Anda di halaman 1dari 5

Nama : ILHAM PAPUA ADITYA ABDURROZAQ

NPM : 2020 7420 1056

Mata Kuliah Hukum Dagang

Perihal : Penyampaian pendapat hukum terhadap pembelian barang yang tidak sesuai
dengan aplikasi

A. INDENTIFIKASI FAKTA HUKUM

Lahirnya internet di dunia telah membawa perekonomian memasuki level baru yang
biasa disebut dengan istilah ekonomi digital atau digital economie, salah satu yang
berkembang pesat adalah di bidang perdanganngan, kini semua pihak memanfaatkan
perdagangan elektronik atau electronic commerce (e-commerce) sebagai media transaksi
jual-beli produk yang mereka tawarkan.

Teknologi internet membuat transaksi jual-beli menjadi konsep telemarketing, dimana


penjual dan pembeli tidak perlu bertemu secara langsung dan semua kegiatan transaksi
dilakukan dengan jarak jauh. Kehadiran e-commerece di mulai sejak munculnya situr
www.sanur.com pada tahun 1996. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) sebanyak
45,30% usaha e-commerce di Indonesia mulai memanfaatkan internet pada rentang tahun
2017 sampai dengan tahun 2018. Lalu di tahun 2018 saja ada 13.485 usaha e-commerce
dengan 4.821.916 total transaksi yang nilai transaksinya mencapai 17,21 triliun rupiah.

Fenomena jual-beli di e-commerce membuat kedudukan antara pelaku usaha dan


konsumen tidak seimbang, konsumen seringkali berada di posisi lemah dan lebih banyak
dirugikan karena menjadi objek bisnis bagi pelaku usaha yang money oriented semata
sehingga mengesampingkan kualitas produk dan kepuasan konsumen. Meskipun terdapat
resiko dan kerugian yang mungkin akan terus terjadi, jual-beli online melalui e-commerce
tidak mungkin dihindari apalagi dengan dinamika perkembangan teknologi yang kini
semakin canggih.

B. INDENTIFIKASI MASALAH HUKUM (LEGAL ISSUE)

E-commerce merupakan bagian dari transaksi elektronik yang mana sebatas pada
perbuatan hukum di bidang jual-beli atau kegiatan yang terkait dengan transaksi barang
dana tau jasa dengan tujuan pengalihan hak atas barang dana tau jasa tersebut juga untuk
memperoleh imbalan atau kompensasi. transaksi e-commerce sama halnya dengan
transaksi jual-beli konvensional yang di lakukan di dunia nyata namun melalui internet
dan para pihak tidak bertemu secara langsung. Maka sebenarnya e-commerce memiliki
dasar hukum perdagangan biasa (perdagngan konvensional atau jual beli biasa atau jual
beli perdata) dan merupakan perdagangan konvensional yang bersifat khusus karena
sangat dominan peranan media dan alat-alat elektronik.

Jual beli dalam e-commerce secara umum tunduk dan patuh pada ketentuan pasal
1457 sampai dengan pasal 1540 kitab undang-undang hukum perdata (KUHPerdata).
Menurut pasal 1457 KUHPerdata :

“jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya
untuk menyerahkan suatu kebendaan dengan pihak lain untuk membayar harga yang
telah disetujui.”

Pada pasal 1458 KUHPerdata tertulis :

“jual beli itu dianggap terjadi antara ke dua belah pihak, seketika setelah orang-orang
ini mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya. Meskipun kebendaan
itu belum diserahkan dan harganya belum dibayarkan.”

Dalam jual beli produk barang/jasa melalui e-commerce, konsumen selalu


menginginkan adanya kepuasan terhadap produk yang dibelinya. Sedangkan pelaku usaha
cenderung ingin memperoleh keuntungan ekonomis dari transaksi tersebut. Berdasarkan
sudut pandang konsumen, terdapat beberapa hal yang diinginkan oleh konsumen pada
saat hendak memebeli produk, anatara lain

1. Diperolehnya informasi yang jelas mengenai produk yang akan dibeli


2. Keyakinan bahwa produk yang dibeli tidak berbahaya baik kesehatan maupun
keamanan jiwa
3. Produk yang dibeli cocok sesuai dengan kenginannya, baik dari segi kualitas,
ukuran, harga, dan sebagainya
4. Jaminan produk yang dibelinya dapat digunakan dan berfungsi dengan baik.
5. Jaminan apabila barang yang dibeli tidak sesuai atau tidak dapat digunakan,
konsumen memperoleh penggantian baik berupa produk maupun uang.
Namun pada prakteknya seringkali terjadi beberapa keadaan dimana barang yang
sampai kepada konsumen adalah barang dengan kondisi yang tidak sempurna atau tidak
sesuai. Seperti halnya terdapat kecacatan pada barang karena tidak sesuai dengan
perjanjian dan barang yang diterima konsumen tidak sesuai dengan barang yang
ditawarkan pelaku usaha. Kecacatan tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya manfaat
barang tersebut dan kerugian bagi konsumen.

Jadi permasalahan hukumnya adalah :

a. Bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen jual-beli melalui e-


commerce terhadap ketidak sesuaian barang di Indonesia?
b. Bagaimana pertanggung jawaban penjual terhadap konsumen?

C. INVENTARIS ATURAN HUKUM Sebagai dasar analisis HUKUM

Dalam industri transaksi elektronik yaitu industri e-commerce, dimana dapat


berinteraksinya konsumen dengan para pelaku usaha. E-commerce diatur dalam Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi Dan Transaksi
Elektronik, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2014 Tentang
Perdagangan, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 80 Tahun
2019 Tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Dalam melaksanakan transaksi
elektronik, berupa e-commerce sangat perlu diperhatikan dasar hukum yang
mengaturnya, terkait dengan regulasi hukum yang ada tentu pelaku usaha harus secara
terbuka memberikan informasi mengenai barang dan jasa yang akan dijual kepada
konsumen secara akurat.

Dalam hal ini jika peraturan hukum tersebut dilanggar maka ada sanksi yang dapat
dijatuhkan yang diatur dalam Pasal 80 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
80 Tahun 2019 Tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik dimana dalam hal ini
pelaku yang terbukti melakukan pelanggaran akan dikenakan sanksi berupa pencabutan
izin usaha, didaftarkan ke blacklist perdagangan, akan diawasi ketat usahanya dengan
dimasukkan dalam daftar pengawasan perdagangan. Adapun upaya hukum yang dapat
dipakai dalam menyelesaikan sengketa konsumen ini, salah satunya jalur pengadilan yang
diatur dalam pasal 45 dan pasal 46 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Undang-
Undang Perlindungan Konsumen salah satu hak konsumen adalah mendapatkan advokasi,
perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa secara patut (Pasal 4 huruf e UUPK).
Selain itu, salah satu kewajiban pelaku usaha adalah memberikan kompensasi, ganti rugi
dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan
barang dan/atau jasa yang diperdagangkan (Pasal 7 huruf f UUPK) serta Pasal 47
mengenai penyelesaiaan sengketa di luar pengadilan. Dalam penyelesaian melalui luar
pengadilan akan dibahas ganti kerugian yang terjadi dan akan didiskusikan melalui dua
pihak yaitu pihak konsumen dan pelaku usaha, serta jaminan akan tidak terjadinya lagi
sengketa yang ada, yang telah merugikan konsumen.

D. ANALISIS HUKUM

Hak konsumen

Berdasarkan pasal 4 UU perlindungan konsumen, hal konsumen antara lain:

e. Hak untuk mendapat advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa


perlindungan konsumen secara patut

Pertanggungjawaban pelaku usaha terhadap barang yang tidak sesuai merupakan


bagian dari kewajiban yang mengikat dal Pasal 7 F UUPK bahwa pelaku usaha memiliki
kewajiban :

f. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat


penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

Pidana penipuan dalam transaksi jual-beli online

Dalam hal pelaku usaha atau penjual ternyata melakukan penipuan, misalnya
menggunakan identitas palsu atau melakukan tipu muslihat dalam jual beli online, maka
ia dapat juga dipidana berdasarkan Pasal 378 KUHP, pasal 28 ayat (1) UU ITE.

E. KESIMPULAN

Indonesia telah memiliki landasan hukum mengenai perlindungan konsumen yakni


undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen disamping adanya
peraturan perundang-undang lainnya mengatur hal yang sama. Jika para pihak konsumen
maupun para pelaku usaha dalam melakukan transaksi jual beli terdapat permasalahan
maka dapat menggunakan sarana UUPK yang mana sebagai pedoman bagi konsumen
terutama untuk memperjuangkan hak-haknya untuk melindungi kepentingannya. Pada
intinya, tidak cukup sampai disni peraturan terkait perlindungan konsumen menjadi
wadah maupun sarana hukum bagi pihak konsumen maupun para pelaku usaha. Masih
ada beberapa perbaikan dan tambahan substansi peraturan yang perlu ditambah untung
melindungi berbagai pihak.

Anda mungkin juga menyukai