Anda di halaman 1dari 36

Psikologi Pengembangan Sumber Daya Manusia

“Managerial Selection”

Disusun Oleh:
Kelompok 7
Kelas A (Ganjil)

Dinda Gustira 151301043


Utari Wardawiyah 151301051
Devilia Margareta 151301061
Adi reinaldo P. 151301083
Melva Meiliza 151301097
Regina Rulanita 151301115

Fakultas Psikologi
Universitas Sumatera Utara
TA. 2017/2018
Kata Pengantar
Puji syukur senantiasa kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat, petunjuk, dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sebaik
mungkin. Adapun makalah ini disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Psikologi
Pengembangan Sumber Daya Manusia. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada
seluruh dosen pengampuh Mata Kuliah Psikologi Pengembangan Sumber Daya Manusia
yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Segenap upaya telah kami lakukan demi
penyusunan makalah ini. Segala kekurangan murni karena keterbatasan kami, mohon maaf
atas segala kekurangan yang terjadi. Kritik dan saran kami terima guna sebagai masukan
dalam penyusunan tugas-tugas berikutnya.

Medan, 04 November 2017

Kelompok 7

i
Daftar Isi

Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
At A Glance 1
Criteria of Managerial Selection 1
Approaches to Managerial Selection 3
Instruments of Prediction 5
Work Samples of Managerial Performance 20
Effectiveness of Alternative Prediction Strategies 23
Assessment Center 25
Daftar Pustaka 36

ii
MANAGERIAL SELECTION
AT A GLANCE
Seleksi Manajerial adalah topik yang memerlukan perlakuan terpisah karena adanya
masalah unik yang terkait dengan penggambaran komponen efektivitas manajerial dan
pengembangan ukuran prediktor berbasis perilaku untuk meramalkan keefektifan
manajerial secara akurat. Berbagai teknik pengumpulan data yang tersedi amnecakup
cognitive ability test, objective personality and interest inventories, leadership ability test,
projective devices, personal history data, dan peer ratings. Masing-masing menunjukkan
berbagai tingkat keberhasilan prediktif dalam situasi tertentu.
Baru baru ini penekanan telah beralih padapengembangan tes situasional atau “work
samples” dari perilaku manajerial yang aktual. Tes situasional diterima dengan baik karena
konten validitas, fleksibilitas, dan kemampuan mereka menunjukkan perkiraan keberhasilan
di berbagai tingkat dan dalam pengaturan organisasi seting yang berbeda.

CRITERIA OF MANAGERIAL SUCCESS


Indikator subjektif dan objektif sering digunakan untuk mengukur aktivitas
manajerial. Secara konseptual, manajemen yang efektif dapat dilihat dari hasil organisasi.
Campbell dkk (1970) melihat manajer yang efektif sebagai pengoptimal (optimizer) yang
dapat menggunakan sumber daya internal dan eksternal (manusia, material, dan keuangan)
untuk mempertahankan unit yang merupakan tanggung jawab manajer dalam jangka
panjang.
Penekanan dalam hal ini adalah tindakan dan perilaku pihak manajerial harus dinilai
secara relevan dan penting. Penilaian (judgemental) hanya dapat dilakukan dengan alasan
rasional. Oleh sebab itu diperlukan adanya pendapat dari ahli untuk menentukan range dari
relevannya perilaku manajerial terhadap kriteria konseptual. Ukuran kriteria itu sendiri
harus mencakup serangkaian observasi perilaku aktual dari manajer oleh individu yang
diyakini mampu menilai keefektifan manajer dalam menyelesaikan semua hal yang dinilai
perlu, memadai, dan penting untuk melakukan pekerjaannya.

1
Banyak penelitian mengenai prediksi manajerial telah mengggunakan kriteria
objektif, global atau administratif. Langkah global, seperti rangking keefektifan manajerial
secara total dari pengawasan, gaji, atau tingkat organisasi (yang dikoreksi secara statistik
pada usia atau lamanya waktu dalam organisasi) memiliki beberapa keuntungan. Dalam hal
rangking misalnya, karena masing-masing atasan biasanya memberi rangking hanya sebatas
10 manajer terbawah, reliabilitasnya cenderung tinggi. Selain itu juga mencakup perilaku
sampling yang luas dari waktu ke waktu, dan sang manajer memang dinilai atas dirinya
sendiri, bukan atas faktor organisasi yang berada diluar kendalinya. Secara keseluruhan,
manajer dibandingkan langsung dengan rekan-rekannya; standar perbandingan ini dinilai
sesuai karena semua mungkin bertanggung jawab untuk mengoptimalkan sumber daya
dalam jumlah yang sama.
Di sisi lain, pengukuran atau rangking mengenai kesuksesan secara keseluruhan
mencakup banyak faktor. Maka menggunakan kriteria secara objektif seringkali cenderung
“mengaburkan” daripada mengungkapkan dasar perilaku untuk kesuksesan manajerial. Kita
tidak dapat mengetahui secara pasti berapa porsi penilaian global atau kriteria adminsitratif
(mis tingkat perubahan dan gaji) didasarkan pada perilaku kerja yang sebenarnya dan
bagian mana yang disebabkan oleh faktor lain seperti keberuntungan, pendidikan, “having
a guardian angel at the top”, kecerdasan politik, dll.
Singkatnya, kriteria secara global atau administratif memberi tahu kita dimana
seorang manajer berada dalam rangkaian “kesuksesan”. Namun tidak memberi tahu kita
bagaimana dia sampai disana. Yang dibutuhkan adalah pengukuran kinerja berdasarkan
perilaku (behaviorally-based) yang memungkinkan pengamatan sistematis diseluruh
domain perilaku manajerial yang diharapkan. Namun dalam praktiknyam kriteria ini juga
banyak menimbulkan pelanggaran. Termasuk pengambilan sampel yang tidak memadai
dari domain pekerjaan, kurangnya pengetahuan atau kurangnya kerjasama oleh para penilai,
harapan dan persepsi yang berbeda dari penilai (rekan kerja, atasan, dan bawahan),
perubahan dalam pekerjaan atau lingkungan kerja, dan perubahan perilaku manajer.
Untungnya telah dikembangkan metode skala dan metode pelatihan untuk menghilangkan

2
banyak sumber kesalahan tersebut. Namun menerjemahkan pengetahuan untuk itu ke dalam
praktik organisasi sehari-hari membutuhkan proses yang lambat.

Does Context Matter?


Keputusan pemilihan manajemen dilakukan dalam konteks organisasi (mis budaya,
teknologi, financial health) dan lingkungan (mis kondisi pasar internal dan eksternal ,
kompetisi, dan persyaratan hukum). Faktor kontekstual semacam itu mungkin merupakan
perbedaan nyata dalam praktik SDM diseluruh organisasi dan terutama pada pemilihan
general manager. Maka yang penting diingat adalah harus ada kesesuaian antara jenis
atribut yang dipertimbangkan oleh pengambil keputusan pada pemilihan, strategi bisnis
organisasi, dan kondisi lingkungan.

APPROACHES TO MANAGERIAL SELECTION


Meehl (1954) membedakan dua metode prediksi dan berbeagai jenis dalam berbagai
bentuk penggunaan. Pertama adalah prediksi mechanical yang digunakan jika individu
dinilai dalam satu atau beberapa instrumen, dan jika skor mereka diberi berdasarkan
penilaian tersebut, dan skor tersebut kemudian dikorelasikan dengan ukuran kriteria.
Contohnya adalah tes kemampuan, inventori kepribadian objektif, data biografis dan
adaptasi tertentu dari wawancara yang memungkinkan pemberian skor untuk tujuan
prediktif. Bentuk kedua adalah prediksi judgemental atau clinical dimana satu set skor
harus digabungkan secara subjektif untuk melihat status kriteria. Assessment interview dan
observasi perilaku merupakan bentuk kategori ini.
Namun dikotomi antara prediksi judgemental dan mechanical tidak memberi
informasi secara keseluruhan. Data yang dikumpulkan bisa jadi adalah judgemental atau
mechanical. Hal ini kemudian mengarah pada perbedaan antara strategi prediksi dalam
tabel 14-1.

3
Mode of Data Combination

Mode of Data Collection Judgemental Mechanical


Judgemental 1. Pure Clinical 2. Behavior trait rating
Mechanical 3. Profile 4. Pure statistical
interpretation
Both 5. Clinical composite 6. Mechanical
composite

Pada pure clinical strategy, data dikumpulkan dan dikombinasikan dengan


judgmentally. Misalnya, prediksi keberhasilan hanya dilakukan berdasarkan wawancara
tanpa menggunakan informasi objektif. Selanjutnya pewawancara dapat menuliskan kesan
dan prediksinya dengan cara terbuka.
Sebagai alternatif, data dapat dikumpulkan dengan judgemental (wawancara dan
observasi). Namun dalam menggabungkan data, pembuat keputusan merangkum kesannya
pada bentuk penilaian standar yang sesuai dengan kategori perilaku yang telah dintentukan
sebelumnya. Ini disebut behaviortrait rating.
Bahkan jika data dikumpulkan dengan mechanical, bagaimanapun masih dapat
dikombinasikan dengan judgementally. Contohnya, kandidat diberi inventori kepribadian
objektif (mis, California Psychological Inventory) yang, saat dinilai, menghasilkan pola
atau “profil” dari skor. Selanjutnya, pengambil keputusan menafsirkan profil kandidat
tersebut tanpa pernah mewawancarai atau mengobservasinya. Strategi ini disebut profile
interpretation.
Di sisi lain, data dapat dikumpulkan dan dikombinasikan secara mechanic (mis,
menggunakan persamaan statistik dan sistem skoring). Pure statistical strategy ini sering
digunakan dalam pengumpulan dan interpretasi scorable application blank, BIBs, atau test
batteries.
Pada clinical composite strategy, data dikumpulkan dengan judgementally
(wawancara dan observasi) dan mechanically (tes dan BIBs), namun digabungkan dengan
judgementally. Ini mungkin merupakan strategi seleksi manajerial yang paling umum,
4
dimana semua informasi diintegrasikan baik oleh satu atau beberapa pengambil keputusan
untuk mengembangkan gambaran komposit dan prediksi perilaku dari kandidat.
Data juga dapat dikumpulkan secara judgementally dan mechanically namun
digabungkan secara mechanic (yaitu sesuai dengan peraturan yang telah ditentukan
sebelumnya) untuk menurunkan prediksi perilaku dari semua data yang ada. Ini disebut
mechanical composite.

INSTRUMENT OF PREDICTION
Cognitive Ability Test
Perlu diketahui bahwa sangat penting untuk membedakan antara tes (yang memiliki
jawaban yang benar dan yang salah) dan inventori (yang tidak). Dalam kasus tes, besarnya
total skor dapat diartikan untuk menunjukkan jumlah kemampuan, lebih besar atau lebih
kecil. Dalam kategori ini kita mempertimbangkan, misalnya, pengukuran kecerdasan
umum; verbal, non-verbal, numerik, dan kemampuan hubungan spasial; kecepatan dan
akurasi persepsi; penalaran induktif; serta pengetahuan dan/atau pemahaman mekanik.
Setelah meninjau ratusan studi yang dilakukan antara tahun 1919 dan 1972, Ghiselli
melaporkan keberhasilan managerial diperkirakan paling akurat dengan tes kemampuan
intelektual umum dan kemampuan perseptual umum. (Korelasi berkisar antara 0,25 dan
0,30). Namun, ketika korelasi itu dikoreksi secara statistik untuk kriteria yang tidak reliabel
dan untuk pembatasan range, validitas tes kemampuan kognitif umum meningkat menjadi
0,53 dan kemampuan perseptual umum meningkat menjadi 0,43. Faktanya, kemampuan
kognitif umum adalah prediktor kuat untuk performa kerja, juga memiliki pengaruh yang
kuat pada pengetahuan pekerjaan, dan berkontribusi pada individu untuk diberi kesempatan
supervisory.
Grimsley dan Jarrett, menggunakan matched-group, desain validitas konkuren
untuk menentukan sejauh mana skor tes kemampuan kognitif dan skor inventory self-
description yang diperoleh selama preemployment assessment yang membedakan manajer
puncak dari manajer menengah. Mereka menggunakan desain matched-group untuk5
mengontrol dua variabel moderator (usia dan pendidikan), yang keduanya dianggap
berhubungan dengan tes kinerja dan untuk prestasi manajerial. Oleh karena itu, masing-
masing dari 50 manajer puncak dipasangkan dengan salah satu dari 50 manajer menengah,
dipasangkan berdasarkan usia dan bidang sarjana ketika di perguruan tinggi. Klasifikasi
sebagai manajer puncak atau menengah (kriteria keberhasilan) didasarkan pada tingkat
tanggung jawab manajerial yang diperoleh di perusahaan dimana subjek bekerja sebelum
penilaian. Desain ini juga memiliki keunggulan lain. Bertentangan dengan studi validitas
konkuren biasa, data ini tidak berkumpul di bawah kondisi penelitian, tetapi lebih dibawah
kondisi karyawan, dari motivasi pelamar kerja.
Dari 10 pengukuran kemampuan mental yang digunakan, 8 diantaranya menyatakan
adanya perbedaan signifikan antara kelompok manajer puncak dan kelompok menengah:
pemahaman verbal (r = 0,18) , kemampuan numerik (r = 0,42) , kecepatan dan akurasi
visual (r=0,41), visualisasi ruang (r = 0,31), penalaran numerik (r = 0,41), penalaran verbal
(r = 0,48), word fluency (r= 0,37) , dan penalaran simbolik (r = 0,31). Grimsley dan Jarret
menyimpulkan bahwa perbedaan dalam nilai tes antara manajer puncak dan menengah
dikarenakan adanya perbedaan mendasar dalam kemampuan kognitif dan kepribadian
daripada pengaruh pengalaman kerja.

Objective Personality and Interest Inventories


Ulasan dari hasil yang diperoleh dari pengukuran kepribadian dan minat dalam
memperkirakan efektivitas manajerial umumnya negatif. Sebagai contoh, sebuah meta-
analisis validitas pengukuran kepribadian yang digunakan dalam penelitian, mencakup 62
koefisien validitas dan lebih dari 23.000 subyek, mengungkapkan validitas rata-rata hanya
0,149. Sebuah meta-analisis dari penelitian yang menggunakan Strong Interest Inventory
menemukan hasil yang tidak jauh lebih menggembirakan.

Namun, pada saat penelitian ini dilakukan, tidak ada taksonomi yang yang diterima
dengan baik untuk mengklasifikasi personality traits. Peneliti saat ini umumnya sepakat
bahwa ada lima faktor kuat dari kepribadian (“Big Five”) yang dapat berfungsi sebagai6
taksonomi bermakna untuk mengklasifikasikan atribut kepribadian (Digman, 1990):
 Extraversion- sociable--sukaberteman, tegas, banyakbicara, danaktif
 Emotional Stability--pencemas, depresi, marah, malu, emosional, khawatir,
daninsecure.
 Agreeableness--penasaran, fleksibel, percaya, baikhati, koperatif,pemaaf,
berhatilembut, dantoleran
 Conscientiousness--dependability (yaitu, berhati-hati, teliti, bertanggungjawab,
terorganisirdanpenuhpersiapan), juga bekerjakeras, berorientasipadaprestasi,
dantekun
 Openness to Experience--imajinatif, berbudaya, penasaran, original, berpikiranluas,
cerdas, dansensitifsecara artistik

Satu hal yang ditekankan secara konsisten di semua ulasan, dan disetujui bahwa:
Tampaknya perlu diperhatikan adanya berbagai variabel perbedaan situasional dan
perbedaan individual yang dapat mempengaruhi prediktabilitas efektivitas manajerial.
Perilaku actual yang berkontribusi terhadap berhasil-tidaknya manajerial belum dirancang
secara memadai. Yang pasti, mereka berbeda berdasarkan tingkatan hirarki dalam
manajemen dan organisasi. Sehubungan dengan variabel situasional, Barrick dan Mount
(1993) menemukan bahwa tingkat otonomi pada managerial jobmelunakkan (moderates)
validitas dari Conscientiousness, Extraversion, dan Agreeableness (validitas lebih tinggi
untuk manajer dalam jobs dengan otonomi tinggi).
Kerangka acuan mungkin berbeda tergantung pada sudut pandang seorang rater.
Jadi dari perspektif diri, kepribadian mengacu pada struktur, dinamika, dan proses dalam
diri seseorang yang menjelaskan mengapa ia berperilaku dengan cara tertentu,. Dari
perspektif observer, kepribadian mengacu pada public self seseorang atau reputasi sosial
(yaitu bagaimana ia dipandang orang lain, seperti supervisor, rekan kerja, pelanggan,
teman, atau anggota keluarga).
Sehubungan dengan validitas theory-driven dari pengukuran kepribadian,7
dipertimbangkn sebuah studi oleh Day dan Silverman(1989). Menggunakan desain validitas
prediktif yang benar tanpa kemungkinan kontaminasi kriteria, mereka menyertakan Jackson
Personality Research form sebagai prediktor kesuksesan seorang akuntan. Mereka
berhipotesis bahwa tiga dimensi kepribadian (orientasi terhadap pekerjaan, tingkat
kekuasaan, dan tingkat dan kualitas orientasi antar pribadi) akan berhubungan dengan
komponen penting dari prestasi kerja, di atas dan di luar kontribusi kemampuan kognitif.
Orientasi kerja dihopetasa menjadi penting karena akuntan dalam masalah
organisasi yang memerlukan waktu untuk bekerja berjam-jam dan untuk menyelesaikan
proyek tepat waktu, terutama selama bulan-bulan sibuk. Kekuasaan dianggap berkaitan
negatif terhadap kinerja karena karyawan diharapkan bersikap kooperatif, mampu bekerja
dengan mudah dengan orang lain, dan hormat kepada rekan kerja. Orientasi interpersonal
dihipotesiskan menjadi sangat penting bagi aspek-aspek kinerja yang membutuhkan
interaksi sosial, seperti hubungan klien dan bekerja sama dengan rekan kerja.
Menguji dimensi perilaku dari performa kerja mengungkapkan bahwa beberapa
korelasi tertinggi ditemukan diantara hubungan kepribadian-kinerja. Singkatnya, memilih
pengukuran work-related personality berdasarkananalisa pekerjaan dan organisasi
merupakan elemen mendasar dalam proses seleksi.
Secara umum, fakta menunjukkan bahwa skor pengukuran yang berkembang baik
dari kepribadian normal adalah: (1) stabil untuk waktu yang cukup lama, (2) memprediksi
outcomes penting dari suatu pekerjaan, (3) tidak adanya diskriminasi terkait kelompok atau
etnik nasional, (4) tidak melanggar ketentuan Americans With Disabilities Act, dan (5)
harus selalu digunakan serangkai dengan informasi lain yang didesain untuk menilai
technical skills, pengalaman kerja, dan kemampuan untuk belajar.

Leadership Ability Test


Secara logika orang akan berharap pengukuran "leadership ability" lebih prediktif
8
dalam keberhasilan manajerial, karena pengukuran tersebut harus relevan dengan
persyaratan managerial job. Skala dirancang untuk mengukur dua konstruksi utama yang
mendasari perilaku manajerial, consideration dan initiating structure, telah dikembangkan
dan digunakan dalam banyak situasi.
Consideration meliputi tindakan manajerial berorientasi untuk mengembangkan
rasa saling percaya, yang mencerminkan penghargaan atas ide-ide bawahan dan
memperhatikan perasaan mereka. Skor tinggi pada consideration menandakan sikap dan
opini yang menunjukkan hubungan dan komunikasi dua arah yang baik, sedangkan skor
yang rendah menunjukkan pendekatan yang lebih impersonal untuk hubungan interpersonal
dengan anggota kelompok.
Initiating structure mencerminkan sejauh mana seorang individu mungkin untuk
mendefinisikan dan struktur perannya sendiri dan bawahannya pada pencapaian tujuan.
Skor tinggi pada initianing structure menandakan sikap dan opiniyang menunjukkan arah
yang sangat aktif dalam kegiatan kelompok, perencanaan kelompok, mengomunikasikan
informasi, penjadwalan, mencoba ide-ide baru, dan sebagainya.
Instrumen yang dirancang untuk mengukur consideration dan initiating structure
(Leadership Opinion Questionnaire, Leader Behavior Description Questionnaire, dan
Supervisory Behavior Description Questionnaire) telah digunakan selama bertahun-tahun.
Namun, bukti validitas prediktifnya belum ditunjukkan, dan implikasi causal untuk
initiating structur dan consideration masih menjadi misteri.
Adalah mungkin bahwa ketidakmampuan kita untuk memprediksi dampak perilaku
leader secara hirarkis mungkin berkaitan dengan bawahan, tugas, atau karakteristik tertentu
organisasi yang berfungsi sebagai “neutralizers of” atau “substitutes for” perilaku
hirarkisleader. Neutralizers adalah variabel di lingkungan leader yang efektif
menghilangkan dampak dari perilaku seorang pemimpin pada variabel outcomes bawahan,
tetapi tidak menggantikan dampak perilaku tersebut dengan efek dari mereka sendiri.
Substitutes adalah jenis khusus dari neutralizers yang mengurangi kemampuan seorang
pemimpin untuk mempengaruhi sikap dan kinerja bawahan, dan efektif menggantikan
dampak perilaku seorang pemimpin dengan salah satu dari mereka sendiri. Potensi9
neutralizers atau substitutes meliputi karakteristik bawahan (seperti kemampuan,
pengalaman, training atau pengetahuan), karakteristik tugas (tugas terkait pemuasan; rutin,
tugas invariant; tugas umpan balik), dan karakteristik organisasi (rewards diluar kendali
pemimpin, ketidakfleksibelan peraturan, kekompakan kelompok kerja).
Projective Techniques
Menurut Brown (1983):
Proyeksi mengacu pada proses dimana struktur kepribadian individu mempengaruhi
cara bagaimana mereka melihat, mengatur, dan menginterpretasikan lingkungan dan
pengalaman mereka. Ketika tugas atau situasi yang sangat terstruktur artinya biasanya jelas,
maka cara yang tepat untuk menanggapi situasi proyeksi melihat dan mengukur dengan
baik ketika seseorang dihadapkan pada stimuli, tugas, maupun situasi yang baru dan/atau
ambigu. Implikasi untuk konstruksi tes jelas: untuk mempelajari kepribadian, seseorang
harus diberikan rangsangan baru dan/atau ambigu dan mengamati bagaimana dia bereaksi.
Dari jawabannya kita kemudian dapat membuat kesimpulan mengenai struktur
kepribadiannya.
Kelly (1958) menyatakan isu singkat: Sebuah tes objektif adalah tes dimana test
taker mencoba menebak apa yang dipikirkan examiner, dan tes proyektif adalah tes di mana
examiner mencoba menebak apa yang dipikirkan test taker. Contoh tes ini adalah tes
Rorschach dan tes Thematic Apperception Test.
Berdasarkan lima penelitian, validitas rata-rata untuk projectives hanya 0,18. Hal ini
akan menjadi kesalahan untuk menyimpulkan sesuatu hanya dari ini, bagaimanapun, bahwa
projectives tidak boleh digunakan, terutama ketika mereka diukur dalam hal dimensi yang
relevan dengan "motivasi untuk mengelola".
Motivation to Manage
Salah satu instrumen proyektif yang menunjukkan potensi untuk meramalkan
keberhasilan manajerial adalah Miner Sentence Completion Scale (MSCS), yang mengukur
motivasi untuk mengelola. MSCS terdiri dari 40 item, 35 di antaranya diberi nilai. Item
terdiri dari tujuh subskala (Authority Figures, Competitive Games, Competitive Situations,
Assertive Role, Imposing Wishes, Sending Out From The Group, dan Routine10
Administrative Functions). Tabel-tabel mengenai subskala ini ditunjukkan pada Tabel .14-
2. Hipotesis utamanya adalah bahwa ada hubungan positif antara pengaruh positif terhadap
area ini dan kesuksesan manajerial. Persamaan median antar korelasi MSCS berkisar antara
0,11 sampai 0,15, dan reliabilitas pada 0,90 telah diperoleh berulang kali dengan pemberi
skor yang berpengalaman (Miner, 1978a).
Koefisien validitas untuk MSCS berkisar antara 0,69, dan hasil yang signifikan
telah dilaporkan pada lebih dari 25 studi yang berbeda (Miner, 1965; 1977; 1978a; 1978b;
Miner dan Smith, 1982). Dengan kriteria apa pun yang digunakan−tingkat promosi, tingkat
kelas, pilihan karir manajerial−Manajer yang lebih sukses cenderung mendapatkan nilai
yang lebih tinggi, dan kelompok manajerial telah mencetak skor lebih tinggi pada MSCS
daripada kelompok non manajerial (Miner and Crane, 1981).
Data longitudinal menunjukkan bahwa mereka dengan nilai MSCS awal yang lebih
tinggi kemudian dipromosikan lebih cepat dalam sistem birokrasi dan bahwa mereka yang
memiliki nilai tertinggi (terutama pada subskala yang terkait dengan kekuasaan, seperti
bersaing memperebutkan sumber daya, memaksakan harapan pada orang lain, dan
menghormati otoritas) cenderung mencapai tingkat eksekutif puncak (Berman dan Miner
1985). Dalam studi lain, 59 pengusaha menyelesaikan MSCS karena mereka meluncurkan
usaha bisnis baru. Lima setengah tahun kemudian, total skor MSCS memprediksi kinerja
perusahaan mereka (pertumbuhan jumlah karyawan, volume dolar penjualan, dan
pendapatan tahunan pengusaha) dengan validitas yang tinggi di angka 40-an (Miner, Smith,
dan Bracker, 1994). Konsistensi hasil ini sangat mengesankan, dan karena ukuran
kecerdasan tidak terkait dengan skor pada MSCS, MSCS dapat menjadi tambahan yang
berguna untuk pertimbangan langkah-langkah seleksi manajemen. Selanjutnya, karena
panah kausal cenderung mengarah dari motivasi menuju kesuksesan, perusahaan mungkin
disarankan untuk memasukkan "motivasi untuk mengelola" dalam definisi keberhasilan
manajerial mereka.

SUBSKALA INTERPRETASI RESPON POSITIF


Authority Hasrat untuk memenuhi persyaratan peran managerial dalam hal
figures hubungan dengan atasan 11
Hasrat untuk terlibat dalam persaingan dengan rekan kerja yang
Competitive
melibatkan permainan atau olahraga yang dalam hal ini memenuhi
games
persyaratan peran managerial
Hasrat untuk terlibat dalam persaingan dengan rekan kerja yang
Competitive
melibatkan kegiatan pekerjaan atau tugas terkait yang dalam hal ini
situations
memenuhi persyaratan peran managerial
Hasrat untuk berperilaku secara aktif dan melibatkan asertif, yang dalam
Assertive role masyarakat sering dipandang sebagai maskulin, dan dengan demikian
memenuhi persyaratan peran managerial
Hasrat untuk memberi tahu orang lain apa yang harus dilakukan dan
Imposing menggunakan sanksi dalam mempengaruhi orang lain, sehingga
wishes menunjukkan kemampuan untuk memenuhi persyaratan peran
managerial
Standing out Hasrat untuk mengambil posisi khas dari sifat unik dan sangat terlihat di
from group bagian yang berperan kongruen untuk pekerjaan managerial
Routine Hasrat untuk memnuhi persyaratan peran managerial mengenai kegiatan
administrativ yang sering dikaitkan dengan pekerjaan managerial yang bersifat
e functions administratif sehari-hari

Tabel 14-2: Subskala Miner Sentence Completion Scale (MSCS)


Untuk menentukan jumlah relatif yang mempengaruhi penilaian proyektif terhadap
penilaian staf, peringkat proyektif berkorelasi dengan penilaian keseluruhan prediksi staf
terhadap potensial manajemen pada masing-masing individu. Semakin tinggi korelasi,
semakin besar pengaruh laporan proyektif mengenai penilaian staf. Peringkat tersebut juga
berkorelasi dengan indeks kenaikan gaji yang ditunjukkan oleh kandidat 7 sampai 9 tahun
setelah penilaian. Hasil ini dipresentasikan secara terpisah untuk pria tamatan perguruan
tinggi dan yang bukan tamatan perguruan tinggi pada Tabel 14-3.
12
Meskipun pada umumnya korelasi itu sederhana, dua poin patut diperhatikan.
Pertama, variabel laporan proyektif yang berkorelasi tertinggi dengan prediksi staf juga
berkorelasi paling tinggi dengan kemajuan manajemen (yaitu, indeks gaji). Kedua, variabel
motivasional (misal, motivasi berprestasi, kemauan untuk menerima peran kepemimpinan)
terkait erat dengan kemajuan manajemen daripada variabel penyesuaian yang disesuaikan
(misalnya, optimisme, penyesuaian umum). Singkatnya, hasil ini menunjukkan bahwa
teknik proyektif dapat menghasilkan prediksi yang berguna saat ditafsirkan sesuai dengan
motivasi yang relevan dengan manajemen (Grant et al., 1967).
Cerita ini tidak berakhir di sini. Tanggapan TAT untuk 237 manajer yang masih
dipekerjakan oleh perusahaan telah diseleksi bertahun-tahun kemudian dalam kaitannya
dengan tiga konstruksi motivasi yang membutuhkan kekuatan, prestasi, dan afiliasi (yang
selanjutnya disebut nPow, nAch, and nAff). Dalam karya sebelumnya, McClelland dan
Burnham (1976) menemukan bahwa pola motif yang khas, yang disebut "Pola Motivasi
Kepemimpinan" (Leadership Motivational Pattern / LMP), terkait dalam keberhasilan
manajemen: nPow sedang sampai tinggi, nAff rendah, dan penghambatan aktivitas yang
tinggi (kendala pada kebutuhan untuk mengekspresikan kekuasaan).

Penjelasan teoritis untuk LMP adalah sebagai berikut. NPow tinggi itu penting13
karena berarti orang tersebut tertarik pada "permainan pengaruh," yang berdampak pada
orang lain. nAff yang lebih rendah penting karena memungkinkan seorang manajer
membuat keputusan yang sulit tanpa mengkhawatirkan karena tidak disukai; dan
pengendalian diri yang tinggi penting karena ini berarti orang tersebut cenderung
memperhatikan sistem organisasi dan mengikuti prosedur tertib (McClelland, 1975).
Ketika respons TAT yang tersimpan terkait dengan tingkat pekerjaan manajerial 16
tahun kemudian, LMP dengan jelas membedakan manajer senior di pekerjaan non-teknis
dari rekan mereka yang kurang senior (McClelland dan Boyutzis, 1982). Kenyataannya,
kemajuan dalam manajemen setelah 8 dan 16 tahun sangat berkorelasi (r75), dan perkiraan
keterkaitan antara LMP dan pengembangan manajemen adalah 0,33. Ini mengesankan,
mengingat semua faktor lain (seperti kemampuan) yang juga mungkin mengarah ke
kemajuan dalam birokrasi selama periode 16 tahun.
nAch tinggi dikaitkan dengan kesuksesan di tingkat pekerjaan manajemen
nonteknik yang lebih rendah, di mana promosi lebih bergantung pada kontribusi individu
daripada pada tingkat yang lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan temuan di antara supervisor
lini pertama yang terkait dengan kinerja dan sikap bawahan yang baik, tidak memerlukan
kekuatan atau LMP (Comelius and Lane, 1984). Pada tingkat yang lebih tinggi, di mana
promosi bergantung pada kemampuan yang ditunjukkan untuk mengelola orang lain, nAch
tinggi tidak terkait dengan kesuksesan.
Sedangkan nAch tinggi nampaknya tidak terkait dengan kesuksesan manajerial di
birokrasi, namun sangat terkait dengan kesuksesan sebagai pengusaha (Boyatzis, 1982).
Sedangkan untuk manajer teknis, LMP tidak memprediksi siapa yang kurang atau lebih
cenderung dipromosikan ke tingkat manajemen yang lebih tinggi di perusahaan, namun
kelancaran verbal jelas terjadi. Orang-orang ini mungkin dipromosikan untuk kompetensi
teknis mereka, di antaranya adalah kemampuan untuk menjelaskan apa yang mereka
ketahui. Dengan mempertimbangkan temuan ini, bersama dengan MSCS, satu kesimpulan
adalah bahwa kebutuhan dan kemandirian untuk menggunakan kekuatan mungkin penting
bagi kesuksesan manajerial hanya dalam situasi di mana keahlian teknis tidak penting
(Cornelius and Lane, 1984).
14
Dua kritik dari TAT adalah bahwa hal itu tunduk pada bias keinginan sosial (Arnold
dan Feldman, 1981) dan bahwa hal itu memerlukan analisis content dari setiap tanggapan
tertulis masing-masing oleh pemberi skor yang terlatih. Job Choice Exercise (JCE) telah
dikembangkan (Stahl dan Harell, 1982) untuk mengatasi masalah ini. JCE mewajibkan
subjek membuat 24 keputusan tentang daya tarik dari hipotetis pekerjaan yang dijelaskan
dalam kriteria untuk nPow, nAch. dan nAff (lihat Gambar 14-1).

Gambar 14-1 berisi salah satu pekerjaan dari JCE. Pada bagian skala "further
information" dan "Decision B" sudah terisi. Untuk menghitung skor untuk setiap motif -
nPow, nAch, dan nAff - nilai Decision A mengalami kemunduran pada tiga kriteria. Studi
yang dilakukan dengan berbagai sampel menunjukkan bahwa JCE benar-benar mengukur
nPow, nAch, dan nAff, uji coba ulang dan reliabilitas konsistensi internal berkisar antara
0,77 sampai 0,89; bahwa motif ini membedakan manajer dari nonmanajer; bahwa tidak ada
perbedaan antara jenis kelamin atau ras pada JCE, dan bahwa JCE tidak tunduk pada bias15
keinginan sosial. JCE dikelola sendiri dan memerlukan waktu 15 sampai 20 menit untuk
menyelesaikannya. Selain itu, hal itu tidak berkorelasi secara signifikan dengan MSCS
(Stahl, 1983; Stahl, Grigsby, dan Gulati, 1985). Mengingat hasil ini, JCE lebih
memperhatikan alat penelitian dan sebagai alat praktis untuk memilih manajer.

Personal History Data


Informasi biografi telah digunakan secara luas dalam pemilihan manajerial
memanfaatkan fakta sederhana bahwa salah satu prediktor terbaik perilaku masa depan
adalah perilaku masa lalu. Sayangnya, seperti telah kita lihat, pendekatan ini lebih
dikarakterisasi lebih empiris dibandingkan dengan rumusan teoritis dan pengujian hipotesa
yang ketat. Namun, di sisi positif, item tersebut tidak mengancam, dan oleh karena itu,
mungkin bukan sebagai subjek untuk distorsi sebagaimana khasnya inventory kepribadian
(cascio, 1975).
Satu review menemukan bahwa di tujuh penelitian (total N = 2.284) di mana data
riwayat pribadi digunakan untuk meramalkan keberhasilan dalam manajemen, validitas
rata-rata sangat dihargai yaitu 0,38. Ketika digunakan untuk memprediksi keberhasilan
penjualan menunjukkan hasil 0,50, dan ketika digunakan untuk memprediksi keberhasilan
dalam sains / teknik menunjukkan hasil 0,41 (Reilly dan Chao, 1982). Studi lain meneliti
hubungan antara pengalaman perguruan tinggi dan kemudian kinerja manajerial di AT&T
(Howard, 1986). Pilihan utama (humaniora, ilmu sosial, bisnis versus teknik) dan kegiatan
ekstrakurikuler keduanya secara valid meramalkan keterampilan interpersonal yang sangat
penting bagi perilaku manajerial.
Setelah meninjau literatur tentang studi aktuaria tentang kesuksesan manajerial.
Campbell dkk. (1970) menyimpulkan:
Yang mengesankan adalah bahwa indikator keberhasilan dan prestasi masa lalu
dapat digunakan dengan cara yang obyektif untuk mengidentifikasi orang-orang dengan
peluang yang berbeda untuk sukses dalam jangka panjang dalam karir manajemen
16
mereka. Orang-orang yang sudah awam, dewasa, ambisius, energik dan bertanggung
jawab dan yang memiliki catatan pencapaian sebelumnya saat mereka memasuki sebuah
organisasi berada dalam posisi yang sangat baik untuk mendapatkan keuntungan dari
kesempatan pelatihan dan dari lingkungan organisasi yang menantang [hlm. 196].

Peer Assesment
Dalam paradigma Peer assesment yang khas, penilai diminta untuk memprediksi
seberapa baik rekan kerja akan melakukannya jika ditempatkan dalam peran kepemimpinan
atau manajerial. Informasi semacam itu dapat mencerahkan, karena rekan kerja biasanya
menggunakan sampel interaksi perilaku yang berbeda (misalnya, sifat yang setara, tidak
supervisor-bawahan) dalam memprediksi keberhasilan manajerial di masa depan. Peer
assesment sebenarnya adalah istilah umum untuk tiga metode dasar yang digunakan oleh
anggota kelompok yang terdefinisi dengan baik dalam menilai setiap kinerja masing-
masing. Peer nomination mengharuskan setiap anggota kelompok untuk menunjuk (tidak
termasuk dirinya sendiri sejumlah anggota kelompok sebagai yang tertinggi (terendah) pada
dimensi kinerja tertentu (misalnya menangani masalah pelanggan). Peer rating,
mengharuskan setiap anggota kelompok untuk menilai setiap anggota kelompok lain pada
beberapa dimensi kinerja yang digunakan, misalnya, beberapa jenis skala penilaian grafis.
Metode terakhir, Peer ranking, mengharuskan setiap anggota kelompok untuk menilai
seluruh anggota kelompok yang lain dari yang terbaik sampai yang terburuk pada satu atau
lebih faktor.
Ulasan lebih dari 50 penelitian relevan dengan ketiga metode penilaian rekan kerja
(Kane dan Lawler, 1978; 1980, Mumford, 1983. Schmitt, Gooding et al., 1984)
menemukan bahwa semua metode menunjukkan reliabilitas yang memadai (rata-rata r =
0,43), dan bebas dari bias. Namun, ketiga metode tersebut tampaknya dapat diterapkan
pada kebutuhan penilaian yang agak berbeda. Peer nomination paling banyak terjadi dalam
membedakan orang dengan atau tingkat pengetahuan, keterampilan, atau kemampuan
ekstrim (rendah tinggi) dari anggota kelompok mereka. Misalnya peer nomination untuk17
taruhan terbaik untuk tanggung jawab manajemen puncak berkorelasi 0,32 dengan
kemajuan pekerjaan 5 sampai 10 tahun kemudian (Shore et al., 1992).
Peer rating paling efektif dalam memberikan umpan balik, sementara peer ranking
mungkin paling baik untuk membedakan seluruh rentang kinerja pada setiap dimensi.
Tinjauan tersebut mencatat tiga isu penting lainnya dalam peer assesment:
1. Pengaruh persahabatan. Tampak dari bukti penelitian yang luas yang tersedia bahwa
kinerja efektif mungkin disebabkan persahabatan dan bukan pengaruh independen
dari penilaian kinerja yang bias persahabatan. Hasil ini terus berlanjut bahkan ketika
rekan tahu bahwa penilaian mereka akan mempengaruhi keputusan gaji dan
promosi.
2. Kebutuhan kerjasama dalam perencanaan dan perancangan. Peer assesment secara
implisit mengharuskan orang untuk mempertimbangkan informasi istimewa tentang
teman sebayanya dalam membuat penilaian mereka. Dengan demikian mereka
dengan mudah dapat melanggar area yang akan menimbulkan malapetaka dengan
kelompok tersebut atau menyebabkan penolakan untuk membuat penilaian. Untuk
meminimalkan konsekuensi yang merugikan tersebut, sangat penting kelompok
terlibat secara intim dalam perencanaan dan perancangan metode penilaian rekan
kerja yang akan digunakan.
3. Panjangnya interaksi rekan yang dibutuhkan. Tampaknya validitas peer nomination
untuk memprediksi kinerja kepemimpinan berkembang sangat awal dalam
kehidupan kelompok dan mencapai puncaknya setelah tidak lebih dari berminggu-
minggu untuk kelompok intensif. Validitas yang berguna, berkembang hanya dalam
hitungan hari. Dengan demikian, peer nomination mungkin dapat digunakan di
pusat penilaian untuk mengidentifikasi bakat manajerial jika suasana kompetitif
seperti konteks tidak terbukti mendorong bias berlebihan. Kami segera
menambahkan. Bagaimanapun, dalam situasi di mana rekan kerja tidak berinteraksi
secara intensif setiap hari (misalnya agen asuransi jiwa), peer ratings mungkin
merupakan prediktor yang efektif bagi individu dengan pengalaman kurang dari 6
bulan. 18
Singkatnya, penilaian rekan kerja (peer assement) memiliki potensi yang cukup
besar karena prediktor keberhasilan manajerial yang efektif menyediakan model integratif
untuk riset masa depan. Yang pasti, seperti yang Kraut (1975) catat, penggunaan peer
rating di antara para manajer hanya dapat memformalkan sebuah proses di mana para
manajer telah terlibat secara informal.

WORK SAMPLES OF MANAGERIAL PERFORMANCE


Kriteria seharusnya menjadi pengukuran dalam perilaku. Penggunaan perilaku
sampel dalam memprediksi sebuah perilaku administratif (promosi, kenaikan gaji, dll)
dimulai sejak frekuensi individu tidak lagi menjanjikan dalam hal kontrol seperti dalam hal
variabel penghasilan dalam organisasi. Dalam hal untuk memahami sepenuhnya bentuk
perilaku individu di organisasi, pengukuran work-sample sesuai dalam hal pengukuran
observasi perilaku kerja. Dengan demikian akan dipahami bagaimana, dan seberapa besar
seorang individu mempengaruhi kesuksesannya.
Terkhusus pada manager, keefektifan selayaknya hasil dari interaksi individu dan
varabel situasi atau konteks. Manager yang efektif adalah orang yang mengoptimalkan
seluruh sumber daya yang tersedia untuknya. Dalam situasi tes (Flanagan, 1945a):
“Pemilihan situasi menjadi sebuah ciri khusus dimana kinerja individu tersebut akan
diprediksi. (Masing-masing) situasi dibuat cukup kompleks sehinggan membuat individu
yang di tes sangat kesulitan dalam mengetahui reaksi mana yang akan mendapatkan skor
dan variabel apa. Ada begitu banyak bukti informal (face validity) mengenai spontanitas
dan naturalitas individu yang di nilai dalam situasi seperti ini. diharapkan kenaturalan hasil
dalam situasi ini lebih valid dan respon-respon khusus yang diperoleh dari pendekatan-
pendekatan lainnya.”
Tes work-samples merupakan replika miniatur dari kriteria perilaku spesifik yang
seharusnya memilki poin-poin yang saling terkait dengan kriteria tersebut. Hipotesis ini
menerima dukungan kuat dalam review meta-analytic mengenai validitas tes wrok-samples.
(Schmitt, Gooding, et al., 1984).
Dalam seleksi managerial, ada dua tipe tes situasional yang umum digunakan.
19
Group exercises adalah partisipan ditempatkan dalam sebuah situasi yang dalam
penyelesaian tugas dibutuhkan interaksi atau kerjasama antara partisipan-partisipan
tersebut. Individual exercises adalah partisipan ditempatkan untuk menyelesaikan tugas
secara mandiri atau individual. Ada tiga situational test yang banyak dikenal umum yakni
the Leader Group Discussion, the In-Basket Test, dan the Bussiness Game.
1. Leaderless Group Discussion (LGD)
LGD adalah teknik sederhana yang dapat dengan mudah memperdaya orang-orang.
Sebuah grup partisipan secara sederhana diminta untuk berdiskusi mengenai beberapa topic
dalam satu periode waktu (Bass, 1954). Tentu saja face validity akan meningkat apabila
diskusi terkait dengan topik mengenai pekerjaan. Tidak ada pemimpin dalam diskusi.
Raters tidak bergabung dalam diskusi, tetapi bebas dalam melakukan observasi dan menilai
performa masing-masing partisipan.
Reliability. Reliabilitas inter-rater dalam LGD pada umumnya, rata-rata 0,83 (Bass, 1954;
Tziner & Dolan, 1982)
Validity. Korelasi peer rating pada LGD mencapai 0,90 atau lebih tinggi lagi dengan rating
observer, (Kaess, Witryol, and Nolan, 1961), sangat mungkin untuk mengadministrasikan
LGD pada kandidat dengan kelompok besar, dibanding kelompok kecil, dan membuat
mereka saling merating satu sama lain. Gleason (1957) menggunakan prosedur peer rating
untuk melatih militer dan menemukan reliabilitas dan validitas sebaik ketika dengan
menggunakan independent observer.
Effects of Trainning and Experience. Petty(1974) menemukan bahwa berpengalaman
dalam LGD tidak menunjukkan dampak performa rating yang signifikan, sementara
training bisa. Individu yang mendapat pelatihan setidaknya 15 menit terkait sejarah,
perkembangan, instrument rating, dan penelitian terkait LGD mendapat rating yang secara
signifikan lebih tinggi dari individu tanpa training.

2. The in-Basket Test


Merupakan sebuah tes situasional yang didesain untuk simulasi mengenai20
pentingnya aspek posisi manager. Langkah pertama dalam perkembangan in-basket adalah
mendeterminasikan aspek apa dalam tugas managerial yang akan diukur. Meskipun
situasinya relative tidak terstruktur bagi kandidat, maisng-masing kandidat tentu saja
dihadapkan pada satu set kompleks mengenai situasi yang bermasalah. Kesimpulan pada
tes in-basket, masing-masing kandidat meningggalkan di belakang setumpuk catatan-
catatan, memo-memo, surat-surat dan lain sebagainya, yang terdapat rekam tentang
perilaku mereka. Tes tersebut kemudian di skor (dengan deskripsi bukan evaluasi,
mengenai apa yang kandidat lakukan) berdasarkan karakteristik job yang relevan yang
sudah ditentukan sejak awal. Asset terbesar dari tes in-basket adalah: diijinkan pengamatan
secara langsung pada perilaku individu terkait dengan konteks mengenai job-relevant,
standarisasi, dan situasi masalah.
Sebagai tambahan, face validity pada tes in-basket juga didiskriminasikan dengan
baik. Performa in-basket diprediksi berhasil dengan training dimana korelasi rata-rata
mencapai 0,18-0,36 (Borman, 1982; Borman et al., 1983; Tziner & Dolan, 1982).
Pertanyaan yang penting, tentu saja merupakan predictive validity. Tes LGD dan in-basket
hanya menghasilkan sekitar 20% varians yang sama (Tziner & Dollan, 1982), namun
dengan kombinasi LGD dan in-basket diprediksi merupakan prediktor yang kaut dan
berpotensi dalam kesuksesan managerial.
3. The Bussiness Game
Variasi dalam business game terfokus pada efek pengukuran “cognitive
complexity” terhadap performa managerial. Cognitive complexity berfokus pada
“bagaimana” orang berpikir dan bertindak. Tes ini merupakan konten mandiri terkait
pemikiran dan tindakan eksklusif yang sulit untuk dinilai hanya dengan instrument kertas
dan pensil (Streufert, Pogash, dan Piasecki, 1988). Dengan menggunakan simulasi
computer, partisipan mengasumsikan peran managerial (e.g., daerah bencana-koordinasi
kontrol, pemerintah sementara dalam Negara berkembang) dalam satu jam mengerjakan
enam tugas. Simulasi mewakili lingkungan peran managerial yang paling baik dalam
menangani beragamnya aktifitas managerial termasuk tindakan pencegahan, penggunaan
strategi, pencarian informasi, dan penggunaan peluang. Streufert et al. (1988) melaporkan
21
validitas 0,50-0,67 antara pengukuran performa objektif dengan indikator kesuksesand self-
reported.
Individual assessments
Penilaian individu termasuk satu peran pembuatan evaluasi individual oleh psikolog
dengan tujuan pembuatan keputusan HR (Ryan & Sackett, 1989). Hasil survei
menunjukkan bahwa aktifitas umum psikolog I/O, yakni mempekerjakan, promosi, dan
pengembangan manager middle dan upper level. (Ryan & Sackett, 1987). Dalam
pembuatan penilaian, psikolog sangat bergantung pada empat tipe instrument : personal
history form, ability tests, personality and interest inventories & interviews. Personal
history form seringkali digunakan sebagai dasar panduan pertanyaan untuk interview dan
sebagai informasi tambahan, bukan sebagai instrument scoring. Delapan dimensi perilaku
yang biasa dinilai yakni : kemampuan interpersonal, kemampuan penilaian/analisis,
organisasi & perencanaan, intelegensi, kemampuan supervisor, kematangan emosional,
kepemimpinan, dan motivasi.

EFFECTIVENESS OF ALTERNATIVE PREDICTION STRATEGIES


Mari kita pertimbangkan hasil yang dilaporkan oleh Sawyer (1966) dalam
perbandingan strategi penghitungan dan mekanis pengumpulan data dan kombinasionalnya.
Sawyer (1966) menemukan 49 perbandingan dalam 45 studi tentang efisiensi relatif dari
dua atau lebih metode kombinasi penilaian yang berbeda. Dia kemudian memperkirakan
akurasi prediktif (dinyatakan baik sebagai persentase klasifikasi yang benar atau sebagai
koefisien korelasi) yang dihasilkan oleh dua strategi yang terlibat dalam setiap
perbandingan yang sama. Dua strategi disebut gagal ketika untuk membedakan akurasi
yang signifikan menunjukan perbedaan akurasi yang signifikan pada tingkat .05 atau lebih
baik. Seperti pada Tabel 14-4, metode klinis murni tidak pernah lebih unggul daripada
metode perbandingan, sedangkan komposit statikal dan mekanis murni tidak pernah
mengalami metode lain. Singkatnya, metode dengan mekanis menggabungkan prediktor
sangat sesuai untuk penilaian terlepas dari metode yang digunakan mengumpulkan
22
informasi prediktor.
Ada beberapa alasan yang relatif superioritas dari strategi prediksi mekanik (Bass
dan Barrell, 1981. Hill and Barr, 1999). Pertama, keakuratan prediksi mungkin bergantung
pada pembobotan prediktor yang tepat (yang hampir tidak mungkin untuk dinilai secara
akurat). Kedua, metode mekanis terus memasukkan bukti tambahan tentang kandidat dan
dengan demikian meningkatkan akurasi prediktif. Biasanya, seorang pewawancara
cenderung berkoordinasi untuk membuat modifikasi dalam penilaian sebagai bukti baru
yang terakumulasi (bandingkan Bartlett dan Green, 1966). Akhirnya, berbeda dengan
metode yang lebih obyektif, pewawancara atau hakim perlu waspada terhadap kebutuhan,
respons, dan keinginannya sendiri, agar tidak mencemari akomodasinya dari informasi
subjektif pemohon. Lalu, apa peran yang tepat untuk penilaian subjektif? Hasil Sawyer
(1966) menunjukkan bahwa metode penilaian harus digunakan untuk melengkapi metode
mekanis (karena mereka menyediakan contoh informasi perilaku yang banyak) dalam
mengumpulkan informasi tentang manajer, namun prosedur mekanis harus digunakan
merumuskan aturan prediksi yang optimal. Seperti dapat dilihat pada Tabel 14-4, strategi
terbaik untuk semua (yang selalu terbukti sama atau sama baiknya dengan strategi bersaing)
adalah komposisi mekanik dimana informasi dikumpulkan baik oleh mekanika dan dengan23
metode penghakiman namun digabungkan secara mekanis.
ASSESSMENT CENTER
Penilaian pusat adalah sebuah metode, bukan tempat. Ini menyatukan banyak
instrumen dan teknik seleksi manajerial yang telah kita diskusikan. Dengan menggunakan
beberapa teknik penilaian, standarisasi metode pembuatan kesimpulan dari teknik tersebut,
dan menggabungkan beberapa penilai dalam menilai perilaku masing-masing kandidat
meningkatkan kemungkinan berhasil memprediksi kinerja di masa depan secara signifikan
(Cronbach 1990, Taft, 1959). Penelitian tambahan (Byham, 1986. Schmitt, Gooding, et al.,
1984; Gaugler et al., 1987) mendukung hipotesis ini. Persepsi kandidat tentang latihan AC
sangat berkaitan dengan pekerjaan adalah keuntungan, karena hal itu meningkatkan
defensibilitas hukum dan daya tarik organisasi (Smither et al., 1993).
Beberapa prosedur penilaian digunakan oleh ahli psikologi militer Jerman selama
Perang Dunia II. Mereka merasa bahwa tes kertas dan pensil terlalu "atomistik" untuk
pandangan tentang sifat manusia; Oleh karena itu, mereka memilih untuk mengamati
perilaku kandidat dalam situasi kompleks untuk sampai pada penilaian "holistik" atas
reaksinya. Dengan membangun karya ini dan dewan komando pasukan perang une di
Angkatan Darat Inggris pada awal 1940-an, pangkalan strategis AS menggunakan metode
untuk memilih mata-mata selama Perang Dunia ke-2. Setiap kandidat harus
mengembangkan cerita yang akan menyembunyikan identitasnya selama penilaian.
Perusahaan industral pertama yang mengadopsi pendekatan ini adalah AT & T pada tahun
1956 dalam studi kemajuan manajemen. Studi longitudinal ini merupakan penelitian
pengembangan karir manajerial terbesar dan paling prehensif yang pernah dilakukan.
Tujuannya adalah memahami karakteristik apa (kognitif, motivasi, dan sikap) penting untuk
menjadi kemajuan karir para pegawai muda sejak mereka mengambil pekerjaan pertama
mereka di sistem Bell dan saat mereka terus melangkah ke tingkat manajemen menengah
dan atas ( Bray, Campbell dan Grant, 1974) Sampel aslinya (N = 422) terdiri dari 274 pria
perguruan tinggi dan 148 orang nonkontraktor yang dinilai selama beberapa musim panas
dari tahun 1956 hingga 1960. Pada tahun 1965, 174 pria perguruan tinggi dan 145 pria24
nonkatut masih dipekerjakan dengan perusahaan. Setiap tahun (tahun 1956 dan 1965) data
dikumpulkan dari perusahaan pria (e g, diintervensi dengan rekan departemen, atasan
mantan atasan), dan juga dari pria sendiri (terampil, pertanyaan tentang atitudes dan
ekspresi) untuk menentukan kemajuan mereka. Tidak ada informasi tentang kinerja setiap
orang selama penilaian yang pernah diberikan kepada pejabat perusahaan. Tidak ada
kontaminasi data kriteria berikutnya dengan hasil assemen, dan evaluasi staf tidak
berpengaruh terhadap karier pria yang diteliti.

Predictive Validity
Pada bulan Juli 1965, informasi tersedia mengenai kemajuan karir 125 pria
perguruan tinggi dan l44 orang nonkulit yang semula dinilai. Data kriteria termasuk tingkat
agen yang dicapai dan gaji saat ini. Keabsahan prediktif prediktor global penilaian staf
adalah 0,44 untuk laki-laki perguruan tinggi dan 0,71 untuk laki-laki nonkulit. Dari 38
perguruan tinggi yang dipromosikan ke posisi manajemen menengah, 31 (82%)
mengidentifikasi 20 orang nonkontraktor yang dipromosikan menjadi pertengahan yang
diasuransikan secara tepat oleh staf AC. Manajemen yang benar diidentifikasi dengan
benar. Pada awalnya, dari 72 pria (baik perguruan tinggi maupun non-perguruan tinggi)
yang tidak dipromosikan, staf AC mengidentifikasi dengan benar 68 (94%). Periset
melakukan penilaian kedua selama 8 tahun, dan mereka mengikuti kemajuan para peserta
selama tahun-tahun berikutnya (Bray dan Howard, 1983). Hasil dua set dari prediksi dalam
peramalan pergerakan selama periode 20 tahun melalui hirarki pengelolaan tingkat 7 yang
ditemukan di perusahaan operasi Bell ditunjukkan pada Gambar 14-2. Hasil ini sangat
mengesankan sehingga penggunaan metode operasional telah menyebar dengan cepat. Saat
ini, beberapa ribu organisasi bisnis, pemerintah, dan nirlaba di seluruh dunia menggunakan
metode AC untuk meningkatkan keakuratan keputusan seleksi manajerial mereka, untuk
membantu menentukan kebutuhan pelatihan dan pengembangan individual, dan untuk
memfasilitasi perencanaan SDM yang lebih akurat. Mengingat popularitas pendekatan yang
luar biasa ini, kami akan memeriksa beberapa aspek operasi AC (level, length, size staff,
25
dll). Serta beberapa penelitian mengenai validitasnya.
Level of Assessment
Tingkat Penilaian Sejak studi perintis oleh Bray dan rekan-rekannya di AT & T,
aplikasi baru metode AC telah berkembang hampir tidak ada cae setiap tahun. Ada cara
terbaik untuk menyusun pusat, dan desain, konten, administrasi, dan biaya spesifik pusat
berfluktuasi dengan kelompok sasaran dan juga dengan tujuan dari pusat penelitian.
Beberapa perusahaan menggabungkan penilaian dengan pelatihan sehingga setelah
kebutuhan pembangunan diidentifikasi melalui proses penilaian, pelatihan dapat dimulai
segera memanfaatkan motivasi karyawan. Tinjauan tentang penerapan metodologi AC yang
sukses secara dominan (bandingkan Klimoski dan Brick, 1987) menggarisbawahi
fleksibilitas metode dan potensinya untuk mengevaluasi keberhasilan dalam banyak
pekerjaan yang berbeda. Karena sulit untuk menentukan keterampilan pengawas di
kebanyakan pekerjaan nonmanagement, yang paling sering digunakan untuk penggunaan
AC adalah identifikasi pengawasan tingkat pertama yang potensial (Byham, 1986). Dengan
26
meningkatnya keteraturan, bagaimanapun, metode ini digunakan pada tingkat manajemen
yang lebih tinggi. Di sini, pusat berfokus pada pengembangan diri dan perencanaan karir
yang merangsang melalui pengetahuan diri yang meningkat. Penilaian tingkat atas berfokus
pada perencanaan jarak jauh, desain organisasi, dan masalah masyarakat yang lebih luas.
Misalnya, kandidat untuk posisi eksekutif senior sering dievaluasi dalam konferensi pers
simulasi (Byham, 1986).

Length and Size


Panjang dan Ukuran dengan tingkat pusat biasanya bervariasi dari penilaian
kandidat. Pusat pengawasan tingkat pertama hanya berlangsung 1 hari, sedangkan pusat
manajemen menengah dan tinggi dapat bertahan 2 atau 3 hari. Bila penilaian
dikombinasikan dengan pelatihan, program dapat berjalan 5 atau 6 hari. Saat ini hampir
semuanya organizanons yang menggunakan metodologi AC untuk seleksi atau promosi
juga menggunakannya untuk mendiagnosis kebutuhan uaining. Namun, perubahan besar
dalam lima tahun terakhir adalah jumlah besar nrms yang menggunakan metodologi AC
1986) untuk mendiagnosis kebutuhan pelatihan (Byham, 1971). Bahkan di pusat 2 hari,
penilai biasanya menghabiskan 2 hari tambahan untuk membandingkan pengamatan
mereka dan melakukan evaluasi akhir terhadap masing-masing kandidat. Sementara
beberapa pusat memproses hanya enam orang pada satu proses ume paling banyak 12 Rasio
asesor terhadap peserta juga bervariasi dari sekitar 3 sampai 1 ke l-ke-1 (Gau nle: et al.,
1987).

Assessors and Their Training


Beberapa organisator menggabungkan manajer lini dengan departemen HR atau
anggota staf lainnya sebagai penilai. Beberapa menggunakan asesor psikolog profesional,
namun bukti kumulatif menunjukkan bahwa validitas AC lebih tinggi ketika asesor adalah
psikolog dan bukan manajer lini (Gaugler et al 1987).
Kenaikan reliabilitas substansial dapat diperoleh sebagai hasil pengamat pelatihan.
Dalam satu studi misalnya, reliabilitas inter-rater untuk pengamat yang tidak terlatih adalah
27
46 pada dimensi hubungan manusia dan .58 pada dimensi teknis administratif Bagi para
pengamat yang terlatih, keandalannya adalah .78 dan .90, secara respektif (Ruchands dan
Jaffee, 1972). Sebagai sessors biasanya dilatih dalam teknik wawancara dan umpan balik,
pengamatan perilaku, dan evaluasi perfeksionisme dalam keranjang. Selain itu, asesor
biasanya menjalani latihan sebagai peserta sebelum menilai orang lain. Pelatihan dapat
berlangsung dari 2 hari sampai beberapa minggu tergantung pada kompleksitas pusat
keputusan penilaian, dan manajemen kepentingan melekat pada asesor pelatihan.

Variabilitas semacam itu dalam pelatihan asesor telah mendorong seruan untuk
standarisasi yang lebih, yang harus mencakup:
1. Analisis perilaku asesor
2. Perkembangan dimensi untuk mengukur kinerja penilaian
3. Pengembangan teknik pelatihan untuk merangsang perilaku asesor
4. Metode penilaian kinerja asesor terhadap kompetensi.

Performance Feedback
Proses umpan balik yang bagus sangat penting. Sebagian besar organisasi
menekankan kepada kandidat bahwa AC hanya satu bagian dari proses penilaian. Ini
hanyalah sebuah melengkapi informasi penilaian kinerja lainnya (baik pengawasan maupun
objektif), dan masing-masing kandidat memiliki kesempatan kerja untuk menolak wawasan
negatif yang didapat dari penilaian. Secara empiris, ini telah terbukti menjadi kasusnya
(London dan Stumpf, 1983).
Bagaimana dengan kandidat yang kurang baik di pusat? Organisasi dibenarkan
terkait tingkat turnover di antara anggota kelompok ini yang banyak di antaranya
merupakan investasi besar oleh perusahaan dalam pengalaman dan expeni teknis akan
tinggi. Untungnya, tampaknya ini bukan Kraut dan Scott (1972) yang meninjau kemajuan
karir 1.086 calon non-manajemen yang telah diamati pada 1BM sampai 6 tahun. Analisis
tingkat pemisahan menunjukkan bahwa proporsi karyawan berprestasi rendah dan tinggi
yang meninggalkan perusahaan tidak berbeda secara signifikan. 28

Reliability of the Assessment Process


Keandalan Proses Penilaian Keandalan antar-penilai bervariasi di seluruh penelitian
dari rata-rata sekitar .60 sampai lebih dari .95 (Adams dan Thornton, 1989, Schmitt 1977).
Dengan demikian raten cenderung menilai aspek kinerja yang serupa pada kandidat. Dalam
hal stabilitas temporal, pertanyaan penting menyangkut sejauh mana penilaian dimensi
yang dilakukan oleh penilai individual berubah dari waktu ke waktu (yaitu, dalam tugas 6
bulan sebagai penilai). Bukti mengenai masalah ini diberikan oleh Sacketi dan Hakel
(1979), sebagai hasil dari sebuah studi berskala besar terhadap 719 individu yang dimiliki
oleh empat tim penilai di AT & T. Reliabilitas inter-rater antar tim bervariasi dari .53
sampai .86, dengan rata-rata keseluruhan .69. Selain stabilitas yang umumnya tinggi, tidak
ada bukti perubahan yang stabil pada tim asesor atau tim asesor berdasarkan penilaian dari
waktu ke waktu. Oleh karena itu, dalam praktiknya, tidak banyak perbedaan apakah
seorang individu dinilai selama bulan pertama atau keenam bahwa tim penilai bekerja
sama. Terlepas dari perbedaan individu di antara para penilai, pola penggunaan informasi
sangat mirip dengan konsensus tim raung. Dengan demikian, penelitian ini memberikan
dukungan empiris untuk salah satu dasar fundamental metode AC penggunaan beberapa
penilai untuk mengimbangi bias individu, kesalahan pengamatan atau interpretasi, dan tidak
dapat diandalkannya persidangan individu. Standarisasi program AC sehingga masing-
masing kandidat mendapat perlakuan yang relatif sama sangat penting sehingga perbedaan
kinerja dapat dikaitkan dengan perbedaan kemampuan dan keterampilan para kandidat, dan
bukan faktor yang tidak relevan. Konstanta standardisasi meliputi, misalnya:
1. Latihan instruksional - berikan informasi yang sama dengan cara yang sama kepada
semua kandidat
2. Batas waktu - pertahankan secara konsisten untuk menyamakan kesempatan bagi
kandidat untuk melakukan
3. Peran yang ditugaskan - desain dan uji coba mereka untuk menghindari posisi yang
menguntungkan atau menguntungkan bagi kandidat
4. Penilai / kandidat kenalan - meminimalkannya untuk menjaga bias karena paparan29
sebelumnya mempengaruhi evaluasi
5. Assesor konsensus sesi diskusi - melakukan hal yang sama untuk setiap kandidat
6. Latihan penyajian order - gunakan tatanan yang sama agar efek macetnya tidak
mencemari kinerja kandidat.

Validity and Fairness


Pelamar cenderung memandang assessment center (AC) lebih banyak dibandingkan
tes kemampuan kognitif, akibatnya mereka lebih puas dengan proses seleksi, pekerjaan, dan
organisasi (Macan et al., 1994). Tinjauan validitas prediktif AC dan peringkat promosi
umumnya positif. Lebih dari semua jenis criteria, dan lebih dari 50 penelitian berisi 107
koefisien validitas, meta analisis menunjukkan validitas rata-rata untuk AC sebesar 0,37
dengan batas atas dan batas bawah pada interval kepercayaan 95% masing-masing sebesar
0,11 dan 0,63 (Gaugler, et al., 1987). Namun, penelitian juga menunjukkan bahwa
penilaian AC bukanlah predictor yang sama efektifnya untuk semua jenis criteria.
Misalnya, Gaugler, dkk (1987) menemukan hubungan korektif yang diperbaiki (dikoreksi
untuk kesalahan sampling, batasan jangkauan, dan criteria yang tidak reliable) 0,53 untuk
memprediksi potensi, dan hanya 0,63 untuk meprediksi peringkat kinerja supervisor.
Keadilan pemilihan metode assessment center (AC) juga telah ditunjukkan. Dalam
penelitian Huck dan Bray (1976), meneliti faktor penentu penilaian pada perempuan kulit
putih dan perempuan Afria-Amerika, serta hubungan dimensi penilaian terhadap efektivitas
kinerja 1-6 tahun setelah penilaian. Hasilnya sangat mirip dengan kedua kelompok.
Penilian validitas prediktif dan peringkat kinerja pekerjaan adalah 0,41 (kulit putih) dan
0,35 (Afrika-Amerika), serta penilaian validitas prediktif dan peringkat potensi promosi
adalah 0,59 (kulit putih) dan 0,34 (Afria-America). Persamaan regresi untuk kedua
kelompok tidak berbeda secara signifikan. Singkatnya, orang Africa-America tidak boleh
dinilai berbeda dengan orang kulit putih.
Pada 4.346 wanita yang dinilai di AT&T antara tahun 1963 dan 1971, Moses dan
Boehrn (1975) menunjukkan bahwa distribusi penilaian serta peringkat dimensi paling kuat
30
ke tingkat manajemen berikutnya (keseluruhan penilaian, kepemimpinan, pengambilan
keputusan, pengorganisasian, dan perencanaan) sama untuk pria dan wanita. Dalam sebuah
studi, Ritchie dan Moses (1983) menemukan bahwa prediksi AC tentang potensi 1.097
manajer perempuan terkait (r=24) terhadap kemajuan karir mereka 7 tahun kemudian.
Selain itu peringkat dimensi spesifik yang ditugaskan kepada wanita dibandingkan dengan
yang sebelumnya ditugaskan ke pria dalam Studi Kemajuan Manajemen. Keduanya serupa.
Hasil ini menunjukkan bahwa keterampilan yang dibutuhkan seorang wanita untuk maju
dalam manajemen pada dasarnya sama dengan yang dibutuhkan oleh seorang pria.
Perbedaan dalam potensi pengelolaan jauh lebih mungkin dikaitkan dengan perbedaan
individu daripada perbedaan jenis kelamin. Terlepas dari temuan yang menggembirakan
ini, perkembangan gaji dan mobilitas geografis masih menguntungkan pria dibandingkan
wanita yang sama (Stroh, Brett, dan Reilly, 1993). Untuk mengatasi hal ini. perusahaan
harus bergantung pada proses promosi yang seragam. Membuat prosedur promosi yang
dikenal baik oleh semua calon pelamar, dan meningkatkan akuntabilitas pengambil
keputusan (Powell and Butter field, 1994). Manajer laki-laki atau perempuan yang ingin
pindah harus melakukan lima hal dengan baik: (1). ditugaskan ke proyek dengan visibilitas
tinggi, (2). menunjukkan keterampilan penting untuk kinerja pekerjaan yang efektif, (3).
menarik dukungan atasan, (4). menampilkan inisiatif kewirausahaan, dan (5). secara akurat
mengidentifikasi nilai perusahaan (Mainiero, 1994).
Satu hal terakhir mengenai studi validitas prediktif AC patut mendapat penekanan
ulang. Prosedur penilaian berbasis perilaku, yang terkait dengan variabel hasil organisasi
(misalnya pertumbuhan gaji, promosi) yang semuanya ditentukan secara kompleks. Untuk
mencapai pemahaman yang lebih lengkap tentang proses penilaian dan aspek apa dari
perilaku pekerjaan manajerial, masing-masing dimensi penilaian dapat diprediksi, dimensi
penilaian harus dikaitkan dengan kriteria berbasis perilaku. Kemudian, setelah itu kita bisa
mengembangkan teori psikologis komprehensif tentang efektivitas manajerial.

Assessment Center Utility


Dalam sebuah studi terhadap 600 manajer tingkat pertama, Cascio dan Ramos
31
(1986) membandingkan kegunaan prediksi AC dengan yang dihasilkan dari beberapa
wawancara. Dengan menggunakan persamaan utilitas umum (persamaan 13-5), mereka
mengkonfirmasi temuan penelitian sebelumnya (Cascio dan Silbey, 1979), yaitu bahwa
biaya prosedur bersifat insidental dibandingkan dengan kemungkinan kerugian yang terkait
dengan promosi yang salah dalam manajemen. Mengingat perbedaan individu yang besar
dalam kinerja pekerjaan, penggunaan prosedur yang lebih valid memiliki dampak bottom-
line yang substansial. Penggunaan AC untuk memilih manajer menghasilkan peningkatan
kinerja sekitar $4.000 per manajer. Jika rata-rata manajer tetap berada di tingkat pertama
selama 5 tahun, maka gaji bersih per manajer lebih dari S19.000.

Potential Problems
Perhatian dalam penggunaan AC adalah bahwa prosedur penilaian dapat diterapkan
secara sembarangan atau tidak tepat. Misalnya, bukti validitas konten yang terkait sering
digunakan untuk menetapkan keterkaitan pekerjaan AC. Namun, seperti yang dikemukakan
Sackett (1987), demonstrasi semacam itu memerlukan lebih dari sekadar latihan konstruksi
yang cermat dan identifikasi dimensi yang akan dinilai. Bagaimana stimulus disajikan
kepada kandidat (termasuk pilihan respons) dan bagaimana tanggapan kandidat dievaluasi
juga merupakan pertimbangan penting dalam membuat penilaian tentang bukti validitas
konten. Misalnya, meminta kandidat untuk menulis tanggapan terhadap latihan akan tidak
sesuai jika pekerjaan memerlukan tanggapan lisan.
Selain itu, beberapa penelitian lain (Bycio et al., 1937; Gaugler dan Rudolph, 1992;
Gaugler dan Thornton, 1989) menunjukkan bahwa penilai memiliki kapasitas yang terbatas
untuk memproses informasi dan bila semakin kompleks penilaiannya, semakin rentan
terhadap bias. Dengan demikian, pengembang AC harus membatasi tuntutan kognitif yang
ditempatkan pada penilai, mungkin dengan membatasi jumlah dimensi yang dibutuhkan
oleh penilai untuk diproses. Menilai hal yang lebih luas dan bukan sempit seperti
kemampuan interpersonal dibanding fleksibilitas perilaku.
Masalah yang kedua, yang dinyatakan Klimoski dan Strickland (1977), ialah
fenomena criteria yang tidak terlihat dapat meningkatkan validitas penilaian ketika
peringkat global atau pengukuran yang lain efektif digunakan sebagai criteria (seperti, gaji,32
peningkatan pencapaian). Inflasi ini dapat terjadi jika penilai, supervise, dan manajer
tingkat atas memiliki stereotip yang serupa dari manajer yang efektif. Oleh karena itu,
kemungkinan peringkat penilai pada berbagai dimensi dikaitkan erat dengan kinerja actual
pada AC, namun penilaian potensi keseluruhan dapat menimbulkan bias dalam penilaian
mereka. Penilaian berbasis perilaku dapat membantu mengklarifikasi isu-isu tersebut,
namun ada kemungkinan hal tersebut tidak dapat diselesaikan dengan mudah sampai
dilakukan penelitian dimana satu kelompok dari luar organisasi memberikan penilaian AC,
sementara yang lain member data criteria (McEvoy dan Beatty, 1989).
Masalah ketiga ialah membangun validitas. Terdapat studi yang menemukan
konsistensi bahwa korelasi antara dimensi yang berbeda dalam latihan yang lebih tinggi
daripada korelasi antara dimensi yang sama dalam seluruh latihan (Bycio et al., 1987;
Harris et al., 1993; Kleinman, 1993). Bila penilaian AC dianalisis faktor, hasilnya mewakili
faktor latihan, bukan faktor dimensi. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja penilai
merupakan kinerja yang terpenuhi dalam penilaian mereka, bukan dari karakteristik pribadi
yang stabil (Joye et al., 1994). Namun, ketika Schneider dan Schmitt (1992)
membandingkan bentuk latihan (misalnya, bermain peran), konten latihan (desain tugas
yang dilakukan dalam latihan, seperti konseling bawahan dengan atasan), latihan terhitung
sekitar 16% dari variasi metode, sementara efek konten latihan diabaikan. Oleh karena itu,
hal tersebut dapat mencerminkan efek latihan yang benar yaitu kandidat dapat tampil
berbeda satu lawan satu dalam kelompok. Ini berarti penting untuk memodelkan latihan
dalam bentuk hubungan interpersonal yang akan dihadapi kandidat dalam pekerjaan.
Perhatian yang benar pada masalah ini akan memastikan bahwa metode AC digunakan
dengan bijak dan hanya dilakukan dalam situasi yang masuk akal.

Daftar Pustaka:
Cascio, W. F. (1998). Applied Psychology In Human Resource Management 5th Edition.33
America: Prentice-Hall Inc.

Anda mungkin juga menyukai