Anda di halaman 1dari 8

Nama : Haikal Noor El Fajri

NPM : 110110170222

Mata Kuliah : Hukum E-Commerce

UJIAN TENGAH SEMESTER

1. A) Menurut penelitian Schradi (2009), pemasaran online terdapat dua cara yaitu
pasif dan aktif. Menggunakan passive online marketing artinya sebuah
perusahaan dapat membangun website yang memberikan informasi kepada
pelanggan tanpa harus melakukan banyak aktivitas untuk menarik pelanggan.
Pemasaran online aktif adalah kebalikannya, yaitu, perusahaan berusaha untuk
menarik pembeli potensial di Internet. Dengan menggunakan teknologi internet,
perusahaan dapat dengan mudah mempromosikan dan mengkomunikasikan
1
informasi tentang merek mereka (Kaplan dan Haenlein, 2012). Menurut
penelitian Sandhusen (2008), terdapat tiga pemangku kepentingan dalam bisnis,
yaitu: pertama, pelaku usaha, dalam hal ini perusahaan. Simbol untuk elemen
ini adalah "B" (bisnis). Kedua, ada konsumen, yaitu pengguna komersial barang
dan jasa yang dijelaskan dengan huruf "C". Terakhir, ada pemangku
kepentingan pemerintah, dilambangkan dengan huruf "G" (Goverment). 2 Tiga
model bisnis terkenal saat ini adalah B2B ecommerce B2C ecommerce C2C
ecommerce. Model B2B berfokus pada pengiriman produk dari satu perusahaan
ke perusahaan lain. Meskipun banyak perusahaan e-commerce di bidang ini
merupakan penyedia jasa, banyak juga perusahaan software, perusahaan
pemasok dan pemasok perabot kantor, perusahaan hosting, dan berbagai
model bisnis e-niaga lainnya di bidang ini. Contoh e-commerce B2B (Business-
to-Business) Indonesia adalah Ralali.com, Kawan Lama, Electronic City,
Indonetwork, dan Mbiz. Mahir Pradana. B2C (Business to Consumer)
merupakan transaksi bisnis yang dilakukan oleh produsen kepada konsumen
secara langsung. Transaksi e-commerce B2C mirip dengan model ritel tradisional,
yaitu perusahaan menjual layanan / produk kepada individu, tetapi perusahaan
beroperasi pada platform online, bukan toko fisik. Contoh e-commerce B2C di
Indonesia adalah bukalapak, lazada, dan tokopedia. Model bisnis e-commerce
1
Mahir Pradana.2015. Klasifikasi Jenis-Jenis Bisnis E-Commerce di Indonesia. Jurnal Neo-bis Universitas Telkom
Bandung. Volume 9 No. 2. Hlm. 35
2
Ibid.
yang ketiga adalah C2C (from consumer to consumer) yang selanjutnya dibagi
menjadi dua model yaitu marketplace dan P2P. Dalam kategori C2C ini, individu
dapat menjual atau membeli produk konsumen lain. Bukalapak, Shopee, dan
Tokopedia adalah pasar perdagangan online paling terkenal di Indonesia. Selain
memasuki pasar, aktivitas jual beli juga bisa dilakukan secara langsung antar
individu tanpa melibatkan pihak ketiga. Beberapa contoh platform dengan model
bisnis ini adalah OLX, Kaskus hingga Instagram. Dengan karakteristik e-
commerce yang unik Transaksi dapat dilakukan kapanpun, dimanapun, karena
transaksi dilakukan secara online dengan cara yang fleksibel yang dapat
menyebabkan masalah deterministik Hukum, yaitu apakah transaksi perdagangan
itu legal Menurut Hukum Perdata Indonesia. Salah satu masalah hukum yang
bisa terjadi adalah sah atau tidaknya kontrak yang dibuat karena dalam e-
commerce kontrak yang dibuat adalah kontrak elektronik. Kontrak elektronik,
meskipun berbeda dengan kontrak konvesional, namun keduanya tetap wajib
tunduk kepada aturan hukum kontrak atau hukum perikatan. Kedua jenis kontrak
tersebut juga harus memenuhi syarat-syarat sah perjanjian” dan “azas-azas
perjanjian”. Disamping itu, meskipun kontrak elektronik kebanyakan berbentuk
kontrak standar (kontrak baku) yang sudah ditentukan oleh pihak penjual, kontrak
standar tersebut tidak boleh melanggar Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen.3 Lalu, selanjutnya masalah yang bisa terjadi
adalah validitas dari kontrak elektronik tersebut. Article 5 dari UNCITRAL Model
on Electronic Commerce menyebutkan bahwa ”Information shall not be denied
legal effect, validity or enforceability solely on the grounds that it is in the form of a
data message ” (sebuah informasi, efek, validitas, atau keberdayaan hukumnya,
tidak dapat ditolak semata-mata atas dasar karena ia dalam bentuk data
message). Data message yang dimaksud bila mana keotentikannya telah dapat
dibuktikan dengan menggunakan teknik dan instrumen sebagai mana mestinya.
Sehingga kontrak dalam e-commerce yang dibuat oleh pihak yang berlainan
negara, dengan adanya aturan tersebut memberikan jaminan hukum terhadap
kontrak yang dibuat.4 Tiga, kerahasiaan. Kerahasiaan meliputi kerahasiaan data
dan / atau informasi serta perlindungan data dan informasi untuk mencegah

3
Tansah Ramatullah.2017. Analisis Permasalahan Hukum E-Commerce dan Pengaturannya di Indonesia. Jurnal
Hukum Universitas Islam Nusantara Bandung. Vol. 7 No. 2. Hlm. 10
4
Ibid.
akses yang tidak sah. Bagi e-commerce, kerahasiaan merupakan masalah yang
sangat penting terkait dengan perlindungan data keuangan Perusahaan atau
organisasi, dan konsumen. Produksi dan informasi pengembangan dan Ini terkait
dengan daftar waktu dan harga selama periode waktu tertentu. Solusi teknis
berupa teknologi dan sistem yang tidak memberikan kesempatan kepada pihak
yang tidak berkepentingan untuk membuka dan membaca Data itu. Solusi kedua
adalah langkah-langkah perbaikan hukum, bahkan jika peraturan, undang-undang
atau undang-undang tentang perlindungan informasi digital disahkan5
B) Ruang lingkup pengaturan dalam Peraturan Pemerintah nomor 80 Tahun 2019
mencakup semua kegiatan perdagangan yang dilakukan dengan menggunakan
berbagai moda dan jenis sistem komunikasi elektronik, baik yang online maupun
secara offline. Hal tersebut akan mencakup hubungan hukum dalam konteks
antara pelaku usaha (business to business) maupun pelaku usaha dengan
konsumen (business to customer). Materi pokok pengaturan PMSE meliputi:
pihak yang melakukan PMSE; persyaratan dalam PMSE; penyelenggaraan
PMSE; kewajiban Pelaku Usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik; bukti
transaksi PMSE; Iklan Elektronik; Penawaran Secara Elektronik, Penerimaan
Secara Elektronik, dan Konfirmasi Elektronik; Kontrak Elektronik; perlindungan
terhadap data pribadi; pembayaran dalam PMSE; pengiriman Barang dan Jasa
dalam PMSE; penukaran Barang atau Jasa dan pembatalan pembelian dalam
PMSE; penyelesaian sengketa dalam PMSE; dan pembinaan dan pengawasan.
Untuk pengaturan perusahaan asing Pasal 5 huruf b PP nomor 80 Tahun 2019
menyebutkan elaku Usaha Luar Negeri yang meliputi: Pedagang luar negeri;
PPMSE luar negeri; dan Penyelenggara Sarana Perantara luar negeri. Lalu dalam
Pasal 7 ayat (1) PP nomor 80 Tahun 2019 menyebutkan Pelaku Usaha Luar
Negeri yang secara aktif melakukan penawaran dan/atau melakukan PMSE
kepada Konsumen yang berkedudukan di wilayah hukum Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang memenuhi kriteria tertentu dianggap memenuhi
kehadiran secara fisik di Indonesia dan melakukan kegiatan usaha secara tetap di
wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mengenai perizinan Pasal
15 PP nomor 80 Tahun 2019 menyebutkan (1) Pelaku Usaha wajib memiliki izin
usaha dalam melakukan kegiatan usaha PMSE. (2) Penyelenggara Sarana

5
Arsyad Sanusi. 2008. Transaksi Bisnis dalam Electronic Commerce (E-Commerce): Studi tentang Permasalahan
Hukum dan Solusinya. Jurnal Ilmu Hukum no. 16 Vol. 8. Hlm. 16
Perantara dikecualikan dari kewajiban memiliki izin usaha sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) jika: bukan merupakan pihak yang mendapatkan manfaat
(beneficiary) secara langsung dari transaksi; atau tidak terlibat langsung dalam
hubungan kontraktual para pihak yang melakukan PMSE. (3) Dalam rangka
memberikan kemudahan bagi Pelaku Usaha untuk memiliki izin usaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengajuan izin usaha dilakukan melalui
Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
2. A) Model law merupakan hukum yang dapat dijadikan sebagai
contoh/percontohan, tidak mengikat, dan dapat diterapkan dengan disesuaikan
sebagaimana diperlukan oleh suatu negara. Model Law on Electronic Commerce
(MLEC) dimaksudkan untuk memungkinkan dan memfasilitasi perdagangan yang
dilakukan menggunakan sarana elektronik dengan memberikan legislator
nasional seperangkat aturan yang dapat diterima secara internasional yang
bertujuan untuk menghilangkan hambatan hukum dan meningkatkan
6
prediktabilitas hukum untuk perdagangan elektronik. Secara khusus, ini
dimaksudkan untuk mengatasi kendala yang timbul dari ketentuan perundang-
undangan yang mungkin tidak bervariasi secara kontrak dengan memberikan
perlakuan yang sama terhadap informasi berbasis kertas dan elektronik.
Perlakuan yang sama seperti itu penting untuk memungkinkan penggunaan
komunikasi tanpa kertas, sehingga mendorong efisiensi dalam perdagangan
internasional.Pada tahun 1996, UNCITRAL merumuskan suatu aturan hukum
yakni UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce. Model Law tersebut dibuat
sebagai wujud peran UNCITRAL untuk mengharmonisasi hukum dalam transaksi
e-commerce. Sebagaimana yang disebutkan pada Resolusi No.2205 (XXI), yang
tercantum dalam BAB II mengenai Organisasi dan Fungsi-fungsi United Nations
Commission on International Trade Law, poin ke-8 huruf (c) yaitu: “The
Commission shall further the progressive harmonization and unification of the law
of international trade by:…(c) Preparing or promoting the adoption of new
international conventions, model laws and uniform laws and promoting the
codification and wider acceptance of international trade terms, provisions,

6
Dikutip melalui https://uncitral.un.org/en/texts/ecommerce/modellaw/electronic_commerce
customs and practices, in collaboration, where appropriate, with the organizations
operating in this field;..”7
B) Teori The uploader and The downloader, Berdasarkan teori ini, suatu negara
dapat melarang kegiatan mengunggah dan mengunduh di wilayahnya yang
dianggap bertentangan dengan kepentingannya. Misalnya, suatu negara dapat
melarang semua orang mengunggah aktivitas perjudian atau aktivitas merusak
lainnya di dalam wilayahnya, dan melarang semua orang di wilayahnya
mengunduh aktivitas perjudian. Teori The Law of the Server. Pendekatan ini
memperlakukan server di mana webpages secara fisik berlokasi, yaitu yang
dicatat sebagai data elektronik. Menurut teori ini sebuah webpages yang berlokasi
di server pada Stanford University tunduk pada hukum California. Namun teori ini
akan sulit digunakan apabila uploader berada dalam jurisdiksi asing. Ketiga, The
Theory of International Spaces. Ruang siber dianggap sebagai the fourth space,
yang menjadi analogi adalah tidak terletak pada kesamaan fisik, melainkan pada
sifat internasional, yakni sovereignless quality.8
C) Article 2 dari UNCITRAL Model Law for E-commerce menyebutkan Data
messages adalah suatu informasi yang dihasilkan (generated), diterima, disimpan
secara elektronis, optik atau caracara sejenis; termasuk tetapi tidak terbatas pada
EDI (electronic data intercharge), e-mail, telegram, telex, telecopy.Paragraf 1
Article 10 mengenai Retension of Data Messages memiliki ketentuan sebagai
berikut: (1) Apabila terdapat peraturan yang mengharuskan berbagai dokumen,
records atau informasi di-dokumentasikan/di-simpan, aturan tersebut dapat
dipenuhi dengan mendokumentasikan data messages, apabila dapat dipenuhinya
ketentuan di bawah ini : a. Setiap informasi yang terkandung didalamnya dapat
diakses atau dapat digunakan sebagai referensi ; dan b. Informasi tersebut tetap
dipertahankan dalam format yang sama dengan format pertama pada saat ia
diciptakan dikirim atau diterima atau dalam suatu format yang sudah dapat
dibuktikan kehandalannya dalam membuat, mengirim dan menerima; dan c.
Setiap informasi, jika ada, adalah sebisanya dipertahankan sehingga dapat
dilakukan identifikasi terhadap asal dan tujuan dari data message dan hari dan
tanggal pada saat ia dikirim dan diterima. Salah satu data retension terdapat pada
7
Dewi Lestari. Peran United Nations Commission on International Trade Law (UNCITRAL) dalam Harmonisasi
Hukum Transaksi Perdagangan Elektronik (E-Commerce) Internasional. Jurnal Ilmu Hukum Universitas
Udayana. Hlm. 4
8
Darrel Menthe, “Jurisdiction in Cyberspace: A Theory of International Sraces”, hlm. 5-8
kebijakan privasi Tokopedia dalam klausul perolehan dan pengumpulan data
pengguna dimana disebutkan bahwa “Tokopedia mengumpulkan data Pengguna
dengan tujuan untuk memproses transaksi Pengguna, mengelola dan
memperlancar proses penggunaan Situs, serta tujuan-tujuan lainnya selama
diizinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
3. A) Edmon Makarim mendefinisikan kontrak elektronik sebagai “perjanjian atau
hubungan hukum yang menggabungkan jaringan sistem informasi berbasis
komputer dengan jaringan berbasis telekomunikasi dan sistem komunikasi
berbasis layanan yang selanjutnya difasilitasi oleh keberadaan jaringan komputer
global Internet”.9 Shrink-wrap agreement Produsen menempatkan ketentuan-
ketentuan dan persyaratan jual-beli (termasuk ketentuan tentang lisensi ) ada di
dalam kotak kemasan sehingga kontrak terjadi ketika pembeli membuka dan
menginstall software. Karjono mendefinisikan Shrinkwrap agreement sebagai
“seperangkat ketentuan dan persyaratan (terms and conditions) mengenai
penggunaan suatu perangkat lunak, yang berada di dalam bungkus atau kotak
pembungkus dari perangkat lunak tersebut yang dianggap telah mengikat dan
disetujui oleh pembeli pada saat pembeli membuka bungkus atau kotak
pembungkus dari perangkat lunak tersebut. Biasanya di bungkus atau kotak
pembungkus perangkat lunak tersebut terdapat tulisan yang intinya menyebutkan
bahwa “dengan membuka kotak/pembungkus perangkat lunak itu, anda akan
terikat dengan ketentuan dan persyaratan penggunaan perangkat lunak itu”. 10
Tipe kontrak elektronik kedua adalah browsewrap agreement. Association of
Corporate Counsel mendefinisikan browsewrap agreement sebagai “Penempatan
link ke persyaratan penggunaan di halaman web, tetapi membutuhkan tidak ada
tindakan afirmatif untuk mewujudkan penerimaan oleh pengguna. Menyetujui
persyaratan ditampilkan dengan menggunakan situs web atau layanan setelah
pemberitahuan dari adanya persyaratan penggunaan, tidak diperlukan tindakan
lain”. Tipe kontrak elektronik yang ketiga adalah clickwrap agreement. Bentuk
persetujuan dari clickwrap agreement adalah dengan mengeklik kotak bertuliskan
“I Agree” sebagaimana pengertian clickwrap agreement menurut Juliet M.
Moringiello and William L. Reynolds yakni “Clickwrap terms call for an explicit
9
Edmon Makarim, Pengantar Hukum Telematika, Suatu Kompilasi Kajian, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta,
2005, hlm. 215-246
10
Karjono, Perjanjian Lisensi Pengalihan Hak Cipta Program Komputer Transaksi Elektronik, Bandung Alumni,
2012, hlm 165-166.
manifestation of assent, usually by clicking on an “I agree” icon or in a small box
next to the statement “I agree to the Terms and Conditions”.11
B) Ketentuan menganai kontrak elektronik dalam PP No. 71 Tahun 2019 terletak
pada Pasal 45, 46 dan Pasal 47. Pasal 45 ayat (1) menyebutkan “Transaksi
Elektronik yang dilakukan para pihak memberikan akibat hukum kepada para
pihak” dan dilanjutkan oleh ayat (2) yang menyebutkan “Penyelenggaraan
Transaksi Elektronik yang dilakukan para pihak harus memperhatikan: a. itikad
baik; b. prinsipkehati-hatian; c. transparansi; d. akuntabilitas; dan e. kewajaran”.
Pasal 46 ayat (2) menyebutkan sebuah kontrak elektronik bisa dianggap sah bila :
a. terdapat kesepakatan para pihak; b. dilakukan oleh subjek hukum yang cakap
atau yang berwenang mewakili sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan; c. terdapat hal tertentu; dan d. objek transaksi tidak boleh
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,. kesusilaan, dan ketertiban
umum. Pasal 47 ayat (3) menyebutkan Kontrak Elektronik paling sedikit memuat:
a. data identitas para pihak; b. objek dan spesifikasi; c. persyaratan Transaksi
Elektronik; d. harga dan biaya; e. prosedur dalam hal terdapat pembatalan oleh
para pihak; f. ketentuan yang memberikan hak kepada pihak yang dirugikan untuk
dapat mengembalikan barang dan/ atau meminta penggantian produk jika
terdapat cacat tersembunyi; dan g. pilihan hukum penyelesaian Transaksi
Elektronik. Sedangkan pada PP nomor 2019 ketentuan mengenai kontrak
elektronik terdapat pada Pasal 50 s.d. Pasal 57. Dalam suatu perjanjian sebuah
pilihan Forum Penyelesaian Sengketa (choice of forum/jurisdiction) dan Hukum
yang Mengatur (choice of law) merupakan salah satu poin yang seinggkali
dimasukkan dalam perjanjian. Dalam Hukum Acara Perdata, pilihan forum (choice
of forum/jurisdiction)merupakan hal yang diperkenankan untuk diatur dan
disepakati secara khusus oleh Para Pihak, hal ini sebagaimana ketentuan Pasal
118 ayat (4) HIR dan Pasal 142 (4) RBG. Untuk kontrak internasional, bilamana
para pihak ingin memilih forum berupa Pengadilan yang ada di Indonesia maka
hanya terbatas pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat namun untuk pilihan
lembaga arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa lainnya tidak dibatasi
secara spesifik lembaga mana yang bisa ditunjuk melainkan dikembalikan pada
ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan bila para pihak tidak

11
Juliet M. Moringiello and William L. Reynolds, Electronic Contracting Cases 2009-2010, Source: The Business
Lawyer, Vol. 66, No. 1 (November 2010), pp. 175-181, Published by: American Bar Association, hlm 175
menentukan pilihan forum (choice of jurisdiction), maka penetapan kewenangan
pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya
yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari transaksi
tersebut, didasarkan pada asas Hukum Perdata lnternasional.12
4. Dalam Pasal 1 angka 22 PP PSTE, tanda tangan elektronik dideinisikan sebagai
berikut:
“Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi
Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik
lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.”
Selanjutnya, dalam Pasal 60 ayat (2) PP PSTE, Tanda Tangan Elektronik terbagi
menjadi Tanda Tangan Elektronik tersertifikasi dan Tanda Tangan Elektronik tidak
tersertifikasi. Yang dapat disebut dengan Tanda Tangan Elektronik tersertifikasi
kemudian diatur dalam ayat selanjutnya yaitu Pasal 60 ayat (3) bahwa, Tanda
Tangan Elektronik tersebut harus memenuhi keabsahan kekuatan hukum dan
akibat hukum tanda tangan elektronik; menggunakan sertifikat elektronik yang
dibuat oleh jasa penyelenggara sertifikasi elektronik Indonesia; dan dibuat dengan
menggunakan perangkat pembuat tanda tangan elektronik tersertifikasi.
Sedangkan Tanda Tangan Elektronik tidak tersertifikasi, dibuat tanpa
menggunakan jasa penyelenggara sertifikasi elektronik Indonesia. PP 71 Tahun
2019 berusaha memberikan kepastian perlindungan data dengan menyebutkan
bahwa suatu tanda tangan elektronik hanya akan memiliki kekuatan hukum dan
akibat hukum yang sah selama memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Data Pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda
Tangan;
b. Data Pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses penandatanganan
elektronik hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan;
c. segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah
waktu penandatanganan dapat diketahui;
d. segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda
Tangan Elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
e. terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa Penanda
Tangannya; dan
f. terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa Penanda Tangan telah
memberikan persetujuan terhadap Informasi Elektronik yang terkait.

12
Dikutip mealalui https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5f742a59ed59c/penyelesaian-sengketa-
dalam-pmse-oleh--muhamad-ali-hasan?page=4

Anda mungkin juga menyukai