Perihal : Penyampaian pendapat hukum terhadap pembelian barang yang tidak sesuai
dengan aplikasi
Lahirnya internet di dunia telah membawa perekonomian memasuki level baru yang
biasa disebut dengan istilah ekonomi digital atau digital economie, salah satu yang
berkembang pesat adalah di bidang perdanganngan, kini semua pihak memanfaatkan
perdagangan elektronik atau electronic commerce (e-commerce) sebagai media transaksi
jual-beli produk yang mereka tawarkan.
E-commerce merupakan bagian dari transaksi elektronik yang mana sebatas pada
perbuatan hukum di bidang jual-beli atau kegiatan yang terkait dengan transaksi barang
dana tau jasa dengan tujuan pengalihan hak atas barang dana tau jasa tersebut juga untuk
memperoleh imbalan atau kompensasi. transaksi e-commerce sama halnya dengan
transaksi jual-beli konvensional yang di lakukan di dunia nyata namun melalui internet
dan para pihak tidak bertemu secara langsung. Maka sebenarnya e-commerce memiliki
dasar hukum perdagangan biasa (perdagngan konvensional atau jual beli biasa atau jual
beli perdata) dan merupakan perdagangan konvensional yang bersifat khusus karena
sangat dominan peranan media dan alat-alat elektronik.
Jual beli dalam e-commerce secara umum tunduk dan patuh pada ketentuan pasal
1457 sampai dengan pasal 1540 kitab undang-undang hukum perdata (KUHPerdata).
Menurut pasal 1457 KUHPerdata :
“jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya
untuk menyerahkan suatu kebendaan dengan pihak lain untuk membayar harga yang
telah disetujui.”
“jual beli itu dianggap terjadi antara ke dua belah pihak, seketika setelah orang-orang
ini mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya. Meskipun kebendaan
itu belum diserahkan dan harganya belum dibayarkan.”
Dalam hal ini jika peraturan hukum tersebut dilanggar maka ada sanksi yang dapat
dijatuhkan yang diatur dalam Pasal 80 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
80 Tahun 2019 Tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik dimana dalam hal ini
pelaku yang terbukti melakukan pelanggaran akan dikenakan sanksi berupa pencabutan
izin usaha, didaftarkan ke blacklist perdagangan, akan diawasi ketat usahanya dengan
dimasukkan dalam daftar pengawasan perdagangan. Adapun upaya hukum yang dapat
dipakai dalam menyelesaikan sengketa konsumen ini, salah satunya jalur pengadilan yang
diatur dalam pasal 45 dan pasal 46 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Undang-
Undang Perlindungan Konsumen salah satu hak konsumen adalah mendapatkan advokasi,
perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa secara patut (Pasal 4 huruf e UUPK).
Selain itu, salah satu kewajiban pelaku usaha adalah memberikan kompensasi, ganti rugi
dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan
barang dan/atau jasa yang diperdagangkan (Pasal 7 huruf f UUPK) serta Pasal 47
mengenai penyelesaiaan sengketa di luar pengadilan. Dalam penyelesaian melalui luar
pengadilan akan dibahas ganti kerugian yang terjadi dan akan didiskusikan melalui dua
pihak yaitu pihak konsumen dan pelaku usaha, serta jaminan akan tidak terjadinya lagi
sengketa yang ada, yang telah merugikan konsumen.
D. ANALISIS HUKUM
Hak konsumen
Dalam hal pelaku usaha atau penjual ternyata melakukan penipuan, misalnya
menggunakan identitas palsu atau melakukan tipu muslihat dalam jual beli online, maka
ia dapat juga dipidana berdasarkan Pasal 378 KUHP, pasal 28 ayat (1) UU ITE.
E. KESIMPULAN