Anda di halaman 1dari 10

PERTEMUAN 13

MEMASUKI BISNIS E-COMMERCE DI INDONESIA

Pendahuluan

E-commerce di Indonesia berkembang dengan pesat dan ini diperkirakan akan


terus berlanjut di tahun-tahun mendatang. Sebagai negara keempat terpadat di
dunia dan dengan kelas menengah yang berkembang, Indonesia siap untuk
menjadi salah satu pasar e- commerce yang paling dinamis di dunia.

Bagaimana Cara Memasuki Bisnis


Untuk memasuki bisnis e-commerce di Indonesia, investor harus terlebih
dahulu memutuskan apa peran mereka. Investor dapat bertindak sebagai penjual
atau sebagai perantara, dan dapat menggunakan platform pihak lain atau
mendirikan sendiri. Tidak peduli apa peran yang diputuskan diambil oleh investor,
mereka dapat memasuki bisnis baik secara individu atau melalui perseroan
terbatas. Sebuah perseroan terbatas kemungkinan pilihan terbaik, terutama jika
bisnis ini mengharapkan pertumbuhan yang signifikan. Ini memberikan
perlindungan tertentu untuk aset pemegang saham jika ada masalah dengan
bisnis. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
("Hukum Perusahaan") menetapkan persyaratan untuk mendirikan dan
mengoperasikan sebuah perseroan terbatas di Indonesia.

Dalam mendirikan perusahaan, investor harus mematuhi pembatasan


kepemilikan asing di bawah Daftar Negatif Investasi (dikenal sebagai "DNI"),
sebagaimana diatur dengan Peraturan Presiden Nomor 39 tahun 2014. Di bawah
DNI saat ini, ritel secara elektronik dan ritel melalui pos atau order (pesanan)
melalui internet adalah 100 persen tertutup untuk investasi asing. Hal ini berarti
investor asing tidak dapat berpartisipasi sebagai penjual dalam kegiatan e-
commerce. Tidak ada batasan investasi asing atas peran sebagai perantara.

Investor juga harus meninjau peraturan yang relevan dengan barang dan
jasa yang akan ditawarkan untuk setiap tambahan persyaratan atau pembatasan.
Tentu saja, apapun yang berhubungan dengan perjudian atau materi pornografi
dilarang di Indonesia dan terlarang bagi perusahaan e-commerce.
Tunduk pada persyaratan tambahan sebagaimana dimaksud di atas,
investor dapat memulai kegiatan e-commerce setelah mendapat Surat Izin Usaha
Perdagangan, yang dikenal sebagai SIUP dari Departemen Perdagangan jika
mereka akan berperan sebagai penjual. Pada saat ini, tidak ada pendaftaran
tertentu atau persyaratan perizinan lainnya untuk kegiatan e-commerce. Namun,
ada kemungkinan bahwa Departemen Perdagangan atau Kementerian
Komunikasi dan Informatika ("Menkominfo") bisa mengeluarkan persyaratan
tersebut untuk kegiatan e-commerce. Investor yang bersiap untuk memasuki
sektor eCommerce disarankan untuk memeriksa status permasalahan tersebut.

Dalam mendirikan perusahaan, investor harus mematuhi pembatasan


kepemilikan asing di bawah Daftar Negatif Investasi (dikenal sebagai "DNI"),
sebagaimana diatur dengan Peraturan Presiden Nomor 39 tahun 2014.

Pembuatan Website

Dalam memulai bisnis e-commerce, kita dapat menggunakan website


sendiri atau pihak lain. Saat ini sangat populer di Indonesia untuk terlibat dalam
kegiatan e-commerce melalui media sosial seperti Facebook dan Instagram, atau
melalui perantara lain seperti Rakuten dan Elevania. Namun, setelah bisnis
berkembang, investor mungkin merasa bahwa memiliki website sendiri akan
berguna dalam hal manajemen lebih mudah dan keamanan yang lebih baik.

Sebelum investor membuat situs sendiri di Indonesia, mereka harus


mendaftarkan nama domain. Nama domain diatur dalam Peraturan Menkominfo
No. 23 tahun 2013 tentang pengelolaan Nama Domain.

Sebuah website dianggap sebagai "sistem elektronik", sebagaimana


dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Sistem
Elektronik dan Transaksi ("UU 11/2008") dan Peraturan Pemerintah Nomor 82
Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Sistem Elektronik dan Transaksi ("PP 82/2012"),
dan dengan demikian harus mengikuti persyaratan sistem elektronik yang diatur
dalam peraturan tersebut.

Salah satu persyaratan untuk sistem elektronik, termasuk website, di


bawah PP 82/2012 adalah bahwa Penyelenggara Sistem Elektronik wajib
menyampaikan informasi kepada Pengguna Sistem Elektronik paling sedikit
mengenai:
1. Penyelenggara Sistem Elektronik;
2. Objek yang ditransaksikan;
3. Kelaikan atau keamanan Sistem Elektronik;
4. Tata cara penggunaan perangkat;
5. Syarat kontrak;
6. Prosedur mencapai kesepakatan; dan
7. Jaminan privasi dan/atau perlindungan Data Pribadi.

Selain itu system juga harus dilengkapi dengan fitur minimum yang
memungkinkan pengguna untuk:
a. melakukan koreksi;
b. membatalkan perintah;
c. memberikan konfirmasi atau rekonfirmasi;
d. memilih meneruskan atau berhenti melaksanakan aktivitas berikutnya;
e. melihat informasi yang disampaikan berupa tawaran kontrak atau iklan;
f. mengecek status berhasil atau gagalnya transaksi; dan
g. membaca perjanjian sebelum melakukan transaksi.

Sertifikasi diperlukan untuk mengoperasikan sistem elektronik, termasuk website.


Sertifikasi ini bisa dalam bentuk Sertifikat Keandalan dan / atau Sertifikat Elektronik
yang harus dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi yang terdaftar dengan
Menkominfo.

Selain itu, investor mungkin ingin mendaftarkan nama dagang dan merek dagang
yang dapat digunakan sebagai nama domain atau untuk tujuan lain yang berkaitan
dengan kegiatan Website atau perdagangan. Pendaftaran tersebut diperlukan
untuk menerima perlindungan di bawah Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001
tentang Merek Dagang.
Iklan harus jelas memberikan hal berikut:
Iklan

Di bawah Etika Periklanan Indonesia yang dikeluarkan oleh Dewan Periklanan Indonesia
("Etika Iklan"), selain persyaratan umum yang berlaku untuk iklan, persyaratan khusus berikut
berlaku untuk iklan internet:
a. iklan tidak boleh mengganggu keleluasaan khalayak orang untuk menjelajahi (browsing)
internet dan berinteraksi dengan website terkait, kecuali telah diberi peringatan sebelumnya.

(i) Alasan mengapa penerima telah dikirim iklan;


(ii) Instruksi yang jelas dan mudah untuk mengabaikan iklan;
(iii) Alamat lengkap pengirim iklan;
(iv) Jaminan hak-hak pribadi dan kerahasiaan penerima;
c. iklan interaktif:
(i) Tidak harus memberikan informasi lebih dari yang dibutuhkan untuk
transaksi;
(ii) Tidak harus memberikan informasi penerima pada setiap hal yang tidak
relevan dengan transaksi normal;
(iii) Harus menjamin keamanan metode pembayaran yang digunakan dalam
transaksi.

Berdasarkan Etika Periklanan, berbagai sanksi administratif dari peringatan


ke penghentian iklan mungkin berlaku untuk pelanggaran persyaratan di atas.
Sanksi pidana juga dapat diterapkan dalam bentuk penjara dan denda, selain
sanksi mulai dari penyitaan barang sampai pencabutan izin usaha, untuk
pelanggaran berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen ("UU 8/1999" ). Meskipun pada prinsipnya sanksi ini
berlaku untuk "pelaku usaha periklanan", penjual e-commerce yang menggunakan
agen iklan untuk menempatkan iklan juga dapat dikenakan sanksi pidana sebagai
"instruktur" kejahatan. Instruktur tersebut akan menanggung tanggung jawab yang
sama sebagai aktor sebenarnya dari kejahatan sebagaimana diatur dalam Pasal
55 KUHP Indonesia.

Transaksi Elektronik

Isu-isu hukum yang utama yang harus dipertimbangkan dalam kaitannya


dengan transaksi elektronik adalah (i) kapan dan di mana transaksi tersebut
disimpulkan, (ii) bagaimana pihak-pihak dapat memastikan bahwa persyaratan dan
kondisi yang relevan dapat dimasukkan dan (iii) bagaimana pihak-pihak dapat
mengidentifikasikan satu sama lain.
Pertanyaan kapan dan dimana penting dalam pengambilan keputusan,
antara lain, dimana yurisdiksi (wilayah hukum) yang diterapkan (yang mungkin
memiliki kaitan dengan masalah pajak) dan waktu efektif dari hak dan kewajiban
berbagai pihak.
Di Indonesia, kontrak yang mengikat secara hukum adalah kontrak yang
telah memenuhi kualifikasi sebagaimana diatur berdasarkan Buku III, Pasal 1320
Hukum Perdata Indonesia. Kualifikasi tersebut adalah:

(i) Harus ada persetujuan dari setiap pihak


(ii) Harus ada kapasitas untuk membuat suatu perikatan
(iii) Harus ada subjek tertentu
(iv) Harus ada penyebab yang diterima
Kualifikasi ini juga berlaku untuk kontrak elektronik sesuai dengan Pasal 47
(2) PP 82/2012.
Meskipun kualifikasi di atas, yang menandai sistem hukum sipil yang
diadopsi oleh Indonesia, PP 82/2012 juga mengakui prinsip penawaran dan
penerimaan, yang umumnya berlaku di negara-negara dengan sistem hukum
umum. Pasal 50 PP 82/2012 menetapkan bahwa transaksi elektronik terjadi
kesepakatan apabila pada saat penawaran transaksi yang dikirim oleh Pengirim
telah diterima dan disetujui oleh Penerima.
Terakhir, pertanyaan tentang identifikasi dapat diselesaikan oleh
penandatanganan secara elektronik (e-signature) yang aman yang memenuhi
persyaratan tertentu berdasarkan UU 11/2008 dan PP 82/2012.

Perlindungan Konsumen

E-commerce menawarkan keuntungan dari penghapusan waktu dan jarak,


tetapi e- commerce memiliki risiko yang unik yang tidak ditemukan dalam kegiatan
perdagangan konvensional. Sebagian besar risiko tersebut lebih sering dialami
oleh pembeli daripada penjual karena pembeli tidak memiliki kesempatan untuk
memeriksa barang secara langsung sebelum mereka melakukan pembelian.
Keputusan dalam pembelian 100 persen tergantung pada informasi yang diberikan
oleh penjual online. Itulah sebabnya di Indonesia sebagian besar peraturan yang
mengatur e-commerce diarahkan pada perlindungan konsumen.

Aturan perlindungan konsumen pada umumnya ditemukan dalam UU


8/1999. Ketentuan khusus tentang e-commerce dapat ditemukan dalam undang-
undang dan peraturan lainnya, termasuk UU No. 7 tahun 2014 tentang
Perdagangan ("UU 7/2014") dan Hukum 11/2008 dan peraturan pelaksanaannya,
PP 82/2012.
PP 82/2012 memberikan persyaratan minimum untuk melakukan transaksi
elektronik di Indonesia dimana penyelenggara transaksi elektronik di wilayah
Negara Republik Indonesia harus:
a. Memperhatikan aspek keamanan, keandalan, dan efisiensi;
b. Melakukan penyimpanan data transaksi di dalam negeri;

c. gerbang nasional, jika dalam penyelenggaraannya melibatkan lebih dari


satu Penyelenggara Sistem Elektronik; dan
d. Memanfaatkan jaringan Sistem Elektronik dalam negeri.

PP 82/2012 juga memberikan perlindungan bagi konsumen yang


membutuhkan penjual untuk memberikan informasi yang lengkap dan benar
mengenai persyaratan kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan.
Konsumen juga membutuhkan kontrak yang akan dibuat dalam bahasa Indonesia
dan mengandung setidaknya hal berikut:
(i) Data identitas para pihak;
(ii) Objek transaksi dan spesifikasi;
(iii) Persyaratan transaki elektronik;
(iv) Harga dan biaya;
(v) Prosedur dalam hal terhadap pembatalan oleh para pihak;
(vi) Ketentuan yang memberikan hak kepada pihak yang dirugikan untuk dapat
mengembalikan barang dan/atau meminta penggantian produk jika terdapat
cacat tersembunyi; dan
(vii) Pilihan hukum penyelesaian Transaksi ELektronik.

E-Payment dan E-Money

Ada berbagai metode pembayaran untuk transaksi elektronik, tetapi


pembayaran kartu kredit dan transfer bank adalah dua metode yang paling umum
digunakan di Indonesia. Sebagian besar konsumen lebih memilih transfer bank
karena mereka enggan untuk memberikan rincian kartu kredit mereka. Kartu debit
tidak umum digunakan karena pada saat yang paling kartu debit tidak bisa
digunakan untuk pembayaran online di Indonesia.
Hal ini penting untuk dicatat bahwa metode pembayaran di atas, terutama
transfer bank, merupakan cara yang lebih baik untuk penjual tetapi berisiko bagi
pembeli. Risiko untuk pembeli termasuk memberikan rincian kredit / kartu debit
untuk penjual yang tidak diketahui dan mempercayai bahwa barang akan
disampaikan pada waktu seperti yang telah dijanjikan. Dalam prakteknya saat ini,
lebih aman bagi kedua belah pihak agar menggunakan escrow untuk menahan
pembayaran sampai barang yang dipesan dikirim ke pembeli. Escrow adalah suatu
perjanjian legal di mana sebuah barang (umumnya berupa uang, namun bisa juga
benda apapun lainnya) disimpan seorang pihak ketiga (yang
biaya tambahan untuk escrow tetapi biaya tersebut biasanya tidak signifikan.
Sistem E-money seperti PayPal, eCash dan WebMoney adalah contoh escrows
yang banyak digunakan di seluruh dunia.
E-money mendapatkan popularitas sebagai metode pembayaran online di
Indonesia. Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009, sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/8/PBI 2014 tentang E-money
("PBI 11/2009"), mensyaratkan bahwa setiap penerbit e-money harus diberi lisensi
oleh Bank Indonesia, bank sentral di Indonesia.
Ketentuan lebih lanjut mengenai e-money dapat ditemukan dalam PBI
11/2009 dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/11 / DKSP. Surat Edaran ini
membutuhkan e- money untuk memiliki nilai moneter yang harus disimpan
sebelumnya dengan penerbit e- money. Ketentuan ini jelas tidak termasuk mata
uang kriptografi seperti bitcoin, peercoin dan namecoin dari definisi e-money di
bawah hukum Indonesia. Oleh karena itu, penggunaan mata uang kriptografi saat
ini tidak diakui di Indonesia, tetapi juga tidak dilarang penggunaannya.

Perpajakan

Tidak ada pajak khusus untuk e-commerce di Indonesia. Setiap


keuntungan yang diperoleh dari penjualan e-commerce akan dikenakan pajak
berdasarkan peraturan perpajakan umum yang berlaku di Indonesia.
Data Pribadi

PP 82/2012 memberikan perlindungan tertentu untuk data pribadi. Menjaga


kerahasiaan, integritas dan ketersediaan data pribadi merupakan salah satu
kewajiban operator sistem elektronik. Operator harus memastikan bahwa data
pribadi yang dikumpulkan dan digunakan hanya dengan persetujuan dari pemilik
data pribadi tersebut, kecuali diperlukan oleh hukum dan peraturan Indonesia yang
berlaku. Penggunaan dan pengungkapan data pribadi harus disetujui oleh
pemiliknya dan sesuai dengan tujuan awal pengumpulan data pribadi tersebut.
Individu harus diberitahu tentang pelanggaran apapun dalam perlindungan data
pribadi mereka.

Penyelesaian Sengketa

Pasal 18 (2) UU 11/2008 menetapkan bahwa Para pihak memiliki kewenangan


untuk memilih hukum yang berlaku bagi Transaksi Elektronik internasional yang
dibuatnya. Ayat
(1) dari artikel yang sama menetapkan bahwa pihak Para pihak memiliki
kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan, arbitrase, atau lembaga
penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa
yang mungkin timbul dari Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya.

Sanksi dan Kejahatan Cyber

Undang-undang No.7 tahun 2014 mengatur bahwa setiap pelanggaran


terhadap persyaratan e-commerce berdasarkan hukum tersebut dikenakan
pencabutan izin penjual. PP 82/2012 mengatur bahwa setiap pelanggaran
persyaratan e-commerce berdasarkan PP 82/2012 dikenakan sanksi administratif
berupa peringatan tertulis, denda administratif, penangguhan dan / atau
deregistrasi dari daftar Menkominfo itu. Tidak ada sanksi pidana yang dikenakan
atas pelanggaran UU 7/2014 atau PP 82/2012.
Namun, rincian UU 11/2008 tindakan tertentu yang dianggap sebagai
kejahatan dunia maya dan yang dikenai sanksi pidana. Sanksi ini termasuk
hukuman penjara enam hingga dua belas tahun dan denda Rp 1 miliar-Rp 12
miliar. Tindakan tersebut meliputi distribusi, transmisi dan penyediaan akses
informasi elektronik dan / atau dokumen elektronik yang isinya melanggar standar
kesusilaan di Indonesia. Hal ini mencakup material yang terhubung dengan
perjudian atau yang mungkin menghasut kebencian atau permusuhan, atau yang
mengandung penghinaan, ancaman atau pernyataan fitnah. Memberikan informasi
palsu dan menyesatkan yang dapat mengakibatkan kerugian konsumen dalam
transaksi elektronik termasuk hal yang juga dilarang. Tindakan lain yang berada
termasuk dalam konteksi kejahatan dunia maya seperti yang berhubungan dengan
hacking, penyadapan dan pelanggaran hukum.

Masa Depan E-Commerce di Indonesia


Ada pertanyaan tentang arah masa depan e-commerce di Indonesia, terutama
dengan keputusan Pemerintah untuk menutup bisnis ritel online untuk investor asing di
bawah Daftar Negatif Investasi yang baru. Keputusan ini dapat mendukung pengecer
online (toko online) Indonesia, banyak dari toko online merupakan individual dan pemain
kecil. Hal ini juga dapat membahayakan daya saing pasar e-commerce Indonesia dan
mengerem pertumbuhan dengan menjaga keluar investor asing, yang pada akhirnya
akan merugikan konsumen.
Dalam pasar e-commerce yang bersaing secara sempurna, para pemain
akan bersaing untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada konsumen.
Semakin banyak perlindungan yang diberikan perusahaan e-commerce kepada
konsumen, maka konsumen akan semakin percaya dan menggunakan layanan
mereka dan hal itu akan lebih menguntungkan perusahaan.

Pemain e-commerce Indonesia secara teoritis masih harus bersaing


dengan pemain asing yang jelas tidak dipengaruhi oleh DNI. Bagaimanapun
secara prakteknya memang tidak ada persaingan karena jika sebuah perusahaan
e-commerce Indonesia menawarkan produk yang sama dengan perusahaan luar
negeri, konsumen akan cenderung memilih perusahaan dari Indonesia karena
biaya pengiriman yang lebih murah dibandingkan dengan harus mengirimkan
produk dari luar negeri.
Industri e-commerce di Indonesia, dengan atau tanpa investasi asing,
tengah mengalami pertumbuhan yang stabil. Hal ini pada akhirnya akan
menguntungkan konsumen karena lebih banyak perusahaan memasuki
pertempuran dan bersaing pada harga, pelayanan dan pilihan.
Daftar Pustaka

1. http://www.ssek.com/download/document/E-
Commerce_Guidelines_for_Indonesia_95.pdf diakses 12
November 2015
2. http://www.dephan.go.id/kemhan/files/74053fdcbba92a4f141234635fe5
70f0.pdf diakses 12 November 2015
3. https://id.wikipedia.org/wiki/Escrow diakses 12 November 2015

Anda mungkin juga menyukai