Anda di halaman 1dari 44

Perkembangan lingkungan organisasi mengalami perubahan yang begitu cepat.

Hal ini
membutuhkan respon yang cepat dari semua anggota organisasi agar tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan dapat tecapai. Untuk itu, peran pemimpin sangat penting terutama dalam hal
pengambilan keputusan organisasional.
Pemimpin juga harus tepat menempatkan karyawan dalam proses pengambilan keputusan.
Dalam beberapa hal tertentu, karyawan dan anggota organisasi lain perlu terlibat lebih banyak
dalam beberapa hal tertentu. Namun ada pula beberapa bagian yang perlu ditetapkan secara
tegas oleh pemimpin tanpa perlu banyak melibatkan pihak lain agar kefektifan organisasi
dapat tercapai.
Kepemimpinan, pengambilan keputusan dan keterlibatan karyawan menjadi isu yang menarik
untuk dikaji. Ketiga elemen tersebut dalam kenyataanya saling terkait satu sama lain dan
terkadang tidak dapat dipisahkan.
Di lingkungan masyarakat maupun dalam organisasi formal ataupun non formal, selalu ada
seseorang yang dianggap lebih dari yang lain. Seseorang yang mempunyai kemampuan lebih
tersebut kemudian diangkat atau ditunjuk sebagai orang yang mengatur orang lain.
Biasanya orang yang seperti itu disebut pemimpin (leader) atau manajer (manager). Semua
organisasi, apapun jenisnya, tentunya memerlukan seorang pemimpin atau manajer yang
nantinya akan menjalankan kegiatan kepemimpinan (leadership) dan atau manajemen
(management).
Kepemimpinan (leadership) merupakan suatu subjek yang sudah lama diminati para ilmuwan
maupun orang awam. Fokus dari kebanyakan penelitian adalah mengenai determinandeterminan dari efektivitas kepemimpinan.
Para ilmuwan perilaku (behavioral scientists) telah mencoba untuk menemukan ciri-ciri,
kemampuan-kemampuan, perilaku-perilaku, sumber-sumber kekuasaan, atau aspek-aspek apa
saja dari situasi tersebut yang menentukan sejauh mana seorang pemimpin mampu
mempengaruhi para pengikutnya dan mencapai sasaran-sasaran kelompok.
Tugas pemimpin antara lain penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan (problem
solving and decision-makinh activivy). Penyelesaian masalah merupakan proses
menghasilkan satu solusi guna mengenali, mengidentifikasi dan merinci masalah.
Pengambilan keputusan merupakan proses penentuan satu alternative pilihan atas beragam
alternatif pilihan.
Aktifitas penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan membutuhkaan perhatian dan
pendefinisian yang tepat atas masalah, penentuan tujuan, menemukan, mendesain dan
menetapkan sejumlah tindakan yang tepat, serta mengevaluasi dan memilih alternative
tindakan terbaik. Aktivitas atau tugas penyelesaian masalah dilakukan melalui proses
pengambilan keputusan dengan baik, berkualitas dan efektif.
Keputusan Pemimpin Sangat Krusial
Keputusan tersebut berdampak pada berbagai konsekwensi seperti alokasi sumber daya,
keterbatasan informasi, dan konflik tujuan dalam organisasi. Oleh karena itu sorang
pemimpin organisasi harus memahami teknik pengambilan keputusan yang paling sesuai
dengan karakter organisasinya.

Karyawan dan para bawahan, dalam beberapa hal tertentu perlu untuk dilibatkan dalam
pengambilan keputusan. Namun pelibatan karyawan yang terlalu banyak untuk keputusan
yang lain juga sering kali menyebabkan ketidak efektifan tujuan organisasi.
Dengan demikian perlu ada perlakuan yang seimbang bagi keterlibatan karyawan dalam
keputusan organisasi dan pengaturan mekanisme yang tepat dalam pelibatan karyawan
tersebut.
Tilisan ini akan membahas tiga persoalan tersebut, yakni:
1. Kepemimpinan,
2. Pengambilan Keputusan Organisasi
3. Pelibatan Karyawan dalam pengambilan keputusan.
Teori-teri yang relevan dikaji secara mendalam serta ditambah dengan kajian dari penelitian
yang telah dipublikasikan dalam jurnal ilmiah internasional. Diharapkan pembahasan ini akan
menambah khasanah teori dan wawasan khususnya dalam ruang lingkup teori dan pelikau
organisasi.

KEPEMIMPINAN
Definisi definisi tentang Kepemimpinan
Kepemimpinan mempunyai arti yang berbeda pada orang-orang yang berbeda. Definisi
tentang kepemimpinan sangat bervariasi sebanyak orang yang mencoba mendefinisikan
konsep kepemimpinan itu sendiri.
Hal ini disebabkan karena topik tentang kepemimpinan ini telah diminati oleh banyak orang
selama berabad-abad lamanya. Para peneliti biasanya mendefinisikan kepemimpinan sesuai
dengan perspektif-perspektif individual dan aspek dari fenomena yang paling menarik
perhatian mereka.
Perbedaan pendapat tentang definisi kepemimpinan didasarkan pada kenyataan bahwa
kepemimpinan melibatkan interaksi yang kompleks antara pemimpin, pengikut, dan situasi.
Kebanyakan definisi mengenai kepemimpinan mencerminkan asumsi bahwa kepemimpinan
menyangkut sebuah proses pengaruh sosial yang sengaja dijalankan oleh seseorang terhadap
orang lain untuk menstruktur aktivitas-aktivitas serta hubungan-hubungan di dalam sebuah
kelompok atau organisasi (Yukl , 2011).
Sebagai contoh, beberapa peneliti mendefinisikan kepemimpinan itu sendiri dalam bentuk
hubungan pribadi dan ciri-ciri fisik, sedangkan peneliti yang lain meyakini bahwa
kepemimpinan itu digambarkan oleh sekumpulan perilaku yang ditentukan.
Berbeda dengan hal tersebut, peneliti lainnya juga berpandangan bahwa konsep tentang
kepemimpinan akan selalu mengalami banyak perubahan, hal ditandai dengan adanya
pengaruh sosial.
Definisi lainnya tentang kepemimpinan juga dikemukakan oleh John Carrey & Carrey
Dimmit (Journal of Leadership : Juli : 2001) yang menjelaskan bahwa kepemimpinan adalah

suatu tindakan yang dilakukan untuk mempengaruhi orang lain agar berprestasi dalam upaya
mencapai tujuan organisasi. Hal ini menjelaskan bahwa seorang pemimpin juga merupakan
motivator yang baik bagi pengikutnya untuk terus meningkatkan kinerjanya dalam organisasi.
Pendapat lain oleh Kreitner & Kinicki (2007) menjelaskan bahwa kepemimpinan adalah
upaya mempengaruhi anggota untuk mencapai tujuan organisasi secara sukarela. Pengertian
ini menekankan pada kemampuan pemimpin yang tidak memaksa dalam menggerakkan
anggota organisasi agar melakukan kegiatan yang terarah pada tujuan organisasi.
Selanjutnya pengarang terkemuka, Tom Peters dan Nancy Austin juga menjelaskan
pengertian kepemimpinan dalam bentuk yang lebih luas bahwa kepemimpinan juga
mengandung arti visi, antusiasme, kepercayaan, obsesi, konsistensi, dan pemberian perhatian.
Definisi ini menjelaskan bahwa kepemimpinan memerlukan lebih dari sekedar mempunyai
kekuatan dan menggunakan kekuasaan.
Kepemimpinan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi kelompok menuju pencapaian
sasaran. Sumber dari pengaruh ini bersifat formal, sepertii yang disajikan oleh kepemilikan
peringkat manajerial dalam organisasi karena posisi manajemen muncul bersamaan sejumlah
tingkat wewenang yang dirancang secara formal, seseorang dapat menjalankan peran
kepemimpinan semata-mata karena dalam kedudukannya dalam organisasi itu.
Tetapi tidak semua pemimpin itu manajer; dan sebaliknya, tidak semua manajer itu
pemimpin. Hanya karena organisasi memberikan kepada manajernya hak formal tertentu
tidak menjadi jaminan bahwa mereka akan mampu memimpin secara efektif. Sering kita
menjumpai bahwa kepemimpinann yang tidak mengandung unsure sanksi-yakni, kemampuan
untuk mempengaruhi yang timbul diluar struktur formal organisasi itu- sering mempunyai
arti penting yang sama atau lebih penting daripada pengaruh formal.
Dengan kata lain, pemimpin dapat muncul dari dalam kelompok sekaligus melalui
pengangkatan formal untuk memimpin kelompok.
Karakteristik/ciri pemimpin adalah merupakan dasar dari kepemimpinan yang efektif.
Kepemimpinan yang efektif juga tergantung pada variabel-variabel situasional yang beraneka
ragam. Aspek-aspek situasi yang meningkatkan atau menghilangkan efek ciri atau dari
perilaku pemimpin tersebut disebut variabel-variabel situasional (Yukl , 2011). Variabelvariabel ini merupakan komponen penting dalam teori kepemimpinan kontingensi.
Pengertian yang senada juga dikemukakan oleh Gibson dkk (1996 ; 334) yang menjelaskan
bahwa kepemimpinan adalah upaya menggunakan berbagai jenis pengaruh yang bukan
paksaan untuk memotivasi anggota organisasi untuk mencapai tujuan tertentu.
Selanjutnya Fremont E. Kast dan James E. Rosenzwigh juga mengatakan bahwa
kepemimpinan adalah kesanggupan untuk membujuk orang lain dalam mencapai tujuan
secara antusias.
Greenberg & Bacon ( 2000) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses dimana
seorang pemimpin mempengaruhi anggotanya untuk mencapai tujuan kelompok.
Keseluruhan definisi kepemimpinan yang telah dikemukakan sebelumnya menunjukan bahwa
kepemimpinan berlangsung di dalam sebuah organisasi yang dalam arti statis merupakan
wadah dalam bentuk suatu struktur organisasi yang di dalamnya terdapat unit-unit kerja
sebagai hasil kegiatan pengorganisasian.
Setiap unit kerja dipimpin oleh seorang pemimpin (manajer) dengan sejumlah staf dan tenaga
pelaksana teknis. Pemimpin dalam konteks struktural adalah pemimpin formal yang terdiri
dari para manajer yang menjalankan kegiatan manajerial di dalam unit kerja atau
organisasinya. Oleh karena itu penting kiranya mengetahui perbedaan antara kepemimpinan

(leadership) dan pimpinan (management) untuk memahami secara jelas apa yang dimaksud
dengan kepemimpinan.

Kepemimpinan VS Pemimpin
Bernard Bass, seorang ahli kepemimpinan menyimpulkan bahwa mengatur pemimpin dan
peranan pemimpin adalah dua kegiatan yang berbeda. Namun keduanya, kepemimpinan dan
pimpinan merupakan dua hal yang saling melengkapi, dimana keduanya memiliki kegiatan
atau fungsi yang khas/unik. Para pemimpin mengilhami pemimpin-pemimpin lainnya,
memberikan dukungan emosional, dan mencoba untuk meperoleh karyawan dalam rangka
mencapai tujuan organisasi secara umum. Pemimpin juga memainkan peranan kunci dalam
menciptakan visi dan perencanaan strategis bagi organisasi. Tabel berikut menjelaskan
perbedaan antara pemimpin dan manajer.
Perbedaan antara pemimpin dan manajer lebih dari pada isu semantik untuk empat sebab
berikut :
1.

Perbedaan ini penting karena pemimpin dan manajer melaksanakan suatu fungsi yang
khas untuk merekrut dan memilih karyawan yang memiliki tingkat kemampuan
intelektual, pengalaman, dan pengetahuan yang relevan dengan pekerjaan untuk
melaksanakan pekerjaannya.
2. Perbedaan tersebut dapat berpengaruh terhadap efektivitas kelompok. Kinerja
kelompok kerja dapat ditingkatkan melalui penempatan karyawan yang produktif oleh
pemimpin dan manajer.
3. 3. Perubahan organisasi ke arah sukses sangat tergantung pada kepemimpinan yang
efektif dalam suatu organisasi.
4. Perbedaan antara memimpin dan mengatur pada kepemimpinan intinya adalah tidak
dibatasi pada posisi atau peran seseorang. Setiap orang dari tingkat bawah ke tingkat
atas dalam suatu organisasi dapat menjadi pemimpin.
Tabel 2.1
Perbedaan antara Pemimpin dan Manajer
Pemimpin

Manajer

Inovasi

Mengelola

Membangun

Memelihara

Mengilhami/memberi inspirasi

Mengendalikan

Memiliki pandangan jangka panjang

Memiliki pandangan jangka pendek

Bertanya tentang apa dan mengapa

Bertanya tentang bagaimana dan kapan

Yang mengawali suatu kegiatan

Memprakarsai

Merubah status quo

Menerima status quo

Melakukan hal-hal yang benar

Berpikir tentang hal yang benar

Sumber : W. G. Bennis, On Becoming a Leader, 1989

Teori dan Model Kepemimpinan


Terdapat banyak literatur yang menjelaskan tentang kepemimpinan, dan cukup
membingungkan jika tidak dipahami dengan baik. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan
pemahaman tentang kepemimpinan itu sendiri dengan berbagai pendekatan. Berikut ini
dijelaskan mengenai teori-teori tentang kepemimpinan:

1. Teori Kepemimpinan berdasarkan Sifat


Teori ini merupakan pendekatan awal dalam menjelaskan tentang teori kepemimpinan yaitu
pendekatan dalam mempelajari kepemimpinan yang dipusatkan pada sifat dan perilaku
pemimpin itu sendiri. Teori ini lebih memfokuskan pada identifikasi sifat seseorang yang
membedakan antara pemimpin dan pengikutnya.
Berdasarkan hasil review-nya, Stogdill dan Manns menyatakan bahwa terdapat 5
kecenderungan sifat yang membedakan antara pemimpin dan pengikutnya yaitu :
1. Inteligensia
2. Kekuasaan
3. Percaya diri
4. Tingkat kemampuan dan aktivitas
5. Pengetahuan yang relevan berkaitan dengan tugas

Sedangkan Manns mereview hal yang serupa untuk teori tentang sifat, yang membaginya
dalam 7 kategori sifat seseorang dan menyimpulkan bahwa intelegensia adalah merupakan
prediktor yang paling baik. Sementara itu, Kreitner & Kinicki (2011) menjelaskan tentang
profil teori kepemimpinan sifat yang modern adalah dengan menggunakan Emotional
Inteligence yaitu kemampuan untuk memonitor dan mengontrol emosi dan perilaku yang
kompleks dari suatu lingkungan sosial.
Empat hal yang dihubungkan dengan teori kepemimpinan sifat modern dengan
menggunakan Emotional Inteligence adalah :
1. Kesadaran diri
2. Pengaturan diri
3. Kesadaran sosial
4. Manajemen hubungan

Hal lain yang berhubungan dengan teori tentang sifat ini adalah menyangkut gender. Hasil
analisis tentang gender ini menyangkut isu yang berkembang antara lain :
1. Asumsi tentang bervariasinya tugas kepemimpinan kelompok kerja.
2. Penggunaan gaya kepemimpinan yang berbeda.
3. Efektif atau tidaknya suatu gaya kepemimpinan secara relatif.
4. Perbedaan situasi yang menciptakan apakah perbedaan gender dapat menghasilkan
kepemimpinan yang efektif atau tidak.

Hasil penelitian menunjukan bahwa :


1. Pemimpin pria dan wanita memiliki rating yang sama dalam tingkatan efektifitas
kepemimpinan.
2. Pria merupakan pemimpin yang lebih efektif manakala tugas-tugas mereka lebih
banyak didefinisikan oleh kaum mereka. Dan demikian sebaliknya dengan kaum
wanita.
3. Perbedaan gender dalam kepemimpinan efektif ketika diasosiasikan dengan
persentase pemimpinnya adalah pria dan bawahannya sebagaian besar kaum pria.

2. Teori Kepemimpinan berdasarkan Perilaku


Fase penelitian tentang kepemimpinan ini telah dimulai sejak perang dunia II sebagai bagian
untuk mengembangkan pemimpin-pemimpin militer yang lebih baik.
a. Study Ohio University
Para peneliti dalam penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat dua dimensi bebas perilaku
pemimpin, yaitu pertimbangan dan menginisiasi struktur.
Pertimbangan digambarkan sejauh mana seseorang berkemungkinan memiliki hubungan
pekerjaan yang dicirikan oleh saling percaya, menghargai gagasan bawahan dan
memperhatikan perasaan mereka. Pemimpin memperdulikan akan kesejahteraan, status dan
kepuasan para pengikutnya. Seorang pemimpin yang memiliki pertimbangan tinggi dapat
digambarkan sebagai seorang yang membantu bawahan dalam menyelesaikan masalah
pribadi mereka, ramah dan mudah dihampiri.
Sedangkan menginisiasi struktur mengacu pada sejauh mana seorang pemimpin menetapkan
dan menstruktur perannya dan peran para bawahannya dalam mengusahakan tercapainya
tujuan.
b. Study Michigan University
Kelompok penelitian ini menyebutkan adanya dua dimensi perilaku kepemimpinan yang
disebut berorientasi karyawan dan berorientasi tugas. Pemimpin yang berorientasi karyawan
dideskripsikan menekankan hubungan antar pribadi. Sebaliknya pemimpin yang berorientasi
pada tugas cenderung menekankan aspek teknis atau tugas dari pekerjaan.
Hasil ringkas yang diperoleh dari penelitian ini menyimpulkan bahwa kepemimpinan yang
efektif adalah :
1. Cenderung untuk memelihara hubungan dengan karyawan.
2. Menggunakan metode pengawasan secara kelompok dari pada personal.
3. Menyusun tujuan kinerja yang tinggi.

c. Kisi Kepemimpinan/Managerial dari Blake dan Mouton

Kisi managerial ini merupakan pandangan grafis dari dua dimensi terhadap perilaku
pemimpin yang berdasarkan pada Kepedulian akan karyawan dan kepedulian akan produksi.
Dalam teori grid ini, Blake dan Mouton berhasil memplot adanya lima gaya kepemimpinan
berdasarkan pada perhatian pimpinan terhadap orang (people) atau produksi, yaitu :
1. Impoverished : kepedulian terhadap orang dan produksi rendah.
2. Country-club : kepedulian terhadap orang tinggi.
3. Produce or perish : kepedulian terhadap produksi tinggi.
4. Middle of the road : kepedulian terhadap orang dan produksi sedang.
5. Team style : kepedulian terhadap orang dan produksi tinggi.
Kinerja paling baik dalam teori grid iniditunjukkan oleh gaya 9,9 , jika dibandingkan dengan
gaya lainnya. Hal ini didukung oleh hasil penelitian mereka terhadap para manajer
berpengalaman yang sebagian besar memilih gaya 9.9 sebagai yang terbaik. Namun dalam
kenyataanya, tidak ada bukti substantif yang menyatakan bahwa gaya 9.9 adalah gaya yang
terbaik untuk segala situasi.
Dari berbagai penjelasan mengenai teori perilaku diatas, dapat disimpulkan bahwa
berdasarkan teori perilaku, segala sesuatu yang berkaitan dengan perilaku pemimpin adalah
hal yang dipelajari dan gaya perilaku tesebut menjelaskan pula bahwa pemimpin itu adalah
diciptakan serta efektifnya suatu gaya kepemimpinan adalah bergantung pada situasi.

3. Teori-teori Situasi
Terdapat tiga teori situasi yang menolak adanya suatu gaya kepemimpinan yang paling baik,
yaitu :
a. Model Kontingensi Friedler
Model Friedler ini dikenal sebagai teori kepemimpinan situasi yang paling tua. Friedler
mengemukakan bahwa kinerja pemimpin bergantung pada dua hal yang saling berhubungan,
yaitu 1) Tingkat dimana dalam suatu situasi pemimpin memiliki kontrol dan pengaruhnya 2)
Motivasi dasar dari pemimpin terhadap hubungan antara tugas dengan yang lainnya.
Secara singkat penjelasan mengenai teori Friedler ini didasarkan pada suatu premis bahwa
pemimpin memiliki suatu gaya kepemimpinan yang dominan dan tidak dapat diubah dan
menganjurkan pemimpin harus mempelajari bagaimana mencocokan gaya kepemimpinan
mereka pada kuantitas pengendalian pada situasi kepemimpinan.
Mengenai pengendalian situasi yang menunjukan kuantitas pengendalian dan pengaruh
pemimpin dalam lingkungan kerjanya, terdapat tiga dimensi yaitu :
1. Hubungan pemimpin karyawan : Hal ini menyangkut tingkat keyakinan,
kepercayaan, dan respek bawahan terhadap atasan.
2. Struktur Tugas : Tingkat dimana penugasan pekerjaan diprosedurkan, dalam hal ini
adanya kuantitas struktur dari tugas-tugas yang harus dilakukan oleh kelompok kerja.
3. Kekuasaan jabatan : Tingkat pengaruh yang dimiliki seorang pemimpin yang
memiliki kekuasaan seperti memberikan hukuman, mempromosikan,menaikan gaji
dan lain-lain.
Model Friedler telah ditest melalui meta-analysis yang memberikan suatu anjuran bahwa
model Friedler ini masih perlu dikaji secara teoretis, walaupun sebagian dari teori ini dari
penelitian yang dilakukan ada kecocokan untuk beberapa situasi.

b. Path-goal theory
Teori ini mula-mula dikembangkan oleh Robert House. Teori ini mengidentifikasi adanya
empat gaya kepemimpinan, yaitu :
1. Directive Leadership : Memberitahukan kepada para bawahan apa yang diharapkan
dari mereka, memberi pedoman yang spesifik, meminta para bawahan untuk
mengikuti peraturan-peraturan dan prosedur, mengatur waktu, dan
mengkoordinasikan pekerjaan mereka.
2. Supportive Leadership : Memberi perhatian kepada kebutuhan para bawahan,
memperlihatkan perhatian terhadap kesejahteraan mereka, dan menciptakan suasana
yang bersahabat dalam lingkungan kerja mereka.
3. Partisipative Leadership : Berkonsultasi dengan para bawahan dan
mempertimbangkan opini dan saran mereka.
4. Achievement oriented Leadership : Menetapkan tujuan-tujuan yang
menantang,mencari perbaikan dalam kinerja, menekankan kepada keunggulan dalam
kinerja, dan memperlihatkan kepercayaan bahwa para bawahan akan mencapai
standar kerja yang tinggi.

Selain mendeskripsikan gaya kepemimpinan, Robert House juga menjelaskan mengenai


faktor-faktor kontingensi, yaitu variabel situasional yang dapat menyebabkan satu gaya
kepemimpinan lebih efektif dari pada yang lainnya. Model ini memiliki dua kelompok
variabel kontingensi yaitu karakteristik karyawan yang terdiri dari : locus of control,
kemampuan kerja, kebutuhan akan prestasi, pengalaman, dan kejelasan status. Sedangkan
variabel lainnya adalah faktor lingkungan yang terdiri atas : tugas karyawan, otoritas sistem,
dan kelompok kerja.
c. Teori Kepemimpinan Situasional Harsey dan Blanchard
Menurut teori ini, perilaku pemimpin yang efektif bergantung pada tingkat kesiapan dari
pengikut pemimpin. Kesiapan itu sendiri didefenisikan sebagai tingkat dimana para pengikut
memiliki kemampuan dan kemauan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan.
Gaya kepemimpinan yang cocok ditemukan melalui referensi silang kesiapan para pengikut,
yang bervariasi dari tingkat yang rendah ke tingkat yang tinggi. Dari gambar yang ada
menunjukkan adanya empat perilaku pemimpin yang spesifik yaitu :
1. 1. Telling (Orientasi tugas tinggi-hubungan rendah). Pemimpin mendefinisikan peran
dan memberitahukan kepada orang-orangnya apa, bagaimana, kapan dan dimana
tugas itu dilakukan.
2. 2. Selling (Orientasi tugas tinggi hubungan tinggi). Pemimpin memberikan perilaku
pengarah dan perilaku pendukung.
3. 3. Participating (Orientasi tugas rendah hubungan tinggi). Pemimpin dan pengikut
bersama-sama mengambil keputusan, dengan peran dari pemimpin adalah
mempermudah dan berkomunikasi.
4. 4. Delegating (Orientasi tugas rendah hubungan rendah). Pemimpin memberikan
sedikit pengarahan maupun dukungan.
Komponen akhir dari teori ini adalah mendefinisikan empat tahap kesiapan dari pengikut:
1. R1 : Orang-orang yang tidak mampu maupun tidak bersedia mengambil tanggung
jawab untuk melakukan sesuatu.

2. R2 : Orang-orang yang tidak mampu tetapi bersedia melakukan tugas pekerjaan yang
perlu.
3. R3 :Orang-orang yang mampu tetapi taidak bersedia untuk melakukan apa yang
diinginkan oleh pemimpin.
4. R4 : Orang-orang yang mampu dan bersedia melakukan apa yang diminta pada
mereka.
Saat ini teori ini banyak digunakan secara luas sebagai alat pelatihan. Namun teori ini tidak
didukung sepenuhnya oleh para peneliti karena berdasarkan hasil penelitian, keakuratan dari
teori ini tidak sepenuhnya sesuai dengan teori yang dikemukakan.
Pendekatan Baru Teori Kepemimpinan
a. Transisi Model Kepemimpinan Transaksional ke Kharismatik
Terdapat perbedaan antara kepemimpinan transaksional dan kepemimpinan kharismatik.
Kepemimpinan transaksional pada dasarnya merupakan teori kepemimpinan yang berkenaan
dengan teori-teori yang telah dijelaskan di atas. Model kepemimpinan ini lebih memfokuskan
pada manajer dan para karyawannya. Karakteristik pokok dari kepemimpinan transaksional
adalah : 1) Pemimpin memberikan penghargaan untuk memotivasi karyawan dalam bekerja
dan 2) Pemimpin melakukan tindakan yang benar hanya ketika bawahan salah dalam upaya
mencapai tujuan kinerja.
Sebaliknya kepemimpinan kharismatik lebih menekankan pada perilaku pemimpin sebagai
simbol, komunikasi non-verbal, visi dan inspirasi, memperlihatkan kepercayaan diri, dan
harapan pemimpin pada pengorbanan diri para pengikutnya untuk mencapai hasil kerja yang
diinginkan. Kepemimpinan kharismatik dapat menghasilkan perubahan organisasi yang
significant.
Secara lengkap, J.A Conger dan R.N Kanungo (dikutip dari Robin : 27) menjelaskan bahwa
karakteristik utama dari kepemimpinan kharismatik ini adalah :
1. Visi dan artikulasi. Pemimpin kharismatik memiliki visi-menunjukan idealisme
mencapai tujuan-yang diharapkan lebih baik dimasa mendatang dari pada status quo.
2. Resiko personal. Pemimpin kharismatik menempatkan risiko personal, biaya tinggi,
dan menggunakan kepuasan untuk mencapai visinya.
3. Peka terhadap lingkungan. Pemimpin ini mampu membuat penilaian yang realistis
terhadap kendala lingkungan dan sumberdaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan
perubahan
4. Kepekaan mengikuti kepentingannya. Pemimpin kharismatik merupakan perspektif
membantu yan lain dan tanggap terhadap kepentingan dan perasaannya.
5. Perilaku diluar aturan. Mereka dengan kharisma ikut serta dalam perilaku yang
dipahami sebagai sesuatu yang baru, tidak konvensional, dan berlawanan dengan
norma-norma.
Pemimpin kharismatik melakukan perubahan pada para pengikutnya melalui upaya
menciptakan suatu perubahan pada tujuan mereka, nilai, kepercayaan dan aspirasi mereka.
Mereka menyempurnakan transformasi ini melalui upaya menarik para pengikut mereka
kedalam konsep pribadi mereka.
Para pemimpin kharismatik dalam mempengaruhi para pengikutnya dimulai saat pemimpin
mengutarakan dengan jelas suatu visi yang menarik. Visi ini memberikan suatu rasa

kesinambungan bagi para pengikut dengan menautkan masa kini dengan masa depan yang
lebih baik dari organisasi itu.
Kemudian sang pemimpin mengkomunikasikan harapan akan kinerja tinggi dan
mengungkapkan keyakinan bahwa para pengikut dapat mencapai harapan itu. Ini
meningkatkan harga diri dan keyainan para pengikut. Kemudian pemimpin menghantarkan
lewat kata dan tindakan, suatu perangkat baru dari nilai-nilai dengan perilakunya,
menunjukkan suatu contoh yang ditiru para pengikut. Dan pada akhrnya pemimpin
kharismatik melakukan pengorbanan diridan terlibat dalam perilaku yang tidak konvensional
untuk memperlihatkan keyakinan dan keberanian mengenai visi itu.
Hasil-hasil penelitian yang berhubungan dengan gaya kepemimpinan kharismatik dan
transaksional menggariskan empat implikasi penting managerial yaitu :
1. Pemimpin terbaik adalah bukan hanya kharismatik, melainkan kedua gaya
kharismatik dan transaksional.
2. Kepemimpinan kharismatik tidak teraplikasi dalam organisasi untuk semua situasi.
Menurut para ahli, kepemimpinan kharismatik dapat menjadi efektive untuk kondisi
berikut: (a) Terdapatnya situasi yang memberikan kesempatan adanya keterlibatan
moral; (b) Tujuan kerja tidak dapat dengan mudah untuk dibentuk dan diukur; (c)
Pemberian hadiah tidak dapat dihubungkan dengan prestasi individu; (d) Terdapat
sedikit batasan situasional sebagai petunjuk perilaku; (e) Selain usaha, perilaku,
kepuasan dan prestasi kerja di syaratkan adanya pemimpin dan pengikutnya.
3. Karyawan dalam beberapa level organisasi dapat dilatih untuk menjadi transaksional
dan kharismatik.
4. Kepemimpinan kharismatik dapat diterapkan secara pantas ataupun tidak dalam
organisasi. Dimana pemimpin kharismatik sepantasnya membolehkan karyawannya
untuk meningkatkan konsep-konsep pribadi mereka. Salah satu contoh yang tidak
pantas adalah menghasilkan orang -orang yang selalu patuh, tunduk dan mengalah.
b.

Perspektif Tambahan dalam Kepemimpinan

Sebagai tambahan dalam menjelaskan tentang kepemimpinan itu sendiri, akan dijelaskan dua
perspektif tambahan dalam kepemimpinan, yang meliputi :

1. Model Kepemimpinan Leader-Member Exchange (LMX)


Model kepemimpinan ini dikemukakan oleh George Graen. Ia membandingkan model
kepemimpinan tradisional dan model kepemimpinan yang dikemukakannya.
Menurut Graen, model kepemimpinan tradisional lebih pada upaya dimana pemimpin
memikirkan untuk menunjukkan suatu pola perilaku yang sama pada semua karyawannya.
Sedangkan Graen menggambarkan bahwa model LMX ini disebabkan karena adanya
tekanan waktu. Para pemimpin membangun suatu hubungan yang istimewa dengan suatu
kelompok kecil bawahan mereka. Ia menggambarkan adanya dua batasan dari hubungan
LMX ini yaitu:

1. In Group Exchange. Dalam hubungan ini, para pemimpin dan pengikutnya


membangun suatu hubungan partnership yang dicirikan oleh adanya pengaruh timbal
balik, saling mempercayai, dan perasaan senasib. (dicirikan sebagai E1 dan E5).
2. Out Group Exchange. Dalam hubungan ini, pemimpin dicirikan sebagai orang yang
mengawasi , bawahan memperoleh lebih sedikit waktu pemimpin, mendapatkan
hubungan antara atasan bawahan dalam koridor interaksi otoritas yang formal.
Hal pokok yang harus dicatat dari teori ini adalah walaupun pemimpin yang melakukan
pemilihan pada anggota kelompok, karakteristik pengikutlah yang mendorong keputusan
kategorisasi dari pemimpin.
Penelitian yang berkaitan dengan teori ini pada umumnya mendukung lebih spesifik teori dan
penelitian yang mengelilinginya, memberikan bukti yang substantif bahwa para pemimpin
memang membeda-bedakan bawahan, pengikut dengan status kelompok dalam, akan
memiliki kinerja yang lebih tinggi, niat keluar masuknya karyawan lebih rendah, kepuasan
yang lebih besar pada atasan mereka, dan kepuasan yang lebih besar dibandingkan dengan
kelompok luar (Out Group Exchange).

2. Kepemimpinan Substitusi
Menurut para peneliti perilaku organisasi, terdapat variabel-variabel yang dikenal sebagai
kepemimpinan situasional berupa variasi variabel subtitusi untuk menetralkan atau
meningkatkan pengaruh kepemimpinan. Variabel subtitusi ini selanjutnya dapat
meningkatkan atau mengurangi kemampuan pemimpin dalam mempengaruhi kelompok
kerja. Secara lengkap gambaran dari kepemimpinan subtitusi ini menjelaskan bahwa
karakteristik-karakteristik bawahan, tugas dan organisasi dapat memainkan peran sebagai
pengganti tingkat kepemimpinan tradisional. Lebih lanjut, perbedaan karakteristik diprediksi
untuk mengurangi perbedaan perilaku pemimpin yang berbeda.
Tabel 2.
Subtitusi Kepemimpinan

Karakteristik

Orientasi hubungan atau


perilaku pertimbangan
pemimpin tidak di
butuhkan

Orientasi tugas atau


perilaku struktur
pemmpin tidak
dibutuhkan

a. Pada Bawahan
1.Kemampuan, pengalaman,
pelatihan dan pengetahuan
X
2. Kebutuhan akan kebebasan
X

Karakteristik

Orientasi hubungan atau


perilaku pertimbangan
pemimpin tidak di
butuhkan

Orientasi tugas atau


perilaku struktur
pemmpin tidak
dibutuhkan

3. Orientasi professional

4. Pengabaian terhadap hadiah


dari organisasi
b. Pada Tugas
1. Rutin dan tidak ambigu
X
2. Metodology yang tidak
bervariasi
X
3. Umpan balik
X
4. Kepuasan intrinsic
X
c. Pada Organisasi
1. Formalisasi
X
2. Infleksibilitas
X
3. Fungsi staff dan penasehat
khusus dan aktif
X
4. Kelompok kerja yang
bersatu

5. Hadiah organisasi tanpa

Karakteristik

Orientasi hubungan atau


perilaku pertimbangan
pemimpin tidak di
butuhkan

Orientasi tugas atau


perilaku struktur
pemmpin tidak
dibutuhkan

kendali pemimpin

6. Perbedaan yang spasial


antara atasan dan bawahan

Dari berbagai penjelasan diatas mengenai teori kepemimpinan, dapat dilihat bahwasanya
kepemimpinan memainkan suatu bagian sentral dalam memahami perilaku kelompok, karena
pemimpinlah yang biasanya memberikan pengarahan menuju pencapaian tujuan. Selain itu
kepemimpinan sangat dibutuhkan berkaitan dengan kebutuhan akan koordinasi dan kendali.
Organisasi ada untuk mencapai sasaran yang mustahil atau sama sekali tidak efisien, jika
dilakukan oleh individu-individu yang bertindak sendiri-sendiri. Organisasi itu sendiri
merupakan suatu mekanisme koordinasi dan kendali. Selain itu, kepemimpinan menyumbang
ke pemanduan berbagai aktivitas pekerjaan, koordinasi komunikasi sub unit organisasi,
pemantauan kegiatan, dan pengawasan penyimpangan dari standar.
Tabel 2.3
Karakteristik dari Servant-leadership
SERVANTLEADERSHIP
CHARACTERISTIC
S

DESCRIPTION

Listening

Servant-leaders focus on listening to identify and clarify


the needs and desires of a group.

Empathy

Servant-leaders try to empathize with. others feelings


and emotions. An individuals good intentions are
assumed even when he or she performs poorly.

Healing

Servant-leaders strive to make themselves and others


whole in the face of failure or suffering.

Awareness

Servant-leaders are very self-aware of their strengths


and limitations.

SERVANTLEADERSHIP
CHARACTERISTIC
S

DESCRIPTION

Persuasion

Servant !orders rely more on persuasion than positional


authority when making decisions and trying to influence
others.

Conceptualization

Servant leaders take the time and effort to develop


broader based conceptual thinking. Servant-leaders seek
an appropriate balance between a short-term, day-to-day
focus and a long-term, conceptual orientation.

Foresight

Servant-leaders have the ability to foresee future


outcomes associated with a current course of action or
situation.

Stewardship

Commitment to the
growth of people

Building community

Servant-leaders assume that they are stewards of the


people and resources they manage.
Servant-leaders are committed to people beyond their
immediate work role. They commit to fostering an
environment that encourages personal, professional, and
spiritual growth.
Servant-leaders strive to create a sense of community
both within and outside the work organization.

3. Servant Leadership
Berfokus pada peningkatan pelayanan yang diberikan kepada orang lain dibandingkan
dengan diri sendiri dan bukan merupakan pendekatan quick-fix dari kepemimpinan,
melainkan melainkan pendekatan jangka panjang transformasional untuk hidup dan bekerja.
Karakteristik dari Servant-leadership ini dapat dijelaskan dalam tabel berikut :
c. Gaya Kepemimpinan
Pemimpin yang berhasil bukanlah yang mencari kekuasaan untuk diri sendiri, melainkan
mendistribusikan kekuasaan kepada orang banyak untuk mencapai cita-cita yang sama.
Bagaimana kiat mengatasi masalah bersama karyawan secara efektif dan efisien ?
jawabannya adalah melalui kejelasan wewenang, tanggung jawab, serta diimbangi dengan
sikap disiplin.Semua itu meski dikawal pula oleh interaksi yang positif, yaitu ketramplan
utama dalam mengelola sumber daya manusia. Pemimpin harus sensitive dalam berinteraksi,
baik terhadap bahasa verbal, suara, maupun nonverbal atau bahasa tubuh (body language).
Sebagai tambahan dalam menjelaskan tentang kepemimpinan itu sendiri, ada beberapa gaya
kepemimpinan dengan masing-masing ciri yang secara umum telah diketahui yaitu :
1.
Gaya Kepemimpinan Otoriter artinya pemimpin membawakan dirinya sebagai
penguasa dan pengambil keputusan, mengungkung diri terpisah dari anak buah. Arah panah
menunjukkan komunikasi satu arah, bos mendominasi segala wewenang/ kekuasaan. Ciri-ciri
kepemimpinan otoriter antara lain :

1. Segala keputusan diambil sendiri oleh bos


2. Tugas-tugas bawahan diperinci oleh bos
3. Dalam menilai bawahan, bos melibatkan perasaan pribadinya, sehingga lebih bersifat
subjektif.
4. Memberi kesempatan kepada bawahan untuk berpartisipasi atau mengajukan
pendapat, tetapi hanya sebagai lips service saja.
5. Mengawasi pekerjaan bawahan dengan ketat.

2. Gaya Kepemimpinan Partisipatif artinya pemimpin dan anggota tim berada dalam satu
kesatuan dan bekerja sama menyelesaikan masalah . Arah panah menggambarkan interaksi
(komunikasi dua arah), bos dan karyawan berbagi wewenang/kekuasaan dalam sebuah
tim/grup. Ciri-ciri gaya kepemimpinan partisipatif antara lain :
1. Setiap keputusan diambil melalui diskusi bersama pihak-pihak terkait.
2. Dalam menyelesaikan tugas-tugas, karyawan diberi wewenang, hak , dan tanggung
jawab secukupnya untuk menerapkan caranya sendiri yang dianggap efisien.
3. Menilai bawahan secara rasional, dengan melihat data dan fakta.
4. Memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengajukan pendapat sejauh hal itu
sejalan dengan tujun organisasi /manajemen.
5. Tidak kaku dalam mengawasi pekerjaan bawahan karena membangun sinerji melalui
interaksi yang selaras.
3.
Free-reign artinya pemimpin tidak menyupervisi anggota tim, sehingga anggota
mengelompok dan bersatu diluar kontrol pemimpinnya. Arah panah menandakan komunikasi
satu arah. Karyawan mendominasi kebebasan tanpa wewenang dan partisipasi bos.
4.
Gaya Kepemimpinan Militeristis artinya pemimpin yang menerapkan gaya militer .
Ciri-ciri gaya kepemimpinan militeristis antara lain ;
1. Suka menggunakan sistem perintah untuk menggerakkan bawahan
2. Suka menggunakan pangkat dan jabatan dalam mengambil keputusan.
3. Menggunakan formalitas yang kaku dan menerapkan disiplin tinggi terhadap
bawahan.
4. Tidak suka menerima kritik, terutama dari bawahan.
5. Menggemari simbol-simbol dan seremonial untuk berbagai peristiwa dan kesempatan.

PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Pengambilan keputusan adalah proses yang disengaja dalam membuat pilihan diantara satu
atau beberapa alternative dengan tujuan mencapai sesuatu yang diinginkan. Keputusan
muncul sebagai respon terhadap masalah atau peluang. Masalah (problem) adalah
penyimpangan dari situasi yang ada saat ini dengan situasi yang diinginkan. Itu adalah
kesenjangan (gap) antara apa yang terjadi dengan apa yang seharusnya. Beberapa aspek
kinerja tidak memuaskan.
Peluang (opportunities) terjadi ketika manajer melihat potensi prestasi yang menyediakan
kesempatan untuk menciptakan prestasi organisasional melebihi sasaran yang telah
ditetapkan saat ini. Peluang adalah penyimpangan antara harapan yang ada saat ini dan
pengenalan terhadap situasi yang secara potensial lebih baik. Para manajer melihat
kemungkinan meningkatkan kinerja melebihi level saat ini. Dengan kata lain pengambil
keputusan menyadari bahwa keputusan yang tepat dapat menghasilkan kondisi sesuai tujuan
atau yang diharapkan.

1. Model Umum Proses Pangambilan Keputusan


Identifikasi masalah (problem identification) adalah:
Tahap pertama, dalam pengambilan keputusan dan merupakan tahapan yang paling
penting. Kita perlu mengidentifikasi masalah secara tepat untuk dapat memilih solusi yang
terbaik. Seperti yang sudah dijelaskan diatas, masalah adalah penyimpangan antara situasi
saat ini dengan situasi yang diinginkan. Penyimpangan ini adalah gejala (Symtoms) dari
penyebab-penyebab yang lebih utama dalam organisasi. Proses ini terjadi dengan cara
memahami penyebab utama dari gejala (symtoms) yang menarik perhatian kita. Proses
keputusan kemudian diarahkan untuk mengubah akar penyebab sehingga gejala-gejala
direduksi atau dieliminasi.
Tahap kedua, adalah menentukan gaya keputusan yang tepat. Satu hal yang penting
mengenai pemecahan masalah adalah keputusan terprogram dan keputusan tidak
terprogram. Keputusan terprogram mengikuti standar prosedur operasi (SOP). Tidak
dibutuhkan untuk meng-explore solusi alternatif karena solusi alternatif telah diidentifikasi
dan terdokumentasi. Sebaliknya, masalah baru, kompleks dan masalah yang tidak terdefinisi
membutuhkan keputusan yang tidak terprogram.
Tahap ketiga, pada model umum pengambilan keputusan adalah mengembangkan daftar
solusi yang memungkinkan. Proses ini biasanya dimulai dengan mencari solusi yang siap
digunakan, seperti praktek-praktek yang telah bekerja secara baik untuk masalah yang sama.
Jika solusi yang dapat diterima tidak ditemukan, kemudian pembuat keputusan mencoba
untuk mendesain solusi yang sesuai atau memodifikasi yang sudah ada.
Tahap keempat, adalah memilih alternatif terbaik. Dalam proses yang pure rasional, tahap
ini akan melibatkan identifikasi semua faktor dimana alternatif-alternatif dipertimbangkan,
pemberian bobot yang merefleksikan pentingnya faktor tersebut, memberi peringkat alternatif
pada faktor-faktor tersebut, dan menghitung total nilai setiap alternatif dari peringkat dan
bobot faktor.
Tahap kelima, pembuat keputusan harus mengumpulkan karyawan dan memobilisasi sumber
daya secara efisien untuk menterjemahkan keputusannya ke dalam tindakan. Mereka harus
mempertimbangkan motivasi, kemampuan, dan persepsi peran para karyawan dalam
mengimplementasikan solusi, tergantung faktor situasi untuk memfasilitasi implementasinya.
Tahap Enam, dalam model keputusan adalah mengevaluasi kesenjangan yang terdekat
antara apa yang terjadi dengan apa yang seharusnya terjadi. Secara ideal, informasi tersebut
seharusnya datang dari perbandingan (benchmarking) yang sistematik, sehingga umpan balik
yang dihasilkan lebih obyektif dan mudah diobservasi.
a. Mengidentifikasi Masalah Dan Peluang
Masalah dan peluang tidak nampak dengan sendirinya. Mereka harus dikenali dan secara
cermat didefinisikan oleh pembuat keputusan. Bagaimanapun juga, manusia tidak efisien
secara sempurna atau berfikir netral seperti mesin. Sehingga masalah seringkali tidak
terdiagnosa dan peluang tidak terlihat. Dua faktor yang menyebabkan hal tersebut
adalah tidak sempurnanya persesi pembuat keputusan dankemampuan diagnosa yang
rendah.
Bias Persepsi
Manusia menterjemahkan masalah dan peluang berdasarkan persepsi mereka, nilai dan
asumsi. Sayangnya, mekanisme perhatian yang selektif menyebabkan informasi yang relevan
menjadi tidak tersaring secara tidak tersadari. Terlebih lagi, karyawan, klien dan pihak

lainnya yang mempunyai perasaan yang sama dapat mempengaruhi persepsi pengambil
keputusan sehingga informasi menjadi lebih banyak atau lebih sedikit dipersepsikan sebagai
masalah atau peluang. Oleh karena itu pengambilan keputusan seringkali ditandai (dianggap)
dengan politik atau negosiasi.
Tantangan persepsi yang lebih besar adalah bahwa manusia memandang masalah atau
peluang melalui model mental mereka. Cara kerja model mental tersebut membantu kita
merasakan lingkungan, tetapi juga terlalu luas asumsinya yang membutakan kita pada realitas
baru.

Lemahnya Kemampuan Diagnostik


Masalah Perseptual membatasi kemampuan kita untuk mendiagnosa persoalan dan mengenali
peluang secara efektif. Manusia ingin merasakan suatu situasi, maka mereka dengan cepat
mendefinisikan persoalan dengan dasar stereotype dan informasi yang tidak substantial.
Mereka gagal untuk melihat persoalan atau peluang sebagai hasil dari informasi dan waktu
yang tidak tepat. Hal lainnya adalah bahwa organisasi merupakan system yang kompleks,
maka pembuat keputusan mungkin menghadapi masalah dalam mengidentifikasi dimana
penyebab utama persoalan terjadi.
Kesalahan mendiagnosa lainnya adalah persoalan didefinisikan (dipandang) dari solusi
menurut mereka. Kata-kata persoalan adalah kita membutuhkan lebih banyak kendali
melebihi pemasok kita telah menjebak. Persoalan mungkin saja bahwa supplier tidak
mengirim produk mereka pada waktunya, tetapi pernyataan ini berfokus pada solusi.
Kecenderungan berfokus pada solusi disebabkan oleh bias seseorang untuk bertindak sesuai
kebutuhan untuk mengurangi ketidak pastian. Dengan demikian, berfokus pada solusi menscan tahap identifikasi lingkaran masalah dalam pembuatan keputusan.
Masalah orientasi solusi juga terjadi karena pembuat keputusan menerima penguatan positif
dari tindakan dimasa lampau.intinya disini bahwa pembuat keputusan mungkin melihat
persoalan dari perspektif solusi yang telah tersedia. Kadang-kadang mereka mencari solusisolusi yang pernah (telah) ada apa yang dapat mereka terapkan untuk sebuah persoalan.

Mengidentifikasi Persoalan dan Peluang Secara Lebih Efektif


Mengenali persoalan dan peluang akan selalu menantang, tetapi prosesnya dapat ditingkatkan
melalui kepedulian atas keterbatasan diagnosa dan perceptual tersebut. Dengan mengenali
bagaimana model mental membatasi pemahaman seseorang atas dunianya, pembuat
keputusan mempelajari untuk lebih terbuka terhadap persepktif lain dari kenyataan.
Kelemahan perceptual dan diagnosa dapat juga diminimalisir dengan mendiskusikan dengan
kolega. Pengambil keputusan meneliti kebuntuan yang dihadapinya dalam mengidentifikasi
masalah dengan cara mendengarkan bagaimana orang lain mempersepsikan informasi yang
ada dan mendiagnosa persoalan. Peluang juga bias menjadi terlihat ketika orang lain yang
berada diluar kita mengeksplore informasi dari model mental mereka yang berbeda.
Strategi lain dalam mengidentifikasi persoalan adalah menciptakan system peringatan
dini (Early Warning Syastem). Jika peringkat kepuasan pelanggan turun atau biaya

meningkat melebihi batas wajar, maka prosedur eksekutif atau program computer dapat
memberitahukan pengambil keputusan untuk memperhatikan hal tersebut. Tanda-tanda
tersebut dapat ditentukan dari pengalaman (praktek) masa lalu atau tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya bagi stakeholder utama (Customer, pemegang saham, keryawan, dll).
Ke-efektifan tanda peringatan dini, dengan demikian, hanya baik bagi keinginan mengenai
mereka.

b. Mengevaluasi Dan Memilih Solusi


Selama beberapa tahun, pengambilan keputusan dipelajari secara utama oleh ahli ekonomi,
yang membuat beberapa asumsi tentang bagaimana orang memilih berbagai alternatif.
Mereka berasumsi bahwa pengambil keputusan mempunyai artikulasi yang baik dan
semuanya setuju dengan tujuan organisasi. Mereka juga berasumsi bahwa pengambil
keputusan adalah mesin berfikir rasional yang secara efektif dan secara simultan memproses
fakta-fakta mengenai seluruh alternatif dan konsekwensi-konsekwensi dari alternatif tersebut.
Akhirnya, ahli teori tersebut berasumsi bahwa pengambil keputusan selalu memilih alternatif
dengan payoff tertinggi.hal tersebut hanyalah asumsi hipotetis, tetapi perspektif rasional ini
menempatkan fondasi bagi kesalahan konsepsi populer tentang bagaimana orang mengambil
keputusan.
Saat ini, banyak ahli ekonomi yang menemukan keterbatasan dari asumsi yang tidak realistic
tersebut. Malahan, mereka menyadari bahwa pengambilan keputusan menyangkut berbagai
keterbatasan manusia.

Pesoalan Tujuan
Kita membutuhkan tujuan yang jelas untuk memilih solusi terbaik. Mengidentifikasi tujuan
apa yang seharusnya dan kemudian menyediakan sebuah standar yang dipadukan dengan
dimana setiap alternatif dievaluasi. Dalam kenyataannya tujuan organisasi sering ambigu,
atau dalam kondisi konflik satu sama lain. Survey menunjukan bahwa 25% manajer dan
karyawan merasakan keputusan tertunda dikarenakan sulitnya menyetujui apa yang mereka
inginkan untuk mencapai keputusan.
Persoalan menjadi berlipat ketika anggota organisasi tidak menyetujui terhadap kepentingan
relatif dari tujuan tersebut. Hal tersebut juga meragukan bahwa semua keputusan berbasis
pada tujuan organisasi; beberapa keputusan dibuat untuk memuaskan tujuan pribadi si
pembuat terutama jika mereka tidak cocok dengan tujuan organisasi.

Persoalan Pemrosesan Informasi


Manusia tidak dapat membuat keputusan rasional secara sempurna, sebab mereka tidak dapat
memproses informasi secara baik.
Satu, masalah bahwa bias perseptual membelokan interpretasi dan pemilihan informasi. Lalu,
pembuat keputusan tidak menyadari setiap butir informasi sebab perhatian yang selektif
memproses dan menyaringnya terlalu banyak.

Kedua, pembuat keputusan tidak memungkinkan memikirkannya melalui semua alternatifalternatif dan hasil-hasilnya, sehingga mereka menggunakannya pada pencarian dan evaluasi
yang terbatas dari alternatif-alternatif tersebut. Sebagai contoh, ada banyak merek komputer
untuk dipilih tetapi orang biasanya hanya memilih beberapa tipe darinya.
Ketiga, daripada mempelajari semua alternatif pada waktu yang bersamaan, pembuat
keputusan biasanya melihat alternatif secara terpisah. Pada saat alternatif baru muncul,
dengan cepat dibandingkan dengan implisit favorite. Implisit favorite adalah alternative yang
paling disukai oleh pembuat keputusan diantara berbagai alternative yang ada.

Persoalan maksimisasi
Pembuat keputusan cenderung memilih alternative yang dapat diterima atau cukup baik,
daripada solusi terbaik yang memungkinkan. Dengan kata lain, mereka
menggunakan satisficing daripada maximizing. Satisficing terjadi karena tidak mungkin
mengidentifikasi semua alternatif, dan informasi yang tersedia tidak sempurna atau
ambigu. Satisficingjuga terjadi karena pembuat keputusan cenderung mengevaluasi alternatif
secara sequential. Keputusan dan solusi apa yang dianggap cukup tergantung ketersediaan
alternatif yang acceptable. Standar meningkat jika alternatif yang acceptable mudah
ditemukan dan menurun jika hanya beberapa tersedia.

Memilih Solusi Yang Lebih Efektif


Mendapatkan seluruh dari keterbatasan manusia dalam membuat keputusan sangat sulit,
Tetapi tiga strategi dapat dipertimbangkan : evaluasi sistematik (systematic evaluation),
sistem pendukung keputusan (decision support system), dan perencanaan skenario
(scenario planning). Evaluasi sistematik mengikuti ukuran dan proses logis dalam pemilihan
alternatif.
Pertama, pada seleksi pelamar pekerjaan, sebagai contoh, evaluasi sistematik meliputi:
1. Mengidentifikasi faktor relevan dimana pelamar dinilai ;
2. Mengukur setiap faktor dari pelamar ;
3. Membobotkan tingkat kepentingan setiap faktor ; dan
4. Menghitung seluruh skor bagi setiap pelamar dengan dasar bobot dan peringkat untuk
setiap faktor.
Kedua, strategi menggunakan sistem pendukung keputusan (DSS) untuk menuntun dalam
pembuatan keputusan. Perlu dicatat bahwa sistem pendukung keputusan merubah keputusan
yang tidak terprogram menjadi keputusan terprogram. Hal tersebut membantu karyawan
untuk mengidentifikasi persoalan secara sistematis, dimana kemudian solusi menjadi tersedia
tanpa membutuhkan evaluasi alternatif.
Eksekutif pada Ericson, Shell, Noranda, dan banyak organisasi lain mencoba membuat
keputusan yang lebih baik melalui strategi yang ketiga, yang disebut Scenario
planning ; sebuah proses yang sistematis pemikiran tentang alternatif dimasa yang akan
datang dan apa yang seharusnya organisasi lakukan untuk mengantisipasi dan bereaksi
terhadap lingkungannya. Bentuk lain scenario planning adalah mengeksplor persoalan dan
peluang potensial tetapi hal tersebut juga menjadi alat untuk memilih keputusan yang terbaik
dibawah skenario yang memungkinkan jauh sebelum hal itu terjadi.

Membuat Pilihan dengan intuisi

Intuisi adalah kemampuan untuk mengetahui jika sebuah masalah atau peluang muncul, dan
memilih tindakan terbaik tanpa alasan yang disadari. Banyak perdebatan mengenai nilai
intuisi. Beberapa ahli memperingatkan kita bahwa intuisi hanya dapat mendatangkan
keputusan yang tidak berguna. Berlawanan dengan peringatan tersebut, banyak eksekutif
sangat percaya terhadap intuisinya.
Studi terbaru melaporkan bahwa banyak profesional dan eksekutif menyatakan bahwa
mereka bersandar pada intuisi, sebagian mengkombinasikannya dengan pengambian
keputusan yang lebih rasional. Perlu dicatat bahwa intuisi jarang terjadi sendirian. Pengambil
keputusan menganalisa keputusan yang tersedia, kemudian memainkan intuisi mereka untuk
melengkapi proses keputusan.
Haruskah kita bersandar pada intuisi atau memandangnya dengan hari-hati ? jawabannya
banyak. Adalah benar bahwa kadang-kadang kita bias oleh pembenaran pengambilan
keputusan yang tidak sistematik sebagai intuisi. Intuisi kadang-kadang bernilai ketika
pembuat keputusan mempunyai pengetahuan yang luas tentang sebuah bisnis, tetapi sedikit
pengetahuan tentang situasi yang baru.
c. Mengevaluasi Hasil Keputusan
Pengambil keputusan tidak selalu sepenuhnya jujur dengan dirinya sendiri ketika
mengevaluasi keefektifan keputusan mereka. Satu hal adalah bahwa setelah membuat pilihan,
pengambil keputusan cenderung untuk menaikan kualitas dari alternatif yang terpilih dan
menurunkan alternatif lain yang tidak terpilih. Mereka mengabaikan atau menutup
pentingnya informasi negatif mengenai alternatif yang terpilih dan menekankan pada
informasi positif. Distorsi perseptual ini dikenal sebagai post decisional justification, hasil
dari kebutuhan akan pemeliharaan self- identity positif.

Peningkatan Komitmen
Persoalan kedua ketika mengevaluasi hasil keputusan adalah peningkatan komitmen
(escalation of commitment). Escalation of commitment adalah kecenderungan untuk
mengulang keputusan yang buruk atau mengalokasikan sumber daya lebih banyak bagi
sebuah tindakan yang gagal.
Penyebab escalation of commitment adalah justifikasi pribadi (self justification), pemikiran
penjudi (gamblers fallacy), kebutaan persepsi (perceptual blinders) dan ketiadaan biaya
(closing cost).
Self justification. Escalation of commitment sering terjadi karena seseorang ingin
menampilkan dirinya terlihat positif. Dia adalah orang yang mengidentifikasi dirinya dengan
keputusan yang cenderung tetap, sebab perilaku ini memperlihatkan rasa percaya pada
kemampuan dirinya dalam mengambil keputusan.
Gamblers fallacy. Banyak proyek menghasilkan escalation of commitment sebab pengambil
keputusan salah memperhitungkan resiko dan berestimasi berlebihan terhadap peluang
keberhasilan. Mereka menjadi korban dari pemikiran penjudi dengan menurunkan harapan
atas kemampuan mereka untuk mengendalikan masalah yang dapat meningkat. Dengan kata
lain, pembuat keputusan salah mempercayai keberuntungan mereka, lalu mereka
menginvestasikan lebih banyak pada tindakan yang merugikan.
Perceptual blinders. Escalation of commitment seringkali juga terjadi karena pembuat
keputusan tidak melihat persoalan secara cukup. Mereka tidak menyaring atau menerangkan
informasi negative.

Closing cost. Ketika sebuah keberhasilan proyek meragukan, pengambil keputusan akan
bertahan (tidak melanjutkan), sebab biaya penyelesaian proyek tinggi atau tidak diketahui.

Mengevaluasi hasil keputusan secara lebih efektif


Satu cara yang efektif untuk meminimalisir escalation of commitment dan post decisional
justification adalah dengan memisahkan orang yang mengambil keputusan dengan orang
yang mengevaluasi keputusan. Strategi ini cenderung dapat mencegah karena tanggung jawab
seseorang untuk mengevaluasi keputusan tidak akan diperhatikan jika proyek dibatalkan.
Manajer kerap dianggap sebagai pengambil keputusan (decision makers). Meskipun
keputusan yang dibuat kebanyakan bersifat strategis, akan tetapi para manajer juga membuat
keputusan mengenai berbagai aspek lain dalam organisasi, termasuk didalamnya struktur,
system pengendalian, respon terhadap lingkungan, dan sumber daya manusia. Pembuatan
keputusan yang baik merupakan bagian vital dari manajemen yang baik, karena keputusankeputusan menentukan bagaimana cara suatu organisasi menyelesaikan masalah,
mengalokasikan sumber daya, dan meraih sasaran.

Berbagai Tipe Keputusan dan Masalah


Keputusan (decision) merupakan pilihan yang dibuat dari beberapa alternative yang tersedia.
Banyak orang berasumsi bahwa pembuatan pilihan adalah bagian terbesar dalam
pengambilan keputusan, tetapi sebenarnya hanya merupakan salah satu bagiannya.
Pengambilan keputusan (decision making) adalah proses identifikasi masalah dan kesempatan
dan kemudian memecahkannya. Pengambilan keputusan melibatkan usaha baik sebelum
maupun sesudah pilihan actual.

a. Keputusan-Keputusan Terprogram dan Tidak Terprogram


Keputusan manajemen biasanya dibedakan menjadi dua katagori, yaitu keputusan terprogram
dan keputusan tidak terprogram. Keputusan terprogram (programmed decision) melibatkan
situasi yang cukup sering terjadi untuk memungkinkan aturan keputusan (decision rules)
dapat dibangun dan diterapkan di masa depan. Keputusan terprogram dalam menanggapi
masalah-masalah organisasi yang terjadi berulang-ulang.
Keputusan tidak terprogram (nonprogrammed decision) dibuat dalam menanggapi situasi
yang unik, tidak familiar, dan tidak terstruktur dengan jelas dan menimbulkan banyak
konsekwensi-konsekwensi penting bagi organisasi. Banyak keputusan tidak terprogram
melibatkan perencanaan strategis, karena ketidakpastian begitu besar dan keputusan
merupakan hal yang sangat kompleks.

Kepastian, Risiko, Ketidakpastian, dan Ambiguitas


Satu perbedaan utama antara keputusan terprogram dan tidak terprogram berkaitan dengan
derajat kepastian atau ketidakpastian yang dihadapi manajer dalam pengambilan keputusan.
Dalam dunia yang sempurna, para manajer dapat memiliki seluruh informasi yang diperlukan
dalam pengambilan keputusan. Kenyataannya, bagaimanapun juga, ada beberapa hal yang
tidak dapat diketahui; sehingga beberapa keputusan akan gagal memecahkan masalah atau

mendapatkan hasil yang diinginkan. Para manajer berupaya memperoleh informasi mengenai
alternative-alternatif keputusan yang akan mengurangi ketidak pastian keputusan. Setiap
situasi keputusan dapat diorganisir berdasarkan skala ketersediaan informasi dan
kemungkinan kegagalan. Keempat posisi pada skala tersebut adalah kepastian, risiko,
ketidakpastian, dan ambiguitas.
Sementara keputusan-keputusan terprogram dapat dibuat dalam situasi yang melibatkan
kepastian, sejumlah situasi yang ditangani manajer setiap harinya melibatkan sedikitnya
beberapa derajat ketidakpastian dan membutuhkan pengambilan keputusan tidak terprogram.

Kepastian (certainty) berarti seluruh informasi yang dibutuhkan pengambil keputusan


tersedia secara lengkap. Para manajer mempunyai informasi mengenai kondisi operasi, biaya,
atau batasan-batasan sumber daya dan masing-masing tindakan dan kemungkinan perolehan
hasil. Tidak banyak keputusan yang memiliki kepastian dalam dunia nyata. Kebanyakan
berisi resiko dan ketidak pastian.
Risiko (Risk), berarti sebuah keputusan memiliki sebuah sasaran jelas dan didasarkan pada
informasi yang baik, namun demikian konsekwensi-konsekwensi masa depan dan dari
masing-masing alternatif keputusan tidak pasti. Walapun demikian, informasi yang cukup
memungkinkan estimasi peluang keberhasilan bagi masing-masing alternatif. Analisis
statistik dapat digunakan untuk mengkalkulasi kemungkinan keberhasilan atau kegagalan.
Ukuran resiko dapat mengidentifikasi kemungkinan kegagalan suatu alternatif di masa depan.
Ketidakpastian (Uncertainty), berarti bahwa manajer mengetahui sasaran mana yang ingin
diraih, tetapi informasi mengenai alternatif dan kejadian dimasa depan tidak lengkap.
Manajer tidak memiliki informasi yang cukup jelas mengenai berbagai alternatif atau untuk
mengestimasi resikonya. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keputusan, seperti harga,
biaya produksi, volume atau tingkat suku bunga masa depan, sulit dianalisis
dan diprediksi.para manajer mungkin harus membuat asumsi dari mana menempa keputusan
meskipun akan terjadi kesalahan apabila asumsi tersebut tidak tepat. Manajer mungkin harus
menggunakan pendekatan kreatif untuk memperoleh berbagai alternatif dan menggunakan
penilaian pribadi untuk menentukan alternatif terbaik.

Ambiguitas. Ambiguitas selama ini dianggap sebagai situasi keputusan tersulit yang harus
dilakukan. Ambiguitas (ambiguity) mempunyai arti bahwa sasaran-sasaran yang harus diraih
atau masalah yang harus diselesaikan tidak jelas, alternatif-alternatif sulit didefinisikan, dan
informasi mengenai hasil yang diharapkan tidak tersedia.

Beberapa Model Pengambilan Keputusan


Pendekatan manajer untuk mengambil keputusan biasanya didasarkan pada salah satu dari
tiga tipe pengambilan keputusan yang ada yakni : model klasik, model administratif, dan
model politik. Pilihan model tergantung pada preferensi individu manajer, apakah keputusan
tersebut terprogram atau tidak terprogram, dan sampai sejauh mana keputusan tersebut
dicirikan oleh resiko, ketidak pastian atau ambiguitas.

a. Model Klasik
Model klasik dalam pengambilan keputusan didasarkan pada asumsi ekonomis. Asumsi yang
mendasari model ini adalah sebagai berikut :
1. Pengambil keputusan beroperasi untuk mencapai sasaran yang telah diketahui dan
disetujui sebelumnya. Masalah-masalah diformulasikan dan didefinisikan secara
tepat.
2. pengambil keputusan berjuang keras menciptakan kepastian, mengumpulkan
informasi secara lengkap. Seluruh alternatif hasil dan hasil potensial dikalkulasikan.
3. mengetahui kriteria untuk mengetahui alternatif. Pengambil keputusan menyeleksi
alternatif yang akan memaksimalkan pendapatan ekonomis bagi organisasi.
4. pengambil keputusan adalah orang yang rasional dan menggunakan logika untuk
menentukan nilai, menentukan preferensi, mengevaluasi alternatif dan membuat
keputusan yang dapat memaksimalkan pencapaian sasaran organisasional.

Model klasik sering dianggap normatif, artinya hal tersebut menjelaskan bagaimana
sebaiknya seorang pembuat keputusan membuat keputusan. Namun tidak menjelaskan
bagaimana manajer pada kenyataannya membuat keputusan, hanya menyajikan petunjuk
bagaimana meraih hasil ideal bagi organisasi. Nilai dari model klasik adalah kemampuannya
untuk membantu pembuat keputusan menjadi lebih rasional.
Tahun-tahun belakangan ini, pendekatan klasik telah memberikan aplikasi yang lebih luas
karena pertumbuhan teknik-teknik keputusan kuantitatif dengan menggunakan komputer.
Teknik-teknik kuantitatif meliputi hal-hal seperti pohon keputusan, matriks hasil, analisis
balik modal, program linier, peramalan dan model riset operasi. Penggunaan sistem informasi
secara komputerisasi dan basis data telah menambah kekuatan pendekatan klasik.
Dalam banyak hal model klasik menyajikan model ideal pengambilan keputusan yang kerap
tidak dapat dicapai oleh orang-orang dalam organisasi sesungguhnya. Akan lebih berharga
jika diterapkan pada keputusan terprogram dan pada keputusan yang dicirikan oleh kepastian
atau resiko, karena informasi yang relevan tersedia dan kemungkinan dapat dikalkulasikan.

b. Model Administratif
Model administratif (administrative model) pengambilan keputusan mendeskripsikan tentang
bagaimana para manajer membuat keputusan secara aktual pada situasi yang sulit, seperti
yang telah dicirikan melalui keputusan tidak terprogram, ketidakpastian, dan ambiguitas.
Banyak keputusan manajer tidak diprogram secukupnya agar memberikan diri mereka
kemudahan hitungan. Para manajer tidak sanggup membuat keputusan rasional secara
ekonomis bahkan pada saat mereka ingin melakukannya.
Rasionalitas terbatas dan Satisficing
Model administratif pengambilan keputusan didasarkan pada hasil penelitian Hebert A.
Simon. Simon mengajukan dua konsep yang penting dalam pembentukan model administratif

: rasional terbatas dan satisficing. Rasionalitas terbatas (bounded rationality) berarti bahwa
orang-orang memiliki keterbatasan dalam pemikiran rasional. Organisasi merupakan sesuatu
yang sangat kompleks dan para manajer memiliki waktu dan kemampuan untuk memproses
informasi dalam jumlah yang terbatas bagi pengambilan keputusan. Karena manajer tidak
memiliki cukup waktu atau kemampuan kognitif untuk memproses informasi yang lengkap
mengenai keputusan yang kompleks, mereka harus satisfice. Satisficing berarti bahwa
pembuat keputusan memilih alternatif solusi pertama yang memenuhi kriteria keputusan
minimal. Daripada mencari seluruh alternatif untuk mengidentifikasi solusi tunggal yang
akan memaksimalkan pendapatan ekonomi, manajer akan memilih solusi pertama yang
muncul untuk memecahkan masalah, meski diperkirakan ada solusi lain yang lebih baik.
Pembuat keputusan tidak dapat mempertaruhkan waktu dan pengeluaran dalam rangka
memperoleh informasi yang lengkap.
Model administratif tergantung pada asumsi-asumsi yang berbeda dengan apa yang menjadi
asumsi pada model klasik dan memfokuskan pada faktor-faktor organisasi yang
mempengaruhi keputusan individu. Menurut model administratif :
1. Sasaran keputusan terkadang tidak jelas, saling bertentangan, dan kurangnya
kesepakatan antar manajer. Para manajer sering tidak menyadari masalah atau
kesempatan yang ada dalam organisasi.
2. Prosedur rasional tidak selalu digunakan, dan ketika digunakan ternyata dibatasi pada
pandangan yang sederhana mengenai masalah yang tidak mencakup seluruh
kompleksitas atas apa yang terjadi dalam organisasi yang sesungguhnya.
3. Pencarian manajer terhadap alternatif-alternatif dibatasi oleh batasan-batasan
manusiawi, informasi dan sumber daya.
4. Kebanyakan manajer lebih memilih satisficing daripada memaksimalkan solusi. Hal
demikian terjadi karena sebagian dari mereka memiliki keterbatasan informasi dan
sebagian karena kriteria mengenai hal-hal apa saja yang memaksimalkan solusi tidak
jelas.

Model administratif sering dianggap deskriptif, yang berarti menjelaskan bagaimana manajer
mengambil keputusan secara aktual dalam situasi yang kompleks daripada sekedar
memberikan perintah bagaimana seharusnya membuat keputusan menurut teori yang ideal.

Intuisi
Aspek lain dalam pengambilan keputusan administratif adalah intuisi, yakni menyajikan
pemahaman secara cepat terhadap situasi keputusan berdasarkan pengalaman masa lalu tanpa
pemikiran yang mendalam. Pengambilan keputusan secara intuitif bukan merupakan hal yang
sembarangan atau tidak masuk akal, karena hal tersebut didasarkan pada praktek bertahuntahun dan berdasarkan pengalaman yang memudahkan manajer untuk mengidentifikasi solusi
secara cepat tanpa melalui perhitungan seksama. Menurut Michael Ray dan Rochelle
Myers intuisi sesungguhnya adalah recognisi. Ketika orang-orang membangun
pengalaman mendalam dan pengetahuan pada bidang tertentu, keputusan yang tepat
terkadang datang dengan cepat tanpa kesulitan apapun dalam mengenali informasi yang
sering dilupakan oleh pikiran sadar.

Para manajer tergantung pada intuisi untuk menentukan kapan munculnya masalah dan untuk
mensintesiskan potongan data dan pengalaman yang terpisah menjadi gambaran yang
terintegrasi. Mereka juga menggunakan intuitif untuk menilai hasil dari analsiis secara
rasional. Apabila analisis rasional tidak sesuai dengan intuisinya, para manajer akan menggali
lebih mendalam sebelum menerima usulan alternatif. Intuisi membantu para manajer
memahami situasi yang bercirikan ketidakpastian dan ambiguitas yang telah terbukti tidak
mempan terhadap analisa rasional.
c. Model Politis
Sebagian besar keputusan organisasional melibatkan sejumlah manajer yang mengejar
sasaran-sasaran berbeda, dan mereka harus saling berbicara agar dapat berbagi informasi dan
mencapai persetujuan. Para manajer kerap terikat dalam pembentukan koalisi untuk
pengambilan keputusan yang kompleks.
Koalisi (coalition) adalah aliansi informal antara manajer-manajer yang mendukung satu
tujuan spesifik. Pembentukan koalisi (coalition building) merupakan proses pembentukan
aliansi antara manajer. Dengan kata lain seorang manajer yang mendukung sebuah alternatif
tertentu, membicarakannya secara informal dengan eksekutif lain dan berusaha membujuk
mereka untuk mendukung keputusan tersebut. Apabila hasilnya tidak dapat diprediksi,
manajer mencari dukungan melalui diskusi, negosiasi dan penawaran. Tanpa koalisi,
kekuasaan individu maupun kelompok dapat tergelincir keluar dari proses pengambilan
keputusan. Pembentukan koalisi memberikan kesempatan bagi para manajer untuk
menyumbangkan kontribusinya dalam pengambilan keputusan, dan meningkatkan komitmen
mereka terhadap alternatif yang disetujui.
Asumsi dasar model politis adalah :
1. Organisasi terdiri atas kelompok-kelompok dengan kepentingan, sasaran dan nilainilai yang beragam. Manajer tidak setuju mengenai prioritas masalah dan mungkin
tidak memahami atau mengetahui minat dan sasaran manajer lain.
2. Informasi terkadang membingungkan dan tidak lengkap. Upaya untuk rasional
dibatasi oleh kompleksitas berbagai masalah sebagaimana halnya batasan individu
dan organisasional.
3. Manajer tidak memiliki waktu, sumber daya atau kapasitas mental untuk
mengidentifikasi semua dimensi permasalahan dan pemrosesan seluruh informasi
yang relevan.
4. Manajer terikat dalam perdebatan tarik ulur untuk memutuskan sasaran dan
mendiskusikan berbagai alternatif. Keputusan merupakan hasil dari tawar menawar
dan diskusi antar anggota koalisi.
Kerangka Kerja Keputusan Individu
Dalam mengambil keputusan, manajer menggunakan cara-cara yang tidak sama. Setiap
manajer mempunyai gaya pengambilan keputusan yang tidak sama. Gaya pengambilan
keputusan (decision style) merujuk pada perbedaan antara pengambil keputusan menyangkut
cara mereka memandang masalah dan membuat keputusan. Penelitian berhasil
mengidentifikasi empat jenis gaya keputusan :
1. Gaya direktif (Directive Style) digunakan oleh orang-orang yang menyukai solusi
jelas dan sederhana terhadap masalah. Para manajer yang menggunakan gaya ini

kerap membuat keputusan secara cepat karena mereka tidak menyukai informasi yang
banyak dan hanya mempertimbangkan satu atau dua alternatif saja. Orang-orang yang
menyukai gaya ini biasanya termasuk dalam orang-orang yang efisien, rasional, dan
suka menyandarkan diri pada aturan-aturan atau prosedur pengambilan keputusan
yang berlaku.
2. Gaya analitis (Analytical Style) adalah gaya mempertimbangkan solusi yang
kompleks berdasarkan pada sebanyak mungkin data yang mereka kumpulkan.
Individu seperti ini secara hati-hati akan mempertimbangkan berbagai alternatif dan
kerap membuat keputusannya berdasarkan pada data yang obyektif dan rasional dari
sistem pengendalian manajemen dan sumber-sumber yang lain. Mereka mencari
kemungkinan keputusan terbaik berdasarkan informasi yang tersedia.
3. Gaya konseptual (conceptual Style) mempertimbangkan sejumlah besar informasi.
Lebih mempunyai orientasi sosial daripada orang-orang yang memiliki gaya analitis
dan suka berbincang-bincang dengan orang lain mengenai suatu masalah dan
kemungkinan alternatif bagi pemecahan masalah tersebut. Para manajer yang
menggunakan gaya ini melakukan pertimbangan terhadap sejumlah besar alternatif,
tergantung pada informasi baik dari orang-orang maupun sistem, dan menyukai
pemecahan masalah secara kreatif.
4. Gaya perilaku (behavioral Style) sering diterapkan oleh manajer yang memiliki
perhatian besar terhadap orang lain selaku individu. Para manajer yang menggunakan
gaya ini suka berbicara dengan orang lain secara individu dan memahami perasaan
mereka mengenai masalah dan pengaruh keputusan tertentu terhadap mereka. Orangorang dengan gaya perilaku pada umumnya peduli dengan pengembangan pribadi
orang lain dan akan membuat keputusan yang membantu orang lain mencapai
tujuannya.
Pusat dari pengetahuan mendasar tentang pengambilan keputusan adalah The Theory of
subjective expected utility (SEU).
Teori tersebut merupakan teori matematika yang canggih tentang penentuan pilihan atas
sejumlah alternatif. Teori ini mendefinisikan kondisi maksimisasi utilitas/manfaat secara
sempurna rasional dan lingkup dunia kepastian. Dimana utilitas seseorang dapat dicapai
secara optimal bilamana seluruh distribusi probabilitas dari seluruh variabel peristiwa yang
relevan bisa di tetapkan oleh pengambil keputusan.
Dengan kata lain teori ini memberikan jalan bagi pengambil keputusan untuk menentukan
secara subjektif peluang terjadinya sebuah peristiwa atau keputusan yang diharapkan. Teori
ini berhubungan hanya dengan pengambilan keputusan, dan tidak berhubungan dengan
langkah langkah penentuan masalah, penentuan tujuan, atau penetapan sebuah alternatif
solusi. Ketiga hal tersebut berada diluar wilayah kajian teori ini, namun memberikan patokan
berpijak pada penentuan peluang terwujudnya alternatif solusi yang ditetapkan.
Manusia selalu dihadapkan pada masalah. Pencapaian kebutuhan dan keinginan visi dan misi
menghasilkan masalah tentang bagaimana (how to) memuaskan kebutuhan dan keinginan,
bagaimana mewujudkan visi dan misi. Pencapaian tujuan selalu menghasilkan
pertanyaan : what, how, why who, when dan sejumlah pertanyaan lainnya. Pertanyaanpertanyaan tersebut menyiratkan terdapatnya masalah yang harus dituntaskan, bila keinginan
hendak diwujudkan.
Dalam prosedur penyelesaian masalah , seseorang memiliki sejumlah alternatif yang dapat
dipilih, dan setiap alternatif memiliki konsekuensinya masing-masing. Manusia juga

diasunsikan akan memilih untuk memaksimalkan kepuasan dalam pemenuhan kebutuhan


dan keinginannya secara rasional. Artinya manusia rasional akan membuat keputusan atas
adasar pemilihan hasil yang paling mendatangkan manfaat optimal.
Manusia rasional terpaksa mengambil keputusan yang akan memaksimumkan karena
didorong oleh terdapatnya sejumlah keterbatasan kepemilikan sumber daya. Konsep
kelangkaan (Scarcity/constraints) mendorong manusia untuk menyeimbangkan antara
pandangan tentang pengambilan keputusan yang rasional dengan pemilihan keputusan yang
menghasilkan manfaat yang optima (Optimalization concept). Berdasarkan pandangan
tersebut maka munculah teori dan model pengambilan keputusan.
Dalam teori pengambilan keputusan, tujuan merupakan sesuatu yang hendak diraih atau
diselesaikan oleh pembuat keputusan. Bila keputusan dikaitkan dengan masalah, maka
tujuannya adalah mencari penyelesaian masalah. Sedangkan bila visi dan misi hendak
diwujudkan, maka tujuannya adalah peraihan atau pencapaian visi dan misi tersebut. Namun
pencapaian tujuan begaimanapun juga , merupakan kasus masalah.
Karena untuk mencapai tujuan kita dihadapkan pada beragam peristiwa yang rumit. Seorang
pengambil keputusan dapat memiliki lebih dari satu tujuan (multiple objectives). Kondisi
terdapatnya lebih dari satu tujuan menimbulkan pemilihan tujuan atas dasar peringkat.
Kebijakan untuk melakukan peringkat ini merupakan kewajaran, karena sifat dari tujuan
berubah menjadi kompetitif (competitive objectives) begitu terdapat lebih dari satu tujuan.
Sifat kompetitif ini dapat muncul, Karena adanya sejumlah keterbatasan (constraints,
scarcity) dalam pencapaian tujuan. Bila keterbatasan dan kelangkaan tidak terdapat dalam
kehidupan nyata, maka kita dapat meraih beberapa tujuan sekaligus tanpa hambatan. Tujuan
yang bersifat kompetitif ini dikenal pula sebagai tujuan berkonflik (conflicting objectives).
Keputusan yang diambil secara tidak tepat dalam kasus tujuan tersebut di atas, akan
menghasilkan konflik situasi (conflict of situation). Konflik ini muncul karena tujuan
berganda tidak dirinci secara jelas, mana yang hendak didahulukan untuk diraih. Selain itu,
konflik terjadi karena keputusan untuk memilih satu tujuan tidak didasarkan pada analisis
yang menyeluruh lagi mendalam atas beragam konsekuensi. Kita dapat temukan konflik
seperti ini dalam manajemen pemerintahan dan manajemen kota di negara kita. Masalah dan
tujuan tidak secara jelas diperingkat.
Pengambil keputusan di organisasi tersebut tidak menetapkan skala prioritas masalah dan
tujuan yang hendak diselesaikan dan diraih. Sehingga keputusan yang diambil sering
menimbulkan masalah lain. Sedang pengambilan keputusan yang baik adalah penentuan
pilihan solusi yang menghilangkan atau meminimalkan timbulnya masalah baru/ lain pada
kemudian hari.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebagai pertimbangan dalam mengambil sebuah
keputusan, antara lain :
a. Hambatan / Rintangan/ Batasan (Constraint)
Dalam meraih tujuan, pembuat keputusan selalu dihadapkan pada sejumlah pembatas atau
batasan. Konsep ini memiliki hubungan erat dengan konsep kelangkaan. Kelangkaan
menghasilkan batasan tindakan. Keputusan dengan demikian diambil setelah
mempertimbangkan sejumlah batasan dalam penetapan alternatif solusi. Batasan merupakan
sejumlah variabel atau elemen sebuah peristiwa yang berasal dari lingkungan eksternal dan

internal diri manusia, yang menghalangi seseorang melaksanakan tindakan atau mewujudkan
keputusan.
Konsep ini juga memberikan gambaran bahwa beberapa tujuan yang hendak dicapai tidak
akan dapat terlaksana. Tindakan, alternatif solusi, konsekuensi dan tujuan yang memiliki
batasan dikatakan sebagai pencapaian yang dapat dilakukan atau masuk kategori
pilihan (feasible solution). Dalam penentuan keputusan, batasan selalu ada, dimana batasan
tersebut dapat bersifat pasti ada, utama (major constraints), atau tidak dapat
dipertanyakan (unquestionable). Sedang pada kasus lainnya, sejumlah batasan dapat
dihilangkan, atau tidak dimasukkan dalam analisis, karena bersifat elastis (minor/ elastic
constraints).
b. Ketidakpastian (Uncertainty)
Masa depan kegiatan bisnis dipenuhi ketidakpastian. Ketidakpastian menghasilkan
hanya dua peristiwa; menguntungkan, membawa manfaat, atau merugikan. Teori
pengambilan keputusan berhubungan dengan kemampuan untuk meramalkan peristiwa yang
akan muncul dari ketidakpastian, dan juga berhubungan dengan analisis atas risiko yang
mungkin (tepatnya pasti) muncul.
Ketidakpastian yang dikemukakan di atas merupakan pandangan atas ketidakpastian
berdasarkan makna alamiahnya; ketidakpastian adalah situasi, kondisi atau peristiwa. Namun
bila istilah tersebut dikaji dari pandangan matematis, pandangan analisis sistem kausal, maka
ketidakpastian merupakan fluktuasi dari sejumlah peluang peristiwa pembentuk hubungan
kausal tindakan dan konsekuensi.
Pandangan matematis mengenai ketidakpastian dalam teori pengambilan keputusan
merupakan kasus penentuan tingkat probabilitas yang , tepat atas peristiwa yang diharapkan
terjadi. Ketidakpastian merupakan kondisi dimana bila seluruh elemen peristiwa berada
dalam satu kategori analisis. Semakin banyak elemen peristiwa yang masuk dalam kategori
analisis, semakin besar tingkat ketidakpastian.
c. Risiko (Risk)
Istilah ini memiliki sejumlah penjelasan. Namun bila dikaitkan dengan kajian pengambilan
keputusan, maka terdapat tiga penjelasan yang dapat diajukan, yaitu:
1. Risiko merupakan gap atau kesenjangan antara peristiwa yang diharapkan akan terjadi
dengan peristiwa yang terealisasi. Gap ini menandakan terjadinya penyimpangan atau
disparitas atas peristiwa yang diharapkan, diinginkan, dan atau seharusnya terjadi
dengan peristiwa yang nyata terjadi.
2. Dalam bahasa matematis, risiko merupakan sebuah konsep peristiwa ketidakpastian
dimana nilai distribusi probabilitasnya diketahui. Hal ini menandakan bahwa risiko
dan analisis risiko merupakan suatu studi khusus guna menentukan sejumlah tingkat
probabilitas yang tepat atas sejumlah hasil dari beragam keputusan. Risiko dalam
hal ini dapat juga dikatakan sebagai pendekatan terhadap penentuan tingkat peluang
terjadinya peristiwa yang diharapkan, beserta peluang terjadinya konsekuensi atas
peristiwa.

3. Istilah lain dari risiko menandakan variabel peristiwa ketidakpastian yang


menghasilkan pengaruh terhadap sesuatu. Risiko menurut istilah ini adalah pengaruh
dari suatu tindakan, atau yang lebih dikenal sebagai konsekuensi atas pilihan.

Dalam pengambilan keputusan, ketiganya dapat saling dipakai. Namun pada umumnya
pengertian risiko yang dipakai adalah risiko sebagaimana yang dijelaskan pada nomor 1 dan
2.

d. Nilai Manfaat (Utility)


Nilai manfaat dikenal dalam ilmu ekonomi sebagai kemampuan dari barang dan jasa untuk
memenuhi atau memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia. Istilah, tepatnya konsep,
utilitas selalu dikaitkan dengan fungsi kemakmuran, yang menghubungkan antara nilai
manfaat dari barang dan jasa dengan tingkat konsumsi atas barang dan jasa tersebut.
Dalam teori pengambilan keputusan, nilai manfaat merupakan pengukuran tingkat preferensi
atau tingkat menyenangi (desirability) sejumlah konsekuensi dari sejumlah tindakan tertentu
yang berkaitan dengan pengambilan keputusan dalam kondisi ketidakpastian yang
menghasilkan risiko, dimana tingkat probabilitas atas setiap konsekuensi telah diketahui dan
ditetapkan.
Nilai utilitas yang diharapkan akan diterima oleh seorang pengambil keputusan yang
cenderung terhadap risiko adalah lebih besar dibandingkan nilai manfaat dari nilai yang
diharapkan atas konsekuensi. Penjelasan sederhana ini memberikan gambaran tentang
hubungan antara kecenderungan manusia ekonomi untuk memuaskan keinginannya, dengan
pengorbanan untuk mendapatkan nilai manfaat terbesar atas konsumsi suatu produk. Teori
pengambilan keputusan menggunakan konsep utilitas untuk memaksimumkan kepuasan tidak
hanya dalam mengonsumsi produk, namun juga kepuasan dalam hal pencapaian tujuan dan
penyelesaian masalah.

e. Optimisasi (Optimization)
Tujuan dari kegiatan bisnis pada hakekatnya adalah pemaksimumam kesejahteraan
individual. Konsep optimisasi merupakan aktivitas yang ditujukan untuk menemukan solusi
terbaik (paling optimal) terhadap masalah, terhadap pemaksimumam kesejahteraan
individual. Agar konsep tersebut bermakna, maka fungsi tujuan (objectives function) harus
dioptimumkan, dan harus terdapat lebih dari satu (bukan banyak) solusi yang mungkin
diwujudkan (feasible solution). Solusi ini merupakan solusi yang tidak melanggar sejumlah
keterbatasan.

f. Alternatif (Alternative)
Alternatif merupakan suatu rangkaian tindakan yang bersifat saling menggantikan (mutually
exclusive) dikaitkan terhadap pencapaian tujuan. Adapun arti dari peristiwa yang saling
menggantikan adalah, alternatif bersifat kompetitif. Ini bermakna bahwa bila peristiwa atau

alternatif A dipilih, maka alternatif B tidak dapat dipilih. Suatu rangkaian tindakan yang
menggabungkan beberapa hal terpilih dari alternatif A dan B akan menghasilkan suatu
alternatif baru.
Sering pula kata alternatif disinonimkan dengan kata pilihan/ opsi (option). Kata pilihan ini
sering pula digabungkan dengan kata pembuat keputusan, seperti dalam kalimat:pilihan dari
pembuat keputusan adalah atau pengambilan keputusan terkait dengan tindakan
penentuan satu pilihan atas beragam alternatif pilihan.

g. Konsekuensi (Consequences)
Konsekuensi merupakan hasil atau dampak dari sejumlah tindakan yang diambil oleh
pembuat keputusan. Dalam analisis pengambilan keputusan, konsekuensi dari sejumlah
tindakan ditentukan (diramalkan) melalui penggunaan model.
Konsekuensi dari sebuah tindakan yang diharapkan akan terwujud oleh seseorang, terutama
sekali yang memberikan hasil positif terhadap pencapaian tujuan, disebut sebagai
manfaat (benefit). Manfaat merupakan konsekuensi yang akan dapat menghindari
terwujudnya risiko, atau yang dapat meminimalkan biaya. Konsekuensi yang tidak masuk
dalam perhitungan, karena dianggap bernilai kecil atau tidak terlalu penting dalam analisis
pencapaian tujuan, namun tetap memiliki pengaruh terhadap pencapaian tujuan kelompok
atau orang lain diistilahkan sebagai spillover atau externalities.
g. Kriteria (Criterion)
Suatu kriteria merupakan aturan standar pemeringkatan alternatif solusi mengikuti tingkat
preferensi pengambil keputusan. Kriteria menandakan penempatan urutan alternatif solusi
yang paling disukai. Secara logis, kriteria merupakan tindakan yang sangat diperlukan dalam
pengambilan keputusan dengan baik. Prinsip pengambilan keputusan yang baik adalah
pemilihan alternatif dengan nilai analisis terbesar, dimana nilai tersebut sudah menunjukkan
kualitas informasi dan data, teknik-teknik analisis yang dipakai, tingkat kemungkinan solusi
berhasil menanggulangi masalah, dan beberapa elemen peristiwa lainnya. Kriteria dengan
demikian merupakan syarat normatif bagi pengambilan keputusan yang harus dipenuhi.
Kriteria dapat juga dikatakan sebagai indikator yang bersifat spesifik atas tujuan. Bila kita
gunakan penjelasan melalui grafik, maka tingkat kriteria memiliki hierarkhi; paling rinci dan
kongkrit, sedang tujuan memiliki tingkat; paling umum dan abstrak.

h. Model (Model)
Model merupakan satu kumpulan proposisi atau rumus yang memberikan gambaran
sederhana beberapa aspek atau elemen peristiwa dalam kehidupan kita. Model merupakan
penggambaran sederhana atas alam realitas, yang diwujudkan dalam bentuk grafik, skema
atau tabel. Model dibangun berdasarkan teori dan paradigma yang seseorang anut. Namun
teori tidak harus disampaikan dalam bentuk model. Terdapat beberapa model dalam ilmu
sosial yang dapat digunakan untuk membantu proses penentuan alternatif pilihan:
1. Model formal (formal model). Model yang memperlihatkan relasi antar beberapa
fenomena yang diamati. Contoh; rumus matematika, diagram, atau tabel.

2. Model penilaian (judgemental model). Model ini dibangun dari hasil proses deduksi
dan pemikiran mendalam sang pembuat. Bangun pemodelan ini mengikuti gaya
pemikiran dan persepsi yang dimiliki seseorang. Pendekatan matematis atau statistik
jarang, atau tidak pernah, dipakai dalam pembangunan model penilaian.
3. Model kausal (causal model). Model yang dikembangkan untuk merefleksikan
hubungan cama-effect secara ketat. Pemodelan ala analisis jalur (path
analysis)merupakan contoh dari model kausal.
4. Model korelasional (correlational model). Bangun pemodelan ini mendekati model
kausal. Perbedaan terletak dari tidak begitu ketatnya prinsip causa-effectditerapkan.
Model ini tidak merefleksikan hubungan kausal antar fenomena yang diamati, dimana
satu elemen tidak dinilai secara tegas mempengaruhi elemen lainnya. Dalam statistik,
kita mengenal pendekatan Structural Equation Model (SEM), yang merupakan alat
untuk membangun pemodelan hubungan kausal antar variabel menurut pandangan
model korelasional.
5. Model Stokastik (stochastic model). Model yang digunakan untuk menstimulasi
perilaku dari suatu sistem dalam kondisi ketidakaturan atau acak. Kajian teori
organisasi mengenal model ini dalam bentuk pemodelan perilaku organisasi.
6. Model dinamis (dynamic model). Model yang digunakan untuk menggambarkan
proses dinamis dari variabel dalam sebuah sistem. Dalam kajian manajemen, model
perilaku individu dan organisasi yang selalu berubah, dinamis, seringkali
digambarkan melalui pemodelan ini. Model hubungan antara variabel kompensasi
terhadap tingkat produktivitas karyawan merupakan contoh dari model ini. Kajian
manajemen operasi mengenal pemodelan semacam ini untuk model antrian,
penentuan lokasi dan manajemen persediaan.
7. Model statis-analisis (static analytic model). Pemodelan ini menggunakan sejumlah
pendekatan matematis dan simulasi dalam penyelesaian masalah atau pencapaian
tujuan. Model ini menggunakan penyelesaian atas suatu masalah melalui perhitungan
numeris yang disandarkan pada metode eksperimen. Contoh dari model ini adalah
teknik pemrograman garis lurus (linear programming ).
8. Model permainan peran atau model manusia-mesin (role playing model or manmachine model). Prinsip dasar pemodelan ini berangkat dari pandangan bahwa, para
pembuat keputusan dan juga seluruh elemen peristiwa dalam rajutan sistem kehidupan
merupakan hasil atau simulasi dari tindakan manusia sebagai aktor utama kehidupan.
Manusia dan tindakan yang mereka lakukan adalah pilar utama dari kehidupan.
Dengan kata lain, peristiwa-peristiwa masa depan yang akan terjadi dan konsekuensi
atas pilihan, sebagai contoh, merupakan hasil dari tindakan manusia. Manusia
mensimulasikan apa yang hendak dilakukannya dalam sebuah model. Model tersebut
kemudian dipakai sebagai acuan untuk menyelesaikan masalah dan mencapai tujuan.
Model ini banyak sekali digunakan dalam teori pengambilan keputusan. Beberapa
teknik matematis yang dikembangkan dalam model statis-analisis juga berangkat dari
prinsip dasar yang melandasi model ini.
9. Model peramalan (estimation model). Dapat dikatakan sebagai rangkuman dari
seluruh ide yang terdapat pada seluruh model di atas. Tujuan dari pemodelan,
sebagaimana tujuan dari ilmu pengetahuan dan teori di dalamnya, adalah untuk
melakukan peramalan. Model ini meramalkan peluang dari terwujudnya suatu
peristiwa yang diharapkan terjadi pada masa depan. Informasi dan data yang dipakai
dalam pemodelan ini dibangun dari sejumlah data historis peristiwa-peristiwa yang
diasumsikan identik dengan peristiwa yang dikehendaki untuk terjadi pada masa
depan. Relasi antar elemen peristiwa dan variabel kehidupan dibangun secara
menyeluruh dalam sebuah sistem perhitungan matematis yang rapih. Pendekatan

statistik merupakan landasan dalam pembangunan model ini. Dalam ilmu sosial,
pendekatan model peramalan memakai data yang mewakili gambaran populasi obyek.
Penggunaan teori probabilitas, teori permainan dan sejumlah teorema dalam statistik
dan matematika sangat kental mewarnai pemodelan ini. Sebagai contoh: perilaku dan
tindakan manusia serta proses sosial adalah simbol yang harus dirubah ke dalam
bentuk numeris matematis atas dasar algoritma. Proses penerjemahan tersebut
kemudian dibentuk dalam model matematis yang dianggap mewakili sifat-sifat dari
elemen peristiwa, dan menunjukkan hubungan kausal sejumlah variabel dalam proses
sosial. Contoh sederhana dari model ini adalah model peramalan regresi linier dan
parabola (parabolic and liniear regression forecasting model).
i. Nilai (Value)
Istilah nilai selalu dikaitkan dengan sesuatu. Nilai dapat dikategorikan bersifat obyektif atau
subyektif. Nilai yang memiliki sifat subyektif terkait dengan nilai kepentingan. Sebagai
contoh: nilai dari manfaat masa depan yang akan didapat oleh pengambil keputusan, atau
nilai manfaat dari penerapan sistem pengolahan limbah pabrik bagi masyarakat. Untuk tujuan
analisis dalam proses pengambilan keputusan, nilai subyektif harus diukur dalam bentuk
skala. Pengukuran ini didasarkan pada preferensi atau minat pengambil keputusan (kelompok
atau individu) terhadap sesuatu.
Terdapat hubungan garis lurus antara konsep optimisasi dengan nilai. Artinya, semakin tinggi
pandangan atau preferensi pengambil keputusan (atas dasar penentuan nilai) terhadap
alternatif ,solusi dan tujuan, maka semakin tinggi tingkat optimisasi/ harapan atas peristiwa/
konsekuensi yang akan mewujudkan keberhasilan solusi diterapkan dan mewujudkan tujuan.
Teori pengambilan keputusan menjadikan konsep nilai sebagai bagian dari pengukuran atas
persepsi, perilaku dan tindakan pengambil keputusan terhadap penentuan masalah, penetapan
sejumlah alternatif solusi, dan pemilihan solusi terbaik (keputusan final terbaik).

Teknik-Teknik Pengambilan Keputusan


Teknik-teknik pengambilan keputusan di bagian ini membantu kita dalam membuat
keputusan terbaik dikaitkan dengan ketersediaan informasi yang relevan. Dengan teknikteknik ini kita dapat memetakan sejumiah konsekuensi yang akan muncul dari keputusan
yang kita ambil atas alternatif solusi dan tindakan. Semenjak pengambilan keputusan
merupakan sebuah kajian yang rumit, dan terus berkembang, maka sejumiah teknik yang
diperkenalkan merupakan teknik yang relatif sederhana, mudah dipahami, dan mudah
diterapkan dalam keseharian.
Tentu selain teknik-teknik tersebut, terdapat banyak sekali teknik pengambilan keputusan
yang kebanyakan menggunakan perangkat lunak sebagai alat bantu perhitungan peluang dan
konsekuensi atas solusi. Teknik-teknik yang jauh lebih canggih dapat dipelajari melalui
sejumlah buku yang membahas penerapan teknologi dan sistem informasi dalam
pengambilan keputusan.
Pada bagian ini, kita akan akan membahas secara singkat sejumlah teknik pengambilan
keputusan yang membantu kita dalam memilih opsi yang berbeda. Teknik-teknik tersebut

membantu kita dalam memutuskan apakah suatu tindakan memiliki kebermanfaatan atau
tidak.
Beberapa teknik yang disampaikan merupakan bagian dari model penilaian (judgemental
model). Dimana model ini dibangun mengikuti gaya pemikiran dan persepsi yang dimiliki
seseorang. Pendekatan matematis atau statistik jarang, atau bahkan tidak pernah, dipakai
dalam pembangunan model seperti ini. Perlu diingat bahwa seluruh alat pengambilan
keputusan yang terdapat di bagian ini hanyalah merupakan alat bantu bagi kecerdasan,
intelektualitas, mental, dan akal sehat kita dalam membuat keputusan. Bagaimanapun juga.
pengambilan keputusan pada akhirnya akan ditentukan oleh faktor tersebut.
Alat-alat Pengambilan Keputusan
1. Analisis Diagram Pareto (Pareto Analysis)
Analisis Pareto merupakan teknik yang sederhana, yang membantu kita dalam memilih
perubahan tindakan yang akan kita ambil secara efektif. Prinsip Pareto yang dikembangkan
pada masa ekonomi klasik dipakai sebagai landasan teknik ini, yaitu; dengan melakukan
tindakan sebesar 25 % dari keseluruhan tugas, maka kita dapat menghasilkan 75 %
keuntungan dari melaksanakan seluruh tugas. Analisis Pareto merupakan sebuah teknik
pengambilan keputusan yang bertujuan untuk menemukan perubahan yang akan memberikan
manfaat terbesar bagi pengambil keputusan. Teknik ini berguna dalam kondisi terdapatnya
sejumlah alternatif solusi dan tindakan yang memungkinkan yang dapat dipilih.
Langkah-langkah menggunakan teknik ini adalah sebagai berikut:
1. Tulis sebuah daftar keinginan atau perubahan yang hendak kita raih. Bila daftar
tersebut panjang, oleh banyaknya keinginan atau perubahan yang kita kehendaki,
maka kelompokkan setiap keinginan atau perubahan ke dalam daftar yang sesuai.
2. Kemudian berikan skor atas setiap kelompokkan atau item. Metode pemberian skor
tergantung dari jenis masalah yang ingin diselesaikan. Sebagai contoh: jika kita ingin
meningkatkan laba perusahaan, maka tentukan divisi mana dari organisasi yang akan
menghasilkan laba. Kemudian pilihan skor akan didasarkan atas laba yang dihasilkan
dari setiap divisi. Contoh lain: bila kita ingin meningkatkan kepuasan pelanggan
melalui peningkatan pelayanan, maka kita dapat menentukan skor atas dasar jumlah
keluhan pelanggan yang telah dihilangkan oleh peningkatan pelayanan.
Keputusan terbaik terletak dari keputusan kita untuk mengatasi masalah yang memiliki nilai
tertinggi. Skor tertinggi akan memberikan manfaat bagi kita bila hal tersebut diselesaikan.
Pada contoh kasus di atas, skor tertinggi atas sebuah divisi memberikan gambaran pada kita
bahwa divisi yang menghasilkan laba terbesarlah yang harus diperhatikan untuk
menjadi cash cow perusahaan.

Poin Penting
Analisis Pareto merupakan teknik sederhana yang memudahkan kita dalam mengidentifikasi
masalah yang paling penting, masalah utama, yang perlu mendapatkan perhatian segera untuk
diselesaikan. Sebagaimana langkah-langkah penentuan masalah yang telah di bahas pada
bagian sebelumnya, maka untuk menggunakan teknik analisis ini kita perlu:
1. Membuat daftar masalah yang dihadapi, atau pilihan yang tersedia

2. Kelompokkan pilihan dimana pilihan tersebut merupakan bagian atau segi-segi dari
masalah serupa yang lebih besar
3. Tetapkan nilai atau skor terhadap tiap kelompokkan
4. Fokuskan perhatian terhadap kelompok dengan skor tertinggi
Analisis Pareto tidak hanya memberikan gambaran pada kita tentang masalah yang paling
penting untuk diselesaikan, namun teknik tersebut juga memberikan sebuah nilai yang
memperlihatkan seberapa besar atau parah masalah tersebut.

2. Analisis Perbandingan Sepasang (Paired Comparison Analysis)


Teknik pengambilan keputusan ini membantu kita dalam menetapkan tingkat kepentingan
satu alternatif dibandingkan alternatif lainnya. Teknik ini memudahkan proses pemilihan
masalah yang paling penting untuk diselesaikan, atau memilih alternatif solusi yang paling
akan mendatangkan manfaat terbesar bagi organisasi. Analisis ini membantu kita dalam
menetapkan skala prioritas terutama sekali bila terdapat konflik pemanfaatan atas sumber
daya yang terbatas. Analisis menjadi penting ketika kita tidak memiliki data yang lengkap
dan obyektif untuk mendasarkan pilihan kita.
Langkah-langkah penggunaan teknik ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.

Daftar seluruh pilihan yang kita miliki


Gambarkan tabel pilihan yang terdiri dari baris dan kolom pilihan
Pergunakan label untuk membandingkan antara satu pilihan dengan pilihan lain.
Untuk setiap perbandingan tentukan mana dari dua perbandingan yang paling penting,
kemudian tetapkan nilai untuk menunjukkan tingkat kepentingan. Perbedaan nilai
kepentingan dapat ditentukan sesuai dengan jumlah pilihan. Bila terdapat empat
pilihan maka skor bervariasi antara 0 (tidak ada perbedaan, tidak penting) sampai 4
(ada perbedaan, penting sekali).
5. Satukan seluruh hasil dengan menambahkan nilai total untuk setiap pilihan. Nilai ini
dapat dikonversi ke dalam persentase.
Point Penting
Teknik analisis paired comparison merupakan metode yang baik untuk mengukur
kepentingan relatif (relative importance) dari sejumlah alternatif solusi dan tindakan. Analisis
ini memudahkan kita dalam menentukan keputusan kala skala prioritas dari masalah dan
solusi tidak jelas, atau ketika seluruh solusi terhadap masalah memiliki kemungkinan menarik
untuk dipilih. Teknik ini menyediakan kerangka untuk membandingkan setiap solusi atau
tindakan terhadap alternatif solusi atau tindakan lain, dan memperlihatkan pada kita
perbedaan kepentingan antara alternatif solusi.

3. Analisis Jaringan (Grid Analysis)


Teknik pengambilan keputusan ini merupakan teknik yang berguna untuk menentukan pilihan
atas satu alternatif solusi. Dimana penggunaan yang paling efektif adalah bila kita
dihadapkan pada sejumlah alternatif solusi yang menarik, serta terdapatnya beragam faktor
yang harus dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan.

Langkah-langkah yang dipakai dalam teknik pengambilan keputusan ini adalah:


1. Daftar seluruh pilihan yang kita tetapkan, dan seluruh faktor yang kita anggap penting
dalam proses pengambilan keputusan.
2. Tempatkan keduanya dalam sebuah tabel, dimana pilihan diletakkan pada baris dan
faktor pada kolom.
3. Tetapkan tingkat kepentingan relatif dari seluruh faktor. Tunjukkan hal tersebut dalam
bentuk angka. Angka tersebut akan digunakan untuk mengukur/ menimbang tingkat
preferensi dengan tingkat kepentingan dari faktor tersebut. Angka yang ditetapkan
bernilai jelas, dan bila tidak pergunakan teknik seperti paired comparison
analysis untuk memperkirakan nilai atau angka tersebut.
4. Beri penilaian setiap faktor yang dipilih, dari 0 (buruk) sampai 3 (sangat baik). Dalam
pemberian nilai ini, kita tidak harus menetapkan nilai yang berbeda untuk setiap
pilihan. Bila tidak ada nilai yang dianggap baik untuk satu faktor tertentu, maka
alternatif pilihan dapat diberi nilai 0.
5. Kemudian kalikan setiap nilai atau skor yang kita berikan dengan nilai kepentingan
relatif yang kita tetapkan. Langkah ini memberikan total pengukuran yang benar
dalam keputusan yang kita buat.
6. Akhirnya, tambahkan seluruh skor tertimbang pada langkah lima untuk alternatif
pilihan tertentu. Nilai pilihan tertinggi merupakan pilihan solusi yang tepat atas
masalah yang kita hadapi.
Poin Penting
Teknik analisis ini membantu kita dalam menentukan keputusan atas beberapa pilihan, yang
dihadapkan pada sejumlah faktor yang berbeda. Untuk menghasilkan pilihan yang terbaik,
maka skor awal ditentukan antara 0-3. Angka skor tersebut merupakan bentuk konsensus
tidak tertulis. Namun tentu pembuat keputusan dapat menentukan angka skor antara 0 (buruk)
sampai lebih dari 3 (sangat baik). Total skor tertinggi menunjukkan pada alternatif solusi
terbaik yang dapat dipilih.

4. Teknik Implikasi Plus-Minus (Plus-Minus Implications, PMI)


Teknik-teknik pengambilan keputusan yang telah dibahas secara singkat di atas
memfokuskan pada pemilihan satu tindakan dari sejumlah pilihan. Namun sebelum pilihan
diambil, maka penting bagi kita untuk menimbang konsekuensi yang akan muncul, apakah
baik-buruk, menguntungkan-merugikan, kelebihan-kekurangan, dan sebagainya. Teknik
pengambilan kepurusan PMI menimbang implikasi plus dan minus dari suatu pilihan solusi
atau tindakan. Teknik ini digunakan untuk melihat konsekuensi plus-minus atau pro-kontra
dari suatu keputusan yang akan diambil.
Langkah-Iangkah penggunaan teknik PMI dijabarkan sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.

Gambar tabel dengan judul setiap kolom: plus, minus, dan implikasi
Di kolom plus, tulis seluruh konsekuensi positif dari suatu pilihan.
Di kolom minus tulis seluruh konsekuensi negatif dari suatu pilihan
Di kolom implikasi tuliskan seluruh implikasi beserta hasil yang memungkinkan
dari pilihan yang diambil, baik positif maupun negatif . Tentukan nilai untuk setiap

konsekuensi yang telah ditetapkan. Dalam hal ini. penilaian dilakukan secara
subyektif.
5. Totalkan seluruh nilai. Hasil total positif menunjukkan bahwa pilihan sebaiknya
diambil, sedang nilai negatif sebaliknya.
Point Penting
Teknik pengambilan keputusan ini merupakan metode yang baik dalam menilai pandangan
pro, kontra, dan implikasi dari sebuah keputusan/ pilihan.
Jika kita memiliki sejumlah tindakan yang akan djambil, PMI merupakan teknik yang baik
untuk menilai kembali apakah pilihan yang diambil merupakan pilihan yang tepat atau tidak
untuk diambil.
Jika ternyata dari hasil perhitungan PMI kita belum mendapatkan pandangan yang
meyakinkan akan pilihan yang telah ditetapkan, maka kita dapat tentukan skor yang
menunjukkan tingkat kepentingan relatif dari setiap faktor plus-minus dan implikasi.
Dalam hal ini penentuan dari faktor PMI seperti tabel di atas beserta skornya, perlu mendapat
perhatian yang besar. Artinya pengambil keputusan harus benar-benar mencari faktor PMI
dengan baik dan menentukan skornya sesuai dengan tingkat preferensi yang mereka miliki.
Sehingga total skor yang muncul akan menunjukkan apakah pilihan atau keputusan yang
diambil harus dilaksanakan atau tidak.

5. Analisis Kekuatan Lapangan (Force Field Analysis)


Teknik ini dipakai untuk melihat seluruh kekuatan yang mendukung dan menghambat sebuah
keputusan. Teknik ini dapat dikatakan sebagai metode khusus untuk menimbang pandangan
pro dan kontra atas sebuah pilihan. Dengan melakukan analisis terhadap sejumlah faktor
kekuatan, maka kita dapat memperkuat kekuatan yang mendukung sebuah keputusan, dan
mengurangi pengaruh dari kekuatan yang menghalangi terbentuknya keputusan yang baik.
Adapun langkah-langkah untuk melaksanakan teknik analisis ini adalah:
1. Daftar seluruh kekuatan yang mendukung di satu kolom, dan kekuatan lain yang
menghalangi di kolom lainnya.
2. Tentukan skor untuk setiap kekuatan, dari 1 (lemah) sampai 5 (kuat).
3. Gambar diagram yang menunjukkan seluruh kekuatan, baik mendukung maupun
menghalangi keputusan beserta skornya.
Point Penting
Analisis ini merupakan teknik yang berguna untuk melihat sejumlah kekuatan, dan bila
memungkinkan seluruh kekuatan, yang mendukung maupun menghalangi suatu tujuan atau
rencana yang akan diputuskan. Teknik ini membantu kita dalam menimbang tingkat
kepentingan setiap faktor kekuatan, dan kemudian memberikan input bagi kita tentang
implementasi dari rencana (apakah rencana harus terus dilanjutkan atau tidak). Pada
dasarnya, teknik ini memberikan gambaran yang membantu kita dalam mengidentifikasikan

sejumlah perubahan yang dapat dibuat untuk memperbaiki rencana guna meningkatkan
pengambilan keputusan yang terbaik.

6. Analisis Biaya dan Manfaat (Cost/Benefit Analysis)


Teknik analisis biaya dan manfaat merupakan teknik yang digunakan untuk memutuskan
kemungkinan membuat perubahan atas alternatif pilihan yang telah dipertimbangkan.
Alternatif pilihan yang diajukan belum diimplementasikan, karena kita harus menghitung
uang dan waktu yang akan digunakan/ hilang jika pilihan dilaksanakan. Teknik pengambilan
keputusan ini mudah digunakan karena kita hanya menghitung nilai perkiraan manfaat dari
suatu tindakan. dan menguranginya dengan biaya yang akan muncul. Analisis biaya dan
manfaat pada umumnya dilakukan dengan menerapkan teknik analisis keuangan.
Seluruh biaya dan manfaat dengan demikian, dikonversi menjadi uang sebagai
denominator utama.
Point Penting
Teknik biaya dan manfaat merupakan teknik yang mudah digunakan untuk menentukan
keputusan. Langkah awal untuk menggunakan teknik ini adaiah menentukan biaya apa saja
yang akan muncul, dan berapa nilai seluruh biaya. Langkah selanjutnya adalah menentukan
sejumlah manfaat ekonomi yang dihasilkan dari suatu tindakan. Penentuan nilai biaya dan
manfaat harus dilakukan dengan tepat agar tidak terjadi penilaian yang terlalu besar atas
keduanya. Karena penilaian yang terlalu besar justru menghasilkan bias keputusan.
Analisis ini dapat dilakukan hanya dengan menggunakan biaya danmanfaat keuangan saja.
Namun demikian, kita dapat memutuskan untuk mengikutsertakan analisis faktorfaktor intangible. Jika faktor ini turut dihitung, maka kesulitan penentuan nilai
sebenarnya (real value) akan muncul. Sehingga kita tidak dapat menghindari proses
penentuan nilai biaya dan manfaat secara subyektif.
Sejumlah teknik yang diperlihatkan merupakan bagian dari begitu banyak teknik
pengambilan keputusan. Teknik pengambilan keputusan lain yang sering digunakan ialah
analisis pohon keputusan (decision trees). Teknik tersebut merupakan salah satu teknik yang
populer oleh nilai kesederhanaan dan kebermanfaatannya yang tinggi. Kemudian terdapat
teknik causal-effect (hubungan sebab-akibat) yang lebih dikenal sebagai fishbone
diagram atau ishikawa diagram. Teknik ini memperlihatkan relasi antar sejumlah variabel
yang memberikan gambaran tentang suatu masalah secara mendetail. Model six thinking
hats, brainstorming dan linear programming merupakan teknik-teknik yang membantu kita
dalam pengambilan keputusan. Dua teknik yang disebutkan pertama dapat dikatakan sebagai
teknik pengambilan keputusan secara kualitatif-deskriptif. Sedang teknik terakhir merupakan
teknik kuantitatif-analisis.
Selain itu, terdapat sejumlah teknik lain yang jauh lebih canggih, dimana penentuan tingkat
probabilitas dari suatu peristiwa, dan konsekuensinya dilakukan dengan menggunakan
bantuan perangkat lunak komputer. Teknik pengambilan keputusan yang digunakan dalam
manajemen keuangan, sebagai contoh; perhitungan harga saham, memiliki bangun
perhitungan nilai probabilitas yang rumit. Pendekatan matematis dan statistik yang rumit
dipakai untuk menghasilkan nilai konsekuensi suatu peristiwa pergerakan harga sebuah
saham. Berdasarkan atas nilai perhitungan yang didapat, para pialang menentukan pilihan
mereka; apakah mau membeli saham atau menjualnya.

Adapun ide dasar yang melandasi kebanyakan teknik pengambilan keputusan adalah
tetap the theory of subjective expected utility (SEU). Dimana teori tersebut berangkat dari
konsep probabilitas Bayes (Bayesian Theorem). Dalam perkembangannya teori tersebut
dibangun melalui model matematika dan kemudian statistik yang rumit guna menentukan
pilihan atas sejumlah alternatif pilihan. Pilar dasar teori tersebut kemudian dipakai sebagai
landasan bagi pengembangan sejumlah teori, model, konsep, serta teknik dalam ilmu
ekonomi, teori statistik, riset operasi dan teori pengambilan keputusan.
Sebagaimana telah disebutkan bahwa teknik ini berguna sebagai alat bantu penentuan
keputusan. Karena fungsi dari teknik-teknik ini adalah alat bantu, maka hasil akhir akan
ditentukan oleh kemampuan kita dalam mengolah hasil analisis teknik pengambilan
keputusan menjadi input informasi yang rnendukung keputusan akhir. Artinya, keputusan
akhir untuk menentukan pilihan satu alternatif solusi terbaik, atau solusi yang memuaskan,
akan ditentukan oleh dua hal: sistematika berpikir logis/ logika, atau totalitas proses
pengolahan informasi secara intelektual dan mental/ intuisi. Dimana antara keduanya tidak
terdapat bentuk dikotomis, hanya saling rnendukung dan menggantikan.
KETERLIBATAN KARYAWAN (EMPLOYEE INVOLVEMENT)
Keterlibatan karyawan disebut juga manajemen partisipatif (participative
management)merujuk pada tingkat dimana karyawan membagi informasi, pengetahuan,
imbalan, dan kekuasaan keseluruh organisasi. Karyawan mempunyai beberapa tingkat
aktivitas dalam pengambilan keputusan yang sebelumnya bukan merupakan tugasnya.
Keterlibatan karyawan dalam hal pengendalian sumber daya untuk sebuah pekerjaan;
meliputi kekuasaan untuk mempengaruhi keputusan pada unit kerja atau organisasi. Semakin
tinggi keterlibatan, semakin tinggi kekuatan seseorang terhadap proses keputusan dan hasil.
Mengapa partisipasi karyawan menjadi baian yang begitu penting bagi pengambilan
keputusan perusahaan? Satu alasan adalah bahwa keterlibatan karyawan adalah komponen
integral dari knowledge management. Pemimpin perusahaan mengetahui bahwa pengetahuan
karyawan adalah sumber daya kritis bagi keunggulan bersaing.
Bentuk Keterlibatan Karyawan
Keterlibatan karyawan ada dalam berbagai bentuk. Pertama, akitvitas partisipasi
formaldan aktivitas informal. Kedua, keterlibatan karyawan dapat berbentuk sukarela
(voluntary) atau statutory. Ketiga, keterlibatan langsung dan tidak langsung.
Selengkapanya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.
Bentuk Keterlibatan Karyawan
Bentuk Keterlibatan

Penjelasan

Formalitas

Formal

Partisipasi di atur oleh kebijakan atau praktek yang


terinstitusi

Informal

Aktivitas casual atau tidak terdokumentasi

Mandat Legal

Menurut undang-

Aktivitas legislatif pemerintahan

undang (Statutory)

Sukarela (voluntary)

Karyawan berpatisipasi tanpa kekuatan hukum

Kelangsungannya

Langsung (Direct)
Tidak langsung
(Indirect)

Karyawan secara personal terlibat dalam keputusan


Karyawan berpatisipasi melalui perwakilan
atau peer

Tingkat Keterlibatan Karyawan


Tingkat keterlibatan karyawan merefleksikan beberapa tingkat kekuatan terhadap keputusan
dan sejumlah tahap keputusan dimana karyawan dapat menerapkan kekuatannya.
Tingkat kekuatan rendah (low level of involvement), keterlibatan paling rendah adalah
konsultasi selektif, dimana karyawan secara individual ditanyakan mengenai informasi
khusus atau opini tentang satu atau dua aspek keputusan.
Tingkat keterlibatan menengah (moderate level of involement), terjadi ketika karyawan
secara lebih banyak diajak berkonsultasi baik secara individual ataupun kelompok. Mereka
menyampaikan tentang masalah dan menawarkan diagnosisnya dan rekomendasi tetapi
keputusan akhir masih berada diluar kendali mereka.
Tingkat keterlibatan tinggi (High level of involvement), terjadi ketika karyawan
mempunyai kekuatan penuh terhadap proses keputusan. Mereka menyelidiki dan
mendefinisikan masalah, mengidentifikasi solusi, memilih opsi terbaik, dan memonitor hasil
dari keputusan mereka.

Meningkatkan Partisipasi Dalam Pengambilan Keputusan


Pengambilan keputusan yang efektif kerap tergantung pada apakah para manajer melibatkan
orang-orang yang tepat dengan cara yang tepat dalam membantu mereka menyelesaikan
masalah. Saat ini banyak manajer yang melibatkan karyawan level bawah dalam proses
pengambilan keputusan apabila dimungkinkan. Sebagai tambahan, sejumlah keputusan
mungkin membutuhkan derajat partisipasi bawahan yang lebih tinggi. Keputusan-keputusan
dapat dibuat melalui komite, kelompok tugas, partisipasi departemen, atau suatu koalisi
informal.

Model Vroom-Jago
Victor Vroom dan Arthur Jago mengembangkan model partisipasi dalam keputusan yang
menyajikan petunjuk bagi para manajer praktisi. Model Vroom-Jago membantu manajer
menaksir jumlah partisipasi bawahan yang sesuai dengan kebutuhan. Model tersebut

memiliki tiga komponen utama : gaya partisipasi pimpinan, seperangkat pertanyaan


diagnostik untuk menganalisis situasi keputusan, dan serangkaian aturan keputusan.
Gaya Partisipasi Pimpinan. Model ini menggunakan lima level partisipasi bawahan dalam
pengambilan keputusan yang berkisar dari sangat otokratis sampai sangat demokratis. Gaya
kepemimpinan otokratis disajikan AI dan AII, gaya konsultasi dalam CI dan CII dan
keputusan kelompok dalam G. Lima gaya tersebut merupakan kontinum dan manajer
sebaiknya memilih salah satu gaya yang disesuaikan dengan situasi. Apabila situasi terjamin
manajer dapat membuat keputusan sendiri (AI), membagi masalah dengan bawahan secara
individu (CI), atau membiarkan para anggota kelompok membuat keputusan (G).
Pertanyaan-pertanyaan Diagnostik. Derajat yang sesuai dengan partisipasi keputusan
tergantung pada tanggapan terhadap delapan pertanyaan diagnostik.
1. Persyaratan kualitas / quality requirement (QR) : seberapa pentingkah kualitas
keputusan itu ? Apabila keputusan yang berkualitas tinggi sangat penting bagi kinerja
kelompok, pimpinan harus terlibat secara aktif.
2. Persyaratan komitmen / commitment requirement (CR) : seberapa pentingkomitmen
bawahan terhadap keputusan ? Apabila implementasi mensyaratkan bawahan untuk
terikat dengan keputusan, pimpinan sebaiknya melibatkan bawahan dalam
pengambilan keputusan.
3. Informasi dari pimpinan / leaders information (LI) : apakah saya memiliki informasi
yang cukup untuk membuat keputusan yang berkualitas tinggi ? Bila seorang
pimpinan tidak memiliki informasi atau keahlian yang mencukupi, pimpinan
sebaiknya melibatkan bawahan untuk memperoleh informasi.
4. Struktur masalah / problem Structure (ST) : apakah permasalahan terstruktur dengan
baik ? Apabila permasalahan yang muncul membingungkan dan tidak terstruktur
dengan baik pimpinan akan perlu berinteraksi dengan bawahan untuk mengklarifikasi
masalah dan mengidentifikasi kemungkinan solusi.
5. Probabilitas komitmen / commitment probability (CV) : apabila anda diminta untuk
membuat keputusan sendiri apakah anda dapat memastikan bahwa bawahan anda
akan mematuhi keputusan yang anda buat ? Apabila bawahan biasanya menerima
apapun keputusan pimpinan, keterlibatan mereka dalam proses keputusan akan kurang
begitu penting.
6. Kongruensi tujuan / goal congruence (BC) : apakah bawahan juga berusaha
mencapai sasaran organisasi yang akan dicapai dengan menyelesaikan masalah
ini ? Apabila bawahan tidak saling berbagi sasaran organisasi yang akan diraih,
pimpinan sebaiknya tidak membiarkan kelompok untuk membuat keputusan sendiri.
7. Konflik bawahan / subordinat conflict (CO) : apakah konflik antar bawahan yang
membutuhkan solusi demikian sering terjadi ? Ketidak setujuan antar bawahan dapat
diselesaikan dengan partisipasi dan diskusi.
8. Informasi bawahan / subordinat information (SI) : apakah bawahan memiliki
informasi yang cukup untuk membuat keputusan yang berkualitas tinggi ? Apabila
bawahan memiliki informasi yang baik, maka tanggung jawab pengambilan
keputusan dapat didelegasikan kepada mereka.

Keunggulan dan Kelemahan dalam pengambilan keputusan partisipatif


Dalam lingkungan kerja yang semakin membutuhkan pemberdayaan dewasa ini, terjadi
peningkatan keyakinan bahwa keterlibatan pekerja level bawah dalam pengambilan

keputusan adalah aturan dan bukannya pengecualian. Walaupun demikian, para manajer
sebaiknya mengingat bahwa pengambilan keputusan secara kelompok memiliki keunggulan
dan juga kelemahan dibandingkan dengan pengambilan keputusan secara individual.
Keunggulan dan kelemahan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5.
Keunggulan dan kelemahan pengambilan keputusan partisipatif
Keunggulan
Kelemahan
1. Perspektif yang lebih lebar dalam
pendefinisian masalah dan analisis

1. Makan waktu; sumber daya


terbuang bila menggunakna
keputusan terprogram

2. Lebih banyak pengetahuan, fakta, dan


alternatif yang dapat dievaluasi

2. Kompromi keputusan tidak


memuaskan seorang pun

3. Diskusi untuk klarifikasi masalah


yang membingungkan dan mengurangi
ketidakpastian alternatif

3. Pemikiran kelompok : Normanorma kelompok dapat mengurangi


perbedaan pendapat dan keberagaman
opini

4. Partisipasi menciptakan kepuasan


anggota dan mendukung keputusan

4. Tidak ada fokus yang jelas bagi


tanggung jawab keputusan

Pada bagian ini akan di uraikan mengenai beberapa jurnal ilmiah yang terkait dengan
kepemimpinan, pengambilan keputusan dan keterlibatan karyawan. Adapun jurnal-jurnal
yang dikkaji adalah sebagai berikut :
1. Judul Penelitian : Decision-Making autonomy in multinational corporation
subsidiaries operating in Scotland.
Penulis : Sally Bowman, James Duncan dan Charlie Weir
Nama Jurnal : European Business Review, Vol 12. No. 3 2000
Deskripsi penelitian :
Peningkatan globalisasi pasar telah melahirkan perdebatan mengenai peran cabang
perusahaan MNC dalam pengambilan keputusan. Glomablisasi dapat diharapkan
menghasilkan sentralisasi yang lebih besar dalam proses pengambilan keputusan. Studi ini
menganalisis bagaimana kantor cabang perusahaan mengendalikan sebuah lingkup
keputusan. Dalam penelitian ini yang diteliti adalah keputusan mengenai finansial, produksi,
SDM, dan R&D.
Sampel : Perusahaan Cabang MNC yang beroperasi di Scotland.
Hasil Penelitian :
Otoritas pertimbangan dalam bidang keputusan operasi berpindah dari kantor pusat ke kantor
cabang. Namun dalam bidang yang lain masih dikendalikan oleh kantor pusat. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa pengambilan keputusan strategis dikendalikan oleh
perusahaan induk. Hal ini mengindikasikan bahwa sistem pengendalian yang dibebankan
kepada kantor cabang adalah selektif.

2. Judul Peenelitian : Continous improvement and employee participation in SMEs


Penulis : Antonio Garcia-Lorenzo, J. Carlos Prado Prado, Jesus Garcia Arca.
Nama Jurnal : The TQM Magazine, Vol 12. No. 4 2000
Deskripsi penelitian :
Partisipasi aktif dari seluruh personil adalah dasar bagi perbaikan secara terus menerus dalam
sebuah perusahaan. Penelitian ini menjabarkan tentang gambaran utama sistem penyaluran
berbagai partisipasi yang terjadi pada perusahaan suku cadang otomotif di Spanyol.
Karakteristik-karakteritik tersebut dikumpulkan dari peneliian sepanjang pertengahan 1997
yang didasarkan pada wawancara personal.
Sampel : perusahaan industri kecil produsen suku cadang otomotif sebanyak 12 perusahaan.
Hasil Penelitian :
Keterlibatan karyawan dalam continous improvement, adalah praktek yang menjadi semakin
lebih meluas, tidak hanya pada perusahaan besar. Kebanyakan perusahaan kecil yang
memproduksi suku cadang otomotif di Spanyol telah membangun program yang mengijinkan
partisipasi karyawan, sejak beberapa tahun yang lalu, mempunyai kecenderungan membentuk
formula dari sistem tim continnous improvemnent.

3. Judul : Employe involement and quality management.


Penulis : Hongyi Sun, Ip Kee Hui, Agnes YK. Tam, Jan Frick
Nama Jurnal : The TQM Magazine, Vol 12. No. 5 2000
Deskripsi penelitian :
Paper ini adalah cacatan riset mengenai investigasi hubungan secara empiris antara
keterlibatan karyawan dengan manajemen kualitas. Riset ini didasarkan atas data dari survey
pada industri manufaktur. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui peranan keterlibatan
karyawan terhadap manajemen kualitas seperti TQM, Registrasi ISO 9000, dan Kinerja
Bisnis.
Model penelitian digambarkan sebagai berikut :
Sampel : 180 perusahaan manufaktur dengan jumlah karyawan kuang dari 150 orang (51%),
antara 150 500 orang (31%) dan lebih dari 500 orang (18%).
Hasil Penelitian :
Keterlibatan karyawan secara positif berkorelasi dengan penerapan TQM. Keterlibatan
karyawan secara positif berkorelasi juga dengan peningkatan kinerja bisnis. Ketelibatan
karyawan secara positif berpengaruh terhadap kontibusi TQM atas kinerja bisnis.
Keterlibatan karyawan secara marginal berhubungan positif dengan registrasi ISO. Dan
keterlibatan karyawan tidak mempunyai efek terhadap kontribusi registasi ISO 9000.
Kesimpulannya bahwa keterlibatan karyawan harus tergabung dalam registrasi ISO 9000 dan
TQM.

4. Judul : An examination of the effects of the motivational and informational roles of the
budget participation on performance.

Penulis : Vincent K. Chong, Kar Ming Chong.


Nama Jurnal : Working Paper , Working Paper. Departement of Accounting and Finance,
Faculty of Economics and Commerce The University of Western Australia.
Deskripsi penelitian :
Penelitian ini mempelajari efek dari motivational dan peran informasional sonal partisipasi
anggaran terhadap kinerja. Model sturktural yang diajukan adalah mencakup variabel
partisipasi anggaran, job-relevant information, komitmen tujuan anggaran, dan kinerja.
Model penelitian yang diusulkan adalah seperti gambar berikut :

Sampel : sebanyak 80 perusahaan yang dipilih secara acak dari direkttori bisnis Kompass
Australia (1996/1997).
Hasil Penelitian :
Hasil penelitian menunjukan bahwa efek motivasional dan peran informasional dari
partisipasi anggaran berpengaruh terhadap overall job performance. Tetapi tidak ditemukan
efek dari motivasional dan peran informasional dari partisipasi anggaran terhadap kinerja
anggaran.
KESIMPULAN
Dari berbagai uraian tentang kepemimpinan di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa :
1. Kepemimpinan merupakan hal penting yang sangat berperan dalam organisasi, karena
menyangkut upaya-upaya pengarahan dan pemahaman dalam perilaku kelompok
untuk mencapai tujuan.
2. Kebanyakan dari teori-teori perkembangan tentang kepemimpinan, kecuali
kepemimpinan kharismatik ataupun transaksional, menunjukan bahwa teoori-teori
tersebut banyak dilihat dari perspektif yang tidak luas, dalam hal ini berdasarkan satu
aspek dari proses tersebut. Antara lain berdasarkan ciri, perilaku, kekuasaan dan
pengaruh maupun pendekatan situasional.
3. Teori tentang perilaku cukup berhasil dalam mengidentifikasi hubungan yang
konsisten antara pola perilku kepemimpinan dan kerja kelompok, namun
mengabaikan pertimbangan dari faktor-faktor situasional yang mempengaruhi
keberhasilan maupun kegagalan, sedangkan kepemimpinan situasional menunjukan
bahwa pemimpin yang efektif mengadaptasi perilaku mereka untuk memenuhi
kebutuhan pengikut mereka dalam lingkungan tertentu.dankepemimpinan
kharismatik paling tepat diterapkan bila tugas dai pengikut memiliki komponen
ideologis atau bila lingkungan melibatkan satu tingkat stress dan ketidakpastian yang
tinggi.
4. Dalam mengambil keputusan seorang pemimpin harus memperhatikan banyak aspek
baik yang menyangkut tipe keputusan maupun tahapan dalam proses pengambilan
keputusan.
5. Keterlibatan karyawan dalam pengambilan keputusan memberikan efek beragam
tergantung pada jenis keputusan dan kegiatan yang dilakukan.

REFERENCE:
Baron, Robert, and Jerald Greenberg, 1997, Organizational Behavior, 6th Edition, Prentice
Hall, New Jersey.

Bowman. Sally, James Duncan, Charlie Weir. 2000. Decision-Making Autonomy in


Multinational Corporation Subsidiaries Operating in Scotland. European Business Review.
Vol 12 No. 3. PP 129-136.
Chong. Vincent K, Kar Ming Chong. 2002. An Examination of the Motivational and
Informational Rules Roles of Budget Participation on Performance. Working Paper.
Departement of Accounting and Finance, Faculty of Economics and Commerce The
University of Western Australia.
Davis, Keith and John W. Stroom, 1997, Organizational behavior, Human
Behavior
th
at Work, 10 Edition, International Edition, McGraw-Hill, New York.
Garcia-Lorenzo, J. Carlos Prado-Prado, Jesus Garcia Arca. 2000. Continous Improvement
and Employe Participation. The TQM Magazine. Vol 12 Number 4. PP 290-294
Gibson, James L., John M.Ivancevich, and James H.Donnelly, 1996, Organization
Behavior-Structure-Process, 7th Edition, Erwin homewood, Boston.
Sun. Hongyi, Ip Kee Hui, Agnes YK Tam, Jan Frick. 2000. Employee Involvement And
Quality Management. The TQM Magazine. Vol. 12 No. 5 PP 350-354
Kinicki, Angelo, dan Robert Kreitner, 2007, Organzational
Behavior, 7th Edition, McGrawHill.Inc, New York.
Luthans, Fred, 2006, Organizational Behavior, 10th Edition, McGrawHill.Inc, New
York.
McShane, L. Steven & Mary Von Glinow. 2003. Organizational Behavior. Emerging
realities for workplace revolution. Second edition. McGraw-Hill Irwin
Robbins, P.Stephen and Judge, 2009, Organizational Behavior, 13th Edition, Prentice
Hall, International.Inc., New Jersey.
Schmermerhorn Jr, John R., James G. Hunt and Richard N. Osborn. 2005. Organizational
Behavior. Ninth edition. John Willey and Sons.
Yukl, Gary, 2011, Leadership in Organization, 10th Edition, Prentice-Hall Inc, Englewood
Cliffs, New Jersey.

Anda mungkin juga menyukai