Anda di halaman 1dari 17

KEPEMIMPINAN YANG EFEKTIF DALAM MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

Kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi kesuksesan implementasi


MBS. Kepemimpinan di dalam MBS berkaitan dengan kemampuan kepala sekolah dalam
memimpin sekolahnya. Efektifnya suatu organisasi dalam mencapai tujuan akan sangat
tergantung pada beberapa faktor yaitu pola/gaya kepemimpinan, tingkat kematangan
bawahan, dan iklim organisasi atau budaya organisasi. Menurut Natajaya (2014:58) faktor
terpenting yang dapat menentukan efektivitas dari suatu organisasi termasuk dalam bidang
pendidikan terutama di sekolah adalah faktor kepemimpinan. Pimpinan yang akan
memanajemen bawahan serta mengkondisikan situasi interaksi dalam organisasi, dan
mengelola faktor-faktor organisasi lainnya dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
Sekolah sebagai suatu organisasi sosial merupakan bagian penyelenggaraan dari sistem
pendidikan nasional, yang saat ini telah mengalami perubahan yang sangat besar dalam
berbagai dimensi. Hal ini diakibatkan karena adanya perubahan sistem dan kewenangan
dalam mengatur penyelenggaraan sistem pendidikan nasional, yang awalnya bersifat
sentralistik sesuai dengan UU. No. 2 tahun 1989 kemudian diganti menjadi sistem yang
bersifat desentralisasi sesuai dengan UU No. 20 tahun 2003, telah melahirkan berbagai
kebijakan yang menuntut peran pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota adanya sistem
manajemen, gaya kepemimpinan, dan ketrampilan manajerial yang lebih efektif dalam
penyelenggaraan sistem pendidikan di tingkat mikro atau tingkat sekolah.

A. DEFINISI DAN TEORI KEPEMIMPINAN


Definisi kepemimpinan atau leadership adalah kemampuan dalam mengatur dan
mengelola sebuah organisasi yang mencakup kepentingan organisasi tersebut. Istilah
leadership berkaitan dengan kecakapan, sikap, keterampilan dan pengaruh seseorang
terhadap suatu organisasi. Djatmiko (2002:47) mendefenisikan kepemimpinan sebagai
proses mengarahkan dan mempengaruhi kegiatan yang berhubungan dengan tugas dari
anggota kelompok. Ada tiga implikasi yang penting dari definisi di atas yakni Pertama,
kepemimpinan harus melibatkan orang lain, bawahan, atau pengikut. Kedua,
kepemimpinan melibatkan distribusi yang tidak merata dari kekuasaan di antara pemimpin
dan anggota kelompok. Ketiga, selain secara sah dapat mengarahkan bawahan atau
pengikut mereka, pemimpin juga dapat mempunyai pengaruh.
Kepemimpinan atau leadership tidak dapat dilepaskan dari tanggung jawab seorang
pemimpin ketika memimpin suatu organisasi. Nurkolis (2003 : 153) definisi

Kepemimpinan yang Efektif dalam MBS


kepemimpinan secara luas meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan
organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk
memperbaiki kelompok dan budayanya. Selain itu pemimpin juga mempengaruhi
interprestasi mengenai peristiwa-peristiwa kepada para pengikutnya, pengorganisasian dari
aktivitas-aktivitas untuk mencapai tujuan, memelihara hubungan kerja sama dan kerja
kelompok, perolehan dukungan dan kerja sama dari orang-orang di luar kelompok atau
organisasi.
Mulyasa (2004: 107) menyebutkan bahwa kepemimpinan dapat diartikan sebagai
kegiatan untuk mempengaruhi orang-orang yang diarahkan terhadap tujuan organisasi.
Sumber pengaruh dapat secara formal atau tidak formal. Pengaruh formal ada bila seorang
pemimpin memiliki posisi manajerial di dalam sebuah organisasi, sedangkan sumber
pengaruh tidak formal muncul di luar struktur organisasi formal. Dengan demikian seorang
pemimpin dapat muncul dari dalam organisasi atau karena ditunjuk secara formal. Jadi
kepemimpinan adalah kemampuan atau seni mempengaruhi dan mengarahkan orang lain
atau kelompok melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan tertentu. Adapun komponen
dalam kepemimpinan yaitu:
1. Adanya pemimpin dan orang lain yang dipimpin atau pengikutnya
2. Adanya upaya atau proses untuk mempengaruhi dari pemimpin terhadap orang lain
melalui berbagai kekuatan
3. Adanya tujuan akhir yang ingin dicapai bersama dengan adanya pemimpin itu
4. Kepemimpinan dapat timbul dalam suatu organisasi atau tanpa adanya organisasi
tertentu,
5. Pemimpin dapat diangkat secara formal atau dipilih oleh pengikutnya
6. Kepemimpinan berada dalam situasi tertentu baik situasi pengikut maupun lingkungan
eksternal
Teori tentang kepemimpinan terus berkembang, dalam kepustakaan disebutkan ada
berbagai cara yang efektif dalam mendekati kepemimpinan dan karakteristiknya atau gaya
kepemimpinan seseorang. Pendekatan teori kepemimpinan tersebut mulai dari teori
pendekatan sifat, teori pendekatan perilaku, teori pendekatan situasional, dan teori
kemungkinan pengembangan kepemimpinan pada era desentralisasi ini.
Teori kepemimpinan yang didasarkan pada teori sifat berkembang hingga tahun 1940-
an. Menurut Mulyasa (dalam Natajaya, 2014: 59) teori pendekatan sifat mencoba
menjelaskan keefektivan dan keberhasilan seorang pemimpin dengan bertolak pada asumsi-

Kepemimpinan yang Efektif dalam MBS


asumsi bahwa individu merupakan pusat kepemimpinan seseorang. Kepemimpinan
dipandang sesuatu yang lebih banyak mengandung unsur-unsur individu terutama sifat-sifat
individu itu sendiri. Jadi orang yang memiliki sifat-sifat tertentu yang dipertimbangkan
untuk dapat menduduki posisi sebagai seorang pemimpin. Sifat-sifat yang dimiliki oleh
orang seperti sifat kepribadian, sikap sosial, fisik, atau intelektualnya akan dapat
membedakan orang yang merupakan pemimpin dan yang bukan pemimpin. Berdasarkan
teori ini dianggap bahwa sifat kepemimpinan adalah bawaan manusia sejak lahir atau bakat
bawaan.
Dalam Nurkolis (2003: 155) disebutkan terdapat enam sifat yang membedakan seorang
pemimpin dan bukan pemimpin, yaitu:
1. Ambisi dan energi
2. Keinginan untuk memimpin
3. Kejujuran dan integrasi
4. Rasa percaya diri
5. Inteligensi
6. Pengetahuan yang relevan dengan pekerjaan
Jika seorang memiliki sifat keenam sifat-sifat tersebut maka orang itu bisa menjadi
seorang pemimpin. Dan jika seseorang belum memiliki sifat-sifat itu maka belum bisa
menjadi pemimpin. Namun teori sifat (trait) tidak memberikan bukti kesuksesan seorang
pemimpin. Teori ini masih belum mampu memberikan jawaban yang memuaskan, oleh
karena itu para pakar mengalihkan peerhatiannya pada teori pendekatan perilaku. Teori ini
memfokuskan dan mengidentifikasi perilaku yang khas dari pemimpin dalam melakukan
kegiatan dan usaha mempengaruhi bawahannya.
Selanjutnya yaitu teori pendekatan situasional adalah suatu pendekatan yang
menyoroti perilaku pemimpin dalam situasi tertentu, dengan lebih menekankan
kepemimpinan merupakan fungsi daripada sebagai kualitas pribadi yang timbul akibat
interaksi dengan orang-orang dalam situasi tertentu. Teori kepemimpinan situasional ini
berkembang antara tahun 1960-an sampai 1970-an.
Berdasarkan pandangan teori pendekatan situasional dikembangkan beberapa gaya
kepemimpinan, seperti kepemimpinan kontingensi oleh Fielder dan Chermers (Mulyasa,
2002:112) yang menjelaskan bahwa seorang pemimpin yang efektif akan sangat tergantung
pada hubungan antara pemimpin dengan bawahan, artinya bagaimana seorang pemimpin
dapat diterima oleh bawahannya serta bagaimana persepsi pemimpin terhadap bawahannya.

Kepemimpinan yang Efektif dalam MBS


Kemudian muncul teori dari Reddin yang dikenal dengan teori kepemimpinan tiga dimensi.
Dasar yang digunakan untuk menentukan efektivitas kepemimpinan seseorang adalah
perhatian pada produksi dan tugas, perhatian pada bawahan, dan efektivitas (Mulyasa,
2002:113).
Menurut Komariah dan Triatna (dalam Natajaya, 2014: 61) teori kepemimpinan
sekarang terus mengalami perubahan mengikuti arus globalisasi. Pada masa sekarang terdapat
tiga jenis kepemimpinan yang dipandang refresentatif dengan tuntutan zaman yang sedang
mengalami perubahan khususnya dalam penyelenggaraan sistem pendidikan dengan sistem
desentralisasi pada saat ini. Jenis kepemimpinan yang dimaksud yaitu kepemimpinan
transaksional, visioner dan kepemimpinan transformasional.
Kepemipinan transaksional yang dimaksudkan adalah adalah pemimpin yang
menekankan pada tugas yang diemban oleh bawahan, merancang pekerjaannya, beserta
mekanismenya, bawahan melaksanakannya sesuai dengan kemampuannya, dan di sisi lain
bawahan melakukan tugasnya bukan dalam rangka untuk aktualisasi diri tetapi untuk
mendapatkan intensif sesuai dengan beban pekerjaan dan kemampuannya. Dengan demikian
kepemimpinan transaksional disebut juga dengan adanya dorongan kontingen dalam bentuk
reward dan punishment yang telah disepakati bersama dalam kontrak kerja.
Kepemimpinan yang visioner merupakan kepemimpinan yang memfokuskan
pekerjaan pokoknya pada rekaayasa masa depan yang penuh tantangan. Kepemimpinan
visioner ditandai oleh adanya kemampuan dalam membuat perencanaan yang jelas sehingga
dari rumusan visinya akan tergambar sasaran yang hendak dicapai dari pengembangan
lembaga yang dipimpinnya. Kepemimpinan visioner menuntut pemimpin memiliki
kemampuan merumuskan, megkomunikasikan, mensosialisasikan, mentransformasikan, dan
mengimplementasikan gagasan-gagasan idealnya atau hasil interaksi sosial dengan anggota
organisasi yang diyakini sebagai cita-cita organisasi di masa depan yang harus diraih dan
diwujudkan melalui komitmen semua komponen organisasi (Natajaya, 2014:62).
Menurut Komariah dan Triatna (dalam Natajaya, 2014:62) kepemimpinan
transformasional adalah sebagai suatu proses yang pada dasarnya para pemimpin dan
pengikutnya saling menaikkan diri ke tingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi.
Kepemimpinan transformasional memerlukan pemimpin yang memiliki wawasan jauh ke
depan dan berupaya untuk memperbaiki dan mengembangkan organisasi untuk di masa
depan. Dengan kepemimpinan transformasional ini akan mampu membawa kesadaran
pengikutnya untuk memunculkan ide-ide produktif, hubungan yang sinergik, tanggungjawab,

Kepemimpinan yang Efektif dalam MBS


kepedulian terhadap pendidikan, cita-cita bersama dan nilai-nilai moral, bersama-sama
menerjemahkan visi misi organisasinya. Gaya kepemimpinan transformasional dianggap
mempunyai sisi-sisi yang paling cocok diterapkan zaman sekarang. Kepemimpinan
transformasional memiliki kelebihan yaitu memperhatikan dan menjadikan berbagai sisi
positif yang dijadikan dasar dalam mengembangkan teori kepemimpinan lainnya, baik dalam
teori yang menggunakan pendekatan sifat, pendekatan perilaku, dan pendekatan situasional
semua tercakup di dalamnya.
Kepala sekolah sebagai pemimpin organisasi sekolah dapat berpijak pada berbagai
teori kepemimpinan tersebut. Menghayati dan dan mengaplikasikan dalam menjalankan
tugas-tugas sebagai kepala sekolah sehingga dapat meningkatkan mutu pengelolaan
pendidikan di sekolah.

B. PERBEDAAN PEMIMPIN DAN MANAJER


Pemimpin dan manajer itu berbeda. Tidak semua pemimpin adalah manajer, dan tidak
semua manajer adalah pemimpin. Pemimpin adalah orang yang memiliki kemampuan untuk
mengarahkan dan mempengaruhi orang lain. Seorang pemimpin bisa muncul karena ditunjuk
atau karena keinginan kelompok, sedangkan manajer itu ditunjuk dan memiliki kekuasaan
legitimasi untuk memberi penghargaan ataupun hukuman pada pengikutnya. Kekuatan untuk
mempengaruhi yang dimiliki oleh manajer karena dimilikinya otoritas formal bukan karena
faktor individual seperti kemampuannya (Nurkolis, 2003:158).

Karena memiliki otoritas formal maka manajer memiliki kekuasaan yang merupakan
kekuasaan resmi. Kekuasaan resmi seorang manajer karena kedudukannya dalam organisasi.
Pengarahan ataupun perintah yang diberikan oleh manajer harus dipatuhi. Kekuasaan dan
wewenang seorang manajer dalam suatu organisasi karena posisinya dan bukan karena sifat-
sifatnya atau kemampuan pribadinya. Sehingga seorang manajer belum tentu merupakan
sosok pemimpin yang baik dalam suatu organisasi.

Kata manajer biasanya mengidentifikasikan pada orang-orang yang memiliki posisi


untuk mengarahkan dalam suatu organisasi, mengetahui semua proses dalam organisasi,
mengalokasikan sumber-sumber daya dengan bijaksana, dan mendayagunakan kemungkinan
terbaik terhadap orang-orangnya. Jadi keberadaan manajer sangat erat kaitannya dengan
organisasi, sedangkan pemimpin bisa saja muncul tanpa adanya organisasi.

Kepemimpinan yang Efektif dalam MBS


Menurut Nurkolis (2003: 159) terdapat beberapa perbedaan antara manajer dengan
pemimpin, yaitu (1) pemimpin memikirkan organisasinya dalam jangka panjang, (2)
pemimpin memikirkan organisasi secara lebih luas baik menyangkut kondisi internal,
eksternal, maupun global, (3) pemimpin mempengaruhi pengikutnya sampai di luar batas
kekuasaannya, (4) pemimpin menekankan pada visi dan nilai-nilai yang tidak tampak,
mempengaruhi pengikutnya secara tidak rasional dan elemen-elemen tak sadar lainnya dalam
hubungannya antara pemimpin dan pengikutnya, (5) pemimpin memiliki keterampilan politik
untuk mengatasi konflik yang terjadi diantara pengikutnya, dan (6) pemimpin berpikir dalam
upaya memperbaiki organisasinya.

Nurkolis (2006: 160) menyimpulkan beberapa hal yang membedakan pemimpin dengan
manajer, yaitu:

a) Pemimpin tidak selalu berada dalam sebuah organisasi, sedangkan manajer selalu
berada dalam organisasi tertentu baik formal maupun nonformal
b) Pemimpin bisa ditunjuk atau diangkat oleh anggotanya, sedangkan manajer selalu
ditunjuk
c) Pengaruh yang dimiliki pemimpin karena dimiliki kemampuan pribadi yang lebih
dibandingkan dengan yang lain, sedangkan pengaruh yang dimiliki manajer karena
otoritas formal
d) Pemimpin memikirkan organisasi secara lebih luas dan jangka panjang, sedangkan
manajer berpikir jangka pendek dan sebatas tugas dan tanggung jawabnya.
e) Pemimpin memiliki keterampilan politik dalam menyelesaikan konflik, sementara
manajer menggunakan pendekatan formal-legal
f) Pemimpin berpikir untuk kemajuan dan perbaikan organisasi secara luas, sedangkan
manajer berpikir untuk kepentingan diri dan kelompoknya secara sempit, dan
g) Pemimpin memiliki kekuasaan secara luas, sedangkan manajer hanya memiliki
wewenang saja.

Saat terjun ke dunia kerja termasuk pada dunia pendidikan kita sering mempertanyakan
seperti apa kriteria kepemimpinan dan manajerial yang baik. Pemimpin yang berhasil
memiliki beberapa kriteria tergantung pada sudut pandang atau pendekatan yang digunakan,
seperti sifat, keterampilan, kepribadian, sikap, atau kewenangan yang dimilikinya. Pemimpin
dipandang dari teori kepemimpinan sifat mengacu pada sifat yang dimiliki pemimpin dalam

Kepemimpinan yang Efektif dalam MBS


memahami kepemimpinan yang efektif. Pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang
mampu melakukan sesuatu secara benar (do the right thing) dan menentukan tujuan
organisasi secara tepat. Adapun efektivitas seorang pemimpin dapat diukur melalui dua cara.
Pertama, sebuah tindakan efektif apa bila mencapai tujuan khusus yang ditetapkan. Kedua,
tintakan menjadi efektif berarti melakukan konsentralisasi ulang pada apa yang menjadi tugas
pokok yang seharusnya dilakukan suatu organisasi dan membuang tugas-tugas sampingan
yang tidak perlu.

Nurkolis (2003: 162) mengidentifikasikan sifat-sifat yang berhubungan erat dengan


kepemimpinan adalah kecerdasan, kemampuan untuk bergaul, keterampilan teknis dalam
bidangnya, kemampuan memotivasi orang dan diri sendiri, memiliki kestabilan emosi dan
mampu mengontrol emosi, memiliki keterampilan dalam perencanaan dan pengorganisasian,
memiliki keinginan yang kuat untuk menyelesaikan pekerjaan, kemampuan untuk
menggerakkan kelompok, kemampuan untuk berbuat secara efektif dan efisien dan tegas.
Karakteristik pemimpin yang berhasil memiliki sifat dan keterampilan tertentu. Cirinya antara
lain dapat beradaptasi dengan situasi, peka terhadap lingkungan sosial, ambisius serta
berorientasi pada hasil, tegas, dapat bekerja sama, meyakinkan, mandiri, mampu
mempengaruhi orang lain, energik, tekun, percaya diri, tahan stress, dan memikul tanggung
jawab. Pemimpin yang baik juga harus memiliki bakat-bakat tertentu dalam kepemimpinan.
Bakat pribadi yang dimiliki oleh seorang pemimpin akan sangat berpengaruh terhadap gaya
kepemimpinannya.

Dalam MBS kepala sekolah harus memiliki bakat dalam memimpin sekolahnya. Tanpa
memiliki bakat pemimpin seorang tidak akan mampu menjadi kepala sekolah yang baik.
Kepala sekolah yang tidak memiliki bakat memimpin tidak akan mampu membawa
perubahan yang baik pada sekolahnya dan tentunya tujuan sekolah tidak akan mampu dicapai
sesuai harapan. Menurut Natajaya (2014:78) kepala sekolah harus memiliki sifat
kepemimipinan yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yaitu kepemipinan
Pancasila. Terdapat tiga semboyan yang khas dari kepemimpinan Pancasila yaitu ing ngarso
sung tulodo, ing madio mangun karso, tut wuri handayani. Sifat kepemimpinan tersebut
dijelaskan sebagai berikut, ing ngarso sung tulodo yang artinya sebagai kepala sekolah yang
berdiri tegak paling depan harus mampu memberi contoh atau teladan kepada bawahannya.
Ing madio mangun karso artinya sebagai kepala sekolah yang ideal, apabila ada di tengah-
tengah lingkungan tugasnya dan bijaksana, yaitu mampu memberikan motivasi terhadap

Kepemimpinan yang Efektif dalam MBS


guru-guru dan karyawan agar mencintai profesinya, mampu memberikan solusi terhadap
permasalahan- permasalahan yang dihadapi oleh guru-guru serta mampu menciptakan
suasana yang menyenangkan. Selanjutnya tut wuri handayani artinya sebagai kepala sekolah
hendaknya memberi kebebasan kepada bawahannya untuk bertindak aktif dan kreatif dalam
menjalankan tugasnya, yaitu mampu menjabarkan tugas-tugas sebagai guru dan karyawan,
wakil kepala sekolah dan staf karyawan agar diberikan kesempatan untuk menjabarkan
kebijakan kebijakan kepala sekolah yang dituangkan dalam program, dan administrasi
sekolah yang dikelola oleh karyawan agar dijabarkan sesuai dengan kebutuhannya.

Kepala sekolah dalam MBS sebagai pemimpin sekolah tersebut harus memiliki
kompetensi yang baik. Kompetensi yang harus dimiliki kepala sekolah agar dapat
melaksanakan tugasnya sebagai pemimpin secara efektif yaitu: (1) perilaku yang berorientasi
pada tugas dengan memfokuskan pada kegiatan penyusunan, perencanaan, mengatur
pekerjaan, melakukan koordinasi kegiatan anggota, dan menyediakan peralatan dan bantuan
teknis yang diperlukan, (2) perilaku yang berorientasi hubungan kepala sekolah sebagai
manajer harus mendukung dan membantu guru, konselor, dan karyawan sekolah dalam
memahami dan memecahkan masalah, (3) perilaku partisipatif, kepala sekolah melakukan
pertemuan kelompok yang memudahkan partisipasi, pengambilan keputusan, memperbaiki
komunikasi, mendorong kerjasama, dan memudahkan pemecahan konflik. Kepala sekolah
juga harus memiliki pandangan ke depan. Kepala sekolah hendaknya mampu melakukan
perubahan untuk orientasi masa depan. Kepala sekolah harus memiliki kualitas dalam
memimpin para bawahannya baik itu guru dan staf pegawai sekolah. Kemampuan kepala
sekolah dalam menggerakkan dan mempengaruhi bawahannya sangat penting untuk
mencapai tujuan sekolah yang manajerialnya baik. Kompeten kepala sekolah juga sangat
berpengaruh terhadap kepemimpinan dalam MBS. Kualitas dari kompetensi kepala sekolah
sangat dibutuhkan sehingga tujuan dari sekolah dapat tercapai. Kepemimpinan yang baik
dalam MBS tidak hanya pada kepala sekolah, namun juga kepemimpinan oleh semua
stakeholder sekolah.

Yulk (dalam Nurkolis, 2003: 164) mengemukakan kriteria manajerial terdiri atas ciri
efektivitas manajerial dan keterampilan manajerial.

1. Ciri Efektivitas Manajerial

Kepemimpinan yang Efektif dalam MBS


Manajer yang baik adalah manajer yang bekerja dengan efektif. Ciri-ciri efektivitas
manajerial yang baik menurut Yulk sebagai berikut:
a. Tingkat energi dan toleransi terhadap stres. Ciri efektivitas manajerial menemukan
bahwa tingkat energi, stamina fisik dan toleransi terhadap stress berhubungan dengan
efektivitas manajerial.
b. Rasa percaya diri. Rasa percaya diri sangat erat hubungannya dengan efektivitas dan
kemajuan diri sendiri. Tanpa adanya rasa percaya diri seorang manajer akan sulit
untuk berhasil dalam mempengaruhi dan kecil kemungkinan akan berhasil dalam
mengambil keputusan.
c. Integritas. Integritas berarti perilaku seorang konsisten dengan nilai-nilai yang
menyertainya. Integritas erat kaitannya perilaku dari manajer seperti bersifat jujur,
etis, dan dapat dipercaya. Integritas tinggi yang dimiliki manajer membantunya
dalam mencapai efektivitas manajerialnya. Efektivitas berkaitan dengan seberapa
jujur orang tersebut dan dapat dipercaya.
d. Motivasi kekuasaan. Seseorang yang mempunyai kebutuhan kekuasaan cenderung
untuk mempengaruhi pihak lain untuk memperoleh posisi kewenangan. Kebanyakan
studi menemukan adanya hubungan yang kuat antara kebutuhan akan kekuasaan dan
posisi ke tingkat manajemen yang lebih tinggi dalam organisasi yang besar.
e. Orientasi pada keberhasilan. Orientasi terhadap keberhasilan termasuk sejumlah sikap
yang saling berhubungan, nilai-nilai serta kebutuhan akan keberhasilan, keinginan
untuk unggul, dorongan untuk berhasil, kesediaan untuk memikul tanggung jawab,
dan perhatian terhadap sasaran tugas.
f. Kebutuhan akan afiliasi yang rendah. Manajer yang efektif adalah manajer yang
memiliki afiliasi yang rendah. Kebanyakan afiliasi memiliki hubungan yang negatif
dengan manajerial, sehingga manajer cenderung untuk lebih memperhatikan
hubungan harmonis, mencoba menghindari terjadinya konflik, serta menghindari
terjadinya perbedaan-perbedaan.
2. Keterampilan Manajerial yang Efektif
Keterampilan yang dimiliki seorang manajer untuk menjalankan manajerial yang
efektif menurut Yulk adalah sebagai berikut:
a. Keterampilan teknis, yang termasuk dalam ketrampilan ini yaitu keterampilan
mengenai metode-metode, proses-proses, prosedur serta teknik-teknik untuk
melakukan kegiatan khusus dari suatu unit organisasi. Keterampilan teknis diperoleh

Kepemimpinan yang Efektif dalam MBS


oleh manajer saat menempuh pendidikan formal dalam bidang- bidang yang
terspesialisasi.
b. Keterampilan antarpribadi, yang termasuk dalam ketrampilan ini yaitu keterampilan
dalam hubungan antar individu maupun kelompok seperti kemampuan memahami
perasaan, sikap serta motivasi dari orang lain, sampai kemampuan untuk
mengomunikasikan dengan jelas dan persuasif.
c. Keterampilan konseptual, yang termasuk dalam ketrampilan ini yakni kemampuan
dalam bidang kognitif seperti kemampuan analitis, kemampuan berpikir logis,
kemampuan membuat konsep, serta pemikiran induktif dan pemikiran deduktif.
Dalam arti umumnya ketrampilan konseptual termasuk penilaian yang baik dapat
melihat ke depan, intuisi, kreativitas dan kemampuan untuk menemukan arti dan
penyelesaian peristiwa-peristiwa yang ambisius dan tidak pasti.

C. GAYA DAN KEMAMPUAN KEPEMIMPINAN


Menurut Nurkolis (2003:166) gaya kepemimpinan adalah sikap, gerak-gerik atau lagak
yang dipilih oleh seseorang pemimpin dalam menjalankan tugas kepemimpinannya. Gaya
yang dipakai oleh seorang pemimpin satu dengan yang lain berbeda tergantung situasi dan
kondisi kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan adalah norma perilaku yang digunakan
seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain. Gaya
kepemimpinan menunjukkan secara langsung maupun tidak langsung, keyakinan seorang
pimpinan terhadap kemapuan bawahannya.
Gaya kepemimpinan dalam MBS berkaitan dengan proses mempengaruhi dan
mengarahkan antara para pemimpinnya dengan para pengikutnya. Gaya kepemimpinan dalam
MBS secara khusus adalah gaya kepemimpinan partisipatif, yaitu kecenderungan
kepemimpinan otokratik-delegatif (Nurkolis, 2006: 167). Kepemimpinan partisipatif
menyangkut usaha-usaha yang dilakukan oleh seorang pemimpin dalam mendorong dan
memudahkan orang lain untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Dalam
kepemimpinan partisipatif juga digunakan pendekatan kekuasaan, yaitu secara bersama-sama
membagi kekuasaan (power sharing) dan proses-proses mempengaruhi timbal balik,
pendelegasian kekuasaan, dan konsultasi dengan orang lain untuk memperoleh saran-saran.
Terdapat empat cara pengambilan keputusan dalam kepemimpinan partisipatif secara
teori yang disebut sebagai macam-macam partisipasi. Kecenderungan gaya kepemimpinan
seorang pemimpin akan terlihat dari keempat cara pengambilan keputusan tersebut. Cara-cara

Kepemimpinan yang Efektif dalam MBS


yang dipilih oleh pemimpin dalam mengambil keputusan mencirikan seperti apa gaya
kepemimpinannya. Berikut adalah empat cara pengambilan keputusan dam kepemimpinan
partisipatif.
1) Kepemimpinan otokratik. Dalam kepemimpinan otokratik pemimpin mengambil
keputusan sendiri tanpa menanyakan opini atau saran dari orang lain. Secara
sederhananya kepemimpinan otokratik seorang pemimpin tidak melibatkan orang lain
dalam pengambilan keputusan. Sehingga orang lain tidak berpengaruh dalam
pengambilan keputusan tersebut. Jika dihubungkan dengan kepemimpinan dalam MBS,
maka kepemimpinan otokratik kurang baik jika diterapkan dalam MBS. Hal ini
dikarenakan kepala sekolah yang otoriter tidak akan memberi perubahan yang baik pada
sekolah dan MBS yang baik belum bisa tercapai.
2) Kepemimpinan konsultatif. Dalam kepemimpinan konsultatif seorang pemimpin
mengambil keputusan dengan cara menanyakan opini dan gagasan orang lain kemudian
mengambil keputusan sendiri berdasarkan pertimbangan atas opini dan gagasan orang
lain. Pada kepemimpinan ini orang lain baik itu bawahan atau masyarakat memiliki
peranan dalam pengambilan keputusan. Jika dihubungkan dengan kepemimpinan dalam
MBS maka gaya kepemimpinan konsultatif sudah cocok untuk diterapkan oleh kepala
sekolah, namun kepala sekolah harus benar-benar mempertimbangkan saran-saran yang
diberikan oleh orang lain baik itu guru, staf, siswa, orang tua siswa, ataupun komite
sekolah dalam proses pengambilan keputusan.
3) Kepemimpinan keputusan bersama. Dalam keputusan bersama seorang pemimpin
mengambil keputusan dengan cara bertemu dengan orang lain untuk mendiskusikan
masalah yang akan diputuskan, dan kemudian mengambil keputusan secara bersama-
sama. Gaya kepemimpinan dengan keputusan bersama adalah yang paling baik dalam
MBS, sebab semua pihak memiliki kekuasaan yang sama dalam pengambilan keputusan.
Di sekolah seorang kepala sekolah mengambil keputusan melalui rapat bersama dewan
guru atau melalui rapat komite sekolah bersama orang tua siswa. Rapat tersebut
mempertemukan semua pihak terkait dalam pemecahan masalah, dan semua pihak
berhak untuk menyampaikan gagasan dan pendapatnya selanjutnya keputusan diambil
atas keputusan bersama.
4) Kepemimpinan delegatif, dalam pengambilan keputusan pemimpin memberikan
kewenangan terhadap individu atau kelompok suatu kekuasaan dan tanggung jawab
untuk mengambil keputusan. Individu atau kelompok tersebut diberikan spesifikasi

Kepemimpinan yang Efektif dalam MBS


mengenai batas-batasan mengenai keputusan yang akan diambil. Gaya pemimpin seperti
ini kurang baik diterapkan dalam MBS sebab pengambilan keputusan di sekolah
memerlukan partisipasi semua pihak. Jika hanya individu atau kelompok tertentu yang
mengambil keputusan maka tidak akan diperoleh keputusan yang diharapkan sesuai
dengan MBS.
Menurut Mulyasa (2004: 114) gaya kepemimpinan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
gaya efektif dan gaya tidak efektif. Adapun gaya kepemimpinan yang efektif adalah sebagai
berikut:
a) Executif, gaya ini menunjukkan adanya perhatian baik kepada tugas maupun kepada
hubungan kerja dalam kelompok. Pimpinan berusaha untuk memotivasi anggota dan
menetapkan standar kerja yang tinggi serta mau mengerti perbedaan individu, dan mau
menempatkan individu sebagai manusia.
b) Developer, gaya ini menunjukkan perhatian yang cukup tinggi terhadap hubungan kerja
dalam kelompok dan perhatian minimum terhadap tugas pekerjaan. Pimpinan yang
menganut gaya ini sangat memperhatikan pengembangan individu.
c) Benevolent Authocrat, gaya ini memberikan perhatian yang tinggi terhadap tugas dan
rendah dalam hubungan kerja. Pemimpin yang menganut gaya ini mengetahui secara
tepat apa yang ia inginkan dan bagaimana memperoleh yang diinginkan tersebut tanpa
menyebabkan ketidakseganan di pihak lain.
d) Birokrat, gaya ini memberikan perhatian yang rendah terhadap tugas maupun terhadap
hubungan kerja. Pemimpin yang menganut gaya ini menerima setiap peraturan dan
berusaha memeliharanya dan melaksanakannya.

Sedangkan gaya kepemimpinan yang tidak efektif sebagai berikut:

a) Compromiser, gaya ini memberi perhatian yang tinggi pada tugas maupun hubungan
kerja. Pemimpin yang menganut gaya ini merupakan pembuat keputusan yang tidak
efektif dan sering menemui hambatan dan masalah.
b) Missionary, gaya ini memberi perhatian yang tinggi pada hubungan kerja dan rendah
pada tugas. Pemimpin gaya ini hanya tertarik pada keharmonisan dan tidak bersedia
mengontrol hubungan meskipun tujuannya tidak tercapai.
c) Autocrat, gaya ini memberikan perhatian tinggi pada tugas dan rendah pada hubungan.
Pemimpin yang menganut gaya ini selalu menetapkan kebijaksanaan dan keputusan
sendiri.

Kepemimpinan yang Efektif dalam MBS


d) Deserter, gaya ini memberi perhatian yang rendah pada tugas dan hubungan kerja.
Pemimpin yang menganut gaya ini hanya mau memberi dukungan dan memberikan
struktur yang jelas serta tanggung jawab, hanya pada waktu yang dibutuhkan.

Menurut Nurkolis (2003: 169) kemampuan yang harus dimiliki seorang pemimpin
adalah memiliki visi kreatif untuk organisasinya, memiliki kematangan emosional, memiliki
pemahaman teknologi yang mantap dan implikasinya pada masyarakat, bekerja dalam tim
dan ia mampu mendelegasikan dan memungkinkan anggota tim lain untuk melebihinya,
disiplin dan fair, mencapai prestasi kerja atau keseimbangan hidup, terbuka pada pandangan
luas walaupun tegas, menghargai waktu dan perubahan ekstrem, mampu menghadapi tekanan
dan ketidakpastian, dan menceritakan kebenaran.

Pada umumnya pemimpin memiliki persamaan karakteristik, yaitu (Nurkolis, 2003: 171) :
1) Pemimpin memiliki visi, artinya seorang pemimpin memiliki visi yang jelas di masa
depan untuk dijalankan, memiliki kepercayaan terhadap visinya, serta percaya pada
dirinya untuk menjalankan visi tersebut.
2) Pemimpin memiliki nilai, yaitu seorang pemimpin memiliki kode etik yang jelas serta
memiliki pandangan mana yang benar dan mana yang salah. Pemimpin itu
mempromosikan dan melindungi nilai-nilainya.
3) Pemimpin itu terfokus, yaitu pemimpin berorientasi pada tujuan dengan berfokus pada
gambaran yang besar dan tugas-tugas untuk mencapainya. Pemimpin mengarahkan pada
tujuan, bersikap positif, serta ambisius.
4) Pemimpin itu dinamis, yaitu pemimpin yang enerjik, antusias, percaya diri, dan
petualang. Pemimpin bersedia untuk menerima ide-ide baru. Pemimpin tidak harus orang
yang paling cakap, namun pemimpin adalah orang yang mampu menggunakan semua
kecakapannya.
5) Dalam organisasi kelas dunia yang sesungguhnya, pemimpin perusahaan akan memiliki
visi yang jelas, partisipasi setiap orang, mengarah pada tujuan umum, nilai-nilai umum
yang membimbing perilaku tiap orang, fokus, dan berjuang untuk mencapai tujuan secara
ambisius.

Kepala sekolah merupakan motor penggerak, penentu arah kebijakan sekolah, yang
menentukan bagaimana tujuan-tujuan sekolah dan pendidikan pada umumnya direalisasikan.
Sehubungan dengan MBS, kepala sekolah dituntut untuk dapat meningkatkan efektivitas

Kepemimpinan yang Efektif dalam MBS


kinerja. Kinerja kepemimpinan kepala sekolah dalam MBS adalah segala upaya yang
dilakukan dan hasil yang dicapai oleh kepala sekolah dalam mengimplementasikan MBS.
Pemimpin yang berhasil dalam MBS harus memiliki semua kemampuan-kemampuan
pemimpin. Kepala sekolah harus dapat menerapkan gaya kepemimpinan yang efektif sesuai
dengan situasi dan kebutuhan serta motivasi para guru dan staf. Sehingga pemimpin sekolah
yakni kepala sekolah mampu menjalankan tugas pokok dan fungsinya dengan baik. Gaya
kepemimpinan dan kemampuan memimpin yang dimiliki kepala sekolah sangat berpengaruh
terhadap keberlangsungan sekolah yang dipimpinnya.

D. Kepemimpinan Transformasional dalam MBS


Kepemimpinan transformasional diadopsi oleh kepala sekolah dilatarbelakangi oleh UU
No. 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional 2000-2004 untuk sektor
pendidikan disebutkan akan perlunya pelaksanaan manajemen otonomi pendidikan. Terjadi
perubahan dalam manajemen pendidikan dari sentralistik menjadi desentralistik. Sehingga
proses pengambilan keputusan dalam pendidikan menjadi lebih terbuka, dinamik, dan
demokratis. Proses pengambilan keputusan secara otonom pada pendidikan dasar dan
pendidikan menengah dapat dilakukan secara efektif dengan menerapkan MBS.
Menurut Nurkolis (2003: 172) kepemimpinan transformasional dicirikan dengan adanya
keikutsertaan pengikut dalam proses untuk membangun komitmen bersama terhadap sasaran
organisasi dan memberikan kepercayaan kepada para pengikut untuk mencapai sasaran.
Menurut Burns (dalam Nurkolis, 2003: 172) kepemimpinan transformasional adalah
pemimpin mencoba menimbulkan kesadaran diri para pengikut dengan menyerukan cita-cita
yang lebih tinggi dan nilai-nilai moral. Kepemimpinan tranformasional berbeda dengan
kepemimpinan transaksional yang didasarkan atas kekuasaan birokrasi dan memotivasi para
pengikut demi kepentingan diri sendiri atau individu.
Pendapat Bass (dalam Nurkolis, 2003: 172) kepemimpinan transformasional mampu
mentransformasi dan memotivasi pera pengikutnya dengan cara: (1) membuat mereka
lebih sadar terhadap pentingnya suatu pekerjaan, (2) mendorong pengikut untuk
mementingkan organisasi daripada diri sendiri, (3) mengaktifkan kebutuhan-kebutuhan
pengikut pada taraf yang lebih tinggi (aktualisasi diri).
Berdasarkan karakteristik dari kepemimpinan transformasional maka kepemimpinan
ini disarankan untuk diadopsi dalam implementasi MBS. Karakteristik dari kepemimpinan

Kepemimpinan yang Efektif dalam MBS


transformasional sesuai dengan gaya manajemen pendidikan model MBS. Terdapat
kesamaan kepemimpinan transformasional dengan model manajerial MBS yaitu:
(1) jalannya organisasi tidak digerakkan oleh birokrasi, melainkan kesadaran
bersama,
(2) para pelaku mengutamakan kepentingan organisasi dan bukan kepentingan
pribadi,
(3) adanya partisipasi aktif dari pengikut atau orang yang dipimpin

Tipe kepemimpinan transformasional dapat diterapkan di Indonesia jika budaya


menurut pada atasan atau yang terkenal dengan “asal bapak senang” dan pengikutnya menjadi
penurut. Hal ini dikarenakan saat ini budaya organisasi sekolah cenderung digerakkan oleh
kekuatan birokrasi. Birokrasi tidak sesuai dengan kepemimpinan transformasional dan tidak
bisa melaksanakan manajemen model MBS dengan kepemimpinan birokrasi. Untuk
menerapkan MBS di Indonesia tentunya gaya kepemimpinan birokrasi harus diubah. Langkah
utama untuk mengubah budaya sekolah saat ini adalah dengan memberdayakan kepala
sekolah sebagai pemimpin sekaligus manajer amat kecil. Kepala sekolah cenderung
mengalokasikan waktunya untuk melakukan kegiatan administrasi sekolah. Kepala sekolah
harus mampu menjadi pemimpin dan manajer yang baik dan memenuhi taksonomi Page.
Menurut taksonomi Page kegiatan administrasi hanyalah salah satu dari Sembilan tugas dan
tanggung jawab pemimpin. Tugas dan tanggung jawab lain menurut Page adalah supervise,
perencanaan dan mengorganisasi, pengambilan keputusan, pemantauan indikator-indikator,
pengawasan, mewakilkan, mengoordinasikan dan konsultasi.
Pengangkatan kepala sekolah sangat perlu untuk diubah sistem dan prosesnya. Menurut
Koster (dalam Nurkolis, 2003: 174) kepala sekolah tidak dibekali dengan wawasan dan
kemampuan kepemimpinan serta pengetahuan manajerial yang baik, serta kurang pelatihan.
Pengangkatan kepala sekolah terlalu menekankan pada pertimbangan urutan jenjang
kepangkatan dan mengabaikan faktor kemampuan dalam memimpin lembaga.
Menurut Nurkolis (2003: 174) terdapat tiga hal yang harus dilakukan kepala sekolah
dalam menerapkan kepemimpinan transformasional dalam MBS, yaitu:
1) Kepala sekolah harus mengembangkan visi sekolah secara jelas. Dalam perumusan
visi sekolah hendaknya kepala sekolah melibatkan semua stakeholder dan utamanya
adalah anggota dewan sekolah. Semua pihak harus tahu dan mengerti dengan
sungguh-sungguh strategi untuk mencapai visi tersebut. Visi sekolah harus sejalan

Kepemimpinan yang Efektif dalam MBS


dengan tujuan utama MBS, yaitu meningkatkan hasil belajar siswa dan kinerja sekolah
secara umum.
2) Kepala sekolah harus mengajak stakeholder untuk membangun komitmen dan
kesadaran secara bersama-sama untuk mencapai visi, misi, dan tujuan pendidikan. Hal
ini sangat penting agar semua pihak merasa bertanggung jawab akan keberhasilan
pencapaian tujuan dan tidak ada pihak-pihak yang merasa diabaikan.
3) Kepala sekolah harus lebih banyak berperan sebagai pemimpin daripada sebagai “bos”
yang didasarkan atas kekuasaan. Maka kepala sekolah harus memberikan
kepercayaan, pendelegasian sekaligus pengambil risiko dalam suatu pekerjaan. Kepala
sekolah bukan satu-satunya pihak yang bisa mengambil keputusan di sekolah,
melainkan harus mengajak peran serta dewan sekolah dan pihak-pihak terkait.
Ketika melaksanakan konsep MBS, setiap kepala sekolah harus benar-benar mampu
menjawab tantangan lokal, sebagai komponen setempat ataupun nasional dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa. Kepala sekolah wajib memiliki wawasan yang luas
sehingga dalam mengambil keputusan secara cerdas dan tepat sasaran. Kepala sekolah dalam
MBS akan menjadi sebuah otonom yang wajib menampung kepentingan-kepentingan
setempat, mulai dari pengembangan kurikulum ataupun politisi dan kelompok-kelompok
kepentingan, semuanya perlu didengar dan diberi tempat dalam MBS.

Kepemimpinan yang Efektif dalam MBS


Kepemimpinan yang Efektif dalam MBS

Anda mungkin juga menyukai