Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH HUKUM KEKYAAN INTELEKTUAL

“PELINDUNGAN HUKUM TERHADAP MEREK “STRONG”


BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2016”

Oleh :

Puteri Arwa Shabira (010002100488)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis
dapat menyelesaikan makalah ini dengan lancar. Tak lupa juga penulis ucapkan terima kasih yang
sebanyak-banyaknya kepada dosen yang telah memberikan penulis tugas untuk menulis makalah ini.
Serta terima kasih untuk berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun makalah ini, baik
bantuan dalam bentuk semangat ataupun bantuan akademik.

Penulis sangat menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh
karena itu, penulis sangat terbuka jika ada kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
penulisan selanjutnya. Penulis berharap, makalah ini dapat memberi manfaat untuk berbagai pihak.

Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih.

Jakarta, 13 Desember 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................... 2

DAFTAR ISI ............................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................. 4

1.1 Latar Belakang ................................................................................................................ 4


1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................... 6

2.1 Bagaimana Perlindungan hukum terhadap pemegang merek berdasarkan Undang


Undang No 20 Tahun 2016? ................................................................................................. 6
2.2 Bagaimana tindakan hukum yang diterima oleh pihak yang melakukan pelanggaran
merek? ............................................................................................................................. 7
BAB III KESIMPULAN .............................................................................................................. 10

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................. 11
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, menyatakan bahwa Merek
adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, hurufhuruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi
dari unsur- unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan
barang atau jasa. Sedangkan terdapat perluasan definisi merek dalam ketentuan undang- undang yang
baru, yaitu dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi
Geografis menyatakan “Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo,
nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara,
hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa
yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa”.

Selanjutnya dalam Pasal 2 Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis
menyebutkan bahwa lingkup Undang-Undang ini meliputi merek dan indikasi geografis yang meliputi
merek dagang dan merek jasa. Merek yang dilindungi terdiri atas tanda berupa gambar, logo, nama, kata,
huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram,
atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang
diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.

Merk berfungsi untuk memberi identitas pada barang atau jasa dan berfungsi menjamin kualitas suatu
barang dan jas bagi konsumen. Bagi orang yang sudah membeli suatu produk dengan merk tertentu
danmerasa puas akan kualitas produk barang atau jasa tersebut akanmencari produk dengan merk yang
sama di lain waktu. Merk juga dapat menjadi adversitting tool untuk membantu periklanan danpromosi
suatu produk . Merk juga berfungsi sebagai penbeda dariproduk barang atau jasyang dibuat oleh
seseorang atau badan hukum dengan produk barangatau jasa yang dibuat oleh seseorang atau badan
hukum lain.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana Perlindungan hukum terhadap pemegang merek berdasarkan Undang Undang No 20 Tahun
2016 ?

2. Bagaimana tindakan hukum yang diterima oleh pihak yang melakukan pelanggaran merek?

3. Dalam kasus sengketa merek “strong” antara PT Unilever Indonesia Tbk dan Hardwood Private
Limited (Orang Tua), bagaimana perlindungan hukumnya?

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah ini antara lain:
1. Untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap pemegang merek berdasarkan Undang
Undang No 20 Tahun 2016.

2. Untuk mengetahui bagaimana tindakan hukum yang diterima oleh pihak yang melakukan pelanggaran
merek.

3. Untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum dalam kasus sengketa merek “strong” antara PT
Unilever Indonesia Tbk dan Hardwood Private Limited (Orang Tua).
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Bagaimana Perlindungan hukum terhadap pemegang merek berdasarkan Undang Undang No
20 Tahun 2016?

Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik Merek yang terdaftar
untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin kepada
pihak lain untuk menggunakannya. Konsep perlindungan hukum terhadap hak merek tersebut mengacu
pada sifat hak merek yang bersifat khusus (exclusive).Hak khusus tersebut bersifat monopoli artinya hak
itu hanya dapat dilaksanakan oleh pemilik merek. Tanpa adanya izin dari pemilik merek, orang lain tidak
boleh mempergunakan hak khusus.

Jika ada pihak lain yang mempergunakan hak khusus tadi dengan tanpa adanya izin dari pemilik hak
merek, maka telah terjadi pelanggaran yang dapat dikenai sanksi tertentu Di dalam rangka memberikan
perlindungan hukum kepada pemilik terdaftar, hakim pengadilan negeri/pengadilan niaga dapat
menetapkan penetapan sementara pengadilan. Yang menyatakan bahwa berdasarkan bukti yang cukup
pihak yang haknya dirugikan dapat meminta hakim pengadilan niaga untuk menerbitkan surat penetapan
sementara tentang :

1. Pencegahan masuknya barang yang berkaitan dengan pelanggran hak merek. Ketentuan ini
dimaksudkan untuk mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak yang haknya dilanggar, sehingga
pengadilan niaga diberi kewenangan untuk menerbitkan kewenangan sementara guna mencegah
berlanjutnya pelanggaran dan masuknya barang yang diduga melanggar hak atas merek ke jalur
perdagangan termasuktindakan importisasi.

2. Penyimpanan alat bukti yang berkaitan dengan pelanggaran merek tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk
mencegah pihak pelanggar menghilangkan barang bukti Permohonan penetapan sementara diajukan
secara tertulis kepada pengadilan niaga dengan persyaratan sebagai berikut :

a. Melampirkan bukti kepemilikan merek yaitu sertifikat merek atau surat pencacatan perjanjian lisensi
bila pemohon penetapan adalah penerima lisensinya

b. Melampirkan bukti adanya petunjuk awal yang kuat atas pelanggaran merek

c. Keterngan yang jelas mengenai jenis barang dan atau dokumen yang diminta, dicari, dikumpulkan dan
diamankan untuk keperluan pembuktian

d. Adanya kekhawatiran bahwa pihak yang diduga melakukan pelanggaran merek akan dapat dengan
mudah menghilangkan barang bukti

e. Membayar jaminan berupa uang tunai atau jaminan bank, yang besarnya harus sebanding dengan nilai
barang atau nilai jasa yang dikenai penetapan sementara. Disamping ada gugatan perdata dalam hal
pelanggaran merek dan persaingan curang, menurut Soenandar, Taryana (2007: 92) hukum mengancam
barangsiapa yang melakukan kebohongan atau memberikan informasi bohong, atau pernyataan bohong,
baik secara lisan maupun secara tertulis, atau bentuk kebohongan lainnya sehingga mendapat izin dari
Kantor Paten untuk mendaftarkan merek dan nama perusahaan atau menyatakan dirinya sebagai pemilik
dari merek atau nama perniagaan itu, atau menggunakan merek-merek tersebut.

2.2 Bagaimana tindakan hukum yang diterima oleh pihak yang melakukan pelanggaran merek?

Tindakan hukum terhadap adanya pelanggaran merek yang dilakukan oleh pihak-pihak yang beritikad
tidak baik dan tidak bertanggung jawab terhadap merek terkenal yang dilanggarnya, tentu akan
menimbulkan kerugian yang dirasakan oleh produsen atau pengusaha pemegang hak atas merek yang
terkenal. Sebagai pihak yang dirugikan, tentu pemegang hak atas merek terkenal akan menempuh jalur
hukum untuk menyelesaikan kasus pelanggaran merek. Hal tersebut bertujuan agar pelaku pelanggaran
merek tidak akan lagi memakai merek yang menyerupai pada pokoknya atau keseluruhannya dari merek
terkenal atau bahkan menghentikan aktivitas produksinya. Perbuatan pelanggaran merek selain diatur di
dalam UU Merek, juga dapat dikenai sanksi yang dapat ditinjau dari hukum pidana, perdata, maupun
administrasi. Mengenai Sanksi yang dapat dijatuhkan oleh pelaku pelanggaran merek selain dari UU
Merek akan dijelaskan pada hasil analisis bagian 2.3.

2.3 Dalam kasus sengketa merek “strong” antara PT Unilever Indonesia Tbk dan Hardwood
Private Limited (Orang Tua), bagaimana perlindungan hukumnya?

Konsep pelindungan hukum terhadap hak merek tersebut mengacu pada sifat hak merek yang bersifat
khusus (exclusive). Hak khusus tersebut bersifat monopoli artinya hak itu hanya dapat dilaksanakan oleh
pemilik merek. Tanpa adanya izin dari pemilik merek, orang lain tidak boleh mempergunakan hak khusus
tersebut. Jika ada pihak lain yang mempergunakan hak khusus tersebut dengan tanpa adanya izin dari
pemilik merek terdaftar, maka telah terjadi pelanggaran yang dapat dikenai sanksi tertentu. Adapun
Sanksi yang dapat dijatuhkan kepada pelaku pelanggaran merek antara lain melalui Hukum Perdata.
Pemakaian merek tanpa hak dapat digugat berdasarkan Perbuatan Melanggar Hukum (Pasal 1365 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata). Pasal 83 ayat (1) Undang-Undang Merek menjelaskan bahwa hukum
memberikan hak kepada pemilik merek terdaftar untuk mengajukan gugatan terhadap orang atau badan
hukum yang secara tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau
keseluruhan dengan mereknya. Agar tuntutan ganti rugi memenuhi syarat sebagai dalil gugatan, maka
harus memenuhi 3 (tiga) unsur, yaitu Pertama, merek yang digunakan tergugat mempunyai persamaan
pada pokoknya atau pada keseluruhan dengan merek orang lain. Kedua, merek penggugat harus sudah
terdaftar. Ketiga, penggunaan merek tanpa hak

Perlindungan hukum atas kasus ini pihak Hardwood Private Limited mengajukan gugatan kepada
Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pihak Hardwood meminta unilever membayar ganti
rugi sebesar Rp. 108 M, tetapi yang dikabulkan hanya Rp. 30 M. Adapun beberapa pelindungan hukum
menurut hukum yang berlaku atau berupa Sanksi yang dapat dijatuhkan oleh pelaku pelanggaran merek
selain dari UU Merek yaitu :

a. Melalui Hukum Perdata Pemakaian merek tanpa hak dapat digugat berdasarkan Perbuatan Melanggar
Hukum (Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).

b. Melalui Hukum Pidana Sanksi Pidana terhadap pelanggaran Merek di atur dalam KUHP, Pasal 393
yang menyebutkan:

(1) Barang siapa memasukkan ke Indonesia tanpa tujuan jelas untuk mengeluarkan lagi dari Indonesia,
menjual, menyamarkan, menyerahkan, membagikan atau mempunyai persediaan untuk dijual atau
dibagibagikan. Barang-barang yang diketahui atau sepatutnya harus diduganya bahwa pada barangnya itu
sendiri atau pada bungkusnya di pakaikan secara palsu, nama firma atau merek yang menjadi hak orang
lain atau untuk menyatakan asalnya barang, nama sebuah tempat tertentu, dengan ditambahkan nama atau
firma yang khayal, ataupun pada barangnya sendiri atau pada bungkusnya ditirukan nama, firma atau
merek yang demikian sekalipun dengan sedikit perubahan, diancam dengan pidana penjara paling lama
empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.

(2) Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat lima tahun sejak adanya pemidanaan yang menjadi
tetap karena kejahatan semacam itu juga dapat dijatuhkan pidana penjara paling lama sembilan bulan.

Pasal 72 ayat (1) Undang-Undang Merek menjelaskan bahwa merek memberikan hak kepada pemilik
merek terdaftar untuk mengajukan gugatan terhadap orang atau badan hukum yang secara tanpa hak
menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan mereknya.
Agar tuntutan ganti rugi memenuhi syarat sebagai dalil gugatan, maka harus memenuhi 3 (tiga) unsur
yaitu :

1. Merek yang digunakan tergugat mempunyai persamaan pada pokoknya atau pada keseluruhan dengan
merek orang lain.

2. Merek orang lain itu sudah terdaftar.

3. Penggunaan tanpa hak.

Penggunaan kata Strong pada merek pasta gigi yang dikeluarkan kedua perusahaan menjadi fokus
permasalahan. Unilever dengan produk Pepsodent Strong dan Hardwood dengan produk Formula Strong.
Sengketa ini berawal dari gugatan yang dilayangkan Hardwood kepada Unilever pada Pengadilan Niaga
di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Gugatan terdaftar sejak 29 Mei 2020 dengan nomor perkara
30/Pdt.Sus-HKI/Merek/2020/PN Jkt.Pst. Mengutip Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN
Jakarta Pusat, Jumat (8/1/2021), Hardwood menilai Unilever telah melanggar merek Strong yang biasa
digunakan dalam pasta gigi Formula Strong dan telah terdaftar dengan nomor DIDM000258478 kelas 3.
Merek Strong Hardwood juga dinilai sebagai merek terkenal di Indonesia. Perkara tersebut pada akhirnya
diputuskan 18 November 2020 lalu, dengan dimenangkan oleh Hardwood.
Pengadilan juga menetapkan Unilever untuk membayar ganti rugi kepada Hardwood sebesar Rp 30 miliar
atas sengketa merek tersebut. Meski demikian, Unilever melakukan pengajuan kasasi atas putusan PN
Jakarta Pusat itu kepada Mahkamah Agung. Adapun hingga saat ini proses kasasi tersebut masih
berlangsung. Sekertaris Perusahaan Unilever Indonesia Reski Damayanti mengatakan, saat ini Unilever
sepenuhnya menyerahkan kasus sengketa merek yang masih berlanjut tersebut kepada proses hukum di
tingkat kasasi. "Terkait putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengenai salah
satu varian produk kami, kami menghormati proses kasasi yang saat ini tengah berjalan agar proses
tersebut dapat berjalan lancar serta membawa hasil yang adil dan baik.

Menurut Reski, sebagai perusahaan yang sudah beroperasi puluhan tahun di Indonesia, Unilever selalu
menjalankan bisnisnya sesuai ketentuan dan patuh terhadap hukum yang berlaku di Tanah Air. Sebagai
perusahaan yang telah berada di Indonesia selama 87 tahun, Unilever Indonesia selalu menjalankan bisnis
kami secara berintegritas, bertanggung jawab, dan patuh terhadap hukum dan peraturan perundang –
perundangan yang berlaku.
BAB III

KESIMPULAN

Dalam kasus sengketa merek “strong” Hardwood Private Limited (Orang Tua) selaku pihak yang
dirugikan oleh PT. Unilever Indonesia TBK dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Niaga
terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada
pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau jasa yang sejenis berupa gugatan ganti rugi dan/atau
penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek tersebut.

Pelindungan Hukum terhadap Merek ''STRONG'' Berdasarkan UU No. 20 tahun 2016 tentang Merek dan
Indikasi Geografis (Analisis Putusan Nomor 332 K/Pdt.Sus-HKI/2021) yaitu bahwa merek “Strong”
milik Hardwood Private Limited dilindungi selama 10 tahun sampai 9 Juli 2028. Berdasarkan pasal 83
ayat 1 Hardwood Private Limited sebagai pemilik merek terdaftar berhak untuk mengajukan gugatan atas
dugaan pelanggaran merek yang dilakukan oleh PT. Unilever Indonesia, Tbk ke pengadilan niaga. Untuk
melindungi merek “Pepsodent Strong 12 Jam” milik PT. Unilever Indonesia, Tbk, Mahkamah Agung
menerapkan pasal 83 ayat 1 UndangUndang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi
Geografis dan menyatakan bahwa kata “Strong” pada merek tersebut merupakan kata umum yang artinya
kuat dan menerangkan kata Pepsodent yang merupakan unsur dominan dari merek tersebut. Mahkamah
Agung kurang tepat jika hanya menerapkan pasal 83 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016
Tentang Merek dan Indikasi Geografis untuk membatalkan putusan Pengadilan Niaga Nomor 30/Pdt.Sus-
Merek/2020/PN.Niaga.Jkt.Pst tanggal 5 November 2020. Pihak Unilever dapat memakai pasal 74
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis untuk membatalkan
putusan pengadilan niaga tersebut, jika merek “Strong” milik Hardwood Private Limited tidak digunakan
selama 3 tahun berturut-turut dalam perdagangan barang sejak tanggal pendaftarannya. Secara aturan
sistem First to file, Hardwood Private Limited memang merupakan pihak pertama yang mengajukan
merek “Strong”, namun karena tidak ada bukti penggunaan merek di Indonesia, PT. Unilever Indonesia,
Tbk sebagai pihak berkepentingan berhak mengajukan penghapusan merek tersebut pada pengadilan
niaga.
DAFTAR PUSTAKA

Amriani, Nurnaningsih . 2011. Mediasi: Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata Di Pengadilan. Jakarta:
Rajawali Pers. Angggraini, D. Indonesian Supreme Court Judicial Decision on Sharia Economic
Disputes. Indonesian Supreme Court Judicial Decision on Sharia Economic Disputes.

Anggraeni, D. (2017). Prevention of Dumping Practice in Asean Free Trade China Free Trade Area
(Acfta) Regarding Government Regulation Number 34 Year 2011. Jurnal Cita Hukum, 5(1), 135-170.

Anggraeni, D. (2019). Freedom of parties to determine the form and content of the agreement in a
contract of construction services. In Business Innovation and Development in Emerging Economies (pp.
485-492). CRC Press.

Bachtiar, B., & Sumarna, T. (2018). Pembebanan tanggung jawab perdata kepada kepala daerah akibat
wanprestasi oleh kepala dinas. Jurnal Yudisial, 11(2), 209-225.

Bachtiar, L. H. B., & Andrean, S. (2020). Menguatnya Partai Politik Kartel Pada Pemilu Serentak 2019.
Jurnal Pengawasan Pemilu Provinsi DKI Jakarta, 73- 92.

Baetal, B. (2018). Aplication of shaming punishment for corruptors in the corruption law enforcement
system in Indonesia. International Journal of Scientific and Engineering Research, 9(2), 953-960.

Baital, B. (2014). Pertanggungjawaban Penggunaan Hak Prerogatif Presiden Di Bidang Yudikatif Dalam
Menjamin Kemerdekaan Kekuasaan Kehakiman. Jurnal Cita Hukum, 2(1).
LAMPIRAN PUTUSAN

Anda mungkin juga menyukai