Anda di halaman 1dari 19

PENINGKATAN PENGETAHUAN

TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DI


DUNIA DIGITAL BAGI PENGGUNA E-
COMMERCE DI MEDAN
MEDAN 17 JUNE 2022
PROF. DR. NINGRUM N. SIRAIT, S.H., M.LI
OUTLINE
• Transaksi elektronik
• Perkembangan ecommerce dan marketplace di
Indonesia
• Peraturan Hukum tentang usaha ecommerce
• Kendala dan tantangan penjual di Sumatera
Utara khususnya Kota Medan
• Kesimpulan dan saran
Transaksi elektronik
• Menurut UU No. 11 tahun 2008 sebagaiman telah diubah dengan Undang-
Undang No. 19 Tahun 2016 tentang Transaksi Elektronik adalah: perbuatan
hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan
Komputer, dan/atau media elektronik lainnya, yang tidak hanya mencakup
perangkat keras (hardware), dan perangkat lunak (software), tetapi juga
mencakup jaringan telekomunikasi dan/atau sistem komunikasi elektronik.
• Lahirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016) memberikan dua hal penting, yakni:

• Pertama, pengakuan transaksi elektronik dan dokumen elektronik dalam kerangka hukum
perikatan dan hukum pembuktian, sehingga kepastian hukum transaksi elektronik dapat terjamin;
dan

• Kedua, diklasifikasikannya tindakan-tindakan yang termasuk tindakan pelanggaran hukum terkait


penyalahgunaan TI (Teknologi Informasi) disertai dengan sanksi pidananya. pengakuan terhadap
transaksi elektronik dan dokumen elektronik, maka setidaknya kegiatan ecommerce mempunyai
kekuatan hukumnya.
Pelaku Usaha Perdangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) dapat dikategorikan
menjadi 3 (tiga) berdasarkan jenis kegiatannya, yaitu:
1. Pedagang (merchant)
Pelaku Usaha yang melakukan PMSE baik dengan sarana yang dibuat dan dikelola
sendiri secara langsung atau melalui sarana milik pihak PPMSE, atau sistem elektronik
lainnya yang menyediakan sarana PMSE.

2. Penyelenggara PMSE (PMSE Operator)


Pelaku Usaha penyedia sarana Komunikasi Elektronik yang digunakan untuk transaksi
Perdagangan.

3. Penyelenggara Sarana Perantara (intermediary services)


Pelaku Usaha Dalam Negeri atau Pelaku Usaha Luar Negeri yang menyediakan sarana
Komunikasi Elektronik selain penyelenggara telekomunikasi yang hanya berfungsi
sebagai perantara dalam Komunikasi Elektronik antara pengirim dengan penerima.
Perkembangan e-commerce di Indonesia
E-Commerce secara eksplisit mengandung arti perdagangan atau transaksi yang
dilakukan didalam dunia maya. Dalam Springer Texts in Business and Economic,
mengklasifikasikan E-commerce secara umum dengan konsep kegiatan penjualan
langsung maupun penjualan secara tidak langsung ke konsumen
“Aids understanding of this diversified field. In general, selling and buying
electronically can be either business-to consumer (B2C) or business-to-business (B2B).
Pengertian ini menimbulkan arti bahwa transaksi bisnis dalam konteks E-Commerce
dapat dilakukan dimanapun, kapanpun dan antara siapapun.
• Ada banyak jenis e-commerce, salah satunya adalah e-marketplace.

• E-marketplace menghubungkan penjual yang menyediakan produk atau


layanan dengan pembeli yang mencari produk atau layanan untuk dibeli.

• Di Indonesia, contoh portal e-commerce yang memiliki model e-marketplace


adalah Tokopedia, Bukalapak, Lazada, Shopee, dan lainnya.
• Tahun 2019, Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia
menyatakan bahwa pertumbuhan nilai perdagangan elektronik (e-commerce) di
Indonesia berada di urutan pertama dalam skala global, yaitu mencapai 78%.
(Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, 2019)

• April 2021, hasil survei We Are Social menyatakan bahwa 88,1% pengguna
internet di Indonesia telah menggunakan layanan e-commerce.
• Marketplace merupakan bagian dari aktivitas transkasi

• E-Commerce, regulasi yang mengatur aktivitas tersebut adalah antara lain termuat
dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan, Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
(ITE), serta Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Perlindungan Konsumen,
Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan
Transaksi Elektronik. serta peraturan terbaru tentang E-Commerce adalah PP No. 80
Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
• Permasalahan yang terjadi pada pembahasan mengenai marketplace ialah
belum adanya peraturan spesisfik yang mengatur marketplace itu sendiri.
Ranah marketplace sangatlah luas, tidak hanya antara web developer dengan
pemilik “pasar” atau pihak penyelenggara sistem elektronik namun juga para
pihak yang terlibat pada mata rantai supply dan demand didalamnya.

• Pertumbuhan dunia revolusi industri yang masif dan dinamis menjadi


tantangan dalam penyusunan regulasi yang lebih detail dan menyeluruh.
• Merujuk data yang dihimpun iPrice, pada kuartal II (Q2) 2021 Tokopedia adalah
e-commerce yang mendapatkan pengunjung atau visitor web bulanan terbanyak
di Indonesia. Total pengunjung Tokopedia mencapai 147.790.000 rata-rata
bulanan.

• Sedangkan Shopee sebanyak rata-rata 126.996.700 per bulan. Juga terlihat dari
jumlah merchant atau penjual di kedua marketplace tersebut sejak tahun 2020
memperlihatkan lonjakan signifikan. Per Desember 2020, terdapat 9,9 juta
penjual terdaftar di Tokopedia.
Perlindungan Hukum Pelaku Usaha E-commerce (Marketplace)
• Pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen bahwa hak-hak pelaku
usaha, dimana hak-hak tersebut terdiri dari :

1. hak mengenai menerima pembayaran sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang atau
jasa yang diperdagangkan,

2. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari itikad tidak baik dari konsumen,

3. hak untuk membela diri sepautnya dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen, hak untuk rehabilitasi nama
baik apabila tebukti secara hukum bahwa kerugian yang dialami konsumen bukan dari barang atau jasa yang
diperdagangkan, dan

4. hak-hak yang diatur dalam hal peraturan perundang-undangan lainnya.


• Kewajiban pelaku usaha menurut Pasal 7 UU No.8 tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen yang dimana poin poin nya adalah:
a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa
serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan
standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa
tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang
diperdagangkan;
f. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian
dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
g. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang dterima atau
dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian
• Para pihak dalam perdagangan melalui sistem elektronik sebagaimana diatur dalam
Pasal 4 peraturan pemerintah no. 80 tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem
Elektronik adalah sebagai berikut:
a. Pelaku usaha: setiap orang perseorangan atau badan usaha yang berbentuk badan hukum atau
bukan badan hukum yang dapat berupa pelaku usaha dalam negeri dan pelaku usaha luar
negeri dan melakukan kegiatan usaha di bidang perdagangan melalui sistem elektronik.
b. Konsumen; adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup
lain dan tidak untuk diperdagangkan.
c. Pribadi:orang perseorangan yang menjual barang dan/atau jasa secara temporal dan tidak
d. Instansi penyelenggara negara.
Permasalahan
1. Kendala dan tantangan apa saja yang dihadapi para penjual yang
berdomisili di Kota Medan dan sekitarnya di platform e-commerce tertentu?

2. Bagaimana penyelesaian atas kendala dan tantangan tersebut dari segi


perlindungan hukum di dunia digital?
• Beberapa kendala & tantangan pihak pelaku usaha (merchant) di marketplace:
1. Biaya Admin atas pemotongan dana hasil penjualan yang ditentukan secara sepihak oleh
platform marketplace
2. System Cash on Delivery (COD) yang menyulitkan pihak merchant jika ternyata produk
tidak sesuai dengan ekspektasi konsumen padahal deskripsi produk sudah jelas.
3. Fake buyer yang memberikan penilaian buruk merchant sehingga peringkat toko
menjadi buruk dan akibatnya pembeli lain menjadi tidak mempercayai merchant
tersebut dan penjualan menurun.
4. Kendala pada jasa pengiriman jika melewati estimasi waktu waktu pengiriman maka
yang disalahkan adalah pihak merchant, konsumen belum memahami bahwa ada pihak
ekspedisi yang bertanggung jawab sebagai pihak perantara dalam pengiriman
5. Masih ada kendala tehnis lain yang berbeda pada berbagai transaksi;
Kesimpulan dan Saran
1. Tidak ada pasal khusus baik dari UU Perlindungan Konsumen sampai dengan PP no. 80 tahun 2019 tentang
Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang mengatur tentang perlindungan hukum bagi pelaku usaha di
marketplace.
2. Bagi para pihak yang tidak melaksanakan tanggung jawabnya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati
bersama, dapat digugat perdata oleh pihak yang dirugikan untuk memperoleh pembayaran ganti rugi sebagaimana
disebutkan dalam pasal 38 UU ITE tentang hak para pihak untuk mengajukan gugatan jika mengalami kerugian.
Tidak hanya berpihak pada konsumen.
3. Para ahli di berbagai sektor harus bekerja sama dengan pemerintah Indonesia untuk mendorong dan menghasilkan
undang-undang tentang E-Commerce yang komprehensif.
4. Proses harmonisasi harus segera dilakukan dan harus lebih ketat agar tidak terjadi multitafsir. Warga negara juga
perlu dididik tentang privasi digital untuk memahami potensi risiko yang ada dan meminimalisir untuk dapat
mengekspose data-data pribadi mereka dalam sarana Marketplace.
Update...
1. Beberapa berita update..apakah bisnis start ups telah mulai menuju
sunset? Downslope?
2. Telah adanya berita PHK dari Shoopee?
3. Bagaimana pemerintah melihat fenomena ini, sementara Presiden Jokowi
sangat berharap banyak pada bisnis digital ini?
4. Fenomena ini bukan hanya di alami oleh Indonesia saja.
5. Banyak faktor yang harus dipertimbangkan: pajak, ketenagakerjaan,
produksi lokal dll
“Information becomes knowledge only when it is placed in context. Without it, we have no way
to differentiate the signal from the noise,
and our search for truth might be swamped by false positives”

Nate Silver

Terima Kasih
Email: ningrum.sirait@gmail.com
Mobile: + 62 81 161 2296
Contact person :
Lesly.saviera@gmail.com
0811-658-0805

Anda mungkin juga menyukai