Anda di halaman 1dari 3

HALAMAN JAWABAN UAS THE

1.Jawaban
a. Undang – Undang no 37 tahun 2004 tentang Kepailitan sudah mengatur tentang kepailitan
BUMN Dalam Pasal 2 ayat 5 UU No 37 tahun 2004 tentang Kepailitan menyatakan bahwa
dalam hal Debitur adalah Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan
publik, maka permohonan pernyataan pailithanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.
dalam pasal 2 Ayat (1) Undang – Undang No 37 Tahun 2004, bahwa debitor yang
mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang
telah jatuh tempo dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas
permohonan satu atau lebih krediturnya. Tentunya dengan pasal tersebut maka sudah kuat
dasar hukum yang dapat di jadikan landasan untuk menjadi dasar utama melakukan
pengurusan harta pailit sebuah BUMN persero. dalam pasal 24 ayat (1) UUKPKPU bahwa
debitur demi hukum nya kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaan nya
yang termasuk didalam harta pailit, sejak tanggal putusan pernyataan pailit. Karena pada
dasarnya persero sama dengan PT pada umumnya sehingga apabila mengalami kepailitan
maka hartanya dapat disita, Terhadap kekayaan BUMN yang berbentuk Persero dapat
dilakukan sita umum dalam kepailitan.
b. Karena status harta kekayaan yang ada pada BUMN yang berbentuk Persero, adalah
merupakan harta kekayaan negara yang telah dipisahkan yang ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah (PP) sebagaimana ketentuan Pasal 4 Ayat (3) UU BUMN.5 Berdasarkan PP
tersebut harta kekayaan negara yang telah dipisahkan dengan mengacu pada doktrin
mengenai badan hukum, sudah bukan merupakan aset negara atau milik negara lagi tetapi
telah menjadi harta kekayaan BUMN6 . oleh karena harta milik BUMN persero sudah
terpisah dari harta milik Negara maka harta yang sudah tidak termasuk dari kekayaan
Negara dapat segera di urus pemberesan nya oleh kurator.

2.Jawaban
a. Dalam praktek, standar yang biasa digunakan untuk menentukan itikad baik direksi adalah
kelaziman. Standar tersebut berdasarkan Pasal 95 ayat (5) Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas diukur dari: pertama, kerugian perseroan tersebut
bukan karena kesalahan atau kelalaiannya, kedua, telah melakukan pengurusan dengan
itikad baik dan kehatihatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan
perseroan, ketiga, tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak
langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian, dan keempat, telah
mengambil tindakan untuk mencegah kerugian berlanjut.
b. Tanggung jawab penuh kepada direksi dalam pengelolaan perseroan pada satu sisi
menimbulkan ketidakadilan bagi direksi, karena dapat dipersalahkan secara pidana maupun
perdata dengan hanya melihat pada sisi kerugian ekonomis semata. Agar direksi tidak selalu
dipersalahkan seketika bila terjadi kerugian perseroan, maka prinsip itikad baik dapat
melepaskannya dari tanggung jawab atas kerugian perseroan tersebut berdasarkan prinsip
business judgment rule. Prinsip business judgment rule ditemukan di Pasal 97 ayat (5)
UUPT, yang menentukan: Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas
kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan: a. Kerugian
tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya; b. Telah melakukan pengurusan dengan
itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan
perseroan; c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung
atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan d. Telah mengambil tindakan
untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut

3.Jawaban

a. Dalam UU No. 5 Tahun 1999 diatur mengenai kewajiban notifikasi aksi korporasi,
kewajiban notifikasi aksi korporasi tersebut dapat dilihat bahwa sistem notifikasi yang
berlaku adalah postnotification. Adapun konsekuensi kewajiban notifikasi ini, apabila aksi
korporasi tersebut dinilai terbukti dapat menimbulkan praktik monopoli dan/atau persaingan
usaha yang tidak sehat maka KPPU berwenang mengenakan sanksi berupa tindakan
administratif sesuai yang diatur dalam Pasal 47 ayat (2) UU No. 5 Tahun 1999, yaitu
penetapan pembatalan atas penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan saham, serta
pengenaan denda.

b. Pengaturan sanksi terhadap keterlambatan lapor merger sudah diatur pada pasal 6 Peraturan
Pemerintah nomor 57 tahun 2010 yakni dalam hal pelaku usaha tidak menyampaikan
pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada pasal 5 ayat (1) dan ayat (3)
pelaku usaha dikenakan sanksi sebesar 1 milyar rupiah untuk setiap hari keterlambatan,
dengan ketentuan denda administratif secara keseluruhan paling tinggi 25 Milyar rupiah.
Namun KPPU menerapkan dendan administratif terhadap tiap pelaku usaha yang terlambat
lapor sangat bervariasi (disparitas). KPPU dapat menjatuhkan sanksi administratif secara
kumulatif maupun alternatif. Dalam hal mengenai denda telah diatur dalam pasal 47 UU no
5 tahun1999 tentang sanksi administratif dan KPPU telah menerbitkan aturan teknis soal
denda dan ganti rugi yang tercantum dalam keputusan KPPU No, 252/KPPU?Kep?VII/2008
tentang pedoman pelaksanaan ketentuan pasal 4 UU Nomor 5 tahun 1999 diantaranya
adalah mengatur mengenai nilai dasar denda berdasakan proporsi dari nilai penjualan,
tingkat pelanggaran dikalikan denga jumlah tahun pelanggaran

4.jawaban

a. Pengurus adalah organ yayasan yang melaksanakan kepengurusan yayasan berdasarkan


Pasal 31 ayat (1) UU Yayasan. Pengurus yayasan merupakan orang perseorangan yang
cakap dan mampu melakukan perbuatan hukum. Pengangkatan pengurus dilakukan oleh
pembina berdasarkan hasil rapat pembina. Jangka waktu sejak diangkatnya pengurus
berdasarkan Pasal 32 ayat (1) UU Yayasan adalah lima tahun dan dapat diangkat kembali
sesuai dengan aturan anggaran dasar yayasan. Pengurusan harus dijalankan dengan itikad
baik dan penuh tanggung jawab berdasarkan Pasal 35 ayat (2) UU Yayasan. jadi tidak ada
larangan seorang pengurus itu harus beragama yang sama dengan agama yayasan tersebut.

b. Menurut Pasal 15 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan (UU Yayasan),
Yayasan tidak boleh memakai nama yang telah dipakai secara sah oleh Yayasan lain atau
Bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan.  Kemudian ketentuan tersebut
dipertegas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Tentang Yayasan (PP 63/2008). Menurut Pasal 1 ayat (1) PP 63/2008,
setiap yayasan harus mempunyai nama diri. Kemudian dalam Pasal 1 ayat (2) PP 63/2008,
Nama yayasan yang telah didaftar dalam daftar yayasan tidak boleh dipakai oleh yayasan
lain. Yayasan dengan nama yang sama dengan badan hukum lainnya dianggap tidak sah dan
tidak bisa disebutkan sebagai badan hukum.

Anda mungkin juga menyukai