Anda di halaman 1dari 10

PEMEGANG SAHAM, DEWAN KOMISARIS DAN DEWAN DIREKSI

Mata Kuliah : Corporate Governance (CG)

Dosen : Dr. Ni Made Dwi Ratnadi, S.E.,M.Si.,Ak.CA.

Disusun oleh:

Made Yuvi Adriana Nugraha (1707531112)

Kadek Asri Damayani (1707531134)

Ni Wayan Nonik Anggita (1707531137)

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2020
1.1 ORGAN-ORGAN DALAM PERSEROAN
a) Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
RUPS adalah lembaga yang sengaja dibentuk untuk memfasilitasi kepentingan para
pemilik/pemegang saham. Tujuan dari adanya RUPS adalah untuk menjamin dan melindungi
hak pemegang saham misalnya terhadap perolehan informasi pada waktu yang tepat, hak
suara dalam rapat pemegang saham, hak partisipasi dalam pemilihan direksi, dan hak
pembagian dividen. Pada UUPT pasal 75 dan 76 menyatakan RUPS adalah sebagai berikut.
1) RUPS mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada direksi atau dewan komisaris,
dalam batas yang dilakukan dalam undang-undang perseroan dan/atau anggaran dasar.
2) Dalam forum RUPS, pemegang saham berhak memperoleh keterangan yang berkaitan
dengan perseroan dari direksi dan/atau dewan komisaris, sepanjang berhubungan dengan
mata acara rapat dan tidak bertentangan dengan kepentingan perseroan.
3) RUPS dalam mata acara lain tidak berhak mengambil keputusan kecuali semua
pemegang saham hadir dan/atau diwakili dalam RUPS dan menyetujui penambahan mata
acara rapat.
4) RUPS dapat diadakan di tempat kedudukan perseroan atau di tempat perseroan
melakukan kegiatan usaha dan harus di wilayah NKRI atau dimanapun dengan
memerhatikan ketentuan.
5) Keputusan dalam RUPS harus bersifat bulat.
b) Direksi
Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas
pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan
Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai
denganketentuan anggaran dasar (UUPT). Dewan Direksi (Board of Directors) di Indonesia
adalah sebutan bagi sekumpulan direktur dalam perusahaan. Dewan direksi diketuai oleh
Managing Director atau Chief Executive Officer (CEO) atau disebut juga Presiden Direktur
atau Direktur Utama. Menurut UUPT Pasal 82 bahwa Direksi bertanggung jawab penuh atas
pengurusan perusahaan untuk kepentingan dan tujuan perusahaan.
c) Dewan Komisaris
Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara
umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi
(UUPT). Dewan Komisaris akan bertindak sebagai governing bodies yang melakukan
pengawasan akan tindak tanduk manajemen sehingga menentukan keberhasilan Corporate
Governance.
d) Internal dan Eksternal Auditor
Internal auditor untuk memberikan jasa konsultasi dan menjamis perusahaan terkait
efisiensi operasional, manajemen risiko, kontrol internal, pelaporan keuangan, serta proses
governance.
e) Komite Audit dan Komite Lainnya
Secara umum terdapat tiga komite dewan komisaris yaitu: komite audit, komite
remunerasi, dan komite nominasi. Di perbankan biasanya ada tambahan berupa komite
corporate governancedan komite pemantau resiko. Komite membantu dewan komisaris
mengawasi kinerja keuangan perusahaan, system akuntansi, pengungkapan laporan
keuangan, dan manajemen risiko.
f) Corporate Secretary (Sekretaris Perusahaan)
Corporate Secretary atau sekretaris perusahaan dibutuhkan untuk memenuhi informasi
yang dibutuhkan oleh para investor yaitu pemegang saham dan kreditur. Peran sekretaris
perusahaan adalah penghubung antara perusahaan dengan stakeholders serta sebagai pejabat
yang harus menjamin kepatuhan perusahaan terhadap Undang-Undang Pasar Modal.
1.2 PEMEGANG SAHAM
Pemegang saham adalah seseorang atau badan hukum yang secara sah memiliki satu atau
lebih saham pada perusahaan. Pemegang saham diberikan hak khusus tergantung dari jenis
saham, termasuk hak untuk memberikan suara (biasanya satu suara per saham yang dimiliki)
dalam hal seperti pemilihan dewan direksi, hak untuk pembagian dari pendapatan
perusahaan, hak untuk membeli saham baru yang dikeluarkan oleh perusahaan, dan hak
terhadap aset perusahaan pada saat likuidasi perusahaan. Namun, hak pemegang saham
terhadap aset perusahaan berada di bawah hak kreditor perusahaan. Ini berarti bahwa
pemegang saham (pesaham) biasanya tidak menerima apa pun bila suatu perusahaan yang
dilikuidasi setelah kebangkrutan.
Menurut Pasal 3 ayat (1) UUPT, pemegang saham Perseroan Terbatas tidak
bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak
bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki. Ketentuan di
dalam pasal ini mempertegas ciri dari Perseroan bahwa pemegang saham hanya bertanggung
jawab sebesar setoran atas seluruh saham dan tidak meliputi harta kekayaan pribadinya.
Namun, masih ada kemungkinan pemegang saham harus bertanggung jawab hingga
menyangkut kekayaan pribadinya berdasarkan Pasal 3 ayat (2) UUPT yang menyatakan
bahwa ketentuan di dalam Pasal 3 ayat (1) tidak berlaku apabila:
a) Persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;
b) Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad
buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi;
c) Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang
dilakukan oleh Perseroan; atau
d) Pemegang saham yang bersangkutan baik secara langsung maupun tidak langsung
melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan, yang mengakibatkan kekayaan
Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan.
1.3 HAK-HAK PEMEGANG SAHAM TERKAIT UNDANG-UNDANG PERSEROAN
TERBATAS
Pasal 52 ayat (1) UUPT menjelaskan bahwa hak pemegang saham terbagi menjadi dua
kategori besar. Pertama, dalam RUPS pemegang saham dapat menyatakan pendapatnya,
menerima dividen, dan menerima sisa kekayaan jika terjadi likiudasi perusahaan. Kedua,
terdapat hak-hak lain yang tersebar (diluar hak-hak yang pertama), antara lain:
a) Hak Perseorangan (Personal Rights)
Pasal 61 ayat (1) UUPT menentukan bahwa setiap pemegang saham berhak menggugat
perseroan ke Pengadilan Negeri (yang daerah hukumnya meliputi lokasi perseroan yang
digugat) apabila dirugikan karena tindakan perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa
alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS, direksi, dan/atau dewan komisaris. Namun,
gugatan tersebut harus dengan dasar dan gugatan merupakan hasil dari keputusan RUPS.
b) Hak Menilai Harga Saham (Appraisal Right)
Pasal 62 ayat (1) UUPT menentukan bahwa pemegang saham berhak meminta kepada
perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar jika ia tidak menyetujui tindakan
perseroan yang merugikan pemegang saham atau perseroan, berupa tindakan a. perubahan
anggaran dasar; b. pengalihan atau penjaminan kekayaan perseroan yang bernilai lebih dari
50% kekayaan bersih; atau c. penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan.
c) Hak Meminta Didahulukan (Pre-Emptive Right)
Pasal 43 ayat (1) dan Ayat (2) UUPT menentukan bahwa (1) saham yang dikeluarkan
untuk penambahan modal harus terlebih dahulu ditawarkan kepada pemegang saham
seimbang dengan pemilikan saham untuk klasifikasi saham yang sama; (2) dalam hal saham
yang akan dikeluarkan untuk penambahan modal merupakan saham yang belum pernah
dikeluarkan, yang berhak membeli terlebih dahulu adalah seluruh pemegang saham sesuai
dengan perimbangan jumlah saham yang dimilikinya.
d) Hak Gugatan Derivatif (Derivative Right)
Hak gugatan derivative diatur dalam Pasal 97 ayat (6) untuk gugatan terhadap direksi dan
Pasal 114 ayat (6) gugatan terhadap komisaris perseroan. Kedua ketentuan ini mengatur
bahwa pemegang saham atas nama perseroan dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan
Negeri terhadap anggota direksi atau komisaris atas tindakan yang merugikan Perseroan.
Apabila gugatan ini dimenangkan, yang berhak menerima pembayaran ganti rugi adalah
perseroan, bukan pemegang saham yang menggugat.
e) Hak Pemeriksaan (Enqueterecht)
Hak pemeriksaan diatur dalam Pasal 138 ayat (3) UUPT. Dengan dasar ini pemegang
saham berhak mengaudit atau memeriksa langsung perseroan guna mendapatkan keterangan
dalam dugaan bahwa perseroan, direksi dan dewan komisaris bertindak melawan hukum
yang merugikan pemegang saham. Untuk menjalankan hak ini, pemegang saham
mengajukan permohonan tertulis beserta alasan kepada Pengadilan Negeri yang daerah
hukumnya meliputi lokasi perseroan berada. Hak ini memungkinkan pemegang saham dapat
mengetahui dengan jelas permasalahan yang terjadi, sehingga dapat mencegah kerugian yang
akan terjadi.
f) Hak Meminta Mengadakan RUPS
Pasal 79 ayat (2) UUPT menentukan bahwa penyelenggraan RUPS dapat dimintakan
oleh satu atau lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili 1/10 atau lebih dari
seluruh saham dengan hak suara yang sah, kecuali anggaran dasar menentukan jumlah yang
lebih kecil. Hal itu harus diajukan kepada direksi dengan surat tercatat disertai alasan dengan
tembusan kepada dewan komisaris. Apabila direksi atau dewan komisaris tidak melakukan
pemanggilan RUPS, maka pemegang saham dapat mengajukan permohonan kepada ketua
Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi lokasi Perseroan berada untuk
menetapkan pemberian izin kepada pemohon melakukan sendiri pemanggilan RUPS
tersebut.
g) Hak Meminta Pembubaran Perseroan
Pasal 144 ayat (1) UUPT menentukan bahwa Direksi, Dewan Komisaris atau satu
pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10 bagian dari jumlah seluruh
saham dengan hak suara, dapat mengajukan usul pembubaran Perseroan kepada RUPS. Hak
ini ada, karena adanya hak pemegang saham untuk mendirikan perseroan dan sekaligus juga
menjadi hak pemegang saham untuk membubarkannya.
1.4 PERLINDUNGAN TERHADAP HAK PEMEGANG SAHAM
a. Perlindungan dari Peraturan
Pada dasarnya, sejak awal perusahaan akan melakukan aktivitas di pasar modal, sudah
disiapkan seperangkat aturan sebagai rangkaian tindakan preventif. Peraturan yang mengatur
tentang syarat, prosedur, dan pelaksanaan emisi saham tersebut merupakan upaya awal
kepada pemegang saham publik, perlindungan tahap berikutnya ada dan antisipasi oleh
peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh OJK sebagai institusi yang berwenang mengawasi
pasar modal di Indonesia. Kepentingan pemegang saham harus dilindungi untuk menciptakan
citra pasar modal yang baik. Selain itu, perlindungan pemegang saham juga telah diatur
secara implisit dalam UUPT.
b. Perlindungan dari Penerapan Good Corporate Governance
Penerapan GCG juga dapat memberi perlindungan bagi pemegang saham karena dalam
GCG terdapat prinsip- prinsip yang dapat melindungi kepentingan para shareholder dan
stakeholder perusahaan. GCG memisahkan fungsi dan kepentingan para pihak dalam
perusahaan, seperti pemegang saham, fungsi pengawas dan fungsi operasional, dan
masyarakat. GCG dijadikan standar yang mengatur perilaku Owner, Direksi, Manajer,
dengan merinci tugas dan wewenang serta bentuk pertanggung jawaban kepada pemegang
saham.
1.5 FUNGSI DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI
UU RI No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas menyatakan bahwa dewan
komisaris merupakan organ perusahaan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum
dan/atau khusus sesuai anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi. Hal terkait
fungsi pengawasan komisaris juga terdapat pada Peraturan OJK No. 33 /POJK.04/2014
Tentang Direksi Dan Dewan Komisaris Emiten atau Perusahaan Publik. Pelaksanaan fungsi
pengawasan diatur dalam Pasal 114 ayat 5 UU RI No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan
Terbatas, yakni: (1) Melakukan pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk
kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan; (2) Tidak
mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan
pengurusan Direksi yang mengakibatkan kerugian; dan (3) Memberikan nasihat kepada
Direksi untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
UU RI No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas menyatakan bahwa direksi
merupakan organ perseroan yang bertanggung jawab atas pengurusan perseroan untuk
kepentingan perseroan, berdasarkan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan,
baik di dalam maupun di luar pengadilan berdasarkan ketentuan anggaran dasar. Pelaksanaan
fungsi operasional diatur dalam Pasal 97 ayat 5 UU RI No. 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas, yaitu: (1) Melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian
untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan; (2) Tidak mempunyai
benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang
mengakibatkan kerugian; (3) Mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya
kerugian tersebut; dan (4) Melaksanakan tugas dengan transparan.
1.6 TANGGUNG JAWAB DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI
a) Tanggung Jawab Dewan Komisaris
Melihat fungsi ataupun tugas yang harus dijalankan oleh seorang dewan komisaris, maka
tanggung jawab yang harus dipenuhi yaitu pengawasan yang dilaksanakan bertanggung
jawab pada kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai
Emiten atau Perusahaan Publik maupun usaha Emiten atau Perusahaan Publik (Berdasarkan
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 33 /POJK.04/2014 Tentang Direksi Dan Dewan
Komisaris Emiten atau Perusahaan Publik). Pada Pasal 114 UU RI No. 40 Tahun 2007
Tentang Perseroan Terbatas.
Jika perusahaan mengalami kerugian maka dewan komisaris harus ikut bertanggung
jawab apabila yang bersangkutan bersalah ataupun lalai dalam menjalankan tugasnya. Jika
perusahaan mengalami kepailitan karena kelalain dewan komisaris di dalam melakukan
pengawasan terhadap pengurusan direksi maka dewan komisaris juga bertanggung jawab.
b) Tanggung Jawab Direksi
Tanggung jawab yang dilaksanakan oleh direksi yaitu atas pengurusan Emiten atau
Perusahaan Publik untuk kepentingan Emiten atau Perusahaan Publik sesuai dengan maksud
dan tujuan Emiten atau Perusahaan Publik yang ditetapkan dalam anggaran dasar (Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan No. 33 /POJK.04/2014 Tentang Direksi Dan Dewan Komisaris
Emiten atau Perusahaan Publik). Direksi dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab
kepada dewan komisaris melalui RUPS.
Jika perusahaan mengalami kerugian maka semua anggota direksi bertanggung jawab
secara tanggung renteng atas kerugian emiten dan perusahaan publik atas kelalaian direksi
dalam menjalankan tugasnya (Pasal 13 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 33
/POJK.04/2014 Tentang Direksi Dan Dewan Komisaris Emiten atau Perusahaan Publik).
Selain itu menurut Pasal 16 POJK No. 33 /POJK.04/2014 Tentang Direksi Dan Dewan
Komisaris Emiten atau Perusahaan Publik.
1.7 REGULASI DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI
Regulasi merupakan suatu peraturan yang dibuat untuk membantu mengendalikan
perseorangan ataupun kelompok agar tercapainya tujuan tertentu. Tujuan diadakannya
regulasi yaitu untuk pengendalian yang efektif. Adapun regulasi terkait dewan komisaris dan
direksi diatur pada :
a) Undang-Undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
b) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 33/POJK.04/2014 Tentang Direksi dan Dewan
Komisaris Emiten atau Perusahaan Publik
1.8 KOMISARIS INDEPENDEN DAN STRUKTUR PENGAWASAN CORPORATE
GOVERNANCE
a) Komisaris Independen
Berdasarkan Pasal 119 UU RI No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas bahwa
anggaran dasar perseroan dapat mengatus adanya satu atau lebih komisaris independen yang
dibentuk saat RUPS. Berdasarkan Peraturan POJK No. 33/POJK.04/2014 Tentang Direksi
dan Dewan Komisaris Emiten atau Perusahaan Publik. Keberadaan komisaris independen ini
wajib 30% dari keanggotan komisaris. Persyaratan yang harus dipenuhi sebagai komisaris
independen yaitu (Pasal 21 Peraturan POJK No. 33/POJK.04/2014 Tentang Direksi dan
Dewan Komisaris Emiten atau Perusahaan Publik):
1) Bukan merupakan orang yang bekerja atau mempunyai wewenang dan tanggung jawab
untuk merencanakan, memimpin, mengendalikan, atau mengawasi kegiatan Emiten atau
Perusahaan Publik tersebut dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir, kecuali untuk
pengangkatan kembali sebagai Komisaris Independen Emiten atau Perusahaan Publik
pada periode berikutnya;
2) Tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung pada Emiten atau
Perusahaan Publik tersebut;
3) Tidak mempunyai hubungan Afiliasi dengan Emiten atau Perusahaan Publik, anggota
Dewan Komisaris, anggota Direksi, atau pemegang saham utama Emiten atau Perusahaan
Publik tersebut; dan
4) Tidak mempunyai hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung yang berkaitan
dengan kegiatan usaha Emiten atau Perusahaan Publik tersebut.
Komisaris independen yang telah menjabat selama dua periode masa jabatan dapat
diangkat kembali asalkan dirinya tetap independen kepada RUPS.
Menurut, Indonesian Society of Independent Commissioner, beberapa tugas komisaris
independen yaitu:
1) Memastikan perusahaan memiliki strategi bisnis terkait anggaran, pembagian tugas, dan
lain sebagainya.
2) Perusahaan dipastikan telah mengikuti aturan atau hukum yang berlaku.
3) Perushaan dipastikan memiliki sistem audit dan pengendalian yang efektif.
4) Memastikan penerapan good corporate governance telah diterapkan dalam perusahaan
dengan baik.
b) Struktur Pengawasan Good Corporate Governance di Indonesia
Struktur pengawasan good corporate governance di Indonesia yaitu struktur yang
terorganisir untuk mengevaluasi good corporate governance yang telah dilaksanakan atau
diterapkan dalam perusahaan. Dilihat dari organ-organ penting dalam corporate governance
maka, pengawasan yang tertinggi adalah RUPS dan diikuti oleh dewan komisaris, direksi,
internal-eksternal auditor, komite audit dan komite lain, serta sekretaris perusahaan
RUPS merupakan forum tertinggi yang memiliki wewenang eksklusif yang tidak dimiliki
oleh dewan komisaris dan direksi. Dalam rangka meningkatkan fungsi pengawasan, dewan
komisaris didukung oleh komite-komite yang berada di bawahnya.
Direksi dibantu oleh jajaran manajemen bank yang bertugas mengelola, mengendalikan,
mengawal, dan bertanggung jawab atas implementasi good corporate governance yang
dibantu oleh komite di bawah dewan komisaris, sekretaris dewan komisaris, komite di bawah
direksi dan sekretaris perusahaan.

DAFTAR PUSTAKA

Hamdani. 2016. Good Corporate Governance: Tinjauan Etika dalam Praktik Bisnis. Jakarta:
Mitra Wacana Media.

Anonim. 2016. Tugas dan Tanggung Jawab Direksi dan Dewan Komisaris. Diakses melalui:
https://blog.smartcolaw.com/tugas-dan-tanggung-jawab-direksi-dan-dewan-komisaris-
dalam-perseroan-terbatas/ (pada tanggal 6 Maret 2020).

Riyanto, Agus. 2018. Hak-Hak Pemegang Saham di Indonesia. Diakses melalui: https://business-
law.binus.ac.id/2018/02/17/hak-hak-pemegang-saham-di-indonesia/ (pada tanggal 6
Maret 2020).

Anda mungkin juga menyukai