepemimpinan. Variabel subtitusi ini selanjutnya dapat
meningkatkan atau mengurangi kemampuan pemimpin dalam mempengaruhi kelompok
kerja. Secara lengkap gambaran dari kepemimpinan subtitusi ini menjelaskan bahwa
karakteristik-karakteristik bawahan, tugas dan organisasi dapat memainkan peran sebagai
pengganti tingkat kepemimpinan tradisional. Lebih lanjut, perbedaan karakteristik diprediksi
untuk mengurangi perbedaan perilaku pemimpin yang berbeda.
Tabel 2.
Subtitusi Kepemimpinan
Karakteristik
a. Pada Bawahan
1.Kemampuan, pengalaman,
pelatihan dan pengetahuan
X
2. Kebutuhan akan kebebasan
X
Karakteristik
3. Orientasi professional
Karakteristik
kendali pemimpin
Dari berbagai penjelasan diatas mengenai teori kepemimpinan, dapat dilihat bahwasanya
kepemimpinan memainkan suatu bagian sentral dalam memahami perilaku kelompok, karena
pemimpinlah yang biasanya memberikan pengarahan menuju pencapaian tujuan. Selain itu
kepemimpinan sangat dibutuhkan berkaitan dengan kebutuhan akan koordinasi dan kendali.
Organisasi ada untuk mencapai sasaran yang mustahil atau sama sekali tidak efisien, jika
dilakukan oleh individu-individu yang bertindak sendiri-sendiri. Organisasi itu sendiri
merupakan suatu mekanisme koordinasi dan kendali. Selain itu, kepemimpinan menyumbang
ke pemanduan berbagai aktivitas pekerjaan, koordinasi komunikasi sub unit organisasi,
pemantauan kegiatan, dan pengawasan penyimpangan dari standar.
Tabel 2.3
Karakteristik dari Servant-leadership
SERVANTLEADERSHIP
CHARACTERISTIC
S
DESCRIPTION
Listening
Empathy
Healing
Awareness
SERVANTLEADERSHIP
CHARACTERISTIC
S
DESCRIPTION
Persuasion
Conceptualization
Foresight
Stewardship
Commitment to the
growth of people
Building community
3. Servant Leadership
Berfokus pada peningkatan pelayanan yang diberikan kepada orang lain dibandingkan
dengan diri sendiri dan bukan merupakan pendekatan quick-fix dari kepemimpinan,
melainkan melainkan pendekatan jangka panjang transformasional untuk hidup dan bekerja.
Karakteristik dari Servant-leadership ini dapat dijelaskan dalam tabel berikut :
c. Gaya Kepemimpinan
Pemimpin yang berhasil bukanlah yang mencari kekuasaan untuk diri sendiri, melainkan
mendistribusikan kekuasaan kepada orang banyak untuk mencapai cita-cita yang sama.
Bagaimana kiat mengatasi masalah bersama karyawan secara efektif dan efisien ?
jawabannya adalah melalui kejelasan wewenang, tanggung jawab, serta diimbangi dengan
sikap disiplin.Semua itu meski dikawal pula oleh interaksi yang positif, yaitu ketramplan
utama dalam mengelola sumber daya manusia. Pemimpin harus sensitive dalam berinteraksi,
baik terhadap bahasa verbal, suara, maupun nonverbal atau bahasa tubuh (body language).
Sebagai tambahan dalam menjelaskan tentang kepemimpinan itu sendiri, ada beberapa gaya
kepemimpinan dengan masing-masing ciri yang secara umum telah diketahui yaitu :
1.
Gaya Kepemimpinan Otoriter artinya pemimpin membawakan dirinya sebagai
penguasa dan pengambil keputusan, mengungkung diri terpisah dari anak buah. Arah panah
menunjukkan komunikasi satu arah, bos mendominasi segala wewenang/ kekuasaan. Ciri-ciri
kepemimpinan otoriter antara lain :
2. Gaya Kepemimpinan Partisipatif artinya pemimpin dan anggota tim berada dalam satu
kesatuan dan bekerja sama menyelesaikan masalah . Arah panah menggambarkan interaksi
(komunikasi dua arah), bos dan karyawan berbagi wewenang/kekuasaan dalam sebuah
tim/grup. Ciri-ciri gaya kepemimpinan partisipatif antara lain :
1. Setiap keputusan diambil melalui diskusi bersama pihak-pihak terkait.
2. Dalam menyelesaikan tugas-tugas, karyawan diberi wewenang, hak , dan tanggung
jawab secukupnya untuk menerapkan caranya sendiri yang dianggap efisien.
3. Menilai bawahan secara rasional, dengan melihat data dan fakta.
4. Memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengajukan pendapat sejauh hal itu
sejalan dengan tujun organisasi /manajemen.
5. Tidak kaku dalam mengawasi pekerjaan bawahan karena membangun sinerji melalui
interaksi yang selaras.
3.
Free-reign artinya pemimpin tidak menyupervisi anggota tim, sehingga anggota
mengelompok dan bersatu diluar kontrol pemimpinnya. Arah panah menandakan komunikasi
satu arah. Karyawan mendominasi kebebasan tanpa wewenang dan partisipasi bos.
4.
Gaya Kepemimpinan Militeristis artinya pemimpin yang menerapkan gaya militer .
Ciri-ciri gaya kepemimpinan militeristis antara lain ;
1. Suka menggunakan sistem perintah untuk menggerakkan bawahan
2. Suka menggunakan pangkat dan jabatan dalam mengambil keputusan.
3. Menggunakan formalitas yang kaku dan menerapkan disiplin tinggi terhadap
bawahan.
4. Tidak suka menerima kritik, terutama dari bawahan.
5. Menggemari simbol-simbol dan seremonial untuk berbagai peristiwa dan kesempatan.
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Pengambilan keputusan adalah proses yang disengaja dalam membuat pilihan diantara satu
atau beberapa alternative dengan tujuan mencapai sesuatu yang diinginkan. Keputusan
muncul sebagai respon terhadap masalah atau peluang. Masalah (problem) adalah
penyimpangan dari situasi yang ada saat ini dengan situasi yang diinginkan. Itu adalah
kesenjangan (gap) antara apa yang terjadi dengan apa yang seharusnya. Beberapa aspek
kinerja tidak memuaskan.
Peluang (opportunities) terjadi ketika manajer melihat potensi prestasi yang menyediakan
kesempatan untuk menciptakan prestasi organisasional melebihi sasaran yang telah
ditetapkan saat ini. Peluang adalah penyimpangan antara harapan yang ada saat ini dan
pengenalan terhadap situasi yang secara potensial lebih baik. Para manajer melihat
kemungkinan meningkatkan kinerja melebihi level saat ini. Dengan kata lain pengambil
keputusan menyadari bahwa keputusan yang tepat dapat menghasilkan kondisi sesuai tujuan
atau yang diharapkan.
lainnya yang mempunyai perasaan yang sama dapat mempengaruhi persepsi pengambil
keputusan sehingga informasi menjadi lebih banyak atau lebih sedikit dipersepsikan sebagai
masalah atau peluang. Oleh karena itu pengambilan keputusan seringkali ditandai (dianggap)
dengan politik atau negosiasi.
Tantangan persepsi yang lebih besar adalah bahwa manusia memandang masalah atau
peluang melalui model mental mereka. Cara kerja model mental tersebut membantu kita
merasakan lingkungan, tetapi juga terlalu luas asumsinya yang membutakan kita pada realitas
baru.
meningkat melebihi batas wajar, maka prosedur eksekutif atau program computer dapat
memberitahukan pengambil keputusan untuk memperhatikan hal tersebut. Tanda-tanda
tersebut dapat ditentukan dari pengalaman (praktek) masa lalu atau tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya bagi stakeholder utama (Customer, pemegang saham, keryawan, dll).
Ke-efektifan tanda peringatan dini, dengan demikian, hanya baik bagi keinginan mengenai
mereka.
Pesoalan Tujuan
Kita membutuhkan tujuan yang jelas untuk memilih solusi terbaik. Mengidentifikasi tujuan
apa yang seharusnya dan kemudian menyediakan sebuah standar yang dipadukan dengan
dimana setiap alternatif dievaluasi. Dalam kenyataannya tujuan organisasi sering ambigu,
atau dalam kondisi konflik satu sama lain. Survey menunjukan bahwa 25% manajer dan
karyawan merasakan keputusan tertunda dikarenakan sulitnya menyetujui apa yang mereka
inginkan untuk mencapai keputusan.
Persoalan menjadi berlipat ketika anggota organisasi tidak menyetujui terhadap kepentingan
relatif dari tujuan tersebut. Hal tersebut juga meragukan bahwa semua keputusan berbasis
pada tujuan organisasi; beberapa keputusan dibuat untuk memuaskan tujuan pribadi si
pembuat terutama jika mereka tidak cocok dengan tujuan organisasi.
Kedua, pembuat keputusan tidak memungkinkan memikirkannya melalui semua alternatifalternatif dan hasil-hasilnya, sehingga mereka menggunakannya pada pencarian dan evaluasi
yang terbatas dari alternatif-alternatif tersebut. Sebagai contoh, ada banyak merek komputer
untuk dipilih tetapi orang biasanya hanya memilih beberapa tipe darinya.
Ketiga, daripada mempelajari semua alternatif pada waktu yang bersamaan, pembuat
keputusan biasanya melihat alternatif secara terpisah. Pada saat alternatif baru muncul,
dengan cepat dibandingkan dengan implisit favorite. Implisit favorite adalah alternative yang
paling disukai oleh pembuat keputusan diantara berbagai alternative yang ada.
Persoalan maksimisasi
Pembuat keputusan cenderung memilih alternative yang dapat diterima atau cukup baik,
daripada solusi terbaik yang memungkinkan. Dengan kata lain, mereka
menggunakan satisficing daripada maximizing. Satisficing terjadi karena tidak mungkin
mengidentifikasi semua alternatif, dan informasi yang tersedia tidak sempurna atau
ambigu. Satisficingjuga terjadi karena pembuat keputusan cenderung mengevaluasi alternatif
secara sequential. Keputusan dan solusi apa yang dianggap cukup tergantung ketersediaan
alternatif yang acceptable. Standar meningkat jika alternatif yang acceptable mudah
ditemukan dan menurun jika hanya beberapa tersedia.
Intuisi adalah kemampuan untuk mengetahui jika sebuah masalah atau peluang muncul, dan
memilih tindakan terbaik tanpa alasan yang disadari. Banyak perdebatan mengenai nilai
intuisi. Beberapa ahli memperingatkan kita bahwa intuisi hanya dapat mendatangkan
keputusan yang tidak berguna. Berlawanan dengan peringatan tersebut, banyak eksekutif
sangat percaya terhadap intuisinya.
Studi terbaru melaporkan bahwa banyak profesional dan eksekutif menyatakan bahwa
mereka bersandar pada intuisi, sebagian mengkombinasikannya dengan pengambian
keputusan yang lebih rasional. Perlu dicatat bahwa intuisi jarang terjadi sendirian. Pengambil
keputusan menganalisa keputusan yang tersedia, kemudian memainkan intuisi mereka untuk
melengkapi proses keputusan.
Haruskah kita bersandar pada intuisi atau memandangnya dengan hari-hati ? jawabannya
banyak. Adalah benar bahwa kadang-kadang kita bias oleh pembenaran pengambilan
keputusan yang tidak sistematik sebagai intuisi. Intuisi kadang-kadang bernilai ketika
pembuat keputusan mempunyai pengetahuan yang luas tentang sebuah bisnis, tetapi sedikit
pengetahuan tentang situasi yang baru.
c. Mengevaluasi Hasil Keputusan
Pengambil keputusan tidak selalu sepenuhnya jujur dengan dirinya sendiri ketika
mengevaluasi keefektifan keputusan mereka. Satu hal adalah bahwa setelah membuat pilihan,
pengambil keputusan cenderung untuk menaikan kualitas dari alternatif yang terpilih dan
menurunkan alternatif lain yang tidak terpilih. Mereka mengabaikan atau menutup
pentingnya informasi negatif mengenai alternatif yang terpilih dan menekankan pada
informasi positif. Distorsi perseptual ini dikenal sebagai post decisional justification, hasil
dari kebutuhan akan pemeliharaan self- identity positif.
Peningkatan Komitmen
Persoalan kedua ketika mengevaluasi hasil keputusan adalah peningkatan komitmen
(escalation of commitment). Escalation of commitment adalah kecenderungan untuk
mengulang keputusan yang buruk atau mengalokasikan sumber daya lebih banyak bagi
sebuah tindakan yang gagal.
Penyebab escalation of commitment adalah justifikasi pribadi (self justification), pemikiran
penjudi (gamblers fallacy), kebutaan persepsi (perceptual blinders) dan ketiadaan biaya
(closing cost).
Self justification. Escalation of commitment sering terjadi karena seseorang ingin
menampilkan dirinya terlihat positif. Dia adalah orang yang mengidentifikasi dirinya dengan
keputusan yang cenderung tetap, sebab perilaku ini memperlihatkan rasa percaya pada
kemampuan dirinya dalam mengambil keputusan.
Gamblers fallacy. Banyak proyek menghasilkan escalation of commitment sebab pengambil
keputusan salah memperhitungkan resiko dan berestimasi berlebihan terhadap peluang
keberhasilan. Mereka menjadi korban dari pemikiran penjudi dengan menurunkan harapan
atas kemampuan mereka untuk mengendalikan masalah yang dapat meningkat. Dengan kata
lain, pembuat keputusan salah mempercayai keberuntungan mereka, lalu mereka
menginvestasikan lebih banyak pada tindakan yang merugikan.
Perceptual blinders. Escalation of commitment seringkali juga terjadi karena pembuat
keputusan tidak melihat persoalan secara cukup. Mereka tidak menyaring atau menerangkan
informasi negative.
Closing cost. Ketika sebuah keberhasilan proyek meragukan, pengambil keputusan akan
bertahan (tidak melanjutkan), sebab biaya penyelesaian proyek tinggi atau tidak diketahui.
mendapatkan hasil yang diinginkan. Para manajer berupaya memperoleh informasi mengenai
alternative-alternatif keputusan yang akan mengurangi ketidak pastian keputusan. Setiap
situasi keputusan dapat diorganisir berdasarkan skala ketersediaan informasi dan
kemungkinan kegagalan. Keempat posisi pada skala tersebut adalah kepastian, risiko,
ketidakpastian, dan ambiguitas.
Sementara keputusan-keputusan terprogram dapat dibuat dalam situasi yang melibatkan
kepastian, sejumlah situasi yang ditangani manajer setiap harinya melibatkan sedikitnya
beberapa derajat ketidakpastian dan membutuhkan pengambilan keputusan tidak terprogram.
Ambiguitas. Ambiguitas selama ini dianggap sebagai situasi keputusan tersulit yang harus
dilakukan. Ambiguitas (ambiguity) mempunyai arti bahwa sasaran-sasaran yang harus diraih
atau masalah yang harus diselesaikan tidak jelas, alternatif-alternatif sulit didefinisikan, dan
informasi mengenai hasil yang diharapkan tidak tersedia.
a. Model Klasik
Model klasik dalam pengambilan keputusan didasarkan pada asumsi ekonomis. Asumsi yang
mendasari model ini adalah sebagai berikut :
1. Pengambil keputusan beroperasi untuk mencapai sasaran yang telah diketahui dan
disetujui sebelumnya. Masalah-masalah diformulasikan dan didefinisikan secara
tepat.
2. pengambil keputusan berjuang keras menciptakan kepastian, mengumpulkan
informasi secara lengkap. Seluruh alternatif hasil dan hasil potensial dikalkulasikan.
3. mengetahui kriteria untuk mengetahui alternatif. Pengambil keputusan menyeleksi
alternatif yang akan memaksimalkan pendapatan ekonomis bagi organisasi.
4. pengambil keputusan adalah orang yang rasional dan menggunakan logika untuk
menentukan nilai, menentukan preferensi, mengevaluasi alternatif dan membuat
keputusan yang dapat memaksimalkan pencapaian sasaran organisasional.
Model klasik sering dianggap normatif, artinya hal tersebut menjelaskan bagaimana
sebaiknya seorang pembuat keputusan membuat keputusan. Namun tidak menjelaskan
bagaimana manajer pada kenyataannya membuat keputusan, hanya menyajikan petunjuk
bagaimana meraih hasil ideal bagi organisasi. Nilai dari model klasik adalah kemampuannya
untuk membantu pembuat keputusan menjadi lebih rasional.
Tahun-tahun belakangan ini, pendekatan klasik telah memberikan aplikasi yang lebih luas
karena pertumbuhan teknik-teknik keputusan kuantitatif dengan menggunakan komputer.
Teknik-teknik kuantitatif meliputi hal-hal seperti pohon keputusan, matriks hasil, analisis
balik modal, program linier, peramalan dan model riset operasi. Penggunaan sistem informasi
secara komputerisasi dan basis data telah menambah kekuatan pendekatan klasik.
Dalam banyak hal model klasik menyajikan model ideal pengambilan keputusan yang kerap
tidak dapat dicapai oleh orang-orang dalam organisasi sesungguhnya. Akan lebih berharga
jika diterapkan pada keputusan terprogram dan pada keputusan yang dicirikan oleh kepastian
atau resiko, karena informasi yang relevan tersedia dan kemungkinan dapat dikalkulasikan.
b. Model Administratif
Model administratif (administrative model) pengambilan keputusan mendeskripsikan tentang
bagaimana para manajer membuat keputusan secara aktual pada situasi yang sulit, seperti
yang telah dicirikan melalui keputusan tidak terprogram, ketidakpastian, dan ambiguitas.
Banyak keputusan manajer tidak diprogram secukupnya agar memberikan diri mereka
kemudahan hitungan. Para manajer tidak sanggup membuat keputusan rasional secara
ekonomis bahkan pada saat mereka ingin melakukannya.
Rasionalitas terbatas dan Satisficing
Model administratif pengambilan keputusan didasarkan pada hasil penelitian Hebert A.
Simon. Simon mengajukan dua konsep yang penting dalam pembentukan model administratif
: rasional terbatas dan satisficing. Rasionalitas terbatas (bounded rationality) berarti bahwa
orang-orang memiliki keterbatasan dalam pemikiran rasional. Organisasi merupakan sesuatu
yang sangat kompleks dan para manajer memiliki waktu dan kemampuan untuk memproses
informasi dalam jumlah yang terbatas bagi pengambilan keputusan. Karena manajer tidak
memiliki cukup waktu atau kemampuan kognitif untuk memproses informasi yang lengkap
mengenai keputusan yang kompleks, mereka harus satisfice. Satisficing berarti bahwa
pembuat keputusan memilih alternatif solusi pertama yang memenuhi kriteria keputusan
minimal. Daripada mencari seluruh alternatif untuk mengidentifikasi solusi tunggal yang
akan memaksimalkan pendapatan ekonomi, manajer akan memilih solusi pertama yang
muncul untuk memecahkan masalah, meski diperkirakan ada solusi lain yang lebih baik.
Pembuat keputusan tidak dapat mempertaruhkan waktu dan pengeluaran dalam rangka
memperoleh informasi yang lengkap.
Model administratif tergantung pada asumsi-asumsi yang berbeda dengan apa yang menjadi
asumsi pada model klasik dan memfokuskan pada faktor-faktor organisasi yang
mempengaruhi keputusan individu. Menurut model administratif :
1. Sasaran keputusan terkadang tidak jelas, saling bertentangan, dan kurangnya
kesepakatan antar manajer. Para manajer sering tidak menyadari masalah atau
kesempatan yang ada dalam organisasi.
2. Prosedur rasional tidak selalu digunakan, dan ketika digunakan ternyata dibatasi pada
pandangan yang sederhana mengenai masalah yang tidak mencakup seluruh
kompleksitas atas apa yang terjadi dalam organisasi yang sesungguhnya.
3. Pencarian manajer terhadap alternatif-alternatif dibatasi oleh batasan-batasan
manusiawi, informasi dan sumber daya.
4. Kebanyakan manajer lebih memilih satisficing daripada memaksimalkan solusi. Hal
demikian terjadi karena sebagian dari mereka memiliki keterbatasan informasi dan
sebagian karena kriteria mengenai hal-hal apa saja yang memaksimalkan solusi tidak
jelas.
Model administratif sering dianggap deskriptif, yang berarti menjelaskan bagaimana manajer
mengambil keputusan secara aktual dalam situasi yang kompleks daripada sekedar
memberikan perintah bagaimana seharusnya membuat keputusan menurut teori yang ideal.
Intuisi
Aspek lain dalam pengambilan keputusan administratif adalah intuisi, yakni menyajikan
pemahaman secara cepat terhadap situasi keputusan berdasarkan pengalaman masa lalu tanpa
pemikiran yang mendalam. Pengambilan keputusan secara intuitif bukan merupakan hal yang
sembarangan atau tidak masuk akal, karena hal tersebut didasarkan pada praktek bertahuntahun dan berdasarkan pengalaman yang memudahkan manajer untuk mengidentifikasi solusi
secara cepat tanpa melalui perhitungan seksama. Menurut Michael Ray dan Rochelle
Myers intuisi sesungguhnya adalah recognisi. Ketika orang-orang membangun
pengalaman mendalam dan pengetahuan pada bidang tertentu, keputusan yang tepat
terkadang datang dengan cepat tanpa kesulitan apapun dalam mengenali informasi yang
sering dilupakan oleh pikiran sadar.
Para manajer tergantung pada intuisi untuk menentukan kapan munculnya masalah dan untuk
mensintesiskan potongan data dan pengalaman yang terpisah menjadi gambaran yang
terintegrasi. Mereka juga menggunakan intuitif untuk menilai hasil dari analsiis secara
rasional. Apabila analisis rasional tidak sesuai dengan intuisinya, para manajer akan menggali
lebih mendalam sebelum menerima usulan alternatif. Intuisi membantu para manajer
memahami situasi yang bercirikan ketidakpastian dan ambiguitas yang telah terbukti tidak
mempan terhadap analisa rasional.
c. Model Politis
Sebagian besar keputusan organisasional melibatkan sejumlah manajer yang mengejar
sasaran-sasaran berbeda, dan mereka harus saling berbicara agar dapat berbagi informasi dan
mencapai persetujuan. Para manajer kerap terikat dalam pembentukan koalisi untuk
pengambilan keputusan yang kompleks.
Koalisi (coalition) adalah aliansi informal antara manajer-manajer yang mendukung satu
tujuan spesifik. Pembentukan koalisi (coalition building) merupakan proses pembentukan
aliansi antara manajer. Dengan kata lain seorang manajer yang mendukung sebuah alternatif
tertentu, membicarakannya secara informal dengan eksekutif lain dan berusaha membujuk
mereka untuk mendukung keputusan tersebut. Apabila hasilnya tidak dapat diprediksi,
manajer mencari dukungan melalui diskusi, negosiasi dan penawaran. Tanpa koalisi,
kekuasaan individu maupun kelompok dapat tergelincir keluar dari proses pengambilan
keputusan. Pembentukan koalisi memberikan kesempatan bagi para manajer untuk
menyumbangkan kontribusinya dalam pengambilan keputusan, dan meningkatkan komitmen
mereka terhadap alternatif yang disetujui.
Asumsi dasar model politis adalah :
1. Organisasi terdiri atas kelompok-kelompok dengan kepentingan, sasaran dan nilainilai yang beragam. Manajer tidak setuju mengenai prioritas masalah dan mungkin
tidak memahami atau mengetahui minat dan sasaran manajer lain.
2. Informasi terkadang membingungkan dan tidak lengkap. Upaya untuk rasional
dibatasi oleh kompleksitas berbagai masalah sebagaimana halnya batasan individu
dan organisasional.
3. Manajer tidak memiliki waktu, sumber daya atau kapasitas mental untuk
mengidentifikasi semua dimensi permasalahan dan pemrosesan seluruh informasi
yang relevan.
4. Manajer terikat dalam perdebatan tarik ulur untuk memutuskan sasaran dan
mendiskusikan berbagai alternatif. Keputusan merupakan hasil dari tawar menawar
dan diskusi antar anggota koalisi.
Kerangka Kerja Keputusan Individu
Dalam mengambil keputusan, manajer menggunakan cara-cara yang tidak sama. Setiap
manajer mempunyai gaya pengambilan keputusan yang tidak sama. Gaya pengambilan
keputusan (decision style) merujuk pada perbedaan antara pengambil keputusan menyangkut
cara mereka memandang masalah dan membuat keputusan. Penelitian berhasil
mengidentifikasi empat jenis gaya keputusan :
1. Gaya direktif (Directive Style) digunakan oleh orang-orang yang menyukai solusi
jelas dan sederhana terhadap masalah. Para manajer yang menggunakan gaya ini
kerap membuat keputusan secara cepat karena mereka tidak menyukai informasi yang
banyak dan hanya mempertimbangkan satu atau dua alternatif saja. Orang-orang yang
menyukai gaya ini biasanya termasuk dalam orang-orang yang efisien, rasional, dan
suka menyandarkan diri pada aturan-aturan atau prosedur pengambilan keputusan
yang berlaku.
2. Gaya analitis (Analytical Style) adalah gaya mempertimbangkan solusi yang
kompleks berdasarkan pada sebanyak mungkin data yang mereka kumpulkan.
Individu seperti ini secara hati-hati akan mempertimbangkan berbagai alternatif dan
kerap membuat keputusannya berdasarkan pada data yang obyektif dan rasional dari
sistem pengendalian manajemen dan sumber-sumber yang lain. Mereka mencari
kemungkinan keputusan terbaik berdasarkan informasi yang tersedia.
3. Gaya konseptual (conceptual Style) mempertimbangkan sejumlah besar informasi.
Lebih mempunyai orientasi sosial daripada orang-orang yang memiliki gaya analitis
dan suka berbincang-bincang dengan orang lain mengenai suatu masalah dan
kemungkinan alternatif bagi pemecahan masalah tersebut. Para manajer yang
menggunakan gaya ini melakukan pertimbangan terhadap sejumlah besar alternatif,
tergantung pada informasi baik dari orang-orang maupun sistem, dan menyukai
pemecahan masalah secara kreatif.
4. Gaya perilaku (behavioral Style) sering diterapkan oleh manajer yang memiliki
perhatian besar terhadap orang lain selaku individu. Para manajer yang menggunakan
gaya ini suka berbicara dengan orang lain secara individu dan memahami perasaan
mereka mengenai masalah dan pengaruh keputusan tertentu terhadap mereka. Orangorang dengan gaya perilaku pada umumnya peduli dengan pengembangan pribadi
orang lain dan akan membuat keputusan yang membantu orang lain mencapai
tujuannya.
Pusat dari pengetahuan mendasar tentang pengambilan keputusan adalah The Theory of
subjective expected utility (SEU).
Teori tersebut merupakan teori matematika yang canggih tentang penentuan pilihan atas
sejumlah alternatif. Teori ini mendefinisikan kondisi maksimisasi utilitas/manfaat secara
sempurna rasional dan lingkup dunia kepastian. Dimana utilitas seseorang dapat dicapai
secara optimal bilamana seluruh distribusi probabilitas dari seluruh variabel peristiwa yang
relevan bisa di tetapkan oleh pengambil keputusan.
Dengan kata lain teori ini memberikan jalan bagi pengambil keputusan untuk menentukan
secara subjektif peluang terjadinya sebuah peristiwa atau keputusan yang diharapkan. Teori
ini berhubungan hanya dengan pengambilan keputusan, dan tidak berhubungan dengan
langkah langkah penentuan masalah, penentuan tujuan, atau penetapan sebuah alternatif
solusi. Ketiga hal tersebut berada diluar wilayah kajian teori ini, namun memberikan patokan
berpijak pada penentuan peluang terwujudnya alternatif solusi yang ditetapkan.
Manusia selalu dihadapkan pada masalah. Pencapaian kebutuhan dan keinginan visi dan misi
menghasilkan masalah tentang bagaimana (how to) memuaskan kebutuhan dan keinginan,
bagaimana mewujudkan visi dan misi. Pencapaian tujuan selalu menghasilkan
pertanyaan : what, how, why who, when dan sejumlah pertanyaan lainnya. Pertanyaanpertanyaan tersebut menyiratkan terdapatnya masalah yang harus dituntaskan, bila keinginan
hendak diwujudkan.
Dalam prosedur penyelesaian masalah , seseorang memiliki sejumlah alternatif yang dapat
dipilih, dan setiap alternatif memiliki konsekuensinya masing-masing. Manusia juga
internal diri manusia, yang menghalangi seseorang melaksanakan tindakan atau mewujudkan
keputusan.
Konsep ini juga memberikan gambaran bahwa beberapa tujuan yang hendak dicapai tidak
akan dapat terlaksana. Tindakan, alternatif solusi, konsekuensi dan tujuan yang memiliki
batasan dikatakan sebagai pencapaian yang dapat dilakukan atau masuk kategori
pilihan (feasible solution). Dalam penentuan keputusan, batasan selalu ada, dimana batasan
tersebut dapat bersifat pasti ada, utama (major constraints), atau tidak dapat
dipertanyakan (unquestionable). Sedang pada kasus lainnya, sejumlah batasan dapat
dihilangkan, atau tidak dimasukkan dalam analisis, karena bersifat elastis (minor/ elastic
constraints).
b. Ketidakpastian (Uncertainty)
Masa depan kegiatan bisnis dipenuhi ketidakpastian. Ketidakpastian menghasilkan
hanya dua peristiwa; menguntungkan, membawa manfaat, atau merugikan. Teori
pengambilan keputusan berhubungan dengan kemampuan untuk meramalkan peristiwa yang
akan muncul dari ketidakpastian, dan juga berhubungan dengan analisis atas risiko yang
mungkin (tepatnya pasti) muncul.
Ketidakpastian yang dikemukakan di atas merupakan pandangan atas ketidakpastian
berdasarkan makna alamiahnya; ketidakpastian adalah situasi, kondisi atau peristiwa. Namun
bila istilah tersebut dikaji dari pandangan matematis, pandangan analisis sistem kausal, maka
ketidakpastian merupakan fluktuasi dari sejumlah peluang peristiwa pembentuk hubungan
kausal tindakan dan konsekuensi.
Pandangan matematis mengenai ketidakpastian dalam teori pengambilan keputusan
merupakan kasus penentuan tingkat probabilitas yang , tepat atas peristiwa yang diharapkan
terjadi. Ketidakpastian merupakan kondisi dimana bila seluruh elemen peristiwa berada
dalam satu kategori analisis. Semakin banyak elemen peristiwa yang masuk dalam kategori
analisis, semakin besar tingkat ketidakpastian.
c. Risiko (Risk)
Istilah ini memiliki sejumlah penjelasan. Namun bila dikaitkan dengan kajian pengambilan
keputusan, maka terdapat tiga penjelasan yang dapat diajukan, yaitu:
1. Risiko merupakan gap atau kesenjangan antara peristiwa yang diharapkan akan terjadi
dengan peristiwa yang terealisasi. Gap ini menandakan terjadinya penyimpangan atau
disparitas atas peristiwa yang diharapkan, diinginkan, dan atau seharusnya terjadi
dengan peristiwa yang nyata terjadi.
2. Dalam bahasa matematis, risiko merupakan sebuah konsep peristiwa ketidakpastian
dimana nilai distribusi probabilitasnya diketahui. Hal ini menandakan bahwa risiko
dan analisis risiko merupakan suatu studi khusus guna menentukan sejumlah tingkat
probabilitas yang tepat atas sejumlah hasil dari beragam keputusan. Risiko dalam
hal ini dapat juga dikatakan sebagai pendekatan terhadap penentuan tingkat peluang
terjadinya peristiwa yang diharapkan, beserta peluang terjadinya konsekuensi atas
peristiwa.
Dalam pengambilan keputusan, ketiganya dapat saling dipakai. Namun pada umumnya
pengertian risiko yang dipakai adalah risiko sebagaimana yang dijelaskan pada nomor 1 dan
2.
e. Optimisasi (Optimization)
Tujuan dari kegiatan bisnis pada hakekatnya adalah pemaksimumam kesejahteraan
individual. Konsep optimisasi merupakan aktivitas yang ditujukan untuk menemukan solusi
terbaik (paling optimal) terhadap masalah, terhadap pemaksimumam kesejahteraan
individual. Agar konsep tersebut bermakna, maka fungsi tujuan (objectives function) harus
dioptimumkan, dan harus terdapat lebih dari satu (bukan banyak) solusi yang mungkin
diwujudkan (feasible solution). Solusi ini merupakan solusi yang tidak melanggar sejumlah
keterbatasan.
f. Alternatif (Alternative)
Alternatif merupakan suatu rangkaian tindakan yang bersifat saling menggantikan (mutually
exclusive) dikaitkan terhadap pencapaian tujuan. Adapun arti dari peristiwa yang saling
menggantikan adalah, alternatif bersifat kompetitif. Ini bermakna bahwa bila peristiwa atau
alternatif A dipilih, maka alternatif B tidak dapat dipilih. Suatu rangkaian tindakan yang
menggabungkan beberapa hal terpilih dari alternatif A dan B akan menghasilkan suatu
alternatif baru.
Sering pula kata alternatif disinonimkan dengan kata pilihan/ opsi (option). Kata pilihan ini
sering pula digabungkan dengan kata pembuat keputusan, seperti dalam kalimat:pilihan dari
pembuat keputusan adalah atau pengambilan keputusan terkait dengan tindakan
penentuan satu pilihan atas beragam alternatif pilihan.
g. Konsekuensi (Consequences)
Konsekuensi merupakan hasil atau dampak dari sejumlah tindakan yang diambil oleh
pembuat keputusan. Dalam analisis pengambilan keputusan, konsekuensi dari sejumlah
tindakan ditentukan (diramalkan) melalui penggunaan model.
Konsekuensi dari sebuah tindakan yang diharapkan akan terwujud oleh seseorang, terutama
sekali yang memberikan hasil positif terhadap pencapaian tujuan, disebut sebagai
manfaat (benefit). Manfaat merupakan konsekuensi yang akan dapat menghindari
terwujudnya risiko, atau yang dapat meminimalkan biaya. Konsekuensi yang tidak masuk
dalam perhitungan, karena dianggap bernilai kecil atau tidak terlalu penting dalam analisis
pencapaian tujuan, namun tetap memiliki pengaruh terhadap pencapaian tujuan kelompok
atau orang lain diistilahkan sebagai spillover atau externalities.
g. Kriteria (Criterion)
Suatu kriteria merupakan aturan standar pemeringkatan alternatif solusi mengikuti tingkat
preferensi pengambil keputusan. Kriteria menandakan penempatan urutan alternatif solusi
yang paling disukai. Secara logis, kriteria merupakan tindakan yang sangat diperlukan dalam
pengambilan keputusan dengan baik. Prinsip pengambilan keputusan yang baik adalah
pemilihan alternatif dengan nilai analisis terbesar, dimana nilai tersebut sudah menunjukkan
kualitas informasi dan data, teknik-teknik analisis yang dipakai, tingkat kemungkinan solusi
berhasil menanggulangi masalah, dan beberapa elemen peristiwa lainnya. Kriteria dengan
demikian merupakan syarat normatif bagi pengambilan keputusan yang harus dipenuhi.
Kriteria dapat juga dikatakan sebagai indikator yang bersifat spesifik atas tujuan. Bila kita
gunakan penjelasan melalui grafik, maka tingkat kriteria memiliki hierarkhi; paling rinci dan
kongkrit, sedang tujuan memiliki tingkat; paling umum dan abstrak.
h. Model (Model)
Model merupakan satu kumpulan proposisi atau rumus yang memberikan gambaran
sederhana beberapa aspek atau elemen peristiwa dalam kehidupan kita. Model merupakan
penggambaran sederhana atas alam realitas, yang diwujudkan dalam bentuk grafik, skema
atau tabel. Model dibangun berdasarkan teori dan paradigma yang seseorang anut. Namun
teori tidak harus disampaikan dalam bentuk model. Terdapat beberapa model dalam ilmu
sosial yang dapat digunakan untuk membantu proses penentuan alternatif pilihan:
1. Model formal (formal model). Model yang memperlihatkan relasi antar beberapa
fenomena yang diamati. Contoh; rumus matematika, diagram, atau tabel.
2. Model penilaian (judgemental model). Model ini dibangun dari hasil proses deduksi
dan pemikiran mendalam sang pembuat. Bangun pemodelan ini mengikuti gaya
pemikiran dan persepsi yang dimiliki seseorang. Pendekatan matematis atau statistik
jarang, atau tidak pernah, dipakai dalam pembangunan model penilaian.
3. Model kausal (causal model). Model yang dikembangkan untuk merefleksikan
hubungan cama-effect secara ketat. Pemodelan ala analisis jalur (path
analysis)merupakan contoh dari model kausal.
4. Model korelasional (correlational model). Bangun pemodelan ini mendekati model
kausal. Perbedaan terletak dari tidak begitu ketatnya prinsip causa-effectditerapkan.
Model ini tidak merefleksikan hubungan kausal antar fenomena yang diamati, dimana
satu elemen tidak dinilai secara tegas mempengaruhi elemen lainnya. Dalam statistik,
kita mengenal pendekatan Structural Equation Model (SEM), yang merupakan alat
untuk membangun pemodelan hubungan kausal antar variabel menurut pandangan
model korelasional.
5. Model Stokastik (stochastic model). Model yang digunakan untuk menstimulasi
perilaku dari suatu sistem dalam kondisi ketidakaturan atau acak. Kajian teori
organisasi mengenal model ini dalam bentuk pemodelan perilaku organisasi.
6. Model dinamis (dynamic model). Model yang digunakan untuk menggambarkan
proses dinamis dari variabel dalam sebuah sistem. Dalam kajian manajemen, model
perilaku individu dan organisasi yang selalu berubah, dinamis, seringkali
digambarkan melalui pemodelan ini. Model hubungan antara variabel kompensasi
terhadap tingkat produktivitas karyawan merupakan contoh dari model ini. Kajian
manajemen operasi mengenal pemodelan semacam ini untuk model antrian,
penentuan lokasi dan manajemen persediaan.
7. Model statis-analisis (static analytic model). Pemodelan ini menggunakan sejumlah
pendekatan matematis dan simulasi dalam penyelesaian masalah atau pencapaian
tujuan. Model ini menggunakan penyelesaian atas suatu masalah melalui perhitungan
numeris yang disandarkan pada metode eksperimen. Contoh dari model ini adalah
teknik pemrograman garis lurus (linear programming ).
8. Model permainan peran atau model manusia-mesin (role playing model or manmachine model). Prinsip dasar pemodelan ini berangkat dari pandangan bahwa, para
pembuat keputusan dan juga seluruh elemen peristiwa dalam rajutan sistem kehidupan
merupakan hasil atau simulasi dari tindakan manusia sebagai aktor utama kehidupan.
Manusia dan tindakan yang mereka lakukan adalah pilar utama dari kehidupan.
Dengan kata lain, peristiwa-peristiwa masa depan yang akan terjadi dan konsekuensi
atas pilihan, sebagai contoh, merupakan hasil dari tindakan manusia. Manusia
mensimulasikan apa yang hendak dilakukannya dalam sebuah model. Model tersebut
kemudian dipakai sebagai acuan untuk menyelesaikan masalah dan mencapai tujuan.
Model ini banyak sekali digunakan dalam teori pengambilan keputusan. Beberapa
teknik matematis yang dikembangkan dalam model statis-analisis juga berangkat dari
prinsip dasar yang melandasi model ini.
9. Model peramalan (estimation model). Dapat dikatakan sebagai rangkuman dari
seluruh ide yang terdapat pada seluruh model di atas. Tujuan dari pemodelan,
sebagaimana tujuan dari ilmu pengetahuan dan teori di dalamnya, adalah untuk
melakukan peramalan. Model ini meramalkan peluang dari terwujudnya suatu
peristiwa yang diharapkan terjadi pada masa depan. Informasi dan data yang dipakai
dalam pemodelan ini dibangun dari sejumlah data historis peristiwa-peristiwa yang
diasumsikan identik dengan peristiwa yang dikehendaki untuk terjadi pada masa
depan. Relasi antar elemen peristiwa dan variabel kehidupan dibangun secara
menyeluruh dalam sebuah sistem perhitungan matematis yang rapih. Pendekatan
statistik merupakan landasan dalam pembangunan model ini. Dalam ilmu sosial,
pendekatan model peramalan memakai data yang mewakili gambaran populasi obyek.
Penggunaan teori probabilitas, teori permainan dan sejumlah teorema dalam statistik
dan matematika sangat kental mewarnai pemodelan ini. Sebagai contoh: perilaku dan
tindakan manusia serta proses sosial adalah simbol yang harus dirubah ke dalam
bentuk numeris matematis atas dasar algoritma. Proses penerjemahan tersebut
kemudian dibentuk dalam model matematis yang dianggap mewakili sifat-sifat dari
elemen peristiwa, dan menunjukkan hubungan kausal sejumlah variabel dalam proses
sosial. Contoh sederhana dari model ini adalah model peramalan regresi linier dan
parabola (parabolic and liniear regression forecasting model).
i. Nilai (Value)
Istilah nilai selalu dikaitkan dengan sesuatu. Nilai dapat dikategorikan bersifat obyektif atau
subyektif. Nilai yang memiliki sifat subyektif terkait dengan nilai kepentingan. Sebagai
contoh: nilai dari manfaat masa depan yang akan didapat oleh pengambil keputusan, atau
nilai manfaat dari penerapan sistem pengolahan limbah pabrik bagi masyarakat. Untuk tujuan
analisis dalam proses pengambilan keputusan, nilai subyektif harus diukur dalam bentuk
skala. Pengukuran ini didasarkan pada preferensi atau minat pengambil keputusan (kelompok
atau individu) terhadap sesuatu.
Terdapat hubungan garis lurus antara konsep optimisasi dengan nilai. Artinya, semakin tinggi
pandangan atau preferensi pengambil keputusan (atas dasar penentuan nilai) terhadap
alternatif ,solusi dan tujuan, maka semakin tinggi tingkat optimisasi/ harapan atas peristiwa/
konsekuensi yang akan mewujudkan keberhasilan solusi diterapkan dan mewujudkan tujuan.
Teori pengambilan keputusan menjadikan konsep nilai sebagai bagian dari pengukuran atas
persepsi, perilaku dan tindakan pengambil keputusan terhadap penentuan masalah, penetapan
sejumlah alternatif solusi, dan pemilihan solusi terbaik (keputusan final terbaik).
membantu kita dalam memutuskan apakah suatu tindakan memiliki kebermanfaatan atau
tidak.
Beberapa teknik yang disampaikan merupakan bagian dari model penilaian (judgemental
model). Dimana model ini dibangun mengikuti gaya pemikiran dan persepsi yang dimiliki
seseorang. Pendekatan matematis atau statistik jarang, atau bahkan tidak pernah, dipakai
dalam pembangunan model seperti ini. Perlu diingat bahwa seluruh alat pengambilan
keputusan yang terdapat di bagian ini hanyalah merupakan alat bantu bagi kecerdasan,
intelektualitas, mental, dan akal sehat kita dalam membuat keputusan. Bagaimanapun juga.
pengambilan keputusan pada akhirnya akan ditentukan oleh faktor tersebut.
Alat-alat Pengambilan Keputusan
1. Analisis Diagram Pareto (Pareto Analysis)
Analisis Pareto merupakan teknik yang sederhana, yang membantu kita dalam memilih
perubahan tindakan yang akan kita ambil secara efektif. Prinsip Pareto yang dikembangkan
pada masa ekonomi klasik dipakai sebagai landasan teknik ini, yaitu; dengan melakukan
tindakan sebesar 25 % dari keseluruhan tugas, maka kita dapat menghasilkan 75 %
keuntungan dari melaksanakan seluruh tugas. Analisis Pareto merupakan sebuah teknik
pengambilan keputusan yang bertujuan untuk menemukan perubahan yang akan memberikan
manfaat terbesar bagi pengambil keputusan. Teknik ini berguna dalam kondisi terdapatnya
sejumlah alternatif solusi dan tindakan yang memungkinkan yang dapat dipilih.
Langkah-langkah menggunakan teknik ini adalah sebagai berikut:
1. Tulis sebuah daftar keinginan atau perubahan yang hendak kita raih. Bila daftar
tersebut panjang, oleh banyaknya keinginan atau perubahan yang kita kehendaki,
maka kelompokkan setiap keinginan atau perubahan ke dalam daftar yang sesuai.
2. Kemudian berikan skor atas setiap kelompokkan atau item. Metode pemberian skor
tergantung dari jenis masalah yang ingin diselesaikan. Sebagai contoh: jika kita ingin
meningkatkan laba perusahaan, maka tentukan divisi mana dari organisasi yang akan
menghasilkan laba. Kemudian pilihan skor akan didasarkan atas laba yang dihasilkan
dari setiap divisi. Contoh lain: bila kita ingin meningkatkan kepuasan pelanggan
melalui peningkatan pelayanan, maka kita dapat menentukan skor atas dasar jumlah
keluhan pelanggan yang telah dihilangkan oleh peningkatan pelayanan.
Keputusan terbaik terletak dari keputusan kita untuk mengatasi masalah yang memiliki nilai
tertinggi. Skor tertinggi akan memberikan manfaat bagi kita bila hal tersebut diselesaikan.
Pada contoh kasus di atas, skor tertinggi atas sebuah divisi memberikan gambaran pada kita
bahwa divisi yang menghasilkan laba terbesarlah yang harus diperhatikan untuk
menjadi cash cow perusahaan.
Poin Penting
Analisis Pareto merupakan teknik sederhana yang memudahkan kita dalam mengidentifikasi
masalah yang paling penting, masalah utama, yang perlu mendapatkan perhatian segera untuk
diselesaikan. Sebagaimana langkah-langkah penentuan masalah yang telah di bahas pada
bagian sebelumnya, maka untuk menggunakan teknik analisis ini kita perlu:
1. Membuat daftar masalah yang dihadapi, atau pilihan yang tersedia
2. Kelompokkan pilihan dimana pilihan tersebut merupakan bagian atau segi-segi dari
masalah serupa yang lebih besar
3. Tetapkan nilai atau skor terhadap tiap kelompokkan
4. Fokuskan perhatian terhadap kelompok dengan skor tertinggi
Analisis Pareto tidak hanya memberikan gambaran pada kita tentang masalah yang paling
penting untuk diselesaikan, namun teknik tersebut juga memberikan sebuah nilai yang
memperlihatkan seberapa besar atau parah masalah tersebut.
Gambar tabel dengan judul setiap kolom: plus, minus, dan implikasi
Di kolom plus, tulis seluruh konsekuensi positif dari suatu pilihan.
Di kolom minus tulis seluruh konsekuensi negatif dari suatu pilihan
Di kolom implikasi tuliskan seluruh implikasi beserta hasil yang memungkinkan
dari pilihan yang diambil, baik positif maupun negatif . Tentukan nilai untuk setiap
konsekuensi yang telah ditetapkan. Dalam hal ini. penilaian dilakukan secara
subyektif.
5. Totalkan seluruh nilai. Hasil total positif menunjukkan bahwa pilihan sebaiknya
diambil, sedang nilai negatif sebaliknya.
Point Penting
Teknik pengambilan keputusan ini merupakan metode yang baik dalam menilai pandangan
pro, kontra, dan implikasi dari sebuah keputusan/ pilihan.
Jika kita memiliki sejumlah tindakan yang akan djambil, PMI merupakan teknik yang baik
untuk menilai kembali apakah pilihan yang diambil merupakan pilihan yang tepat atau tidak
untuk diambil.
Jika ternyata dari hasil perhitungan PMI kita belum mendapatkan pandangan yang
meyakinkan akan pilihan yang telah ditetapkan, maka kita dapat tentukan skor yang
menunjukkan tingkat kepentingan relatif dari setiap faktor plus-minus dan implikasi.
Dalam hal ini penentuan dari faktor PMI seperti tabel di atas beserta skornya, perlu mendapat
perhatian yang besar. Artinya pengambil keputusan harus benar-benar mencari faktor PMI
dengan baik dan menentukan skornya sesuai dengan tingkat preferensi yang mereka miliki.
Sehingga total skor yang muncul akan menunjukkan apakah pilihan atau keputusan yang
diambil harus dilaksanakan atau tidak.
sejumlah perubahan yang dapat dibuat untuk memperbaiki rencana guna meningkatkan
pengambilan keputusan yang terbaik.
Adapun ide dasar yang melandasi kebanyakan teknik pengambilan keputusan adalah
tetap the theory of subjective expected utility (SEU). Dimana teori tersebut berangkat dari
konsep probabilitas Bayes (Bayesian Theorem). Dalam perkembangannya teori tersebut
dibangun melalui model matematika dan kemudian statistik yang rumit guna menentukan
pilihan atas sejumlah alternatif pilihan. Pilar dasar teori tersebut kemudian dipakai sebagai
landasan bagi pengembangan sejumlah teori, model, konsep, serta teknik dalam ilmu
ekonomi, teori statistik, riset operasi dan teori pengambilan keputusan.
Sebagaimana telah disebutkan bahwa teknik ini berguna sebagai alat bantu penentuan
keputusan. Karena fungsi dari teknik-teknik ini adalah alat bantu, maka hasil akhir akan
ditentukan oleh kemampuan kita dalam mengolah hasil analisis teknik pengambilan
keputusan menjadi input informasi yang rnendukung keputusan akhir. Artinya, keputusan
akhir untuk menentukan pilihan satu alternatif solusi terbaik, atau solusi yang memuaskan,
akan ditentukan oleh dua hal: sistematika berpikir logis/ logika, atau totalitas proses
pengolahan informasi secara intelektual dan mental/ intuisi. Dimana antara keduanya tidak
terdapat bentuk dikotomis, hanya saling rnendukung dan menggantikan.
KETERLIBATAN KARYAWAN (EMPLOYEE INVOLVEMENT)
Keterlibatan karyawan disebut juga manajemen partisipatif (participative
management)merujuk pada tingkat dimana karyawan membagi informasi, pengetahuan,
imbalan, dan kekuasaan keseluruh organisasi. Karyawan mempunyai beberapa tingkat
aktivitas dalam pengambilan keputusan yang sebelumnya bukan merupakan tugasnya.
Keterlibatan karyawan dalam hal pengendalian sumber daya untuk sebuah pekerjaan;
meliputi kekuasaan untuk mempengaruhi keputusan pada unit kerja atau organisasi. Semakin
tinggi keterlibatan, semakin tinggi kekuatan seseorang terhadap proses keputusan dan hasil.
Mengapa partisipasi karyawan menjadi baian yang begitu penting bagi pengambilan
keputusan perusahaan? Satu alasan adalah bahwa keterlibatan karyawan adalah komponen
integral dari knowledge management. Pemimpin perusahaan mengetahui bahwa pengetahuan
karyawan adalah sumber daya kritis bagi keunggulan bersaing.
Bentuk Keterlibatan Karyawan
Keterlibatan karyawan ada dalam berbagai bentuk. Pertama, akitvitas partisipasi
formaldan aktivitas informal. Kedua, keterlibatan karyawan dapat berbentuk sukarela
(voluntary) atau statutory. Ketiga, keterlibatan langsung dan tidak langsung.
Selengkapanya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.
Bentuk Keterlibatan Karyawan
Bentuk Keterlibatan
Penjelasan
Formalitas
Formal
Informal
Mandat Legal
Menurut undang-
undang (Statutory)
Sukarela (voluntary)
Kelangsungannya
Langsung (Direct)
Tidak langsung
(Indirect)
Model Vroom-Jago
Victor Vroom dan Arthur Jago mengembangkan model partisipasi dalam keputusan yang
menyajikan petunjuk bagi para manajer praktisi. Model Vroom-Jago membantu manajer
menaksir jumlah partisipasi bawahan yang sesuai dengan kebutuhan. Model tersebut
keputusan adalah aturan dan bukannya pengecualian. Walaupun demikian, para manajer
sebaiknya mengingat bahwa pengambilan keputusan secara kelompok memiliki keunggulan
dan juga kelemahan dibandingkan dengan pengambilan keputusan secara individual.
Keunggulan dan kelemahan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5.
Keunggulan dan kelemahan pengambilan keputusan partisipatif
Keunggulan
Kelemahan
1. Perspektif yang lebih lebar dalam
pendefinisian masalah dan analisis
Pada bagian ini akan di uraikan mengenai beberapa jurnal ilmiah yang terkait dengan
kepemimpinan, pengambilan keputusan dan keterlibatan karyawan. Adapun jurnal-jurnal
yang dikkaji adalah sebagai berikut :
1. Judul Penelitian : Decision-Making autonomy in multinational corporation
subsidiaries operating in Scotland.
Penulis : Sally Bowman, James Duncan dan Charlie Weir
Nama Jurnal : European Business Review, Vol 12. No. 3 2000
Deskripsi penelitian :
Peningkatan globalisasi pasar telah melahirkan perdebatan mengenai peran cabang
perusahaan MNC dalam pengambilan keputusan. Glomablisasi dapat diharapkan
menghasilkan sentralisasi yang lebih besar dalam proses pengambilan keputusan. Studi ini
menganalisis bagaimana kantor cabang perusahaan mengendalikan sebuah lingkup
keputusan. Dalam penelitian ini yang diteliti adalah keputusan mengenai finansial, produksi,
SDM, dan R&D.
Sampel : Perusahaan Cabang MNC yang beroperasi di Scotland.
Hasil Penelitian :
Otoritas pertimbangan dalam bidang keputusan operasi berpindah dari kantor pusat ke kantor
cabang. Namun dalam bidang yang lain masih dikendalikan oleh kantor pusat. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa pengambilan keputusan strategis dikendalikan oleh
perusahaan induk. Hal ini mengindikasikan bahwa sistem pengendalian yang dibebankan
kepada kantor cabang adalah selektif.
4. Judul : An examination of the effects of the motivational and informational roles of the
budget participation on performance.
Sampel : sebanyak 80 perusahaan yang dipilih secara acak dari direkttori bisnis Kompass
Australia (1996/1997).
Hasil Penelitian :
Hasil penelitian menunjukan bahwa efek motivasional dan peran informasional dari
partisipasi anggaran berpengaruh terhadap overall job performance. Tetapi tidak ditemukan
efek dari motivasional dan peran informasional dari partisipasi anggaran terhadap kinerja
anggaran.
KESIMPULAN
Dari berbagai uraian tentang kepemimpinan di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa :
1. Kepemimpinan merupakan hal penting yang sangat berperan dalam organisasi, karena
menyangkut upaya-upaya pengarahan dan pemahaman dalam perilaku kelompok
untuk mencapai tujuan.
2. Kebanyakan dari teori-teori perkembangan tentang kepemimpinan, kecuali
kepemimpinan kharismatik ataupun transaksional, menunjukan bahwa teoori-teori
tersebut banyak dilihat dari perspektif yang tidak luas, dalam hal ini berdasarkan satu
aspek dari proses tersebut. Antara lain berdasarkan ciri, perilaku, kekuasaan dan
pengaruh maupun pendekatan situasional.
3. Teori tentang perilaku cukup berhasil dalam mengidentifikasi hubungan yang
konsisten antara pola perilku kepemimpinan dan kerja kelompok, namun
mengabaikan pertimbangan dari faktor-faktor situasional yang mempengaruhi
keberhasilan maupun kegagalan, sedangkan kepemimpinan situasional menunjukan
bahwa pemimpin yang efektif mengadaptasi perilaku mereka untuk memenuhi
kebutuhan pengikut mereka dalam lingkungan tertentu.dankepemimpinan
kharismatik paling tepat diterapkan bila tugas dai pengikut memiliki komponen
ideologis atau bila lingkungan melibatkan satu tingkat stress dan ketidakpastian yang
tinggi.
4. Dalam mengambil keputusan seorang pemimpin harus memperhatikan banyak aspek
baik yang menyangkut tipe keputusan maupun tahapan dalam proses pengambilan
keputusan.
5. Keterlibatan karyawan dalam pengambilan keputusan memberikan efek beragam
tergantung pada jenis keputusan dan kegiatan yang dilakukan.
REFERENCE:
Baron, Robert, and Jerald Greenberg, 1997, Organizational Behavior, 6th Edition, Prentice
Hall, New Jersey.