JURNAL 1
Judul: Persaingan Usaha pada Era Digital Menurut Perspektif Hukum Persaingan
Usaha
Rumusan Masalah:
1. Bagaimana persaingan usaha pada era digital menurut perspektif hukum
persaingan usaha?
2. Bagaimana proses pemasaran produk barang dan jasa dalam menghadapi
persaingan usaha pada era digital sekarang?
Otoritas persaingan usaha dengan kondisi perubahan dan inovasi pasar digital
dalam menilai kekuasaan pasar selain memperhatikan pangsa pasar harus juga
melihat elemen kunci lainnya juga yaitu:
1) Network Effects
2) Tingkat Return on scale
3) Single-homing, Multi-homing, serta derajat diferensiasi
4) Kemampuan mengakses informasi (customer, users, dan pihak ketiga)
5) Potensi inovasi dalam digital market
Pihak-pihak yang terlibat dalam operasi digital saat menerapkan E-Commerce
akan menghadapi banyak tantangan, antara lain:
1) Kepercayaan
kepercayaan menjadi penghalang paling signifikan dalam perdagangan
elektronik karena Indonesia lebih nyaman dengan transaksi tatap
muka.
2) Keamanan
Orang tidak nyaman dengan transaksi online karena banyaknya cerita
criminal di internet yang cukup disebarluaskan
Pada kenyataannya transaksi jual beli melalui internet tidak dapat dihentikan
namun perlindungan dan kepastian hukum yang diberikan kepada
pengguna internet belum memadai oleh karena itu, harus dilakukan beberapa
upaya untuk menjaga keseimbangan hukum dalam keadaan ini. Hubungan
hukum dalam operasi pembelian dan penjualan elektronik dapat dibangun , tidak
hanya antara pengusaha dan konsumen, tetapi juga antara pihak-pihak yang
tercantum di bawah ini:
a. Transaksi bisnis-ke-bisnis terjadi ketika pembeli dan penjual keduanya
bisnis daripada individuuntuk melakukan kerjasama.
b. Transaksi antar pembeli;
c. Transaksipenjual ke pembeli.
Transaksi jual beli E-commerce pada intinya hamper sama dengan jual beli
secara konvensional. Tahapan yang dilakukan dalam melakuakn penjualan dan
pembelian secara online antara lain:
1) Untuk melakukan pemesanan secara online, gunakan Formulir
Pemesanan elektronik yang diberikan oleh penjual. Saat mengisi
formulir pemesanan, pembeli/pelanggan harus memberikan informasi
pembayaran (billing) serta tujuan pengiriman (shipping).
2) konfirmasi pembayaran penerimaan pembayaran akan dikonfirmasi oleh
vendor setelah pembeli/pelanggan melakukan pembayaran
3) Konfirmasi ketersediaan produk dalam kebanyakan situasi, vendor akan,
memastikan ketersediaan produk
4) Pengaturan pengiriman barang, Transaksi e-commerce dapat mencakup
produk fisik dan online. Jika produk berbentuk digital, seperti perangkat
lunak, sangat penting untuk memeriksa terlebih dahulu untuk menentukan
apakah produk telah diperbarui atau diubah.
5) Pengembalian, Dalam hal ini, penjual harus dapat menjamin bahwa
jika produk yang dikirimkan kepada pembeli tidak sesuai, maka akan
dikembalikan kepada penjual.
KESIMPULAN:
1. Konsep bisnis rintisan yang kreatif mungkin memiliki keuntungan ekonomi yang
besar dalam hal merger dan akuisisi. Hal ini dinilai cukup menarik bagi investor
(acquirer) walaupun omset yang dihasilkan oleh perusahaan rintisan ini sangat
minim. Untuk dapat menilai jenis transaksi M&A ini, tugas untuk memberi tahu
otoritas persaingan tidak lagi terbatas pada serangkaian ambang batas,
tetapi juga harus mencakup nilai transaksi yang tinggi
2. Dalam transaksi jual beli berbasis internet, para pihak dalam transaksi tersebut
identic dengan transaksi jual beli konvensi. Factor pembeda antara kedua
transkasi jual beli tersebut adalah dalam jual beli konvensi penjual dan pembeli
bertemu secara lansung sedangkan dalam transaksi jual beli elektronik penjual
dan pembeli berkomunikasi melalui media internet
JURNAL 2
Judul: Kepastian Hukum Penerapan Indirect Evidence dalam Penanganan Kasus
Kartel di Indonesia
Rumusan Masalah:
1. Bagaimana kepastian hukum penerapan Indirect Evidence menggunakan bukti
ekonomi dan bukti komunikasi pada pembuktian pelanggaran persaingan usaha
khususnya kartel?
2. Bagaimana kedudukan Indirect Evidenceapabila dapat berdiri sendiri atau
digabungkan dengan bukti lainsebagai bukti telah terjadinya pelanggaran
persaingan usaha khususnya kartel?
Jawaban dari Rumusan Masalah:
1. Bukti tidak langsung adalah jenis alat bukti yang tidak dapat secara
langsung menggambarkan terjadinya peristiwa hukum atau perbuatan hukum
yang ditentukan oleh undang-undang. Indirect evidence adalah suatu jenis alat
bukti, di mana hubungan antara fakta dan bukti baru dapat ditarik setelah
diambil kesimpulan tertentu. Dengan kata lain, bukti tidak langsung
(indirect evidence) adalah fakta yang bukan satu-satunya fakta yang terkait
dengan kasus tersebut, tetapi dari fakta tersebut, apakah terkait dengan kasus
atau tidak, maka sebuah kesimpulan dapat ditarik.
2) Bukti Ekonomi
Bukti ekonomi digunakan untuk menunjuk alasan khusus dalam upaya
membuktikan kartel dan dapat digunakan untuk menganalisis apakah
bisnis operator untuk kepentingannya sendiri atua dapat didasarkan pada
kesakisan seorang ekonom yang akan bersaksi berdasarkan teori dan
menampilkan data survey dan data statistic
Alat bukti seperti keterangan saksi, keterangan ahli, surat dan/atau dokumen,
serta keterangan pelakuusaha mempunyai kekuatan yang sama dengan alat
bukti lainnya, menurut Pasal 42 UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Sebagaimana dibuktikan oleh
"UU Acara Perdata", artinya ketentuan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 tentang larangan perilaku monopoli dan persaingan usaha tidak
sehat tidak bersifat hierarkis.Hal ini karena, dibandingkan dengan
kerangka pembuktian yang diberikan oleh UU Acara Perdata yang
menggunakan bukti tertulis yang nyata, maka bukti dalam UU Larangan
Perilaku Monopoli dan Persaingan UsahaTidak Sehat pada dasarnya dapat
eksis secara independen dan memiliki kewenangan yang berbeda dari
kerangka tersebut.
Pemisahan indirect evidence dari jenis Alat Bukti yang dikenal di Indonesia sulit
untuk dilakukan berdasarkan system pembuktian di Indonesia seperti contoh
Pasal 42 UU 5/1999 menyatakan bahwa alat bukti terdiri dari saksi, ahli,
surat/dokumen, petunjuk, dan pernyataan pelaku usaha
Maka dapat disimpulkan bahwa alat bukti tidak langsung dapat digunakan dalam
proses pembuktian praktek kartel tetapi harus didukung dengan alat bukti
langsung atau dengan kata lain bukti tidak langsung tidak dapat dijadikan bukti
satu-satunya dalam proses pembuktian praktek kartel oleh KPPU karena
sebagaimana ditetapkan dalam peraturan komisi mengenai penanganan
perkara, paling tidak harus terdapat dua bukti dalam memutuskan suatu kasus
sehingga dapat diajukan sebagai perkara
Kesimpulan:
1. Persaingan Usaha yang mengatur segala ketentuan hal yang berkaitan dengan
persaingan usaha. Dasar keberadaan hukum persaingan usaha untuk
menciptakan persaingan usaha yang sehat serta mampu mendorong
pelaku usaha bersaing secara sehat. Untuk mencegah terjadinya persaingan
usaha tidak sehat maka KPPU mengeluarkan peraturan Undang-undang
No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat. Dalam praktik pembuktian perkara kartel, pengadilan
mulai mengakui keberadaan indirect evidence, bahkan beberapa kali Putusan
MA di tingkat Kasasi menguatkan Putusan KPPU yang menggunakan indirect
evidencedalam Perkara-perkara Kartel dan Persekongkolan Tender. Hal ini
karena penggunaan indirect evidencesudah banyak dilakukandi negara lain
dan diakui keberadaannya di PBB bahkan di Organisation for Economic
Cooperationand Development(OECD), namunpembuktian tidak langsung
menuai kritikan dalam pandangan hukum di Indonesia. Pakar hukum di
Indonesia melihat bahwa pembuktian dengan indirect evidencekhususnya
pada kasus kartel dapat secara otomatis dapat dipakai di dalam hukum di
Indonesia. Akan tetapi indirect evidenceharus dimasukkan ke dalam salah
satu unsur/jenis Alat Bukti tersebut, sehingga indirect evidencemasuk
kategori “Petunjuk”.
2. Status bukti tidak langsung dalam kasus kartel dalam UU Antitrust hanya
digunakan sebagai bukti pelengkap. Dalam penanganan kasus kartel oleh
KPPU bukti tidak langsung tidak bisa dijadikan satu-satunya alat bukti. Untuk
menyelesaikan masalah karteldi Indonesia, KPPU tidak bisa hanya
mengandalkan bukti tidak langsung. Alat bukti tidak langsung dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 merupakan bagian dari alat bukti,
sehingga alat bukti tersebut termasuk alat bukti, sedangkan alat bukti tidak
langsungmuncul berupa bukti pertukaran atau hasil analisis ekonomi, dan
digunakan sebagai alat bukti pelengkap untuk memperkuat alat bukti lainnya
Saran:
1. Walaupun pengaturan tentang persaingan usaha di Indonesia yang ditetapkan
dalam UU 5/1999 sudah baik namun karena perkembangan zaman perlu
dilakukan amandemen terkhusus pada ketentuan kartel untuk memudahkam
dalam proses identifikasi kriteria kartel sesuai dengan pengertian kartel tidak
hanya pada penjelasan unsur tentang kartel.
2. sebaiknya dibentuk suatu peraturan baru yang memberikan ketentuan yang lebih
jelas dalam menggunakan bukti tidak langsung untuk dapat membuktikan
terjadinya kartel.
3. Amandemen perlu dilakukan dengan memasukkan pengaturan mengenai
pembuktian kartel menggunakan Indirect Evidence di dalam Undang-undang Anti
Monopoli, sehingga dalam pembuktian kasus kartel dapat diberikan kepastian.
JURNAL 3
Judul: Dampak Ekosistem Digital terhadap Hukum Persaingan Usaha di Indonesia
serta Optimalisasi Peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) di Era Ekonomi
Digital
Rumusan Masalah:
1. Bagaimana dampak ekosistem digital terhadap hukum persaingan usaha di
Indonesia?
2. Bagaimana optimalisasi peran KPPU di era ekonomi digital dalam kemungkinan
terjadi persaingan usaha tidak sehat?
Oleh karena itu, sebelum melakukan analisis hukum proses penting yang harus
dikakukan adalah menentukan pasar. Pasar bersangkutan mengacu pada
spektrum/area komersialisasi tertentu oleh pelaku ekonomi untuk barang/jasa
yang sama, serupa dan substitusi.
Di era digital, definisi pelaku ekonomi harus diperluas terlebih dahulu; sekarang
Diatur dengan cukup tegas dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat (UU No. 5/1999). Saat
mendefinisikan pasar bersangkutan, selain perhitungan transaksi moneter, aliran
data yang terjadi juga diperhatikan. Kriteria tambahan sudah mulai dipakai oleh
Otoritas Pengawasan dalam menentukan pelanggaran persaingan usaha tidak
sehat di sektor digital. Misalnya, untuk menangkap fitur baru ekonomi digital
negara Jerman merevisi undang-undang persaingannya pada tahun 2017
dengan mengubah produk/layanan gratis yang disediakan oleh platform menjadi
pasar tunggal.
Berbagai pelanggaran bisnsi dapat terjadi di era digital sekarang ini, dan terdapat
kemungkinan kondisi dominan, pelaku ekonom diasumsikan memiliki kekuatan
pasar yang cukup besar. Beberapa bentuk penyalahgunaan posisi dominan pada
platform digital adalah penolakan bisnis, penetapan harga predator, penawaran
eksklusif, dan loyalitas, dan diskon bundel. Ada juga kemungkinan kartel atau
penawaran. kemunculan platform digital telah membuat harga menjadi
transparan di antara para pesaing pasar. Perusahaan dimungkinkan
memungkinkan untuk memprediksi tren pasar, memetakan konsumen, dan
menyesuaikan strategi penetapan harga dengan data dan algoritme.
2. KPPU berperan penting untuk menegakan hukum di era ekonomi digital. KPPU
merupakan badan independent yang tidak dapat dipengaruhi oleh pihak
manapun, pemerintah atau pihak lain yang memiliki benturan kepentingan,
dalam memproses, memutus atau melakukan penyidikan suatu perkara. Pasal
36 ayat (6) dan Pasal 36 ayat (7) UU No. 5/1999 mengatur mengenai
kewenangan KPPU.
Menurut penulis, KPPU dalam penegakan hukum persaingan usaha yang sehat
harus bersinergi dengan perusahaan dan Pemerintah. iklim persaingan yang
sehat di Indonesia dapat tercipta jika kedua hal tersebut dapat
diimplementasikan, diharapkan dapat Persaingan usaha yang sehat akan
berdampak positif bagi pelaku ekonomi, karena dapat menimbulkan motivasi
atau stimulus untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas, inovasi dan kualitas
produk yang dihasilkan.
Oleh karena itu, KPPU harus segera mengkaji lebih detail undang-undang
sebelumnya, yakni UU No. 5/1999 dan merevisinya untuk menciptakan
persaingan usaha yang sehat terutama pada Pasal 8 sampai 18 terkait
perbuatan
yang dilarang dan pada Pasal 19 sampai Pasal 28 tentang aspek
Pertanggungjawaban. Demikian, manfaat persaingan komersial yang sehat
menguntungkan pelaku ekonomi, konsumen secara alami akan mendapatkan
keuntungan dari persaingan komersial yang sehat.
Kesimpulan:
1. Dampak dari ekonomi digital pada sisi hukum persaingan usaha tidak sehata
akan mempersulit KPPU dalam proses mengetahui atau membedakan
persaingan usaha tidak sehat, karena tidak ada pengaturan yang jelas dan rinci
mengenai pelaku ekonomi yang menjalankan usahanya secara digital dan
pelanggarannya dalam UU No. 5/1999. Karena hal tersebut KPPU harus lebih
peka lagi dalam menginvestigasi para pelaku usaha yang melanggar ketentuan
UU No. 5/1999 serta mencari solusi atas peluang yang muncul pada perusahaan
digital yang melakuan persaingan usaha tidak sehat di era digital saat ini.
2. Atas hal tersebut harus dilakukan revisi terhadap perbuatan yang dilarang yang
tercantum dalam Pasal 8 sampai Pasal 18 dan aspek tanggung jawab yang
daitur dalam Pasal 19 hingga Pasal 28 untuk mengantisipasi praktik persaingan
tidak sehat di era digital saat ini dalam menghadapi ekonomi digital yang sehat
sehingga tidak timbul kerugian terhadap para pelaku usaha.
JURNAL 4
Judul: Pengawasan Praktek Monopoli Sebagai Bentuk Persaingan Usaha Tidak Sehat
Rumusan Masalah:
1. Bagaimana pengaturan hukum terkait dengan praktek monopoli sebagai bentuk
persaingan usaha tidak sehat?
2. Bagaimana Peran dan Kedudukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha terkait
dengan praktek monopoli sebagai bentuk persaingan usaha tidak sehat?
Ada 3 pendekatan yang dapat dilakukan untuk menentukan ada Tindakan posisi
dominan yaitu dengan mengukut kinerja perusahaan, persaingan, dan struktur
perusahaan, yakni antara lain bahwa “Pendekatan pertama adalah pendekatan
yang dilakukan dengan mengukur tingkat devisanya terhadap norma-norma
persaingan yang sehat dengan mengukur seberapa jauh devisi harga penjualan
barang atau jasa yang dihasilkan perusahaan itu melenceng dari biaya
marjinalnya, atau berapa selisih laba perusahaan tersebut dengan laba rata-rata
perusahaan sejenis.
Pendekatan kedua adalah dengan melakukan pengujian perilaku perusahaan
dalam persaingan, tes ini dilaksanakan dengan mempelajarai sesitivitas
penjualan perusahaan tersebut terhadap perubahan harga dan jumlah penjualan
yang dilakukan oleh pesaingnya. Pendekatan ketiga adalah tes dengan
pendekatan structural Tes ini dilakukan dengan perbandingan jumlah
perusahaan yang bergerak disuatu pasar tertentu dengan volume penjualan
(pangsa pasar) yang dikuasai masing-masing perusahaan. Perusahaan dengan
pangsa pasar terbesar dianggap memiliki posisi paling dominan dan memiliki
posisi paling dominan dan memiliki kekuatan monopoli.
Banyak pelaku usaha yang berpendapat bahwa BUMN boleh melakukan praktek
monopoli berdasarkan Pasal 25 UU 5/1999. Bentuk monopoli yang dilakukan
oleh BUMN adalah monopoli yang dikecualikan sebab monopoli tersebut
dilakukan demi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat yang sebesar-besarnya.
Kategori monopoli BUMN adalah monopoli undang-undang, hal itu dikarenakan
monopoli dipegang oleh ketetapan undang-undang, yaitu Bank Indonesia, PT
PLN (Persero), Pertamina dan lain sebagainya.
Tugas KPPU berikutnya yaitu melakukan penilaian terhadap ada atau tidakya
penyalahgunaan posisi dominan yang bisa menimbulkan praktek monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 25 sampai
dengan Pasal 28, selanjutnya sebagaimana diatur dalam Pasal 36 Komisi
mengambil Tindakan, KPPU dapat memberikan saran dan pertimbangan
terhadap kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan praktek monopoli dan
atau persaingan usaha tidak sehat.
KPPU dapat ikut andil dalam melahirkan sebuah kebijakan yang dapat memberi
dampak positif kepada iklim persaingan usaha di Indonesia. Menurut Pasal 35
Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 wewenang Komisi meliputi, menerima
laporan dari masyarakat dan/atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat, melakukan penelitian
tentang dugaan adanya kegiatna usaha dan atau Tindakan pelaku usaha yang
dapat mengakibatkan terjadina praktek monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat lalu melakukan penyelidikan terhadap kasus dugaan praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh
masyarakat atau pelaku usaha atau yang ditemukan oleh komisi sebagai hasil
penelitiannya.
KPPU juga berwenang untuk mendapatkan, meneliti, dan atau menilai surat,
dokumen, atau alat bukti lain untuk kebutuhan penyelidikan dan atau
pemeriksaan setelah itu memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya
kerugian di pihak pelaku usaha lain atau masyarakat lalu memberitahukan
putusan Komisi kepada pelaku usaha yang diduga melakukan praktek monopoli
dan atau persaingan usaha tidak sehat dan menjatuhkan sanksi berupa tindakan
administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang
ini.
Kesimpulan:
1. yang dimaksud monopoli dalam UU 5/1999 adalah penguasaan atas produksi
dan/atau pemasaran barang dan/atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu
pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha. Praktik monopoli adalah
penguasaan produk dan/atau pemasaran atas barang dan/atau jasa tertentu
yang diakibatkan pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku
usaha sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat
merugikan kepentingan umum
2. KPPU adalah komisi yang dibentuk untuk mengawasi pelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan usahanya agar tidak adanya unsur praktek monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat. Pasal 35 UU 5/1999 menjelaskan bahwa tugas
KPPU adalah melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat menimbulkan
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak ehat sebagaimana diatur
dalam Pasal 4 sampai Pasal 16 undang-undang terebut lalu melakukan penilaian
terhadpa kegiatan usaha dan atau Tindakan pelaku usaha yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 17 sampai Pasal 24
Saran:
Pengawasan dan penegakan hukum yang tegas perlu dilakukan oleh penegak hukum
dalam hal ini adalah KPPU agar persaingan usaha yang sehat dan aman di Indonesia
dapat tercipta
JURNAL 5
Judul: Tugas dan Wewenang Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Dalam
Penanganan Pelanggaran Hukum Persaingan Usaha Menurut Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1999
Rumusan Masalah:
1. Bagaimana tugas Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam penanganan
pelanggaran hukum persaingan usaha ?
2. Bagaimana wewenang Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam penanganan
pelanggaran hukum persaingan usaha ?
Saran:
1. Dalam pelaksanaan tugas KPPU dalam penanganan pelanggaran hukum
persaingan usaha perlu disesuaikan dengan Menyusun pedoman yang sudah
disusun atau publikasi yang berkaitan dengan UU 5/1999. KPPU perlu
menyerahkan laporan kepada Presiden dan DPR atas hasil kerja komisi
2. Wewenang KPPU dalam penanganan pelanggaran hukum persaingan usaha
dalam pelaksanaannya perlu meminta bantuan penyidik untuk menghadiran
pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang yang tidak bersedia memenuhi
panggilan KPPU dan meminta keterangan dari instansi pemerintah dalam
kaitannya dengan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha
yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan.
JURNAL 6
Judul: Predatory Pricing Dalam E-Commerce Menurut Perspektif Hukum Persaingan
Usaha
Rumusan Masalah:
1. Bagaimana pengaturan larangan praktik jual rugi (predatory pricing) berdasarkan
hukum persaingan usaha di Indonesia?
2. Apakah penjualan barang impor dengan harga sangat murah dalam e-commerce
termasuk kategori predatory pricing yang dilarang dalam hukum persaingan
usaha di Indonesia?
j. Unsur Pasar
lembaga ekonomi di mana para pembeli dan penjual baik secara langsung
maupun tidak langsung dapat melakukan transaksi perdagangan barang
dan atau jasa
Beberapa unsur yang tidak memenuhi Pasal 20 antara lain adalah sebagai
berikut:
a. Unsur jual rugi dan harga yang sangat rendah
Nailul Huda berpendapat bawha harga barang impor menjadi lebih murah
karena factor efisiensi dalam produksi barang tersebut. Factor yang
membuat harga menjadi murah adalah tenaga kerja yang murah, produksi
barang dalam jumlah yang massif, dan banyaknya pilihan level kualitas
produk yang beragam
Kesimpulan:
1. Pasal 20 UU 5/1999 mengatur mengenai larangan praktik jual rugi di Indonesia
yang dirumuskan secara rule of reason. Sehingga harus dibuktikan sejumlah
unsur yang mengarah pada adanya praktek monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat
2. Banyaknya produk impor dari laur negeri yang ditawarkan dengan harga murah
di platform e-commerce yang berpotensi merugika UMKM local tidak serta merta
dikategorikan pratkik predatory pricing yang melanggar UU 5/1999 karena Pasal
20 UU 5/1999 dirumuskan secara rule of reason
Saran:
Sebaiknya dilakukan penyempurnaan terhadap UU 5/1999 untuk menyesuaikan
dengan perkembangan perdagangan secara elektronik serta mengakomodir kebutuhan
pengaturan yang semakin kompleks terkait hukum anti monopoli dan persaingan usaha
yang tidak sehat
JURNAL 7
Judul: Perlindungan bagi UMKM terhadap Persaingan Usaha Tidak Sehat
Rumusan Masalah:
1. Mengapa UMKM harus dilindungi oleh KPPU dalam persaingan usaha tidak
sehat di Indonesia?
2. Apa perlindungan yang diberikan oleh KPPU terhadpa UMKM pada persaingan
usaha tidak sehat
Salah satu perjanjian yang dilarang dalam Peraturan KPPU No. 5 Tahun 2011
adalah Tying Agreement. Bentuk perjanjian tying agreement ialah dalam hal
menjual suatu produknya, si penjual si penjual menetapkan syarat bahwa
pembeli akan membeli produk lain dari penjual. Produk yang dibeli oleh pembeli
adalah produk pengikat. Oleh karena perjanjian ini ditetapkan secara sepihak,
pembeli tidak dapat menghindari karena tidak ada pilihan penjual lainnya, hal ini
akan membuat penjual memiliki posisi tawar yang dominan dan menjadikan
perjanjian berat sebelah.
Salah satu keputusan KPPU yang disorot adalah seperti kasus Industri atau toko
retail besar dan pemasok barang. Bahwa Komisi menyatakan bahwa fakta
dilapangan menunjukan bahwa syarat dagang minus margin antara Industri retail
besar dan pemasok barang yang diterapkan merupakan persaingan usaha tidak
sehat. Fakta bahwa pemasok barang menghentikan pasokan barangnya kepada
pelaku usaha pesaing menunjang syarat dagang minus margin yang telah
disepakati dengan industry atau toko retail besar.
Kesimpulan
1. Tidak ada aturan eksplisit dalam UU No. 5 Tahun 1999 tentang jenis perusahaan
yang dianggap menyalahgunakan posisi tawar. Tetapi, Pasal 2 UU No. 5 Tahun
1999 mengatur asas dan tujuan hukum persaingan usaha dengan
mengutamakan demokrasi ekonomi dan mengimbangi kepentingan pelaku
usaha dengan kepentingan umum.
2. Tidak ada undang-undang khusus yang mengatur perlindungan hukum terhadap
UMKM dalam pelaksanaan kemitraan dalam UU No. 5 Tahun 1999. Namun,
Peraturan Komisi No. 1 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penanganan Perkara
Kemitraan dan pembentukan direktorat pengawas kemitraan sebagai direktorat
baru dalam Peraturan Komisi No. 5 Tahun 2016 menunjukkan pengawasan yang
efektif terhadap pelaksanaan kemitraan antara UMKM dan usaha besar.
JURNAL 8
Judul: Kewenangan KPPU Menjatuhkan Sanksi Daftar Hitam dalam Penegakan
Hukum Persaingan Usaha
Rumusan Masalah:
Bagaimanakah kewenangan KPPU dalam menjatuhkan sanksi daftar hitam?
Salah satu contoh implementasi penerapan sanksi daftar hitam pengadaan barang/jasa
oleh KPPU termuat dalam Putusan KPPU No. 21/KPPU-I/2018 tentang Dugaan
Pelanggaran Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Terkait Pelelangan
Pembangunan Rumah Sakit Pada Satuan Kerja Dinas Kesehatan Kota Makassar
Tahun Anggaran 2017-APBD.
Melihat kembali Pasal 47 ayat (2) huruf c UU 5/1999 pada pokoknya tindakan
administratif yang dimaksud hanya mencakup menghentikan kegiatan tender yang
terbukti menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan sedang berjalan tersebut,
bukan secara tegas menyatakan melarang pelaku usaha untuk mengikuti kegiatan
tender selama waktu tertentu. Namun demikian, apabila merujuk pada Peraturan KPPU
No. 1 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat khususnya Pasal 67 ayat (4), Sanksi daftar hitam
adalah turunan dari sanksi administratif dan dianggap sebagai "bentuk tindakan lain"
dalam kasus di mana Terlapor tidak mengikuti putusan Komisi, Pengadilan Negeri, atau
Mahkamah Agung yang telah berkekuatan hukum tetap..
Sanksi daftar hitam ini menjadi suatu sanksi yang “abu-abu” dalam konteks penjatuhan
sanksi terhadap pelaku usaha yang terbukti melakukan kegiatan persekongkolan
tender. Hal ini dikarenakan, di satu sisi, penjatuhan sanksi daftar hitam tidak jelas dan
tegas pengaturannya dalam peraturan hukum persaingan usaha, namun di lain sisi,
dalam praktiknya, Majelis Komisi kerap menjatuhkan sanksi larangan mengikuti
kegiatan tender selama waktu tertentu kepada pelaku usaha yang terbukti melakukan
kegiatan persekongkolan tender yang menimbulkan persaingan usaha tidak sehat.
Kesimpulan:
KPPU berwenang menjatuhkan sanksi daftar hitam sebagaimana yang diatur dalam
Pasal 36 huruf I jo. Pasal 47 ayat (2) huruf c UU 5/1999 sebagai sanksi administrative
yang pada pokoknya menyatakan bahwa KPPU dapat memberi perintah untuk
menghentikan kegiatan pelaku usaha yang terbukti menimbulkan praktek monopoli
dan/atau menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dan/atau merugikan masyarakat
yang salah satunya adalah praktik persekongkolan dalam tender yang diatur dalam
Pasal 22 UU 5/1999
Saran:
Optimalisasi penerapan sanksi daftar hitam yang dijatuhkan kepada pelaku usaha oleh
hitam perlu dilakukan optimalisasi dengan cara menerapkan sanksi daftaer hitam
secara akumulatif dengan sanksi administratif lainnya dan harus dilakukan secara
konsisten agar tercipta tender pengadaan barnag/jasa yang efektif dan transparan serta
meminimalisisr terjadinya persekongkolan kembali antar pelaku usaha pada tender
paket pekerjaan yang sama
JURNAL 9
Judul: Faktor-faktor yang Mempengaruhi Anti Monopoli dan Persaingan Bisnis Tidak
Sehat: Globalisasi Ekonomi, Persaingan usaha, dan Pelaku Usaha
Rumusan masalah:
1. Apakah Globalisasi Ekonomi memiliki hubungan dan berpengaruh terhadap Anti
Monopoli dan persaingan usaha tidak sehat?
2. Apakah Persainan Usaha memiliki hubungan dan berpengaruh terhadap Anti
Monopoli dan persaingan usaha tidak sehat?
3. Apakah Pelaku usaha memiliki hubungan dan berpengaruh terhadap Anti
Monopoli dan persaingan usaha tidak sehat?
Para pelaku usaha merasa cemas karena perkonomian Indonesia yang belum
stabil karena mereka khawatir akan terjadinya gejolak moneter yang akan
menimbulkan kesulitan besar dalam dunia usaha antara lain berdampak pada
pelaku usaha yang tidak dapat atu diperkirakan tidak dapat memenuhi
kewajibannya kepada kreditur asing maupun domestik. Krisis ini berdampak
negative kepada perusahaan-perusahaan di Indonesia yang tidak dapat
mengembangkan kegiatannya karena terbatasnya sumber dana yang dimiliki
dan system manajemen perusahaan yang belum memenuhi prinsip good
corporate governance, dimana penerapannya bertujuan untuk memberikan
pengaturan internal yang memuat filsadat bisnis perusahaan, panduan nilai-nilai
yang mengatur cara mengelola perusahaan dalam mencapai tujuan bisnis.
2. Monopoli akan lahir dengan adanya persaingan usaha yang tidak sehat. Bagi
para ekonom monopoli didefinisikan sebagai suatu struktur pasar yang hanya
terdapat satu produsen atau penjual. Bagi masyarakat pengertian dari monopoli
adalah adanya satu produsen atau penjual yang memiliki kekuatan jika produsen
atau penjual tersebut punya kemampuan untuk menguasai pasar bagi barang
atau jasa yang dijual olehnya. Maka dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri dari
monopoli adalah
a. Hanya ada satu produsen atau penjual
b. Tidak ada produsen lain menghasilkan produk yang dapat mengganti
secara baik produk yang dihasilkan pelaku usaha monopoli
c. Adanya suatu hambatan baik secara alamiah, teknis atau hukum
Ada beberpa factor yang dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat di
antaranya adalah:
a. Kebijaksanaan perdagangan
b. Pemberian hak monopoli oleh pemerintah
c. Kebijakan investasi
d. Kebijaksanaan pajak
e. Pengaturan harga oleh pemerintah
Raha berpendapat bahwa jila ditinjau dari UU:PM & PUTS Tindakan pelaku
usaha dalam melakikan praktek penguasaan pasar tersebut akan sangat
merugikan tidak hanya bagi konsumen tetapi juga bagi pelaku usaha yang
lainnya untuk ikut berpartisipasi dalam pasar yang sama. Ia juga berpendapat
dengan mengacu pada Pasal 19 UULPM & PUTS tentang penguasaan pasar,
pelaku usaah dilarang untuk melakukan satu atau beberapa kegiatan baik sendiri
maupun Bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat
Kesimpulan:
Anti Monopoli dan Persaingan Bisnis tidak sehat dipengaruhi oleh Globalisasi Ekonomi,
Persaingan Usaha dan Pelaku Usaha.
Saran:
Pengkajian lebih lanjut diperlukan untuk melengkapi factor-faktor lain apa sajakah yang
dapat mempengaruhi Kinerja seperti Pembangunan, Hukum Praktik, dan
Perkembangan Ekonomi
JURNAL 10
Judul: Aspek Hukum Persaingan Usaha Tidak Sehat Pada Pedagang Ritel
Rumusan masalah:
1. Bagaimana bentuk persaingan usaha pada pedagang ritel?
2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen?
Kesimpulan:
1. Bentuk persaingan usaha pada pedagang ritel adalah pelaku usaha menetapkan
harga di bawah harga pasar yang seharusnya. Hal tersebut dapat menimbulkan
dampak negative bagi pelaku usaha tradisional yang berada di sekitar lokasi
tersebut yakni pedagang tradisional yang kehilangan konsumen
2. UU 5/1999 memberikan perlindungan terhadap kelangsungan pelaku usaha kecil
di pasar tradisional sehubungan dengan semakin maraknya pelaku usaha di
pasar modern didasarkan pada asas dan tujuan dari Pasal 2 dan 3 UU 5/1999
yaitu dengan menerapkan asas demokrasi ekonomi. KPPU dapat menghentikan
pelaksanaan kegiatan usaha dari pelaku usaha di pasar modern dan
memberikan sanksi sesuai dengan ketentuan yang ada berdasarkan laporan dari
setiap masyarakat atau atas inisiatif KPPU sendiri.