“Managerial Selection”
Disusun Oleh:
Kelompok 7
Kelas A (Ganjil)
Fakultas Psikologi
Universitas Sumatera Utara
TA. 2017/2018
Kata Pengantar
Puji syukur senantiasa kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat, petunjuk, dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sebaik
mungkin. Adapun makalah ini disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Psikologi
Pengembangan Sumber Daya Manusia. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada
seluruh dosen pengampuh Mata Kuliah Psikologi Pengembangan Sumber Daya Manusia
yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Segenap upaya telah kami lakukan demi
penyusunan makalah ini. Segala kekurangan murni karena keterbatasan kami, mohon maaf
atas segala kekurangan yang terjadi. Kritik dan saran kami terima guna sebagai masukan
dalam penyusunan tugas-tugas berikutnya.
Kelompok 7
i
Daftar Isi
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
At A Glance 1
Criteria of Managerial Selection 1
Approaches to Managerial Selection 3
Instruments of Prediction 5
Work Samples of Managerial Performance 20
Effectiveness of Alternative Prediction Strategies 23
Assessment Center 25
Daftar Pustaka 36
ii
MANAGERIAL SELECTION
AT A GLANCE
Seleksi Manajerial adalah topik yang memerlukan perlakuan terpisah karena adanya
masalah unik yang terkait dengan penggambaran komponen efektivitas manajerial dan
pengembangan ukuran prediktor berbasis perilaku untuk meramalkan keefektifan
manajerial secara akurat. Berbagai teknik pengumpulan data yang tersedi amnecakup
cognitive ability test, objective personality and interest inventories, leadership ability test,
projective devices, personal history data, dan peer ratings. Masing-masing menunjukkan
berbagai tingkat keberhasilan prediktif dalam situasi tertentu.
Baru baru ini penekanan telah beralih padapengembangan tes situasional atau “work
samples” dari perilaku manajerial yang aktual. Tes situasional diterima dengan baik karena
konten validitas, fleksibilitas, dan kemampuan mereka menunjukkan perkiraan keberhasilan
di berbagai tingkat dan dalam pengaturan organisasi seting yang berbeda.
1
Banyak penelitian mengenai prediksi manajerial telah mengggunakan kriteria
objektif, global atau administratif. Langkah global, seperti rangking keefektifan manajerial
secara total dari pengawasan, gaji, atau tingkat organisasi (yang dikoreksi secara statistik
pada usia atau lamanya waktu dalam organisasi) memiliki beberapa keuntungan. Dalam hal
rangking misalnya, karena masing-masing atasan biasanya memberi rangking hanya sebatas
10 manajer terbawah, reliabilitasnya cenderung tinggi. Selain itu juga mencakup perilaku
sampling yang luas dari waktu ke waktu, dan sang manajer memang dinilai atas dirinya
sendiri, bukan atas faktor organisasi yang berada diluar kendalinya. Secara keseluruhan,
manajer dibandingkan langsung dengan rekan-rekannya; standar perbandingan ini dinilai
sesuai karena semua mungkin bertanggung jawab untuk mengoptimalkan sumber daya
dalam jumlah yang sama.
Di sisi lain, pengukuran atau rangking mengenai kesuksesan secara keseluruhan
mencakup banyak faktor. Maka menggunakan kriteria secara objektif seringkali cenderung
“mengaburkan” daripada mengungkapkan dasar perilaku untuk kesuksesan manajerial. Kita
tidak dapat mengetahui secara pasti berapa porsi penilaian global atau kriteria adminsitratif
(mis tingkat perubahan dan gaji) didasarkan pada perilaku kerja yang sebenarnya dan
bagian mana yang disebabkan oleh faktor lain seperti keberuntungan, pendidikan, “having
a guardian angel at the top”, kecerdasan politik, dll.
Singkatnya, kriteria secara global atau administratif memberi tahu kita dimana
seorang manajer berada dalam rangkaian “kesuksesan”. Namun tidak memberi tahu kita
bagaimana dia sampai disana. Yang dibutuhkan adalah pengukuran kinerja berdasarkan
perilaku (behaviorally-based) yang memungkinkan pengamatan sistematis diseluruh
domain perilaku manajerial yang diharapkan. Namun dalam praktiknyam kriteria ini juga
banyak menimbulkan pelanggaran. Termasuk pengambilan sampel yang tidak memadai
dari domain pekerjaan, kurangnya pengetahuan atau kurangnya kerjasama oleh para penilai,
harapan dan persepsi yang berbeda dari penilai (rekan kerja, atasan, dan bawahan),
perubahan dalam pekerjaan atau lingkungan kerja, dan perubahan perilaku manajer.
Untungnya telah dikembangkan metode skala dan metode pelatihan untuk menghilangkan
2
banyak sumber kesalahan tersebut. Namun menerjemahkan pengetahuan untuk itu ke dalam
praktik organisasi sehari-hari membutuhkan proses yang lambat.
3
Mode of Data Combination
INSTRUMENT OF PREDICTION
Cognitive Ability Test
Perlu diketahui bahwa sangat penting untuk membedakan antara tes (yang memiliki
jawaban yang benar dan yang salah) dan inventori (yang tidak). Dalam kasus tes, besarnya
total skor dapat diartikan untuk menunjukkan jumlah kemampuan, lebih besar atau lebih
kecil. Dalam kategori ini kita mempertimbangkan, misalnya, pengukuran kecerdasan
umum; verbal, non-verbal, numerik, dan kemampuan hubungan spasial; kecepatan dan
akurasi persepsi; penalaran induktif; serta pengetahuan dan/atau pemahaman mekanik.
Setelah meninjau ratusan studi yang dilakukan antara tahun 1919 dan 1972, Ghiselli
melaporkan keberhasilan managerial diperkirakan paling akurat dengan tes kemampuan
intelektual umum dan kemampuan perseptual umum. (Korelasi berkisar antara 0,25 dan
0,30). Namun, ketika korelasi itu dikoreksi secara statistik untuk kriteria yang tidak reliabel
dan untuk pembatasan range, validitas tes kemampuan kognitif umum meningkat menjadi
0,53 dan kemampuan perseptual umum meningkat menjadi 0,43. Faktanya, kemampuan
kognitif umum adalah prediktor kuat untuk performa kerja, juga memiliki pengaruh yang
kuat pada pengetahuan pekerjaan, dan berkontribusi pada individu untuk diberi kesempatan
supervisory.
Grimsley dan Jarrett, menggunakan matched-group, desain validitas konkuren
untuk menentukan sejauh mana skor tes kemampuan kognitif dan skor inventory self-
description yang diperoleh selama preemployment assessment yang membedakan manajer
puncak dari manajer menengah. Mereka menggunakan desain matched-group untuk5
mengontrol dua variabel moderator (usia dan pendidikan), yang keduanya dianggap
berhubungan dengan tes kinerja dan untuk prestasi manajerial. Oleh karena itu, masing-
masing dari 50 manajer puncak dipasangkan dengan salah satu dari 50 manajer menengah,
dipasangkan berdasarkan usia dan bidang sarjana ketika di perguruan tinggi. Klasifikasi
sebagai manajer puncak atau menengah (kriteria keberhasilan) didasarkan pada tingkat
tanggung jawab manajerial yang diperoleh di perusahaan dimana subjek bekerja sebelum
penilaian. Desain ini juga memiliki keunggulan lain. Bertentangan dengan studi validitas
konkuren biasa, data ini tidak berkumpul di bawah kondisi penelitian, tetapi lebih dibawah
kondisi karyawan, dari motivasi pelamar kerja.
Dari 10 pengukuran kemampuan mental yang digunakan, 8 diantaranya menyatakan
adanya perbedaan signifikan antara kelompok manajer puncak dan kelompok menengah:
pemahaman verbal (r = 0,18) , kemampuan numerik (r = 0,42) , kecepatan dan akurasi
visual (r=0,41), visualisasi ruang (r = 0,31), penalaran numerik (r = 0,41), penalaran verbal
(r = 0,48), word fluency (r= 0,37) , dan penalaran simbolik (r = 0,31). Grimsley dan Jarret
menyimpulkan bahwa perbedaan dalam nilai tes antara manajer puncak dan menengah
dikarenakan adanya perbedaan mendasar dalam kemampuan kognitif dan kepribadian
daripada pengaruh pengalaman kerja.
Namun, pada saat penelitian ini dilakukan, tidak ada taksonomi yang yang diterima
dengan baik untuk mengklasifikasi personality traits. Peneliti saat ini umumnya sepakat
bahwa ada lima faktor kuat dari kepribadian (“Big Five”) yang dapat berfungsi sebagai6
taksonomi bermakna untuk mengklasifikasikan atribut kepribadian (Digman, 1990):
Extraversion- sociable--sukaberteman, tegas, banyakbicara, danaktif
Emotional Stability--pencemas, depresi, marah, malu, emosional, khawatir,
daninsecure.
Agreeableness--penasaran, fleksibel, percaya, baikhati, koperatif,pemaaf,
berhatilembut, dantoleran
Conscientiousness--dependability (yaitu, berhati-hati, teliti, bertanggungjawab,
terorganisirdanpenuhpersiapan), juga bekerjakeras, berorientasipadaprestasi,
dantekun
Openness to Experience--imajinatif, berbudaya, penasaran, original, berpikiranluas,
cerdas, dansensitifsecara artistik
Satu hal yang ditekankan secara konsisten di semua ulasan, dan disetujui bahwa:
Tampaknya perlu diperhatikan adanya berbagai variabel perbedaan situasional dan
perbedaan individual yang dapat mempengaruhi prediktabilitas efektivitas manajerial.
Perilaku actual yang berkontribusi terhadap berhasil-tidaknya manajerial belum dirancang
secara memadai. Yang pasti, mereka berbeda berdasarkan tingkatan hirarki dalam
manajemen dan organisasi. Sehubungan dengan variabel situasional, Barrick dan Mount
(1993) menemukan bahwa tingkat otonomi pada managerial jobmelunakkan (moderates)
validitas dari Conscientiousness, Extraversion, dan Agreeableness (validitas lebih tinggi
untuk manajer dalam jobs dengan otonomi tinggi).
Kerangka acuan mungkin berbeda tergantung pada sudut pandang seorang rater.
Jadi dari perspektif diri, kepribadian mengacu pada struktur, dinamika, dan proses dalam
diri seseorang yang menjelaskan mengapa ia berperilaku dengan cara tertentu,. Dari
perspektif observer, kepribadian mengacu pada public self seseorang atau reputasi sosial
(yaitu bagaimana ia dipandang orang lain, seperti supervisor, rekan kerja, pelanggan,
teman, atau anggota keluarga).
Sehubungan dengan validitas theory-driven dari pengukuran kepribadian,7
dipertimbangkn sebuah studi oleh Day dan Silverman(1989). Menggunakan desain validitas
prediktif yang benar tanpa kemungkinan kontaminasi kriteria, mereka menyertakan Jackson
Personality Research form sebagai prediktor kesuksesan seorang akuntan. Mereka
berhipotesis bahwa tiga dimensi kepribadian (orientasi terhadap pekerjaan, tingkat
kekuasaan, dan tingkat dan kualitas orientasi antar pribadi) akan berhubungan dengan
komponen penting dari prestasi kerja, di atas dan di luar kontribusi kemampuan kognitif.
Orientasi kerja dihopetasa menjadi penting karena akuntan dalam masalah
organisasi yang memerlukan waktu untuk bekerja berjam-jam dan untuk menyelesaikan
proyek tepat waktu, terutama selama bulan-bulan sibuk. Kekuasaan dianggap berkaitan
negatif terhadap kinerja karena karyawan diharapkan bersikap kooperatif, mampu bekerja
dengan mudah dengan orang lain, dan hormat kepada rekan kerja. Orientasi interpersonal
dihipotesiskan menjadi sangat penting bagi aspek-aspek kinerja yang membutuhkan
interaksi sosial, seperti hubungan klien dan bekerja sama dengan rekan kerja.
Menguji dimensi perilaku dari performa kerja mengungkapkan bahwa beberapa
korelasi tertinggi ditemukan diantara hubungan kepribadian-kinerja. Singkatnya, memilih
pengukuran work-related personality berdasarkananalisa pekerjaan dan organisasi
merupakan elemen mendasar dalam proses seleksi.
Secara umum, fakta menunjukkan bahwa skor pengukuran yang berkembang baik
dari kepribadian normal adalah: (1) stabil untuk waktu yang cukup lama, (2) memprediksi
outcomes penting dari suatu pekerjaan, (3) tidak adanya diskriminasi terkait kelompok atau
etnik nasional, (4) tidak melanggar ketentuan Americans With Disabilities Act, dan (5)
harus selalu digunakan serangkai dengan informasi lain yang didesain untuk menilai
technical skills, pengalaman kerja, dan kemampuan untuk belajar.
Penjelasan teoritis untuk LMP adalah sebagai berikut. NPow tinggi itu penting13
karena berarti orang tersebut tertarik pada "permainan pengaruh," yang berdampak pada
orang lain. nAff yang lebih rendah penting karena memungkinkan seorang manajer
membuat keputusan yang sulit tanpa mengkhawatirkan karena tidak disukai; dan
pengendalian diri yang tinggi penting karena ini berarti orang tersebut cenderung
memperhatikan sistem organisasi dan mengikuti prosedur tertib (McClelland, 1975).
Ketika respons TAT yang tersimpan terkait dengan tingkat pekerjaan manajerial 16
tahun kemudian, LMP dengan jelas membedakan manajer senior di pekerjaan non-teknis
dari rekan mereka yang kurang senior (McClelland dan Boyutzis, 1982). Kenyataannya,
kemajuan dalam manajemen setelah 8 dan 16 tahun sangat berkorelasi (r75), dan perkiraan
keterkaitan antara LMP dan pengembangan manajemen adalah 0,33. Ini mengesankan,
mengingat semua faktor lain (seperti kemampuan) yang juga mungkin mengarah ke
kemajuan dalam birokrasi selama periode 16 tahun.
nAch tinggi dikaitkan dengan kesuksesan di tingkat pekerjaan manajemen
nonteknik yang lebih rendah, di mana promosi lebih bergantung pada kontribusi individu
daripada pada tingkat yang lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan temuan di antara supervisor
lini pertama yang terkait dengan kinerja dan sikap bawahan yang baik, tidak memerlukan
kekuatan atau LMP (Comelius and Lane, 1984). Pada tingkat yang lebih tinggi, di mana
promosi bergantung pada kemampuan yang ditunjukkan untuk mengelola orang lain, nAch
tinggi tidak terkait dengan kesuksesan.
Sedangkan nAch tinggi nampaknya tidak terkait dengan kesuksesan manajerial di
birokrasi, namun sangat terkait dengan kesuksesan sebagai pengusaha (Boyatzis, 1982).
Sedangkan untuk manajer teknis, LMP tidak memprediksi siapa yang kurang atau lebih
cenderung dipromosikan ke tingkat manajemen yang lebih tinggi di perusahaan, namun
kelancaran verbal jelas terjadi. Orang-orang ini mungkin dipromosikan untuk kompetensi
teknis mereka, di antaranya adalah kemampuan untuk menjelaskan apa yang mereka
ketahui. Dengan mempertimbangkan temuan ini, bersama dengan MSCS, satu kesimpulan
adalah bahwa kebutuhan dan kemandirian untuk menggunakan kekuatan mungkin penting
bagi kesuksesan manajerial hanya dalam situasi di mana keahlian teknis tidak penting
(Cornelius and Lane, 1984).
14
Dua kritik dari TAT adalah bahwa hal itu tunduk pada bias keinginan sosial (Arnold
dan Feldman, 1981) dan bahwa hal itu memerlukan analisis content dari setiap tanggapan
tertulis masing-masing oleh pemberi skor yang terlatih. Job Choice Exercise (JCE) telah
dikembangkan (Stahl dan Harell, 1982) untuk mengatasi masalah ini. JCE mewajibkan
subjek membuat 24 keputusan tentang daya tarik dari hipotetis pekerjaan yang dijelaskan
dalam kriteria untuk nPow, nAch. dan nAff (lihat Gambar 14-1).
Gambar 14-1 berisi salah satu pekerjaan dari JCE. Pada bagian skala "further
information" dan "Decision B" sudah terisi. Untuk menghitung skor untuk setiap motif -
nPow, nAch, dan nAff - nilai Decision A mengalami kemunduran pada tiga kriteria. Studi
yang dilakukan dengan berbagai sampel menunjukkan bahwa JCE benar-benar mengukur
nPow, nAch, dan nAff, uji coba ulang dan reliabilitas konsistensi internal berkisar antara
0,77 sampai 0,89; bahwa motif ini membedakan manajer dari nonmanajer; bahwa tidak ada
perbedaan antara jenis kelamin atau ras pada JCE, dan bahwa JCE tidak tunduk pada bias15
keinginan sosial. JCE dikelola sendiri dan memerlukan waktu 15 sampai 20 menit untuk
menyelesaikannya. Selain itu, hal itu tidak berkorelasi secara signifikan dengan MSCS
(Stahl, 1983; Stahl, Grigsby, dan Gulati, 1985). Mengingat hasil ini, JCE lebih
memperhatikan alat penelitian dan sebagai alat praktis untuk memilih manajer.
Peer Assesment
Dalam paradigma Peer assesment yang khas, penilai diminta untuk memprediksi
seberapa baik rekan kerja akan melakukannya jika ditempatkan dalam peran kepemimpinan
atau manajerial. Informasi semacam itu dapat mencerahkan, karena rekan kerja biasanya
menggunakan sampel interaksi perilaku yang berbeda (misalnya, sifat yang setara, tidak
supervisor-bawahan) dalam memprediksi keberhasilan manajerial di masa depan. Peer
assesment sebenarnya adalah istilah umum untuk tiga metode dasar yang digunakan oleh
anggota kelompok yang terdefinisi dengan baik dalam menilai setiap kinerja masing-
masing. Peer nomination mengharuskan setiap anggota kelompok untuk menunjuk (tidak
termasuk dirinya sendiri sejumlah anggota kelompok sebagai yang tertinggi (terendah) pada
dimensi kinerja tertentu (misalnya menangani masalah pelanggan). Peer rating,
mengharuskan setiap anggota kelompok untuk menilai setiap anggota kelompok lain pada
beberapa dimensi kinerja yang digunakan, misalnya, beberapa jenis skala penilaian grafis.
Metode terakhir, Peer ranking, mengharuskan setiap anggota kelompok untuk menilai
seluruh anggota kelompok yang lain dari yang terbaik sampai yang terburuk pada satu atau
lebih faktor.
Ulasan lebih dari 50 penelitian relevan dengan ketiga metode penilaian rekan kerja
(Kane dan Lawler, 1978; 1980, Mumford, 1983. Schmitt, Gooding et al., 1984)
menemukan bahwa semua metode menunjukkan reliabilitas yang memadai (rata-rata r =
0,43), dan bebas dari bias. Namun, ketiga metode tersebut tampaknya dapat diterapkan
pada kebutuhan penilaian yang agak berbeda. Peer nomination paling banyak terjadi dalam
membedakan orang dengan atau tingkat pengetahuan, keterampilan, atau kemampuan
ekstrim (rendah tinggi) dari anggota kelompok mereka. Misalnya peer nomination untuk17
taruhan terbaik untuk tanggung jawab manajemen puncak berkorelasi 0,32 dengan
kemajuan pekerjaan 5 sampai 10 tahun kemudian (Shore et al., 1992).
Peer rating paling efektif dalam memberikan umpan balik, sementara peer ranking
mungkin paling baik untuk membedakan seluruh rentang kinerja pada setiap dimensi.
Tinjauan tersebut mencatat tiga isu penting lainnya dalam peer assesment:
1. Pengaruh persahabatan. Tampak dari bukti penelitian yang luas yang tersedia bahwa
kinerja efektif mungkin disebabkan persahabatan dan bukan pengaruh independen
dari penilaian kinerja yang bias persahabatan. Hasil ini terus berlanjut bahkan ketika
rekan tahu bahwa penilaian mereka akan mempengaruhi keputusan gaji dan
promosi.
2. Kebutuhan kerjasama dalam perencanaan dan perancangan. Peer assesment secara
implisit mengharuskan orang untuk mempertimbangkan informasi istimewa tentang
teman sebayanya dalam membuat penilaian mereka. Dengan demikian mereka
dengan mudah dapat melanggar area yang akan menimbulkan malapetaka dengan
kelompok tersebut atau menyebabkan penolakan untuk membuat penilaian. Untuk
meminimalkan konsekuensi yang merugikan tersebut, sangat penting kelompok
terlibat secara intim dalam perencanaan dan perancangan metode penilaian rekan
kerja yang akan digunakan.
3. Panjangnya interaksi rekan yang dibutuhkan. Tampaknya validitas peer nomination
untuk memprediksi kinerja kepemimpinan berkembang sangat awal dalam
kehidupan kelompok dan mencapai puncaknya setelah tidak lebih dari berminggu-
minggu untuk kelompok intensif. Validitas yang berguna, berkembang hanya dalam
hitungan hari. Dengan demikian, peer nomination mungkin dapat digunakan di
pusat penilaian untuk mengidentifikasi bakat manajerial jika suasana kompetitif
seperti konteks tidak terbukti mendorong bias berlebihan. Kami segera
menambahkan. Bagaimanapun, dalam situasi di mana rekan kerja tidak berinteraksi
secara intensif setiap hari (misalnya agen asuransi jiwa), peer ratings mungkin
merupakan prediktor yang efektif bagi individu dengan pengalaman kurang dari 6
bulan. 18
Singkatnya, penilaian rekan kerja (peer assement) memiliki potensi yang cukup
besar karena prediktor keberhasilan manajerial yang efektif menyediakan model integratif
untuk riset masa depan. Yang pasti, seperti yang Kraut (1975) catat, penggunaan peer
rating di antara para manajer hanya dapat memformalkan sebuah proses di mana para
manajer telah terlibat secara informal.
Predictive Validity
Pada bulan Juli 1965, informasi tersedia mengenai kemajuan karir 125 pria
perguruan tinggi dan l44 orang nonkulit yang semula dinilai. Data kriteria termasuk tingkat
agen yang dicapai dan gaji saat ini. Keabsahan prediktif prediktor global penilaian staf
adalah 0,44 untuk laki-laki perguruan tinggi dan 0,71 untuk laki-laki nonkulit. Dari 38
perguruan tinggi yang dipromosikan ke posisi manajemen menengah, 31 (82%)
mengidentifikasi 20 orang nonkontraktor yang dipromosikan menjadi pertengahan yang
diasuransikan secara tepat oleh staf AC. Manajemen yang benar diidentifikasi dengan
benar. Pada awalnya, dari 72 pria (baik perguruan tinggi maupun non-perguruan tinggi)
yang tidak dipromosikan, staf AC mengidentifikasi dengan benar 68 (94%). Periset
melakukan penilaian kedua selama 8 tahun, dan mereka mengikuti kemajuan para peserta
selama tahun-tahun berikutnya (Bray dan Howard, 1983). Hasil dua set dari prediksi dalam
peramalan pergerakan selama periode 20 tahun melalui hirarki pengelolaan tingkat 7 yang
ditemukan di perusahaan operasi Bell ditunjukkan pada Gambar 14-2. Hasil ini sangat
mengesankan sehingga penggunaan metode operasional telah menyebar dengan cepat. Saat
ini, beberapa ribu organisasi bisnis, pemerintah, dan nirlaba di seluruh dunia menggunakan
metode AC untuk meningkatkan keakuratan keputusan seleksi manajerial mereka, untuk
membantu menentukan kebutuhan pelatihan dan pengembangan individual, dan untuk
memfasilitasi perencanaan SDM yang lebih akurat. Mengingat popularitas pendekatan yang
luar biasa ini, kami akan memeriksa beberapa aspek operasi AC (level, length, size staff,
25
dll). Serta beberapa penelitian mengenai validitasnya.
Level of Assessment
Tingkat Penilaian Sejak studi perintis oleh Bray dan rekan-rekannya di AT & T,
aplikasi baru metode AC telah berkembang hampir tidak ada cae setiap tahun. Ada cara
terbaik untuk menyusun pusat, dan desain, konten, administrasi, dan biaya spesifik pusat
berfluktuasi dengan kelompok sasaran dan juga dengan tujuan dari pusat penelitian.
Beberapa perusahaan menggabungkan penilaian dengan pelatihan sehingga setelah
kebutuhan pembangunan diidentifikasi melalui proses penilaian, pelatihan dapat dimulai
segera memanfaatkan motivasi karyawan. Tinjauan tentang penerapan metodologi AC yang
sukses secara dominan (bandingkan Klimoski dan Brick, 1987) menggarisbawahi
fleksibilitas metode dan potensinya untuk mengevaluasi keberhasilan dalam banyak
pekerjaan yang berbeda. Karena sulit untuk menentukan keterampilan pengawas di
kebanyakan pekerjaan nonmanagement, yang paling sering digunakan untuk penggunaan
AC adalah identifikasi pengawasan tingkat pertama yang potensial (Byham, 1986). Dengan
26
meningkatnya keteraturan, bagaimanapun, metode ini digunakan pada tingkat manajemen
yang lebih tinggi. Di sini, pusat berfokus pada pengembangan diri dan perencanaan karir
yang merangsang melalui pengetahuan diri yang meningkat. Penilaian tingkat atas berfokus
pada perencanaan jarak jauh, desain organisasi, dan masalah masyarakat yang lebih luas.
Misalnya, kandidat untuk posisi eksekutif senior sering dievaluasi dalam konferensi pers
simulasi (Byham, 1986).
Variabilitas semacam itu dalam pelatihan asesor telah mendorong seruan untuk
standarisasi yang lebih, yang harus mencakup:
1. Analisis perilaku asesor
2. Perkembangan dimensi untuk mengukur kinerja penilaian
3. Pengembangan teknik pelatihan untuk merangsang perilaku asesor
4. Metode penilaian kinerja asesor terhadap kompetensi.
Performance Feedback
Proses umpan balik yang bagus sangat penting. Sebagian besar organisasi
menekankan kepada kandidat bahwa AC hanya satu bagian dari proses penilaian. Ini
hanyalah sebuah melengkapi informasi penilaian kinerja lainnya (baik pengawasan maupun
objektif), dan masing-masing kandidat memiliki kesempatan kerja untuk menolak wawasan
negatif yang didapat dari penilaian. Secara empiris, ini telah terbukti menjadi kasusnya
(London dan Stumpf, 1983).
Bagaimana dengan kandidat yang kurang baik di pusat? Organisasi dibenarkan
terkait tingkat turnover di antara anggota kelompok ini yang banyak di antaranya
merupakan investasi besar oleh perusahaan dalam pengalaman dan expeni teknis akan
tinggi. Untungnya, tampaknya ini bukan Kraut dan Scott (1972) yang meninjau kemajuan
karir 1.086 calon non-manajemen yang telah diamati pada 1BM sampai 6 tahun. Analisis
tingkat pemisahan menunjukkan bahwa proporsi karyawan berprestasi rendah dan tinggi
yang meninggalkan perusahaan tidak berbeda secara signifikan. 28
Potential Problems
Perhatian dalam penggunaan AC adalah bahwa prosedur penilaian dapat diterapkan
secara sembarangan atau tidak tepat. Misalnya, bukti validitas konten yang terkait sering
digunakan untuk menetapkan keterkaitan pekerjaan AC. Namun, seperti yang dikemukakan
Sackett (1987), demonstrasi semacam itu memerlukan lebih dari sekadar latihan konstruksi
yang cermat dan identifikasi dimensi yang akan dinilai. Bagaimana stimulus disajikan
kepada kandidat (termasuk pilihan respons) dan bagaimana tanggapan kandidat dievaluasi
juga merupakan pertimbangan penting dalam membuat penilaian tentang bukti validitas
konten. Misalnya, meminta kandidat untuk menulis tanggapan terhadap latihan akan tidak
sesuai jika pekerjaan memerlukan tanggapan lisan.
Selain itu, beberapa penelitian lain (Bycio et al., 1937; Gaugler dan Rudolph, 1992;
Gaugler dan Thornton, 1989) menunjukkan bahwa penilai memiliki kapasitas yang terbatas
untuk memproses informasi dan bila semakin kompleks penilaiannya, semakin rentan
terhadap bias. Dengan demikian, pengembang AC harus membatasi tuntutan kognitif yang
ditempatkan pada penilai, mungkin dengan membatasi jumlah dimensi yang dibutuhkan
oleh penilai untuk diproses. Menilai hal yang lebih luas dan bukan sempit seperti
kemampuan interpersonal dibanding fleksibilitas perilaku.
Masalah yang kedua, yang dinyatakan Klimoski dan Strickland (1977), ialah
fenomena criteria yang tidak terlihat dapat meningkatkan validitas penilaian ketika
peringkat global atau pengukuran yang lain efektif digunakan sebagai criteria (seperti, gaji,32
peningkatan pencapaian). Inflasi ini dapat terjadi jika penilai, supervise, dan manajer
tingkat atas memiliki stereotip yang serupa dari manajer yang efektif. Oleh karena itu,
kemungkinan peringkat penilai pada berbagai dimensi dikaitkan erat dengan kinerja actual
pada AC, namun penilaian potensi keseluruhan dapat menimbulkan bias dalam penilaian
mereka. Penilaian berbasis perilaku dapat membantu mengklarifikasi isu-isu tersebut,
namun ada kemungkinan hal tersebut tidak dapat diselesaikan dengan mudah sampai
dilakukan penelitian dimana satu kelompok dari luar organisasi memberikan penilaian AC,
sementara yang lain member data criteria (McEvoy dan Beatty, 1989).
Masalah ketiga ialah membangun validitas. Terdapat studi yang menemukan
konsistensi bahwa korelasi antara dimensi yang berbeda dalam latihan yang lebih tinggi
daripada korelasi antara dimensi yang sama dalam seluruh latihan (Bycio et al., 1987;
Harris et al., 1993; Kleinman, 1993). Bila penilaian AC dianalisis faktor, hasilnya mewakili
faktor latihan, bukan faktor dimensi. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja penilai
merupakan kinerja yang terpenuhi dalam penilaian mereka, bukan dari karakteristik pribadi
yang stabil (Joye et al., 1994). Namun, ketika Schneider dan Schmitt (1992)
membandingkan bentuk latihan (misalnya, bermain peran), konten latihan (desain tugas
yang dilakukan dalam latihan, seperti konseling bawahan dengan atasan), latihan terhitung
sekitar 16% dari variasi metode, sementara efek konten latihan diabaikan. Oleh karena itu,
hal tersebut dapat mencerminkan efek latihan yang benar yaitu kandidat dapat tampil
berbeda satu lawan satu dalam kelompok. Ini berarti penting untuk memodelkan latihan
dalam bentuk hubungan interpersonal yang akan dihadapi kandidat dalam pekerjaan.
Perhatian yang benar pada masalah ini akan memastikan bahwa metode AC digunakan
dengan bijak dan hanya dilakukan dalam situasi yang masuk akal.
Daftar Pustaka:
Cascio, W. F. (1998). Applied Psychology In Human Resource Management 5th Edition.33
America: Prentice-Hall Inc.