adalah proposisi kategorik. Demi lahirnya konklusi maka pangkal umum tempat kita berpijak harus
merupakan proposisi universal, sedangkan pangkal khususnya bisa berbentuk partikular, singular,
ataupun universal yang diletakan di bawah aturan pangkal umumnya. Pangkal khusus bisa menyatakan
permasalahan yang berbeda dari pangkal umumnya atau bisa juga merupakan kenyataan yang lebih
khusus dari permasalahan umumnya. Contohnya:[7]
Proposisi yang menjadi pangkal umum serta pangkal khususnya disebut premis atau muqadimah,
sedangkan proposisi yang dihasilkan dari sintesis kedua premisnya disebut kesimpulan atau konklusi
atau natijah. Sedangkan term yang menghubungkan kedua premis disebut dengan term penengah
(middle term).[8] Contohnya:
M P
S M
Silogisme kategorik memiliki 8 hukum yang terdiri dari dua bagian; bagian I berhubungan dengan
masalah proposisi terdiri dari 4 hukum dan bagian II berhubungan dengan masalah term terdiri dari 4
hukum.[9]
3.1.Hukum-hukum yang Berhubungan dengan Proposisi
1. Apabila salah satu premis particular, maka kesimpulannya harus particular juga, seperti:
2. Apabila salah satu premis negative, maka kesimpulannya harus negatif juga, seperti:
3. Dari dua premis yang sama-sama particular tidak sah diambil kesimpulan, kesimpulan:
4. Dari dua premis yang sama-sama negatif, tidak menghasilkan kesimpulan apa pun, karena tidak ada
mata rantai yang menghubungkan kedua psoposisi premisnya. Kesimpulan dapat diambil bila sedikitnya
salah satu premisnya positif. Kesimpulan yang ditarik dari dua premis negative adalah tidak sah, seperti:
1. Paling tidak satu term menengah harus tertebar (mencakup). Kalau dari dua premis, term
penengahnya tidak tertebar akan menghasilkan kesimpulan yang salah, seperti:
2. Term predikat dalam kesimpulan harus konsisten dengan term predikat yang ada pada premisnya.
Bila tidak, kesimpulan menjadi salah, seperti:
3. Term penengah harus bermakna sama, baik dalam premis mayor maupun premis minor. Bila term
penengah bermakna ganda, kesimpulan akan menjadi lain, seperti:
4. Silogisme harus terdiri dari tiga term, yaitu term subyek, term predikat dan term penengah. Apabila
hanya terdiri dari sebuah term dan dua buah term atau melebihi dari tiga term, maka tidak bisa diambil
kesimpulan.
Absah (valid) berkaitan dengan prosedur penyimpulannya, penyimpulan dapat dikatakan valid apabila
sesuai dengan hukum-hukumnya. Sedangkan benar berkaitan dengan proposisi dalam silogisme itu,
apakah proposisi tersebut didukung atau sesuai dengan fakta atau tidak.[12]
Konklusi silogisme hanya bernilai manakala diturunkan dari premis yang benar dan prosedur yang valid.
Konklusi yang meskipun benar tetapi diturunkan melalui prosedur yang invalid dan psemis yang salah,
maka hal tersebut tidak bernilai, karena dalam silogisme kita tidak menghadirkan kebenaran baru, tetapi
kebenaran yang sudah terkandung pada premis-premisnya.[13]
Bentuk silogisme dibedakan atas letak medium (term penengah = middle term) dalam premis. Ada
empat macam bentuk silogisme, yaitu:[14]
Figur kesatu:
Medium menjadi subyek pada premis mayor dan menjadi predikat pada premis minor. Ketentuan
khusus pada bentuk-bentuk dalam figure ini adalah:
Figur kedua:
Medium menjadi predikat pada premis mayor dan premis minor. Ketentuan khusus bagi bentuk-bentuk
dalam figure ini adalah:
Figur ketiga:
Medium menjadi subyek pada premis mayor dan premis minor. Peraturan khususnya adalah:
Contoh:
Figur keempat:
Medium menjadi predikat pada premis mayor dan menjadi subyek pada premis minor. Peraturan
khususnya adalah:
2. Apabila premis minor negatif, maka premis mayor harus universal.
Contoh:
Bentuk silogisme standar terdiri dari tiga proposisi, tiga term, dan konklusinya selalu disebut sesudah
premis-premisnya. Akan tetapi, bentuk ini dalam pembicaraan sehari-hari jarang digunakan. Kelainan
dari bentuk standar dapat terjadi karena:[15]
3. Hanya terdapat dua premis tanpa konklusi atau hanya terdapat satu premis dan satu konklusi
7. Penutup
Dari pembahasan di atas dapat kita ketahui bahwa silogisme kategorik, memiliki berbagai patokan-
patokan hukum sebagai pembatas dalam menyimpulkan premis-premis yang ada dalam silogisme
tersebut. Apabila dalam penyusunan silogisme hal-hal tersebut dilanggar, maka akan terjadi kerancuan
dalam bentuk silogisme tersebut yang akhirnya tidak akan ditemukan keterkaitan antara kesimpulan dan
premis-premisnya.